• Tidak ada hasil yang ditemukan

{'o,o*" - Jurnal Ilmiah Mahasiswa STKIP PGRI Sumbar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "{'o,o*" - Jurnal Ilmiah Mahasiswa STKIP PGRI Sumbar"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUBT'NGAIY ANTARA KECERDASAI\I EMOSIONAL DENGAI\I CARA BELAJAR PESERTA DIDIK

DI

SMP

I\TEGERI45 SIJUNJUNG

ARIIKEL

.i: :i

.$.}

i i;:.

I

1eg, tr*'d'^&' *ffl*f4t

{'o,o*"

Oleh:

RIAVTNOLA

PTTTBI

SARr

ITIPM:0!m50144

PROGRAM STUDI BIMBINGAI\I DA}t KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAIY DAI\I ILMU PENDIDIKAI\I

(STKIP) PGRI

STJMATERA

BARAT PAI}AIIG

2016

(2)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN CARA BELAJAR PESERTA DIDIK

DI SMP NEGERI 45 SIJUNJUNG

Oleh:

Riavinola Putri Sari *

Dra Hj. Fitria Kasih, M.Pd, Kons **

Rici Kardo, M.Pd **

Mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRAK

This research is motivated by learners who do not believe themselves to appear in the learning process, has not been able to maintain the norms of honesty in the exam, does not have good study planning, rarely repeat the subject matter as well as the task lightly. The purpose of this study to describe 1) the emotional intelligence of students, 2) how learners, and 3) the relationship between emotional intelligence and how learners. This research is a quantitative correlation descriptive study. The study population is all students of the school year 2015/2016 SMP Negeri 45 Sijunjung as many as 81 people. The sampling technique using total sampling. Data were obtained through a questionnaire. The data is processed using percentage and correlation techniques with the help of the program SPSS version 22.0. Results of the study revealed that: 1) the emotional intelligence of students that are in the category of smart, 2) how learners are in either category, and 3) the relationship between emotional intelligence and the way students learn a significant link in the category is strong, so it can be concluded that the working hypothesis (Ha) is acceptable

Keywords: emotional intelligence, learning, learner

(3)

1

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN CARA BELAJAR PESERTA DIDIK

DI SMP NEGERI 45 SIJUNJUNG

Oleh:

Riavinola Putri Sari *

Dra Hj. Fitria Kasih, M.Pd, Kons **

Rici Kardo, M.Pd **

Mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh peserta didik yang belum percaya diri tampil dalam proses pembelajaran, belum mampu memelihara norma kejujuran dalam ujian, belum mempunyai perencanaan belajar yang baik, jarang mengulang materi pelajaran serta mengerjakan tugas seadanya. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan 1) kecerdasan emosional peserta didik, 2) cara belajar peserta didik, dan 3) hubungan antara kecerdasan emosional dengan cara belajar peserta didik. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif korelasi. Populasi penelitian ini semua peserta didik tahun ajaran 2015/2016 SMP Negeri 45 Sijunjung sebanyak 81 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Data penelitian diperoleh melalui angket. Data diolah menggunakan persentase dan teknik korelasi dengan bantuan program SPPS versi 22.0. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa: 1) kecerdasan emosional peserta didik berada pada kategori cerdas, 2) cara belajar peserta didik berada pada kategori baik, dan 3) hubungan antara kecerdasan emosional dengan cara belajar peserta didik terdapat hubungan yang signifikan berada pada kategori kuat, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kerja (Ha) dapat diterima.

Kata Kunci: Kecerdasan emosional, cara belajar, peserta didik PENDAHULUAN

Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan pengajaran, bimbingan atau latihan serta keterampilan guna meningkatkan peranan peserta didik dimasa yang akan datang, sebagaimana yang dicantumkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 (2007:2), dijelaskan bahwa:

Pendidikan adalah usaha dan untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak, dan budimulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Guna mencapai tujuan tersebut, maka perlu diadakan kegiatan belajar yang merupakan kegiatan yang berproses dan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang

pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat tergantung pada proses belajar yang dialami peserta didik, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

Menurut Hamalik (2007:29) “Belajar merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan”. Selanjutnya menurut Syah (2007:67)

“Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”.

Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha yang dilakukan seseorang selaku individu, sehingga mengalami perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif dan terjadi dalam jangka waktu tertentu.

