125
Pengaruh Persepsi Environmental Transformational Leadership (ETL) terhadap Organizational Citizenship Behavior for Environment (OCB-E) bagi Karyawan Industri Manufaktur di Sulawesi Selatan
The Effect of Environmental Transformational Leadership on Organizational Citizenship Behavior for Environment among Manufacturing Industry Employees in South Sulawesi
Indri Alviolita Halim*, Muhammad Tamar, & Hillman Wirawan
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran,Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia
*Korespondensi:
Indri Alviolita Halim [email protected] Masuk: 26 Januari 2022 Diterima: 01 Oktober 2022
Terbit: 26 Oktober 2022 Sitasi:
Halim, I.A., Tamar, M., &
Wirawan, H. (2022). Pengaruh persepsi environmental transformational leadership (ETL) terhadap organizational citizenship behavior for environment (OCB-E) bagi karyawan industri manufaktur di Sulawesi Selatan. Jurnal Ecopsy, 9(2), 125-142.
http://doi.org/10.20527/ecopsy.
2022.10.010
ABSTRAK
Beberapa industri manufaktur dianggap masih berfokus pada pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan aspek sosial, serta lingkungan. Hal ini membutuhkan peranan karyawan dalam bentuk perilaku pro-lingkungan secara sukarela (OCB-E). Salah satu anteseden OCB-E pada industri manufaktur adalah Environmental Transformational Leadership (ETL). Penelitian ini bertujuan mengetahui terdapat atau tidak terdapatnya pengaruh persepsi ETL terhadap OCB-E bagi karyawan industri manufaktur di Sulawesi Selatan. Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian non- experimental dengan pengujian korelasi antara variabel. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala ETL (Robertson, 2017) dan OCB-E (Boiral & Paillé, 2012). Hasil uji hipotesis (regresi linear sederhana) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh ETL terhadap OCB-E bagi karyawan industri manufaktur di Sulawesi Selatan dengan R2 = 0,29 dan p< 0,001. Dengan demikian, pemimpin dengan ciri ETL memiliki peranan penting bagi perilaku pro-lingkungan secara sukarela (OCB-E).
Kata kunci: Environmental Transformational Leadership, Organizational Citizenship Behavior for Environment, Karyawan Industri Manufaktur ABSTRACT
Some manufacturing industries primarily focus on economic growth rather than their social and environmental consequences. Manufactures require the role of employees in developing Organizational Citizenship Behavior for Environment (OCB-E). One of the antecedents of OCB-E in the manufacturing industry is Environmental Transformational Leadership (ETL). This study aims to determine whether or not there is an effect of ETL perception on OCB-E among manufacturing industry employees in South Sulawesi. This study employed a quantitative method with a non-experimental research design by testing the correlation between variables. Measurements were administered using the ETL scale (Robertson, 2017) and OCB-E scale (Boiral & Paillé, 2012). The results of hypothesis testing (simple linear regression) showed an effect of ETL on OCB-E in manufacturing industry employees in South Sulawesi with R2 = 0.29 and p < .001. Thus, leaders with ETL traits have an important role in voluntary pro-environmental behavior (OCB-E).
Keywords: Environmental Transformational Leadership, Organizational Citizenship Behavior for Environment, Manufacturing Industry Employees
PENDAHULUAN
Salah satu isu krusial abad ke-21 adalah kerusakan lingkungan, terutama perubahan iklim (Pacana & Ulewicz, 2017; Wright &
Nyberg, 2017). Beberapa kerusakan lingkungan dinilai telah bersumber dari aktivitas industri (Ferns & Amaeshi, 2019; Hahn et al., 2015).
Permasalahan tersebut mendorong perilaku pro-lingkungan untuk menjadi norma di
berbagai belahan dunia, sehingga menaati norma tersebut menjadi keharusan bagi industri (Hsieh, 2012).
Salah satu jenis industri di Indonesia yang sangat penting untuk melaksanakan perilaku pro-lingkungan adalah industri manufaktur. Industri manufaktur disebut sebagai industri sekunder karena menerima bahan mentah dari industri primer (Tulsian, 2002). Industri manufaktur berfokus pada pengelolaan bahan mentah menjadi produk dengan nilai manfaat yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan untuk tujuan utama mencari keuntungan (Ahuja, et al., 2016). Di Indonesia, terdapat 24 jenis industri manufaktur, di antaranya makanan, minuman, tekstil, bahan kimia, farmasi, dan percetakan (Badan Pusat Statistik, 2019).
Industri manufaktur dianggap mencemari udara, air, dan tanah melalui proses produksinya (Cai et al., 2019; Downey &
Willigen, 2005; Jiang et al., 2014; Morray, 2007; Reed, 2002). Selain itu, beberapa industri manufaktur masih berfokus pada pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan aspek sosial, serta lingkungan (Muñoz &
Cohen, 2018). Hal ini menjadi tuntutan (demand) bagi pemangku kepentingan agar industri manufaktur dapat berjalan secara berkelanjutan (Cai et al., 2019).
Di Sulawesi Selatan, terdapat pula penerapan norma tersebut. Setiap perusahaan pengolahan atau industri manufaktur mendapatkan penilaian terkait lingkungan yang mencakup peringkat hijau, biru, dan merah. Terdapat 14 perusahaan yang mendapatkan peringkat merah terkait dengan lingkungan. Perusahaan yang dua kali mendapatkan peringkat merah pun akan diberikan sanksi (Ali, 2020).
Industri dengan perilaku pro-lingkungan tidak hanya ikut menaati norma dan mengatasi pencemaran lingkungan, tetapi juga dapat mencapai keunggulan kompetitif dan bentuk penghematan biaya (Hsieh, 2012; Park
& Kim, 2014). Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sistem berorientasi keberlanjutan perlu didukung oleh perilaku
pro-lingkungan karyawan (Daily et al, 2008;
Paillé et al., 2013; Ones & Dilchert, 2012).
Perilaku pro-lingkungan ini dikategorikan ke dalam perilaku pro-lingkungan yang diminta atau prescribed dan sukarela atau voluntary (Norton et al., 2015).
Perilaku sukarela tercakup pada Organizational Citizenship Behavior (OCB).
OCB adalah tindakan diskresi atau perilaku yang tidak dihargai secara langsung, tidak tercantum dalam deskripsi dan kontrak, serta hasil pilihan pribadi (Organ, 1988; Organ, 1997). OCB sebagai konsep umum dikembangkan dalam beberapa konsep. Salah satu konsep OCB adalah Organizational Citizenship Behavior for Environment atau disingkat OCB-E (Daily et al., 2008; Boiral &
Paillé, 2012).
OCB-E berkaitan dengan konsep umum OCB (Boiral et al., 2015). Akan tetapi, OCB- E mewakili konstruksi yang berbeda (Lamm et al., 2013; Paillé & Boiral, 2013). Perbedaan antara kedua konsep ini adalah ketika karyawan memberlakukan OCB, karyawan mengutamakan kepentingan organisasi (Boiral et al., 2015; Paillé & Boiral, 2013).
Namun, ketika karyawan melakukan OCB-E, karyawan mengutamakan keberlanjutan lingkungan (Paillé & Boiral, 2013).
Perbedaan antara perilaku pro-lingkungan yang diminta (prescribed) dan sukarela (voluntary) terlihat melalui keberhasilannya (Norton et al., 2015). OCB-E lebih dibutuhkan dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan dibandingkan perilaku pro-lingkungan yang diminta (prescribed) yang terbatas keberhasilannya (Boiral & Paillé, 2012;
Robertson & Barling, 2017). Keberhasilan tersebut terbukti sebesar 13% hingga 29% dari total perilaku kerja pro-lingkungan yang termasuk dalam kategori pro-lingkungan yang diminta (prescribed), sedangkan 70% lainnya termasuk pada OCB-E (Ones & Dilchert, 2012). Karyawan dengan OCB-E yang tinggi tidak hanya berkontribusi pada kinerja lingkungan perusahaan, tetapi juga mengisi kesenjangan lingkungan di luar sistem formal perusahaan (Alt & Spitzeck, 2016).
