0
1
KATA PENGANTAR
Modul Praktikum Mineralogi dan Petrologi merupakan bahan ajar untuk Program Studi Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera yang digunakan sebagai panduan mahasiswa dalam melakukan praktikum pengenalan kristal, mineral, dan batuan pada Mata Kuliah Mineralogi dan Petrologi.
Modul ini mengulas tata cara pengenalan macam-macam sistem kristal, jenis-jenis mineral pembentuk batuan, mendeskripsi berbagai jenis batuan dengan menggunakan metode sederhana secara megaskopis di Laboratorium
Dengan modul ini peserta praktikum diharapkan dapat menjalankan praktek dengan cara mencatat, menyusun model kristal, menggambar, mengamati dan menentukan nama mineral hingga batuan secara mandiri.
Mudah-mudahan modul ini dapat membantu para mahasiswa dalam menjalankan praktikum dan memperoleh pemahaman yang dapat dimanfaatkan secara tepat guna.
Bandar Lampung, 2020
Tim Penyusun:
Yogi Adi Prasteya dan Rinaldi Ikhram.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... 1
DAFTAR ISI ... 2
DAFTAR GAMBAR ... 4
DAFTAR TABEL ... 6
PETUNJUK PRAKTIKUM ... 7
I. KRISTALOGRAFI ... 8
1.1 Dasar Teori... 8
1.2 Dasar Pembagian Sistem Kristalografi ... 9
II. MINERALOGI ... 12
2.1 Dasar Teori... 12
2.2 Sifat Fisik Dan Kimia Mineral ... 13
2.2.1 Warna ... 13
2.2.2 Warna gores... 14
2.2.3 Transparansi ... 15
2.2.4 Belahan ... 16
2.2.5 Pecahan... 18
2.2.6 Kekerasan ... 19
2.2.7 Kilap ... 20
2.2.8 Bentuk Kristal ... 25
2.2.9 Kemagnetan ... 26
2.2.10 Keliatan (Tenacity) ... 27
2.2.11 Berat Jenis ... 27
2.3 Pengujian Sifat Kimia Mineral ... 27
2.3.1 Komposisi kimia mineral ... 28
III. PETROLOGI BATUAN BEKU ... 30
3.1 Dasar Teori... 30
3.2 JENIS BATUAN BEKU... 31
3.2.1 Warna ... 32
3.2.2 Tekstur Batuan Beku ... 33
3.2.3 Struktur Batuan Beku ... 35
3.2.4 Komposisi Mineral Batuan Beku ... 36
3
3.3.5 Penamaan Batuan Beku ... 37
3.3 BATUAN PIROKLASTIK ... 39
3.3.1 Endapan Piroklastik tak terkonsolidasi ... 40
3.3.2 Endapan Piroklastik yang terkonsolidasi ... 42
3.3.3 Batuan Piroklastik ... 43
3.3.4 Penamaan Batuan Piroklastik ... 44
IV. PETROLOGI BATUAN SEDIMEN ... 46
4.1 Dasar Teori... 46
4.2 Tipe Batuan Sedimen ... 47
4.2.1 Batuan Sedimen Klastik ... 47
4.2.2 Batuan Sedimen Non Klastik ... 48
4.3 Identifikasi Batuan Sedimen ... 49
A. Komposisi mineral dan material... 49
B. Tekstur ... 49
C. Stuktur sedimen ... 53
D. Kandungan CaCO3 ... 55
E. Kekerasan... 55
4.4 Kenampakan dan ciri batuan sedimen ... 55
V. PETROLOGI BATUAN METAMORF... 58
5.1 Dasar Teori... 58
5.2 Batuan metamorf berdasarkan faktor yang mempengaruhi metamorfisme ... 58
5.3 Batuan metamorf berdasarkan tekstur dan struktur ... 59
5.3.1 Tekstur Batuan Metamorf ... 59
5.3.2 Struktur Batuan Metamorf ... 60
5.3. Batuan metamorf berdasarkan protolith... 63
5.4 Batuan metamorf berdasarkan fasies metamorf ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 66
LAMPIRAN ... 67
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Struktur kristal Halit. Kiri: Ion ditarik sebanding dengan ukurannya. Kanan:
Tampilan yang diperluas untuk memperlihatkan interior sel unit. ... 8
Gambar 1.2 Sumbu dan sudut kristal... 9
Gambar 2.1 Struktur Atom kristalin pada mineral dan amorf pada bukan mineral ... 12
Gambar 2.2 Contoh warna mineral... 14
Gambar 2.3: Warna Gores Mineral ... 15
Gambar 2.4: Transparasi Mineral ... 16
Gambar 2.5: Belahan Mineral ... 17
Gambar 2.6: Pecahan Mineral ... 18
Gambar 2.7: Klasifikasi Kilap Mineral ... 20
Gambar 2.8: Contoh mineral dengan kilap logam ... 20
Gambar 2.9: Contoh mineral dengan kilap Sub-logam ... 21
Gambar 2.10: Contoh mineral dengan kilap kaca ... 21
Gambar 2.11: Contoh mineral dengan kilap intan ... 22
Gambar 2.12: Contoh mineral dengan kilap tanah ... 22
Gambar 2.13: Contoh mineral dengan kilap damar ... 23
Gambar 2.14: Contoh mineral dengan kilap lilin ... 23
Gambar 2.15: Contoh mineral dengan kilap mutiara ... 24
Gambar 2.16: Contoh mineral dengan kilap sutera ... 24
Gambar 2.17: Bentuk kristal ... 25
Gambar 2.18 : Lodestone dan Magnetit ... 26
Gambar 2.19 : Mengukur berat jenis mineral ... 27
Gambar 3.1. Siklus batuan ... 30
Gambar 3.2 : Pembentukan batuan beku dan contoh batuan beku ... 31
Gambar 3.3: Perbedaan warna berdasarkan komposisi kimia pada batuan beku ... 32
Gambar 3.4: Perbedaan warna pada batuan beku ... 33
Gambar 3.4: Basalt dengan tekstur afanitik... 34
Gambar 3.4: Granit dengan tekstur faneritik ... 35
Gambar 3.4: Andesit dengan tekstur porfiritik ... 35
Gambar 3.5: Deret Bowen ... 37
Gambar 3.6: Mineralogi batuan beku ... 37
Gambar 3.7: Erupsi Eksplosif ... 39
Gambar 3.8: Ukuran besar butir pada endapan piroklastik ... 40
Gambar 3.9: Bom dan Blok gunung api ... 40
Gambar 3.10: Lapili ... 41
Gambar 3.11: Abu vulkanik Ketika dilontarkan oleh gunung api ... 41
Gambar 3.12 Proses pembentukan autobreksia ... 42
Gambar 3.13: Pumice ... 43
Gambar 3.14: Scoria ... 43
5
Gambar 3.15: Klasifikasi Batuan Piroklastik (Fisher, 1966)... 44
Gambar 4.1: Kenampakan batuan sedimen klastik: (a) Batuan sedimen klastik umum ditemui membentuk perlapisan (b) Conto batuan sedimen klastik yaitu batu yang terdiri dari butir-butir, (c) Tersusun atas Fragmen/Grain, matriks, dan semen ... 48
Gambar 4.2: Contoh Batuan sedimen nonklastik ... 49
Biokimia / Organik: (a) batugamping terumbu (b) batubara ... 49
Evaporit: (c) gypsum, (d) gypsum ... 49
... 51
Gambar 4.3: Bentuk butir : very angular (a), angular (b), subangular (c), subrounded (d), rounded (e), dan very rounded (f) ... 51
Gambar 4.4: Parameter sorting (pemilahan)... 52
Gambar 4.5: Struktur sedimen primer : (a) graded bedding, (b) dune, (c) cross bedding, (d) paralel laminasi, (e) ripple mark, dan (f) ripple cross laminasi ... 54
Gambar 4.6: Struktur sedimen sekunder : (a) groove cast, (b) slump, (c) bioturbation 54 Gambar 4.7: Struktur sedimen mudcrack ... 56
Gambar 5.1 Metamorfisma kontak ... 58
Gambar 5.2 Ilustrasi kenampakan tekstur pada batuan metamorf ... 60
Gambar 5.3 Jenis-jenis struktur foliasi batuan metamorf ... 61
Gambar 5.4 Struktur non foliasi pada batuan metamorf : ... 62
hornfelsic (a), milonitic (b), serpentinit (c), dan granulit (d) ... 62
Gambar 5.5 Facies batuan metamorf dan hubungannya dengan ... 63
suhu, tekanan, kedalaman dan mineral indeks ... 63
Gambar 5.6 Diagram alir identifikasi dan penamaan Batuan Metamorf ... 65
6
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1: Tabel bentuk kristal mineral ... 10 Tabel 3.1 Penamaan batuan piroklastik berdasarkan ukuran fragmen batuannya. ... 45 Tabel 3.2 penamaan batuan piroklastik jika bercampur dengan batuan sedimen dan didasarkan pada ukuran butirnya. ... 45 Tabel 4.1: Ukuran Butir berdasarkan Skala Wentworth... 50
7
PETUNJUK PRAKTIKUM
Dalam setiap kegiatan proses belajar mengajar karena menggunakan alat dan bahan yang banyak yang tidak cukup hanya dikerjakan sendirian, maka perlu adanya kerja sama yang baik . Hendaklah dibentuk kelompok atau regu yang bertugas setiap saat akan mengadakan praktikum untuk mencatat alat/bahan yang dikeluarkan dan menjaga keutuhan alat dan bahan.
