• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAJAK INTERNASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PAJAK INTERNASIONAL"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PAJAK INTERNASIONAL

BY SUHARTINI

(2)

BAHAN/REFERENSI :

• UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yg diubah terakhir dng UU No. 36 tahun 2008.

• Perpajakan Internasional, Gunadi , FEUI, 2007

• Konsep Dan Aplikasi Perpajakan Internasional , Danny Darussalam, Danny Darussalam Tax center ,2010

• Pajak Internasional, Anang Mury Kurniawan, Ghalia Indonesia, 2011

• Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Suatu Kajian terhadap Kebijakan Indonesia, Salemba Empat, 2011

• Tax Treaty, Anang Mury Kurniawan, MUC Consulting Group , 2012

(3)

• Hukum Internasional dalam arti luas yaitu termasuk pengertian hukum bangsa-bangsa, sebaliknya dalam arti sempit yaitu mengatur hubungan antara negara – negara.

• Indonesia merupakan subjek hukum internasional , karena itu ia telah mengikuti dan menandatangani Konvensi Wina.

• Konvensi internasional memiliki kekuatan hukum yg mengikat antar negara yg ikut menanda tangani tsb, karena:

a. Hk. Internasional merupakan bg dari hk. yg lebih tinggi dr pd hukum nasional, krn menyangkut kepentingan lebih banyak masy. Internasional .

b. Hk. Internasional merupakan kehendak negara itu sendiri pd hukum onternasional, dan jg merupakan kehendak bersama.

c. Kenyataan sosial bhw mengikatnya hk. itu mutlak untk dpt terpenuhinya kebutuhan bangsa

(4)

Hukum Pajak Internasional :

Adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tata tertib hukum dan yang mengatur tentang hak pengenaan pajak di masing-masing negara.

Pengertian hukum pajak internasional itu

merupakan suatu pengertian yang

menggabungkan daripada pengertian pajak

ganda dan hukum pajak nasional.

(5)

Pengertian dan Dimensi

Perpajakan Internasional

(6)

IBFD International Tax Glossary 5th Ed. 2005:

- Traditionally refers to treaty provision relieving international double taxation

- In broader terms, it includes domestic legislation covering foreign income of residents (worldwide income) and

domestic income of non residents.

Brian Arnold, International Tax Primer, 1995:

“…the international aspects of the income tax laws of particular countries.”

6

Pengertian Perpajakan Internasional

(7)

Kesepakatan perpajakan yg berlaku di antar negara yang mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dan pelaksanaannya dilakukan dengan niat baik sesuai dengan Konversi Wina (Pacta Sunservanda)

Pajak internasional :

(8)

Adalah suatu perbuatan hukum yang mengikat negara pada bidang-bidang perpajakan.

Bentuknya adalah:

 persetujuan penghindaran pajak berganda (tax treaty)

 Cara penerapan (mode of application)

 Tata cara persetujuan bersama ( mutual agreement procedure)

Perjanjian perpajakan internasional:

8

(9)

Elemen Perpajakan Internasional

Termasuk

(10)

10

Dimensi Perpajakan Internasional (4)

Penghasilan Luar

Negeri

Dalam Negeri

Dalam Negeri

1 2

Penghasilan

Luar Negeri Subjek Pajak

Subjek Pajak

4

3

(11)

Ruang Lingkup Perpajakan Internasional

SUBJEK

PAJAK SUMBER

PENGHASILAN ISTILAH

Dalam Negeri Luar Negeri Taxing Inbound Income Luar Negeri Dalam Negeri Taxing Outbound Income

(12)

Pemajakan Pada Transaksi Internasional

Penyetoran Modal

Dividen

Negara S Negara sumber Diskusikan:

Bagaimana cara Negara S mengenakan pajak atas penghasilan dividen?

Negara S Negara D

Negara D Negara domisili Diskusikan:

Bagaimana cara Negara D mengenakan pajak atas penghasilan dividen?

X Co.

Ali

12

(13)

Perpajakan Internasional

Indonesia

(14)

Pengertian:

UU PPh dan aturan pelaksanaannya:

Peraturan Pemerintah,

Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Dirjen Pajak,

yang mengatur perlakuan pajak atas:

penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diperoleh Subjek Pajak luar negeri (taxing outbound income), dan

Penghasilan yang diperoleh subjek pajak dalam negeri (taxing inbound income)

termasuk tax treaty antara Indonesia dengan 58 negara mitra (per 1 Januari 2010).

