PENdaHULUaN
PENdidiKaN aGaMa aNtara Cita idEaL
Cita Ideal
Pendidikan agama di institusi pendidikan merupakan salah satu ikhtiar pendewasaan manusia pada dimensi spiritual-religiusitasnya. Lebih jauh, signiikansi pendidikan agama dalam rangka pembentukan kepribadian dan perilaku sebagai bekal peserta didik dalam memasuki kehidupan bermasyarakat, ditegaskan pula oleh Kohlberg (1971).
Basis Yuridis Pendidikan Agama
Kedua, Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama (Pasal 12 ayat (1) poin a); Ketiga, Selain pendidikan agama, di dalam sistem pendidikan nasional pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dapat menyelenggarakan pendidikan keagamaan yang berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama (Pasal 30, ayat 2). Model ini diselenggarakan di lembaga pendidikan Katolik; Ketiga, Model pendidikan agama dimana peserta didik dari semua agama hanya menerima.
Realitas Sosial
Karena alasan praktis atau pragmatis peserta didik dipersilakan memilih pendidikan agama yang diselenggarakan di satuan pendidikan atau mengikuti agama satuan pendidikan. Dalam prespektif rumusan kurikulum, pendidikan agama belum mengarah pada pembentukan peserta didik yang toleran-inklusif.
Reorientasi Pendidikan Agama
Pertama, pendidikan agama yang diarahkan pada peningkatan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik terhadap agama tersebut. Konsep diri merupakan salah satu aspek perkembangan psikososial peserta didik yang penting dipahami oleh seorang guru. Program imtaq bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, dan pengamalan ajaran agama kepada peserta didik dalam kehidupan sehari- hari.
Karena itu, pendidikan agama harus lebih diorientasikan agar peserta didik memiliki kemauan, dan kebiasaan dalam mewujudkan nilai-nilai agama dalam. Guru bisa memberikan pendidikan agama secara spontan ketika menghadapi sikap atau perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Keniscayaan Bersikap Toleran
Oleh karena itu, kerukunan hidup beragama sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk memperkecil potensi konlik yang dapat mengancam sendi- sendi keharmonisan dalam kehidupan masyarakat yang heterogen, salah satunya dengan membangun semangat toleransi umat beragama. Namun, doktrin ajaran dan praktek sejarah itu hanya salah satu modal untuk menegakkan kerukunan antar umat beragama. dalam Hayat, 2013), menggagas empat norma untuk membangun kerukunan sosial. Peraturan perundang-undangan yang berisi butir-butir penting yang mengatur tata hubungan dan tata kerukunan antar umat beragama misalnya UUD 1945 pasal 29 ayat 2, Bab X A pasal 28 E ayat 1 dan ayat 2, Undang- Undang Nomor 1/PNPS/1965, Keputusan Menteri Agama Nomor 70/1978 dan Nomor 77/1978, Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1/1979, Instruksi Menteri Agama Nomor 8/1979, Surat Edaran Menteri Agama Nomor MA/432/1981, Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9/2006 dan Nomor 8/2006.
Faktor endogen sebagai sumber konlik di Indonesia meliputi antara lain tingkat pemahaman umat beragama yang sempit tentang ajaran agamanya yang dapat mengarah pada fanatisme agama yang buta dan tidak toleran, formalisme agama yang berlebihan dan aliran sempalan. Faktor relasional sebagai sumber konlik di Indonesia menunjuk pada faktor-faktor yang sensitif karena terkait dengan interaksi antara umat beragama.
Penyemaian Sikap Toleransi
Dengan adanya interaksi diharapkan remaja dapat menemukan nilai - nilai hidup yang dapat membentuk konsep diri remaja yang positif. Oleh karena itu konsep diri merupakan point yang paling penting kehidupannya karena konsep diri akan menentukan bagaimana peserta didik menentukan sikap dan perilakunya. Harapan- harapan dan pengalaman yang berkaitan dengan peran yang berbeda-beda berpengaruh terhadap konsep diri seseorang.
Potter dan Perry mengidentiikasi berbagai komponen yang membentuk konsep diri yaitu citra tubuh (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self rool) dan identitas diri (self idencity). Tingkah laku seseorang tergantung pada kualitas konsep dirinya yakni konsep diri positif atau konsep diri negatif.
