• Tidak ada hasil yang ditemukan

Orientasi Baru Pendidikan Islam Era Millenial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Orientasi Baru Pendidikan Islam Era Millenial"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

J-PAI : Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 8 No. 2 Januari - Juni 2022 P-ISSN 2355-8237 | e-ISSN 2503-300X http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/jpai

DOI : 10.18860/jpai.v8i2.16692

Orientasi Baru Pendidikan Islam Era Millenial

1Indah Lestari; 2Muhammad Misbah

1&2 Universitas Islam Negeri Prof. KH. Saifuddin Zuhri Purwokerto, Indonesia

1lestariindah971@gmail.com; 2misbah@uinsaizu.ac.id

Abstract. This paper examines the main orientation of education, which is not only a mastery of knowledge, but as a bridge that leads people to awareness, belief and positive thoughts so that they can know God better as part of the existence of life in this world. The method used is library research method with a descriptive normative approach that emphasizes the analysis of the data sources found. The results of the analysis of verses and data sources can be concluded that the purpose of Islamic education is to shape humans according to their nature so that they can live like human beings in terms of strengthening faith, reason, physical, spiritual and social oriented to piety as servants of Allah and caliphs in the world. As humans, there needs to be a balance between human abilities in terms of intelligence, religious, professional, and social. In addition, the orientation of Islamic education can be packaged with economic stability in order to eradicate inequality and social injustice. Educational institutions have a special task and role to produce people who think and feel, think and do remembrance, and people who are humble are not arrogant.

Keywords. Islamic Education; Servant; Khalifah; Educational Objectives.

Abstrak. Tulisan ini bertujuan mengkaji orientasi utama pendidikan yang bukan hanya sebagai penguasaan ilmu, melainkan sebagai jembatan yang mengantarkan manusia kepada kesadaran, keyakinan dan pikiran yang positif agar dapat lebih mengenal Tuhan sebagai bagian dari adanya kehidupan di dunia ini. Adapun metode yang digunakan yakni menggunakan metode library research dengan pendekatan normatif deskriptif yang menekankan pada analisis sumber-sumber data yang ditemukan. Hasil dari analisis ayat dan sumber-sumber data dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dari pendidikan Islam untuk membentuk manusia sesuai fitrahnya agar dapat hidup selayaknya insan kamil dalam hal memperkuat akidah, akal, jasmani, rohani serta sosial yang berorientasi pada ketakwaan sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi. Sebagai manusia perlu adanya keseimbangan antara kemampuan manusia dalam hal intelegensi, religius, profesional, dan sosial. Selain itu, orientasi pendidikan Islam dapat dikemas dengan kemapanan ekonomi agar dapat mengentaskan ketimpangan dan ketidakadilan sosial. Lembaga pendidikan memiliki tugas dan peran khusus untuk menghasilkan manusia berpikir dan merasa, berpikir dan berzikir, dan manusia yang rendah hati tidak sombong, angkuh dan arogan.

Kata Kunci. Pendidikan Islam; Era Milenial; Tujuan Pendidikan.

Copyright © J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam. All Right Reserved.

This is an open-access article under the CC BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).

Correspondence Address: jpai@uin-malang.ac.id

(2)

A. PENDAHULUAN

Pendidikan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup manusia.

Manusia semakin dinamis melakukan perubahan agar mereka terbebas dari belenggu kehidupan. Transisi manusia seakan tidak akan pernah habisnya dari masa ke masa.

Pendidikan telah menjadi kebutuhan primer yang telah setara dengan sandang, pangan dan papan. Salah satu peran pendidikan adalah mengasah kualitas sumber daya manusia agar menjadi lebih baik. Manusia membutuhkan bekal untuk hidup bagi dirinya sendiri dalam berkompetisi dengan manusia yang lain. Sebagai makhluk sosial, mereka memerlukan pendidikan sebagai media untuk mentransformasikan pengetahuan dan mempraktikannya di lingkungan sosial. Selain ilmu pengetahuan, manusia memperoleh keterampilan.

Sektor pendidikan sangat kompleks dan luas, manusia terus bergerak masif untuk berkiprah dalam peradaban. Persaingan dengan kelompok manusia yang lain menjadi kesempatan sekaligus menjadi bencana bagi manusia. Secara tidak langsung, mereka saling berkompetisi untuk bertahan dan menang. Selain berkompetisi, kebutuhan spiritual manusia juga penting untuk menjaga spirit manusia secara utuh. Pertumbuhan dan pengajaran pendidikan juga diwarnai oleh berbagai aliran agama untuk ikut berpartisipasi sebagai penyelenggara lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan yang diinisiasi oleh kelompok agama merupakan salah satu media dakwah mereka untuk tetap ada bagi para pengikutnya.

Pendidikan Islam sebagai salah satu yang berperan mencerdaskan anak bangsa telah berkontribusi lama untuk Indonesia. Pendidikan Islam lebih awal berdiri dengan praktik belajar Al-Qur’an dan ajaran-ajaran Islam. Lembaga pendidikan Islam memiliki variasi yang beragam diantaranya sekolah yang berbasis keagamaan, pesantren, serta boarding school. Berbekal ilmu pengetahuan Islam, lembaga pendidikan semcam itu banyak diminati oleh masyarakat. Adanya unsur agama Islam di dalamnya menjadi daya tarik tersendiri bagi penganutnya di Indonesia.

Semenjak globalisasi bergerak masif menjadi arus global umat manusia, bersama itu pula muncul ancaman dari berbagai sumber. Pada hakikatnya menjadi sebuah kewaspadaan bagi moral bangsa. Tidak sedikit yang mengeluhkan banyak siswa sekolah yang menjadi miskin adab dan berpengetahuan tinggi, ataupun sebaliknya. Selain itu, adanya gagasan bahwa mutu lembaga pendidikan Islam kurang baik. sehingga sedikit diminati. Tafsir menyatakan bahwa kualitas pendidikan Islam terindentifikasi kualitas mutunya rata-rata lebih rendah daripada sekolah di bawah naungan pemerintah dan sekolah yang dikelola lembaga Katholik (Santi & Yazid, 2020).

