MODUL KESUBURAN TANAH (Soil Fertility)
Prof. Dr. Ir. Syekhfani, MS dan Tim
A.
Mata Kuliah: Kesuburan Tanah (KESTAN)
B. SKS: 3(2-1)
C. Silabus: Kestan merupakan mata ajaran yang menjadi modal pengetahuan mahasiswa untuk mengerti tentang peran tanah sebagai medium pertumbuhan tanaman. Ilmu ini merupakan Ilmu Terapan yang erat kaitannya dengan ilmu dasar seperti Kimia, Fisika, dan Biologi Tanah; selain juga berkaitan dengan ilmu genesis, mineralogi, dan klasifikasi Tanah; serta mendasari ilmu terapan lain seperti: Pupuk dan Pemupukan, Evaluasi Lahan, Pengelolaan Lahan, Ilmu Lingkungan, dan sebagainya. Memberi pengetahuan dasar kepada mahasiswa agar mereka mengerti fungsi tanah sebagai tempat kehidupan akar tanaman serta jazad-jazad hidup penghuni tanah lainnya yang erat kaitannya dengan pertumbuhan, produksi, serta keberlanjutan hasil tanaman pertanian.
D. Tujuan:
1. Mahasiswa secara teori mengetahui faktor penentu pertumbuhan dan produksi tanaman yang tumbuh di medium tanah.
2. Mahasiswa mengerti bagaimana cara praktek penyuburan tanah dan melakukan pemupukan.
E. GBPP (RPKPS)
1
DAFTAR PUSTAKA
Epstein, E. 1972. Mineral Nutrition of Plants: Principles and Perspectives. Wiley Eastern Limited. New Delhi.
Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A- 12. http://www.tutorvista.com
Isaac, R.A. dan J.D. Kerber. 1971. Atomic absorption and flame photometry: Techniques and uses in soil, plant, and water analysis. In L.M. Walsh (ed), Instrumental methods for analysis of soils and plant tissue. Soil Sci. Soc. of Amer., Inc. Ma., Wisc. USA.
Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd.
Loughnan, F.C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals. American Elsevier Publ. Co., Inc. New York.
Madiadipoera, T. 1976. Endapan bahan kalium di Indonesia. Kalium dan Tanaman Pangan, Problem dan Prospek. Ed.
Khusus No.2, LPPP-Bogor. Madiadipoera, T. 1976. Endapan bahan kalium di Indonesia. Kalium dan Tanaman Pangan, Problem dan Prospek. Ed. Khusus No.2, LPPP-Bogor.
Mengel, K,. dan E.A. Kirkby. 1982. Principles of Plant Nutrition. Intern. Potash Inst. Switzerland, 655 p.
Mitchell, R.L. 1964. Trace elements in soils, p. 320-368. In E. Bear (ed), Chemistry of the Soil. Second Ed. Oxford & IBH Publ. Co., New Delhi.
Mohr, E.C.J., F.A. van Baren, dan J. Schuylenborg. 1972. Tropical Soils. Mouton-Ichtiar Baru-van Houve. The Hague, Paris-Jakarta.Ponnamperuma, F.N. 1964. Problems rice soils. A Paper Presented at Intern. Rice Res. Con., IRRI, Los Banos, Laguna, The Philippines.
Soepardi, G. 1977. Masalah kesuburan tanah dan cara penyelesaiannya (diktat). Departemen Ilmu -ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Syekhfani. 2001. Penggunaan Analisis Tanah Sebagai Dasar Evaluasi Kesuburan Tanah Suatu Area. Disampaikan dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh PT Pioneer Hibrida Indonesia di Hotel Kartika Graha, 23 Apr il 2001 (tidak dipublikasikan).
Syekhfani. 2005. Riset Strategi untuk Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia. Makalah disajikan dalam Kongres Nasional Maporina, Jakarta, 21 Desember 2005.
Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2.
PMN – ITS, Surabaya, 247 p.
Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York.
Tobing, E.L. 1976. Pemupukan tanaman teh di Simalungun, Sumatera Utara, Warta BPTK 2(3/4):241-256.
Wood, L.K. dan F.E.deTurk, 1941. The absorption of potassium in soils and non-replaceable forms. Soil Sci. Soc. Aner.
Proc. 5: 152-161.
3
Modul 1. Paradigma Kesuburan Tanah
1.1. Sejarah Kesuburan Tanah
(*)– Materi-1
Tujuan:
1. Mahasiswa mengetahui sejarah perkembangan kesuburan tanah.
2. Mahasiswa mengetahui tanah sebagai medium tumbuh tanaman.
3. Mahasiswa mengetahui hubungan kesuburan tanah dengan kesuburan tanaman.
Penilaian:
KomponenPenilaian Persentase
Tugas Individual 5
Perkembangan peradaban manusia
ditandai oleh perkembangan pertanian. Kapan mulai ada pertanian tersebut, tidak dapat dipastikan. Mungkin beberapa ribu tahun sebelum masehi.Kenyataannya, hingga saat ini, peradaban berburu masih dijumpai yang merupakan kebiasaan berpindah - pindah (nomaden).
ZAMAN PURBA
Telah disepakati bahwa manusia pertama kali melakukan budidaya pertanian berdiam di lembah Mesopotamia, antara s. Tigris dan Euphrate (Irak sekarang).
2500 BC:
Tercatat manusia di daerah ini telah mengenal kesuburan lahan. Telah tercatat bahwa dengan memupuk tanah dicapai peningkatan hasil 86 hingga 300 kali pada beberapa kawasan pertanian.
2000 th berikutnya (500 BC):
Seorang sejarahwan Greek Herudotus melaporkan hasil lawatannya ke Mesopotamia, bahwa produksi pertanian tinggi di kawasan ini dihasilkan jaringan irigasi yang baik, dan kesuburan tanah yang tinggi akibat penggenangan oleh banjir musiman dari sungai di kiri kanan kawasan.
300 BC:
Theophrastus melaporkan pengkayaan oleh endapan s. Tigris dan menyatakan bahwa penggenangan yang makin lama, meninggalkan makin banyak debu sebagai endapan yang kaya hara.
Pada waktu itu manusia mengerti bahwa tanah-tanah tertentu akan merosot hasilnya bila ditanami secara terus menerus. Penambahan pupuk kadang dan pupuk hijau dari sayur-sayuran diketahui dapat mempertahankan kesuburan tanah.
900-700 BC:
434-355 BC:
Xenophon menyatakan dari penyelidikannya bahwa: ''kebun akan mengalami kerusakan, sebab orang tidak mengerti cara-cara memupuk lahan''; dan dikatakan lebih lanjut bahwa: ''tidak ada cara lebih baik dari pemupukan''. Butir-butir penting yang dikemukakan Xenophon ialah:
(1). Pengaturan pemberian pupuk kandang dapat mempertahankan kesuburan tanh.
(2). Saran agar digunakan pupuk kandang dilakukan di awal musim semi.
(3). Rumput dapat digunakan sebagai pupuk hijau.
372-287 BC:
Theophrastus merekomendasaikan agar pemberian pupuk yang banyak perlu dilakukan pada tanah bersolum tipis, tapi pada tanah kaya perlu dilakukan penghematan pemberian pupuk. Disarankan juga bahwa tanaman perlu disemaikan terlebih dahulu sebelum ditanam dan gar dibuat bedengan. Hal ini dianut hingga sekarang. Perlu pula dicatat bahwa Theophrastus menyarankan perlu pemberian air yang banyak pada tanaman yang membutuhkan unsur hara banyak.
Saat itu telah diketahui pula bahwa pupuk diklasifikasikan menurut kandungan atau kepekatannya.
Sebagai contoh ia urutan kekayaan (dalam kotoran) yaitu: manusia > babi > kambing > biri2 > sapi dan kuda. Lebih lanjut, Varro, seorang penulis perkembangan pertanian mengemukakan urutan yang sama, tetapi menempatkan urutan burung dan unggas lain lebih kaya dari pada kotoran manusia. Columella menyarankan agar kulit clover ditambahkan dalam ransum ternak sebab ia merasa bahwa hal ini akan memperkaya kandungan hara dalam kotorannya.
Tidak hal di atas saja yang dapat dijadikan pupuk, tetapi para pakar juga menyelidiki pengaruh mayat terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman.
700 BC:
Archilochus melakukan penyelidikan tersebut sekitar tahun 700 BC. Nilai pupuk hijau, khususnya legum, sebagai pupuk hijau segera pula diketahui. Theophrastus mencatat bahwa sejenis kacang (Vicia vaba) telah dibenamkan oleh petani-petani Thessaly dan Macedonia. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan jumlah biji bila ditanam pada tanah yang dipupuk dengan bahan tanaman ini.
400 BC:
Anjuran Xenophon bahwa pengolahan tanah di awal musim semi menjadikan tanah lebih gembur dan rumput-rumputan tumbuh cukup waktu pada musim semi. Ini dapat berfungsi sebagai cadangan pupuk hijau, tetapi tidak menghasilkan biji sehingga tidak mengganggu/tumbuh bila dibenamkan. Ia juga menerangkan bahwa: ''setiap jenis vegetasi, setiap jenis tanah, pada keadaan cukup air akan berubah menjadi pupuk''.
