INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNIK DAN PERENCANAAN
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
TUGAS 2
NIKEL LATERIT DI INDONESIA
MATA KULIAH TEKNOLOGI DEPOSIT MINERAL EKONOMIS
Disusun Oleh : NAMA : REFLY ANJELLIKO NIM : 4100220015
KELAS : 01
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kuliah Teknologi Deposit Mineral Ekonomis
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional Yogyakarta
YOGYAKARTA 2024
1. PENYEBARAN NIKEL LATERIT DI INDONESIA
Indonesia memiliki sumber daya nikel laterit yang melimpah, menjadikannya salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia. Nikel laterit terbentuk dari proses pelapukan batuan ultramafik, terutama peridotit, yang menghasilkan mineral-mineral nikel seperti limonit dan saprolit. Berikut adalah analisis mengenai sebaran deposit nikel laterit di Indonesia berdasarkan beberapa studi.
A. Karakteristik Deposit Nikel Laterit
Deposit nikel laterit di Indonesia memiliki karakteristik yang bervariasi tergantung pada lokasi dan kondisi geologis. Secara umum, deposit ini terbagi menjadi tiga lapisan utama:
• Limonit: Lapisan ini biasanya memiliki ketebalan antara 3 hingga 10meter dengan kadar nikel berkisar antara 0.29% hingga 1.38%.
• Saprolit: Memiliki ketebalan 2 hingga 13meter dengan kadar nikel yang lebih tinggi, yaitu antara 1.40% hingga 2.34%.
• Bedrock: Merupakan lapisan dasar yang juga mengandung nikel namun dengan kadar yang lebih rendah dibandingkan saprolit.
B. Metode Penelitian dan Analisis
Penelitian mengenai sebaran deposit nikel laterit umumnya menggunakan metode geostatistik dan pemodelan geologi. Beberapa metode yang digunakan meliputi:
• Kriging: Metode ini digunakan untuk memperkirakan kadar nikel berdasarkan data bor dan menghasilkan model semivariogram yang akurat.
• Analisis XRF (X-Ray Fluorescence): Digunakan untuk menentukan kadar nikel dan besi dalam sampel tanah.
• Sistem Informasi Geografis (SIG): Memungkinkan analisis spasial dari sebaran deposit berdasarkan data topografi dan geologi.
C. Sebaran Geografis Deposit Nikel Laterit
Sebaran deposit nikel laterit di Indonesia sangat dipengaruhi oleh faktor geologi dan topografi. Beberapa daerah utama yang dikenal memiliki cadangan nikel
laterit besar antara lain:
• Sulawesi Tenggara: Daerah ini merupakan penghasil utama nikel laterit dengan beberapa perusahaan besar beroperasi di sana, seperti PT Vale Indonesia
• Konawe Utara: Penelitian menunjukkan bahwa struktur geologi di daerah ini berpengaruh signifikan terhadap sebaran kadar nikel
• Kabupaten Seram Bagian Barat: Penelitian menggunakan citra ASTER menunjukkan potensi besar untuk deposit nikel laterit di daerah ini.
D. Hubungan Topografi dan Sebaran Nikel
Topografi juga memainkan peran penting dalam sebaran deposit nikel laterit.
Penelitian menunjukkan bahwa daerah dengan kemiringan tertentu cenderung memiliki kadar nikel yang lebih tinggi, sementara daerah datar mungkin
Menurut United States Geological Survey (USGS), cadangan nikel Indonesia adalah nomor satu dunia, Dari 2,67 juta ton produksi nikel di seluruh dunia, Indonesia telah memproduksi 800 ribu ton, jauh mengungguli Filipina (420 ribu ton Ni), Rusia (270 ton Ni), dan Kaledonia Baru (220 ribun ton Ni) kemudian juga Berdasarkan data dari Kementerian ESDM tahun 2020, ketahanan cadangan nikel di Indonesia mencapai 2,6 miliar ton cadangan dengan umur cadangan mencapai 27 tahun. Berdasarkan pemetaan Badan Geologi pada Juli 2020, Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel sebesar 11.887 juta ton (tereka 5.094 juta ton, terunjuk 5.094 juta ton, terukur 2.626 ton, hipotetik 228 juta ton) dan cadangan bijih sebesar 4.346 juta ton (terbukti 3.360 juta ton dan terikira 986 juta ton). Sedangkan untuk total sumber daya logam mencapai 174 juta ton dan 68 juta ton cadangan logam.