Ketimpangan dan ketidakadilan sosial yang terjadi di setiap penjuru dunia bukan hanya menjadi tanggung jawab para penguasa dan pejabat negara. Umat Islam di seluruh dunia memiliki tugas dan tanggungjawab untuk membantu mengentaskan permasalahan tersebut. Proses semacam ini juga perlu untuk ditunjukan kepada dunia bahwa Islam dan para pengikutnya merupakan generasi yang kuat dan tangguh serta mapan dalam perekonomian. Islam yang sering disudutkan sebagai teroris oleh Dunia Barat, perlu untuk meluruskan persepsi yang salah ini. Keharmonisan umat Islam dengan saling membantu dalam hal kemanusian juga menjadi salah satu ciri agar persepsi yang salah dengan Islam semakin luntur (Naskah Orasi Ilmiah Guru Besar Prof. Hilman Latief, Ph.D, n.d.).

Menurut Tafsir, pendidikan Islam di Indonesia memerlukan perbaikan. Pertama, mengutamakan yang wajib daripada yang sunnah. Kedua, fokus mutu pendidikan sekolah Islam. Hal tersebut penting, sebab mutu sekolah mencerminkan atau menentukan mutu umat Islam, bangsa dan negara. Ketiga, mengubah etos ekonomi dengan tidak secara penuh mendistribusikan keuntungan kepada orang lain, melainkan sebagian dikontribusikan ke dalam dunia pendidikan Santi & Yazid (2020). Hal ini menunjukkan bahwa umat Islam harus berbenah dan ikut berkontribusi secara kaffah. Dunia pendidikan seakan seperti

(3)

sebuah kompetisi untuk menyajikan mutu yang terbaik dari antar lembaga pendidikan.

Persaingan dalam dunia pendidikan harus benar-benar dipandang sebagai tantangan agar tercipta hal yang lebih baik.

Penulisan artikel ini akan lebih condong kepada tujuan pendidikan Islam untuk menyesuaikan diri dengan peradaban. Penulisan ini menyajikan pandangan dari beberapa tokoh pendidikan serta menghadirkan tafsir ayat Al-Qur’an sebagai penguatnya. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menuliskan tentang pendidikan ataupun pengajaran memiliki tafsir yang cukup luas. Oleh karena itu, pembahasan dalam tulisan ini diharapkan menjadi sebuah pembaharuan dan dapat dijadikan sebagai wawasan pengetahuan.

B. METODE

Penelitian ini menggunakan metode library research dengan pendekatan normatif deskriptif yang menekankan pada analisis sumber-sumber data yang ditemukan. Untuk mendukung asumsi pemikiran peneliti menggunakan tinjauan literatur, yang memiliki kesesuaian dengan topik pembahasan yang sekaligus menjadi sumber primer dalam penulisan ini, yaitu Tafsir Tarbawi karangan Kadar Yusuf. Tafsir Tarbawi peneliti pilih karena tafsir ini berupaya mendekati dan mengkaji al-Qur'an melalui sudut pandang pendidikan, baik dari segi teoritik maupun praktik. Sumber data dalam penelitian ini berupa informasi atau data empirik yang bersumber dari buku-buku, jurnal, hasil laporan penelitian dan literatur lain yang mendukung tema penelitian ini.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Merujuk pada sejarah pendidikan Indonesia maupun dalam studi kependidikan, sebutan pendidikan Islam umumnya dipahami sebatas sebagai “ciri khas” jenis pendidikan yang berlatar belakang keagamaan. Demikian pula batasan yang ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Mahfud, 2020;

Abdullah, 2019; Suri et al., 2019).

Pendidikan sebagai bagian penting umat manusia merupakan suatu hal yang harus bersifat dinamis dan tidak bisa statis. Sebagai salah satu alat untuk mencerdaskan manusia, pendidikan juga berperan untuk mengasah ketrampilan siswa serta sebagai media membina spiritual manusia. Berangkat dari hakikat manusia yang memiliki perbedaan dan keunikan tersendiri, manusia berhak untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan dirinya sendiri. Namun masih sedikit manusia yang menyadari akan hal tersebut. Hadirnya pendidikan menjadi sebuah harapan untuk menjadi lebih baik dalam hidup manusia dari keterpurukan. Dibalik hal tersebut, pendidikan memiliki tujuan yang mulia agar manusia dibekali ilmu, dan keterampilan untuk hidup bagi dirinya sendiri ataupun lingkungan sosialnya.

Selain itu, hadirnya pendidikan Islam bukan lagi menjadi wajah baru di Indonesia.

Sejatinya, pendidikan Islam jauh lebih awal hadir sebagai media mengajar para generasi bangsa sebelumnya. Pendidikan islam mengalamai banyak persoalan yang hingga kini masih perlu untuk di koreksi kembali secara teoritis maupun praktis. Epistemologi merupakan persoalan teoritis konseptual perlu pemikiran secara mendalam. Jauh sebelum ilmu pengetahuan lahir dan berkembang, Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam bahkan telah lebih dahulu menuliskan perennial knowledge mengenai abstraksi pola pendidikan Islam (Saihu, 2019).

Al-Qur’an menuliskan beberapa istilah yang jika diartikan berarti pendidikan atau pengajaran. Hardiyati dan Baroroh menyebutkan di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa istilah yang dapat ditafsirkan sama dengan pengertian pendidikan, penjelasan sebagai berikut (Hardiyati & Baroroh, 2019):

(4)

1) Tarbiyah merupakan proses pengembangan, pemeliharaan, penjagaan, pengurusan, penyampaian ilmu, pemberi petunjuk, bimbingan dan penyempurnaan, perasaaan memiliki bagi anak didik baik jasad, akal, jiwa, bakat, potensi, penuh kasih sayang, penuh perhatian, kelembutan hati, menyenangkan, bijak, mudah diterima, sehingga membentuk kesempurnaan fitrah manusi, kesenangan, kemuliaan untuk mencapai ridha Allah SWT.

2) Ta’lim diartikan pemberitahuan dan penjelasan tentang sesuatu yang meliputi isi dan maksudnya secara berulang-ulang, bertahap, menggunakan cara yang mudah diterima, menuntut adab-adab tertentu, bersahabat, kasih sayang, sehingga muta’alim (pencari ilmu) mengetahui, memahami, yang dapat melahirkan amal shalih yang bermanfaat di dunia dan akhirat untuk mencapai Ridha Allah SWT.

3) Ta’dib merupakan penanaman, pembinaan, pengokohan akhlak pada diri anak atau manusia itu sendiri sesuai dengan syariat Allah SWT dengan cara yang baik agar ia (muta’adib) berhati bersih, berperilaku baik, beriman, beramal shalih dan bertakwa untuk mencapai ridha Allah SWT.