234-149 BC:
Cato menyatakan bahwa lahan penggembalaan yang miskin harus ditanami dengan tanaman jenis acinum. Tidak diketahui kenapa harus tanaman ini, tetapi ia tidak menghasilkan biji sehingga implikasinya tidak dapat tumbuh bila dibenamkan. Ia juga menyatakan bahwa lebun terbaik dalam menyuburkan tanah adalah kacang2an: lupine dan vetch. Lupine sangat terkenal sejak lama. Columella mencatat beberapa legum meliputi: lupine, vetch, lentil, chickpea, clover, dan alfalfa, yang cukup memuaskan untuk memperbaiki lahan. Banyak pakar lama yang sependapat bahwa lupine adalah pupuk hijau terbaik sebab ia tumbuh baik pada kisaran kondisi tanah yang lebar, dapat dijadikan bahan makanan manusia dan yang terakhir ia mudah membentuk biji dan cepat tumbuh.
70-19 BC:
Virgil mempelopori penggunaan legum sebagai penyubur tanah. Penggunaan apa saat ini disebut pupuk mineral atau perbaikan tanah bukan tidak dikenal pada zaman dulu. Theophrastus mengemukakn bahwa pencampuran tanah-tanah berbeda yang dimaksudkan sebagai ''penyembuhan kerusakan dan penambahan hati ke dalam tanah''. Cara ini mungkin dalam keadaan tertentu menguntungkan.
Penambahan tanah subur ke tanah miskin dapat meningkatkan kesuburan tanah, dan praktek pencampuran satu jenis tanah dengan yang lain mungkin dapat memberi keuntungan terhadap inokulasi biji-biji legum pada suatu tanah pertanian. Juga, pencampuran tanah-tanah bertekstur kasar dengan halus atau sebaliknya mungkin dapat memperbaiki hubungan udara dan air dalam tanah yang diperlakukan.
Nilai marl (sejenis tanah liat berkapur) juga telah dikenal. Ini merupakan awal dari praktek pengapuran di lahan pertanian.
62-113 BC:
Pliny menyatakan bahwa kapur harus disebar rata dan tipis di atas tanah dan satu perlakuan adalah ''cukup untuk bertahun tahun''. Columella juga menyarankan untuk menyebarkan marl pada tanah berkerikil dan mencampurnya dengan suatu tanah kapur padat.
0 C:
Dalam Bibel disebutkan nilai abu dari pembakaran kayu bagi kesuburan tanah. Xenophon dan Virgil juga menyebutkan pembakaran jerami untuk maksud pembersihkan lahan dan memberantas gulm a. Cato menasehatkan agar penggembala membakar bekas pangkasan dalam satu lubang dan dicampurkan melalui pembajakan untuk memperkaya tanah. Pliny menyatakan bahwa penggunaan kapur dari tungku pembakaran kapur adalah baik untuk pohon zaitun, dan beberapa petani membakar kotoran hewan kemudian menggunakannya untuk pupuk. Columella juga menyatakan penyebaran abu ataupun kapur pada tanah sawah dapat meniadakan kemasaman.
Salpeter atau KNO3, dinyatakan pula oleh Theophrastus maupun Pliny dapat berguna untuk memupuk tanaman yang disebut-sebut dalam bibel. Air laut juga disebut-sebut oleh Theophrastus.
Tampak bahwa pohon palem membutuhkan garam dalam jumlah banyak, petani -petani dulu menaburkan garam di sekitar tanaman mereka. Virgil menulis tentang sifat tanah yang sekarang dikenal sebagai bulk density.
Columella menyarankan suatu uji untuk mengukur derajat keasaman dan kesalinan tanah dan Pliny menyatakan bahwa rasa pahit pada tanah mungkin disebabkan adanya herba-herba hitam di dalam tanah. Pliny menulis bahwa: ''di antara penyebab kebaikan tanah adalah perbandingan ketebalan dari batang jagung'' dan Columella menyatakan secara sederhana bahwa uji terbaik untuk kesauaian lahan bagi pertumbuhan tanaman adalah kondisi tempat tumbuh tersebut.
Banyak pakar terdahulu (juga masih banyak dianut oleh pakar sekarang) sependapat bahwa warna tanah dapat menggambarkan kriteria kesuburan tanah. Ide umum adalah bahwa tanah hitam adalah tanah subur, sedang tanah pucat atau abu-abu tidak subur. Columella tidak sependapat dengan pernyataan ini yang mendapatkan bahwa tanah marshland yang berwarna hitam tidak subur, tetapi tanah pucat yang terdapat di Libia mempunyai kesuburan tinggi. Ia merasa bahwa ada faktor-faktor tertentu yang menentukan tingkat kesuburan tanah, seperti struktur, tekstur dan kemasaman merupakan petunjuk yang baik untuk menduga kesuburan tanah.
Kebanyakkan tulisan-tulisan mengenai kesuburan tanah zaman dulu berdasar pada deskripsi dari
pertanian, tetapi banyak manuskrip yang mengemukakan perbandingan-perbandingan beberapa faktor tertentu yang saat telah diketahui berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Sebagian dari apa yang dikemukakan dalam catatan era teesebut dapat berlaku hingga sekarang tetapi sebagian lagi tidak dapat diterima. Namun demikian, titik tolak pemikiran serta data yang diperoleh dari catatan2 tersebut dapat menjadi bahan pemikiran yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah kesuburan tanah yang dihadapi saat ini dan yang akan datang.
Kesenjangan catatan tentang kemajuan pertanian setelah masehi yaitu masa Romawi seperti terputus akibat fokus perhatian pada zaman ini tertuju pada perang, kesenian, dll. Baru pada abad ke -18 kemajuan perkembangan pertanian mulai muncul.
ABAD KE-18 1230-1307:
De Crescenzi memulai perkembangan pertanian dengan publikasi koleksi praktek setempat di bidang pertanian ''opus ruralium commodorum''. Dengan publikasi koleksi cara bercocok tanam ini maka De Crescenzi dikenal sebagai ''Bapak Agronomi Modern''. Tetapi isi tulisan hanya terbatas pada hal-hal yang berupa bahan praktek dan tidak menurut perkembangan yang akan datang (hanya dapat dipakai saat itu).
Setelah pemunculan pekerjaan De Crescenzi hanya sedikit pengetahuan tentang pertanian untuk beberapa tahun, meskipun Palissy tahun 1563 memberi kredit dengan penyelidikan bahwa kandungan abu tanaman merupakan merupakan bahan yang diambil tanaman dari tanah.
1561-1624:
Sekitar permulaan abad ke-17 Francis Bacon mengemukan prinsip makanan tanaman adalah air. Ia percaya bahwa fungsi utama tanah adalah memegang tanaman agar tetap tegak dan melindunginya dari panas dan dingin dan bahwa setiap tanaman menyerap senyawa khas sebagai makanan khusus baginya.
Bacon menegaskan pendapat Herudotus bahwa bahwa tanah yang ditanami terus menerus akan mengurangi kesuburannya.
1577-1644:
Selama periode yang sama, Jan Baptiste von Helmont seorang ahli fisika dan kimia dari Flemish, melaporkan bahwa hasil dari suatu percobaan yang mana ia percaya bahwa air merupakan satu2nya unsur hara bagi tanaman. Percobaannya adalah sebagai berikut:
5 lb oak + 200 lb tanah + air hujan
Tanaman dipelihara setelah tumbuh lalu ditimbang kembali, hasilnya: 169 lb oak + 196 lb tanah.
Jadi kesimpulannya tanaman hanya membutuhkan air. Tentu saja saat ini telah diketahui bahwa CO2 dan mineral dari tanah dibutuhkan sebagai hara tanaman. Namun perlu diingat adalah bahwa pekerjaan ini dilakukan saat sebelum pengetahuan tentang mineral maupun fotosintesis diketahui. Hasil kerja von Helmont ini, meskipun kesimpulannya salah tetapi memberi kontribusi yang besar terhadap ilmu pengetahuan. Meski salah tetapi hasil percobaan mendorong penyelidikan selanjutnya yang menghasilkan pengertian-pengertian lebih baik terhadap perharaan tanaman.
7
1627-1691:
Pekerjaan von Helmonth diulang beberapa tahun kemudian oleh Robert Boyle dari Inggris. Boyle memperkuat von Helmonth, tetapi ia melangkah lebih maju. Sebagai hasil analisa kimia ia menyatakan bahwa tanaman mengandung garam, alkohol, tanah, dan minyak, yang semuanya terbuat dari air.
