• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Janengan serta Relevansinya dengan Karakter Nabi Muhammad Abdi Azizurahman,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Janengan serta Relevansinya dengan Karakter Nabi Muhammad Abdi Azizurahman,"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 12 (1), 2022, 48-61 DOI: 10.33367/ji.v12i1.2377 E-ISSN: 2685-4155; P-ISSN: 1979-2050

.

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Janengan serta Relevansinya dengan

Karakter Nabi Muhammad Abdi Azizurahman,1Sedya Santosa,2*

1,2UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia

1[email protected], 2[email protected]

Received: 2022-02-02 Revised: 2022-02-25 Approved: 2022-03-05

*) Corresponding Author Copyright ©2022 Authors

Abstract

This research is motivated by a cultural reality produced by the life of the Javanese people, especially the Janengan tradition. The Janengan tradition is a Javanese-Islamic traditional musical art by reading the Prophet's prayers in Javanese style. This tradition has grown and developed in North Pontianak. Unfortunately, the people in North Pontianak interpret this tradition as the art of traditional music without knowing the goals and values conveyed directly or explicitly. This research is part of the relevance of the character of the Prophet Muhammad to the Janengan tradition in FAST theory (Fatanah, Amanah, Siddiq, Tablig). This research aims to explore the values of Islamic education in the Janengan tradition, both in terms of implementation and reading texts of the Janengan tradition and their relevance to FAST theory. This research method uses qualitative research with the type of descriptive research. They were collecting data using observation, interview, and documentation techniques. The implementation of the Janengan tradition begins with the opening of the reading of Al- Fatihah, reading the Janengan poetry, and prayer. The five musical instruments used show the five mandatory prayers. The way of sitting in its implementation shows equality in the eyes of Allah SWT; the value of monotheism, the value of worship, and moral values are collected in prayer activities. The poems that are read also have messages and values , namely the value of monotheism, the value of worship, and the value of morals. The Janengan tradition contains the four obligatory nature of the prophets; intelligence-can be trusted-honesty-convey, FAST.

Keywords: FAST Theory, Janengan Tradition, Islamic Education.

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi suatu realitas budaya yang dihasilkan oleh kehidupan masyarakat Jawa khususnya tradisi Janengan. Tradisi Janengan merupakan seni musik tradisional Jawa-Islam dengan pembacaan selawat Nabi yang menggunakan langgam Jawa. Tradisi ini telah tumbuh dan berkembang di Pontianak Utara.

Sayangnya masyarakat Pontianak Utara hanya mengartikan tradisi Janengan sebagai seni musik tradisional biasa tanpa mengetahui tujuan serta nilai-nilai yang terkandung secara tersirat maupun tersurat. Penelitian ini merupakan bagian dari relevansi karakter Nabi Muhammad dengan tradisi Janengan dalam teori Fatanah, Amanah, Sidik, Tablig (FAST). Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi tersebut, baik secara pelaksanaan dan teks bacaan tradisi Janengan serta relevansinya dengan teori FAST. Metode penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskripsi. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pelaksanaan tradisi Janengan diawali dengan pembacaan Al-Fatihah, pembacaan syair Janengan, dan doa.

(2)

Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Vol. 12 (1), 2022

Lima alat musik yang digunakan menunjukkan lima salat fardu, cara duduk dalam pelaksanaannya menunjukkan kesetaraan derajat manusia di mata Allah Swt., nilai ketauhidan, nilai ibadah, dan nilai akhlak yang terkumpul dalam kegiatan berdoa.

Syair yang dibaca juga memiliki pesan dan nilai yakni nilai ketauhidan, nilai ibadah, dan nilai akhlak. Tradisi Janengan mengandung teori karakter profetik, FAST.

Kata Kunci: Pendidikan Islam, Teori FAST, Tradisi Janengan.

Pendahuluan

Indonesia merupakan bangsa yang kaya budaya. Dari Pulau Sumatera sampai Pulau Papua memiliki identitas dan budaya berbeda, mulai dari kesenian, alat musik, makanan, infrastruktur bangunan, hingga kebiasaan masyarakatnya. Perkembangan budaya dan tradisi masyarakat mempunyai beragam nilai yang bersumber pada keyakinan mereka dan keyakinan keagamaan. Nilai mempunyai sifat abstrak, bukan sesuatu yang konkret, fakta, atau persoalan salah-benar yang menuntut suatu pembuktian empirik, melainkan sebuah persoalan penghayatan yang dikehendaki atau tidak, disenangi atau tidak.1 Oleh karena itu, setiap kebudayaan atau tradisi masyarakat mempunyai kandungan nilai bermacam-macam, ketuhanan dan kemanusiaan, baik disadari atau tidak.

Sedangkan pendidikan adalah proses untuk membantu seseorang mengenali dan melestarikan adat istiadat, budaya serta lembaga sosial yang berada di lingkungan masyarakat yang terwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.2 Secara esensial, pendidikan adalah bentuk pengalihan beragam jenis kebudayaan pada setiap generasi secara turun-temurun.3 Selanjutnya nilai-nilai pendidikan Islam dapat dimaknai sebagai internalisasi berbagai macam hal yang.memuat aturan serta menimbulkan suatu cara pandang.yang diyakini oleh Muslim. Maka dari itu, pembagian nilai-nilai pendidikan Islam secara umum mempunyai empat aspek: ketauhidan, ibadah, akhlak, dan kemasyarakatan.4

Kajian tentang tradisi Janengan bukan sesuatu yang baru. Penelitian Mukarom dan Rocshun tentang Musik Tradisional Jawa Janengan yang Terlupakan menemukan bahwa tradisi Janengan di Desa Waringinsari hampir mengalami kepunahan

1 Siti Fatimah, “Nilai-Nilai Keislaman Budaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat (Perspektif Antropologi Pendidikan)” (Masters, Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga, 2019), 12, https://digilib.uin- suka.ac.id/id/eprint/41120/.

