BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dedak Padi
Dedak padi berasal dari hasil penggilingan padi. Dedak padi itu berasal dari lapisan luar beras pecah kulit dalam proses penyosohan beras, proses pengolahan gabah menjadi beras akan menghasilkan beras sekitar 10% dari berat padi awal. Dedak padi merupakan limbah dalam proses pengolahan gabah menjadi beras dan dadak padi juga kaya akan nutrisi penting.
Dedak padi banyak mengandung berbagai vitamin (thiamin, niacin, vitamin B-6), mineral (besi, fosfor, magnesium, potassium), asam amino, asam lemak essensial dan antioksidan, sehingga berpotensi menjadi ingridien gizi yang dapat mengurangi resiko terjangkitnya penyakit dan meningkatkan kesehatan tubuh. Kandungan lemak pada dedak padi yang tinggi sekitar 6-10% menyebabkan dedak mudah mengalami ketengikan oksidatif. Ketengikan oksidatif dapat terjadi karena minyak dedak padi banyak mengandung asam-asam lemak akan diserang pada ikatan rangkap, terjadi reaksi oksidasi dengan dihasilkan bentuk-bentuk oksida dan peroksida.
Tabel 2.1 Komponen dan kandungan yang ada dalam dedak padi:
Komponen Kandungan
Protein, % 12,0-15,6
Lemak, % 15,0-19,7
Serat Kasar, % 7,0-11,4
Karbohidrat, % 34,1-52,3
Kadar Abu, % 6,6-9,9
Thiamin (b1),µ/g 12-24
Riboflavin (B2), µ/g 1,8-4,3
Kalsium, mg/g 0,3-1,2
Magnesium, mg/g 5-13
Phospor, mg/g 11-25
Seng, µ/g 43-258
Dari beberapa penelitian dedak padi memiliki nilai gizi yang tinggi.
Kandungan protein didalam dedak padi lebih tinggi dibandingkan kedelai, jagung. Selain kandungan protein yang tinggi dedak padi juga mengandung asam lemak tak jenuh yang bermanfaat untuk menurunkan kolesterol yang berdampak pada arteroklerosis. Manfaat lain dari dedak padi dapat mengatasi konstipasi atau sembelit, sebanyak 50 gram dedak padi mengandung serat sebanyak 44% dan air sebanyak 8%, serat dedak padi ini dapat mengiakt bahan karsinogenik yang dapat mengurangi resiko kanker usus.
II.2 Minyak Dedak Padi
Dedak padi pada masa-masa sebelumnya digunakan sebagai pupuk atau pakan ternak. Tetapi sekarang dedak padi dapat digunakan untuk ekstraksi minyak yaitu sebagai minyak dedak padi. Minyak dedak atau rice bran oil dengan rumus kimia CH2COOR-CHCOOR'-CH2-COOR merupakan minyak hasil ekstraksi dari dedak padi. Hasil dari ekstraksi ini dipisahkan dengan pelarut melalui penguapan (evaporasi). Selanjutnya minyak dedak yang sudah diekstrak akan dimurnikan untuk menghilangkan senyawa lilin, pewarna, dan bau tengik agar minyak siap dipakai. Minyak dedak biasanya digunakan sebagai pengganti minyak goreng untuk memasak. Selain itu minyak dedak padi (rice bran oil) dimanfaatkan sebagai salah satu bahan dasar pembuatan kosmetik, yaitu dengan memanfaatkan zat antioksidan didalam dedak untuk menghambat proses penuaan atau anti-aging egent.
Kandungan minyak yang relatif tinggi membuat dedak kurang tahan lama, karena minyak mudah terhidrolisis dan menjadi tengik akibat enzim lipase yang terdapat dalam beras. Kandungan asam lemak bebas pada dedak dapat meningkat satu persen setiap jam pada penyimpanan pada suhu kamar (Luh,1991). Kerusakan dedak yang disebabkan oleh ketengikan hidrolitik dan oksidatif merupakan kendala dalam pemanfaatan dedak sebagai sumber pangan. Tingginya kandungan minyak memudahkan terjadinya reaksi ketengikan akibat hidrolisis enzimatis oleh lipase dan reaksi oksidasi yang terdapat dalam minyak dedak.
Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Dedak
Asam Lemak Kadar (%)
Asam Miristant 0,3366
Asam Palmitat 17,2096
Asam Stearate 1,7112
Asam Oleat 45,7510
Asam Linoleat 33,4208
Asam Linolenat 0,3645
Asam Arachidik 1,2063
Sumber: Rahmania (2004)
Asam lineoleat merupakan salah satu asam lemak tidak jenuh yang sangat potensial. Asam lemak ini mempunyai 18 rantai karbon dengan tiga ikatan rangkap yang dikenal dengan sebagai omega-3 yang diperlukan dalam tubuh untuk memacu kerja otak, indra penglihatan dan fungsi kelenjar-kelenjar hormone (Muchtadi et al, 1993).
Minyak dedak memiliki aroma dan tampilan yang baik serta nilai titik asapnya cukup tinggi (2540C). Dengan titik asap yang paling tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya maka minyak dedak merupakan minyak terbaik dibanding minyak kelapa, minyak sawit maupun minyak jagung (Hadipermata, 2006). Minyak dedak padi yang baru diekstrak biasanya berwarna hijau kecoklatan dan berbau khas minyak dedak padi.
Tabel 2.3 Sifat fisika kimia minyak dedak
Parameter Nilai
Densitas (gr/ml) 0,89
Bilangan Penyabunan 179,17
%FFA (Asam Oleat) 34,49-49,76
Titik Nyala (oC) Minimum 150
Titik Pengasapan (oC) 254
Sumber : Mardiah, dkk (2006), PKM-ITS
II.3 Stabilisasi
Stabilisasi bertujuan untuk menghancurkan enzim lipase yang ada dalam dedak sehingga rendemen minyak meningkat dan kadar asam lemak bebas menurun. Stabilisasi dapat dilakukan secara kimiawi atau menggunakan panas.
Proses stabilisai dedak ada tiga cara, yaitu :
Pemanasan dengan kadar air tetap (retained-moisture heating)
Pemanasan dengan penambahan air (added-moisture heating) dan
Pemanasan kering pada tekanan atmosfir (sayre et al., 1982)
Dari ketiga proses pemanasan tersebut, pemanasan dengan tekanan tinggi dan kadar air tetap merupakan cara baik. Metode ini dilakukan berdasarkan pemanfaatan air dalam dedak sebagai penghantaran panas (heat transfer), denaturai enzim dan sterilisasi.
Stabilisasi dengan panas menyebabkan enzim lipase dalam dedak terdeaktivasi pada suhu 100-200 °C dalam waktu beberapa menit. Pemanasan dilakukan dengan injeksi uap panas, kontak dengan udara panas, pemanggangan atau pemasakan ekstrusif ( Hadipernata,2006).
Tiga cara inaktivasi lipase dedak, yaitu :
Pemanasan basah atau kering
Ekstraksi dengan pelarut organic untuk mengeluarkan minyak
Denaturasi etanolik dari lipase dedak dan lipase dari bakteri dan kapang (Champage et al, 1992 dalam Hartanti, 1995)
Menurut Ketaren (1986) ketengikan adalah kerusakan atau perubahan bau atau cita rasa dalam minyak atau bahan pangan berlemak tinggi ataupun rendah. Reaksi ketengikan diakibatkan oleh hidrolisis enzimatik lipase dan ketengikan oksidatif. Pada bekatul, ketengikan terjadi akibat lipase yang menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak bebas dioksidasi oleh enzim lipoksigenase menjadi bentuk peroksida, keton dan aldehid, sehingga bekatul menjadi tengik.
Stabilisasi dedak pada suhu tinggi dalam waktu yang singkat mampu menginaktifkan lipase yang terdapat pada dedak yang mempertahankan komposisi komponen bioaktif dan aktivitas antioksidan dedak. Metode stabilisasi yang dapat dilakukan adalah dengan pengovenan dedak pada suhu 100-140°C selama 5-15 menit seperti yang telah dilakukan oleh Tengah et al.