Bersasarkan data Pusat Sumber Daya Geologi (2016), Indonesia memiliki potensi sumber daya nikel sebesar 5.756.362.683 (bijih) dan 79.172.702 (logam) dan cadangan nikel sebesar 3.197.178.940 (bijih) dan 50.872.304 (logam) dengan kandungan unsur nikel rata-rata 1,20%- 3,25%. Cadangan bijih nikel di Indonesia digolongkan kepada cadangan terbukti (proven) dan terkira (probable), sedangkan sumber daya bijih nikel digolongkan kepada sumber daya hipotetik, tereka, tertunjuk dan terukur (Tabel 1). Sebagian dari sumber daya dan cadangan nikel tersebut sudah ditambang dan diekspor dalam bentuk bijih nikel oleh perusahaan- perusahaan yang banyak bertumbuhan dalam dasawarsa terakhir. Seiring dengan
meningkatnya permintaan produk logam dunia. Sebagian lagi diekspor dalam bentuk barang hasil olahan, seperti nickel matte (PT Vale Indonesia (Inco) dan ferro nickel (PT Aneka Tambang). Sumber daya dan cadangan nikel ini dalam kurun waktu 2011-2015 terus meningkat disebabkan adanya penemuan sumber daya nikel yang baru. Pada tahun 2011 sumber daya nikel berjumlah sebesar 2,85 miliar ton, pada tahun 2012 meningkat cukup besar menjadi 3,34 miliar ton karena adanya produksi yang meningkat pesat namun juga adanya penemuan sumber daya nikel yang juga cukup besar mencapai 539,60 juta ton. Pada tahun 2013 sumber daya nikel meningkat kembali menjadi 3,56 miliar ton disebabkan adanya penemuan sumber daya baru yang mencapai 277,27 juta ton, dan pada tahun 2014 meningkat kembali menjadi 3,71 miliar ton karena adanya penemuan sumber daya baru sebesar 150,86 juta ton dan pada tahun 2015 sumber daya meningkat sangat besar sekali menjadi 5,65 miliar ton karena adanya penemuan sumber daya yang baru lagi sebesar 1,94 miliar ton. Dan sumberdaya Kembali meningkat pada tahun 2019 menjadi 11,7 miliyar ton dan Cadangan sebesar 4,5 miliyar ton.
Hal ini menjadikan Indonesia sebagai sumber nikel laterit terbesar ketiga dunia setelah Kaledonia Baru dan Filipina. Distribusi deposit laterit nikel Indonesia antara lain berada di Sulawesi (Lembo, Bahodopi, Kolonedale, Laroeni, Kandeapi, Sorowako, Patea, Sampala, Matarape, Lasolo, Tapunopaka, Mandiono, Bahubulu, Langgikima, Tambakua, Tolala, Sua- sua, Pao-pao, Maniang, Pomala, Sopura, Iwoikondo, Torobulu dan Matapulu), di Maluku (Wasile, Sangaji, Mornopo, Tanjung Buli, P. Gee, P. Gebe, P. Gag, P. Pakal, Bangul, Tofu Blewen, Bikep, Fonli, Ake Jira, Mesa, Kawasi dan Malamala), Kalimantan (Gunung Nuih) dan Papua (Topo, Siduarsi, Tanah Merah, Tablasufa, Amaybu, Kirpon dan Sentani).
2. UMUR BATUAN DAN KOMPOSISIS BATUAN PEMBAWA NIKEL DI INDONESIA
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia.
Hal ini tidak terlepas dari posisi geologis Indonesia yang berada di pertemuan tiga lempeng tektonik besar: Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Nikel di Indonesia sebagian besar terdapat dalam bentuk endapan laterit yang berasal dari pelapukan batuan ultrabasa, serta dalam bentuk sulfida yang lebih jarang ditemukan. Penelitian mengenai umur batuan pembawa nikel dan komposisinya menjadi penting untuk mendukung eksplorasi dan pengelolaan sumber daya alam ini.
A. Umur Batuan Pembawa Nikel
Batuan pembawa nikel di Indonesia umumnya merupakan bagian dari kompleks ofiolit yang tersebar di berbagai wilayah, seperti Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Umur batuan ini bervariasi dari Mesozoikum hingga Tersier. Berikut adalah rincian umur batuan pembawa nikel:
1. Mesozoikum (Trias-Jura)
Batuan ultrabasa seperti peridotit dan harzburgit berumur Mesozoikum Gambar 2.1 Penyebaran Nikel Laterit di Indonesia (sumber : Badan Geologi 2019, Juni
2020 (diolah DBP))
ditemukan di kompleks ofiolit di Sulawesi Tenggara dan Maluku. Batuan ini terbentuk akibat proses magmatisme yang terjadi di dasar laut pada masa tersebut.
2. Kapur Akhir
Beberapa ofiolit di Sulawesi menunjukkan karakteristik batuan pembawa nikel yang berasal dari periode Kapur Akhir. Proses obduksi menyebabkan batuan ini terangkat ke permukaan dan mengalami pelapukan intensif.