1604-1668:
Seorang ahli bangsa Jerman, J.R. Glauber menyatakan bahwa salpeter (KNO3), bukan air, merupakan suatu ''prinsip vegetasi''. Ia mengumpulkan garam dari tanah di bawah kandang domba dan mengemukakan bahwa garam-garam tersebut dari apa yang jatuh dari domba tersebut. Ia juga menyatakan karena hewan memakan rumput, maka garam-garam yang berasal dari hewan tersebut juga berasal dari rumput. Bila garam tersebut diberikan ke tanaman maka setelah diselidiki ternyata diperoleh peningkatan yang besar terhadap pertumbuhan. Ia kemudian menyatakan bahwa kesuburan tanah dan nilai pupuk berkaitan dengan salpeter.
1643-1679:
Seorang ahli kimia dari Inggris: John Mayow mendukung beberapa percobaan Glauber. Mayow mengestimasi jumlah niter dalam tanah pada berbagai waktu selama setahun dan mendapatkan kepekatan tertinggi pada musim spring. Mengenai jumlah yang rendah pada musim summer ia berkesimpulan bahwa salpeter diserap atau diisap oleh tanaman pada periode pertumbuhan yang cepat.
Summer ~ gugur ~ winter ~ semi
Nitrifikasi aktif nitrifikasi nitrat nitrat
bertambah bertambah tertimbun
tanaman aktif tanaman berkurang tanaman mati -
Pendapat John Mayow ini masih dianut sampai sekarang. Penelitian2 masih menggunakan teknik yang sangat kasar pada waktu tersebut, sehingga kontribusi Mayow, Glauber, Boyle dan Bacon, boleh dikatakan kecil dibandingkan standar penelitian sekarang.
1700:
Kurang lebih tahun 1700, seorang kebangsaan Inggris: John Woodward, mengulangi percobaan Boyle dan von Helmont, menumbuhkan tanaman dalam air dari berbagai tempat: air hujan, air sungai, air comberan dan air comberan + tanah lumut dari kebun. Ia secara hati2 mengukur jumlah transpirasi air oleh tanaman dan mengukur bobot tanaman pada awal dan akhir percobaan. Ia mendapatkan bahwa pertumbuhan tanaman sejalan dengan ketidak murnian air dan menyimpulkan bahwa: bahan p adat atau tanah lebih baik dari air dan merupakan ''prinsip vegetasi''. Meskipun kesimpulan ini tidak benar, tetapi cara melakukan penelitiannya lebih maju dibandingkan penelitian sebelumnya.
1674-1741:
Jathro Tull, seorang kebangsaan Inggris mempublikasikan buku: ''Horse Hoeing Husbandry''. Ia mengemukakan bahwa berbagai cara untuk menggunakan tenaga hewan dalam pertanian. Ia dijuluki sebagai ''Bapak Mekanisasi Pertanian''. Pendapat Tull yang lain adalah: bahwa zarah tanah dapat masuk ke dalam tanaman melalui mulut akar. Tetapi pendapat ini tidak ada penganutnya.
1741-1820:
Arthur Young, seorang ahli pertanian Inggris melakukan percobaan dalam pot. Ia menumbuhkan barley pada pasir dengan penambahan bahan2 seperti arang, alkohol, dan anggur, niter, mesiu, kulit
pertanian, yang lainnya tanaman tidak tumbuh. Young mempublikasikan hasil pekerjaannya dengan judul: ''Annal of Agriculture'' sebanyak 46 volume yang mempunyai dampak cukup luas di bidang pertanian di Inggris.
1775:
Francis Home, menentang pendapat Glauber dan menyatakan bahwa tanaman tidak hanya memerlukan KNO3, tetapi juga: air, udara, tanah, garam, minyak dan api. Ia melakukan percobaan pot untuk mengukur pengaruh berbagai cairan terhadap pertumbuhan tanaman. Hasil pekerjaan merupakan batu loncatan dalam perkembangan ilmu pertanian. Ide bahwa tanaman memerlukan api lama menjadi pemikiran. Saat itu juga orang percaya bahwa organik atau humus diambil sec ara tidak langsung oleh tanaman dan ia merupakan penyusun hara tanaman.
Ide ini bertahan hingga bertahun-tahun. Hal ini sulit dihilangkan sebab hasil analisis kimia menunjukkan bahwa tanaman dan humus mengandung unsur-unsur yang sama dengan tanaman. Juga proses fotosintesis belum diketemukan.
1775:
Joseph Priestly menyatakan bahwa tanaman dapat membersihkan udara. Ia melakukan percobaan dalam ruang kaca:
Tanaman + lilin ~ lilin tetap menyala
x lilin ~ lilin mati pd beberapa saat
Pada saat ini observasi tentang oksigen belum dijumpai. Terakhir, setelah ia menemukan gas ini, ia menyatakan bahwa oksigen bwrkaitan dengan pertumbuhan tanamaan. Penemuan oksigen oleh Priestly merupakan batu kunci terhadap beberapa penemuan lain yang berkaitan dengan rahasia kehidupan tanaman lebih jauh.
1730-1799:
Jan Ingenhousz, kemudian menunjukkan bahwa pembersihkan udara oleh tanaman hanya terjadi bila ada cahaya, tetapi pada tempat gelap pembersihan tidak terjadi.
1742-1809:
Bersamaan dengan penemuan Ingenhousz ini adalah penemuan Jean Snebier seorang filsuf dan ahli sejarah bangsa Swiss yang menyatakan bahwa kenaikan bobot tanaman dan percobaan von Helmont adalah menghasilkan udara.
KEMAJUAN PADA ABAD KE-19
Penemuan2 abad ke-19 ini dirangsang oleh pikiran Theodore de Saussure yang mengikuti paham penemuan Snebier. Ia mengeritik dua problem yang dilakukan Snebier: pengaruh udara terhadap tanaman dan asal garam dalam tanaman. Hasilnya, de Saussure mampu menunjukkan bahwa tanaman menyerap oksigen dan membebaskan CO2, pokok pemikiran dari ''respirasi''. Sebagai tambahan, ia mendapatkan bahwa akan menyerap CO2 dengan membebaskan oksigen pada keadaan ada cahaya. Bila tanaman menangkap CO2 bebas dari lingkungan, mereka akan mati.
De Saussure menyatakan bahwa tanah hanya menyediakan sedikit hara yang diperlukan oleh tanaman. Serapan hara tersebut bersifat selektif karena membran sel akan bersifat selektif-permeabel, memungkinkan air masuk lebih cepat dibandingkan garam.
9
1813:
Gambaran yang diberikan oleh Sir Humprey Davy, yang mempublikasikan pekerjaannya: ''The Elements of Agriculture Chemistry'' sekitar tahun 1813, menyatakan bahwa meskipun tanaman mwnerima karbon dari udara, tetapi sebagian besar diambil melalui akar. Ia termasuk setuju dan me nyarankan penggunaan minyak sebagai pupuk sebab karbonnya dan hidrogen yang terdapat dalam minyak tersebut dapat digunakan sebagai hara tanaman.
1802-1882:
Pertengahan abad ke-19 hingga awal abad ke-20 merupakan periode maju dalam hal pengertian terhadap hara dan kesuburan tanaman. Di antara manusia periode ini yang mempunyai sumbangan besar adalah Jean Baptiste Bousingault, seorang ahli kimia Perancis yang melakukan percobaan lapangan. Ia meniru pekerjaan de Saussure dalam menimbang, menganalisis pupuk yang diberikan dalam plot dan tanaman yang dipanen. Ia menyiapkan seperangkat keseimbangan yang menunjukkan berapa banyak berbagai unsur yang berasal dari air hujan, tanah, dan udara, dianalisis komposisinya dalam tanaman selama fase pertumbuhan, dan ditetapkan bahwa rotasi terbaik yang menghasilkan sejumlah terbesar bahan organik beserta pupuk kandang yang diberikan. Bousingault kemudian dikenal sebagai ''Bapak Percobaan Lapangan''.
Bobot Tanaman dengan Rotasi = Bobot Tanaman + Pupuk Kandang
Meskipun para pakar tanaman pada periode ini mengakui nilai penelitian de Saussure, teori humus kuno masih banyak dianut. Ini merupakan teori alami yang sulit untuk dihilangkan, yang kemudian sangat terasa hingga saat ini bahwa penghancuran bahan tanaman dan hewan menaikkan produksi adalah penting untuk nutrisi pertumbuhan tanaman.
1803-1873:
Justus von Leibig, seorang ahli kimia bangsa Jerman sangat berkeyakinan dengan mitos humus. Ia mendobrak bebeara paham konservatif seperti misalnya beberapa pakar yang saat itu ti dak punya keberanian untuk menyatakan bahwa karbon dalam tanaman berasal dari sumber-sumber selain CO2. Leibig membuat beberapa pernyataan sebagai berikut:
(1). Sebagian besar karbon dalam tanaman berasal dari CO2 atmosfer.
(2). Hidrogen dan oksigen berasal dari air.
(3). Logam alkalin dibutuhkan untuk menetral asam2 dibentuk oleh tanaman sebagai aktivitas metabolik.
(4). Fosfat penting untuk pembentukan biji.
(5). Tanaman menyerap semua unsur tanpa membedakan dari dalam tanah tetapi mengekskresikan senyawa-senyawa yang tidak esensial melalui akar-akar.