Belajar merupakan suatu proses yang memerlukan waktu dan tempat, berhasil atau tidaknya belajar tergantung kepada banyak faktor, baik yang berasal dari dalam maupun

(4)

dari luar individu. Faktor yang datang dari dalam diri yaitu: minat, bakat, kebiasaan belajar, inteligensi, dan kreativitas. faktor yang datang dari luar diri individu di antaranya: pendidik, metode pengajaran, media pengajaran, dan lingkungan belajar.

Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajar. Seluruh aktivitas belajar peserta didik adalah untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik. Oleh karena itu, setiap peseta didik berlomba-lomba untuk mencapainya dengan suatu usaha yang dilakukan seoptimal mungkin. Menurut Hidayati (2009:27), “Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan dan pengalaman yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas belajar”.

Selama ini banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi diperlukan Kecerdasan Intelektual (IQ) yang juga tinggi. Inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal.

Kenyataannya, dalam proses pembelajaran di sekolah, sering ditemukan peserta didik yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada peserta didik yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi, tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah. Namun ada peserta didik yang mempunyai kemampuan inteligensi sedang/rata-rata dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi.

Menurut Uno (2008:72) “Kecerdasan emosional merupakan kemampuan, seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa”.

Kecerdasan emosional menuntut peserta didik belajar mengakui dan menghargai perasaan pada dirinya dan orang lain untuk menanggapi dengan tepat, menerapkan dengan efektif informasi dan energi, serta emosi dalam kehidupan peserta didik, terutama dalam proses pembelajaran.

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa kecerdasan emosional membentuk “karakter”

lebih penting bagi keberhasilan anak. Dari pernyataan ini dapat dilihat bahwa karakter cara belajar anak pun akan terbentuk dengan adanya kecerdasan emosional pada anak dan selanjutnya akan berpengaruh juga terhadap hasil belajar.

Bila cara belajar merupakan cara belajar yang baik, maka hasil belajar cenderung baik. Sebaliknya, bila cara belajar buruk, maka hasil belajar cenderung buruk.

Peserta didik yang memiliki cara belajar yang baik akan selalu membagi waktu secara efektif dan efisien untuk melaksanakan semua aktivitas belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Di samping itu, mereka juga akan mampu menetapkan skala prioritas, pembagian waktu yang jelas terhadap objek atau kegiatan yang dilakukan.

Menurut Slameto (2003:82) ada lima cara belajar efektif yang dapat dilakukan oleh seorang peserta didik yaitu: 1) pembuatan jadwal dan pelaksanaannya, 2) membaca dan membuat catatan, 3) mengulangi bahan pelajaran, 4) konsentrasi dalam belajar, dan 5) mengerjakan tugas. Berdarakan apa yang dijelaskan oleh Slameto bahwa belajar efektif merupakan cara belajar yang mampu meningkatkan seluruh kemampuan peserta didik yang mana dengan belajar efektif mampu membuat peserta didik menjadi lebih bergairah.

Sesuai dengan pendapat George W.

Maxim tahun 1987 (Sanjaya, 2010:234) mengatakan bahwa cara belajar yang bersifat monoton akan membuat peserta didik menjadi bosan, tidak bergairah, dan akan menurunkan motovasi dan begitu sebaliknya apabila motivasi itu melemah maka cara belajarpun akan memburuk. Dan apabila motivasi meningkat maka belajarpun akan semakin efektif. Maka dengan demikian dapat kita katakan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan dengan cara belajar peserta didik.

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di SMP Negeri 45 Sijunjung pada tanggal 10-11 April 2015, terlihat masih ada peserta didik yang belum memiliki rasa percaya diri ketika tampil dalam proses pembelajaran, belum mampu memelihara norma kejujuran dalam mengikuti ujian, belum bertanggung jawab atas tindakan pribadi seperti membuang sampah sembarangan, belum memiliki dorongan berprestasi, belum mampu bekerjasama dengan orang lain, serta bertutur kata masih belum baik dengan teman. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik belum memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.

Dalam proses pembelajaran, masih ada peserta didik yang belum bisa konsentrasi, sering keluar-masuk, makan-makan di dalam kelas, meribut dan belum memiliki persiapan sebelum melakukan proses pengajaran seperti

(5)

3 tidak mengerjakan pekerjaan rumah serta tidak membawa buku pelajaran. Gejala seperti ini menunjukkan bahwa peserta didik belum efektif cara belajarnya.