2 Soetjipto Kusumo Cokro Aminoto, UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 (Jakarta: Alfabeta, 2006).

3 Erry Nurdianzah, “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Jawa (Kajian Historis Pendidikan Islam Dalam Dakwah Walisanga),” Jurnal PROGRESS: Wahana Kreativitas Dan Intelektualitas 8, no. 1 (June 20, 2020): 01–22, https://doi.org/10.31942/pgrs.v8i1.3440.

4 Azizatun Nafiah and M. Yunus Abu Bakar, “Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Buku

‘Muslimah yang Diperdebatkan’ Karya Kalis Mardiasih,” Jurnal Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman 11, no. 2 (August 31, 2021): 108–21, https://doi.org/10.33367/ji.v11i2.1733.

(3)

Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Vol. 12 (1), 2022 (terlupakan).5 Kejadian serupa juga terjadi di Pontianak Utara. Tradisi tersebut terancam punah dikarenakan sangat sedikit dari generasi muda yang ingin mempelajari kesenian tersebut. Sedangkan perbedaan pada penelitian ini terdapat pada fokus penelitiannya, pada penelitian terdahulu mengeksplorasi tradisi Janengan tanpa mengeksplorasi nilai yang terdapat pada tradisi tersebut. Maka pada penelitian ini akan mengeksplorasi nilai- nilai pendidikan Islam yang ada pada tradisi Janengan. Akhmad Arif Junaidi dkk yang membahas khusus tradisi Janengan di Kebumen mengungkapkan bahwa tradisi Janengan disebut dengan seni tradisional Islam Jawa dengan indikator bahwa tradisi tersebut merupakan perpaduan dari 3 seni musik yakni Arab, Jawa dan Pop. Selain itu, Junaidi mengungkapkan bahwa tradisi Janengan mengandung nilai musikal, kultural, dan religius. Sedangkan pada syairnya secara tematik mengandung berbagai ajaran seperti akidah, syariat dan tasawuf.6

Tulisan ini mengkaji tentang tradisi Janengan pada masyarakat Jawa di Pontianak Utara. Adalah Kiai Zamjami yang memelopori tradisi ini di Kebumen, Jawa Tengah. Tradisi Janengan merupakan seni musik selawat tradisional Jawa-Islam yang diiringi oleh lima alat musik tradisional yakni Kendang, Terbangan (Gong, Kemeng, Kempul), Tuling. Tradisi Janengan sangat populer pada masyarakat Kebumen. Tradisi ini dipopulerkan oleh seorang tokoh yang bernama Mbah Sarjan, pada tahun 2000 di Kota Pontianak.7 Sebagai transmigran dari tanah Jawa, Mbah Sarjan merupakan.tokoh yang dihormati disegani masyarakat Siantan Hulu. Mbah Sarjan adalah seorang budayawan Jawa yang mencetuskan beberapa budaya seperti Kuda Kepang dan Janengan sehingga kedua budaya tersebut telah menjadi tradisi yang diterima dan melekat pada masyarakat Jawa khususnya di RW 014 Siantan Hulu. Tradisi Janengan dilaksanakan pada malam hari-hari besar Islam seperti hari kelahiran Nabi Muhammad Saw., Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw., dan menyambut tahun baru Islam. Tradisi Janengan bertujuan untuk menyampaikan risalah ketauhidan serta penanaman nilai akhlak yang terkandung dalam syair-syairnya.8 Adapun pelaksanaannya diawali dengan kata sambutan dari tokoh masyarakat, tawasul kepada Nabi Muhammad Saw., pembacaan selawat Janeng, pembacaan selawat penutup, dan doa bersama.

5 Mukarom Mukarom and Rochsun Rochsun, “Musik Tradisional Jawa Janengan Yang Terlupakan (A Forgotten Javanese Traditional Music Janengan),” Paradigma: Jurnal Filsafat, Sains, Teknologi, Dan Sosial Budaya 24, no. 2 (September 11, 2018): 9–18, https://doi.org/10.33503/paradigma.v24i2.469.

6 Akhmad Arif Junaidi, “Janengan sebagai Seni Tradisional Islam-Jawa,” Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 21, no. 2 (15 Desember 2013): 469, https://doi.org/10.21580/ws.2013.21.2.254.

7 Anggota Grup Janengan, Wawancara, Siantan Hulu, Pontianak Utara, 08 Januari 2022.

8 Anggota Grup Janengan, Wawancara, Siantan Hulu, Pontianak Utara, 08 Januari 2022.

(4)

Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Vol. 12 (1), 2022

Seni tradisional Jawa memiliki ciri khas tersendiri karena dahulu seringkali dipakai dalam media penyebaran Islam. Sebelum digunakan untuk menyebarkan agama Islam, seni tradisional tersebut sudah dilaksanakan sebagai ritual pada masyarakat tertentu.9 Maka sudah semestinya suatu tradisi yang membawa nilai positif dan manfaat bagi masyarakat patut dilestarikan. Akan tetapi, kenyataannya di era modern ini masyarakat menganggap tradisi Janengan hanya sebatas seni musik saja, tanpa ingin tahu nilai yang termuat dalam tradisi tersebut, baik segi filosofi alat musik yang digunakan ataupun lirik syair yang dilantunkan. Terutama kalangan milenial, yang sudah terpengaruh oleh budaya Barat dan budaya Korea, sehingga pengetahuannya sangat minim terhadap seni tradisional. Terlebih lagi adanya teknologi yang semakin canggih, sehingga kebanyakan generasi muda terfokus kepada handphone-nya masing- masing.