14

Perpajakan Internasional Indonesia (1)

(15)

Perpajakan Internasional Indonesia (2)

Aspek Internasional dalam UU PPh:

Subjek Pajak Pasal 2 dan Pasal 3 Objek Pajak Pasal 4 ayat (1),

Pasal 5 ayat (1), dan

Pasal 26 ayat (1), (2), dan (4) Menghitung PPh terutang Pasal 16,

Pasal 17, dan Pasal 26

Kredit Pajak Luar Negeri Pasal 24 Anti Penghindaran Pajak Pasal 18

Tax Treaty Pasal 32A

(16)

16

Aspek Internasional

Dimensi Pajak Taxing Inbound

Income Taxing Outbound Income Subjek Pajak SP DN SP LN BUT SP LN non

BUT Objek Pajak Pasal 4 ayat (1)

minus ayat (3)

Pasal 5 ayat (1) a, b, dan c

Pasal 26 ayat (1), (2) , dan (4) Pengurang Pasal 6 dan 9 Pasal 5 ayat (2)

minus ayat (3), Pasal 6

Menghitung

Pajak Pasal 16 ayat (1),

(2), dan (4) Pasal 16 ayat (3) Pasal 26 ayat (1), (2) , dan (4) Tarif Pajak Pasal 17 ayat (1)

a/b

Pasal 17 ayat (1) b

Pasal 26 ayat (1), (2) , dan (4) Penghilangan

Pajak

Berganda

Pasal 24

Pelunasan

Pajak Self Assessment &

Withholding Self Assessment

& Withholding Withholding

Perpajakan Internasional Indonesia (3)

(17)

 Pemajakan atas Subjek Pajak dalam negeri yang

memperoleh penghasilan yang bersumber dari luar negeri.

 Subjek Pajak: SPDN (Orang Pribadi dan Badan)

 Objek Pajak: Pasal 4 ayat (1) tidak termasuk ayat (3)

 Menghitung Pajak: Pasal 16 ayat (1), (2), dan (4)

 Tarif pajak: Pasal 17 ayat (1) a atau b

 Penghilangan pajak berganda: Pasal 24

TAXING INBOUND INCOME (1)

(18)

Orang Pribadi Badan

Bertempat tinggal di Indonesia,

Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau

Berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia (Pasal 2 ayat (3) a UU PPh)

Didirikan di Indonesia, atau

Bertempat kedudukan di Indonesia.

(Pasal 2 ayat (3) b UU PPh)

Kewajiban Pajak Subjektif:

Dimulai: saat orang pribadi dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia,

Berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama- lamanya.

(Pasal 2A ayat (1) UU PPh)

Kewajiban Pajak Subjektif:

Dimulai pada saat badan didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

Berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia

(Pasal 2A ayat (2) a UU PPh)

18

TAXING INBOUND INCOME (2)

Subjek Pajak

(19)

PER. DIRJEN PAJAK NO.PER-2/PJ./2009:

 Dalam rangka memberi kepastian atas perlakuan PPh bagi orang pribadi WNI yang bekerja di luar negeri,

Diatur tentang Pekerja Indonesia yaitu:

Orang pribadi WNI yang bekerja di luar negeri > 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan adalah Subjek Pajak luar negeri (SPLN),

 Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri sehubungan dengan pekerjaannya di luar negeri dan telah dikenai pajak di luar negeri, tidak dikenai PPh di Indonesia.

Pekerja Indonesia Sebagai SPLN

TAXING INBOUND INCOME (3)

(20)

Objek Pajak bagi SPDN adalah Penghasilan, yaitu:

setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

(Pasal 4 ayat (1) UU PPh)

20

TAXING INBOUND INCOME (4)

(21)

Elemen-elemen dalam definisi Penghasilan mencakup semua:

1. Apapun jenis penghasilan (makna ekonomis, Global Income Taxation)

2. Apapun jenis saat pengakuan (cash atau accrual basis), 3. Dari manapun sumber geografis penghasilan (worldwide

income),

4. Apapun cara pemanfaatannya, 5. Apapun nama dan bentuknya.

TAXING INBOUND INCOME (5)

(22)

Worldwide Income Principle:

WPDN terutang pajak atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.

Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:

a. untuk penghasilan dari usaha, dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut;

b. untuk penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut;

c. untuk dividen dalam Pasal 18 ayat (2) UU PPh, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.