Sementara itu dari wawancara dengan guru BK dan dua orang guru mata pelajaran SMP Negeri 45 Sijunjung pada tanggal 10-11 April 2015, diperoleh informasi bahwa masih ada peserta didik yang belum mempunyai perencanaan belajar yang baik, tidak mempunyai catatan yang teratur dan sewaktu akan ujian meminjam catatan teman untuk difotokopi, jarang mengulang materi pelajaran serta mengerjakan tugas seadanya. Hal ini merupakan gejala yang tidak baik dan perlu adanya pengkajian yang lebih dalam tentang cara belajar.

Dalam kaitan pentingnya kecerdasan emosional dan cara belajar pada diri peseta didik sebagai salah satu faktor penting untuk meraih prestasi belajar dan kenyataan di lapangan, maka judul dalam penelitian ini adalah “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Cara Belajar Peserta Didik di SMP Negeri 45 Sijunjung”.

Berdasarkan masalah yang dialami mengenai kecerdasan emosional dan cara belajar yang akan diteliti dibatasi sebagai berikut:

1. Gambaran kecerdasan emosional peserta didik.

2. Gambaran cara belajar peserta didik.

3. Hubungan antara kecerdasan emosional dengan cara belajar peserta didik.

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan “Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan cara belajar peserta didik di SMPNegeri 45 Sijunjung?”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:

1. Gambaran kecerdasan emosional peserta didik.

2. Gambaran cara belajar peserta didik.

3.

Hubungan antara kecerdasan emosional dengan cara belajar peserta didik.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelasional. Menurut Arikunto (2005:248) “Penelitian deskriptif korelasional menerangkan sejauh mana dua atau lebih variabel berkorelasi.”

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VII, VIII, dan IX tahun ajaran 2015/2016 SMP Negeri 45 Sijunjung dengan jumlah 81 orang. Dalam

pengambilan sampel, peneliti menggunakan teknik total sampling.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data interval. Menurut Mahmud (2011:148) “Data interval adalah data yang berasal dari objek atau kategori yang diurutkan berdasarkan atribut tertentu, dan jarak antara tiap objek atau kategori adalah sama”.

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII ,VIII, da kelas IX SMP Negeri 45 Sijunjung, sedangkan data sekunder diperoleh dari Unit Tata Usaha di SMP Negeri 45 Sijunjung.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Bungin (2005:123) “Angket adalah serangkaian atau daftar pernyataan yang disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden”. Untuk pengolahan data diolah menggunakan persentase dan teknik korelasi dengan bantuan program SPPS versi 22.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Temuan penelitian mengenai hubungan antara kecerdasan emosional dengan cara belajar peserta didik di kelas SMP Negeri 45 Sijunjung adalah sebagai berikut:

a. Kecerdasan Emosional

Secara umum kecerdasan emosional peserta didik yaitu 1 orang kurang cerdas (1,2 percent), 22 orang cukup cerdas (27,2 percent), 51 orang cerdas (63 percent), dan 7 orang sangat cerdas (8,6percent). Dapat disimpulkan bahwa peserta didik di SMP Negeri 45 Sijunjung cerdas emosionalnya.

Hal ini mengidentifikasikan bahwa sebagian besar peserta didik cerdas kesadaran diri, Pengaturan diri, memotivasi diri sendiri, Empati (empati) dan keterampilan sosial.penjelasan di atas mengungkap bahwa identifikasi masalah serta keterangan yang peneliti dapatkan selama melakukan observasi terhadap sebelumnya tidak benar adanya. Tetapi hal tersebut terungkap dari hasil yang peneliti peroleh setelah mengolah data perindikator kecerdasan dalam motivasi peserta didik yaitu 3orang kuranag cerdas (3,7percent), 16 orang cukup cerdas (19,8 percent), 49 orang cerdas (60,5 percent), dan 13 orang sangat cerdas (16percent).

Walaupun sebagian besar data yang diperoleh mengungkap bahwa sebenarnya kecerdasan emosional peserta didik cenderung berada pada kategori cerdas

(6)

tetapi jika dilihat perindikator maka pada indikatormotivasi terdapat 3 orang yang kurang cerdas secara emosionalnya dilihat dari aspek keterampilan sosial juga ada yang kurang cerdas emosionalnya.Itu membuktikan bahwa adanya peserta didik yang kurang cerdas emosionalnya. Untuk peserta didik yang kurang cerdas secara emosional hendaknya mendapatkan perhatian serta bimbingan yang lebih baik.

Menurut Goleman (Uno, 2008: 85), kecerdasan emosi dapat dibagi menjadi lima unsur yaitu: kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial.

1. Kesadaran diri: mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realitas atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.

2. Pengaturan diri: menangani emosi sedemikian rupa sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya satu gagasan, maupun pulih kembali dari tekanan emosi.

3. Motivasi: menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntut kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, serta untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustrasi.

4. Empati: merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam- macam orang.

5. Keterampilan sosial: menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan kemampuan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerjasama dan bekerja dalam tim.

Jelaslah bahwa kecerdasan emosi menentukan potensi kita untuk mempelajari keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsur, yaitu kesadaran diri, motivasi, pengaturan diri, empati dan kecakapan dalam membina

hubungan dengan orang lain. Hanya dengan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, menjamin seseorang akan punya kesempatan untuk mempelajari kecakapan emosi yang paling tinggi untuk belajar.

b. Cara Belajar Peserta Didik

Secara umum gambaran cara belajar peserta didik yaitu 21 orang cukup baik (25,9 percent), 51 orang baik (63 percent), dan 9 orang sangat baik(11,1 percent). Dapat disimpulkan bahwa peserta didik di SMP Negeri 45 Sijunjung baik cara belajarnya. Keterangan tersebut mengungkap bahwa identifikasi masalah serta keterangan yang peneliti dapatkan selama melakukan observasi terhadap sebelumnya tidak benar adanya. Tetapi hal tersebut terungkap dari hasil yang peneliti peroleh setelah mengolah data perindikator. Seperti pengerjaan tugas peserta didik yaitu 12orang kurang baik (14.8 percent), 26 orang cukup baik (32.1 percent), 27orang baik (33,3 percent), dan 16 orang sangat baik (19,8 percent). Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peserta didik baikdalam mengerjakan tugas dalam cara belajar. Walaupun sebagian besar data yang diperoleh mengungkap bahwa sebenarnya cara belajar peserta didik cenderung berada pada kategori baik tetapi masih ada 12 orang yang memang kurang baik dalam penyelesaian tugas sesuai dengan apa yang penulis temukan dilapangan.

Peserta didik yang memiliki sikap tidak baik hendaknya mendapatkan perhatian serta bimbingan yang lebih oleh guru BK khususnya guru agama, agar dapat memperbaiki cara belajar yang kurang baik tersebut.Pada umumnya baik dan tidak baiknya cara belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal peserta didik itu sendiri maupun faktor eksternalnya.Maka agar belajar menjadi lebih efektif maka semua cara harus dilaksankan salah satunya yaitu memperkenalkan lebih dalam lagi mengenai cara belajar yang dikemukan oleh Slameto.

Slameto (2003: 82) ada lima cara belajar yang dapat dilakukan oleh seorang siswa yaitu:

1. Pembuatan jadwal dan pelaksanaannya Jadwal adalah pembagian waktu untuk sejumlah kegiatan yang dilaksanakan oleh seseorang setiap harinya. Jadwal juga berpengaruh terhadap hasil

(7)

5 belajar. Cara membuat jadwal yang baik adalah

- Tidur : 8 jam

- Makan, mandi, olahraga :3 jam

- Urusan pribadi :2 jam

- Sisanya untuk belajar :11 jam Waktu yang 11 jam ini digunakan untuk belajar di sekolah selama 7 jam, sedangkan sisanya yang 4 jam digunakan untuk belajar di rumah. Supaya siswa berhasil dalam belajar, jadwal yang sudah dibuat, haruslah dilaksanakan secara teratur, disiplin dan efisien.

2. Membaca dan membuat catatan Membaca besar pengaruhnya terhadap belajar. Hampir sebagian besar kegiatan belajar adalah membaca.

3. Mengulangi bahan pelajaran

Mengulangi pelajaran besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan (review)

“bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan” akan tetap tertanam dalam otak seseorang.

Mengulang dapat secara langsung membaca, bahkan lebih penting mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari. Cara ini dapat ditempuh dengan cara membuat ringkasan.

4. Konsentrasi

Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan mengenyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dalam belajar, konsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap sesuatu mata pelajaran dengan mengenyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan dengan pelajaran.

5. Mengerjakan tugas

Mengerjakan tugas dapat berupa pengerjaan tes atau mengerjakan latihan-latihan yang ada dalam buku- buku ataupun soal-soal buatan sendiri.

Sesuai dengan prinsip di atas, jelas mengerjakan tugas itu mempengaruhi hasil belajar.