Hendaklah selalu memperhatikan keselamatan kerja,di antaranya yang paling penting adalah :
Baca buku petunjuk praktek dengan seksama
Hati-hati menggunakan bahan / alat karena persediaan sangat terbatas
Bila telah selesai kembalikan alat / bahan tersebut dalam keadaan utuh, tidak hilang atau rusak dan masukkan ketempat semula dengan rapi.
Bila terjadi kerusakan dan kehilangan alat / bahan secara disengaja maka peserta wajib bertanggungjawab dengan mengganti alat / bahan tersebut dengan
spesifikasi yang sama dan atau mendapatkan pengurangan nilai
8
I. KRISTALOGRAFI
1.1 Dasar Teori
Dalam deskripsi mineralogi, kristal didefinisikan sebagai benda padat yang dibatasi oleh permukaan alami bidang, yang merupakan ekspresi eksternal dari susunan teratur atom atau ion penyusunnya (Berry, Mason and Dietrich, 1983).
Struktur kristal adalah susunan atom atau kelompok atom yang teratur (dalam zat kristal) yang menyusun kristal (Gambar 1.1).
Gambar 1.1 Struktur kristal Halit. Kiri: Ion ditarik sebanding dengan ukurannya. Kanan:
Tampilan yang diperluas untuk memperlihatkan interior sel unit.
Kristalografi sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat geometri dari kristal terutama perkembangan, pertumbuhan, kenampakan bentuk luar, struktur dalam (internal) dan sifat-sifat fisis lainnya.
1. Sifat Geometri adalah memberikan pengertian letak, panjang, dan jumlah sumbu kristal; yang menyususn suatu bentuk kristal tertentu dan jumlah serta bentuk bidang luar yang membatasiya.
2. Perkembangan dan Pertumbuhan Kenampakan Bentuk Luar Bahwa di samping mempelajari bentuk-bentuk dasar yaitu suatu bidang pada situasi permukaan, juga mempelajari kombinasi antara satu bentuk kristal dengan bentuk kristal yang lain yang masih dalam satu system kristalografi, ataupun dalam arti kembaran dari kristal yang terbentuk kemudian.
3. Struktur Dalam adalah membicarakan susunan dan jumlah sumbu-sumbu kristal juga menghitung parameter dan parameter rasio.
4. Sifat Fisis Kristal adalah sangat tergantung pada struktur (susunan atom- atomnya). Besar kecilnya kristal tidak mempengarugi, yang penting bentuk yang dibatasi oleh bidang-bidang kristal, sehingga akan dikenal 2 zat, yaitu Kristalin dan Nonkristalin.
9
5. Sumbu Kristalografi adalah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat kristal.
Kristal mempunyai 3 bentuk dimensi yaitu panjang, lebar, dan tebal atau tinggi.
Tetapi dalam penggambarannya dibuat 2 dimensi sehingga digunakan Proyeksi Orthogonal.
6. Sudut Kristalografi adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan sumbu-sumbu kristalografi pada titik potong (pusat kristal).
Gambar 1.2 Sumbu dan sudut kristal
Keterangan sumbu dan sudut :
1. Sumbu a (Sb a) : sumbu yang tegak lurus pada bidang kertas 2. Sumbu b (Sb b) : sumbu yang horisontal pada bidang kertas 3. Sumbu c (Sb c) : sumbu yang vertikal pada bidang kertas 4. α ialah sudut yang terbentuk antara Sb b dan Sb c.
5. β ialah sudut yang terbentuk antara Sb a dan Sb c.
6. ialah sudut yang terbentuk antara Sb a dan Sb b.
1.2 Dasar Pembagian Sistem Kristalografi
Sistem kristalografi dibagi menjadi 7 sistem. Pembagiannya berdasarkan pada:
1. Perbandingan panjang sumbu-sumbu kristalografi 2. Letak atau posisi sumbu kristalografi
3. Jumlah sumbu kristalografi 4. Nilai sumbu c atau sumbu vertikal
10
Berdasarkan aturan klasifikasi sistem kristal yang meliputi jumlah sumbu kristal, letak sumbu kristal yang satu dengan yang lain dan parameter yang digunakan untuk masing- masing sumbu kristal maka sistem kristal yang ada dibagi menjadi 7 sistem kristal, yaitu:
Tabel 1.1: Tabel bentuk kristal mineral NO SISTEM
KRISTAL
SIFAT SUMBU DAN SUDUT
GAMBAR
1 Isometrik a = b = c
α = β = γ = 900
2 Tetragonal a = b ≠ c
α = β = γ = 900
3 Ortorombik a ≠ b ≠ c
α = β = γ = 900
4 Monoklin a ≠ b ≠ c
α = β = 90 , γ ≠ 900
11 5 Heksagonal
Trigonal
a = b = d ≠ c.
α = β = γ = 1200
6 Triklin a ≠ b ≠ c
α ≠ β ≠ γ ≠ 900
12
II. MINERALOGI
2.1 Dasar Teori
Mineral adalah padatan yang terbentuk secara natural di alam yang terbentuk melalui proses geokimia maupun geofisika, yang terdapat di bumi maupun di luar bumi (extraterrestrial)(Strunz and Nickel, 2001)
Pengertian ini sedikit berbeda dengan pengertian yang terdapat di beberapa buku ajar, yang menyebut mineral sebagai padatan homogen yang terbentuk secara alami melalui proses fisika dan kimia serta mempunyai struktura tom yang teratur.
Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat di alam, terbentuk secara anorganik, dengan komposisi kimia pada batas-batas tertentu dan mempunyai atom-atom yang tersusun secara teratur (Al Hakim, 2019).
Gambar 2.1 Struktur Atom kristalin pada mineral dan amorf pada bukan mineral Menurut beberapa buku untuk dapat disebut mineral, material harus memenuhi lima syarat:
1. Padatan
2. Terbentuk secara natural 3. Anorganik
4. Struktur atom yang teratur
5. Memiliki rumus kimia tertentu (dapat bervariasi dalam rentang yang terbatas).
13 2.2 Sifat Fisik Dan Kimia Mineral
Terdapat hampir 4.500 mineral telah diidentifikasi Dalam proses deskripsi mineral dan untuk membedakaan mineral-mineral tersebut geologis harus dapat membedakan mineral berdasarkan sifat fisika maupun kimianya.
Mineral juga memiliki sifat fisik yang dapat diamati menggunakan mata telanjang.
Identifikasi sifat fisik ini menjadi salah satu cara yang paling mudah untuk membedakan karena dapat langsung diamati dan hanya menggunakan alat bantu sederhana.
Selain sifat fisika mineral juga tersusun oleh atom-atom yang sangat kecil, atom tersebut kemudian menyusun sebuah senyawa kimia dan kemudian senyawa bergabung menyusun sebuah mineral hingga akhirnya mineral-mineral tersusun membentuk sebuah batuan. Namun tidak semua mineral tersusun dari beberapa senyawa, ada mineral-mineral lain yang hanya terdiri dari satu senyawa seperti Sulfur (S).
Sifat fisik mineral yang perlu diamati ataupun dilakukan pengujian meliputi:
1. Warna (colour) 2. Gores (streak).
3. Transparansi.
4. Belahan (cleavage).
5. Pecahan (fracture).
6. Perawakan kristal (crystal habit).
7. Kilap (luster).
8. Kekerasan (hardness).
9. Daya tahan terhadap pukulan (tenacity).
10. Berat jenis (Specific gravity).
2.2.1 Warna
Beberapa mineral mempunyai beberapa warna yang khas yang dapat digunakan untuk mengenali adanya unsur tertentu di dalamnya. Namun, warna bukan merupakan penciri utama untuk dapat membedakan antara mineral yang satu dengan lainnya. Warna mineral timbul karena adanya penyerapan beberapa panjang gelombang cahaya putih.