Hal ini menunjukkan resiprositas yang terjadi tidak berjalan dengan baik.

Resiprositas menurut Malinowski adalah suatu ketentuan dan hubungan antara dua orang atau kelompok. Dalam hubungan tersebut terdapat perbuatan yang saling menguntungkan, yakni memberi dan menerima. Resiprositas juga dapat disebut sebagai pertukaran pemberian dan pertalian pemberian. Hal ini memiliki makna masing-masing sebagai korelasi dari pertukaran barang atau jasa. Pertukaran tersebut tidak mengandung nilai ekonomis, tetapi mampu menjaga kekompakan dalam masyarakat.10

Suatu kajian yang fokus pada tradisi kajian keislaman (Islamic Studies) dari berbagai budaya di seluruh pelosok Indonesia, masih memerlukan pengkajian lebih dalam. Maka, penelitian ini memfokuskan kepada nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam tradisi Janengan yang terlaksana di Pontianak Utara, Kalimantan Barat serta relevansinya dengan karakter Nabi Muhammad Saw.

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskripsi.11 Sumber data pada penelitian ini ada 2, yakni sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer berasal dari informan yang terdiri dari Mbah Sarjan (salah satu pendiri tradisi Janengan) dan Sodiq (anggota senior). Peneliti

9 Wawan Hernawan, Tatang Zakaria, and Aini Rohmah, “Sinkretisme Budaya Jawa dan Islam dalam Gamitan Seni Tradisional Janengan,” Religious: Jurnal Studi Agama-Agama dan Lintas Budaya 4, no. 3 (October 30, 2020): 161–76, https://doi.org/10.15575/rjsalb.v4i3.9444.

10 Moh Wardi Moh Wardi, “Tradisi Ter-Ater Dan Dampak Ekonomi Bagi Masyarakat Madura,” Karsa:

Journal of Social and Islamic Culture 20, no. 2 (2013): 40–57, https://doi.org/10.19105/karsa.v20i2.30.

11 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000).

(5)

Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Vol. 12 (1), 2022 menentukan informan agar mendapatkan data yang peneliti inginkan. Tentunya peneliti ikut serta dan terlibat dalam tradisi Janengan. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen serta arsip-arsip yang sudah ada terkait dengan tradisi Janengan seperti buku selawat Janengan yang berisi kumpulan selawat Janengan.

Teknik pengumpulan data yang peneliti lakukan ialah mengobservasi kegiatan Janengan dari pembukaan sampai penutup, melakukan wawancara kepada tokoh-tokoh yang terkait dengan tradisi Janengan serta mengumpulkan dokumen-dokumen seperti buku syair Janengan yang digunakan. Setelah data yang didapat telah terkumpul, maka peneliti melakukan kondensasi data, yakni memilih data yang diperlukan seperti buku teks Janengan yang mana peneliti ambil sebagian syair sebagai sampel untuk dianalisis nilai-nilai pendidikannya, setelah itu menyajikan data yang telah dianalisis secara deskriptif, dan terakhir melakukan penarikan kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan

Fatanah, Amanah, Sidik, Tablig (FAST) sebagai Karakter Nabi Muhammad Secara bahasa karakter berasal dari bahasa Yunani “charassein” dan bahasa Inggris “character” yang memiliki arti membuat dalam, membuat tajam.12 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan karakter sebagai sifat-sifat kejiwaan, etika atau budi pekerti yang membedakan individu dengan yang lain. Karakter dapat diartikan sebagai tabiat, perangai atau perbuatan yang sering dilakukan (kebiasaan). Karakter juga diartikan sebagai watak manusia yang memotivasi segenap pikiran dan tingkah laku.13 Dalam kajian keislaman, Ibn Miskawaih mengartikan karakter sebagai “moral”

yang berarti sifat atau keadaan yang terpatri dalam jiwa yang selanjutnya hadir dengan sendirinya tanpa perlu dipikirkan dan dipertimbangankan.14 Penjelasan lain tentang karakter adalah kualitas mental atau moral. Karakter merupakan identitas yang terdapat pada benda atau individu. Identitas tersebut merupakan aspek asli dan menjalar kepada karakter benda atau individu hingga menjadi mesin pendorong tentang bagaimana seseorang bertingkah laku, bertata krama, berkata, dan merespons sesuatu.15 Sedangkan dalam konteks pendidikan, karakter bermakna usaha untuk membentuk karakter

12 Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 2000).

13 Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1997).

14 Moh. Wardi dan Ismail Ismail, “Following The Prophet Muhammad Character Through Ngabuleh Tradition In Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan,” El Harakah (Terakreditasi) 20, No.

1 (1 Juni 2018): 49, Https://Doi.Org/10.18860/El.V20i1.4473.

15 Hilda Ainissyifa, “Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pendidikan Islam,” Jurnal Pendidikan UNIGA 8, no. 1 (February 20, 2017): 1–26, https://doi.org/10.52434/jp.v8i1.68.