Terdapat dua hal yang menjadi masalah OCB-E di lingkup industri manufaktur.
Pertama, karyawan masih cenderung kurang menerapkan OCB-E dan kedua, penelitian terkait penyebab OCB-E masih membutuhkan banyak bukti empirik. Beberapa peneliti sebelumnya tertarik dengan OCB-E agar kinerja berkelanjutan industri manufaktur dapat berlangsung (Chang et al., 2019).
Kenyataannya, beberapa karyawan dianggap putus asa untuk terlibat dalam perilaku pro- lingkungan di tempat kerja (Zibarras &
Balinger, 2011). Selain itu, karyawan pun dianggap kurang memiliki inisiatif ramah lingkungan (eco-initiatives) (Paillé & Raineri, 2015). Terdapat penelitian yang menunjukkan penyebab dari rendahnya OCB-E, seperti perilaku pemimpin yang sewenang-wenang (Chen et al., 2021) dan dukungan organisasi yang rendah (Paillé & Raineri, 2015).
OCB-E merupakan variabel yang sangat dibutuhkan oleh anggota organisasi (termasuk perusahaan/industri) (Boiral & Paillé, 2012;
Daily et al., 2008; Ones & Dilchert, 2012).
Meskipun demikian, penelitian terkait faktor yang memengaruhi atau penyebab OCB-E masih kurang (Cheema et al., 2020; Testa et al., 2018). Oleh karena itu, pengetahuan yang bersumber dari penelitian terkait anteseden OCB-E dibutuhkan agar dapat meningkatkan OCB-E karyawan (Mi et al., 2019).
Salah satu penelitian menjelaskan terkait anteseden OCB-E pada industri manufaktur. Anteseden tersebut, yaitu Environmental Transformational Leadership (ETL), Environmental Management System (EMS), dan Perceived Organizational Support for the Environment (POSE). Secara khusus, pengaruh ETL terhadap OCB-E menjadi perhatian utama, termasuk dengan adanya peran mediator EMS dan POSE (Khan et al., 2021).
Beberapa penelitian sebelumnya telah membahas terkait pengaruh pemimpin terhadap perilaku pro-lingkungan karyawan (Chen et al.,, 2014; DenHartog & Belschak, 2012). Pemimpin pun dianggap berpengaruh terhadap peran ekstra (extra role) (Ahmad et
al., 2019). Terdapat beberapa gaya kepemimpinan yang dikaitkan dengan OCB- E, yaitu kepemimpinan yang melayani (servant leadership) (Tuan, 2018), kepemimpinan yang bertanggung jawab (responsible leadership) (Han et al. 2019), dan kepemimpinan transformasional (transformational leadership) (Kim et al., 2019; Kura, 2016).
Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang menginspirasi bawahannya untuk melakukan lebih dari yang diinginkan (Bass & Riggio, 2006). Kepemimpinan transformasional mendorong bawahannya untuk berkomitmen pada visi dan tujuan bersama, menantang pemecahan masalah yang inovatif, membantu untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri melalui pemberian tantangan, pembinaan, pendampingan, serta dukungan (Bass &
Avolio, 1993). Pemimpin transformasional meningkatkan tingkat kedewasaan dan cita- cita bawahan, kepedulian terhadap pencapaian, aktualisasi diri, kesejahteraan individu lain, organisasi, serta masyarakat (Bass, 1999; Bass & Riggio, 2006).
Konsep kepemimpinan transformasional tersebut dikembangkan pada literatur psikologi lingkungan dan tempat kerja sebagai ETL (Robertson & Barling, 2015).
ETL adalah gaya pemimpin yang mendorong bawahan untuk terlibat dalam perilaku pro- lingkungan di tempat kerja (Robertson &
Barling, 2017). Pemimpin tersebut mampu menginspirasi bawahannya untuk tampil di luar tingkat kinerja lingkungan yang diharapkan (Chen & Chang, 2013).
Pada konsep umum, terdapat hasil penelitian yang menunjukkan bahwa perilaku kepemimpinan transformasional memprediksi OCB (Asgari et al., 2008; Jha, 2014; Pattnaik
& Sahoo, 2021; Vipraprastha et al., 2018).
Lebih lanjut, beberapa penelitian juga telah menunjukkan hubungan ETL dan OCB-E.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa persepsi bawahan terhadap ETL atasan berpengaruh terhadap OCB-E bawahan (Gurmani et al., 2021; Mi et al., 2019; Srour
et al., 2020). Secara khusus, terdapat penelitian yang menemukan pengaruh ETL dan OCB-E pada industri manufaktur (Khan et al., 2021; Widisatria & Nawangsari, 2021).
Meskipun terdapat pengaruh antara ETL dan OCB-E, para peneliti berpendapat bahwa penelitian terkait pengaruh ETL dan OCB-E masih terbatas sampai saat ini (Kim et al., 2020, Robertson & Barling, 2015). Selain itu, pengaruh antara ETL dan OCB-E pada industri manufaktur pun dinilai terbatas (Khan et al., 2021). Hal ini pun terjadi di Indonesia, penelitian terkait pengaruh ETL terhadap OCB-E masih sangat terbatas. Masih kurang bukti empirik yang menunjukkan dampak ETL terhadap OCB-E bagi karyawan sehingga penelitian empirik masih dibutuhkan.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang ingin dijawab oleh peneliti melalui penelitian ini adalah Apakah terdapat pengaruh persepsi ETL terhadap OCB-E bagi karyawan manufaktur di Sulawesi Selatan? Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui terdapat atau tidak terdapatnya pengaruh persepsi ETL terhadap OCB-E bagi karyawan industri manufaktur di Sulawesi Selatan.
Environmental Transformational Leadership ETL dikembangkan dari konsep kepemimpinan yang umum. Hal tersebut pun dijabarkan melalaui empat dimensi perilaku, yaitu pengaruh ideal, motivasi inspirasional, stimulasi intelektual, dan pertimbangan individual dalam konsep pro-lingkungan di tempat kerja. Keempat dimensi tersebut membentuk konstruk dari ETL (Chen &
Chang, 2013; Robertson & Barling, 2017).
ETL didefinisikan sebagai gaya pemimpin yang memotivasi karyawan untuk memasukkan ide dan praktik ekologis sebagai bagian dari tanggung jawab operasional (Graves et al., 2013). Selain itu, ETL adalah gaya pemimpin yang mendorong bawahan untuk terlibat dalam perilaku pro-lingkungan di tempat kerja. Hal ini dilakukan oleh pemimpin tersebut memfokuskan empat
dimensi perilakunya (Robertson & Barling, 2017).
ETL juga didefinisikan sebagai perilaku pemimpin yang memotivasi bawahannya untuk mencapai tujuan lingkungan. Gaya kepemimpinan tersebut dianggap menginspirasi bawahannya untuk tampil di luar tingkat kinerja lingkungan yang diharapkan (Chen &
Chang, 2013). ETL juga termasuk perilaku pemimpin yang menciptakan visi yang jelas untuk memotivasi bawahan (Mittal & Dhar, 2016).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, ETL adalah perilaku pemimpin yang mendorong bawahannya untuk dapat berperilaku pro-lingkungan di tempat kerja.
Hal ini dilakukan melalui pengaruh ideal, motivasi inspirasional, stimulasi intelektual, dan pertimbangan individual dalam konsep pro-lingkungan di tempat kerja. Pemimpin tersebut mampu mendorong karyawan untuk tampil di luar tingkat kinerja yang diharapkan.
Terdapat empat dimensi ETL, sebagai berikut. Pertama, pengaruh ideal (idealized influence) mengacu pada pemimpin yang menawarkan perilakunya sebagai contoh.