Beberapa panjang gelombang terserap, sedangkan yang lain dipantulkan, sehingga warna timbul sebagai hasil dari cahaya putih yang dikurangi beberapa panjang gelombang yang terserap. Mineral berwarna gelap adalah mineral yang dapat menyerap semua panjang gelombang pembentuk cahaya putih. Warna mineral dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Idiochromatic yaitu Warna mineral jarang berganti-ganti, sehingga menjadi penciri yang baik.
2. Allochromatic yaitu Warna mineral berganti sesuai pengotor atau arah pencahayaan.
14
Gambar 2.2 Contoh warna mineral
2.2.2 Warna gores
Warna gores (streak) didapat dengan cara menggoreskan mineral pada keping porselen atau streak plate Warna ini berbentuk seperti serbuk yang berwarna Selain menggores, cerat juga dapat diperoleh melalui penghancuran atau mengikis mineral dengan porselen. Warna gores mineral dianggap sebagai salah satu unsur penunjuk yang baik, karena lebih kostan dari warna mineralnya. Contoh:
Idiokromatik - sulfur Allokromatik - turmalin
15
Mineral yang tembus cahaya (transparant dan translucent) mempunyai gores berwarna putih;
Mineral berwarna gelap dengan kilap non-logam memberikan gores yang lebih terang dari warna mineralnya,
Mineral dengan kilap logam kadang-kadang mempunyai gores yang lebih gelap dari warna mineralnya.
Gambar 2.3: Warna Gores Mineral
2.2.3 Transparansi
Kemampuan mineral untuk meneruskan cahaya yang masuk.
a) Transparan, jika mineral dapat meneruskan cahaya dengan baik dari satu sisi ke sisi yang lain. Contoh: kuarsa (SiO2), rutil (TiO2), gypsum (CaSO4.2H2O)
b) Translusen/ semi-opak, jika mineral dapat meneruskan cahaya sebagian/samar-samar pada pengamatan megaskopis, namun dapat meneruskan cahaya jika mineral disayat dengan ketebalan 30 mikrometer. Contoh: hematit (Fe2O3), sfalerit (ZnS).
c) Opak, jika mineral tidak dapat meneruskan cahaya pada pengamatan megaskopis, bahkan jika batuan disayat dengan ketebalan 30 mikrometer. Semua mineral dengan ikatan logam bersifat opak. Mineral ini hanya dapat ditembus cahaya dengan batuan sinar infra merah Contoh: pirit (FeS2), kalkopirit (CuFeS2), galena (PbS)
16
Gambar 2.4: Transparasi Mineral
2.2.4 Belahan
Belahan adalah kecenderungan mineral untuk pecah di sepanjang bidang yang paralel dengan zona lemahnya. Kita tahu bahwa kristal terbentuk dari atom-atom yang tersusun secara teratur, sehingga belahan mineral akan mengikuti arah datar dimana atom- atom tidak mempunyai ikatan atom yang kuat.
Kuarsa Transparan Gipsum transparan
Hematit semi transparan
Kalkopirit (Opak)
Pirit (opak) Slaferit (transulen) )
17
Gambar 2.5: Belahan Mineral
18 2.2.5 Pecahan
Ketika mineral dipukul dengan palu, mineral dapat pecah berkeping-keping tanpa mengikuti arah tertentu atau mengikuti arah tertentu, yang disebut pecahan. Mineral dapat pecah menjadi konkoidal (pecah tidak beraturan seperti obsidian atau opal), ujung yang runcing (jagged/ rough edges), tercerai berai seperti rambut/ benang (splintery).
Gambar 2.6: Pecahan Mineral
19 2.2.6 Kekerasan
Kekerasan mineral pada umumnya diartikan sebagai daya tahan mineral terhadap goresan (Scratching). Friedrich Mohs, seorang bankir yang berpindah profesi menjadi mineralogis di Austria memperkenalkan skala Mohs (Mohs, 1822), yaitu skala kekerasan relatif dari mineral. Metode ini digunakan untuk mengetahui, seberapa keras mineral yang kita lihat dibanding dengan mineral atau benda lain Skala kekerasan relatif mineral dari Mohs adalah:
1. Talk Mg3Si4010(OH)2
2. Gipsum CaSO4
2H2O
3. Kalsit CaC03
4. Fluorite CaF2
5. Apatite Ca5(P04)3F
6. Orthoklas K(AlSi308) 7. Kuarsa Si02
8. Topaz Al2Si04(FOH)2
9. Korundum Al203
10. Diamond/ intan C Untuk mengetahui kekerasan relatif mineral maka dapat dilakukan dengan cara menggoreskan permukaan mineral yang rata pada mineral Standar dari skala Mohs yang sudah diketahui kekerasannya.
Misal suatu mineral digores dengan kalsit (H=3) ternyata mineral itu tidak tergores, tetapi dapat tergores oleh fluorite (H=4). Maka mineral tersebut mempunyai nilai H(Harnes/kekerasan) antara 3 dan 4.
Dapat pula penentuan kekerasan relatif mineral dengan mempergunakan alat-alat sederhana yang sering terdapat di sekitar kita.
Misal: - Kuku jari manusia H= 2.5
-
Kawat tembaga H= 3-
Pecahan kaca H= 5.5-
Pisau baja H=5.5-
Kikir baja H=6.5-
Lempeng baja H=7Bilamana suatu mineral tidak tergores oleh kuku jari manusia tetapi tergores oleh kawat tembaga, maka mineral tersebut mempunyai kekerasan antara 2,5 dan 3.
Untuk mengetahui kekerasan relatif mineral maka dapat dilakukan dengan cara menggoreskan permukaan mineral yang rata pada mineral Standar dari skala Mohs yang sudah diketahui kekerasannya. Misal suatu mineral digores dengan kalsit (H=3) ternyata mineral itu tidak tergores, tetapi dapat tergores oleh fluorite (H=4).
Maka mineral tersebut mempunyai nilai H (Harnes/kekerasan) antara 3 dan 4.
Dapat pula penentuan kekerasan relatif mineral dengan mempergunakan alat-alat sederhana yang sering terdapat di sekitar kita.
Misal:
- Kuku jari manusia H= 2.5 - Kawat tembaga H= 3 - Pecahan kaca H= 5.5 - Pisau baja H=5.5
20 - Kikir baja H=6.5
- Lempeng baja H=7
Bilamana suatu mineral tidak tergores oleh kuku jari manusia tetapi tergores oleh kawat tembaga, maka kekerasannya >2.5 namun <3.
2.2.7 Kilap
Perbedaan indeks bias antara mineral dan udara pada permukaan mineral mengakibatkan beberapa cahaya akan dipantulkan (refleksi) dan dibiaskan (refraksi) Kilap sangat bergantung dengan intensitas cahaya yang dipantulkan oleh permukaan mineral. Mineral dengan permukaan yang halus akan memantulkan kilap yang lebih baik dibandingkan mineral dengan permukaan kasar.
Gambar 2.7: Klasifikasi Kilap Mineral a) Kilap Logam
Mineral yang mempunyai ikatan logam akan memantulkan cahaya lebih baik, sehingga permukaan mineral nampak mengkilat ketika terkena cahaya
Kilap logam ditunjukkan oleh mineral mempunyai ikatan logam dan native metal (review lagi materi tentang ikatan logam)
Contoh: emas (Au), perak (Ag), tembaga (Cu), pirit (FeS2)
Gambar 2.8: Contoh mineral dengan kilap logam
Emas Tembaga Pirit
21 b) Kilap sub-logam (sub-metallic luster)
Kilap sub-logam hampir menyerupai kilap logam, namun sedikit lebih tidak mengkilap. Mineral dengan kilap sub logam mempunyai sifat optic menyerupai mineral opak, dan dicirikan oleh indeks refraksi yang tinggi. Mineral dengan kilap sub logam ditunjukkan oleh mineral-mineral semiopak. Contoh: kuprit (Cu2O), hematit (Fe2O3), sinabar (HgS).
Gambar 2.9: Contoh mineral dengan kilap Sub-logam
c) Kilap non-logam (non-metallic luster) i. Kilap Kaca (Lustreous Luster)
Permukaan mineral memantul seperti kilap ketika kita mengamati gelas yang tidak berwarna (transparan). Kilap kaca biasanya diamati pada mineral grup silikat, karbonat, halide. Contoh: kuarsa (SiO2), halit (NaCl), silvit (KCl).
Gambar 2.10: Contoh mineral dengan kilap kaca
22 ii. Kilap Intan (Adamantine Luster)
Dijumpai pada mineral transparan yang mempunyai indeks bias tinggi. Indeksi bias tinggi membuat mineral nampak berkilauan (shiny). Contoh: intan (C) dan zirkon (ZrSiO4).