(6)

Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Vol. 12 (1), 2022

seseorang lewat pendidikan budi pekerti yang termanifestasikan dalam tingkah laku seseorang.16

Penjelasan ini berkaitan dengan konsep ta’dib yang memiliki makna melatih kedisiplinan diri agar mencapai perilaku positif.17 Secara umum, jika orangnya baik, maka masyarakatnya juga akan baik. Penjelasan ini juga selaras dengan tiga fokus tujuan pendidikan Islam, antara lain: menciptakan insan kamil (manusia sempurna) yang memiliki wajah solidaritas dan membina egalitarianisme, mewujudkan insan kaffah yang berwawasan agama, budaya, dimensi ilmiah, dan mewujudkan manusia sebagai hamba dan khalifah Allah.18

Kehidupan Nabi Muhammad Saw. telah menginspirasi dunia terutama umatnya.

Sebelum diangkat sebagai nabi, ia bekerja sebagai pedagang dan mampu menunjukkan sifat yang mulia yakni ikhlas dalam menjalankan bisnisnya dan usahanya. Nabi Muhammad Saw. memulai bisnis perdagangan tatkala berumur dua belas tahun dan sudah mandiri ketika berusia tujuh belas tahun sampai masa kerasulannya. Hal ini menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah menjadi pedagang sekitar dua puluh lima tahun, lebih lama dari periode kerasulannya yang berlangsung sekitar dua puluh tiga tahun.19 Sifat Nabi Muhammad Saw. yang terkenal ada 4 yang dikenal dengan karakter profetik yakni fatanah/cerdas, amanah/dapat dipercaya, sidik/jujur, tablig/menyampaikan (FAST).

Fatanah memiliki arti kompeten atau cerdas. Indikator orang yang kompeten adalah memahami peran dan tanggung jawab yang diembannya dengan baik. Gambaran sikap fatanah dalam transaksi muamalah; yakni administrasi dokumen transaksi, menjaga profesionalisme serta kualitas pelayanan, bersifat antisipatif yakni pengusaha harus mewaspadai perubahan pasar yang cepat, datangnya pesaing, dan perubahan teknologi yang mengakibatkan barang-barang lama mengalami ketertinggalan. Nabi Muhammad Saw. menggunakan konsep bauran pemasaran untuk menjelaskan pada pembeli tentang keuntungan dan kerugian produk yang dijual.20 Amanah memiliki arti dapat dipercaya. Dalam konteks perniagaan, amanah berarti tidak menambahi atau

16 Ainissyifa.

17 Muhammad Ridwan, “Konsep Tarbiyah, Ta’lim Dan Ta’dib Dalam Al-Qur’an,” Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam 1, no. 1 (August 16, 2018): 37–60, https://doi.org/10.31538/nzh.v1i1.41.

18 Ahmad Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN Maliki Press, 2008).

19 Muhammad Syafi’i Antonio, Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager (Jakarta: proLM Center dan Tazkia Publishing, 2010).

20 Thorik Gunara and Utus Hardiono Sudibyo, Marketing Muhammad; Reliable Strategies and Appropriate Business Practices of the Prophet Muhammad SAW (Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2007).

(7)

Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Vol. 12 (1), 2022 mengurangi sesuatu di luar yang telah disetujui antara penjual dan pembeli.21 Sidik memiliki terjemahan jujur. Kejujuran Nabi Muhammad Saw. sebagai pedagang tergambar dalam beberapa sikap, antara lain: tidak pernah melanggar janji, tidak pernah menyembunyikan atau menjual barang yang tidak layak, tidak pernah meninggikan harga yang tidak sesuai dengan pasarnya. Kejujuran adalah kunci utama kepercayaan pelanggan karena itu bukan pengasuhan tetapi sifat.22 Tablig memiliki terjemah menyampaikan. Artinya, seorang pedagang mampu mengatur siasat untuk mempromosikan produknya. Seorang pengusaha diharapkan dapat menggambarkan faktor keunggulan produknya secara menarik tanpa berbohong atas kebenaran (transparency dan fairness).23

Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Janengan

Tradisi Janengan berasal dari Kota Kebumen, Jawa Tengah. Meskipun demikian, tradisi Janengan mengalami perkembangan dan dipraktikkan masyarakat Kalimantan Barat. Faktor utama perluasan tradisi Janengan disebabkan oleh masyarakat Jawa yang bermigrasi atau merantau ke Kalimantan Barat. Tradisi Janengan telah tumbuh dan berkembang sejak tahun 2000 hingga sekarang. Pelaksanaannya berlangsung ketika masyarakat menyambut hari besar Islam seperti Maulid Nabi Muhammad Saw., Isra’ Mi’raj, dan Tahun Baru Islam (Hijriah). Tidak hanya pada hari besar Islam saja, tradisi Janengan juga berlangsung pada acara khitanan, khataman al- Qur’an dan pernikahan.

Pelaksanaan tradisi Janengan dipimpin oleh seorang dalang. Pelaksanaannya diawali dengan pembacaan surah Al-Fatihah yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw., sahabat, keluarga, para tabi’in, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, 4 Imam Mazhab, dan Sultan Abdurrahman Al-Qadri Pontianak. Prosesi ini dimaksudkan sebagai tanda penghormatan masyarakat Pontianak terhadap para ulama serta leluhur yang dulu pernah berjuang untuk membuka Kota Pontianak. Prosesi selanjutnya adalah pembacaan syair Janengan yang dipimpin oleh salah satu dalang dan diikuti oleh para anggotanya dan masyarakat yang diakhiri dengan pembacaan doa.

21 Wardi dan Ismail, “Following the Prophet Muhammad Character through Ngabuleh Tradition in Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan.”

22 Gunara and Sudibyo, Marketing Muhammad; Reliable Strategies and Appropriate Business Practices of the Prophet Muhammad SAW.