(2011) dalam menstabilisasikan dedak beras merah dari kabupaten Tabanan Bali. Sedangkan waktu optimum yang dibutuhkan untuk proses stabilisasi dedak menurut Subriyer Nasir (2009) adalah selama 15 menit pada temperatur 110ºC. Teknik pengovenan ini berfungsi untuk memanaskan ataupun mengeringkan. Oven dapat digunakan dalam stabilisasi dedak karena oven dapat menginaktifkan enzim lipase dan menurunkan kadar air dari dedak tersebut.
II.4 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Untuk mendapatkan minyak dari dedak padi digunakan ekstraksi dengan pelarut (solvent extraction). Berbeda dari komponen-komponen dalam campuran, pemisahan minyak dedak dari dedak padi merupakan proses ekstraksi padat-cair atau leaching. Ekstraksi padat cair (leaching) adalah proses pemisahan suatu zat terlarut yang terdapat dalam suatu padatan dengan mengontakkan padatan tersebut dengan pelarut (solvent) sehingga padatan dan cairan bercampur dan kemudian zat terlarut terpisah dari padatan karena larut dalam pelarut. Pada ekstraksi padat cair terdapat dua fase yaitu fase overflow (ekstrak) dan fase underflow (rafinat/ampas) (Subriyer Nasir dkk, Jurnal Teknik Kimia 2009).
Menurut Hangmonjay P dari hasil penelitian pengaruh konsentrasi enzim paling signifikan pada hasil ekstraksi minyak dan protein, sedangkan waktu dan suhu tidak memiliki efek signifikan. Hasil ekstraksi maksimal minyak adalah 79 %.
Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap berikut :
Pencampuran bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling kontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa secara difusi pada bidang antar muka bahan ekstraksi dengan pelarut. Dengan demikian terjadi pelarutan ekstrak.
Memisahkan larutan ekstrak dan raffinate, yang sering dilakukan dengan cara penjernihan atau filtrasi.
Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut, umumnya dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal-hal tertentu, larutan ekstrak dapat langsung diolah setelah dipekatkan.
Jenis-jenis metode ekstraksi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut : a) Maserasi
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan.
Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri.(Agoes,2007). Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar.
Namun di sisi lain, metode maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa- senyawa yang bersifat termolabil. Ultrasound - Assisted Solvent Extraction Merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz). Wadah yang berisi serbuk sampel ditempatkan dalam wadah ultrasonic dan ultrasound. Hal ini dilakukan untuk memberikan tekanan mekanik pada sel hingga menghasilkan rongga pada sampel. Kerusakan sel dapat menyebabkan peningkatan kelarutan senyawa dalam pelarut dan meningkatkan hasil ekstraksi.
b) Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan banyak waktu. Soxhlet Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari metode ini adalah proses ektraksi yang kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak waktu.
Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus berada pada titik didih.
c) Reflux dan Destilasi Uap
Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu.
Destilasi uap memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai senyawa menguap).
Selama pemanasan, uap terkondensasi dan destilat (terpisah sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur) ditampung dalam wadah yang terhubung dengan kondensor. Kerugian dari kedua metode ini adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi (Seidel V 2006).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi adalah sebagai berikut:
a. Temperatur Operasi
Semakin tinggi temperatur, laju pelarutan zat terlarut oleh pelarut semakin tinggi dan laju difusi pelarut ke dalam serta ke luar padatan, semakin tinggi pula. Temperatur operasi untuk proses ekstraksi kebanyakan dilakukan dibawah temperatur 100oC karena pertimbangan ekonomis.