Gambar 2.11: Contoh mineral dengan kilap intan
iii. Kilap Tanah (Earthy/ Dull Luster)
Mineral memiliki sedikit atau tidak mempunyai kilap sama sekali, disebabkan oleh ukuran butir yang kasar. Kurang memantulkan cahaya Contohnya mineral kaolinit Al2Si2O5(OH)4), zeolit, bentonit (lempung aluminosilikat).
Gambar 2.12: Contoh mineral dengan kilap tanah
23 iv. Kilap Damar (Resinous Luster)
Mineral mempunyai kenampakan seperti resin, permen “fox” atau plastic transparan yang bening. Umumnya berwarna kuning, jingga tua atau cokelat dengan indeks refraksi yang cukup tinggi Contoh: amber (getah fosil kayu), sfalerit (selain kilap sub-logam, sfalerit kadang mempunyai kilap damar), belerang/ sulfur.
Gambar 2.13: Contoh mineral dengan kilap damar
v. Kilap Lilin (Waxy/ Greasy Luster)
Mineral dilapisi lapisan lilin, sehingga licin berminyak seperti memegang “wax”
– minyak rambut. Kilap lilin umum dijumpai pada mineral yang mengandung banyak inklusi. Contoh mineral: talk, krisokola, opal, kordierit, grafit.
Gambar 2.14: Contoh mineral dengan kilap lilin
24 vi. Kilap Mutiara (Pearly Luster)
Mengkilap seperti jika kita melihat kilap pada bagian dalam dari cangkang moluska atau bagian dalam dari kerang mutiara, atau ketika kita melihat kancing baju yang mengkilap. Efek iridescence (seperti pelangi) umum teramati. Contoh:
biotit, mika, kalsit.
Gambar 2.15: Contoh mineral dengan kilap mutiara
vii. Kilap Sutera (Silky Luster)
Biasanya ditunjukkan pada mineral-mineral yang merambut (fine fibers), sehingga muncul efek berkilauan seperti sutera. Contoh: krisotil (asbes putih), gypsum.
Gambar 2.16: Contoh mineral dengan kilap sutera
25 2.2.8 Bentuk Kristal
Bentuk atau habit kristal adalah kecenderungan dari mineral untuk berulang kali tumbuh dengan karakteristik unik tertentu. Bentuk ini tidak hanya dipengaruhi oleh struktur atom dari mineral, namun juga lingkungan ketika kristal tersebut tumbuh.
Tanpa mengesampingkan unsur lingkungan pertumbuhan kristal, habit kristal adalah karakteristik dari mineral dan ditunjukan dari berbagai spesimen mineral.
Gambar 2.17: Bentuk kristal
26 2.2.9 Kemagnetan
Beberapa mineral dapat bereaksi ketika didekatkan dengan magnet, ada yang akan tertarik kuat dengan magnet, ada yang tertarik namun lemah, dan mineral lain tidak bereaksi dengan magnet. Beberapa mineral juga akan tertarik magnet jika hanya dipanaskan terlebih dahulu. Pengecekan kemagnetan dilakukan dengan menggantung magnet secara bebas dengan tali, kemudian didekatkan ke mineral yang diamati. Sifat kemagnetan dapat dibagi menjadi beberapa jenis:
1. Ferromagnetik
mineral yang tertarik kuat oleh magnet. Contoh: magnetit dan pirhotit.
2. Paramagnetik
sifat mineral yang lemah terhadap medan magnet, namun karena sangat lemah, mineral yang diamati nampak seperti tidak bereaksi dengan magnet. Contoh: hematit (Fe2O3), franklinit - (Zn, Mn2+, Fe2+)(Fe3+, Mn3+
)2O4, platinum (jika mengandung sedikit unsur jejak besi, akan menjadi mineral paramagnetic).
3. Diamagnetik
adalah sifat mineral yang tidak bisa ditarik oleh medan magnet. Contoh:
Unsur dasar (native elements) seperti emas, perak, tembaga; Mineral silikat (kuarsa, felspar, mika juga) tidak dapat ditarik oleh magnet.
Gambar 2.18 : Lodestone dan Magnetit
27 2.2.10 Keliatan (Tenacity)
Mineral terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan kemudahan (liat) tidaknya untuk dibentuk. Sifat ini ditunukkan ketika kita berusaha untuk mematahkan, memotong, menghancurkan, membengkokkan atau mengiris.
1. Malleable artinya lunak dan mudah dibentuk atau menjadi datar Ketika diberikan tekanan dengan benda keras (misalkan palu). Contoh mineral yang lunak adalah emas, platinum, perak. Mineral ini sangat lunak dan dapat dengan mudah berubah bentuk ketika ditekan, misalkan dengan pena. Pada contoh mineral emas, kita dapat membedakan emas dengan mineral lain yang berwarna kuning yang lain (contoh pirit, kalkopirit) dengan menekannya.
2. Ductile akan mengalami deformasi pemanjangan menjadi seperti kawat ketika ditarik contohnya tembaga dan emas.
3. Sectile, mineral dapat dipisahkan menggunakan pisau, contohnya gypsum dan kalkosit.
4. Elastis (elastic) contohnya mika.
5. Fleksibel tapi tidak elastik (flexible but inelastic), mineral dapat meregang, namun tidak kembali ke bentuk semula, contohnya tembaga.
6. Fleksibel dan elastik (flexible and elastic), mineral meregang dan akan kembali ke posisi semula, contohnya talk dan serpentin (krisotil).
7. Brittle artinya getas, dimana mineral akan hancur berkeping-keping ketika diberikan tekanan, contohnya kuarsa dan galena.
2.2.11 Berat Jenis
Berat jenis adalah angka perbandingan antara berat suatu mineral dibandingan dengan berat air pada volume yang sama.
Gambar 2.19 : Mengukur berat jenis mineral
2.3 Pengujian Sifat Kimia Mineral
Selain sifat fisik mineral, ada juga beberapa pengujian atau identifikasi mineral secara kimiawi diantara lain yaitu:
1.Pengujian dengan tetes HCL 0.1 N
28
Dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral-mineral karbonat, yaitu: Kalsit CaCO3, Aragonit CaCO3, Dolomit CaMg (CO3)2 dan Siderit FeCO3. Mineral-mineral tersebut akan menimbulkan buih ketika ditetesi dengan larutan HCl 0.1 N.
2.Pengujian dengan tetes kobal nitrat.
Dilakukan dengan maksud untuk membedakan mineral-mineral kelompok potash feldspar (sanidin, anortoklas, ortoklas, mikroklin dengan komposisi K, Na ALSi3O8) dari mineral-mineral plagioklas (CaAl2Si2O8-NaAlSi3O8).
3.Pengujian dengan larutan alizarin red.
Dilakukan dengan maksud untuk membedakan antara mineral kalsit (CaCO3) dan dolomit CaMg (CO3)2. Batugamping dengan kandungan kalsit dan dolomit akan memberikan perubahan warna jika diberi tetes alizarin red. Mineral dolomit berwarna putih akan berubah warna menjadi pink, sedangkan untuk kalsit semula putih menjadi putih abu-abu.
2.3.1 Komposisi kimia mineral
Mineral Utama Penyusun Batuan Beku : A. Mineral Mafik
Kelompok Olivin
Fosterite Mg2SiO4
Fayalite Fe2SiO4
Monticellite CaMgSiO4 Kelompok Piroksin
Ortopiroksen
Enstatite Mg2SiO6
Hyperstene (Mg, Fe) SiO3 Klinopiroksen
Augit (Ca, Mg, Fe, Al)2 (Si, Al)2 O6
Diopsid CaMgSi2O6
Pigeonite (Mg, Fe, Ca) (Mg, Fe)Si2O6
Aegirine NaFe+3Si206 Kelompok Amphibol
Hornblende Ca2(Mg, Fe, Al)5 (Si,Al)8 O22 (OH, F)2
Riebeckite Na2Fe3+2Fe2+3Si8O22 (OH, F)2 Kelompok Mika
Biotit K(Mg, Fe)3(AlSi3O10) (OH, F)2
29 B. Mineral Felsik
Kelompok Feldspar
Plagioklas CaAl2Si2O8-NaAlSi3O8
K. Feldspar
Sanidin (K, Na) AlSi3O8
Ortoklas (K, Na) AlSi3O8
Mikroklin KAlSi3O8 Kelompok Feldspatoid
Leusit KAlSi2O6
Nefelin (Na, K) AlSiO4
Sodalit Na8Al6Si6O24Cl2
Cancrinit (Na, K) 6-8Al6Si6O24.(CO3)1-2.2-3H2O Kelompok Mika
Muskovit KAl2(AlSi3O10) (OH, F)2
Kuarsa
Tridimit SiO2
Kristobalit
Mineral-mineral Sekunder :
Serpentin
Mg6Si4O10(OH)8
Idingsit
MgO.Fe2O3.3SiO2.4HO
Limonit Fe2O3.nH2O
Antofilit
(Mg,Fe)7Si8O22(OH)2
Tremolit-aktinolit Ca2Mg3Si8O22(OH)2
Hornblende Ca2(Mg, Fe, Al)5 (Si, Al)8 O22 (OH, F)2
Klorit (Mg, Al, Fe)6 (Al, Si)4 O10 (OH)8
Kalsit CaCo3
Kaolin
Al2O3.2SiO2.H2O
Epidot Ca2(Al, Fe)3(OH)(SiO4)3
Serisit KAl3Si3O10
Analcite NaAlSi2O6H2O
Natrolite
Na2Al2Si3O102H2O
Mineral-mineral Asesoris:
Apatit Ca5(PO4)3(OH, F, Cl)
Beryl Be3Al2(Si6O18)
Fluorit CaF2
Perovskite CaTiO3
Spinel MgAl2O4
Turmalin Na(Mg, Fe,
Al)3Al6Si6O18(BO3)3(OH, F)4
Zirkon ZrSiO4
Magnetit Fe3O4
Ilmenit FeTiO
30
III. PETROLOGI BATUAN BEKU
3.1 Dasar Teori
Petrologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari batuan pembentuk kulit bumi, yang mencakup mengenai cara terjadinya, komposisi, klasifikasi batuan dan hubungan dengan proses-proses dan sejarah geologinya. Batuan didefinisikan sebagai semua bahan yang menyusun kerak bumi dan merupakan suatu agregat ( kumpulan) mineral-mineral yang telah menghablur. Tidak termasuk batuan adalah tanah dan bahan lepas lainnya yang merupakan hasil pelapukan kimia maupun mekanis serta proses erosi batuan.