Tidak semua ide Liebig adalah benar. Ia menyatakan bahwa asam asetat diekskresikan melalui akar tanaman. Ia juga percaya bahwa NH4+ merupakan bentuk nitrogen satu-satunya yang diserap tanaman dan tanaman dapat menemukan senyawa ini dari tanah, pupuk, dan udara.
Leibig sangat percaya pada analisis tanaman dan mempelajari kandungan unsur yang ada merupakan suatu cara untuk dasar rekomendasi. Ia juga berpendapat bahwa pertumbuhan tanaman adalah bagian dari jumlah senyawa mineral yang terdapat dalam pupuk. Ia juga mengemukakan '”hukum minimum” yang berbunyi: ’’Bahwa pertumbuhan tanaman dibatasi oleh unsur hara tanaman yang tersedia dalam jumlah tersedikit, bila yang lain berada dalam jumlah yang cukup’’. Konsep ini mempengaruhi
Liebig membuat pupuk berdasar idenya terhadap nutrisi tanaman. Rumusan campuran diperhitungkan tetapi dia melakukan kesalahan dalam mencampur garam fosfat dan kalium dengan kapur. Sebagai hasilnya pupuk menyebabkan kerusakan pada tanaman. Namun demikian, Leibig menyumbangkan dasar-dasar dalam pertanian dan dia barangkali orangnya yang dikenal sebagai:
''Bapak Kimia Pertanian''.
(*) Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York.
11
1.2. Riset Strategi Pengembangan Pertanian Organik –
Syekhfani (2005)- Materi-1
Pendahuluan
Perubahan suatu sistem membutuhkan kajian yang tepat dan menyeluruh agar sistem tersebut dapat berhasil dan tidak memberikan dampak negatif jangka panjang.
Sistem pertanian organik (SPO) di Indonesia merupakan wacana yang saat ini sedang hangat - hangatnya didiskusikan apakah dapat menjadi alternatif sistem pertanian yang akan membaw a pembangunan pertanian akan datang ke arah lebih baik.
Sistem tersebut perlu dikaji secara khusus dan menyeluruh dalam mengantisipasi permasalahan - permasalahan yang mungkin muncul bila diterapkan secara luas.
Untuk itu, dibutuhkan strategi dan program yang tepat di bidang penelitian dan pengembangan SPO di Indonesia.
Dasar-dasar Pokok Pikiran
Penerapan sistem "Revolusi Hijau" di Indonesia, pada awalnya menunjukkan perkembangan yg menggembirakan, setelah dilakukan berbagai program intensifikasi pada lahan sawah, dimulai dari padi sentra, Bimas, Inmas Insus, Supra Insus, Gema Palagung, Korporat Farming, dan Ketahanan Pangan.
Penggunaan saprodi yg dikenal sebagai "Panca Usaha" pertanian (pengolahan tanah, irigasi, bibit unggul, pemupukan, dan pestisida) di awalnya meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman padi sawah. Keberhasilan yg sangat dirasakan adalah saat Indonesia dinyatakan mencapai
“swasembada beras” tahun 1984. Namun setelah itu sangatlah sulit untuk meningkatkan produktivitas padi sawah, meskipun dilakukan berbagai upaya.
Jenis tanaman padi unggul dari rekayasa secara biologis diperoleh dengan potensi produksi > 10 ton/ha. Namun potensi produksi itu sangat sulit dicapai, di mana rata-rata produktivitas nasional hanya 5.0 ton GKG/ha (Jawa Timur sebagai sentra produksi beras hanya 5.5 ton GKG/ha). Telah terjadi "levelling off" produktivitas tanaman padi sawah. Disinyalir akibat perlakuan budidaya tanaman yang tidak rasional, yaitu penggunaan pupuk dan/atau pestisida berlebihan, yang mengakibatkan terjadi ketidak-imbangan perharaan dalam tanah serta terganggunya biodiversitas siklus pertumbuhan tanaman.
Apabila mengacu kepada sistem tradisional alami (natural system), di mana terdapat keseimbangan unsur hara dalam tanah, diversifikasi tanaman di lahan sawah, sistem bero tanpa penggunaan pupuk/pestisida buatan pabrik, dan air irigasi yang tidak tercemar, maka diketahui kehidupan tidak mengalami banyak permasalahan terutama berkaitan dengan kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, maupun lingkungan. Umur manusia pun relatif panjang dibandingkan setelah adanya sistem intensifikasi.
Berbagai tindakan intensifikasi lahan di atas mengarah kepada degradasi tanah dan pencemaran lingkungan, misalnya pemberian pupuk N, P, K buatan pabrik berkonsentrasi serta dosis tinggi secara terus menerus, tanpa diimbangi dengan unsur hara esensial lain, pestisida/herbisida non- selektif yang membunuh organisme lain kecuali hama/penyakit, air irigasi yang tercemar oleh industri baik pabrik maupun rumah tangga, semuanya berdampak negatif terhadap kehidupan manusia, hewan, maupun tanaman. Hal ini menyebabkan kehidupan di bumi makin lama makin
Paradigma baru kesuburan tanah yang bersifat sustainable, bahwa tanah bukanlah benda statis melainkan dinamis, karena ia merupakan medium kehidupan (organisme makro/mikro, termasuk akar tanaman). Seharusnya, yang menjadi fokus perhatian tidak hanya pengolahan tanah (sifat fisik) dan pupuk (sifat kimia) saja; melainkan juga kehidupan organisme tersebut (sifat biologi).
Bahan organik, bersifat multi purpose (peran ganda) di mana ia berperan dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, maupun biologi tanah. Jadi, bahan organik adalah merupakan kunci kesuburan tanah, dan managemen bahan organik adalah kunci keberlanjutan pertanian.
Di pihak lain, perkembangan konsumen di negara-negara maju dari hari ke hari telah beralih kepada konsumsi bahan pangan yang sehat, tidak tercemar senyawa-senyawa kimia buatan pabrik. Di Amerika Serikat misalnya, perkembangan produksi organik sejak th 1990-an dalam jangka lima tahun saja, meningkat tajam dari 5% hingga 20%, dan saat ini mungkin angka tersebut lebih tinggi lagi. Hal yang sama ditemukan pula pada masyarakat komunitas Eropah dan Kanada, dan Australia. Impor beberapa produk pertanian saat ini telah mulai mempersyaratkan produk berasal dari "sistem organik".
Di dalam negeri, akhir-akhir ini SPO mulai didiskusikan, dan bahkan ada yang telah menerapkan praktek budidaya, meskipun berbagai definisi tentang pertanian organik belum dipahami secara jelas. Pihak pemerintah maupun swasta juga mulai mengkaji perkembangan yang terjadi di masyarakat untuk mempertimbangkan apakah sistem ini dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif budidaya yang menguntungkan, diterima di tingkat lokal, regional, nasional dan bahkan global.
Apabila ternyata SPO dinyatakan dapat menjanjikan sebagai salah satu alternatif budidaya pertanian yang menguntungkan, maka berbagai hal perlu dipikirkan menuju ke arah pengembangannya. Hal-hal tersebut meliputi semua aspek yang berkaitan dengan produksi di lahan (on-farm), maupun di luar lahan (off-farm); melibatkan pihak industri hulu dan hilir, serta berbagai komponen pelaku produksi terkait, baik pemerintah, swasta, Lembaga Penelitian (termasuk Perguruan Tinggi), Perbankan, pelaku pasar, dan lain-lain. Semuanya harus mempunyai persepsi dan komitmen yang sama terhadap pengembangan SPO.
Adalah sulit untuk mengubah sistem intensifikasi pertanian yang selama ini diterapkan beralih ke SPO, karena sifatnya sangat berbeda; yang satu orientasi ke produksi tinggi dengan masukan dari luar tinggi (high external input agriculture, HEIA) melibatkan bahan-bahan kimia buatan panrik, dan yang lain masukan dari luar rendah (low external input agriculture, LEIA) dengan mengandalkan “daur ulang” (recycling) sisa panen. Hal ini memerlukan tindakan yang bersifat evolusional bukan revolusional. Terlebih dulu dibutuhkan perubahan sikap perilaku para pelaku produksi dan konsumsi seperti tersebut di atas.
Fokus pembenahan terutama ditujukan kepada para konsumen sebagai pengguna, diikuti oleh produsen (petani) beserta para pendukung produksi, serta pelaku pasar. Dalam hal ini, pemerintah harus berperan dalam membuat kebijakan (regulator, fasilitator, dinamisator, dan eksekutor) dalam pengembangan sistem. Jaminan kuantitas, kualitas, serta kontinyuitas produksi menjadi kunci utama keberhasilan usaha, dengan adanya suatu "jaminan pasar". Harus ada political will yang jelas dari pemerintah tentang pengembangan SPO.