Hubungan kecepatan pelarutan dengan temperature ditunjukkan dengan persamaan Arrhenius (Smith, 1981)
K = Ae-Ea/RT
Harga Ea, energi aktivasi pelarut selalu positif, sehingga kecepatan pelarut selalu bertambah dengan menaiknya temperature (Treyball, 1979)
b. Waktu Ekstraksi
Lamanya waktu ekstraksi mempengaruhi volume ekstrak minyak dedak yang diperoleh. Semakin lama waktu ekstraksi semakin lama juga waktu kontak antara pelarut n-hexane dengan bahan baku dedak sebagai padatan sehingga semakin banyak zat terlarut yang terkandung di dalam padatan yang terlarut di dalam pelarut.
c. Ukuran, bentuk dan kondisi partikel padatan
Minyak pada partikel organik biasanya terdapat di dalam sel-sel. Laju ekstraksi akan rendah jika dinding sel memiliki tahanan difusi yang tinggi. Pengecilan ukuran partikel ini dapat mempengaruhi waktu ekstraksi (Mc.Cabe, 1985). Semakin kecil ukuran partikel berarti permukaan luas kontak antara partikel dan pelarut semakin besar, sehingga waktu ekstraksi akan semakin cepat. Pengecilan ukuran ini juga bertujuan menghancurkan matriks inert pengotor yang melingkupi zat terlarut. Namun demikian, tidak diketahui ukuran partikel terlalu halus karena semakin halus padatan partikel maka akan semakin mahal biaya operasi dan semakin sulit dalam pemisahan sehingga sulit untuk diperoleh larutan ekstrak yang murni.
d. Jenis pelarut
Pada proses ekstraksi, banyak pilihan pelarut yang digunakan.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih pelarut adalah sebagai berikut:
Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen lainnya dari bahan yang diekstrak. Dalam hal ini, larutan ekstrak yang diperoleh harus dibersihkan yaitu dengan mengekstraksi larutan tersebut dengan pelarut kedua (Ketaren, 1986).
Kelarutan
Pelarut harus mempunyai kemampuan untuk melarutkan solut sesempurna mungkin. Kelarutan solut terhadap pelarut yang tinggi akan mengurangi jumlah penggunaan pelarut, sehingga menghindarkan terlalu besarnya perbandingan antara pelarut dan padatan.
Kerapatan
Perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan solut akan memudahkan pemisahan keduanya.
Aktivitas kimia pelarut
Pelarut harus bahan kimia yang stabil dan inert terhadap komponen lainnya didalam sistem (Treybal, 1980).
Titik didih
Pada proses ekstraksi biasanya pelarut dan solut dipisahkan dengan cara penguapan, distilasi atau rektifikasi. Oleh karena itu titik didih kedua bahan tidak boleh terlalu dekat. Dari segi ekonomi akan menguntungkan bila titik didih pelarut tidak terlalu tinggi.
Viskositas pelarut
Pelarut harus mampu berdifusi ke dalam maupun ke luar dari padatan agar bisa mengalami kontak dengan seluruh solut. Oleh karena itu, viskositas pelarut harus rendah agar dapat masuk dan keluar secara mudah dari padatan (Ketaren, 1986).
Rasio pelarut
Rasio pelarut yang dipakai terhadap padatan harus sesuai dengan kelarutan zat terlarut atau solut pada pelarut. Semakin kecil kelarutan solut terhadap pelarut, semakin besar pula perbandingan pelarut terhadap padatan, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian perbandingan solut dan pelarut yang tepat akan mampu memberikan hasil ekstraksi yang diharapkan.
Pelarut yang digunakan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Bersifat selektif yaitu keefektifan pelarut dalam melarutkan zat yang dikehendaki dengan cepat dan baik.
b) Mempunyai titik didih rendah, agar pelarut dapat diuapkan pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Akan tetapi titik didih pelarut juga tidak boleh terlalu rendah, karena hal ini mengakibatkan hilangnya sebagian pelarut akibat penguapan.
c) Tidak larut dalam air.
d) Bersifat inert, sehingga tidak bereaksi dengan komponen minyak.
e) Harga relatif murah.