KMK-164/KMK.03/2002

22

Penghasilan Dari Luar Negeri

(23)

Cara menghitung penghasilan neto (umum):

PEREDARAN BRUTO

PENGURANG PENGURANG

Pasal 4 ayat (1) – Pasal 4 ayat (3)

Pasal 6 (1) dan

Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g

PENGHASILAN NETO PENGHASILAN NETO

TAXING INBOUND INCOME (6)

(24)

Cara menghitung penghasilan neto (norma penghitungan):

24

PEREDARAN BRUTO

NORMA PENGHITUNGAN NORMA PENGHITUNGAN

Pasal 4 ayat (1) – Pasal 4 ayat (3)

Pasal 14 dan Pasal 15

PENGHASILAN NETO PENGHASILAN NETO

TAXING INBOUND INCOME (7)

(25)

PENGHASILAN NETO

PTKP dan SISA KERUGIAN TH.

SEBELUMNYA

PTKP dan SISA KERUGIAN TH.

SEBELUMNYA

Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 7, Pasal 6 ayat (2)

PENGHASILAN KENA PAJAK

PENGHASILAN KENA PAJAK Pasal 16 ayat (1) dan (2)

TARIF PPh

TARIF PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a atau b PPh TERUTANG

PPh TERUTANG

PELUNASAN PPH DLM TH BERJALAN

PELUNASAN PPH DLM TH BERJALAN Pasal 20, Pasal 24 , Pasal 26 ayat (5)

PPH YMH/(LEBIH) DIBAYAR

PPH YMH/(LEBIH) DIBAYAR Pasal 28

TAXING INBOUND INCOME (8)

(26)

Penghilangan Pajak Berganda:

 Diatur dalam Pasal 24 UU PPh;

 Berlaku bagi WPDN dan BUT;

 Metode: kredit, per country limitation,

 Mengatur tentang negara sumber penghasilan (source rules)

26

TAXING INBOUND INCOME (9)

(27)

Tata Cara Pengkreditan Pajak Luar Negeri:

WP wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan dilampiri:

1. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri;

2. Fotokopi SPT Pajak yang disampaikan di luar negeri; dan 3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

Penyampaian permohonan dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.

(KMK-164/KMK.03/2002)

TAXING INBOUND INCOME (10)

(28)

Source Rule dalam Pasal 24 UU PPh , diantaranya:

a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta capital gainnya negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan;

b. penghasilan bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan

penggunaan harta gerak  negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bertempat kedudukan atau berada;

c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak  negara tempat harta tersebut terletak;

d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan  negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;

28

TAXING INBOUND INCOME (11)

(29)

Taxing Outbound Income

(30)

30

 Pemajakan atas Subjek Pajak luar negeri (SPLN) yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari dalam negeri.

 Subjek Pajak: SPLN (Orang Pribadi atau Badan)

 Objek Pajak: Pasal 26 ayat (1), (2), dan (4)

 Menghitung Pajak: Pasal 26 ayat (1), (2), dan (4)

 Tarif pajak: Pasal 26 ayat (1), (2), dan (4)

 Penghilangan pajak berganda: Tidak ada

TAXING OUTBOUND INCOME (1)

(31)

TAXING OUTBOUND INCOME (2) Subjek Pajak

Orang Pribadi Badan

Tidak bertempat tinggal di Indonesia, atau

Berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan

(Pasal 2 ayat (4) UU PPh)

Tidak didirikan, dan

Tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

(Pasal 2 ayat (4) UU PPh)

Kewajiban Pajak Subjektif:

•Dimulai pada saat orang pribadi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia,

•Berakhir pada saat orang pribadi tidak lagi menerima atau memperoleh

penghasilan tersebut.

(Pasal 2A ayat (4) UU PPh)

Kewajiban Pajak Subjektif:

•Dimulai pada saat badan menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia,

•Berakhir pada saat badan tidak lagi menerima atau memperoleh

penghasilan tersebut.

(Pasal 2A ayat (4) UU PPh)

(32)

Objek Pajak bagi SPLN:

Berdasarkan Pasal 26 ayat (1), yaitu penghasilan dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Penghasilan tertentu (positive/closed list), 2. Menerapkan konsep substance over form,

3. Saat terutang: saat dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya, 4. Pemotong Pajak: Badan pemerintah, SPDN,

penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya,

32

TAXING OUTBOUND INCOME (3)

(33)

Objek Pajak SPLN Pasal 26 ayat (1):

a. dividen;

b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;

c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

e. hadiah dan penghargaan;

f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;

g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau h. keuntungan karena pembebasan utang.