Secara geografis, lahan-lahan pertanian yang berpeluang besar menuju sistem organik, urut- urutannya adalah komoditi hortikultura (buah-buahan, sayuran, dan bunga-bungaan);
perkebunan; dan terakhir tanaman pangan terutama yang dibudidayakan di lahan sawah beririgasi. Umumnya hortikultura dibudidayakan di dataran tinggi (upper stream) yang relatif bebas dari sumber pencemar kecuali dari tindakan budidaya itu sendiri; perkebunan dilakukan dengan managemen terkendali, dan tanaman pangan umumnya berada di kawasan dataran rendah (lower stream); sehingga lahan sawah beririgasi sangat riskan terjadi pencemaran, tergantung pada kualitas air irigasi apakah tercemar atau tidak.
13
Strategi Penelitian Bidang Kajian:
Aspek Bio-Fisik; On Farm, Off Farm (IFS, IPNS, IPMS).
Aspek Sosial: Perilaku konsumen (perubahan kebiasaan makan, motto hidup sehat), prioritas sasaran pengembangan (masy. kalangan bawah, menengah, atas/elit).
Aspek Ekonomi: Pasar/Jaringan Pasar (jaminan pasar, jaminan produktivitas/kualitas /kontinyuitas), segmen pasar (lokal, regional, nasional, ekspor).
Aspek Polesi: Kebijakan pemerintah (arah paradigma pembangunan pertanian), regulasi (standarisasi, sertifikasi, kontrol kualitas, perlindungan konsumen).
Aspek Kelembagaan: pemerintah, swasta, LSM.
Alur Kegiatan
Pewilayahan pertanian organik indigenous dan introduksi.
Evaluasi kesesuaian dan kemampuan lahan (land suitibility dan land capability).
Penentuan jenis komoditi dan lokasi spesifik.
Produsen dan konsumen produk organik.
Pasar dan jaringan pasar.
Sertifikasi dan standarisasi.
Regulasi dan Kebijakan Pemerintah.
Program
Jangka Pendek:
Polesi pemerintah.
Regulasi berkaitan dengan SPO.
Pembentukan kelembagaan formal/non-formal.
Jangka Menengah:
Penentuan jenis komoditi tanaman organik.
Pembenahan sistem pertanaman, sistem perharaan tanaman, dan sistem pengendalian hama/penyakit tanaman terkendali.
Penguasaan teknologi dekomposisi di tingkat petani.
Penciptaan pasar/jaringan pasar produk organik.
Pengkajian sasaran konsumen produk organik.
Jangka Panjang:
Pemetaan potensi wilayah spesifik untuk komoditi tanaman organik atas dasar land capability dan land suitability.
Penciptaan sistem agribisnis produk organik di tingkat lokal, regional, nasional, dan global.
Menjalin perjanjian bilateral dengan negara-negara pengimpor produk organik dari Indonesia.
Melakukan penelitian-penelitian dasar dan terapan yang menunjang perkembangan pertanian organik.
Objek Penelitian Penelitian Dasar:
Sifat kimia dan biokimia tanah, bahan organik sisa tanaman, produk organik.
Proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik, sinkronisasi penyediaan dan uptake unsur hara, kapasitas dan intensitas penyediaan unsur hara.
Daur ulang sisa tanaman, hubungan hara dalam air - tanah – tanaman.
Sifat kimia dan biokimia pupuk/pestida organik.
Sifat kimia dan biokimia lingkungan, udara, air irigasi.
Kandungan gizi produk pertanian.
Penelitian Terapan:
Kajian pewilayahan komoditi pertanian organik.
Sumber bahan organik (pupuk kandang, pupuk hijau, kompos), proses pembuatan, kualitas.
Teknik Budidaya SPO: pola pertanian, pemupukan, pemberantasan hama penyakit (secara terpadu), masukan internal/eksternal, daur ulang sisa panen.
Potensi SDM SPO: tingkat pendidikan, pendapatan, adopsi teknologi, tenaga kerja.
Kajian pasar, segmen pasar, jaringan pasar, konsumen.
Kajian kelembagaan tingkat lokal, regional, nasional, global (pemerintah, swasta, lembaga kemasyarakatan).
Kajian mutu serta jaminan mutu produk pertanian.
Hubungan produk organik dengan kesehatan manusia dan hewan.
Penelitian Faktor Pendukung:
Pelayanan Faktor Pendukung: modal, teknologi budidaya/ pasca panen, bimbingan dan penyuluhan.
Rakitan Teknologi: teknologi budidaya, teknologi pasca panen.
Penyiapan Tenaga Penyuluh/Pendamping: peran PT sangat besar.
Transfer Teknologi: media masa, percontohan, pendampingan.
Pengorganisasian: “Masyarakat Pertanian Organik Indonesia” (MAPORINA).
Penutup
Sistem pertanian organik (SPO) di Indonesia baru dikembangkan dan merupakan alternatif dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan baik produsen maupun konsumen.
Prinsip dasar SPO adalah keberlanjutan (sustainability), mengacu sistem alami (natural system), dan tidak menggunakan bahan-bahan kimiawi buatan pabrik; sehingga produk tidak tercemar dan bersifat akrab lingkungan.
Untuk menuju penerapan SPO, diperlukan kegiatan-kegiatan penelitian, baik bersifat penelitian dasar maupun terapan, meliputi aspek fisik/biofisik, sosial, ekonomi, maupun kelembagaan.
Penelitian-penelitian tersebut mencakup komponen-komponen pemerintah, swasta, maupun lembaga kemasyarakatan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Syekhfani. 2005. Riset Strategi untuk Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia. Makalah disajikan dalam Kongres Nasional Maporina, Jakarta, 21 Desember 2005.
Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York.
PROPAGASI
TUGAS
1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi).
2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sejarah perkembangan kestan bagi pertanian.
Tujuan:
1.2. Tanah Sebagai Medium Tumbuh – Materi 2
1. Mahasiswa mengetahui komponen-komponen tanah pengendali sifat kesuburan.
2. Mahasiswa mengetahui mekanisme terjadinya pengendali tersebut.
Penilaian:
KomponenPenilaian Persentase
Tugas Individual 5
Tanah tersusun atas
tiga komponen utama: padatan, cairan, dan udara. Padatan terdiri dari bahan mineral dan organik, menempati separuh volume. Bahan mineral yang berasal dari hancuran batuan induk menempati sekitar 45% dan bahan organik dari dekomposisi jasad mikro mati menempati 5% volume. Separuh sisanya diisi oleh cairan dan elektrolit-elektrolit larut, serta udara dengan volume berfluktuasi menurut banyaknya cairan tersebut.Berdasar pada ukuran partikel, bahan mineral terbagi atas tiga fraksi: pasir, debu, dan liat.
Perbandingan bobot masa relatif ketiga fraksi ini disebut tekstur tanah. Ukuran masing-masing fraksi menurut USDA dan ISSS disajikan pada Tabel 1. Diketahui bahwa komponen mineral tanah paling kasar berukuran 2 mm. Fraksi lebih besar seperti kerikil atau koral tidak termasuk komponen tanah, tetapi merupakan fraksi batuan induk. Berdasar hal tersebut, bila kita ingin menggunakan tanah dalam penelitian maka diperlukan ayakan berukuran 2 mm agar komponen bukan tanah dapat dipisahkan.
Secara sederhana, tanah didominasi fraksi pasir akan membentuk struktur lepas dan drainase baik.
Akan tetapi, daya pegang air dan hara rendah sehingga tanah miskin unsur hara dan cenderung kekurangan air. Tanah didominasi fraksi liat mempunyai sifat lekat dan berstruktur masif sehingga drainase jelek. Meskipun umumnya tanah-tanah liat relatif kaya unsur hara, namun masalah yang dihadapi adalah pengolahan berat dan memerlukan perbaikan drainase.
Tabel 1. Klasifikasi Partikel Tanah Menurut USDA dan ISSS*)
Fraksi Batas Ukuran Partikel (mm)
USDA ISSS
Pasir : Sangat kasar 2.00 - 1.00 ---
Kasar 1.00 - 0.50 2.00 - 0.20
Sedang 0.50 - 0.25 ---
Halus 0.25 - 0.10 0.20 - 0.02
Sangat Halus 0.10 - 0.05 ---
Debu 0.05 - 0.002 0.02 - 0.002
Liat <0.002 <0.002
*) USDA = United States Dapartement of Agriculture ISSS = International Society of Soil Science
17
Fraksi debu lebih halus dari pada pasir, dengan ciri dalam keadaan lembab tidak begitu lekat dan lebih mudah diolah namun mudah mengalami erosi oleh air maupun angin. Bila ketiga fraksi berada dalam keadaan relatif seimbang, maka akan terbentuk tekstur berlempung (loamy). Tanah-tanah berlempung ideal untuk dijadikan lahan pertanian. Di antara ketiga fraksi, liat merupakan fraksi koloidal yang mampu mengendalikan berbagai sifat kimia maupun fisiko-kimia tanah.
Bahan organik menyebabkan warna gelap pada lapisan tanah, terutama pada bagian atas (top soil).
Komponen ini berasal dari dekomposisi sisa-sisa jasad mikro hidup yang mati. Disebut bahan organik apabila sisa-sisa jasad mikro telah mengalami dekomposisi menjadi bahan halus sukar dikenali asalnya.