II.5 Pelarut
Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi ini yaitu menggunakan pelarut etanol. Etanol sering disebut juga etyl alcohol merupakan jenis pelarut yang mudah menguap, mudah terbakar, dan tidak berwarna serta memiliki aroma yang khas. Etanol merupakan pelarut serbaguna, dapat larut dengan air dan banyak pelarut organik termasuk asam asetat, aseton, benzen, karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, etilen glikol, gliserol, nitrometana, piridin dan toluen. Ethanol juga larut dengan hidrokarbon alifatik ringan seperti pentana dan heksana, dan alifatik klorida seperti tricloroetana dan tetracloroetilen.
Tabel 2.4 Sifat Fisik Etanol
Sifat-sifat Keterangan
Rumus molekul C2H5OH
Berat molekul 46,068 g/mol
Bentuk dan warna Liquid tidak berwarna
Densitas 0,789 gr/ml
Titik leleh -112 oC (161 K)
Titik didih 78,4 oC (351,6 K)
Kelarutan dalam air Larut
Viskositas 1,200 cp pada 20oC
Temperatur kritis 240,2 oC (513,92 K)
Tekanan kritis 6,12 x 106 Pa
Sumber : Perry, R.H and C.H. Hilton (eds). 1973. The Chemical Engineers Handbook.
Etanol memilki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan dengan metanol dan lebih rendah dibandingkan dengan alkohol-alkohol lainnya.
Hal ini dapat diterangkan dengan adanya ikatan hidrogen di dalam molekul alkohol, sehingga alkohol dengan bobot molekul rendah sangat larut dalam air. Tetapi dengan adanya gaya Van Der Waals antara molekul-molekul hidrogen dalam alkohol menjadi lebih efektif menarik molekul satu sama lain sehingga mengalahkan efek pembentukan ikatan hidrogen (Koenan, 1986). Etanol bersifat miscible terhadap air dan dengan kebanyakan larutan organik, termasuk larutan non-polar seperti aliphatic hydrocarbons.
Lebih jauh lagi penggunaan etanol digunakan sebagai solvent untuk melarutkan obat-obatan, penguat rasa, dan zat warna yang tidak mudah larut dalam air. Bila bahan non-polar dilarutkan dalam etanol, dapat ditambahkan air untuk membuat larutan yang kebanyakan air. Gugus OH dalam etanol membantu melarutkan molekul polar dan ion-ion dan gugus alkilnya CH3CH2- dapat mengikat bahan non-polar. Dengan demikian etanol dapat melarutkan baik non maupun polar.
II.6 Distilasi
Distilasi merupakan suatu perubahan cairan menjadi uap dan uap tersebut diinginkan menjadi cairan. Distilasi ini bertujuan untuk memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu larutan atau campuran. Komponen-komponen tersebut biasanya dalam bentuk fasa uap dan fasa cair. Fasa uap tersebetu terbentuk dari fasa cair yang melalui penguapan (evaporasi) pada titik didihnya.
Perpindahan panas ke cairan yang sedang mendidih memegang peranan yang penting pada proses evaporasi dan distilasi atau juga pada proses biologi dan proses kimia lain seperti proses petroleum, pengendalian temperatur suatu reaksi kimia, evaporasi suatu bahan pangan dan sebagainya. Cairan yang sedang dididihnya biasanya ditampung dalam bejana dengan panas yang berasal dari pipa-pipa pemanas yang horizontal atau vertikal. Pipa dan plat-plat tersebut dipanaskan dengan listrik, dengan cairan panas atau uap panas pada sisi yang lain.
Perbedaan sifat campuran suatu fase dengan campuran dua fase dapat dibedakan secara jelas jika suatu cairan menguap, terutama dalam keadaan mendidih. Sebagai contoh adalah cairan murni didalam suatu tempat yang tertutup. Pada suhu tertentu molekul-molekul cairan tersebut memiliki energi tertentu dan bergerak bebas secara tetap dan dengan kecepatan tertentu. Tetapi setiap molekul dalam cairan hanya bergerak pada jarak pendek sebelum dipengaruhi oleh molekul-molekul lain, sehingga arah geraknya diubah. Namun setiap molekul pada lapisan permukaan yang bergerak ke arah atas akan meninggalkan permukaan cairan dan akan menjadi molekul uap. Molekul-molekul uap tersebut akan tetap berada dalam gerakan yang konstan, dan kecepatan molekulmolekul dipengaruhi oleh suhu pada saat itu.