TAXING OUTBOUND INCOME (4)

(34)

Objek Pajak SPLN Pasal 26 ayat (2):

1.Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh WPLN selain BUT di Indonesia, dan

2.Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri

Saat terutang: diatur lebih lanjut dengan PMK;

Dasar pengenaan pajak: penghasilan neto yang diatur dengan PMK;

Perkiraan penghasilan neto: diatur lebih lanjut diatur lebih lanjut dengan PMK

Mekanisme pelunasan: pemotongan/pemungutan

34

TAXING OUTBOUND INCOME (5)

(35)

Pemotongan PPh Pasal 26 ayat (2):

1. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia:

Untuk pengalihan saham sesuai KMK-

434/KMK.04/1999  perkiraan penghasilan neto 25%,

2. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri, perkiraan penghasilan neto:

 50% bila yang membayar tertanggung,

 10% bila yang membayar perusahaan asuransi,

 5% bila yang membayar perusahaan reasuransi.

TAXING OUTBOUND INCOME (6)

(36)

PASAL 26 AYAT (1):

36

PEREDARAN BRUTO

TARIF 20%

Pasal 26 ayat (1) huruf a s.d. h

PPH TERUTANG

TAXING OUTBOUND INCOME (7)

(37)

PASAL 26 AYAT (2):

PEREDARAN BRUTO

TARIF 20%

Pasal 26 ayat (2)

PPH TERUTANG

PERKIRAAN PENGHASILAN

NETO Diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan

TAXING OUTBOUND INCOME (8)

(38)

Branch Profit Tax Pasal 26 ayat (4):

38

PENGHASILAN KENA PAJAK BUT

TARIF 20%

BRANCH PROFIT

PPH TERUTANG TARIF PPH PASAL 17

BRANCH PROFIT TAX

TAXING OUTBOUND INCOME (9)

(39)

Tujuan P3B:

1. Penghindaran pajak berganda, 2. Pencegahan pengelakan pajak,

3. Peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara lain,

4. Memberikan kepastian hukum.

[Pasal 32A UU PPh]

P3B DALAM UU PPh (1)

(40)

40

Kedudukan hukum P3B di hadapan UU PPh

 Kedudukan tax treaty: lex specialis dari UU PPh.

(Penjelasan Pasal 32 A UU PPh)

 Bila terjadi perbedaan pengaturan antara UU PPh dan tax treaty, maka ketentuan dalam tax treaty yang diberlakukan (”Tax Treaty

Superceeding Domestic Tax Laws”).

P3B DALAM UU PPh (2)

(41)

Australia Bangladesh

Brunei Darussalam India

Jepang Jordan Korea Utara Korea Selatan Kuwait

Malaysia Mongolia New Zealand Pakistan Philippines Qatar

Saudi Arabia Singapura Srilangka Syria Taiwan Thailand

RRC

Uni Emirat Arab Vietnam

Algeria Kanada Mesir

Mauritius (dihentikan) Mexico

Seychelles Afrika Selatan Sudan

Tunisia

Amerika Serikat Venezuela

Austria Belgia Bulgaria Ceko Denmark Finlandia

Prancis Jerman Hungaria Italia

Luxemburg Belanda Norwegia Polandia Rumania Rusia Slovakia Spanyol Swedia Switzerland Turki

Ukraina

United Kingdom Uzbekistan

DAFTAR P3B INDONESIA YANG BERLAKU EFEKTIF: 58 Negara

(42)

42

INTERAKSI UU PPH DAN P3B Start

Start

Identifikasi Transaksi Internasional, seperti:

Subjek & Objek Pajak Identifikasi Transaksi

Internasional, seperti:

Subjek & Objek Pajak

Tentukan Perlakuan Pajak menurut UU

PPh

Tentukan Perlakuan Pajak menurut UU

PPh

Ada PPh terutang

? Ada PPh

terutang

?

P3B dite- rapkan?

P3B dite- rapkan?

P3B Konflik dng UU

PPh?

P3B Konflik dng UU

PPh?

Perlakuan Pajak menurut P3B, khusus untuk isu yang berkonflik.

Perlakuan Pajak menurut P3B, khusus untuk isu yang berkonflik.

StopStop

YaYa

Tidak Tidak

YaYa

Tidak Tidak

Perlakuan Pajak menurut UU PPh JALAN TERUS!!!

Perlakuan Pajak menurut UU PPh JALAN TERUS!!!