Sisa tanaman yang belum memengalami dekomposisi sempurna disebut serasah atau seresah (litter).
Pemisahan menggunakan ayakan berukuran 2 mm seperti pada fraksi mineral, berlaku pula dalam membedakan bahan organik dari seresah. Bahan organik tanah ada yang sukar mengalami dekomposisi dan ada yang mudah. Golongan pertama menentukan sifat fisik tanah, sedangkan yang kedua lebih berperan pada sifat kimia terutama dalam penyediaan hara.
Senyawa organik sukar mengalami dekomposisi yang paling penting adalah humus. Bersama- sama liat, humus merupakan komponen pengendali sistim perharaan serta air tanah. Liat dan humus berperan sebagai kompleks jerapan (adsorption), pertukaran (exchange), dan penyanggaan (buffer) hara dan air. Unsur hara dalam bentuk ion yang dijerap dipermukaan liat dan humus tersedia bagi tanaman melalui mekanisme pertukaran atau disosiasi; dan hal yang sangat penting adalah unsur hara dapat dipertahankan dari proses yang menyebabkan kehilangan. Humus mampu menyerap (absorp) air sekitar lima kali bobot keringnya.
Sifat penyanggaan sama seperti kantong tempat penyimpanan barang yang sewaktu -waktu dapat digunakan dengan mudah. Liat dan humus sebagai penyangga, mampu menyimpan unsur hara bila berlebihan dan segera menyediakan begitu unsur hara berkurang, misalnya diambil tanaman atau hilang ke luar daerah perakaran. Prinsip penyanggaan hara sangat penting dalam ilmu kesuburan tanah dan pemupukan. Selain hara, liat dan humus juga berfungsi sebagai penyangga pH dan air tanah.
Unsur hara tanaman tersedia dalam bentuk ion: kation atau anion. Ion diikat oleh kompleks bermuatan listrik pada permukaannya dan dilepas ke dalam cairan tanah melalui mekanisme pertukaran ion. Air ditahan di antara lempeng liat dan dalam molekul bahan organik. Kemampuan kompleks penyangga untuk mempertukarkan kation atau anion dinyatakan sebagai Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Kapasitas Tukar Anion (KTA); dan jumlah kation-kation basa terjerap, dalam persen, disebut Persentase Kejenuhan Basa (PKB). Mekanisme pertukaran ion sangat dipengaruhi oleh reaksi tanah (pH). Dalam menafsir tingkat kesuburan suatu tanah, maka nilai KTK, KTA, PKB, dan pH digunakan sebagai parameter.
1.2. Komponen Tanah Pengendali Hara
Telah disinggung bahwa liat dan humus merupakan dua komponen padatan aktif dalam mekanisme penyangga hara dan air. Untuk mengerti lebih jauh, diperlukan gambaran dasar tentang struktur dan sifat-sifatnya, akan ditinjau lebih lanjut berikut ini.
Struktur Dasar Mineral Liat
Pengertian mineral liat meliputi mineral liat primer dan sekunder, koloid silikat, dan oksida-oksida besi dan aluminium terhidrasi (seskuioksida). Secara garis besar mineral liat dapat digolongkan dalam
Tabel 2. Penggolongan Grup Mineral Liat (Loughnan, 1969)
Kristalin:
(a) Tipe 1:1, contoh: kaolinit, haloisit, anaukit, dikit, dan lain-lain.
(b) Tipe 2:1 (memuai), contoh: montmorilonit, beidelit, nontronit, saponit, vermikulit, dan lain-lain.
(c) Tipe 2:2 (tidak memuai), contoh: khlorit.
Nonkristalin:
(d) Alofan
(e) Seskuioksida (Fe dan Al hidroksida): gutit, limonit, gibsit.
Mineral liat tipe 1:1 tersusun atas satu lempeng silikon tetrahedral dan satu lempeng aluminium oktahedral; tipe 2:1 dua lempeng tetrahedral dan satu lempeng oktahedral, dan tipe 2:2 masing-masing tetrahedral dan oktahedral dua lempeng silih berganti. Tipe 1:1 disebut golongan Kaolinit dan tipe 2:1 golongan Montmorilonit. Kedua tipe ini paling banyak dijumpai dalam tanah. Untuk tipe 2:1 yang tidak mengembang termasuk golongan Ilit, sedang tipe 2:2 golongan khlorit.
Mineral liat tipe 1:1 mempunyai kisi-kisi mantap dan tidak mengembang; sedang tipe 2:1 bersifat kurang mantap dan mengembang bila menyerap air; menyebabkan terjadi penjonjotan (swelling) bila basah; dan pengerutan (shrinkage) bila kering. Grumusol (Vertisol) merupakan contoh jenis tanah didominasi liat tipe 2:1; sangat lekat saat hujan tetapi keras serta merekah dengan celah dalam di permukaan saat kemarau. Karena itu jenis tanah ini sulit diolah pada kondisi kelebihan ataupun kekurangan air, dan rekahan dapat menyebabkan kerusakan akar tanaman. Sifat jelek lain ialah drainase buruk sehingga seringkali menjadi kendala bagi pertumbuhan tanaman.
Tanah didominasi liat tipe 1:1 tidak menunjukkan sifat-sifat di atas. Golongan ini berumur lanjut, masam dan miskin unsur hara. Sebagai contoh adalah Latosol dan Podzolik (Oksisol dan Ultisol) terdapat di daerah beriklim basah. Mineral liat tipe 2:1 mempunyai kemampuan mengikat (retensi) unsur hara lebih besar daripada tipe 1:1; berkaitan dengan jumlah muatan pada permukaan lempeng yang lebih banyak.
Muatan listrik permukaan lempeng liat ditinjau pada uraian berikutnya. Perbedaan tingkat kemampuan mengikat unsur hara menyebabkan tanah-tanah didominasi mineral liat tipe 2:1 mempunyai tingkat kesuburan potensial relatif lebih tinggi daripada tipe 1:1.
Komponen Organik: Humus
Jasad hidup, apakah tanaman, hewan ataupun manusia, terdiri dari komponen-komponen organik sebagai penyusun tubuh. Bila jasad mati, komponen-komponen dirombak oleh jazad mikro menjadi senyawa organik sederhana. Hasil akhir adalah air, karbon-dioksida, dan unsur-unsur mineral. Senyawa kimia utama penyusun tanaman meliputi karbohidrat, lignin, dan protein. Sedang penyusun lain ialah minyak, lilin (wax), enzim, alkaloid, dan unsur mineral. Proses dekomposisi sisa tanaman oleh jazad melepas senyawa-senyawa tersebut menjadi bahan organik tanah. Kemampuan bahan organik mengalami dekomposisi berbeda-beda sehingga dapatdigolongkan menjadi senyawa ‘mudah’ dan senyawa ‘tahan’
terhadap dekomposisi. Senyawa yang tahan mengalami dekomposisi antara lain humus, yang tersusun atas poliuronida dan lignin dengan lignin sebagai senyawa utama.
19
Seperti liat, humus berukuran koloidal dan sangat reaktif. Humus mampu menyerap banyak air sehingga kapasitas pengikatan air (water holding capacity) tanah menjadi besar. Kemampuan humus menyerap air lima kali lebih besar dari liat. Di samping itu, humus berperan dalam pembentukan dan penentuan kemantapan agregat, sifat keremahan, aerasi, sifat olah, dan ketahanan terhadap erosi.
Senyawa protein dalam humus berperan sebagai cadanganmunsur P, N, dan S.
Partikel humus merupakan asam-asam organik yang umumnya bermuatan negatif, sehingga mampu menjerap kation-kation. Nilai KTK humus kurang lebih 200 hingga 300 me/100g, jauh lebih besar daripada liat yang hanya sekitar 100 me/100g tanah. Kation-kation basa K, Ca, dan Mg yang diikat humus lebih mudah tersedia bagi tanaman. Di pihak lain, humus mampu mengurangi pengaruh kemasaman akibat penggunaan pupuk. Sumber kemasaman tanah seperti ion Al3+ dinetralkan oleh humus dalam bentuk ikatan khelat (chellating bond) humus-logam. Di sini humus bertindak sebagai ligan (ligand) bermuatan negatif dan ion Al3+ sebagai inti bermuatan positif. Penggunaan bahan organik pada tanah masam dapat diperhitungkan sebagai discount factor dosis kapur dalam peningkatan pH.
1.3. Muatan Listrik pada Liat dan Bahan Organik
Muatan listrik tanah menentukan sifat kimia maupun fisiko-kimia. Muatan listrik liat dan humus menyebabkan keduanya bertindak sebagai kompleks aktif yang erat kaitannya dengan kesuburan tanah aktual maupun potensial. Di samping itu, ikatan ion-ion dapat menjelaskan sistim penyediaan hara serta prinsip-prinsip dasar pemupukan.