4) Tazkiyah merupakan proses penyucian jiwa seorang manusia dari segala hal-hal nafsu duniawi untuk mencapai keridhaan Allah SWT. Proses penyucian jiwa manusia dapat ditempuh dengan 2 proses yakni melalui perbuatan dan ucapan.

Seiring dengan berkembangnya penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan nalar dan logika manusia tanpa memandang aspek sejarah menyebabkan kandungan murni di dalam Al-Qur’an mengalami distorsi. Hal ini menjadi sebuah pekerjaan baru bagi umat Islam untuk berbenah diri. Pasalnya nilai mnius keagamaan muncul dan berkembang biak secara masif. Munculnya gagasan untuk kembali kepada Al-Quran sebagai elemen dasar dalam dunia pendidikan yang mencantumkan tujuan pendidikan sesunggunya. Al-Qur’an menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan manusia sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang kreatif yang memungkinkan manusia untuk memanfaatkan sumber alam untuk kebaikan (Saihu, 2019). Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang dapat diaplikasikan di berbagai zaman masih sedikit yang dikaji oleh pendidikan Islam. Pendidikan Islam masih menganut konsep terdahulu dan bersifat statis sibuk pada spiritualitas manusia terhadap akhirat daripada bidang yang lain. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab krisis intelektualitas para generasi Islam.

Pendidikan yang didominasi oleh aspek kognisi daripada aksi memunculkan sebuah ketimpangan pada diri manusia. Perbedaan yang muncul dalam masyarakat tentang pendidikan umum dan pendidikan Islam hanya terbatas pada tambahan materi dan praktik ibadah yang diberikan di dalamnya. Manusia yang diturunkan ke bumi sebagai seorang hamba dan khalifah merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan. Pendidikan Islam masih dipandang lebih dominan untuk mengarahkan manusia sebagai hamba Allah dan sedikit diajarkan sebagai seorang khalifah. Oleh karena itu, kekacauan dalam sebuah negara karena dipimpin oleh golongan manusia yang paham dengan aspek kognisi namun kurang dalam segi spiritualitas menjadi sebuah permasalahan besar.

Fazlur Rahman memperkenalkan gagasan dan pemikirannya tentang pembaruan pendidikan Islam, dilakukan dengan menerima pendidikan sekuler moderen, kemudian berusaha memasukinya dengan konsep-konsep Islam. Upaya tersebut dapat di tempuh dengan cara, pertama membangkitkan ideologi umat Islam tentang pentingnya belajar bahasa dan mengembangkan ilmu pengetahuan, kedua berusaha mengikis dualisme sistem pendidikan umat Islam. Pembaruan di bidang metode pendidikan Islam, yaitu beralih dari metode mengulang-ngulang (membeo) dan menghafal pelajaran kemetode memahami dan menganalisis. Strategi pendidikan Islam saat ini menurutnya cenderung bersifat defensif, hanya menyelamatkan pikiran kaum muslimin dari pencemaran dan kesusahan yang di

(5)

timbulkan oleh gagasan-gagasan barat melalui berbagai disiplin Ilmu, terutama gagasan- gagasan yang akan mengancam (Saihu, 2019).

Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3, yaitu:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” (UU_2003_No_20_- _Sistem_Pendidikan_Nasional.Pdf, n.d.)

Allah SWT juga telah berfirman dalam Q.S Adh Dhariyat ayat 56 tentang proses penciptaan manusia, sebagai berikut :

ا َم َو ق ل َخ َ ت ٱ ن ِج ل َو ِ ٱ ل لِّإ َسن عَيِل ِنو د ب

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (Q.S Ad Dhariyat : 56)

Menurut al-Razi dalam Tafsir Kabirnya dijelaskan bahwa ayat tersebut memiliki keterkaitan (munasabah) dengan ayat sebelumnya, sebagaimana berikut (Rohman &

Fahmi, 2020) :

Kemudian Allah berfirman: (“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”) ayat ini memuat berbagai informasi. Hendaklah kita mengingat secara mendalam, dapat dikatakan bahwa keterkaitan ayat tersebut dengan ayat sebelumnya terdapat berbagai aspek. Pertama, bahwa ketika Allah berfirman (“berilah peringatan”), yaitu memberi peringatan semaksimal mungkin bahwa penciptaan mereka semata-mata hanya untuk beribadah. Maksud dari tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah, maka berilah peringatan kepada mereka dengan hal tersebut; dan beritahukan kepada mereka bahwa segala hal selain hal tersebut hanya akan menyia-nyiakan waktu. Kedua, bahwa setelah Kami sampaikan secara berulang-ulang bahwa aktivitas para Nabi hanya terbatas dalam dua hal, beribadah kepada Allah dan memberi petunjuk kepada makhluk. Ketiga, bahwa saat al-Quran menjelaskan orang-orang sebelum mereka mendustakan para utusan, maka ayat inipun menuturkan untuk menjelaskan buruknya perbuatan mereka, sebab meninggalkan ibadah kepada Allah, padahal mereka diciptakan semata-mata hanya untuk beribadah”.

Menurut Sayyid Quthb, tugas tertentu yang mengikat jin dan manusia dengan hukum alam nyata adalah beribadah kepada Allah; atau penghambaan kepada Allah yang memastikan bahwa di sana terdapat hamba dan Tuhan; ada hamba yang beribadah dan Tuhan yang disembah. Seluruh kehidupan hamba akan stabil jika berlandaskan atas pernyataan tersebut. Menurutnya, ayat tersebut memiliki hubungan dengan QS. al-Baqarah 2: 30 terkait kekhalifahan. Sayyid Quthb secara terbuka menyatakan bahwa kekhilafahan menuntut pelaksanaan syariat Allah di bumi guna mewujudkan sistem Ilahi yang selaras dengan prinsip alam yang universal (Rohman & Fahmi, 2020).

Jalal menyatakan bahwa tujuan umum pendidikan Islam adalah menjadikan manusia sebagai abdi atau hamba Allah SWT. Hal tersebut diperkuat lagi oleh pernyatan Rahman bahwa menghambakan diri adalah beribadah kepada Allah. Islam menghendaki agar manusia itu dididik sehingga ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Manusia secara jelas diciptakan oleh Allah SWT. untuk beribadah kepada-Nya (Affandi, 2011).