Dengan demikian, karyawan menjadi contoh perilaku pro-lingkungan untuk diikuti. Sikap pemimpin seperti itu didorong oleh komitmen moralnya terhadap lingkungan dan generasi mendatang (Robertson & Carleton, 2017).
Kedua, motivasi inspirasional (inspirational motivation) mengacu pada memberikan stimulus atau gambaran masa depan yang lebih baik, sehingga karyawan memiliki motivasi untuk bekerja menuju perbaikan lingkungan. Pemimpin menantang karyawan untuk menunjukan komitmen terhadap tujuan bersama. Pemimpin memanfaatkan motivasi intrinsik karyawan daripada motivasi ekstrinsik dan struktur kontrol formal organisasi untuk mempromosikan perilaku sukarela tersebut.
Setelah termotivasi secara intrinsik, karyawan dapat melampaui deskripsi pekerjaan (Chen &
Chang, 2013; Robertson & Barling, 2013).
Ketiga, stimulasi intelektual (intellectual stimulation) ditunjukkan oleh
pemimpin dengan menghargai dan mendorong karyawan. Hal ini dilakukan dengan mendorong kreativitas karyawan dalam berperilaku ramah lingkungan.
Pemimpin merangsang kecerdasan karyawan untuk menemukan cara baru atau inovasi dalam menerapkan praktik, prosedur, dan sistem lingkungan (Chen & Chang, 2013;
Robertson & Barling, 2013).
Keempat, pertimbangan individual (individual consideration) mencakup terjalinnya hubungan antara pimpinan dan karyawan sehubungan dengan masalah lingkungan. Untuk menjalin hubungan tersebut, karyawan membutuhkan pemimpin yang memperhatikan kebutuhan, pertanyaan, dan persyaratan dukungan karyawan.
Pemimpin yang melatih dan membimbing karyawan mengenai perilaku ramah lingkungan menunjukkan pertimbangan individual (individual consideration) (Chen &
Chang, 2013; Robertson & Barling, 2013).
Organizational Citizenship Behavior for Environment
OCB-E didefinisikan sebagai perilaku sukarela yang tidak ditentukan dalam deskripsi pekerjaan resmi. Hal ini dilakukan sebagai upaya gabungan dari masing-masing karyawan, membantu membuat organisasi dan/atau masyarakat lebih berkelanjutan (Lamm et al., 2013). Selain itu, individu di tempat kerja melakukan perilaku ini untuk memperbaiki lingkungan (Pham et al., 2019).
OCB-E didefinisikan sebagai tindakan diskresi oleh karyawan dalam organisasi yang tidak diberikan penghargaan atau diminta dan bertujuan untuk perbaikan lingkungan (Daily et al., 2008). OCB-E juga didefinisikan sebagai perilaku sosial individu dan bebas yang tidak secara eksplisit diakui oleh sistem penghargaan formal, serta berkontribusi pada pengelolaan lingkungan yang lebih efektif (Boiral & Paillé, 2012). Definisi ini melibatkan tiga elemen kunci, yaitu sifat diskresioner, sukarela, dan performatif dari perilaku lingkungan dalam pengaturan kerja (Paillé, 2020).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa OCB-E berasal dari konsep umum OCB. OCB-E merupakan perilaku diskresi, sukarela, dan tidak tercantum pada deskripsi kerja. Hal ini dilakukan dengan tujuan keberlanjutan lingkungan.
Boiral dan Paillé (2012) memaparkan tiga dimensi OCB-E, yaitu eco-initiative, eco- civic engagement, dan eco-helping.
Eco-initiative merupakan perilaku diskresioner dan saran untuk meningkatkan praktik atau kinerja lingkungan. Fokus utama dari dimensi ini adalah inisiatif pribadi di tempat kerja. Dimensi ini mencakup perilaku inisiatif untuk mendaur ulang, menggunakan air secukupnya, menghemat energi, memberikan saran atau ide pro-lingkungan, dan berbagai inisiatif sukarela dengan tujuan mengurangi emisi gas rumah kaca, serta menyelesaikan permasalahan lingkungan.
Inisiatif sukarela ini merupakan aspek penting karena melibatkan tindakan atau saran praktis yang ditujukan untuk meningkatkan fungsi dan kinerja efektif organisasi (Boiral & Paillé, 2012).
Eco-civic engagement merupakan partisipasi sukarela dalam program dan kegiatan lingkungan pada organisasi. Fokus utama dari dimensi ini adalah dukungan untuk komitmen organisasi. Hal ini mencakup partisipasi dalam kegiatan terkait lingkungan yang diselenggarakan oleh perusahaan, promosi citra hijau, dan keterlibatan sukarela dalam peristiwa tentang isu-isu lingkungan organisasi (Boiral & Paillé, 2012).
Eco-helping merupakan perilaku membantu rekan kerja secara sukarela untuk lebih mengintegrasikan masalah lingkungan di tempat kerja. Fokus utama dari dimensi ini adalah saling mendukung antara karyawan.
Hal ini mencakup keinginan membantu rekan kerja untuk mempertimbangkan masalah lingkungan, mengungkapkan ide tentang masalah tersebut, dan mengadopsi perilaku yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan (Boiral & Paillé, 2012).
Daily et al. (2008) memaparkan empat faktor yang memengaruhi OCB-E, yaitu kepedulian lingkungan (environmental concern), komitmen organisasi, persepsi kinerja sosial perusahaan yang dirasakan (perceived corporate social performance), dan persepsi dukungan supervisor untuk upaya lingkungan (perceived supervisory support for environmental efforts).
Kepedulian lingkungan berkaitan dengan kondisi individu melihat dirinya sebagai bagian dari lingkungan alam.
Kepedulian lingkungan muncul dari seperangkat nilai individu tentang diri, keluarga atau komunitas, tumbuhan, atau hewan. Apabila individu merasa bahwa setiap kerusakan yang dilakukan terhadap lingkungan pada gilirannya akan membahayakan diri, manusia lainnya, dan juga hewan, maka individu tersebut akan peduli terhadap lingkungan dan cenderung terlibat dalam perilaku pro-lingkungan (Daily et al., 2008).
Komitmen organisasi telah didefinisikan sebagai kekuatan relatif dari identifikasi individu dengan dan keterlibatan dalam organisasi tertentu. Komitmen organisasi dapat dicirikan oleh setidaknya tiga faktor, yaitu keyakinan yang kuat dan penerimaan tujuan dan nilai-nilai organisasi, kesediaan untuk mengerahkan upaya yang cukup besar atas nama organisasi, dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Komitmen organisasi berupa pentingnya membangun organisasi sehubungan dengan OCB secara umum dan OCB-E. Apabila individu bersedia untuk melakukan upaya atas nama organisasi dan menerima tujuan dan nilai-nilai organisasi, individu akan mengerahkan upaya dengan cara yang dianggap akan mencapai hal-hal yang dihargai oleh organisasi.
Karyawan dengan komitmen yang kuat terhadap organisasi akan terlibat dalam OCB- E lebih dari karyawan yang memiliki komitmen lemah terhadap organisasi (Daily et al., 2008).
Kinerja sosial perusahaan meliputi prinsip, kebijakan, proses, dan program organisasi dalam kaitannya dengan masalah tanggung jawab sosial dan daya tanggap.
Kinerja sosial perusahaan juga merupakan prediktor komitmen perusahaan yang lebih kuat daripada ukuran ekonomi, hukum, atau diskresi. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan yang merasakan tingkat kinerja sosial perusahaan yang kuat memiliki komitmen yang lebih besar (Daily et al., 2008).