Muatan Listrik pada Liat
Muatan listrik pada liat muncul karena dua hal: (1) kisi-kisi mineral liat rusak atau patah, dan (2) pertukaran tempat kedudukan kordinasi unsur Si dan/atau Al oleh unsur-unsur lain dalam struktur mineral tanpa merusak struktur lempeng, dikenal dengan istilah substitusi isomorfik. Pada kasus pertama, kisi-kisi liat mengalami kerusakan atau patah akibat gaya-gaya alami atau pengolahan tanah, sehingga sebagian unsur yang berikatan terlepas.
Pada bagian kisi kristal rusak atau patah, unsur oksigen (O) dan hidrogen (H) berada dalam ikatan kovalen. Kekuatan ikatan tergantung pada pH. Bila nilai pH rendah, maka cairan tanah didominasi ion H+, muatan kisi-kisi adalah positif karena ion OH- di ikat oleh ion H+ menjadi molekul air yang netral. Sebaliknya bila pH tinggi, ion OH- dominan dan muatan kisi negatif karena ion H+ berikatan dengan sebagian OH-. Sifat muatan liat yang dipengaruhi perubahan pH ini disebut muatan bergantung pada pH (pH-dependent charge). Mekanisme perubahan adalah sebagai berikut:
Muatan listrik pada substitusi isomorfik tidak dipengaruhi perubahan pH; sehingga disebut muatan tidak bergantung pH (muatan permanen, permanent charge).
Muatan Listrik pada Bahan Organik/Humus
Muatan listrik pada humus mirip dengan muatan liat mengalami kerusakan pada kisi-kisinya. Contoh bagan susunan koloidal disajikan dalam Gambar 1.6. Gugus hidroksi fenolat (-O-) terikat pada cincin aromatik, sedangkan gugus karboksil (-COO-) terikat pada atom karbon lain. Bagan tersebut menyerupai struktur liat silikat dan menunjukkan adanya jerapan permukaan (surface adsorption), meskipun jerapan juga terjadi dalam struktur padatan (misel).
Seperti liat kisi-kisi patah, muatan humus sangat bergantung pada pH. Pada suasana sangat masam, ion hidrogen terikat erat dan tidak mudah diganti kation lain. Dengan penambahan unsur basa maka ke-
oleh kalsium, magnesium, atau kation lain. Sifat muatan bahan organik bergantung pH mempengaruhi nilai KTK yang berubah dengan perubahan pH pada tanah kaya bahan organik.
Nisbah C/N Tanah dan Tanaman
Bahan organik acapkali digunakan dalam ameliorasi tanah bermasalah terutama berkaitan dengan sifat fisik. Dalam praktek sehari-hari pemberian bahan organik disebut pemupukan dan bertujuan meningkatkan produksi. Untuk itu, dibutuhkan jumlah banyak karena kadar unsur terkandung dalam bahan organik umumnya rendah. Sebagai contoh, kadar N pupuk kandang hanya sekitar 2% dan cukup rendah dibandingkan 46% dalam urea. Dengan demikian, lebih tepat bila bahan organik dikatakan sebagai pupuk tanah dan pupuk artisifial (pupuk pabrik, pupuk anorganik) adalah pupuk tanaman.
Dalam praktek pertanian, bahan organik dikenal sebagai pupuk hijau, pupuk kandang, kompos, atau humus. Tingkat dekomposisi bahan-bahan ini diketahui dari kandungan karbon dan nitrogen. Unsur karbon dan nitrogen dibutuhkan oleh jazad mikro dekomposer sebagai sumber energi dan hara. Antara jazad mikro dengan tanaman terjadi kompetisi dalam memperoleh nitrogen. Umumnya jazad mikro lebih mampu, sehingga tanaman menunjukkan kekurangan (defficiency) nitrogen. Pengikatan N dalam tubuh jazad dinamakan imobilisasi nitrogen; dijumpai pada tanah diberi bahan organik belum terdekomposisi sempurna. Imobilisasi bersifat sementara dan dilepas kembali begitu jasad mati. Pelepasan N ditandai pertumbuhan tanaman normal dan nisbah C/N tamah berada antara 10 sampai 15.
Nisbah C/N lazim digunakan sebagai petunjuk (indikator) kemudahan dekomposisi bahan organik.
Makin tinggi C/N makin sukar terdekomposisi. Jerami padi mempunyai nilai C/N lebih tinggi dari kedelai sehingga dekomposisinya lebih lama. Contoh komposisi karbon dan nitrogen serta nisbah C/N beberapa jenis bahan disajikan pada Tabel 4.
Bila jerami padi dimasukkan ke dalam tanah, dengan waktu nisbah C/N 44 turun mendekati 10.
Dalam proses pembentukan kompos, dekomposisi dipercepat melalui penambahan nitrogen dan kapur untuk memacu perkembangan jazad. Karena dekomposisi membutuhkan waktu, maka pemberian bahan organik ke dalam tanah dianjurkan dua atau tiga minggu sebelum tanam, atau jerami terlebih dulu dikomposkan. Tujuannya menjaga agar tanaman tidak kekurangan N akibat kompetisi dengan jazad.
21
Tabel 4. Komposisi Beberapa Jenis Bahan Diberikan ke dalam Tanah (Kalpage, 1967)
BAHAN KARBON NITROGEN C/N
(%)(%)
Organik, seluruh tanaman: 45 - 50 1.5 - 3.5 15 - 30
Jerami padi 34.6 0.78 44
Kacang-kacangan 50.0 2.0 - 3.5 13 - 25
Pupuk kandang 30.9 2.15 14
Kompos 18.7 1.77 11
Serbuk gergaji - - 40
Kue kacang tanah 44.9 7.92 6
Darah beku 41.5 11.10 4
Peran Organisme Tanah
Organisme berukuran dari beberapa kali hingga beberapa ribu kali partikel liat.. Dalam kasus umum dalam ekosistem, organisme lebih besar memakan yang lebih kecil, sebab bentuk ini tidak berisiko terhadap kesehatan mereka tidak dapat membela diri dan berukuran makanan. Warna latar belakang membagi mereka dengan ukuran fauna dalam mikro - (kecil), meso- (sedang) dan makro - (besar) (Coleman & Crossley dalam 'Fundamentals of soil ecology’, 1996), menempatkan fungsi dan hubungan terhadap daur hara dan struktur tanah pada grup ini melalui cara berikut:
Daur hara Struktur tanah
Mikroflora (bakteri + fungi)
Katabolis bahan organik.
Mineralisasi dan imobilisasi unsur hara.
Menghasilkan senyawa organik yg mengikat agregat.
Hypha mengikat partikel membentuk agregat.
Mikrofauna Mengatur populasi bakteri dan fungi. Mengubah turn-over unsur hara.
Bisa berpengaruh terhadap struktur agregat melalui interaksi dengan mikroflora.
Mesofauna Mengatur populasi bakteri dan fungi. Mengubah turn-over unsur hara . Memperkecil residu tanaman.
Menghasilkan butiran halus. Membuat bio-pori.
Merangsang humifikasi.
Makrofauna Memperkecil residu tanaman.
Merangsang aktivitas mikroba.
Mencampur partikel bahan organik dan mineral.
Meredistribusi bahan organik dan mikroorganisme.Membuat bio-pori. Merangsang humifikasi. Menghasilkan butiran halus.
DAFTAR PUSTAKA
Loughnan, F.C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals. American Elsevier Publ. Co., Inc. New York.
Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2.
PMN – ITS, Surabaya, 247 p.
Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York.
PROPAGASI
TUGAS
1.Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi).
2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) bagaimana terjadi sifat pengendali pada komponen tanah.
23
1.3. Unsur Hara dalam Sistem Tanah-Tanaman – Materi-3
Tujuan:
1. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis unsur hara serta sumber utamanya di alam.
2. Mahasiswa mengetahui peran utama unsur hara bagi pertumbuhan tanaman.
Penilaian:
KomponenPenilaian Persentase
Tugas Individual 5
Peran kunci pupuk
sebagai sumber unsur hara telah diketahui dengan jelas dalam sistem perharaan tanaman. Saat ini tidak kurang dari 16 unsur hara esensial dibutuhkan tumbuhan hijau untuk kehidupannya.Disebut unsur hara esensial, karena tanaman tidak akan dapat hidup tanpa unsur-unsur tersebut, dan bila kekurangan tumbuh tidak normal. Ke 16 unsur hara tersebut adalah: karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), Fosfor (P), sulfur (S), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu), molibdenum (Mo), boron (B), dan khlor (Cl). Tumbuhan hijau memperoleh karbon sebagai karbon-dioksida dari udara; oksigen dan hidrogen dari air, sedang unsur lain diambil dari dalam tanah. Berdasar pada keberadaan dalam tanaman secara normal. Unsur hara nitrogen, fosfor, sulfur, kalium, kalsium, dan magnesium, dikenal sebagai unsur hara esensial makro, karena dibutuhkan dalam jumlah relatif banyak; sedang unsur hara mikro esensial dibutuhkan relatif sedikit, adalah besi, mangan, tembaga, seng, boron, molibden, dan khlor.