23 Antonio, Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager.

(8)

Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Vol. 12 (1), 2022

Keanggotaan grup Janengan terdiri dari 15-20 orang dengan komposisi 1 dalang, 5 vokal, 5 pemain alat (kendang, gong, kemeng, kempul dan tuling), sisanya adalah orang yang ikut andil dalam menyumbangkan suaranya. Ciri khas pembacaan selawat Janengan adalah dengan nada tinggi dan sahut-menyahut antara dalang dan juga masyarakat yang ikut berselawat secara bergantian. Kelima alat yang dimainkan tersebut memiliki sandaran makna yakni salat yang lima. Artinya saat memulai tradisi Janengan, hendaknya masyarakat yang terlibat membaca selawat tersebut dengan penuh kekhusyukan serta niat mengharapkan rida Allah Swt. sebagaimana saat melaksanakan salat.24 Selama proses berlangsungnya, semua masyarakat duduk di bawah lantai beralaskan tikar tidak terkecuali dalang dan para pemain alat musik dengan cara bersila.

Hal ini menunjukkan bahwa semua manusia adalah sama di hadapan Allah Swt., tidak ada perbedaan status sosial, ekonomi maupun etnis. Perbedaan derajat manusia hanya Allah Swt. yang berhak menentukan. Sedangkan manusia tidak memiliki wewenang untuk menarik garis kesenjangan dengan cara-cara yang tidak mengikuti aturan Allah Swt., terlebih jika dengan cara yang tidak manusiawi.25 Allah Swt., memandang manusia bertingkat mulia atau hina itu diukur dari tingkat ketakwaan kepada-Nya sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Hujurat ayat 13.

Setelah pembacaan selawat Janengan, kegiatan selanjutnya adalah pembacaan doa yang dipimpin oleh dalang. Berdoa dimaksudkan untuk berserah diri kepada Allah Swt., dan meminta pertolongan serta meminta perlindungan dari segala bahaya dan bencana. Doa merupakan salah satu ibadah utama. Bahkan dikatakan bahwa doa adalah esensi dan subtansi ibadah. Ibnu Katsir menafsirkan “Beribadah kepada-Ku” yaitu berdoa kepada-Ku dan mengesakan-Ku. Kemudian, Allah Swt. mengancam kepada mereka yang sombong atas dirinya yang tidak mau memohon doa kepada-Nya.

Seseorang yang mempelajari Al-Qur’an akan mendapatkan bahwa Allah Swt. telah memberikan begitu banyak motivasi kepada seluruh hamba-Nya agar senantiasa berdoa kepada-Nya, merasa dirinya rendah di hadapan-Nya, tunduk serta memohon segala kebutuhan dan keinginan kepada-Nya.26 Hal ini menunjukkan bahwa seorang hamba adalah makhluk yang fakir, maka sudah sepantasnya menjadikan Allah Swt. tempat bergantung. Doa juga merupakan manifestasi kerendahan diri kepada Allah Swt., di

24 Anggota Grup Janengan. Wawancara, Siantan Hulu, Pontianak Utara, 08 Januari 2022.

25 Nur Faizin, “Nilai-Nilai Kemasyarakatan Dalam Al-Qur’an Surat Al- Hujurat Ayat 9-13 (Kajian Pemikiran Tafsir Al-Misbah Karya Quraish Shihab)” (Skripsi, Salatiga, IAIN Salatiga, 2016), 45, http://e- repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1437/.

26 Hasan, Terapi Dengan Ibadah “Istighfar, Sedekah, Doa, Al-Qur’an, Shalat, Puasa" (Solo: Aqwam, 2010).

(9)

Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Vol. 12 (1), 2022 dalam doa juga terkumpul 3 nilai, yakni nilai ketauhidan, nilai ibadah serta nilai akhlak kepada Allah Swt. Nilai-nilai pendidikan Islam tidak hanya hanya terletak pada makna doa, tetapi juga terdapat pada syair-syair selawat Janengan yang mengandung pesan dan nilai-nilai pendidikan Islam yang perlu dijelaskan agar masyarakat mengerti makna dibalik syair tersebut.

Nilai Ketauhidan

Masyarakat Jawa di RW 014 Siantan Hulu Pontianak Utara, Kalimantan Barat sebagian besar berakidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Nilai tauhid dalam syair selawat Janengan terlihat pada syair pertama yang dituliskan dengan huruf Latin dan memuat 20 sifat Allah, Swt. (Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafatulilhawaditsi Wal Qiyamuhu Binafsihi, Wahdaniah, Kudrat, Iradat, ‘Ilmu, Hayat, Sama’, Basar, Kalam, Kodiran, Muridan, ‘Aliman, Hayan, Sami’an, Basiran, Mutakaliman).27 Sifat 20 ini juga disebut sebagai Tauhid dalam sifat. Menurut para teolog dan filsuf, tauhid sifat-sifat Allah bermakna menisbahkan sifat-sifat kepada Allah tak lain adalah zat-Nya itu sendiri.

Sifat-sifat tersebut bukan sesuatu hal yang ditambahkan atau sesuatu yang lain pada diri-Nya. Tetapi sifat-sifat tersebut, merupakan zat Allah Swt., itu sendiri. Semua itu karena Allah Swt. tidak memiliki sifat di luar dari diri-Nya.28 Pada tahap ini manusia melihat setiap sifat-sifat yang mengandung kesempurnaan pada asalnya adalah milik Allah Swt., semata. Sedangkan sifat kesempurnaan yang ada pada manusia hanyalah suatu manifestasi dari sifat-sifat Allah Swt., bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah tambahan pada Zat-Nya.29

Nilai Ibadah

Setelah pembacaan 20 sifat wajib Allah Swt., maka dalang melanjutkan membacakan syair berikut:

Allahumma shalli ‘ala Muhammad Ya rabbi shalli ‘alaihiwasalim.