Karyawan lebih cenderung berkomitmen pada inisiatif lingkungan ketika top management membimbing dan mendukung perilakunya. Karyawan lebih berpotensi untuk mempromosikan inisiatif lingkungan di perusahaan apabila karyawan memiliki persepsi dukungan pengawasan yang kuat terhadap kegiatan perbaikan lingkungan dibandingkan dukungan dalam kegiatan manajemen umum. Karyawan berpotensi kurang tertarik dalam mengejar tujuan ramah lingkungan jika pengawasnya (atasan) tidak menghasilkan dukungan yang memadai untuk mencapai tujuan tersebut (Daily et al., 2008).
Environmental Transformational Leadership dan Organizational Citizenship Behavior for Environment
Penelitian ini menggunakan teori pertukaran sosial (social exchange theory) dari Blau (1964) untuk menjelaskan pengaruh ETL terhadap OCB-E. Pada teori tersebut, terdapat dua pihak yang perlu bertukar aset hingga mendapatkan kualitas. Berdasarkan teori ini, hubungan sosial yang memuaskan adalah saling menguntungkan satu sama lain (Emerson, 1976). Dalam interaksi sosial, individu perlu membayar kembali nilai dan manfaat yang diperoleh untuk mempertahankan hubungan pertukaran tersebut. Pertukaran pemimpin dan bawahan dianggap sebagai salah satu bentuk dari hubungan pertukaran sosial (Cropanzano & Mitchell, 2005).
Berdasarkan penjelasan teori pertukaran sosial (social exchange theory), terdapat dua perspektif mekanisme psikologis. Mekanisme
pertama didasarkan asumsi bahwa secara positif, kepemimpinan transformasional memengaruhi sikap kerja karyawan, seperti komitmen organisasi atau kepuasan kerja secara keseluruhan. OCB pun dianggap sebagai reaksi karyawan terhadap pemimpin tersebut (Ilies et al., 2009; Judge & Piccolo, 2004). Mekanisme kedua mencakup proses pertukaran relasional (bi-directional) yang lebih kompleks antara pemimpin dan karyawan yang berkembang dari waktu ke waktu. Pada perspektif ini, pemimpin transformasional dan karyawan terlibat dalam hubungan berkualitas tinggi, sehingga karyawan mengalami OCB untuk membalas perlakuan pemimpin transformasional (Dulebohn et al., 2012; Wang et al., 2005).
Pemimpin transformasional memberikan pengaruh ideal dengan menunjukkan perilaku pro-lingkungan dibandingkan hanya memberikan perintah (Robertson & Carleton, 2017), sehingga dapat menjadi contoh untuk inisiatif dan keterlibatan karyawan dalam kegiatan pro-lingkungan di tempat kerja (Mi et al., 2019). Sikap pemimpin tersebut turut mendorong pengikutnya untuk memiliki komitmen moral terhadap lingkungan dan generasi mendatang. Hal ini sejalan dengan salah satu faktor yang dapat memengaruhi OCB-E, yaitu kepedulian lingkungan (environmental concern) (Daily et al., 2008).
Pemimpin transformasional juga menantang karyawan untuk bekerja menuju perbaikan lingkungan dan tujuan bersama.
Selain itu, pemimpin menghargai dan mendorong kreativitas karyawan dalam berperilaku pro-lingkungan (Chen & Chang, 2013; Robertson & Barling, 2013). Hal ini membuat karyawan berinisiatif untuk menyelesaikan dan mencari solusi permasalahan lingkungan (Mi et al., 2019).
Berdasarkan teori pertukaran sosial, hubungan antara pemimpin dan karyawan yang terjalin membuat karyawan memperkuat ikatan emosional dan sosial dengan organisasi, meningkatkan kinerja tugas, serta meningkatkan perilaku altruistik (Song et al., 2009). Selain itu, karyawan berpotensi
langsung membalas sumber manfaat yang diterima atau memberi penghargaan kepada karyawan lain yang terlibat dalam proses pertukaran (Mostafa & Bottomley, 2018). Hal ini dapat dimaknai sebagai eco-helping, yaitu membantu karyawan untuk terlibat dalam perilaku pro-lingkungan.
Salah satu yang memengaruhi OCB-E adalah persepsi pengawasan terhadap upaya lingkungan. Karyawan lebih cenderung berkomitmen pada inisiatif lingkungan ketika top management membimbing dan mendukung perilakunya (Daily et al., 2008).
Hal tersebut berkaitan dengan ETL.
ETL adalah gaya pemimpin yang mendorong bawahan untuk terlibat dalam perilaku pro-lingkungan (Robertson &
Barling, 2017). Pemimpin tersebut dapat meningkatkan perilaku pro-lingkungan di luar tingkat kinerja lingkungan yang diharapkan (Chen & Chang, 2013). Hal ini sejalan dengan OCB-E sebagai perilaku sosial individu dan bebas yang tidak secara eksplisit diakui oleh sistem penghargaan formal (Boiral & Paillé, 2012) atau diminta, serta bertujuan untuk perbaikan lingkungan (Daily et al., 2008).
Beberapa penelitian juga memperkuat bahwa ETL adalah salah satu faktor yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB-E (Gurmani et al., 2021; Khan et al., 2021; Mi et al., 2019; Srour et al., 2020; Widisatria &
Nawangsari, 2021).
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa ETL memiliki beberapa karakteristik yang dapat memberikan penjelasan untuk dapat berpengaruh terhadap OCB-E. Persepsi ETL dapat membuat karyawan memiliki inisiatif dan berperilaku pro-lingkungan. Selain itu, persepsi tersebut dapat mendorong karyawan untuk membantu karyawan lainnya dalam berperilaku pro-lingkungan. Hal ini dapat dilakukan melampaui permintaan atau sukarela.
H0: Tidak terdapat pengaruh persepsi ETL terhadap OCB-E bagi karyawan industri manufaktur di Sulawesi Selatan.
Ha: Terdapat pengaruh persepsi ETL terhadap OCB-E bagi karyawan industri manufaktur di Sulawesi Selatan.
METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan desain penelitian non-experimental dengan pengujian korelasi antara variabel. Peneliti memilih desain ini untuk mengetahui hubungan antara variabel sesuai dengan model teoritis yang telah diusulkan. Penelitian ini menguji hubungan langsung ETL terhadap OCB-E secara empiris melalui pengumpulan data pada sampel penelitian.
Partisipan
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh karyawan industri manufaktur di Sulawesi Selatan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2021), terdapat 56.120 orang karyawan industri manufaktur di Sulawesi Selatan pada tahun 2019. Populasi ini dipilih berdasarkan penjelasan latar belakang sebelumnya.
Jumlah sampel yang ditargetkan oleh peneliti adalah sebesar 200 orang. Jumlah tersebut telah memenuhi hasil estimasi ukuran sampel melalui aplikasi G*Power 3.1, yaitu 132 sampel dengan small effect size sebesar 0.1, error probability sebesar 0.05, statistical power sebesar 0.95. Jumlah sampel yang diterima lebih dari target, yaitu sebesar 301 orang. Hal ini dengan pertimbangan bahwa ketika ada data yang di-drop, jumlah respons tidak kurang dari minimum untuk mencapai statistical power yang sesuai, sehingga besaran sampel ditambah 50% dari power yang diinginkan.
Dari jumlah sampel yang diterima, 37 diantaranya tidak digunakan untuk tahap analisis data. Hal ini disebabkan karena 20 dari 37 orang tersebut dianggap tidak begitu memperhatikan aitem sebelum memberikan respon berdasarkan respon mereka pada
bogus item (Jika Anda membaca aitem ini, pilihlah jawaban "sering"). Selain itu, 17 dari 37 orang tergolong outlier. Oleh karena itu, jumlah sampel yang digunakan pada tahap analisis data sebesar 264 orang. Jumlah ini sudah melebihi dari rencana awal peneliti untuk mendapatkan power sebesar 0,95.