Tidak Tidak

YaYa

Untuk hal-hal lain yang tidak berkonflik dengan P3B: UU PPh

JALAN TERUS!!!

Untuk hal-hal lain yang tidak berkonflik dengan P3B: UU PPh

JALAN TERUS!!!

P3B DALAM UU PPh (3)

(43)

P3B diterapkan?

Ya

Tidak

P3B diterapkan apabila:

1. Indonesia memiliki P3B

dengan negara residen, dan 2. WP luar negeri adalah

residen dari negara mitra P3B Indonesia  terdapat SKD yang sah

P3B DALAM UU PPh (4)

(44)

P3B konflik dengan UU

PPh?

Ya

Tidak

P3B dapat berkonflik dengan UU PPh dalam hal, seperti:

1. Status Subjek Pajak dalam negeri,

2. Keberadaan BUT, 3. Hak pemajakan,

4. Besarnya penghasilan (tax base)

5. Besarnya tarif pajak,

6. Definisi penghasilan/harta, 7. Sumber penghasilan

44

P3B DALAM UU PPh (5)

(45)

Model dan Struktur P3B

(46)

46

Terdapat dua model P3B, yaitu OECD Model dan UN Model, yang dapat digunakan sebagai:

1. Referensi bagi para negara dalam membuat P3B, 2. Untuk menyamakan bentuk P3B yang hendak

dirundingkan,

3. Bagi Indonesia (DJP), kedua model digunakan

sesuai dengan kondisi dalam perundingan, dengan landasan dasar adalah kepentingan nasional.

MODEL DAN STRUKTUR P3B (1)

(47)

OECD Model mempunyai karakteristik utama melindungi hak pemajakan negara domisili dalam wujud:

 Pencantuman definisi istilah ke dalam P3B untuk

mencegah penggunaan definisi yang terdapat dalam hukum domestik negara sumber,

 Pembatasan hak pemajakan negara sumber dalam bentuk seperti: syarat-syarat, time test yang lebih panjang, dan pembatasan tarif pajak.

UN Model lebih condong melindungi hak pemajakan negara sumber dibandingkan OECD Model.

MODEL DAN STRUKTUR P3B (2)

(48)

48

Pasal-pasal dalam P3B dapat dikelompokkan menjadi:

1. Ruang Lingkup (Scope) 2. Definisi

3. Substansi (pembagian hak pemajakan atas penghasilan)

4. Anti Penghindaran Pajak,

5. Metode menghilangkan pajak berganda, dan 6. Lain-lain.

MODEL DAN STRUKTUR P3B (3)

(49)

Pasal Judul Jenis

1 Personal Scope Scope

2 Taxes Covered Scope

3 General Definitions Definisi

4 Resident Definisi

5 Permanent Establishment Definisi

6 Immovable Property Substansi

7 Business Profits Substansi

8 Shipping Substansi

9 Associated Enterprise Anti-avoidance

10 Dividend Substansi

11 Interest Substansi

12 Royalties Substansi

13 Capital Gain Substansi

14 [Independent Personal Services] Substansi

15 Dependent Personal Services Substansi

MODEL DAN STRUKTUR P3B (4)

(50)

50

Pasal Judul Jenis

17 Artistes & Sportsmen Substansi

18 Pensions Substansi

19 Government Services Substansi

20 Students Substansi

21 Other Income Substansi

22 Capital Substansi

23 Elimination of Double Taxation Metode menghilangkan pajak berganda 24 Non Discrimination Lain-Lain

25 Mutual Agreement Procedure Metode menghilangkan pajak berganda 26 Exchange of Information Anti-avoidance

27 Diplomats Lain-Lain

28 Territorial Extension Lain-Lain

29 Entry into Force Scope

30 Termination Scope

MODEL DAN STRUKTUR P3B (5)

(51)

• Terima Kasih....

Sekian.

Referensi

Dokumen terkait

Galih Adhi Pamungkas, D1511045, 2014, Pengelolaan Surat Setoran Pajak (SSP) Atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat 2 Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau

Pasal 1 disebutkan bahwa Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau

Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf d UU PPh Nomor 17 tahun 2000, kerugian semacam ini termasuk ke dalam kategori kerugian atas penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan

21 Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2009 tentang Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan dari Penjualan atau Pengalihan Harta

harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

Kecuali pihak yang bertransaksi adalah wajib pajak luar negeri, pihak pembeli atau perusahaan yang memperoleh keuntungan dari pengalihan atau perolehan harta akan memungut PPh Pasal 26

Jawaban : b Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UU PPh, bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh