• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut data Studi Status Gizi Balita Terintegrasi Susenas tahun 2019 sebanyak 27,67% balita di Indonesia (2)mengalami Stunting

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Menurut data Studi Status Gizi Balita Terintegrasi Susenas tahun 2019 sebanyak 27,67% balita di Indonesia (2)mengalami Stunting"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada periode 2020-2024 pembangunan kesehatan difokuskan kepada pembangunan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut maka perlu adanya peningkatan derajat kesehatan agar dapat melahirkan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas. Dalam Strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN tahun 2020-2024 mengutamakan pada kegiatan promotif dan preventif. Kegiatan tersebut diantaranya seperti peningkatan kesehatan ibu dan anak, program keluarga berencana, program kesehatan reproduksi, percepatan perbaikan gizi masyarakat, peningkatan pengendalian penyakit dan pembudayaan gerakan masyarakat hidup sehat atau disebut dengan GERMAS. 1

Masalah gizi yang masih terjadi di dunia dan Indonesia adalah stunting atau balita pendek. Pada tahun 2017 di dunia Angka kejadian stunting sebanyak 22,2% balita atau 150,8 juta balita yang masih mengalami stunting. Wilayah dengan kejadian stunting paling banyak berada ada di Asia yaitu 55% dan Afrika sebanyak 39%. 2 Di Indonesia kejadian Stunting sudah mengalami penurunan namun masih berada diatas standar dari World Health Organization (WHO) yaitu 20%. Menurut data Studi Status Gizi Balita Terintegrasi Susenas tahun 2019 sebanyak 27,67% balita di Indonesia

(2)

mengalami Stunting. Jumlah tersebut sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2018 yaitu 30,8%. 3 Angka stunting di Jawa Barat menurut hasil Riskesdas tahun 2018 adalah 31,1%, sementara kota Bandung adalah 21,92 %. Menurut data Profil Kesehatan Tahun 2019 angka kejadian stunting tertingi di kota Bandung sebesar 14,35 % yaitu Kecamatan Lengkong. 4,5

Stunting (Kerdil) merupakan kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang dibandingkan dengan standar usianya. Kondisi tersebut diukur dengan standar lebih dari -2 Standar Deviasi median menurut standar pertumbuhan anak dari WHO. Faktor penyebab stunting diantaranya adalah karena praktek pengasuhan yang kurang baik saat pra kehamilan, saat hamil dan sesudah melahirkan.

Konsumsi Air susu ibu (ASI) yang tidak ekslusif, tidak diberikan MP-ASI, kurangnya akses air bersih, sanitasi serta layanan kesehatan dan pembelajaran dini yang berkualitas.2,6 Menurut WHO stunting dapat berdampak dalam jangka panjang dan jangka pendek, dalam jangka pendek yaitu menyebabkan peningkatan kesakitan dan kematian, tidak optimalnya perkembangan kognitif, verbal dan motorik serta pada akhirnya meningkatkan biaya kesakitan disebuah negara. Dalam jangka panjang berdampak pada terbentuknya postur tubuh yang tidak optimal, risiko penyakit degenerative, menurunnya kesehatan reproduksi dan tidak optimal dalam pembelajaran sehingga akan mempengaruhi produktifitas dimasa depan.2

(3)

Dalam pokok-pokok Renstra Kemenkes tahun 2020-2024 disebutkan salah satu upaya strategis untuk meningkatkan status gizi balita adalah dengan melakukan peningkatan cakupan dan mutu interfensi spesifik salah satunya dimulai sejak masa remaja.1 Intervensi penurunan stunting terintegrasi melalui dua intervensi yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Target indikator utama dalam intervesi penurunan stunting terintegrasi salah satunya adalah pencegahan kejadian anemia pada remaja dengan pemberian tablet tambah darah atau TTD. 7

Rentang usia remaja menurut WHO adalah 10 sampai 19 tahun, menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia rentang usia remaja adalah 10-18 tahun. Sementara menurut BKKBN rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. 8 Remaja perempuan merupakan salah satu kelompok penting dalam penurunan intervensi stunting, pada masa remaja sering ditemukan masalah-masalah gizi yang diakibatkan karena perilaku remaja. 9 Menurut Gibson, dkk (1987) definisi persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap obyek yang diamati). Persepsi dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor ekternal dan internal. Pada faktor eksternal yaitu kontras, perubahan intensitas, pengulangan, sesuatu yang baru dan sesuatu yang menarik perhatian banyak orang. Sedangkan untuk faktor internal yaitu pengetahuan, harapan, kebutuhan, motivasi, emosi, dan budaya. 10

(4)

Persepsi setiap orang akan berbeda dengan orang yang lain karena terbentuknya persepsi di latar belakangi oleh berbagai faktor. Terbentuknya persepsi seseorang akan menentukan bagaimana perilaku orang tersebut.