Zat cair yang mudah larut kepada suatu cairan dalam keadaan suhu konstan, maka cairan tersebut akan larut sempurna pada larutan yang pertama. Kedua larutan tersebut terbentuk fase tunggal dimana bagian permukaan dari campuran lauratn tersebut terutama terdiri dari molekul- molekul cairan jenis pertama. Jumlah molekul cairan jenis pertama yang
lolos ke dalam ruang penguapan dalam waktu tertentu tergantung dari jumlah molekul yang berada di lapisan permukaan cairan. Jumlah ini lebih sedikit dibanding dengan larutan murni semula. Akan tetapi bagi molekul yang saling larut sempurna, molekul yang berubah menjadi cairan (berkondensasi) tidak akan segera akan terjadi. Karena luas permukaan tidak berubah, sedangkan molekul cairan jenis pertama lebih banyak berkondensasi daripada menguap, maka untuk sementara waktu keadaan keseimbangan akan terganggu. Proses tersebut akan berlangsung terus sampai tercapai suatu ketimbangan yang mantap, yaitu pada saat kecepatan penguapan dan kondensasi sudah sama besarnya. Keadaan kesetimbangan ini pada suatu saat akan mengalami gangguan kembali yaitu pada saat molekul uap cairan pertama semakin berkurang.
Kondensasi atau proses pengembunan uap menjadi cairan, dan penguapan suatu cairan menjadi uap melibatkan perubahan fase cairan dengan koefisien pindah panas yang besar. Kondensasi terjadi apabila uap jenuh seperti steam bersentuhan dengan padatan yang temperaturnya dibawah temperatur jenuh sehingga membentuk cairan seperti air (Geankoplis, 1983 dalam Bambang 2010).
II.7 Metode Faktorial
Suatu rancangan percobaan dilakukan antara lain untuk membandingkan factor-faktor dari berbagai variabel suatu percobaan.
Namun pada kenyataannya sering diperlukan rancangan percobaan yang melibatkan banyak variable dengan berbagai tingkatan sekaligus. Sehingga akan menghasilkan kombinasi beberapa variable dengan berbagai tingkatan. Hal ini sering disebut desain factorial. Desain factorial merupakan sebuah metode perancangan eksperimen yang mempelajari efek dari dua atau lebih faktor.
Efek dari faktor eksperimen didefinisikan sebagai perubahan respon yang terjadi karena perubahan level dari faktor tersebut. Efek perubahan ini biasa disebut sebagai main effect karena ini merupakan sinyal untuk efek dari faktor utama yang ingin diamati. Dalam beberapa percobaan,
pembuat eksperimen mungkin menemukan bahwa perbedaan respon antar level dalam satu faktor tidak sama dengan semua level pada faktor yang lain (Dewi, 2010 :83).
Percobaan faktorial dapat terdiri atas dua faktor, tiga faktor, dan seterusnya, tergantung dari jumlah faktor yang dicobakan dan tingkat ketelitian yang diinginkan.Percobaan faktorial tiga faktor adalah suatu percobaan yang terdiri dari tiga faktor yang masing-masing faktor terdiro atas dua taraf atau lebih. Tingkat ketelitian pada ketiga faktor tersebut dianggap sama. Rancangan faktorial bertujuan dan digunakan untuk mempelajari interaksi dari faktor yang dicobakan dalam mewujudkan suatu gejala atau respon dalam suatu peristiwa baik pengaruh utama maupun interaksi secara simultan dari faktor tersebut. Adanya interaksi ini merupakan kelebihan sekaligus sebagai cori dari percobaan faktorial dibanding percobaan satu faktor karena dimungkinkannya mengetahui pengaruh interaksi dari faktor-faktor yang dicobakan. Interaksi adalah tanggap differensial (differensial response) terhadap sebuah kombinasi faktor dengan berbagai taraf faktor kedua dan faktor ketiga yang dilakukan secara seksama.