Batuan sebagai agregat mineral-mineral pembentuk kulit bumi secara genesa dapat dikelompokan dalam tiga jenis batuan, yaitu :
1. Batuan beku (igneous rock), adalah kumpulan interlocking agregat mineral- mineral silikat hasil magma yang mendingin (Huang, 1962),
2. Batuan Sedimen (sedimentary rock), adalah batuanhasil litifikasi bahan rombakan batuan hasil denudasi atau hasil reaksi kimia maupun hasil kegiatan organisme (Pettijohn, 1975)
3. Batuan Metamorf (Metamorphic rock), adalah batuan yang berasal dari suatu batuan induk yang mengalami perubahan tekstur dan komposisi mineral pada fasa padat sebagai akibat perubahan kondisi fisika (tekanan, temperatur atau tekanan dan temperatur (Winkler, 2013).
Gambar 3.1. Siklus batuan
31 3.2 JENIS BATUAN BEKU
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk akibat proses pendinginan lava yang dihasilkan dari erupsi gunung api. Batuan beku terbentuk dari proses kristalisasi mineral pada proses pembekuan lava di atas permukaan bumi atau magma di bawah permukaan bumi. Secara umum batuan beku dibagi menjadi 2 yaitu batuan beku ekstrusif dan batuan beku intrusive.
Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang mendingin dengan cepat di atas permukaan bumi. Akibat pendinginan yang cepat dan kontak dengan udara maka proses kristalisasi terbentuk sangat cepat sehingga menghasilkan mineral-mineral yang berukuran halus. Batuan beku intrusive adalah batuan beku yang terbentuk akibat proses pendinginan yang lambat di bawah permukaan bumi, proses pendinginan yang lambat ini menghasilkan ukuran kristal yang besar.
Gambar 3.2 : Pembentukan batuan beku dan contoh batuan beku
Ekstrusif Intrusif
32 Identifikasi batuan beku.
Dalam identifikasi batuan beku ada beberapa hal yang dapat dideskripsi, antara lain adalah:
Warna
Tekstur
Struktur
Komposisi mineral
3.2.1 Warna
Warna batuan beku ditentukan oleh komposisi kimia dan komposisi mineral penyususnya, pada batuan berkomoposisi basaltik atau basa berwarna gelap dengan komposisi mineral mafik dan batuan berkomposisi gratinitik atau asam akan berwarna lebih terang dengan komposisi mineral felsic.
Gambar 3.3: Perbedaan warna berdasarkan komposisi kimia pada batuan beku
33
Gambar 3.4: Perbedaan warna pada batuan beku 3.2.2 Tekstur Batuan Beku
Tekstur dalam batuan beku dapat diterangkan sebagai hubungan antara massa kristal dengan massa gelas yang membentuk massa yang merata dari batuan. Selama pembentukan tekstur tergantung pada kecepatan dan orde kristalisasi. Tekstur dalam batuan beku dapat diterangkan sebagai hubungan antara massa kristal dengan massa gelas yang membentuk massa yang merata dari batuan. Selama pembentukan tekstur tergantung pada kecepatan dann orde kristalisasi.
Dimana keduanya sangat tergantung pada temperatur, komposisi kandungan gas, viskositas magma dan tekanan. Dengan demikian tekstur merupakan fungsi dari sejarah suatu pembentukan batuan beku. Dalam hal ini tekstur menunjukan derajat kristalisasi (degree of crystallinity), ukuran (grain size) atau granularitas dan kemas (fabric) atau hubungan antar unsur- unsur tersebut (Huang, 1962; Williams, Turner and Gilbert, 1982).
Dalam kaitan dengan tekstur batuan, Rosenbusch mengemukakan hukumnya :
Jika suatu mineral dilingkupi mineral lain, maka mineral yang melingkupi lebih muda.
Mineral. yang terbentuk lebih awal biasanya berbentuk euhedral atau paling tidak mendekati euhedral dibanding yang terbentuk kemudian.
kristal besar dan kecil bersama- sama dalam satu
batuan kristal besar adalah yang terbentuk lebih dulu.
Derajat kristalisasi merupakan keadaan proporsi antara massa kristal dan massa gelas dalam batuan. Dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu :
a. Holokristalin : Apabila batuan, tersusun seluruhnya oleh massa kristal.
Contoh: Granit, Gabbro.
b. Hipokristalin : Apabila batuan tersusun oleh massa gelas dan massa kristal.
Contoh: Rhyolit, andesit.
c. Holohyalin : Apabila batuan seluruhnya tersusun oleh massa gelas. Contoh:
Obsidian.
34
Sangat tergantung pada temperatur, komposisi kandungan gas, viskositas magma dan tekanan. Dengan demikian tekstur merupakan fungsi dari sejarah suatu pembentukan batuan beku. Dalam hal ini tekstur menunjukan derajat kristalisasi (degree of crystallinity), ukuran (grain size) atau granularitas dan kemas (fabric) atau hubungan antar unsur- unsur tersebut (Huang, 1962; Williams, Turner and Gilbert, 1982). Dalam kaitan dengan tekstur batuan, Rosenbusch mengemukakan hukumnya:
Jika suatu mineral dilingkupi mineral lain, maka mineral yang melingkupi lebih muda.
Mineral. yang terbentuk lebih awal biasanya berbentuk euhedral atau paling tidak mendekati euhedral dibanding yang terbentuk kemudian.
kristal besar dan kecil bersama- sama dalam satu
batuan kristal besar adalah yang terbentuk lebih dulu.
Granularitas merupakan ukuran butir kristal dalam batuan beku, dapat sangat halus yang tidak dapat dikenal meskipun menggunakan mikroskop, tetapi dapat pula sangat kasar. Umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu afanitik dan fanerik.
Afanitik
Dikatakan afanitik apabila ukuran butir individu kristal sangat halus, sehingga tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun atas massa kristal, massa gelas atau keduanya. Selain itu dikenal pula istilah mikrokristalin dan kriptokristalin. disebut mikrokristalin apabila kristal individu dapat dikenal dengan mikroskop, sedangkan apabila tidak dapat dikenal menggunakan mikroskop disebut kriptokristalin
Gambar 3.4: Basalt dengan tekstur afanitik
Fanerik
Kristal individu yang termasuk kristal fanerik dapat dibedakan menjadi ukuran-ukuran :
Halus, ukuran diameter rata-rata kristal individu < 1mm
Sedang, ukuran diameter kristal 1 mm - 5 mm
Kasar, ukuran diameter kristal 5 mm - 30 mm
Sangat kasar, ukuran diameter kristal > 30 mm
35
Gambar 3.4: Granit dengan tekstur faneritik
Porfiritik
Porfiritik adalah tekstur batuan beku yang tersusun oleh mineral berukuran besar disebut fenokris dan dikelilingi oleh mineral yang lebih halus diseut masa dasar.