3. Tersier (Paleogen-Neogen)
Batuan ultrabasa berumur Tersier ditemukan di wilayah Papua dan beberapa bagian Maluku. Umur yang lebih muda ini menunjukkan aktivitas tektonik yang lebih baru dibandingkan kompleks ofiolit Mesozoikum.
B. Komposisi Batuan Pembawa Nikel
Batuan pembawa nikel di Indonesia didominasi oleh batuan ultrabasa. Batuan ini memiliki kandungan silika rendah dan kaya akan mineral mafik seperti olivin dan piroksen. Proses pelapukan kimia di lingkungan tropis menyebabkan konsentrasi nikel meningkat pada profil laterit. Berikut adalah komposisi utama batuan pembawa nikel:
➢ Mineral Utama
• Olivin (Mg,Fe)2SiO4: Mineral utama dalam batuan ultrabasa yang merupakan sumber utama nikel.
• Piroksen (Ca,Mg,Fe)Si2O6: Mineral penyerta dalam batuan ultrabasa yang dapat mengandung nikel dalam jumlah kecil.
• Spinel Group: Termasuk kromit dan magnetit yang sering ditemukan bersama olivin.
➢ Mineral Alterasi
• Serpentin: Hasil alterasi olivin yang juga mengandung nikel dalam jumlah signifikan.
• Brucite dan Talk: Mineral hasil proses serpentinisasi yang dapat memengaruhi konsentrasi logam dalam batuan.
➢ Kandungan Nikel
Kandungan nikel pada batuan ultrabasa segar biasanya berada di kisaran 0,2– 0,3%. Namun, pada profil laterit, kandungan ini dapat meningkat hingga 1– 2,5% di zona saprolit dan limonit.
C. Proses Pembentukan Endapan Nikel
Proses pembentukan endapan nikel laterit terjadi melalui pelapukan kimia batuan ultrabasa di lingkungan tropis yang basah. Faktor utama yang memengaruhi pembentukan ini meliputi:
• Iklim, Curah hujan tinggi dan suhu yang hangat di Indonesia mempercepat pelapukan kimia batuan ultrabasa.
• Topografi, Daerah dengan topografi datar atau landai lebih memungkinkan akumulasi nikel dalam profil tanah.
• Struktur Geologi, Kehadiran rekahan atau retakan pada batuan induk mempercepat infiltrasi air dan pelapukan batuan.
• Proses Geokimia, Unsur-unsur seperti magnesium dan silikon terlarut dalam air dan meninggalkan residu kaya besi dan nikel pada profil laterit.
Profil laterit biasanya terbagi menjadi beberapa zona, yaitu:
• Zona Limonit: Kaya akan besi dan mengandung nikel dalam jumlah signifikan.
• Zona Saprolit: Zona utama pengayaan nikel dengan kadar hingga 2,5%.
• Zona Bedrock: Batuan induk ultrabasa yang belum terlapukkan.
D. Wilayah Persebaran Batuan Pembawa Nikel di Indonesia
• Sulawesi, Wilayah Sulawesi Tenggara (Konawe, Kolaka) merupakan pusat utama produksi nikel laterit.
• Maluku, Pulau Obi dan Halmahera memiliki cadangan nikel yang besar dengan batuan pembawa dari kompleks ofiolit berumur Kapur hingga Tersier.
• Papua, Papua memiliki potensi cadangan nikel dari batuan ultrabasa Tersier yang tersebar di wilayah dataran tinggi dan pesisir.
Gambar 2.2 Generalisasi profil laterit (Elias,2002)
2.1 Perbedaan Nikel di Sulawesi dan Halmahera Nikel Sukawesi
Widi (2012) juga melakukan analisis komposisi kandungan nikel laterit baik limonit maupun saprolit yang diambil pada wilayah pertambangan Morowali (Sulawesi Tengah). Analisis tersebut digunakan dalam upaya memproduksi nikel pig iron menggunakan mini blast furnace.
Hasil analisis komposisi nikel laterit untuk lapisan limonit komposisinya terdiri atas SiO2 5,2%, Al2O3 14,96%, Fe2O3 61,31%, Ni 0,72%, Cr2O3 1,66% dan LOI 14,42% dan beberapa senyawa lain dalam jumlah yang lebih kecil. Lapisan saprolit komposisinya terdiri atas SiO2 36,2%, Al2O3 4,1%, Fe2O3 22,37%, Ni 2,53%, Cr2O3 0,97% dan LOI 10,74% dan beberapa senyawa lain dalam jumlah yang lebih kecil.