Pemahaman seseorang yang didasari oleh persepsi yang salah akan melahirkan keputusan dan perilaku yang salah. 11 Masalah gizi yang terjadi di Indonesia antara lain ialah stunting, wasting dan obesitas serta anemia, masalah gizi tersebut erat kaitannya dengan perilaku makan seseorang. Data Riskesdas tahun 2018 menunjukan sebanyak 25,7% remaja usia 13-15 tahun dan 26,9% remaja usia 16-18 tahun memiliki status gizi pendek dan sangat pendek. 12,13

Remaja perempuan cenderung memperhatikan penampilannya, dan memiliki rasa khawatir akan bentuk tubuhnya. Kekhawatiran akan bentuk tubuhnya dan berakibat pada perilaku konsumsi makan remaja sehingga berpengaruh kepada status gizi remaja.14 Pada fase remaja merupakan waktu individu untuk berkembang baik dalam fisik maupun psikologis. Fase remaja diawali dengan matangnya organ-organ fisik dan seksual, asupan gizi yang seimbang yang akan membantu untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.15 Remaja putri sering menahan lapar pada siang hari dan berakibat mereka akan makan lebih banyak, jenis makanan seperti lemak, fast food dan makanan ringan lain yang bergizi tidak seimbang sering dikonsumsi oleh remaja akibatnya masalah gizi seperti obesitas dapat terjadi pada remaja. 16

(5)

Remaja perempuan merupakan salah satu golongan yang dapat mencegah terjadinya stunting dikarenakan remaja perempuan akan menjadi seorang ibu. Remaja yang menikah diusia muda dan mengalami masalah kesehatan seperti status gizi yang kurang, kurang energi protein (KEK), dan anemia beresiko akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah atau BBLR. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lidia Fitri tahun 2017 ada hubungan antara kejadian BBLR dengan kejadian stunting.17 Selain itu remaja perempuan akan mencetak generasi masa depan bagi suatu negara, generasi yang baik akan meningkatkan produktivitas disuatu Negara.

Pencegahan stunting perlu dilakukan sedari remaja karena perbaikan status gizi dimulai sejak pra kehamilan, kehamilan dan saat menyusui, pembentukan status gizi pada masa kritis yaitu selama 1000 hari pertama kehidupan yaitu 270 hari selama kehamilan dan 730 hari saat kehidupan pertama bayi dilahirkan. Periode 1000 hari pertama merupakan periode emas atau kritis karena akibat yang ditimbulkan adalah permanen dan tidak dapat kembali lagi.

Upaya pencegahan stunting secara terintergrasi dilakukan melalui dua intervensi yaitu intervens gizi spesifik (penyebab langsung) dan sensitif (penyebab tidak langsung). Upaya pencegahan stunting di fase remaja antara lain dengan pemberian tablet tambah darah (TTD). Pada tahun 2018 menurut data Riskesdas remaja putri yang mendapatkan TTD dalam 12 bulan terakhir adalah 76,2% sementara yang mengkonsumsi tablet TTD sesuai dengan anjuran hanya 2,13% atau kurang lebih sebanyak 52 butir

(6)

dalam setahun.12 Dengan pemberian tablet TTD maka diharapkan akan menekan angka kejadian anemia pada ibu hamil, terjadinya pendarahan saat persalinan, kejadian BBLR, dan pada akhirnya kejadian stunting dapat menurun.18

Aspek promosi kesehatan erat kaitannya dengan pemberdayaan, perubahan perilaku dan bina suasana. Dalam penelitian ini pemberdayaan masyarakat adalah dengan membagikan tablet TTD pada remaja perempuan oleh kader dalam 1 bulan sekali, aspek bina suasana adalah dengan adanya posyandu yang dapat membantu dalam pengelolaan dan terlaksananya kegiatan kesehatan dilingkungan tersebut. Sementara dalam perubahan perilaku dapat diupayakan dengan pendidikan kesehatan.

Sebagaimana penjelasan diatas persepsi akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku termasuk dalam perilaku kesehatan. Remaja perempuan merupakan salah satu kelompok intervensi dalam pencegahan stunting. Masalah persepsi mengenai stunting, selain itu persepsi body image juga akan mempengaruhi konsumsi makanan pada remaja perempuan dan menentukan status gizi. Persepsi remaja perempuan dalam konsumsi tablet tambah darah atau TTD mempengaruhi dalam intervensi pencegahan stunting.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan ke Dinas Kesehatan Kota Bandung didapatkan hasil terdapat 15 kecamatan yang menjadi lokasi fokus stunting, salah satunya adalah kecamatan lengkong dengan kategori bahaya tingkat tinggi. Dan hasil persentase risiko gizi remaja sangat kurus sebanyak

(7)

60 remaja dan kurus 227 remaja putri, sementara risiko anemia adalah sebanyak 50 remaja putri. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 28 mei 2021 ke UPT puskesmas Talaga Bodas didapatkan hasil kelurahan terbanyak tahun 2020 dengan status gizi anak sangat pendek dan pendek adalah kelurahan Cikawao dengan angka sangat pendek 22 anak, pendek 54 anak.