Esensi Toleransi
Toleran merupakan suatu karakter yang peduli terhadap keberadaan orang atau kelompok lain yang membawa konsekuensi akan kesediaan untuk terikat bahkan berkurban untuk kesejahteraan orang lain. Kata-kata bijak menyatakan bahwa “mereka yang menolong orang lain, sebetulnya menolong dirinya sendiri”, maka dapat pula dinyatakan bahwa mereka yang toleran terhadap orang atau kelompok lain sebenarnya akan membawa konsekuensi orang akan toleran terhadap. Dalam pengertian yang luas toleransi lebih terarah pada pemberian tempat yang luas bagi keberagaman dan perbedaan yang ada pada individu atau kelompok- kelompok lain.
Toleransi justru sangat menghargai dan menghormati perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing individu atau kelompok tersebut, namun di dalamnya diikat dan disatukan dalam kerangka kebersamaan untuk kepentingan yang sama. Penghormatan terhadap keragaman mengandung pengertian bahwa setiap orang dituntut untuk mampu melihat perbedaan yang ada pada orang lain atau kelompok lain sebagai sesuatu yang tidak harus dipertentangkan dengan apa yang ia miliki.
Praksis Toleransi dan Intoleraansi
Intoleran dalam kehidupan beragama merupakan manifestasi dan ekspresi tidak mampu dan tidak mau bertenggang rasa atau tidak tepa selira dengan pihak lain yang berbeda pilihan agama atau keyakinan. Dogmatisme menjadi ciri ajaran agama sehingga mendorong intoleransi karena membentuk pribadi yang berkepribadian tertutup (closed minded) sehingga tertutup pada ajaran agama lain. Konsekuensinya, dalam relasi antaragama orang sering memiliki keyakinan terhadap agama lain berdasarkan informasi yang tidak akurat dan simpliikasi terhadap realitas.
Ironisnya gambaran tidak akurat tentang agama lain tadi seringkali justru diyakini sebagai kebenaran, yang kemudian menentukan penilaian ataupun tindakan terhadap agama lain. Dengan terjalin kontak orang dapat melihat sisi positifnya, sehingga dapat menilai dengan seimbang, dan dapat lebih menghargai agama lain.
Institusi Pendidikan dan Toleransi
Perbedaan-perbedaan inilah yang harus dipahami dan bahkan saling dihormati, sehingga memungkinkan tumbuhnya solidaritas dan kebersamaan antar sesama peserta didik. Pembentukan sikap toleransi terhadap peserta didik harus disertai dengan penanaman pandangan atau konsepsi yang benar tentang hakikat toleransi. Ketiga pandangan di atas harus dijadikan sebagai modal dasar untuk membangun sikap toleransi peserta didik yang terformulasi dalam bentuk: 1) ta’aruf, saling mengenal perbedaan yang dimiliki; 2) tafahum, saling memahami perbedaan yang dimiliki sebagai suatu keniscayaan;.
Setelah itu, peserta didik dibekali dengan wawasan tentang adanya aqidah/keyakinan lain di luar apa yang diyakininya yang harus disikapi sebagai suatu kewajaran atau yang dikenal dengan agree in disagreement. Sementara itu agree in different dapat diimplementasikan dengan menonjolkan kesamaan yang dimiliki oleh peserta didik sebagai umat beragama.
Kearifan Lokal
Konsep demikian juga sekaligus memberikan gambaran bahwa kearifan lokal selalu terkait dengan kehidupan manusia dan lingkungannya. Paling tidak, terdapat dua jenis kearifan lokal, yaitu: (a) kearifan lokal klasik, lama, tradisional, dan (b) kearifan lokal baru, masa kini, kontemporer. Di Indonesia, kearifan lokal jelas memunyai makna positif karena kearifan selalu dimaknai secara baik atau positif.
Kearifan lokal mencakup: (a) pemikiran, sikap, dan tindakan berbahasa, berolah seni, dan bersastra, misalnya karya-karya sastra yang bernuansa ilsafat; (b) pemikiran, sikap, dan tindakan dalam berbagai artefak budaya, misalnya keris, candi, dekorasi, lukisan, dan sebagainya; dan (c) pemikiran, sikap, dan tindakan sosial bermasyarakat. Secara garis besar, kearifan lokal terdiri dari hal-hal yang tidak kasat mata (intangible) dan hal-hal yang kasat mata (tangible).