(6)

Proses penciptaan manusia sebagai hamba Allah memiliki konsekuensi logisnya sebagai hamba Allah dengan melaksanakan tugas-tugas sebagai seorang hamba dengan melakukan ibadah kepada Yang Maha Disembah secara tunduk dan merendahkan diri.

Ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata, tidak untuk yang lain (Rohman & Fahmi, 2020). Dengan kata lain , tauhid menjadi prioritas tertinggi umat Islam dalam beragama.

Ajaran tauhid sebagai landasan dalam melaksanakan ibadah maghdah (khusus) dan ibadah ghairu maghdah (umum).

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dikategorikan bahwa penciptaan manusia esensinya adalah sebagai hamba Allah SWT. yang memiliki keistimewaan berupa akal dan budi pekerti. Akal menempati posisi penting dalam Islam yang sering dituliskan dalam Al- Qur’an secara berulang-ulang (Bagir, 2017). Sebagai seorang khalifah di bumi, manusia memerlukan kecerdasan, kekuatan, keberanian, keimanan, serta kemampuan untuk berproses. Proses penciptaan manusia oleh Allah SWT. juga bukan hanya lahir untuk menambah kuantitas manusia di bumi. Setiap manusia adalah makhluk mulia yang diciptakan Allah, ia dilengkapi dengan anggota tubuh, akal pikiran, hati nurani, panca indra serta jiwa. Apabila manusia secara tepat menggunakan semua itu, artinya ia sedang mengamalkan tugasnya sebagai khalifah. Namun sebagai hamba di bumi, beribadah bukan hanya sekedar hubungan antara makhluk dengan Tuhannya. Secara praktis hubungan manusia dengan manusia lainnya merupakan perwujudan proses peribadatan yang lebih luas dengan melibatkan Allah SWT sebagai Tuhan yang maha malihat, dan manusia sebagai subjek yang berperan.

Proses peribadahan sering hanya disimbolkan dengan proses ibadah seperti yang tercantum dalam rukun Islam diantaranya syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji. Sejatinya bukan hanya demikian proses ibadah yang dimaknai oleh manusia. Dalam praktiknya manusia sering melakukan hubungan dengan manusia yang lain. Manusia sebagai makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri melainkan butuh peran serta orang lain. Lingkungan tempat manusia hidup mengajarkan bahwa selama hidup berdampingan dengan orang lain, manusia perlu memiliki tata krama, adab, norma dan etika yang berlaku dalam masyarakat. Terciptanya kerukunan, kedamaian dan keharmonisan yang ada dalam masyakarat menjadi faktor keberhasilan proses peribadahan dan praktiknya. Semakin kompleks masyarakat yang ada di suatu lingkungan, semakin besar pula peluang untuk melaksanakan pengamalan ibadah.

Umat manusia hidup melalui berbagai dinamika kehidupan yang sarat dengan ketimpangan dan permasalahan sosial. Hal tersebut menjadi permasalahan bagi setiap umat manusia di seluruh dunia. Mereka pastinya berupaya keras untuk dapat bertahan hidup agar mampu memenuhi kebutuhan hidupnya serta berusaha untuk tidak jatuh ke dalam kemiskinan. Bayang-bayang kemiskinan nyatanya menjadi problematika yang berlaku secara universal. Kemapanan intelektual, religius, dan finansial umat Islam dapat dicapai, dalah satunya melalui pendidikan. Pendidikan yang digunakan sebagai alat untuk mentrasformasikan nilai kehidupan memiliki peran penting bagi kemakmuran umat manusia di seluruh dunia.

Dalam Al-Qur’an secara tegas Allah menuliskan bahwa sebagai umat Islam tidak diperkenankan untuk meninggalkan generasi yang lemah. Generasi yang lemah menjadi hal yang perlu diwaspadai oleh umat Islam. Pasalnya, generasi yang lemah akan menimbulkan kerusakan secara materi ataupun immateri terhadap keberlangsungan hidup antar manusia di bumi. Kerugian timbul yang disebabkan oleh generasi lemah ini merupakan kesalahan fatal yang perlu menjadi tanggungjawab seluruh umat manusia. Dampaknya, tugas utama sebagai seorang khalifah di bumi hanya sebagai formalitas tanpa ada rasa tanggungjawab untuk dunia maupun akhirat. Persoalan ini merupakan hal yang serius dan tidak bisa dibiarkan.

(7)

Sesuai dengan uraian tersebut, dalam Q.S An Nisa ayat 9 sebagai berikut (An-Nisa’ -

ۤ اسنلا ء

ۤ | Qur’an Kemenag, n.d.) :

ََشْخَيْل َو

ََنْيِذَّلا َ

َْوَل َ ا ْوُكَرَت َ

َْنِم َ

َ

َْلَخ

َْمِه َِف

َ ةَّي ِ رُذ َ

َ ع ِض َ ا ف ا ْوُفاَخ َ

َ ْمِهْيَلَع َ اوُقَّتَيْلَف َ

ََٰاللّ َ ا ْوُل ْوُقَيْل َو َ

َ ل ْوَق َ ا دْيِدَس َ

َ

Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.”

Tafsir Kementrian Agama, menguraikan, apabila seorang muslim wafat meninggalkan keluarganya, hendaknya memperhatikan kesejahteraan anak-anak dan keluarganya. Ayat selanjutnya menyarankan kepada umat muslim agar selalu bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah serta bertutur kata lemah lembut. Kemudian diperkuat oleh, Tafsir al-Misbah, M. Quraish Shihab menjelaskan QS. an-Nisa ayat 9 merupakan pedoman bagi umat Islam dalam perihal kesejahteraan bagi anak-anaknya agar dapat bertahan hidup sesuai dengan kodrat manusia (Rahmadani et al., 2019).

Pendidikan dapat diartikan sebagai sarana untuk mengekspresikan diri manusia agar potensi yang dimilikinya dapat dengan baik terserap dan berkembang serta memiliki budi pekerti yang sesuai dengan agama dan norma masyarakat. Sesuai dengan konsep pendidikan holistik, manusia mendapatkan pendidikan sesuai dengan hakikatnya sebagai manusia agar ia dapat hidup sebagaimana layaknya manusia. Pendidikan yang didapatkan merupakan kebermanfaatan untuk dirinya sendiri dan juga untuk lingkungan sekitarnya.

Peran serta pendidikan dalam kehidupan manusia merupakan urgensi yang tidak bisa terpisahkan dalam dekade ini. Keterlibatan dengan peran serta dari keluarga, sekolah, dan masyarakat dapat dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan dari pendidikan.