Jeroning gedong putrone Pandit Durna Mumpung anom golek kaweruh kang utama Gading gajah kuat angel nggone pecah

27 Syair pertama yang yang terdapat pada buku Grup Janengan Pontianak, disusun oleh Shodiq (salah satu anggota Grup Janengan tersebut).

28 Agus Setiawan, “Konsep Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga Perspektif Pendidikan Islam,”

EDUCASIA: Jurnal Pendidikan, Pengajaran, Dan Pembelajaran 2, no. 1 (June 30, 2017): 1–21, https://www.educasia.or.id/index.php/educasia/article/view/15.

29 Setiawan.

(10)

Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Vol. 12 (1), 2022 Isih bocah sing sregep nggone sekolah

Ibadah merupakan panduan manusia dalam kehidupan di dunia untuk meraih kenikmatan akhirat. Syariat menurut pengertian hukum Islam ialah hukum-hukum yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. agar dilaksanakan dan ditaati oleh hamba-hambanya atau bisa dikatakan sebagai suatu sistem norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt., hubungan manusia antar sesama dan hubungan manusia dengan lingkungan sekitar.30Ibadah dibagi menjadi 2 yakni, ibadah mahdhah dan ghayru mahdhah. Ibadah mahdhah merupakan ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dari segi waktu, pelaksanaannya dan juga hukumnya. Ibadah mahdhah terdapat pada rukun Islam, yakni salat, puasa, zakat dan ibadah haji. Sedangkan ibadah ghayru mahdhah merupakan ibadah yang menyangkut muamalah, yang menyangkut hubungan antara manusia dan makhluk lain. Maka seluruh amal yang dilaksanakan oleh manusia dapat bernilai ibadah dengan berniat.31 Semua perbuatan yang dihukumi mubah jika diniatkan untuk beribadah kepada Allah maka hukumnya menjadi ibadah. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad Saw.

bahwa “Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung kepada niatnya dan setiap orang akan mendapatkan apa yang diniatkannya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Nilai pendidikan dalam syair di atas yang berupa ibadah ghayru mahdhah adalah pentingnya menuntut ilmu sejak dini. Menuntut ilmu sejak kecil menjadi lebih baik daripada menuntut ilmu dikala tua karena pada usia muda kepribadian seseorang masih mudah untuk dibentuk dibandingkan dengan kepribadian orang yang sudah tua.

Penanaman nilai ibadah sangat penting ditanamkan kepada anak sejak ia berusia 6 tahun, karena pada saat itulah nilai dalam diri seorang anak akan mulai terbentuk.

Contohnya saat anak sedang bermain, orang tua bisa berinisiatif untuk mengajarkan anak agar berbagi mainan dengan sahabatnya,32 untuk menumbuhkan nilai kebersamaan terhadap sesama. Jika sikap ini diarahkan kepada nilai ibadah seperti menenamkan keutamaan salat kepada anak/generasi muda, maka hal ini akan membentuk suatu karakter yang baik, tangguh dan taat kepada Allah Swt.

30 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006).

31 Habib Muhtarudin and Ali Muhsin, “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Kitab al-Mawā‘iẓ al-

‘Uṣfūriyyah,” Jurnal Pendidikan Islam 3, no. 2 (December 1, 2019): 311–30, https://journal.unipdu.ac.id/index.php/jpi/article/view/2004.

32 Muhammad Padli and Trio Suprayitno, Sosiologi Pendidikan (Yogyakarta: Sukses Offset, 2007).

(11)

Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Vol. 12 (1), 2022 Nilai Akhlak

Ibnu Miskawaih mengungkapkan bahwa akhlak merupakan perwujudan sifat yang ada dalam setiap diri manusia yang mendorong melaksanakan kegiatan tanpa harus berpikir kritis terlebih dahulu. Begitu pula dijelaskan oleh Al-Ghazali bahwa akhlak merupakan suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan berbagai macam perilaku dengan mudah, tanpa harus memikirkan dan mempertimbangkannya.33 Dengan demikian, akhlak ialah sifat yang telah tertanam dalam diri manusia yang menimbulkan suatu sikap atau perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa harus memikirkan dan mempertimbangkannya. Suatu perbuatan dikatakan berakhlak, jika dilakukan secara berulang serta timbul dengan sendirinya tanpa harus dipengaruhi oleh pihak luar. Misalnya orang yang memberikan uang kepada yang membutuhkan dengan alasan ingin dipuji, maka hal ini belum dapat dikatakan berakhlak dermawan. Berikut ini syair dalam tradisi Janengan yang memuat nilai akhlak:

Eman temen wong bagus ora ngibadah.

opo pertandane syahadat kelawan solat.

waktu iki naku welas dak tokon, satemene siksa kubur luwih mlarat, jerone kubur kolojengking miwah singgah.

Syair di atas mengisyaratkan bahwa orang baik yang dimaksudkan belum tentu dapat dikatakan orang yang berakhlak mulia, jika ia tidak melaksanakan ibadah salat.

Karena akhlak mempunyai arti karakter, tabiat, wibawa, dan kualitas agama.34 Sedangkan di dalam Al-Qur’an Allah Swt. memuji Nabi Muhammad Saw. dalam surah Al-Qalam ayat 4: “…sesunguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur”.