Sementara untuk jumlah remaja di kelurahan cikawao secara keseluruhan berjumlah 297, menurut pemegang program gizi puskesmas Talaga Bodas pemberian tablet tambah darah (TTD) biasanya dilakukan disekolah, namun selama pandemi berlansung pemberian tablet TTD diberikan perposyandu tempat tinggalnya. Data terbaru pada bulan januari 2021 remaja perempuan yang mengkonsumsi tablet TTD adalah 24 orang, bulan februari 26 orang, maret 28 orang, april 24 orang.

Penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Dian Pradnyani Putri dkk menunjukan hasil adanya hubungan antara persepsi body image dengan status gizi, asupan energi, asupan protein, asupan lemak, dan asupan karbohidrat.19 Penelitian yang dilakukan oleh Digahayu Ismayanti menunjukkan hasil adanya hubungan yang signifikan antara persepsi bentuk tubuh, gangguan makan, pengetahuan gizi dan asupan makanan dengan status gizi.14 Penelitian yang dilakukan oleh Dina Fitriana Rosyada,dkk menunjukan hasil penelitian bahwa beberapa informan penelitian sudah memahami definisi stunting namun belum memahami peran remaja dalam pencegahan stunting. Kemudian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa

(8)

tidak ada persepsi yang tepat dikalangan remaja mengenai pencegahan stunting dengan gaya hidup. 20

Penelitian mengenai persepsi remaja perempuan terhadap upaya pencegahan stunting masih jarang dilakukan dengan metode kualitatif. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik

Persepsi Remaja Perempuan Terhadap Upaya Pencegahan Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Talaga Bodas Kota Bandung Tahun 2021

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan kesehatan yang masih terjadi di Indonesia adalah stunting. Stunting dapat berdampak dalam pembangunan dan produktivitas sumber daya manusia disebuah Negara selain itu juga berdampak pada tingkat ekonomi. Kelompok remaja perempuan merupakan kelompok yang penting dalam intervensi stunting, karena remaja perempuan merupakan calon penerus yang anak melahirkan anak-anak dimasa depan. Namun kelompok remaja juga merupakan kelompok yang rawan terkena masalah gizi. Maka dapat dirumuskan dalam permasalahan ini yaitu bagaimana Persepsi Remaja Perempuan Terhadap Upaya Pencegahan Stunting?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui persepsi remaja perempuan terhadap upaya pencegahan stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Talaga Bodas Kota Bandung Tahun 2021.

(9)

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui persepsi remaja mengenai stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Talaga Bodas Kota Bandung Tahun 2021.

b. Untuk mengetahui persepsi remaja mengenai pencegahan stunting pada kelompok remaja perempuan di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Talaga Bodas Kota Bandung Tahun 2021.

c. Untuk mengetahui persepsi remaja mengenai pencegahan stunting pada kelompok lain (ibu hamil, ibu menyusui dan balita) di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Talaga Bodas Kota Bandung Tahun 2021.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis yaitu pengalaman, pengetahuan dan wawasan serta aplikasi penerapan teori- teori yang didapatkan selama di bangku kuliah.

2. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat bermafaat menjadi sumber masukan dan evaluasi mengenai pencegahan stunting di wilayah tersebut.

3. Bagi STIKes Dharma Husada

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi pendukung dalam menambah pengetahuan dan informasi mengenai kesehatan khususnya dalam pencegahan stunting.

(10)

E. Ruang Lingkup Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain purposive sampling. Desain purposive sampling dipilih dengan alasan peneliti ingin mengetahui secara mendalam mengenai Persepsi Remaja Perempuan Terhadap Upaya Pencegahan Stunting di wilayah kerja puskesmas Talaga Bodas Kota Bandung. Hal ini diharapkan akan dapat memudahkan peneliti dalam menjelajahi objek penelitian yang sedang diteliti.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen wawancara mendalam semi terstruktur mengenai persepsi remaja perempuan terhadap upaya pencegahan stunting. Informan dalam penelitian ini adalah remaja perempuan, kader dan pemegang program gizi di Puskesmas Talaga Bodas yang akan dilakukan wawancara mendalam mengenai topik tersebut

Referensi

Dokumen terkait

21828 Dengan alasan tersebut, penulis tertarik untuk meneliti hubungan infeksi cacing terhadap kejadian stunting pada balita di 2 lokus stunting wilayah kerja Puskesmas Kampar Kabupaten

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS dengan persepsi seks bebas pada siswa SMA Negeri 1 Aluh-Aluh Tahun 2023... 1.2