Nikel Halmahera
Kabupaten Halmahera Timur adalah salah satu kabupaten di provinsi Maluku Utara, Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Maba (gambar 1). Di daerah ini dijumpai endapan nikel laterit yang terhampar terutama pada daerah Halmahera Timur. Pulau Halmahera dan pulau-pulau sekitar Indonesia bagian timur merupakan suatu konfigurasi busur kepulauan sebagai hasil pertumbukan lempeng dibagian barat Pasifik. Pulau ini dicirikan oleh “double arc system”, dibuktikan oleh vulkanik di lengan barat dan non vulkanik di lengan timur. Pada mandala geologi Halmahera Timur, batuan tertua daerah ini dibentuk oleh Satuan Batuan Ultra basa yang sebarannya cukup luas dan satuan Batuan Beku Basa yang mengintrusi Satuan Batuan Ultra Basa serta Satuan Batuan Beku
Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. Satuan Batuan Ultra Basa terdiri dari serpentinit, piroksenit dan dunit, umumnya berwarna hitam atau hitam kehijauan, getas, terbreksikan, mengandung asbes dan garnerit. Pada satuan ini teramati batuan
metasedimen dan rijang, posisinya terjepit diantara sesar di dalam batuan ultra basa.
2.2 Sebaran Nikel di Papua
Indonesia memiliki sumber daya alam yang kaya, termasuk cadangan nikel laterit di Pulau Gag, Papua Barat, yang memiliki signifikansi dalam pembuatan logam penting bagi industri seperti baterai dan baja tahan karat (Hadi dkk, 2010). Pulau Gag terdiri dari batuan ophiolite dan batuan vulkanik Oligosen-Pleistosen, di mana batuan ophiolite mengandung nikel.
Penelitian PT Gag Nikel pada tahun 2011 menunjukkan bahwa pengayaan nikel terutama terjadi di zona oksida dan limonit, dengan goethite mengandung nikel yang terikat di zona oksida. Pulau Gag memiliki tiga satuan batuan: Aluvium, Anggota Batuan Gunung Api, dan Batuan Ultramafik. Pola garis lurus di pulau ini terkait dengan sesar Sorong dan Sesar Halmahera (Supritna dkk, 1995).
DAFTAR PUSTAKA
Supriatna, S., Hakim A.S. dan Apandi, T. (1995), Peta Geologi Lembar Waigeo, Irian Jaya, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Pandyaswargo Andante Hadi, Alan Dwi Wibowo, Meilinda Fitriani Nur Maghfiroh, Arlavinda Rezqita 4 and Hiroshi Onoda, 2021. The Emerging Electric Vehicle and Battery Industry in Indonesia: Actions around the Nickel Ore Export Ban and a SWOT Analysis.
Kementran Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2020. Peluang Investas Indonesia
Haryadi, Harta. 2017. Analisis Nerca Sumber Daya Pasir Besi Dan Bijih Nikel Indonesia. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol. 13, No. 2. 153 – 169.
Verdiansyah, Okki. 2023. Distribusi Logam BErharga Pada Mineral Pembawa Ni-Cr Pada Batuan Lateritik Metal Distribution Of Ni-Cr Bearing Mineral In Lateritic Rock. Jusrnal ReTII. pp 782-789.
R. A. I. Kusuma, H. Kamaruddin, M. F. Rosana, dan E. T. Yuningsih, “Geokimia Endapan Nikel Laterit di Tambang Utara, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tengara,” J. Geol. dan Sumberd. Miner., vol. 20, no. 2, hal. 85–92, 2019
E. Nukdin, “Geologi dan Studi Pengaruh Batuan Dasar terhadap Deposit Nikel Laterit Daerah Taringgo Kecamatan Pomalaa, kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara,” J. Ilm.
MTG, vol. 5, no. 2, 2014.
M. K. Amir dan M. I. Kadar, “Studi Pemetaan Distribusi Nikel Pada Kawasan Penambangan Di Kecamatan Palangga, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara,” Min.
Sci. Technol. J., vol. 1, no. 2, hal. 161–168, 2022
A. Isjudarto . 2013. Pengaruh Morfolog Lokal Terhadap Pembentukan Nikel Laterit.Seminar Nasional. Pp 10-14
Elliott, R. 2017. “Ferronickel particle formation during the carbothermic reduction of a Limonitic Laterite Ore.”
Minerals Engineering. Engler, Philip. 1988. “Non Isothermal In Situ XRD Analysis of Dolomite Decomposition.”
The Rigaku Journal. Fahmi, Syamsul. 2017. “Studi Desulfurisasi Menggunakan Flux pada Proses Pemurnian Ferronikel.”
Jurnal Geomine Vol.5 100-103. Fruehan, Richard J. 1998. The Making, Shaping and Treating of Steel : 11th Edition Steelmaking and Refining Volume. Pittsburgh: The AISE Steel Foundation. Gasik, Michael. 2013.
Handbook of Ferroalloys. Elsevier Ltd. Habashi, Fathi. 1997. Handbook of Extractive Metallurgy.
Michigan: Wiley-VCH.