Pendidikan holistik yang memandang manusia secara keseluruhan sebagai makhluk hidup yang memiliki perbedaan dan potensi yang bermacam-macam dianggap sebagai jalan tengah untuk mengatasi ketimpangan dalam sistem pendidikan. Tujuan pendidikan holistik adalah untuk membentuk manusia holistik. Manusia holistik adalah manusia yang mampu mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya (Yogiswari, 2018).

Majid dalam Hardiyati dan Baroroh menjelaskan tentang tujuan pendidikan Islam meliputi 4 hal, yaitu (Hardiyati & Baroroh, 2019):

1) Tujuan Jasmaniyah (ahdaf al-jismiyyah). Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia Muslim yang sehat dan kuat secara fisik atau jasmaninya serta memiliki keterampilan yang tinggi untuk menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi.

2) Tujuan Rohaniah (ahdaf al-ruhiyah) Tujuan pendidikan rohani diarahkan kepada pembentukan akhlak mulia serta dalam hal keimanan dan ketataan sesuai dengan tuntunan agama dengan mengikuti teladan dari Rasulullah SAW.

3) Tujuan Akal (ahdaf al-aqliyah) Aspek tujuan ini bertumpu pada pengembangan intelegensi (kecerdasan) yang berada dalam otak, sehingga mampu memahami dan menganalisis fenomena ciptaan Allah SWT di alam semesta.

4) Tujuan sosial (ahdaf al-ijtima’iyah) Tujuan sosial ini merupakan pembentukan kepribadian yang utuh, dimana identitas individu tercermin sebagai manusia yang hidup pada masyarakat plural yang tidak bisa menjauhkan diri dari kehidupan bermasyarakat.

Pendidikan Islam yang ikut serta sebagai aktor dalam dunia pendidikan, membina dan memberikan kepada anak didik dengan ilmu dan pengetahuan. Kemampuan orang yang berpendidikan, beradab untuk memberi manfaat bagi kemanusiaan, serta kemampuan mereka untuk berkomunikasi dengan orang lain. Hal tersebut berguna menciptakan pemahaman dan berbagi nilai-nilai ke Islaman dalam upaya kolaboratif untuk memecahkan masalah bersama dan untuk menciptakan masyarakat yang beradab yang

(8)

berbagi pengetahuan untuk kepentingan bersama (Islam, 2019). Ahmad Tafsir juga menguatkan, tujuan dari pendidikan Islam adalah tujuan yang membawa manusia menjadi Muslim yang kaffah atau Muslim yang sempurna, yaitu Muslim yang jasmaninya sehat serta kuat, akalnya cerdas serta pandai, dan hatinya dipenuhi iman dan takwa kepada Allah SWT.

(Islam, 2019).

Tujuan pendidikan yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II tentang Dasar, Fungsi dan Tujuan, Pasal 3, dijelaskan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Uraian di atas merupakan tujuan pendidikan secara konseptual dan cita-cita bangsa Indonesia untuk menggelar pendidikan yang unggul serta mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila. Tidak hanya itu, tujuan mulia ini telah terkonsep sebagai pedoman bagi dunia pendidikan dalam mempraktikan pembelajaran di lembaga pendidikan. Sebuah cita-cita ini bersifat universal agar dapat diterapkan pada setiap lini dunia pendidikan dan maksimal salam praktiknya. Selain itu, keterlibatan kerjasama antara lembaga pendidikan, keluarga dan lingkungan masyarakat menjadi kunci keberhasilan terealisasinya tujuan pendidikan dalam undang-undang ini.

Tujuan Nasional Pendidikan Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 Bab II Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1989. Afandi menguraikan tujuan nasional pendidikan Indonesia diantaranya :

1. Mencerdaskan kehidupan bangsa

Afandi menuliskan salah satu cara agar dapat mewujudkan hal tersebut dengan ikut serta dalam pendidikan. Pendidikan sifatnya wajib bagi seluruh rakyat Indonesia. Afandi juga menegaskan dengan ilmu pengetahuan sebuah bangsa menjadi cerdas karena menggunakan akal pikiran untuk berpikir. Agama Islam juga sangat menghargai akal manusia, hingga menganjurkan umatnya untuk selalu menuntut ilmu sejak lahir sampai ke liang lahat. Berfikir dan menggunakan akal adalah ajaran yang jelas dan tegas dalam al- Quran. Selain itu, agama Islam telah menggalakkan umatnya untuk gemar menuntut ilmu demi kemaslahatan umat Islam. Tujuan nasional pendidikan Islam sesuai dengan perspektif Al-Qur’an.

2. Mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya

Rahman memberikan kriteria agar manusia Indonesia dapat dikatakan sebagai manusia seutuhnya. Kriteria tersebut terbagi menjadi dua diantaranya : Pertama kriteria immaterial (spiritual) yang diekspresikan dalam bentuk iman, taqwa, berbudi pekerti luhur (akhlaq al-kaimah) , dan rohani yang sehat. Kedua kriteria material, yang diekspresikan dalam bentuk ketrampilan, jasmani yang sehat, dan tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Istilah insan kamil dapat dikatakan untuk mewakili maksud dari tujuan pendidikan nasional dalam poin ini. Insan kamil yang diistilahkan sebagai manusia yang bertakwa kepada Allah SWT yang beriman dengan penuh rasa tanggungjawab, taat dan ikhlas. Insan kamil juga memiliki keteladanan dalam hal berpikir serta memiliki perilaku yang kencerminkan ketakwaan. Artinya, konsep manusia seutuhnya merupakan manusia yang memiliki keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya. Terdapat dua unsur penting yang akan diaktualisasikan dalam mengembangkan manusia seutuhnya (insab kamil), yakni keimanan dan ketakwaan

(9)

terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pasalnya seorang insan kamil sebagai salah seorang teladan bagi manusia yang lainnya agar dapat hidup dengan cara Islami. Islam yang mengajarkan keteladanan yang bersumber dari perilaku, perkataan dan kebiasaan Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itulah sosok insan kamil dapat dikatakan sebagai peniru Nabi Muhammad SAW dalam beribadah dan mengamalkan nilai-nilai agama Islam.

Orientasi dari seorang insan kamil yakni keridhaan dari Allah SWT sebagai Tuhannya dan surga sebagai tujuan akhirnya.