Pengukuran
Skala persepsi ETL yang digunakan merupakan hasil adaptasi dari skala ETL yang disusun oleh Robertson (2017). Skala ETL terdiri atas 12 aitem pernyataan favorable dengan lima pilihan respons, yaitu tidak pernah (1), jarang (2), kadang-kadang (3), sering (4), dan selalu (5). Salah satu contoh aitem skala ini adalah “Atasan langsung saya menunjukkan bahwa beliau menghargai lingkungan alam”. Seluruh aitem dapat dikatakan valid karena loading factor yang diperoleh sebesar 0.85-0.94(>0.05). Selain itu, terdapat nilai goodness of fit index yang diperoleh, yaitu p-value of chi-square (0,02), RMSEA (0,04), CFI (0,99), NFI (0,98), GFI (0,95), AGFI (0,92), dan SRMR (0,01). Selain itu, skala ini dapat dikatakan reliabel karena memiliki nilai Cronbach’s Alpha (0,98).
Skala OCB-E yang digunakan merupakan hasil adaptasi dari skala OCB-E yang disusun oleh Boiral & Paillé (2012).
Skala OCB-E terdiri atas 10 aitem pernyataan favorable dengan lima pilihan respons, yaitu sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), netral (3), setuju (4), dan sangat setuju (5). Salah satu contoh aitem skala ini adalah “Saya secara sukarela melakukan tindakan dan inisiatif ramah lingkungan di kehidupan pekerjaan saya”. Seluruh aitem dapat dikatakan valid karena loading factor yang diperoleh sebesar 0,88-0,94(>0,05). Selain itu, terdapat nilai goodness of fit index yang diperoleh, yaitu p-value of chi-square (0,34), RMSEA (0,01), CFI (0,99), NFI (0,98), GFI (0,97), AGFI (0,95), dan SRMR (0,01). Skala ini dapat dikatakan reliabel karena memiliki nilai Cronbach’s Alpha (0,97).
Prosedur
Dua skala tersebut disajikan melalui Google Form dan kemudian, link disebarkan melalui media sosial. Selain itu, peneliti meminta bantuan dari asosiasi alumni universitas dan karyawan industri manufaktur (yang merupakan kenalan peneliti) untuk mengisi, serta menyebarkan link tersebut.
Peneliti juga menyebarkan link kepada karyawan industri manufaktur di Sulawesi Selatan dengan bantuan dari beberapa contact person. Meskipun demikian, tidak semua bersedia menjadi responden karena pertimbangan banyaknya survei yang juga bersamaan dilakukan pada industri tersebut.
Link yang disebarkan mencakup persetujuan (informed consent), data diri, petunjuk pengisian, skala ETL, dan skala OCB-E.
Beberapa partisipan yang terpilih melalui pengundian juga diberikan reward, yaitu saldo e-money.
Teknik Analisis
Setelah mendapatkan data, peneliti melakukan cleaning data. Peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu.
Uji validitas dilakukan melalui aplikasi Statcal. Selain itu, uji reliabilitas dilakukan melalui aplikasi IBM SPSS Statistic 25 (Cronbach’s Alpha). Setelah peneliti memastikan seluruh aitem valid dan reliabel, peneliti melakukan uji normalitas dan linearitas. Uji asumsi yang terpenuhi membuat peneliti melanjutkan pada uji hipotesis melalui aplikasi IBM SPSS Statistic 25. Uji asumsi yang dilakukan adalah regresi linear sederhana. Selain itu, peneliti juga melakukan uji deskriptif untuk mengetahui gambaran karakteristik sampel dan variabel.
melalui aplikasi IBM SPSS Statistic 25.
HASIL
Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai minimum dan maksimum dari 264 responden adalah masing-masing sebesar 12 dan 60.
Selain itu, rata-rata yang diperoleh sebesar
36,17. Standar deviasi yang diperoleh sebesar 11,33.
Tabel 1. Deskriptif Statistik Persepsi ETL Sampel
Variabel N Min. Maks. Rata
-rata SD Persepsi
ETL 264 12 60 36,17 11,33
Gambar 1. Gambaran Persepsi ETL Sampel
Berdasarkan tabel rata-rata dan standar deviasi, terdapat lima kategori skor. Gambar 2 menunjukkan sampel dengan kategori skor persepsi ETL sedang memiliki persentase tertinggi, yaitu sebesar 66,70% atau 176 orang. Sampel dengan kategori skor persepsi ETL tinggi memiliki persentase sebesar 14,40% atau 38 orang. Sampel dengan kategori skor persepsi ETL rendah memiliki persentase sebesar 13,60% atau 36 orang.
Sampel dengan kategori skor persepsi ETL sangat rendah memiliki persentase sebesar 3,40% atau 5 orang. Sampel dengan kategori skor persepsi ETL sangat tinggi memiliki persentase sebesar 1,90% atau 9 orang
Tabel 2. Deskriptif Statistik OCB-E Sampel
Variabel N Min. Maks. Rata -rata SD
OCB-E 264 10 50 28,67 8,41
3.40% 13.60%
66.70%
14.40%
1.90%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
Sangat
rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Tabel 3. Hasil Uji Regresi antara Persepsi ETL terhadap OCB-E
R R2 Adj. R2 SEE F β T Sig.
0,54 0,29 0,28 7,09 108,07 0,40 10,39 p<0,001
Keterangan: Sig. = Signifikansi; R= Indeks korelasi; R2 = Koefisien determinasi; Adj. = Adjusted (penyesuaian) R2 dari Standard Error; SEE = Standard Error of the Estimate; F= Pembagian antara Mean Square Regression oleh Mean Square Residual; β= Standardized coefficients; t= Pembagian antara koefisien oleh standard error
Tabel 2 menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa nilai minimum dan maksimum dari 264 responden adalah masing-masing sebesar 10 dan 50. Selain itu, rata-rata yang diperoleh sebesar 28,67.
Standar deviasi yang diperoleh sebesar 8,41 Gambar 2. Gambaran OCB-E Sampel
Berdasarkan gambar 2 menunjukkan bahwa sampel dengan kategori skor OCB-E sedang memiliki persentase tertinggi, yaitu sebesar 69,30% atau 183 orang. Sampel dengan kategori skor OCB-E tinggi memiliki persentase sebesar 14,00% atau 37 orang.
Sampel dengan kategori skor OCB-E rendah memiliki persentase sebesar 11,00% atau 29 orang. Sampel dengan kategori skor OCB-E sangat tinggi memiliki persentase sebesar 3,00% atau 8 orang. Sampel dengan kategori skor OCB-E sangat rendah memiliki persentase sebesar 2,70% atau 7 orang.
Berdasarkan hasil uji regresi linear sederhana variabel ETL terhadap OCB-E, terdapat nilai R atau indeks korelasi sebesar 0,54. Hal ini menunjukkan nilai indeks korelasi sedang (0,40-0,59). Selain itu, nilai R2 menunjukkan besar pengaruh dari variabel ETL terhadap OCB-E, yaitu sebesar 0,29 atau 29%. Sebesar 71% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain terhadap OCB-E.
Tabel 3 juga menunjukkan nilai F sebesar 108,07 dan nilai signifikansi sebesar 0,00 (p<0,001). Nilai tersebut lebih kecil dari 0.05. Hal ini menunjukkan koefisien regresi ETL berpengaruh secara signifikan terhadap OCB-E.
Pada tabel 3, terdapat nilai β sebesar 0.40. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pertambahan 1 poin nilai ETL, maka OCB-E ikut mengalami pertambahan sebesar 0,40 (Y
= βX). Dengan demikian, H0 ditolak dan Ha
diterima, artinya terdapat pengaruh persepsi ETL terhadap OCB-E bagi karyawan industri manufaktur di Sulawesi Selatan.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh persepsi ETL terhadap OCB-E bagi karyawan industri manufaktur di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian ini mendukung hasil temuan sebelumnya bahwa terdapat pengaruh persepsi bawahan terhadap ETL atasan langsung terhadap OCB-E bawahan tersebut pada industri atau tempat lainnya (Gurmani et al., 2021; Mi et al., 2019;
2.70% 11%
69.30%
14%
3%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
Sangat
rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Srour et al., 2020). Penelitian terkini yang dilakukan oleh Khan et al. (2021) juga menunjukkan bahwa ETL merupakan prediktor penting OCB-E bagi karyawan industri manufaktur.
