Pajak Pasal 22
Nama : Sasya Amanda Putri
NIM : 1218010197
Mata Kuliah : Perpajakan Kelas C
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pihak tertentu, baik badan pemerintah maupun badan usaha tertentu, atas transaksi atau kegiatan impor dan kegiatan perdagangan barang mewah. Pajak ini dikenakan pada transaksi barang tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak serta mengendalikan lalu lintas barang, terutama barang- barang impor. Pajak Pasal 22 dipungut oleh pihak yang ditunjuk pemerintah, dan kemudian disetorkan kepada kas negara. Pemungutan pajak ini merupakan salah satu bentuk pajak penghasilan (PPh) yang dapat dikreditkan saat wajib pajak melaporkan pajaknya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Pihak Pemungut Pajak Pasal 22
Pihak-pihak yang ditunjuk untuk memungut Pajak Pasal 22 meliputi:
1. Bendahara Pemerintah
Bendahara pemerintah, baik di instansi pusat maupun daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dikenakan kewajiban untuk memungut pajak ini.
2. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN yang melakukan pembelian barang juga dikenakan kewajiban untuk memungut Pajak Pasal 22 dari pihak penjual.
3. Badan Usaha yang Bergerak di Bidang Tertentu
Beberapa badan usaha swasta yang melakukan impor atau distribusi barang tertentu juga ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pasal 22.
Objek Pajak Pasal 22
Objek pajak yang dikenakan Pajak Pasal 22 sangat beragam, tergantung pada jenis transaksi atau barang yang diperjualbelikan. Berikut beberapa contoh objek pajak Pasal 22:
1. Barang Impor
Semua barang yang diimpor ke dalam negeri biasanya dikenakan Pajak Pasal 22. Pungutan ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat barang masuk ke wilayah Indonesia.
Tarif pajaknya bervariasi tergantung jenis barang yang diimpor.
2. Barang Mewah
Barang-barang tertentu yang dianggap sebagai barang mewah, seperti mobil, kapal pesiar, dan barang-barang lainnya, juga dikenakan Pajak Pasal 22 pada saat penjualan.
3. Hasil Pertambangan dan Bahan Bakar Minyak
Penjualan hasil tambang, baik dari pertambangan mineral maupun batubara, serta bahan bakar minyak (BBM), juga dikenakan Pajak Pasal 22. Ini biasanya dipungut oleh produsen atau distributor yang menjual barang-barang tersebut.
4. Pembelian oleh Instansi Pemerintah atau BUMN
Apabila instansi pemerintah atau BUMN melakukan pembelian barang dari pihak lain, maka mereka wajib memungut Pajak Pasal 22 atas nilai transaksi tersebut.
Tarif Pajak Pasal 22
Tarif Pajak Pasal 22 bervariasi tergantung pada jenis transaksi dan objek pajaknya. Beberapa contoh tarif yang berlaku antara lain:
- Impor barang umum: Tarif pajak biasanya berkisar 2,5% dari nilai impor.
- Impor barang tertentu (misalnya barang mewah): Tarif dapat mencapai 10%.
- Pembelian barang oleh pemerintah: Tarif yang dikenakan biasanya sebesar 1,5% dari nilai pembelian.
- Penjualan bahan bakar minyak (BBM): Tarif 0,3% dari nilai penjualan.
Contoh Kasus Pajak Pasal 22
1. Contoh Pajak Pasal 22 pada Impor Barang
PT X, sebuah perusahaan elektronik, mengimpor sejumlah barang dari luar negeri dengan nilai impor sebesar Rp500 juta. Pada saat barang masuk ke Indonesia, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memungut Pajak Pasal 22 sebesar 2,5% dari nilai impor tersebut.
Perhitungan:
Nilai Impor = Rp500 juta
Pajak Pasal 22 = 2,5% x Rp500 juta = Rp12,5 juta
PT X harus membayar Rp12,5 juta sebagai Pajak Pasal 22 atas impor barang tersebut.
2. Contoh Pajak Pasal 22 pada Penjualan Barang Mewah
PT Y adalah perusahaan otomotif yang menjual mobil mewah dengan harga jual Rp1 miliar.
Berdasarkan aturan Pajak Pasal 22, penjualan mobil mewah dikenakan pajak sebesar 10%.
Perhitungan:
Harga Jual Mobil = Rp1 miliar
Pajak Pasal 22 = 10% x Rp1 miliar = Rp100 juta
PT Y harus memungut Pajak Pasal 22 sebesar Rp100 juta dari konsumen, yang kemudian disetorkan ke negara.
3. Contoh Pajak Pasal 22 pada Pembelian Barang oleh Pemerintah
Sebuah instansi pemerintah membeli alat tulis kantor dari PT Z dengan total nilai transaksi sebesar Rp200 juta. Berdasarkan ketentuan Pajak Pasal 22, pembelian barang oleh instansi pemerintah dikenakan pajak sebesar 1,5%.
Perhitungan:
Nilai Pembelian = Rp200 juta
Pajak Pasal 22 = 1,5% x Rp200 juta = Rp3 juta
Bendahara pemerintah akan memungut Rp3 juta sebagai Pajak Pasal 22 dari nilai pembelian tersebut.
Kredit Pajak Pasal 22
Pajak Pasal 22 yang telah dipungut atau dibayar oleh wajib pajak pada saat transaksi dapat dikreditkan pada saat pelaporan pajak penghasilan tahunan (SPT Tahunan). Artinya, jumlah pajak yang telah dibayar melalui Pajak Pasal 22 dapat dikurangkan dari total kewajiban pajak penghasilan yang harus dibayar oleh wajib pajak. Namun, jika setelah dikreditkan ternyata masih ada sisa pembayaran pajak, maka wajib pajak bisa meminta pengembalian (restitusi) atau menggunakannya untuk pembayaran pajak di periode berikutnya.
Kesimpulan
Pajak Pasal 22 memainkan peran penting dalam mekanisme pemungutan pajak di Indonesia, terutama dalam transaksi perdagangan barang-barang tertentu. Pajak ini memastikan bahwa pemerintah dapat memperoleh penerimaan pajak di awal, khususnya pada sektor-sektor yang strategis, seperti impor, perdagangan barang mewah, dan pembelian oleh instansi pemerintah.
Bagi wajib pajak, Pajak Pasal 22 bisa menjadi beban tambahan dalam transaksi, namun pajak ini bisa dijadikan sebagai kredit pajak pada saat pelaporan pajak tahunan.