Gambar 3.4: Andesit dengan tekstur porfiritik
Derajat kristalisasi dan granularitas dipengaruhi oleh komposisi kimia magma dalam hal ini akan mempengaruhi viskositas, kecepatan pendinginan dan kedalaman sebagai fungsi tekanan. Magma dengan viskositas rendah dibawah tekanan tinggi, maka kristalnya akan tumbuh dengan baik dan sebaliknya untuk magma derajat viskositas tinggi serta dekat dengan permukaan. Dalam hal ini batuan holokristalin dengan ukuran butir sedang hingga kasar merupakan ciri untuk batuan plutonik sedangkan untuk batuan kristalin halus , afanitik dan gelasan, terbentuknya sebagai akibat pendinginan yang cepat dan viskositas magmanya tinggi, yang khas terjadi pada magma ektrusif, intrusif dangkal.
3.2.3 Struktur Batuan Beku
Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya:
Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.
36
Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:
Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.
Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang teratur.
Amigdaloidal, yaitu struktur di mana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral- mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.
Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.
Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture) dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan sheeting joint (kekar berlembar).
3.2.4 Komposisi Mineral Batuan Beku
Dalam proses pendinginan magma dimana magma itu tidak langsung semuanya membeku, tetapi mengalami penurunan temperatur secara perlahan bahkan mungkin cepat.
Penurunan temperatur ini disertai mulainya pembentukan dan pengendapan mineral-mineral tertentu yang sesuai dengan temperaturnya. Pembentukan mineral dalam magma karena penurunan temperatur telah disusun oleh Bowen.
Seri reaksi Bowen merupakan suatu skema yang menunjukkan urutan kristalisasi dari mineral pembentuk batuan beku yang terdiri dari dua bagian. Mineral-mineral tersebut dapat digolongkan dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu :
Golongan mineral gelap atau mafik mineral
Golongan mineral terang atau felsik mineral
Sebelah kiri mewakili mineral-mineral mafik, yang pertama kali terbentuk dalam temperatur sangat t inggi adalah olivin. Akan tetapi jika magma tersebut jenuh oleh SiO2 maka piroksen-lah yang terbentuk pertama kali. Olivin dan piroksen merupakan pasangan
"inconruent melting", dimana setelah pembentukannya olivin akan bereaksi dengan larutan sisa membentuk piroksen. Temperatur menurun terus dan pembentukan mineral berjalan sesuai dengan temperaturnya. Mineral yang terakhir terbentuk adalah biotit, dibentuk dalam temperatur yang rendah. Mineral di sebelah kanan disebut reaksi kontinu yang diwakili oleh mineral kelompok plagioklas, karena mineral ini paling banyak terdapat dan tersebar luas dimulai dari mineral ortoklas hingga albit.
37
Gambar 3.5: Deret Bowen 3.3.5 Penamaan Batuan Beku
Penamaan batuan beku pada saat seukuran sampel batuan berukuran besar dapat dilakukan dengan melihat komposisi mineralnya yang mengikuti aturan deret bowen. Sehingga pada batuan basa seperti basalt, gabbro akan terihat mineral seperti olivine dan piroksen, sedangkan pada batuan asam seperti granit akan Nampak mineral kuarsa dan muskovit.
Klasisikasi batuan yang lebih detail dapat dilakukan jika sudah melakukan pengamatan batuan dengan mikroskop atau petrografi. Di bawah ini adala diagram komposisi mineral dan batuan beku ekstrusif dan intrusive.
Gambar 3.6: Mineralogi batuan beku
38
DESKPISI BATUAN BEKU
No.Sampel : ………..
1.Warna : a. Lapuk : ……….
b. Segar : ……….
2. Tekstur : … … … .
3. Struktur : ………..
4. Kenampakan : Intrusi/Ekstrusi
5. Komp.Mineral : ………… ……… ………… ……… ……… ……… ……..
………..
………..
………..
Nama Batuan : ………..
Catatan/Sketsa :
39 3.3 BATUAN PIROKLASTIK
Batuan piroklastik adalah jenis batuan yang terbentuk akibat dari proses fragmentasi magma saat erupsi eksplosif gunung api, perbedaan batuan piroklastik dan batuan beku adalah jika batuan beku terbentuk akibat pendinginan lava atau magma di bawah permukaan tetapi batuan piroklastik adalah akibat proses fragmentasi magma di leher gunung api (conduit) ketika proses erupsi eksposif. Nama piroklastik berasal dari kata Piro= api, klastik= rusak, yaitu batuan yang terbentuk dari letusan (erupsi) material volkanik.
Gambar 3.7: Erupsi Eksplosif
Erupsi eksplosif akan menghasilkan produk berupa piroklastik, dimana secara umum piroklastik dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Piroklastik Jatuhan adalah piroklastik yang diendapkan secara jatuhan, ukuran butir seragam.
2. Piroklastik Aliran adalah piroklastik yang diendapkan secara aliran, ukuran butir tidak seragam.
40
3. Piroklastik Surge adalah piroklastik yang diendapkan secara turbulen dengan aliran tidak teratur, ukuran butir tidak seragam dan dijumpai struktur silang siur seperti pada batuan sedimen.
Ukuran butir dari setiap produk piroklastik tergantung dari kekuatan erupsinya. Setiap produk piroklastik yang dilontarkan oleh gunungapi disebut ejecta. Aliran lava bukan ejecta karena tidak dilontarkan tapi keluar secara mengalir. Ejecta juga disebut pyroclast atau pyroclastic material. Juvenil material adalah material piroklastik yang langsung dilontarkan oleh gunung api dalam keadaan plastis atau baru saja membeku ketika dikeluarkan. Accesory material adalah material piroklastik yang berasal dari batuan yang lebih tua.
Gambar 3.8: Ukuran besar butir pada endapan piroklastik 3.3.1 Endapan Piroklastik tak terkonsolidasi
a) Bomb dan Blok
Volcanic bomb/block adalah material vulkanik yang berukuran lebih dari 64 mm Jika berbentuk rounded disebut bomb Jika berbentuk angular disebut block Umumnya merupakan produk dari strombolian eruption Jenis yang terkenal adalah breadcrust bomb/block atau bom kerak roti.
Gambar 3.9: Bom dan Blok gunung api
41 b) Lapili
Lapili adalah material vulkanik yang berukuran lebih dari 2-64 mm. Apapun material vulkanik yang memiliki ukuran 2-64 mm disebut lapili. Accretionary lapilli adalah material vulkanik berbentuk bola dihasilkan dari abu vulkanik yang menggumpal menjadi satu umumnya karena pengaruh air hujan ketika erupsi berlangsung.
Gambar 3.10: Lapili c) Ash (abu vulkanik)
Abu vulkanik adalah material vulkanik yang berukuran kurang dari 2 mm.
Diklasifiasikan sebagai coarse ash dan fine ash berdasarkan ukurannya. Terbentuk karena fragmented magmatic material Jika abu vulkanik membatu dan padat disebut tuff. Terbentuk karena piroklastik jatuhan.
Gambar 3.11: Abu vulkanik Ketika dilontarkan oleh gunungapi
42 3.3.2 Endapan Piroklastik yang terkonsolidasi
a) Breksi dan Aglomerat
Breksi gunung api adalah endapan piroklastik yang tersusun oleh blok gunung api yang fragmennya memiliki ukuran lebih dari 64 mm dan berbentuk menyudut, sedangkan aglomerat adalah endapan piroklastik yang fragmennya terusun oleh bom gunung api yang berbentuk membundar.
b) Batulapili (lapilistone)
Batu lapilli adalah endapan piroklastik yang fragmennya tersusun oleh material berukuran lapilli (2-64 mm).
c) Tuff
Tuff adalah batuan piroklastik yang terbentuk ketika material-material gunungapi mengalami kompaksi dan lithifikasi. Ketika gunungapi erupsi dan melontarkan berbagai produk gunungapi setelah diendapkan, mengalami kompaksi maka batuan tersebut disebut sebagai tuff.
d) Autobreksi
Autobreksi adalah breksi yang terbentuk akibat proses pendinginan lava, ketika lava membeku dan bagian dalamnya masih plastis maka bagian dalamnya mendorong bagian luar lava sehingga lava membentuk fragmentasi seperti breksi.
Gambar 3.12 Proses pembentukan autobreksia
2. Lava mendingin lebih cepat dan sisinya mengalami rekahan.
1. Aliran yang menerus menyebabkan rekahan semakin berkambang dan membentuk blok.
4. Blok tersebut bergerak di bagian luar permukaan lava dan terbawa aliran kea rah mengikuti arah aliran.
3. Bersamaan dengan aliran lava, blok tersebut menciptakan
permukaan lava pada bagian bawah dan atas yang kasar dan blocky.
43 3.3.3 Batuan Piroklastik
a) Pumice
Pumice adalah produk vulkanik yang berukuran lapilli – bomb merupakan batuan piroklastik berwarna cerah dengan komposisi asam high vesicular dicirikan dengan kemampuan dapat mengapung di air.