Selayang Pandang Pulau Lombok
Konlik masif dan kolosal yang melibatkan Islam Sasak dan Hindu Bali di antaranya terjadi pada tahun 1995. Setali tiga uang, poret buram konlik komunitas Sasak Muslim dengan Hindu Bali di Lombok kembali terulang dengan melibatkan komunitas Muslim Karang Tapen versus Hindu Bali Karang Jasi. Potret yang sama juga terjadi antara komunitas Sasak Muslim Karang Tapen versus komunitas Hindu Bali Karang Lelede.
Bak api dalam sekam, tampaknya relasi sosial antara Sasak Islam dengan Hindu Bali di Lombok mayoritas terjadi dalam suasana tegang dan konlik. Monta adalah akronim dari Monjok-Taliwang yakni serial konlik antar komunitas Sasak Muslim Karang Taliwang dengan komunitas Hindu Bali Monjok.
Proil Program Imtaq
Selain itu, melalui berbagai kegiatan keagamaan yang dilaksanakan, program imtaq bertujuan agar peserta didik bukan hanya memiliki agama (having religion) tetapi juga agamis (being religious) yang mampu menghayati serta mengamalkan sikap keberagamaan di tengan keberagaman peserta didik di lingkungan sekolah. Program imtaq sebagai pengembangan pendidikan agama merupakan pendidikan agama yang meluruskan kembali pemahaman peserta didik tentang tafsir-tafsir agama yang selama ini dibelokkan ke arah paham-paham. Pendidikan agama yang diancang dalam program imtaq adalah pendidikan agama yang dapat dijadikan sebagai wahana untuk mengeksplorasi sifat dasar keyakinan agama di dalam proses pendidikan dan secara khusus mempertanyakan adanya bagian dari pendidikan keimanan kepada peserta didik.
Dengan pemahaman agama yang sebenarnya, akan mampu mereleksikan persoalan pluralitas, dengan mentransmisikan nilai-nilai yang dapat menumbuhkan sikap toleran, terbuka dan kebebasan dalam diri generasi peserta didik. Program imtaq bukan hanya menjadikan peserta didik memiliki agama tetapi juga agamis, yang mampu menghayati serta mengamalkan sikap keberagamaan di tengan keberagaman peserta didik.
Bentuk-bentuk Program Imtaq
Sebab kesadaran terhadap penciptaan budaya religius di sekolah memiliki dampak positif terhadap peserta didik dalam kehidupan secara luas di masa yang akan datang. Program imtaq, idealnya mampu menginternalisasi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan peserta didik baik dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat. Orang tua peserta didik sebagai unsur yang berada di luar sekolah juga memiliki peran yang penting untuk kelancaran kegiatan ekstrakurikuler.
Akibatnya proses pembelajaran yang dilakukan dalam suatu kelompok tertentu akan banyak mengalami hambatan karena perbedaan karakteristik peserta didik yang tidak diperhatikan. Pembelajaran adalah upaya membelajarkan peserta didik dan perencanaan pembelajaran merupakan penataan upaya tersebut agar muncul perilaku belajar.
Perencanaan Program Imtaq
Hal ini dimungkinkan karena dalam perencanaan pembelajaran tahapan yang akan dilakukan oleh guru dalam pembelajaran telah terancang dengan baik, mulai dari mengadakan analisis tujuan pembelajaran sampai dengan pelaksanaan evaluasi sumatif yang tujuannya untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan perencanaan pembelajaran setiap kegiatan yang dilakukan oleh guru telah terencana, dan guru dapat dengan mudah melakukan kegiatan pembelajaran. Inti dari perencanaan pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Selanjutnya, menurut Syah perencanaan pembelajaran harus disusun secara sistematis agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan efektif. Apabila langkah-langkah ini diterapkan secara sungguh-sungguh, maka perencanaan pembelajaran yang disusun akan dapat berjalan secara efektif dan eisien dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Pendekatan Sistem dalam Perencanaan
Implementasi Program Imtaq
PENUtUP