Hidup tersusun dari senyawa karbon, disimpan dlm tanaman dan hewan, juga dalam tanah. Energi organisme tanah hanya berasal dari berbagai jenis senyawa karbon yg didaur-ulang ke tanah. Planet bumi dibedakan menjadi biosfer (lapisan kehidupan), selapis tipis gas, tanah dan cairan di mana semua kehidupan berada. Planet (diameter 12,000 km), apa penyusunnya? Dengan tekanan permukaan 1 atmosfer, sama dengan 1 kg/cm2, kolom udara 10,000 kg setiap meter persegi, mengandung nitrogen (~8000kg) dan oksigen (~2000kg) dan 3 kg karbondioksida (CO2) atau sekitar 1kg. Jadi, sedikit sekali karbon di bagian atas, ditangkap oleh tanaman (lihat Gambar 1).
Tanaman memproduksi bahan tanaman dari unsur hara tanah, air dan karbondioksida, menggunakan energi cahaya. Ia dinamakan produksi primer. Diagram di bawah menunjukkan aliran karbon (sama dengan aliran energi). Pada bagian kiri dpt dilihat suatu tanaman menangkap sinar dan CO2 dari udara dan melepas oksigen. Pd malam hari, di mana tdk ada sinar matahari, tanaman melaakukan respirasi seperti halnya dilakukan hewan, mengambil oksigen dan melepas CO2. Anehnya, proporsi produksi primer yg banyak (50%) tidak tampak di bawah tanah, di mana dalamnya tumbuh sistim perakaran dan makanan organisme tanah. Hanya 50% digunakan untuk pertumbuhan atas tanah. Hal ini, antara 10 dan 40% digunakan utk pertumbuhan, tergantung pada tipe tanaman, umur dan jenis panen.
Bila tanaman secara teratur digembalakan, pertumbuhan biomas adalah rumput, berjumlah tdk lebih dari 40%. Sisa 10% hilang melalui daun gugur. Seresah daun ini didekomposisi oleh fungi dan bakteri, menyumbang energi bagi biota tanah, melalui pemberian hara ke tanah.
Gambar 1. Proses Produksi Primer Tanaman (Materi Kuliah SFN-MAES, 2011)
Semua unsur hara tanaman, kecuali karbon, hidrogen dan oksigen, berasal dari tanah. Sistem tanah digambarkan oleh para pakar tanah terdiri dari fase padat, cair, dan gas. Fase ini secara fisik dapat terpisah-pisah. Perharaan tanaman berbasis pada fase padat berdisosiasi dengan fase cairan; kebiasaan lintasan masuk ke dalam sistem tanaman melalui akar dan sel-sel tanaman. Lintasan ini dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan:
M (padatan) -> M (larutan) -> M (akar tanaman) -> M (tajuk tanaman)
Di mana 'M', adalah unsur hara bergerak kontinyu melalui sistem tanah menuju tanaman.
Operasional sistem ini tergantung pada energi matahari melalui aktivitas fotosintesis dan metabolisme.
Kejadian ini merupakan fenomena alami sederhana, namun dapat dijelaskan secara detail melalui proses fisik dan fisiko-kimia berkaitan dengan reaksi-reaksi dan lintasan. Transfer aktual di alam menempati muatan ion-ion, berupa bentuk di mana unsur makanan tanaman dijumpai dalam larutan (fase cair dalam sistem). Akar tanaman mengangkut ke atas unsur-unsur dari tanah dalam bentuk ion-ion. Muatan ion-ion positif disebut 'kation' meliputi kalium (K+), kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+), besi (Fe2+), tembaga (Cu2+), seng (Zn2+), dan lain-lain. Ion-ion bermuatan negatif disebut ‘anion, contohnya nitrat (NO3-), mono fosfat (H2PO4-), sulfur (SO42-), Khlor (Cl-), dan lain-lain.
Oleh karena hampir seluruh unsur hara esensial tanaman diambil dari dalam tanah, maka tanah berperan sangat penting sebagai sumber unsur hara; di samping sebagai medium tumbuh akar tanaman.
Sebagian unsur hara diikat kompleks jerapan dan sebagian lagi larut sebagai senyawa atau ion dalam cairan tanah. Jumlah unsur terjerap dan larut menentukan kapasitas dan intensitas ketersediaan.
Sebagai gambaran, status unsur total dan tersedia dalam tanah dan jaringan tanaman disaji kan pada Tabel 5.
25
Tabel 5. Kisaran Normal Kadar Unsur Hara dalam Tanah dan Tanaman (Isaac dan Kerber, 1971)
Unsur Unsur Tanah (Total) Tanah Terekstrak) (ppm) Tanaman
P 0.05 - 0.25 % P2O5 0,5 – 500 0,03 - 1.0%
K 0,1 - 4 % K2 O 50 - 4 000 0,2 - 10.0%
Ca 2.5 % CaO 100 - 15 000 0,1- 10.0%
Mg 0,1 - 2 % MgO 10 - 3 000 0,05 - 2%
S 0,05 - 0.4 % SO3 5 - 50 0,1 - 1%
Fe 0,1 - 8 % Fe2O3 10 - 1 000 20 - 200 ppm
Mn 0-0.5% MnO 2 - 500 5-5000 ppm
Cu 2-200(1-1000) ppm 0.5 – 100 1-25 ppm
Zn 10-300 ppm 1 - 100 5-300 ppm, (5-1500) ppm
B 3-200 ppm 0.1 - 2 10-100 ppm, (5-1500) ppm
Mo 0.2-5% 0.5 –10 0.01-25 ppm
Angka di antara kurung ( ), adalah kisaran yang pernah dilaporkan
Data di atas belum menunjukkan kondisi ketersediaan aktual tanaman karena masih sangat tergantung pada sifat dan perilaku masing-masing unsur hara. Oleh sebab itu, sifat dan perilaku tersebut penting dipelajari untuk tujuan pengendalian.
DAFTAR PUSTAKA
Isaac, R.A. dan J.D. Kerber. 1971. Atomic absorption and flame photometry: Techniques and uses in soil, plant, and water analysis. In L.M. Walsh (ed), Instrumental methods for analysis of soils and plant tissue. Soil Sci. Soc. of Amer., Inc. Ma., Wisc. USA.
Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke- 2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p.
PROPAGASI
TUGAS
1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi).
2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) dari mana saja unsur hara diperoleh tanaman dan bagaimana tanaman menyerap (uptake) masing-masing unsur tersebut.
2.1. Unsur Hara Makro
2.1.1. Nitrogen: –
Materi-4Tujuan:
1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara nitrogen.
2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur nitrogen.
Penilaian:
KomponenPenilaian Persentase
Tugas Individual 10
Nitrogen adalah unsur
yang berpengaruh cepat terhadap pertumbuhan tanaman. Bagian vegetatif berwarna hijau cerah hingga gelap bila kecukupan N; karena ia berfungsi sebagai regulator penggunaan kalium, fosfor dan unsur-unsur lain dalam proses fotosintesis. Bila kekurangan N, tanaman kerdil dan pertumbuhan perakaran terhambat. Daun-daun berubah kuning atau hijau kekuningan (khlorosis, kekurangan khlorofil) dan cenderung gugur. Di lain pihak, bila N berlebihan akan terjadi penebalan dinding sel; jaringan bersifat sukulen (berair), dan mudah rebah atau terserang hama penyakit.Sumber
Nitrogen disediakan secara cepat oleh batuan dan mineral batuan beku, tetapi komponen utama adalah berasal dari atmosfer (79%). Di sini dijumpai molekul gas yg sangat stabil (N2), merupakan bagian yg tidak mudah lepas. Di bagian atas atmosfer dapat dibagi menjadi radikal (N+.N+) oleh radiasi ultraviolet, segera bersenyawa dengan oksigen menjadi berbagai oksida nitrat (2NO, NO, NO2), dan kemudian dengan air membentuk asam nitrat fertil (3NO2 + 3H2O = 2HNO3 + NO). Tsenyawa ini juga pembentuk inti awan hujan melalui energi tinggi muatan petir.
Tahun 1914 ilmuan Jerman Fritz Haber dan Carl Bosch,pemenang hadiah Nobel menemukan proses fiksasi nitrogen secara industri dari nitrogen murni dikombinasikan dengan amoniak (NH4) sebagai methane (CH4), menggunakan gas alam sebagai sumber energi. Sebagian amoniak direaksikan dengan karbon dioksida menghasilkan urea, pupuk lambat tersedia (slow-release fertiliser). Sisa amoniak dikonversikan menjadi amonium nitrat (NH3.NO3), pupuk sangat cepat tersedia dan berdaya tinggi. Oleh karena biaya gas alam sangat murah, pupuk buatan baru ini memegang kendali dalam revolusi hijau (green revolution), bersama dengan kultivar unggul produksi tinggi.
Nitrogen tanah berasal dari berbagai sumber, yaitu: (1) hasil dekomposisi bahan organik; (2) penambatan gas N2 atmosfer oleh bakteri Rhizobium bersimbiose dengan tanaman leguminosae; (3) penambat