Imam At-Thabari berkomentar bahwa kamu memiliki adab yang agung, yang diajarkan dalam Al-Qur’an, itulah Islam dan seluruh syariatnya. Dinyatakan dalam satu riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa “akhlak yang mulia, artinya agama yang agung yakni Islam”.35 Oleh karena itu, pengertian akhlak itu lebih luas daripada sopan santun, budi pekerti serta adab. Berbuat baik kepada sesama saja tidak cukup dalam menyebutkan seseorang itu berakhlak mulia karena pada hakikatnya manusia hanyalah seorang hamba yang ditugaskan beribadah kepada Allah Swt., maka dari itu hubungan manusia kepada sang Khalik harus juga diperhatikan. Berbicara tentang akhlak manusia, maka sebaik-baiknya akhlak yakni yang dimiliki oleh Rasulullah Saw. sebagai suri teladan yang baik. Konsep

33 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2006).

34 Yudi Yudi, “Orang Baik Yang Tidak Shalat Dan 2 Jenis Akhlak Terpuji,” accessed January 28, 2022, https://www.islampos.com/orang-baik-yang-tidak-shalat-114837.

35 Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari nomor 23, trans. Misbah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009).

(12)

Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Vol. 12 (1), 2022

FAST sebagai karakter profetik merujuk pada dua misi yakni seseorang yang diberi wahyu dan wajib menyampaikannya kepada umatnya dan seseorang yang mendapatkan wahyu tetapi tidak wajib untuk mendakwahkannya disebut nabi.36

Fatanah memiliki arti cerdas. Cerdas di sini tidak hanya cerdas secara intelektual, akan tetapi cerdas secara emosional, spiritual, dan sosial. Orang yang cerdas dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk mana yang benar dan salah.

Berikut ini lirik syair yang menggambarkan FAST:

Bagus endi siro lawan Nabi Yusuf

Suprandene Nabi Yusuf oralali yo ngibadah Iblis setan marang siro podo ngucap

Gawe sebab golek rewang marang naroko

Lirik syair di atas, mengandung ajakan untuk berpikir secara cerdas bahwa bagus mana antara kita dengan Nabi Yusuf yang mendapatkan anugerah ketampanan tetapi tidak pernah meninggalkan ibadah kepada Allah. Sedangkan kita, bukan seorang nabi dan rasul masih berani untuk meninggalkan salat. Syair di atas mengajak kepada para pendengarnya untuk berpikir cerdas dan mampu untuk mengambil hikmahnya, agar menjadi manusia yang berkualitas. Tradisi Janengan juga merupakan amanah yang diberikan oleh leluhur kepada generasi selanjutnya untuk dilestarikan. Hal ini menunjukkan bahwa para pemain serta dalang Janengan secara sadar atau tidak sedang mengemban amanah yang diberikan untuk diteruskan kepada generasi muda. Nilai kejujuran juga ada dalam tradisi Janengan terlihat dari segi apa yang disampaikan (teks). Lirik yang dilantunkan merupakan warisan dari leluhur. Adapun makna yang terdapat pada syair Janengan tentulah sesuai dengan yang disyariatkan Islam tanpa mengurangi makna hukum atau nilai tersebut. Hal ini menunjukkan kejujuran dari dalang dan pemain dari generasi ke generasi yang tetap menjaga kemurnian makna yang ingin didakwahkan oleh pendiri Janengan. Nilai tablig dapat dilihat dari bagaimana orang-orang antusias mengikuti tradisi Janengan dan menyampaikan pesan berupa makna dan nilai-nilai pendidikan Islam yang ada di dalamnya.

Kesimpulan

Tradisi Jenengan merupakan salah satu identitas bagi masyarakat Jawa yang tinggal di Pontianak Utara. Pelaksanaan Tradisi Janengan dengan berbagai instrumen pendukungnya merupakan media dakwah yang mengandung nilai-nilai pendidikan

36 Mohammad Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di sekolah Keluarga dan Masyarakat, (Yogyakarta: PT. LkiS, 2009), 40.

(13)

Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Vol. 12 (1), 2022 Islam dan menggambarkan kesetaraan manusia. Lima alat musik tradisional yang digunakan merujuk pada kewajiban salat lima waktu. Kegiatan berdoa menggambarkan keterpaduan tiga nilai yaitu nilai tauhid, ibadah, dan akhlak. Lirik syairnya juga mengandung nilai-nilai pendidikan Islam, seperti 20 sifat wajib Allah, keutamaan menuntut ilmu, dan hakikatnya manusia berakhlak. Kajian ini menyarankan penelitian lanjutan untuk menggali lebih dalam tradisi Janengan dengan menggunakan variabel, pendekatan atau perspektif berbeda. Hal ini penting sebagai upaya untuk melestarikan tradisi nusantara yang semakin rentan tergerus zaman.

Referensi

Ainissyifa, Hilda. “Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pendidikan Islam.” Jurnal Pendidikan UNIGA 8, no. 1 (February 20, 2017): 1–26.

https://doi.org/10.52434/jp.v8i1.68.

Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.

Antonio, Muhammad Syafi’i. Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager.

Jakarta: proLM Center dan Tazkia Publishing, 2010.

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia, 2000.

Faizin, Nur. “Nilai-Nilai Kemasyarakatan Dalam Al-Qur’an Surat Al- Hujurat Ayat 9- 13 (Kajian Pemikiran Tafsir Al-Misbah Karya Quraish Shihab).” Skripsi, IAIN Salatiga, 2016. http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1437/.

Fatimah, Siti. “Nilai-Nilai Keislaman Budaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat (Perspektif Antropologi Pendidikan).” Masters, UIN Sunan Kalijaga, 2019.

https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41120/.