Para pemimpin atau atasan langsung dianggap sebagai pengaruh utama (primer) pada perilaku, reaksi afektif, keyakinan, kesejahteraan, dan kinerja karyawan (DenHartog & Belschak, 2012). Hal ini juga mencakup peran ekstra (extra role) (Ahmad et al., 2019). Salah satu gaya kepempimpinan yang memungkinkan karyawan untuk melakukan OCB-E adalah ETL (Kim et al., 2019; Robertson & Barling, 2017).
Pemimpin atau atasan langsung dengan ciri ETL menjadi panutan sehubungan dengan perilaku pro-lingkungan, mendorong karyawan untuk menjadi kreatif dan inovatif ketika menghadapi permasalahan (Chen &
Chang, 2013). Suasana kondusif yang tercipta memungkinkan karyawan memahami pentingnya lingkungan dan keberlanjutan, serta berperilaku pro-lingkungan secara sukarela (OCB-E) (Anwar et al., 2020).
Karyawan lebih cenderung berkomitmen pada inisiatif lingkungan ketika top management membimbing dan mendukung perilakunya (Daily et al., 2008).
Pemimpin atau atasan langsung dengan ciri ETL memungkinkan karyawan untuk merasa bahwa setiap kerusakan yang dilakukan terhadap lingkungan pada gilirannya akan membahayakan diri, manusia lainnya, dan juga hewan (Robertson &
Carleton, 2017). Perasaan tersebut memungkinkan karyawan memiliki kepedulian terhadap lingkungan (Daily et al., 2008). Perilaku pro-lingkungan secara sukarela (OCB-E) dapat diterapkan ketika karyawan tersebut termotivasi secara internal untuk melakukannya (Chen & Chang, 2013;
Organ et al., 2005; Robertson & Barling, 2013). Hal ini disebabkan karena perilaku tersebut tidak secara eksplisit dinyatakan dalam deskripsi pekerjaan resmi perusahaan (Lamm et al., 2013).
Berdasarkan teori pertukaran social (social exchange theory), hubungan sosial yang memuaskan adalah saling menguntungkan satu sama lain (Emerson, 1976). Ketika karyawan mendapatkan pemimpin yang transformasional, karyawan membalas dengan sikap dan perilaku yang baik, seperti OCB-E. Selain itu, pemimpin pun mendapatkan keuntungan dari OCB-E karyawan, yaitu menaati norma yang berlaku, mendapatkan citra organisasi yang ramah lingkungan, dan penghematan biaya.
Pada penelitian ini, terdapat sebesar 29% (melalui R2) pengaruh ETL terhadap OCB-E. Terdapat pula nilai β sebesar 0.40 dari hasil uji hipotesis pada penelitian ini.
Penelitian sebelumnya di industri manufaktur pun menjelaskan nilai β sebesar 0,31 dan hasil total effect performance melalui importance- performance map sebesar 0,33 (Khan et al., 2021). Hal ini menunjukkan pentingnya ETL untuk diterapkan pada industri manufaktur di Sulawesi Selatan.
Meskipun hasil penelitian menunjukkan pengaruh ETL yang cukup kuat terhadap OCB-E, tetapi dapat diprediksi bahwa masih terdapat sekira 71% pengaruh dari faktor lain dalam pembentuk OCB-E karyawan manufaktur. Pada penelitian sebelumnya, OCB-E juga dipengaruhi oleh POSE dan EMS di industri manufaktur (Khan et al., 2021). Hal ini dapat menjadi peluang bagi peneliti selanjutnya untuk mengkaji terkait faktor yang mempengaruhi OCB-E. Lebih lanjut, hasil penelitian tersebut menambah pertimbangan dalam menyusun strategi peningkatan perilaku pro-lingkungan sukarela (OCB-E).
Hasil penelitian harus digeneralisasikan dengan sangat hati-hati karena peneliti tidak dapat mengontrol keterwakilan seluruh karyawan dari seluruh jenis perusahaan manufaktur. Pengumpulan data hanya menjangkau kalangan tertentu (kenalan peneliti dan pengguna media sosial). Selain itu, peneliti tidak dapat mengontrol situasi partisipan saat mengisi Google Form penelitian yang diberikan secara online dan
juga penyebaran dibantu oleh pihak ketiga.
Hal ini mennyebabkan adanya variabel lain yang mungkin ikut memengaruhi variabel dalam proses pengukuran. Oleh karena itu, penelitian mendatang perlu meminta izin pada instansi yang mengkoordinasi industri manufaktur, sehingga penyebaran dapat dilakukan secara merata. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penyebaran secara offline, sehingga dapat mengontrol situasi pengisian dan memastikan seluruh sampel dalam situasi yang kondusif.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, gambaran persepsi ETL dan OCB- E karyawan industri manufaktur di Sulawesi Selatan sebagian besar berada pada kategori sedang. Selain itu, terdapat pengaruh ETL yang cukup kuat terhadap OCB-E bagi karyawan industri manufaktur di Sulawesi Selatan.
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada bidang keilmuan psikologi industri dan organisasi berkaitan dengan ETL dan OCB-E. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmiah mengenai ETL sebagai salah satu faktor yang berkontribusi pada OCB-E. Hasil penelitian ini pun dapat menjadi pertimbangan dalam merumuskan kebijakan, khususnya sebagai pemimpin. Pemimpin dapat menerapkan ETL, sehingga berpengaruh meningkatkan OCB-E karyawan.
Peneliti menyarankan peneliti selanjutnya dapat mengkaji terkait faktor lain yang memengaruhi OCB-E. Peneliti juga menyarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat meminta izin pada instansi yang mengkoordinasi industri manufaktur, sehingga penyebaran dapat dilakukan secara merata. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penyebaran secara offline, sehingga dapat mengontrol situasi pengisian dan memastikan seluruh sampel dalam situasi yang kondusif.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, I., Donia, M.B.L., Khan, A. &
Waris, M. (2019). Do as I say and do as I do? The mediating role of psychological contract fulfillment in the relationship between ethical leadership and employee extra-role performance. Personnel Review, 48(1), 98-117.
https://doi.org/10.1037/a0024903 Ahuja, N. L., Dawar, V., & Arrawatia, R.
(2016). Corporate Finance. Eastern Economy Edition.
Ali, M. F. (2020, Februari 18). 14 Perusahaan di Sulsel Berperingkat Merah Soal Lingkungan, Dua Kali Kena, Dapat Sanksi Ini.
TribunMakassar.com.
https://makassar.tribunnews.com/2020/
02/18/14-perusahaan-di-sulsel- berperingkat-merah-soal-lingkungan- dua-kali-kena-dapat-sanksi-ini?page=3 Alt, E. & Spitzeck, H. (2016). Improving
environmental performance through unit-level organizational citizenship behaviors for the environment: A capability perspective. Journal of Environmental Management, 182, 48- 58.
https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2016.
07.034
Anwar, N., Mahmood, N. H. N., Yusliza, M.
Y., Ramayah, T., Faezah, J. N., &
Khalid, W. (2020). Green Human Resource Management for organizational citizenship behavior towards the environment and environmental performance on a university campus. Journal of Cleaner
Production, 256.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2020.1 20401
Asgari, A, Silong, A. D., Ahmad, A. &, Sama, B. A. (2008). The relationship between transformational leadership behaviors, leader-member exchange and organizational citizenship
behaviors. European Journal of Social Sciences, 6(4), 140-151.
http://dx.doi.org/10.21776/ub.jam.2020 .018.03.05
Bass, B. M. (1999). Two decades of research and development in transformational leadership. European Journal of Work and Organizational Psychology, 8(1), 9- 32.
https://doi.org/10.1080/13594329939841 0
Bass, B. M., & Avolio, B. J. (1993).