Percobaan faktorial tiga faktor dengan rancangan dasar RAK adalah menggunakan rancangan acak kelompok sebagai rancangan lingkungannya, sedangkan faktor yang dicobakan terdiri dari dua faktor.
Model yang digunakan pada percobaan faktorial tiga faktor dengan rancangan dasar RAK adalah :
Yijk = μ + Ci + Aj + Bk + DI + (AB)jk + (AD)jl + (BD)kl + (ABD)jkl + ԑijkl
Dimana :
Yijk = nilai pengamatan pada baris ke-I, kolom ke-j yang mendapat perlakuan ke-t
μ = nilai rata-rata umum Ci = pengaruh kelompok ke-i
Aj = pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor A
Bk = pengaruh aditif taraf ke-k dari faktor B
(AB)jk = pengaruh interaksi taraf ke-j dari faktor A dan taraf ke-k dari faktor B
(AD)jl = pengaruh interaksi taraf ke-j dari faktor A dan taraf ke-1 dari faktor D
(BD)kl = pengaruh interaksi taraf ke-j dari faktor A dan taraf ke-1 dari faktor D
(ABD)jkl = pengaruh interaksi taraf ke-j dari faktor A dan taraf ke-k dari faktor B dan taraf ke-1 dari faktor D
ԑijkl = pengaruh galat dari suatu percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan jkl
(Slamet, 2019)
Penggunaan desain faktorial dalam perancangan suatu eksperimen tentunya memiliki beberapa kelebihan maupun kekurangan. Berikut ini adalah beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan :
1. Kelebihan
Lebih efisien dalam menggunakan sumber-sumber yang ada
Informasi yang diperoleh lebih komperhensif karena kita bisa mempelajari pengaruh utama dari interaksi
Hasil percobaan dapat diterapkan dalam suatu kondisi yang lebih luas karena kita mepelajari kombinasi dari berbagai factor
2. Kekurangan
Analisis statistika menjadi lebih kompleks
Terdapat kesulitan dalam menyediakan satuan percobaan yang relatif homogen
Pengaruh dari kombinasi perlakuan tertentu mungkin tidak berarti apaapa sehingga terjadi pemborosan sumber daya yang ada
II.8 Kadar Asam Lemak Bebas
Kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak nabati dapat menjadi salah satu parameter penentu kualitas minyak tersebut. Besarnya asam lemak bebas dalam minyak ditunjukan dengan nilai angka asam. Angka asam yang tinggi mengindikasikan bahwa asam lemak bebas yang ada di dalam minyak nabati juga tinggi sehingga kualitas minyak justru semakin rendah (Winarno, 2004).
Tebel 2.5 Parameter Analisa untuk Minyak Goreng Standar Nasional Indonesia
Analisa Level Standar Level Minyak Dedak
Padi Iodine Value (Wijs
method g/100 g sampel)
108-112 99-108
Peroxide value, PV, meq/kg
1,0 max 1,0 max
Moisture (%) 0,15 max 0,05 max
Color <3.5 5,0 max
FFA (%) 0,05 max 0,05 max
Acid Value, mg KOH g 0,6 max 1,2
Flavor/Odor 8 7 min
Chlorophyll (ppb) <30 75 max
Smoke Point, oF 210 oC min 213 oC
SNI 3741:2013 Minyak Goreng
Dari Parameter Analisa untuk minyak goreng Standar Nasional Indonesia
%FFA yang dapat dijadikan sebagai minyak pangan maximal memiliki
%FFA sebesar 0,05 %. Pembentukan asam lemak bebas dalam minyak goreng diakibatkan oleh proses hidrolisis yang terjadi selama proses penggorengan, ini biasanya disebabkan oleh pemanasan yang tinggi yaitu pada suhu 160-200°C (Kalapathy dan Proctor, 2000).