Semakin baiknya kelima hal di atas maka semakin efektiflah cara belajar seorang pesera didik sehingga terbentuklah kognitif, afektif dan psikomotor yang akan mendorong peserta didik untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang lebih banyak lagi.

Tentunya ilmu pengetahuan tersebut adalah ilmu yang akan berguna

nantinya bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-harinya nanti.

c. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Cara Belajar Peserta Didik

Hubungan kecerdasan emosional dengan cara belajar peserta didik di SMP Negeri 45 Sijunjung dapat di gambarkan bahwa diperoleh korelasi atau rhitung sebesar 0,607 dan df 79 pada taraf signifikansi 0,05 atau tingkat kepercayaan (95 percent) maka diperoleh r tabel 0,218 jadi r hitung> r table artinya korelasinya signifikan. Selanjutnya barulah dilihat dengan ketentuan nilai r berarti -1 ≤ 0,607≤ 1 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kerja (Ha) dapat diterima dan terdapat hubungan yang signifikan yang menunjukkan arah hubungan yang positif dengan koefisien kuat. Artinya, semakin cerdas emosional peserta didik maka semakin baik pula cara belajarnya, sebaliknya semakin tidak cerdas emosi peserta didik, maka semakin tidak baik pula cara belajar peserta didik.

Sesuai dengan pendapat George W.

Maxim tahun 1987 (Sanjaya, 2010: 234) mengatakan bahwa cara belajar yang bersifat monoton akan membuat peserta didik menjadi bosan, tidak bergairah, dan akan menurunkan motovasi dan begitu sebaliknya apabila motivasi itu melemah maka cara belajarpun akan memburuk.

Berdasarkan apa yang telah dijelaksan oleh Maxim di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan cara belajar. Artinya mereka yang cerdas secara emosional akan mampu mengendalikan emosinya dari yang tidak bermotivasi tadi bisa menjadi bermotifasi sehingga cara belajarnya menjadi efektif dan akan menjadi efisien.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara kecerdasan emosional dengan cara belajar peserta didik di SMP Negeri 45 Sijunjung dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Gambaran kecerdasan emosionalpeserta didik berada pada kategori cerdas.

2. Gambaran cara belajar peserta didik berada pada kategori baik.

3. Gambaran hubungan kecerdasan emosional dengan cara belajar peserta didik diperoleh korelasi atau hubungan yang signifikan yang menunjukkan arah

(8)

hubungan yang positif dengan koefisien kuat.

SARAN

1. Peserta Didik

Peserta didik diharapkan untuk terus mempertahankan kecerdasan emosional dan cara belajarnya dengan meningkatkan keyakinan diri untuk mencapai kesuksessan yang lebih baik.

2. Guru BK

Guru BK diharapkan dapat meningkatkan kecerdasan emosional peserta didik sesuai dengan tingkat perkembangan emosi peserta didik tersebut.Sehingga kematangan emosi dapat diraih pada masa remaja sesuai dengan tingkat perkembangan emosi.

3. Kepala Sekolah

Kepala sekolah bersama personil sekolah lainnya diharapkan dapat memberikan wadah atau fasilitas yang berguna bagi peserta didik dalam menentukan meningkatkan kecerdasan emosional peserta didik.

4. Guru Mata Pelajaran

Agar guru mampu menumbuhkan motivasi dan memberikan gaya belajar atau metode belajar yang membuat peserta didik lebih efektif lagi dalam belajarnya.

5. Penelitian Selanjutnya

Agar peneliti selanjutnya dapat meneliti dan menemukan masalah baru yang terkait dengan apa yang telah peneliti temukan sebagaimana hasil peneliti di atas.

KEPUSTAKAAN

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Hidayati, Sri. 2009. Skripsi Hubungan antara

Kecerdasan Emosional dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 18 Padang. Padang: FIP UNP.

Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi standar proses pendidikan.

Jakarta: Kharisma Putra Utama

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, cetakan IV. Jakarta:

Rineka Cipta.

Syah, Muhibbin. 2007. Psikologi Belajar.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Uno, Hamzah B. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesulitan peserta didik dalam belajar biologi saat pembelajaran daring di berada pada kategori kesulitan yang tinggi.. Since

Temuan penelitian menunjukkan bahwa: 1 kecanduan siswa pada game secara umum berada pada kategori tinggi, 2 motivasi belajar siswa secara umum berada pada kategori cukup tinggi, 3