Gambar 3.13: Pumice
b) Scoria
Scoria adalah batuan piroklastik yang bersifat basaltic, bewarna hitam, berukuran lapilli, high vesicular, tidak dapat mengapung di air.
Gambar 3.14: Scoria
44 3.3.4 Penamaan Batuan Piroklastik
Selain pumice dan scoria yang sudah jelas dalam penamaannya, batuan piroklastik lainnya diklasifikasikan dengan menggunakan klasifikasi Fisher, 1966 seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.15: Klasifikasi Batuan Piroklastik (Fisher, 1966)
I. Aglomerat adalah batuan piroklastik yang mengandung > 75% bomb.
II. Breksi piroklastik adalah batuan piroklastik yang mengandung >75% blok gunung api.
III. Breksi tuff adalah batuan piroklastik yang mengandung bom/blok antara 25%-75%.
IV. Lapili tuff adalah batuan piroklastik yang mengandung bom/blok <25% dan lapilli/abu vulkanik <75%.
V. Batulapili adalah batuan piroklastik yang mengandung lapilli >75%
VI. Tuff atau tuff abu adalah batuan piroklastik yang mengandung abu vulkanik >75%.
45
Tabel 3.1 Penamaan batuan piroklastik berdasarkan ukuran fragmen batuannya.
Tabel 3.2 penamaan batuan piroklastik jika bercampur dengan batuan sedimen dan didasarkan pada ukuran butirnya.
46
IV.
PETROLOGI BATUAN SEDIMEN
4.1 Dasar Teori
Istilah batuan sedimen berasal dari bahasa Latin sedimentum yang berarti endapan, yang digunakan untuk materi padat yang diendapkan oleh fluida. Kata ini juga menunjukan sifat alam dari batuan sedimen itu sendiri. Produk dari proses pelapukan, baik mekanik maupun kimia, merupakan sumber material untuk membentuk batuan sedimen. Material yang terkikis dari batuan induknya ini akan mengalami proses pengangkutan dan kemudian diendapkan di danau, lembah sungai, laut atau pada cekungan lainnya. Partikel-partikel pada bukit pasir di gurun, lumpur di dasar rawa, dan kerakal di sungai merupakan produk-produk yang dihasilkan dari proses yang tiada hentinya. Oleh karena itu, akibat proses yang terus berlangsung, maka material sedimen dapat dijumpai dimana-mana.
Proses kompaksi akan terjadi setelah material diendapkan (post depositional), terutama pada material yang diendapkan dekat dasar, lama kelamaan endapan ini akan tersemenkan oleh mineral yang mengkristal di pori-pori antar butiran sehingga membentuk batuan sedimen.
Jumlah batuan sedimen hanya sekitar 5 % dari total volume batuan penyusun kerak bumi atau sekitar 16 km lapisan terluar dari kerak bumi.
Namun demikian, kepentingan dari batuan sedimen jauh lebih besar dari jumlahnya, dimana kenampakan dipermukaan sebesar 75 % dari luas bumi. Batuan sedimen umumnya menunjukan proses-proses yang terjadi di permukaan bumi di masa lalu sehingga dapat digunakan untuk menunjukan mekanisme dan proses apa yang terjadi. Batuan sedimen juga dapat mengandung fosil yang merupakan kunci dalam mempelajari keadaan geologi di masa lalu sehingga ahli geologi dapat menceritakan sejarah bumi ini dengan detail. Dilihat dari segi ekonomi, batuan sedimen juga sangat penting. Sebagai contoh, sumber energi seperti batubara, minyak dan gas bumi serta beberapa mineral ekonomis seperti besi, mangan dan alimunium dapat dijumpai berasosiasi dengan batuan sedimen (Marshak and Repcheck, 2009).
Diagenesis dan litifikasi
Istilah diagenesis dan litifikasi digunakan oleh ahli sedimentologi dalam menjelaskan proses perubahan sedimen lepas menjadi batuan sedimen. Diagenesis adalah proses yang menggambarkan perubahan fisik dan kimiawi pada sedimen yang disebabkan oleh peningkatan suhu dan tekanan saat terkubur di kerak bumi (Tucker, 1981). Sedangkan litifikasi adalah proses di mana sedimen memadat di bawah tekanan, mengeluarkan cairan ikat, dan secara bertahap menjadi batuan padat. Secara umum, istilah diagenesis lebih sering digunakan karena mencakup proses-proses pembentukan batuan sedimen secara lebih luas.
Pada waktu material sedimen diendapkan terus-menerus pada suatu cekungan, berat endapan yang berada di atas akan membebani endapan yang ada di bawahnya. Akibatnya, butiran sedimen akan semakin rapat dan rongga antara butiran akan semakin kecil. Sebagai contoh, lempung yang tertimbun di bawah material sedimen lain beberapa ribu meter tebalnya, volume dari lempung tersebut akan mengalami penyusutan sebanyak 40 %. Karena pasir dan sedimen lain yang berbutir kasar dapat mengalami pemadatan, maka proses kompaksi merupakan proses yang signifikan untuk proses litifikasi batuan sedimen yang berbutir halus seperti serpih.
Proses lain dalam diagenesis adalah sementasi. Material yang menjadi semen diangkut sebagai larutan oleh air yang meresap melalui rongga antar butiran, kemudian larutan tersebut akan mengalami presipitasi di dalam rongga antar butir dan akan mengikat butiran-butiran
47
sedimen. Material yang umum menjadi semen adalah kalsit, silika dan oksida besi. Umtuk mengetahui macam semen pada batuan sedimen relatif cukup sederhana. Kalsit dapat diketahui dengan larutan HCl. Silika merupakan semen yang sangat keras dan akan menghasilkan batuan sedimen yang sangat keras pula. Apabila batuan sedimen berwarna oren atau merah gelap, maka batuan sedimen tersebut tersemenkan oleh oksida besi. Kadang-kadang semen pada batuan sedimen dapat memberi nilai ekonomispada batuan tersebut. Sebagai contoh, batupasir yang tersemenkan oleh oksida besi dapat menjadikan batupasir tersebut menjadi iron ore (bijih besi). Meskipun batuan sedimen terlitifikasi oleh proses kompaksi, sementasi atau kombinasi keduanya, beberapa batuan terlitifikasi oleh pertumbuhan kristal yang saling mengikat. Proses ini sering terjadi pada batuan sedimen kimia.
4.2 Tipe Batuan Sedimen
Material yang terakumulasi sebagai sedimen mempunyai dua sumber utama. Pertama, material sedimen yang terakumulasi berasal dari hasil proses pelapukan mekanik maupun kimia yang tertransportasi dalam keadaan padat. Endapan butiran-butiran meterial ini disebut klastik atau detrital sehingga disebut sebagai batuan sedimen klastik. Sumber utama yang kedua adalah material yang terlarut sebagai hasil dari proses pelapukan kimia. Bila larutan tersebut mengalami presipitasi, baik oleh proses anorganik maupun organik materialnya disebut sedimen kimia dan batuannya disebut chemical sedimentary rock (batuan sedimen kimia).
4.2.1 Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen ini terbentuk akibat aktivitas mekanik yang meliputi proses perombakan, transportasi, pengendapan dan litifikasi. Batuan sedimen klastik disebut juga batuan sedimen fragmental atau detrital. Batuan sedimen jenis ini mempunyai variasi ukuran butir, mineralogi, fragmen batuan yang beragam seperti material fragmen batuan sebelumnya, silika, karbonat, dan piroklastik. Mineral lempung juga merupakan produk utama dari pelapukan kimia yang berasal dari mineral silikat. Lempung adalah mineral berbutir halus dengan struktur kristal lembaran seperti mika biasa ditemui sebagai matriks.
Mineral lain pada batuan sedimen adalah kuarsa karena mineral ini resisten terhadap proses pelapukan kimia. Jadi pada waktu batuan beku yang banyak mengandung kuarsa, seperti granit mengalami pelapukan kimia, maka butiran kuarsa akan terlepas bebas. Perlu diingat bahwa ukuran butirmerupakan dasar utama untuk membedakan batuan sedimen detrital.
Adapun contoh dari batuan sedimen detrital diantaranya breksi, konglomerat, batupasir, batulanau dan batulempung.