Asam lemak bebas di dalam minyak goreng merupakan asam lemak berantai panjang yang tidak teresterifikasi. Asam lemak bebas mengandung asam lemak jenuh yang berantai panjang. Semakin banyak konsumsi asam lemak bebas, akan meningkatkan kadar Low Density Lipoprotein (LDL) dalam darah yang merupakan kolesterol jahat. Banyaknya asam lemak bebas dalam minyak menunjukkan penurunan kualitas minyak (Adrian, 2005).
II.9 Densitas
Densitas merupakan suatu zat atau cairan yang digunakan sebagai salah satu metode analisis yang berperan dalam menentukan senyawa cair, digunakan pula untuk uji identitas dan kemurnian dari senyawa obat terutama dalam bentuk cairan, serta dapat pula diketahui tingkat kelarutan / daya larut suatu zat. Dibawah ini merupakan tabel sifat fisika kimia minyak dedak :
Tabel 2.6 Sifat Fisika-Kimia Minyak Dedak Standar A.O.C.S
Uraian Usual Limit A.O.C.S
Titik Beku 2 -
Bilangan Penyabunan 179-195 183-194
Indeks bias pada 20oC 61-68 61,7-66,4
Bilangan yod 85-109 99-108
Bilangan thiocyanogen 65-70 68-70
Bobot Jenis, 15/15oC 0,918-0,928 0,920-0,928 Asam Lemak bebas,
sebagai oleic (%)
5-80 -
Bahan-bahan tak tersabunkan
4-7 2-5
Titer 25 24-28
Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat memiliki massa jenis yang berbeda. Dan satu zat berapapun massanya berapapun volumenya akan memiliki massa jenis yang sama. Dari tabel diatas dapat dilihat dari bobot jenis minyak yang dapat dijadikan sebagai minyak pangan harus memiliki bobot jenis sebesar 0,92 gr/mL.
Rumus untuk menentukan massa jenis adalah ρ=m/v Dengan :
ρ adalah massa jenis, m adalah massa, V adalah volume.
II.10 Penelitian Terdahulu
Pada penelitian Slamet Nurhaji (2019) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran dedak, rasio pelarut dan waktu ekstraksi dan juga menentukan faktor yang paling berpengaruh terhadap yield dan kada
%FFA dengan menggunakan pelarut N-hexane. Pada penelitian ini dilakukan dengan waktu reaksi 90 menit dan 360 menit, dengan pelarut 300ml dan 450 ml, dengan ukuran 0,25 mm dan 1 mm. dari hasil penelitian ini diperoleh hasil terbaik pada ukuran dedak 0,25mm, waktu 360ml, dengan jumlah pelarut 450ml. Berdasarkan pada Subriyer Nasir (2009) melakukan penelitian untuk menentukan waktu optimum pada proses stabilisasi dedak dan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut berupa n-hexane dan ethanol serta menganalisa kandungan %FFA dan densitas dari % yield minyak dedak padi.
Dari hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa waktu optimum untuk stabilisasi adalah 15 menit pada temperature 110oC, dan waktu optimum ekstraksi adalah selama 1 jam pada temperature didih pelarut (solvent)yang digunakan. Pada penelitian ini memperkuat bahwa semakin lama waktu ekstraksi yang dilakukan maka semakin tinggi nilai % FFA (Free Fatty Acid) yang terkandung dalam minyak dedak padi. Selanjutnya dari penlitian Agus Purwanto (2014) yang menggunakan palarut etanol, etil asetat dan n-hexane.
Proses ekstraksi ini dilakukan dengan menggunakan soxhlet dengan proses stabilisasi menggunakan 100 gram dedak, dengan pelarut sebnyak 400ml dan waktu ekstraksi selama 2,5 - 3,5 jam. Pada hasil penelitian ini dihasilkan bahwa pada uji antioksidan dengan metode DPPH terhadap minyak dedak padi menunjukan ekstrak dari pelarut etanol berpotensi sebagai antioksidan tinggi dan memiliki nilai rendemen yang besar. Sedangkan bilangan asam tertinggi pada ekstrak pelarut n-hexane.