Transformational leadership and organizational culture. Public Administration Quarterly, 17(3-4), 112- 121.
https://doi.org/10.1080/01900699408524 907
Bass, M. & Riggio, R. E. (2006).
Transformational leadership.
Lawrence Erlbaum Associates.
Badan Pusat Statistik. (2019). Direktori industri manufaktur Indonesia 2019.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.
Badan Pusat Statistik. (2021). Statistik Industri Manufaktur Provinsi Sulawesi Selatan 2019. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan.
Blau, P. M. (1964). Exchange & power in social life. John Wiley & Sons.
Boiral, O. & Paillé, P. (2012). Organizational citizenship behaviour for the environment: measurement and validation. Journal of Business Ethics,
109, 431-445.
https://doi.org/10.1007/s10551-011- 1138-9
Boiral, O., Paillé, P., & Raineri, N. (2015).
The nature of employees' pro- environmental behaviors. The Psychology of Green Organizations, Oxford University Press, 12-32.
https://doi.org/10.1093/acprof:oso/9780 199997480.001.0001
Cai, W., Lai, K., Liu, C., Wei, F., Ma, M., Jia, S., Jiang, Z., & Lv, L. (2019).
Promoting sustainability of
manufacturing industry through the lean energy-saving and emission- reduction strategy. Science of the Total Environment, 665, 23-32.
https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2019 .02.069
Chang, T. W., Chen, F. F., Luan, H. D., &
Chen, Y.S. (2019). Effect of green organizational identity, green shared vision, and organizational citizenship behavior for the environment on green product development performance.
Sustainability, 11(3).
https://doi.org/10.3390/su11030617.
Cheema, S., Afsar, B., & Javed, F. (2020).
Employees' corporate social responsibility perceptions and organizational citizenship behaviors for the environment: The mediating roles of organizational identification and environmental orientation fit.
Corporate Social Responsibility and Environmental management, 27(1), 9- 21. https://doi.org/10.1002/csr.1769 Chen, Y. & Chang, C. (2013). The
determinants of environment product development performance: green dynamic capabilities, green transformational leadership, and green creativity. Journal of Business Ethics,
116(1), 107-119.
https://doi.org/10.1007/s10551-012- 1452-x
Chen, Y. S., Chang, C. H., & Lin, Y. H.
(2014). Green transformational leadership and green performance: The mediation effects of green mindfulness and green self-efficacy. Sustainability,
6(10), 6604-6621.
https://doi.org/10.3390/su6106604 Chen, Y., Wang, Y., Cooke, F. L., Lin, L.,
Paillé, P., & Boiral, O. (2021). Is abusive supervision harmful to organizational environmental performance? Evidence from China.
Asian Business & Management.
https://doi.org/10.1057/s41291-021- 00148-0
Cropanzano, R. & Mitchell, M. S. (2005).
Social exchange theory: an interdisciplinary review. Journal of Management, 31(6), 874-900.
https://doi.org/10.1177/0149206305279 602
Daily, B. F., Bishop, J. W., & Govindarajulu, N. (2008). A conceptual model for organizational citizenship behavior directed toward the environment.
Bussiness & Society, 48(2), 243-256.
https://doi.org/10.1177/0007650308315 439
DenHartog, D. N. & Belschak, F. D. (2012).
When does transformational leadership enhance employee proactive behavior?
The role of autonomy and role breadth self-efficacy. Journal of Applied Psychology, 97(1), 194-202.
https://doi.org/10.1037/a0024903 Downey, L. & Willigen, M. V. (2005).
Environmental stressors: The mental health impacts of living near industrial activity. Journal of Health and Social Behavior, 46(3), 289-305.
http://dx.doi.org/10.1177/00221465050 4600306
Dulebohn, J. H., Bommer, W. H., Liden, R.
C., Brouer, R. L., & Ferris, G. R.
(2011). A meta-analysis of antecedents and consequences of leader-member exchange. Journal of Management,
38(6), 1715–1759.
https://doi.org/10.1177/0149206311415 280
Emerson, R. M. (1976). Social exchange theory. Annual review of sociology,
2(1), 335–362.
https://doi.org/10.1146/annurev.so.02.0 80176.002003
Ferns, G., & Amaeshi, K. (2019). Fueling climate (in) action: How organizations engage in hegemonization to avoid transformational action on climate change. Organization Studies, 42(7), 1- 25.
https://doi.org/10.1177/0170840619855 744
Graves, L., Sarkis, J., & Zhu, Q. (2013). How transformational leadership and employee motivation combine to predict employee proenvironmental behaviors in China. Journal of Environmental Psychology, 35, 81-91.
https://doi.org/10.1016/j.jenvp.2013.05.
002
Guilford, J. P. (1957). Fundamental statistics in psychology and education. Science Education, 41(3), 244-244.
https://doi.org/10.1002/sce.373041035 7.
Gurmani, J. K., Khan, N. U., Khalique, M., Yasir, M., Obaid, A., & Sabri, N. A. A.
(2021). Do environmental transformational leadership predicts organizational citizenship behavior towards environment in hospitality industry: Using structural equation modelling approach. Sustainability, 13(10).
https://doi.org/10.3390/su13105594 Hahn, R., Reimsbach, D., & Schiemann, F.
(2015). Organizations, climate change, and transparency: Reviewing the literature on carbon disclosure.
Organization & Environment, 28(1), 80-102.
https://doi.org/10.1177/1086026615575 542
Han, Z., Wang, Q., & Yan, X. (2019). How responsible leadership motivates employees to engage in organizational citizenship behavior for the environment: a double-mediation model. Sustainability, 11(3), 605.
https://doi.org/10.1080/09669582.2017.
1330337
Hsieh, Y. C. (2012). Hotel companies' environmental policies and practices: a content analysis of their web pages.
International Journal of Contemporary Hospitality Management, 24(1), 97- 121. https://doi.org/10.1108/095961112 Ilies, R., Fulmer, I. S., Spitzmuller, M., &
Johnson, M. D. (2009). Personality and citizenship behavior: The mediating
role of job satisfaction. Journal of Applied Psychology, 94(4), 945-959.
https://doi.org/10.1037/a0013329 Jha, S. (2014). Transformational leadership
and psychological empowerment:
Determinants of organizational citizenship behavior. South Asian Journal of Global Business Research,
3(1), 18-35.
https://doi.org/10.1108/SAJGBR-04- 2012-0036
Jiang, L., Lin, C., & Lin, P. (2014). The determinants of pollution levels: Firm- level evidence from Chinese manufacturing. Journal of Comparative Economics, 42(1), 118-142.
https://doi.org/10.1016/j.jce.2013.07.00 7
Judge, T. A. & Piccolo, R. F. (2004).
Transformational and transactional leadership: A meta analytic test of their relative validity. Journal of Applied Psychology, 89(5), 755-768.
https://doi.org/10.1037/0021- 9010.89.5.755
Khan. N. U., Irshad, A. R., Saufi, R. A., &
Ahmed, A. (2021). Antecedents of organizational citizenship behavior towards the environment in manufacturing organizations: Using a structural equation modeling approach.
Business Process Management Journal, 27(4), 1054-1087.
https://doi.org/10.1108/BPMJ-02-2021- 0102
Kim, W. G., McGinley, S., Choi, H. M., &
Agmapisarn, C. (2019). Hotels' environmental leadership and employees' organizational citizenship behavior. International Journal of Hospitality Management, 87, 102375.
https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2019.102 375
Kura, K. M. (2016). Linking environmentally specific transformational leadership and environmental concern to green behaviour at work. Global Business
Review, 17(3), 1-14.
https://doi.org/10.1177/0972150916631 069
Lamm, E., Tosti-Kharas, J., & Williams, E.
G. (2013). Organizational citizenship behavior toward the environment.
Group & Organization Management,
38(2), 163-197.
https://doi.org/10.1177/1059601112475 210
Mi, L., Gan, X., Xu, T., Long, R., Qiao, L.,
& Zhu, H. (2019). A new perspective to promote organizational citizenship behaviour for the environment: The role of transformational leadership.
Journal of Cleaner Production, 118002.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.1 180
Mittal, S. & Dhar, R. L. (2016). Effect of green transformational leadership on green creativity: A study of tourist hotels. Tourism Management, 57, 118- 127.
https://doi.org/10.1016/j.tourman.2016.
05.007
Morray, N. (2007). Ergonomics and the global problems of the twenty-first century. Ergonomics, 38(8), 1691- 1707.
https://doi.org/10.1080/0014013950892 5220
Mostafa, A. M. S. & Bottomley, P. A.
(2020). Self-sacrificial leadership and employee behaviours: An examination of the role of organizational social capital. Journal of Business Ethics,
161, 641-652.
https://doi.org/10.1007/s10551-018- 3964-5
Muñoz, P. & Cohen, B. (2018). Sustainable entrepreneurship research: Taking stock and looking ahead. Business Strategy and the Environment, 27(3), 300-322.
https://doi.org/10.1002/bse.2000
Norton, T. A., Parker, S. L., Zacher, H., &
Ashkanasy, N. M. (2015). Employee green behavior: A theoretical
framework, multilevel review, and future research agenda. Organization &
Environment, 28(1), 103–125.
https://doi.org/10.1177/1086026615575 773
Ones, D. S. & Dilchert, S. (2015).
Environmental sustainability at work:
A call to action. Industrial and Organizational Psychology, 5(4), 444- 466. https://doi.org/10.1111/j.1754- 9434.2012.01478.x
Organ, D. W. (1988). Organizational citizenship behavior: The good soldier.
Lexington Books.
Organ, D. W. (1997). Organizational citizenship behavior: It's contruct clean-up time. Human Performance, 10(2), 85-97. https://doi.org/
10.1207/s15327043hup1002_2
Organ, D. W., Podsakoff, P. M., &
MacKenzie, S. B. (2005).
Organizational citizenship behavior:
Its Nature, Antecedents, and Consequences. Sage Publications.
Pacana, A. & Ulewicz, R. (2017). Research of determinants motiving to implement the environmental management system.
Polish Journal of Management Studies,
16(1), 165-174.
https://doi.org/10.17512/pjms.2017.16.
1.14
Paillé, P. (2020). Greening the workplace:
Theories, methods, and research.
Palgrave Pivot.
Paillé, P. & Boiral, O. (2013). Pro- environmental behavior at work:
construct validity and determinants.
Journal of Environmental Psychology, 36, 118-128. https://doi.org/
10.1016/j.jenvp.2013.07.014
Paillé, P., Boiral, O., & Chen, Y. (2013).
Linking environmental management practices and organizational citizenship behaviour for the environment: A social exchange perspective. The International Journal of Human Resource Management, 24(18), 3552–
3575.
https://doi.org/10.1080/09585192.2013.
7779
Paillé, P. & Raineri, N. (2015). Linking perceived corporate environmental policies and employees eco-initiatives:
The influence of perceived organizational support and psychological contract breach. Journal of Business Research, 68(11), 2404-
2411. https://doi.org/
10.1016/j.jbusres.2015.02.021
Park, J. & Kim, H. J. (2014). Environmental proactivity of hotel operations:
antecedents and the moderating effect of ownership type. International Journal of Hospitality Management,
37, 1-10.
https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2013.09.
011
Pattnaik, S. C. & Sahoo, R. (2021), Transformational leadership and organizational citizenship behaviour:
The role of job autonomy and supportive management. Management Research Review, 44(10), 1409-1426.
https://doi.org/10.1108/MRR-06-2020- 0371
Pham, N. T., Tučková, Z., & Jabbour, C. J.
C. (2019). Greening the hospitality industry: How do green human resource management practices influence organizational citizenship behavior in hotels? A mixed-methods study. Tourism Management, 72, 386- 399.
https://doi.org/10.1016/j.tourman.2018.
12.008
Reed, K. E. (2002). Everyone takes the field:
How 3M encourages employee involvement in promoting sustainable
development. Corporate
Environmental Strategy, 9(4), 383-389.
https://doi.org/10.1016/S1066- 7938(02)00109-4
Robertson, J. L. (2017). The nature, measurement and nomological network of environmentally specific transformational leadership. Journal of
Business Ethics, 151, 961-975.
https://doi.org/ 10.1007/s10551-017- 3569-4
Robertson, J. L. & Barling, J. (2015). The psychology of green organizations.
Oxford University Press
Robertson, J. L. & Barling, J. (2017).
Contrasting the nature and effects of environmentally specific and general transformational leadership.
Leadership & Organization Development Journal, 38(1), 22-41.
https://doi.org/10.1108/lodj-05-2015- 0100
Robertson, J. L., & Carleton, E. (2017).
Uncovering how and when environmental leadership affects employees voluntary pro- environmental behavior. Journal of Leadership & Organizational Studies,
25(2), 197-210.
https://doi.org/10.1177/1548051817738 940
Srour, C. K. G. E. K., Kheir-El-Din, A., &
Samir, Y. M. (2020). The Effect of green transformational leadership on organizational citizenship behavior in Egypt. Academic Journal of Interdisciplinary Studies, 9(5).
https://doi.org/10.36941/ajis-2020- 0081
Testa, F., Corsini, F., Gusmerotti, N. M., &
Iraldo, F. (2018). Predictors of organizational citizenship behavior in relation to environmental and health &
safety issues. International Journal of Human Resource Management, 31(13), 1705-1738.
https://doi.org/10.1080/09585192.2017.
1423099
Tuan, L. T. (2018). Activating tourists' citizenship behavior for the environment: The roles of CSR and frontline employees' citizenship behavior for the environment. Journal of Sustainable Tourism, 26(7), 1178- 1203.
https://doi.org/10.1080/09669582.2017.
1330337
Tulsian, P. C. (2002). Business organization and management. Pearson Education.
Vipraprastha, T., Sudha, I. N., & Yuesti, A.
(2018). The effect of transformational leadership and organizational commitment to employee performance with citizenship organization (OCB) behavior as intervening variables (at PT Sarana Arga Gemeh Amerta in Denpasar City). International Journal of Contemporary Research and Review, 9(2), 20503-20518.
https://doi.org/
10.15520/ijcrr/2018/9/02/435
Wang, H., Law, K. S., Hackett, R. D., Wang, D., & Chen, Z. X. (2005). Leader- member exchange as a mediator of the relationship between transformational leadership and followers' performance and organizational citizenship behavior. Academy of Management Journal, 48(3), 420-432.
https://doi.org/10.5465/amj.2005.17407 908
Widisatria, D. & Nawangsari, L.C. (2021).
The influence of green transformational leadership and motivation to sustainable corporate performance with organizational citizenship behavior for the environment as a mediating: Case study at PT Karya Mandiri Sukses Sentosa. European Journal of Business and Management Research, 6(3), 118- 123.
https://doi.org/10.24018/ejbmr.2021.6.
3.876.
Wright, C., & Nyberg, D. (2017). An inconvenient truth: How organizations translate climate change into business as usual. Academy of Management Journal, 60(5), 1633-1661.
https://doi.org/10.5465/amj.2015.0718 Zibarras, L. & Ballinger, C. (2011).
Promoting environmental behaviour in the workplace: a survey of UK organizations. In Going green: The
Psychology of sustainability in the workplace, 84-90. The British Psychological Society.