Gunara, Thorik, and Utus Hardiono Sudibyo. Marketing Muhammad; Reliable Strategies and Appropriate Business Practices of the Prophet Muhammad SAW.

Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2007.

Hasan. Terapi Dengan Ibadah “Istighfar, Sedekah, Doa, Al-Qur’an, Shalat, Puasa".

Solo: Aqwam, 2010.

Hernawan, Wawan, Tatang Zakaria, and Aini Rohmah. “Sinkretisme Budaya Jawa dan Islam dalam Gamitan Seni Tradisional Janengan.” Religious: Jurnal Studi Agama-Agama dan Lintas Budaya 4, no. 3 (October 30, 2020): 161–76.

https://doi.org/10.15575/rjsalb.v4i3.9444.

Jarir Ath-Thabari, Muhammad bin. Tafsir Ath-Thabari nomor 23. Translated by Misbah. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Junaidi, Akhmad Arif. “Janengan Sebagai Seni Tradisional Islam-Jawa.” Walisongo:

Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 21, no. 2 (December 15, 2013): 469.

https://doi.org/10.21580/ws.2013.21.2.254.

Kusumo Cokro Aminoto, Soetjipto. UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003. Jakarta:

Alfabeta, 2006.

(14)

Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Vol. 12 (1), 2022

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000.

Muhtarudin, Habib, and Ali Muhsin. “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Kitab al- Mawā‘iẓ al-‘Uṣfūriyyah.” Jurnal Pendidikan Islam 3, no. 2 (December 1, 2019):

311–30. https://journal.unipdu.ac.id/index.php/jpi/article/view/2004.

Mukarom, Mukarom, and Rochsun Rochsun. “Musik Tradisional Jawa Janengan Yang Terlupakan (A Forgotten Javanese Traditional Music Janengan).” Paradigma:

Jurnal Filsafat, Sains, Teknologi, Dan Sosial Budaya 24, no. 2 (September 11, 2018): 9–18. https://doi.org/10.33503/paradigma.v24i2.469.

Nafiah, Azizatun, and M. Yunus Abu Bakar. “Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Buku ‘Muslimah yang Diperdebatkan’ Karya Kalis Mardiasih.” Jurnal Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman 11, no. 2 (August 31, 2021): 108–21. https://doi.org/10.33367/ji.v11i2.1733.

Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2006.

Nurdianzah, Erry. “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Jawa (Kajian Historis Pendidikan Islam Dalam Dakwah Walisanga).” Jurnal PROGRESS: Wahana Kreativitas Dan Intelektualitas 8, no. 1 (June 20, 2020): 01–22.

https://doi.org/10.31942/pgrs.v8i1.3440.

Padli, Muhammad, and Trio Suprayitno. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Sukses Offset, 2007.

Poerwadarminta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1997.

Ridwan, Muhammad. “Konsep Tarbiyah, Ta’lim Dan Ta’dib Dalam Al-Qur’an.”

Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam 1, no. 1 (August 16, 2018): 37–60.

https://doi.org/10.31538/nzh.v1i1.41.

Setiawan, Agus. “Konsep Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga Perspektif Pendidikan Islam.” EDUCASIA: Jurnal Pendidikan, Pengajaran, Dan Pembelajaran 2, no.

1 (June 30, 2017): 1–21.

https://www.educasia.or.id/index.php/educasia/article/view/15.

Wardi, Moh., and Ismail Ismail. “Following The Prophet Muhammad Character Through Ngabuleh Tradition In Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan.” EL HARAKAH (TERAKREDITASI) 20, no. 1 (June 1, 2018): 49.

https://doi.org/10.18860/el.v20i1.4473.

Wardi, Moh Wardi Moh. “Tradisi Ter-Ater Dan Dampak Ekonomi Bagi Masyarakat Madura.” Karsa: Journal of Social and Islamic Culture 20, no. 2 (2013): 40–57.

https://doi.org/10.19105/karsa.v20i2.30.

Yasin, Ahmad Fatah. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN Maliki Press, 2008.

Yudi, Yudi. “Orang Baik Yang Tidak Shalat Dan 2 Jenis Akhlak Terpuji.” Accessed January 28, 2022. https://www.islampos.com/orang-baik-yang-tidak-shalat- 114837.

Referensi

Dokumen terkait

Nilai- nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab “Ta’lim Muta’allim” adalah: 1) Akhlak seseorang harus memiliki niat dalam mencari ilmu, 2) mempunyai

Penelitian ini termasuk penelitian pustaka ( library research ), yang menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode editing dan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pelaksanaan tradisi punggahan ramadhan di Desa Batu Meranti, mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam

Yang untuk memahami penanaman nilai-nilai karakter dalam pembelajaran akidah akhlak di Mts Negeri 1 Makassar.Hasil penelitian ini dapat dirangkum sebagai berikut:

Nilai pendidikan akhlak kepada manusia tercermin dalam silaturahmi,11 yaitu dalam pelaksanaan tradisi Kenduri yang membutuhkan banyak orang, sehingga dalam proses atau pelaksanaan

Pembahasan Hasil Analisis Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam Novel Merindu Cahaya De Amstel karya Arumi Ekowati dengan Pendidikan Agama Islam

Sehingga yang di tepung tawari dapat memberlangsungkan acara tersebut”.ibu asmawarni Adapun untuk nilai sosial yang terkandung dalam kegiatan budaya serta praktek adat tradisi upacara

Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Ta’lim Al-Muta’alim Dengan Relevasi Pendidikan Karakter Di Era 5.0 No NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB TA’LIM AL-MUTA’ALIM RELEVANSINYA