Menurut al-Jamaly, tujuan pendidikan Islam menurut al-Qur’an meliputi: Pertama, menjelaskan posisi peserta didik sebagai manusia di antara makhluk Allah yang lain dengan tanggung jawab dalam kehidupan ini. Kedua, Menjelaskan hubungannya sebagai makhluk sosial dan tanggung jawabnya dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Ketiga, Menjelaskan hubungan manusia dengan alam dan tugasnya untuk mengetahui hikmah penciptaan dengan cara memakmurkan alam semesta. Keempat menjelaskan hubungannya dengan khaliq sebagai pencipta alam semesta (Zaim, 2019).

Fatih Syuhud menyatakan, bahawa tujuan dari pendidikan Islam adalah menciptakan manusia yang baik dan bertakwa yang menyembah Allah dalam arti yang sebenarnya, yang membangun struktur pribadinya sesuai dengan syari’at Islam serta melaksanakan segenap aktivitas kesehariaannya sebagai wujud ketundukannya pada Tuhan (Zaim, 2019). Pendidikan Islam bertugas di samping menginternalisasikan (menanamkan dalam pribadi) nilai-nilai Islam, juga mengembangkan peserta didik agar mampu mengamalkan ilmu-ilmu itu secara dinamis dan fleksibel. Pendidikan Islam secara maksimal harus bisa mendidik peserta didik agar memiliki kecerdasan atau kematangan dalam beriman, bertakwa dan mengamalkan hasil pendidikan yang diperolehnya, sehingga menjadi pemikir sekaligus pengamal ajaran Islam yang dialogis terhadap perkembangan zaman.

Abad 19 yang banyak ahli mengatakan sebagai abad milenial menuntut pendidikan untuk dinamis dan memiliki ciri khas tertentu dalam membentuk moral siswa. Teknologi yang semakin menjamur dengan fitur-fitur canggihnya menjadi salah satu bumerang dan angin segar bagi manusia. Kemajuan teknologi bukan hanya dalam informasi dan komunikasi semata, melainkan telah menyeluruh di kehidupan manusia. Jika dicermati teknologi nyatanya tidak membutuhkan waktu yang lama untuk berkembang pesat.

Perbandingan antara sepuluh tahun yang lalu dengan sekarang sudah sangat jauh.

Lahirnya inovasi dalam bidang teknologi juga tidak berbanding lurus moral manusia yang semakin terkikis. Hal tersebut sudah telah menjadi fenomena dalam masyarakat mulai dari tingkat anak-anak hingga dewasa.

Karakter masyarakat Indonesia, khususnya suku Jawa yang memiliki unggah ungguh, tata krama, kekayaan bahasa seolah semakin menipis terkikis oleh mudahnya teknologi. Sebagai manusia, kita tidak bisa lepas dengan lingkungan sosial dan saling membutuhkan dengan manusia yang lain. Semakin merebaknya kecanggihan teknologi, muncul yang di lingkungan masyarakat populer dengan istilah “orang kuno” dan “orang milenial.” Orang kuno yang lekat dengan istilah zaman dahulu diartikan sebagai generasi yang lahir dan hidup sebelum muncul gawai sebagai alat komunikasi. Para generasi ini biasanya ditandai dengan kurang atau bahkan tidak memahami betul mengenai teknologi yang berkembang. Mereka lebih menikmati hidupnya dengan saling bernostalgia masa- masa lampau dan biasanya berusia renta. Sementara itu, istilah “orang milenial” muncul untuk mewakili kelompok atau golongan manusia yang mahir dan sering berinteraksi menggunakan teknologi. Segolongan manusia ini sangat bergantung kepada teknologi dalam kesehariannya. Selain teknologi sudah sebagai kebutuhan, para generasi ini lebih condogn kepada hal yang praktis.

(10)

Perlu diketahui, unsur globalisasi memegang peranan penting dalam membentuk karakter manusia pada abad ini. Globalisasi dikatakan sebagai proses penyatuan dunia dengan perlahan namun pasti. Pada hal ini sudah tidak ada suatu penghalang lagi bagi menusia untuk mengkonsumsi informasi dan aspek lainnya sebagai hal yang biasa terjadi (Rodhatul Jennah, Dkk, n.d.). Globalisasi juga telah banyak merubah gaya hidup masyarakat dan seluruh bagian dari hidup manusia.

Penting kiranya pendidikan hadir sebagai salah satu media untuk mengajarkan kepada para generasi bangsa untuk mereka dapat hidup sebagai makhluk hidup, makhluk yang beragama, makhluk sosial serta sebagai generasi milenial yang perlu memanfaatkan teknologi. Sebagai umat Islam kita perlu untuk ikut terlibat akif dalam pengembangan teknologi sebagai media dakwah serta media pendidikan untuk mengajarkan ilmu pengetahuan kepada generasi selanjutnya. Latief juga menegaskan peran agama dalam ruang publik memiliki relasi dengan antar lembaga (Latief - Agama Dan Pelayanan Sosial Interpretasi Dan Aksi .Pdf, n.d.).

Umat Islam sebagai umat yang beragama memiliki peran sebagai aktor dalam kemajuan umat manusia. Umat Islam juga memiliki tugas untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain (Hanur & Zulfa, 2021). Hal tersebut tengah banyak diketahui umat Islam sebagai sebuah tujuan mulia. Perintah agama tersebut menjadi sebuah kewajiban bagi setiap hamba yang memiliki ilmu untuk dapat berbagi dengan orang lain agar mendapat kesejahteraan. Manfaat yang didapat tentu bukan hanya sekedar materi melainkan kebahagiaan yang dapat dibagikan kepada setiap manusia.

Peralihan masa dari yang bersifat tradisional ke era teknologi membuat para generasi umat Islam perlu untuk menciptakan kebermanfaatan bagi umat. Bukan hanya sebagai konsumen abadi dengan hanya menikmati karya dari orang lain, namun ikut berkontribusi di dalamnya. Artinya, generasi umat Islam yang baru perlu diarahkan untuk menciptakan inovasi serta memanfaatkan teknologi sewajarnya. Teknologi juga dapat digunakan sebagai media publikasi dan dakwah Islam, agar Islam kian meluas dan berkualitas.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diformulasikan bahwa tujuan dari pendidikan Islam untuk membentuk manusia sesuai fitrahnya agar dapat hidup selayaknya insan kamil dalam hal memperkuat akidah, akal, jasmani, rohani serta sosial yang berorientasi pada ketakwaan sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi. Pendidikan Islam penting untuk mendidik manusia menjadi cerdas secara intelektual dan sosial untuk mempersiapkan generasi Islam pembaharu yang kuat dalam tauhid dan berjihad dengan ilmu pengetahuan.

Umat Islam pada hakikatnya merupakan umat yang kuat dan solid di segala zaman, oleh karena itulah peran nyatanya seperti dalam pengembangan teknologi, informasi dan komunikasi sangat penting dibutuhkan. Dengan kata lain, umat Islam melakukan perubahan disertai dengan inovasi baru tanpa lepas dari prinsip tauhid yang diyakini dalam beragama.

Pendidikan Islam sebenarnya mengacu pada aspek akidah yang berorientasi kepada tauhid umat Islam. Hal tersebut dimaksudkan agar umat Islam tidak mudah goyah, dan kuat dalam hal tauhid. Perpecahan dan penyimpangan akidah yang terjadi di kalangan umat Islam timbul diawali oleh pendidikan akidah yang kurang terserap dengan baik.

Faktor lingkungan menjadi faktor terbesar munculnya masalah tersebut. Ketidakpahaman dan kebingungan para penganut agama Islam serta ditambah dengan minimnya edukasi mengenai akidah tentu menjadi rusak dan tujuannya tidak tercapai.

Sayyid Sabiq menuliskan aspek akidah adalah aspek yang berhubungan dengan masalah-masalah keimanan dan dasar-dasar agama (ushuluddin). Kata akidah dan iman sering digunakan secara bergantian. Akidah memberikan visi dan makna bagi eksistensi kehidupan manusia di bumi. Akidah inilah memberikan jawaban atas pertanyaan-

(11)

pertanyaan mengenai hakekat kehidupan, dari mana asal-muasalnya, apa maknanya, apa yang harus dilakukan manusia dalam hidupnya, kemana hidup ini harus diserahkan, serta kemana semuanya ini akan menuju/berakhir. Karena itu akidah adalah ruh bagi setiap orang, yang apabila dipegang teguh akan memberikan kehidupan yang baik dan menggembirakan bagi yang bersangkutan. Sebaliknya tanpa akidah, hidup ini akan kehilangan maknanya dan karenanya akan matilah semangat kerohanian manusia (Sabiq, 2001).

Nasution dalam Ensiklopedi Islam menjelaskan akidah merupakan kosideran tauhid Rububiyah dan Uluhiyah yang harus sama-sama diyakini dan diamalkan. Tauhid Rububiyah harus diyakini dengan pengakuan bahwa hanya satu Tuhan yang menciptakan dan memelihara. Selain itu, dalam hal tauhid uluhiyah/rububiyah adalah harus taat dan konsekuen menjalankan syariat (Kodina et al., 2016). Tauhid rububiyah yang dalam hal meyakini akan kekuasaan Allah atas ciptaan Nya, mengarahkan agar manusia benar-benar yaqin dan wajib untuk banyak bertasbih dan bersyukur atas nikmat Allah. Tauhid uluhiyah dimana mengarahkan manusia untuk beribadah hanya kepada Allah, sejatinya harus benar-benar ditegakan. Umat Islam khususnya tidak sepatutnya berbuat musyrik dengan sengaja ataupun tidak. Ibadah yang dilakukan hanya berorientasi kepada Allah SWT semata. Allah SWT telah berfirman dalam Q.S Ar Rum ayat 30 yang artinya:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Asy-Syawi menafsirkan sebagi berikut : Allah mengkhususkan penegakan wajah, sebab menghadapnya wajah itu mengikuti konsentrasinya hati, dan usaha badan yang melahirkan dua hal tersebut. Arti “dengan lurus,” maksudnya, menghadap sepenuhnya kepada Allah dalam hal itu dalam keadaan berpaling dari selainNya. Perkara yang diperintahkan kepada kita ini adalah, “fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu,” dan Allah telah mengkaruniakan keindahan ajaran-ajaran agama tersebut di dalam akal mereka, dan pandangan buruk kepada yang lain. Karena sesungguhnya seluruh hukum syariat yang lahir dan yang batin, telah ditempatkan oleh Allah kecenderungan padanya di dalam hati seluruh manusia. Allah meletakkan di dalam hati manusia untuk mampu memilih kebenaran untuk diaplikasikan menjadi sikap yang benar. Ini yang dimaksud hakikat fitrah. Siapa saja yang keluar dari prinsip ini, maka sungguh dia menentang sesuatu yang menimpa fitrahnya, kemudian yang membuatnya rusak (Surat Ar-Rum Ayat 30, n.d.)

Nabi Muhammad SAW bersabda :

Setiap anak yang dilahirkan itu dilahirkan atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, atau menjadikannya nasrani, atau menjadikannya majusi.” (HR. Bukhari & Muslim)

Prinsip tauhid yang kuat dimiliki oleh mereka yang mengenalnya sejak dini. Peran orang tua dan orang-orang sekitar yang mendukung penanaman akidah sejak dini, khususnya Islam sangat mutlak diperlukan. Umat Islam sejatinya tidak menginginkan apabila generasinya semakin tak acuh dan rusak akidahnya karena pengaruh negatif dari lingkungan yang tidak sejalan. Oleh karena itu, menjaga sejak dini dan mengenalkan prinsip tauhid melalui pendidikan akidah harus benar-benar diperkuat. Keluarga menjadi pelopor utama mengenalkan pendidikan akidah kepada anak cucu mereka. Selain itu, sektor pendidikan seperti sekolah dan madrasah menjadi jembatan pengantar ilmu pendidikan Islam untuk umat Islam. Sebagian besar pendidikan akhlak didapat dari ilmu yang diberikan ketika berada dalam sekolah, madrasah, serta majelis ilmu. Buku-buku pendidikan Islam, juga sebagai media informasi bagi umat Islam untuk belajar pendidikan

(12)

akidah. Pada era milenial, tekonologi yang semakin mudah untuk diakses berupa internet juga menjadi salah satu media dakwah untuk belajar mengenai akidah.

D. KESIMPULAN

Pendidikan sebagai sarana untuk mengekspresikan diri manusia agar potensi yang dimilikinya dapat dengan baik terserap dan berkembang serta memiliki budi pekerti yang sesuai dengan agama dan norma masyarakat. Sesuai dengan konsep pendidikan holistik, manusia mendapatkan pendidikan sesuai dengan hakikatnya sebagai manusia agar ia dapat hidup sebagaimana layaknya manusia. Pendidikan yang didapatkan merupakan kebermanfaatan untuk dirinya sendiri dan juga untuk lingkungan sekitarnya.

Umat Islam penting merespon abad millennial dalam hal memperkuat akidah, akal, jasmani, rohani serta sosial yang berorientasi pada ketakwaan sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi. Dalam hal ini orientasi pendidikan Islam untuk membentuk manusia sesuai fitrahnya agar dapat hidup selayaknya insan kamil. Kemapanan intelektual, religious, dan sosial perlu dibarengi setara dengan kemapanan finansial. Umat Islam juga harus mampu dan selamat dari bayang-bayang kemiskinan dan ketidakadilan sosial.

Pasalnya generasi umat Islam harus kuat dalam hal duniawi agar mampu melanjutkan dakwah Islam secara berkelanjutan tiada henti. Secara praktis hubungan manusia dengan manusia lainnya merupakan perwujudan proses beribadah yang lebih luas melibatkan Allah sebagai Tuhan yang menyaksikan praktiknya, dan manusia sebagai subjek yang berperan di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Sholihin Bunyamin. 2005. Panduan Belajar & Mengajar 8 Jam Bisa Menerjemah Al- Quran Metode Granada Sistem 4 Langkah. Jakarta: Granada Investa Islami.

Affandi, R. (2011). Tujuan Pendidikan Nasional Perspektif Al-Qurâ€TMan. INSANIA : Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan, 16 (3), 369–378.

https://doi.org/10.24090/insania.v16i3.1599

An-Nisa’—ۤ ۤءاسنلاۤ | Qur’an Kemenag. (n.d.). Retrieved March 12, 2022, from https://quran.kemenag.go.id/sura/4

Bagir, H. (2017). Islam Tuhan Islam Manusia. AlMizan.

Hanur, B. S., & Zulfa, F. E. (2021). Tujuan Pendidikan Dalam Al-Qur’an; Seri Kajian Tafsir

Tarbawi. Samawat, 4 (2), Article 2.

http://jurnal.staiba.ac.id/index.php/samawat/article/view/247

Hardiyati,J M., & Baroroh, U. (2019). Tujuan dan Materi Pendidikan dalam Perspektif Al- Quran (Studi Tafsir Tarbawi Karya Ahmad Munir). JURNAL PENELITIAN, 13(1), 97–

122. https://doi.org/10.21043/jp.v13i1.4921

Islam, M. H. (2019). Aplikasi dan Diferensiasi Pendidikan Islam. HUMANISTIKA : Jurnal Keislaman, 5(1), 73–95. https://doi.org/10.36835/humanistika.v5i1.149

Kodina, E. Y., Rama, B., Getteng, A. R., & Said, N. (2016). Hakikat Materi Akidah Perspektif Pendidikan Agama Islam Dalam Kurikulum Sekolah Dasar Kelas V. Jurnal Diskursus Islam, 4(3), 523–551. https://doi.org/10.24252/jdi.v4i3.7399

Latief—Agama Dan Pelayanan Sosial Interpretasi Dan Aksi .pdf. (n.d.). Retrieved March 29, 2022, from

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/3305/14%20HL_Agama

%20dan%20Pelayanan%20Sosial_%202013.pdf?sequence=1

(13)

Naskah Orasi Ilmiah Guru Besar Prof. Hilman Latief, Ph.D. (n.d.). Retrieved March 29, 2022, from https://s3ppi.umy.ac.id/wp-content/uploads/2021/01/Etika-Islam-Dan- Semangat-Filantropism-Membaca-Filantropi-Sebagai-Kritik-Pembangunan.pdf

Rahmadani, A., Ramadhan, S. S., & Arifin, I. (2019). Tren Hypebeast Menurut Pandangan QS.

An-Nisa (4) 9 dan QS. Al-Anam (6) 141. Ishlah: Jurnal Ilmu Ushuluddin, Adab Dan Dakwah, 1(2), 118–131. https://doi.org/10.32939/ishlah.v1i2.30

Rodhatul Jennah, dkk. (n.d.). Retrieved May 31, 2022, from http://digilib.iain- palangkaraya.ac.id/2829/1/Isu-

Isu%20Dunia%20Islam%20Kontemporer%20%281%29.pdf

Rohman, M. A. A., & Fahmi, I. R. (2020). Tujuan Pendidikan Perspektif Al-Quran (Telaah Atas Tafsir Qs. Al-Baqarah 2: 30 Dan Qs. Al-Dzāriyāt 51: 56). Al-MikraJ : Jurnal Studi Islam Dan Humaniora (E-ISSN: 2745-4584), 1(1), 37–50.

Saihu, S. (2019). Penanaman Nilai-Nilai Pluralis Melalui Model Pendidikan Transformatif Learning Pada Pondok Pesantren Nurul Ikhlas Negara. Kordinat: Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam, 18(1), 226–249.

https://doi.org/10.15408/kordinat.v18i1.11482

Santi, K. A., & Yazid, S. K. J. (2020). Konsep Pemikiran Ahmad Tafsir Dalam Ilmu Pendidikan Islam. Raudhah Proud To Be Professionals : Jurnal Tarbiyah Islamiyah, 5(1), 63–77.

https://doi.org/10.48094/raudhah.v5i1.65

Surat Ar-Rum Ayat 30: Arab-Latin dan Artinya. (n.d.). Retrieved March 11, 2022, from https://tafsirweb.com/7394-surat-ar-rum-ayat-30.html

UU_2003_No_20_-_Sistem_Pendidikan_Nasional.pdf. (n.d.). Retrieved March 11, 2022, from https://pmpk.kemdikbud.go.id/assets/docs/UU_2003_No_20_-

_Sistem_Pendidikan_Nasional.pdf

Yogiswari, K. S. (2018). Pendidikan Holistik Jiddu Krishnamurti. Guna Widya: Jurnal Pendidikan Hindu, 5(1), Article 1. https://doi.org/10.25078/gw.v5i1.610

Zaim, M. (2019). Tujuan Pendidikan Perspektif Al-Quran Dan Hadits (Isu Dan Strategi Pengembangan Pendidikan Islam). Muslim Heritage, 4(2), Article 2.

https://doi.org/10.21154/muslimheritage.v4i2.1766

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dipahami bahwa ajaran Islam serta pendidikan karakter mulia yang harus diteladani agar manusia yang hidup sesuai dengan tuntunan syari‟at, yang bertujuan