48
Gambar 4.1: Kenampakan batuan sedimen klastik: (a) Batuan sedimen klastik umum ditemui membentuk perlapisan (b) Conto batuan sedimen klastik yaitu batu yang terdiri dari butir-butir, (c)
Tersusun atas Fragmen/Grain, matriks, dan semen 4.2.2 Batuan Sedimen Non Klastik
Berbeda dengan batuan Sedimen Klastik yang disusun oleh material hasil pelapukan yang padat, maka Sedimen Nonklastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan larutan yang ada secara kimiawi maupun biokmia dan diendapkan pada lingkungan sedimen yang sama. Larutan yang mengandung material hasil proses pelapukan kimia ini bila mengalami presipitasi akan membentuk batuan sedimen kimia. Proses presipitasi ini bisa berlangsung oleh proses anorganik maupun organik yang hidup di air. Bila proses presipitasi dilakukan oleh organisme, maka batuannya disebut batuan sedimen biokimia.
a. Batuan Sedimen Biokimia / Organik (Biochemical sedimentary rock)
Batuan sedimen ini terbentuk akibat proses pengendapan organisme yang telah mati, yang kemudian mengalami proses litifikasi, misalnya coal (batubara), chert (rijang) dan limestone (batugamping).
b. Evaporite sedimentary rock (batuan sedimen evaporit)
Batuan sedimen ini terbentuk akibat pengendapan material yang mengalami penjenuhan karena adanya penguapan, misalnya halite (batugaram), gypsum (gipsum) dan anhydrite (anhidrit)
c. Precipitate sedimentary rock (batuan sedimen presipitasi)
a b
c
49
Batuan sedimen ini terbentuk bila suatu larutan telah mencapai titik jenuh oleh suatu senyawa kimia, maka akan terjadi pengendapan dari senyawa tersebut, misalnya ironstone dan phosphorous stone.
Gambar 4.2: Contoh Batuan sedimen nonklastik Biokimia / Organik: (a) batugamping terumbu (b) batubara
Evaporit: (c) gypsum, (d) gypsum
4.3 Identifikasi Batuan Sedimen
Pada saat mengklasifikasikan batuan sedimen, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
A. Komposisi mineral dan material
Kandungan mineral sangat penting dalam menentukan jenis batuan. Mineral pembentuk batuan sedimen dapat berupa monomineral (satu jenis mineral) atau polymineral (berbagai jenis mineral). Selain itu, kandungan mineral dapat menunjukan batuan asal dari batuan sedimen.
Selain mineral, material lain seperti fragmen batuan/lithik dapat mendonasi suatu batuan sedimen. Material organik seperti fosil dan batubara juga secara jelas menunjukan jenis batuan sedimen tersebut.
B. Tekstur
Tekstur merupakan parameter penting juga dalam mengklasifikasukan dan mengelompokan batuan sedimen karena tekstur dapat menunjukan proses transportasi dari batuan sedimen. Tekstur batuan sedimen meliputi :
a. Grain size (besar butir), dilakukan dengan cara membandingkannya dengan Skala Wentworth. Penentuan besar butir bisa dilakukan dengan bantuan lup, sedangkan untuk material berukuran besar dapat dilakukan dengan bantuan mistar atau penggaris.
a b
c d
50
Tabel 4.1: Ukuran Butir berdasarkan Skala Wentworth (1922)
b. Bentuk butir, dilakukan dengan cara membandingkan gambar bentuk butir, dapat dilakukan dengan bantuan lup untuk yang berbutir halus. Klasifikasi bentuk butir diantaranya :
- Very angular (sangat menyudut) - Angular (menyudut)
- Subangular (menyudut tanggung) - Subrounded (membundar tanggung) - Rounded (membundar)
- Very rounded (sangat membundar)
51
Gambar 4.3: Bentuk butir : very angular (a), angular (b), subangular (c), subrounded (d), rounded (e), dan very rounded (f)
c. Kemas, hubungan antar butir di dalam suatu batuan. Kemas ada dua macam : - Matrix supported (kemas terbuka), bila butirannya tidak saling bersentuhan
- Grain supported (kemas tertutup), bila butirannya saling bersentuhan satu sama lain, sifat sentuhnya ada beberapa macam :
o Point contact, bila bersentuhan hanya pada satu titik saja.
o Long contact, bila butiran bersentuhan pada sisi butiran yang panjang.
o Concave-convex contact, bila sisi butiran yang bersentuhan ada yang cembung dan ada yang cekung
o Sutured contact, bila sisi butiran yang bersentuhan berbentuk gerigi.
d. Sorting (pemilahan)
Sorting adalah tingkat / derajat keseragaman butir, cara mengamatinya dengan menggunakan lup, mencerminkan viskositas media pengendapan serta energi mekanik atau arus gelombang medianya. Jika pemilahannya baik maka diendapkan oleh media yang cair atau encer dengan energi arus yang kecil dan begitu pula sebaliknya terbagi menjadi tiga yaitu :
Terpilah sangat baik (very well sorted), bila ukuran butirnya sangat seragam
Terpilah baik (well sorted), bila ukuran butirannya seragam.
Terpilah sedang (medium sorted), bila ukuran butirnya relatif seragam.
Terpilah buruk (poorly sorted), bila ukuran butirnya tidak seragam.
Terpilah sangat buruk (very poorly sorter), bila ukuran butirnya sangat tidak seraga
a b c d e f
52
Gambar 4.4: Parameter sorting (pemilahan) e. Permeabilitas
Permeabilitas adalah kemampuan batuan untuk meloloskan atau dilalui fluida. Cara penentuan permeabilitas adalah sebagai berikut :
Teteskan air diatas permukaan sampel yang akan diperiksa.
Perhatikan apakah air tersebut diserap atau tidak oleh batuan tersebut.
Bila air diserap dengan cepat, maka nyatakanlah bahwa permeabilitasnya baik.
Bila cairan diserap dengan cukup cepat, maka nyatakanlah bahwa permeabilitasnya sedang.
Bila cairannya diserap dengan lambat, maka nyatakanlah bahwa permeabilitasnya buruk.
f. Porositas
Porositas adalah perbandingan volume rongga-rongga pori terhadap volume total seluruh batuan dan dinyatakan dengan persen.
Permeabilitas berbanding lurus dengan porositas, jadi dalam penentuan di lapangan dapat dilakukan dengan melihat permeabilitas. Jika permeabilitas baik maka porositasnya juga baik. Tingkat permeabilitas ditentukan oleh tekstur batuan (ukuran butir, bentuk butir dan pemilahan).
Ø = Volume Pori-pori Volume Total Batuan
X 100%
53 C. Stuktur sedimen
Struktur sedimen adalah suatu bentuk atau kenampakan yang khas pada batuan sedimen yang merefleksikan proses, mekanisme, dan kondisi tertentu pada saat pengendapan maupun setelah pengendapan. Penentuan struktur sedimen sangat berguna didalam menentukan lapisan atas (Top) dan lapisan bawah (Bottom) dari suatu lapisan, arah arus purba (Paleocurrent) dan interpretasi lingkungan pengendapan. Secara garis besar struktur sedimen dapat dibagi menjadi dua kategori berdasarkan waktu pembentukannya, media pembentukannya dan posisinya pada tubuh batuan.
a. Berdasarkan waktu pembentukannya, struktur sedimen dibagi menjadi struktur sedimen primer (terbentuk bersamaan dengan proses deposisi atau pengendapan / syn depositional structure) dan struktur sedimen sekunder (terbentuk setelah proses deposisi atau pengendapan / post depositional structure).
Struktur sedimen primer contohnya adalah :
Graded bedding, yaitu gradasi butiran yang menghalus kearah atas atau kearah bawah.
Paralel lamination, yaitu pola kelurusan butiran, mineral, fosil, dan material lainnya dengan ketebalan < 1 cm.
Ripple mark, yaitu jejak gelembur gelombang, yang merefleksikan kondisi arus pada saat pengendapan batuan tersebut.
Dune and sand wave, yaitu struktur sedimen berbentuk gumuk pasir yang juga dapat merefleksikan kondisi arus pada saat itu.
Cross stratification, yaitu struktur berbentuk silang siur yang membentuk sudut terhadap bidang perlapisan.
Lenticular , yaitu lensa-lensa pasir di dalam lapisan batulempung
Flaser, yaitu lensa-lensa lempung di dalam lapisan batupasir
Dan lain-lain
Struktur sedimen sekunder contohnya adalah :
Struktur erosional (terbentuk karena erosi oleh arus atau oleh material yang terbawa arus), contohnya: Flute Cast, Groove Cast, prod marks, dll.
Struktur deformasi (terbentuk oleh adanya gaya), contohnya: Slump Structure, Convolute, Sand Dike, Load Cast, dll.
Struktur biogenik (terbentuk oleh aktifitas hewan-hewan), contohnya: Bioturbation, dll.
a b
54
Gambar 4.5: Struktur sedimen primer : (a) graded bedding, (b) dune, (c) cross bedding, (d) paralel laminasi, (e) ripple mark, dan (f) ripple cross laminasi
Gambar 4.6: Struktur sedimen sekunder : (a) groove cast, (b) slump, (c) bioturbation