• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perspektif Agama Monoteis terhadap Estetika

N/A
N/A
Andrea Cantik

Academic year: 2023

Membagikan " Perspektif Agama Monoteis terhadap Estetika"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Sebagai cabang dari filsafat yang mengkaji tentang keindahan dan seni, . Di samping pandangan manusia terhadap konsep keindahan dan seni, tiga agama monoteis utama, yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi, juga memiliki perspektif tersendiri terhadap topik tersebut, yang tercermin dalam ajaran-ajaran, seni rupa, dan arsitektur mereka.

Kedua tradisi pemikiran ini, meskipun berasal dari kerangka pemikiran yang berbeda ¾filsafat dari sudut pandang penalaran, sedangkan agama monoteis dari sudut pandang kepercayaan¾, terdapat pula titik temu di dalamnya.

Pemaparan di bawah ini menjelaskan secara singkat masing-masing pandangan terhadap estetika.

(2)

ISI

A. Pengertian Estetika

Umumnya, estetika diartikan sebagai salah satu cabang filsafat yang memfokuskan terhadap keindahan pada alam dan seni. Estetika berasal dari bahasa Yunani "aisthetika", yang berarti hal-hal yang dapat diserap oleh pancaindera. Oleh karena itu, estetika sering diartikan sebagai persepsi indera (sense of perception) (Dharsono, 2004: 5).

Estetika adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, mempelajari semua asoek yang disebut keindahan (AAM Djelantik, 1999: 7).

Estetika mempersoalkan hakikat keindahan alam dan karya seni, sedangkan filsafat seni hanya mempersoalkan karya seni atau benda seni, atau artifak yang disebut seni (Jakob Sumardjo, 2000: 25).

B. Estetika Menurut para Filsuf a. Plato

Plato merupakan filsuf yang sangat menghargai dan menekankan pengetahuan murni (episteme) yang mengungguli pengetahuan semu (doxa). Plato menyatakan sikapnya terhadap seni terutama dalam karyanya yang terbesar, yaitu Politeia (Republik).

Penilaian teoritis Plato terhadap seni mengatakan bahwa seni merupakan tiruan dari kenyataan yang ada di dunia ini. Plato tidak hanya berpendapat demikian, tetapi juga menyatakan bahwa dalam kenyataannya, karya seni menjauhkan warga negara terutama para remaja dari tugasnya untuk membangun negara.

(3)

b. Aristoteles

Sebagai murid dari Plato, Aristoteles memiliki pandangan yang mirip dengan gurunya, tetapi dari sudut pandang yang berbeda. Pandangan Aristoteles ini termuat dalam buku Poietike.

Keindahan menurut Aristoteles menyangkut keseimbangan dan keteraturan, yakni ukuran material. Pandangan ini berlaku untuk benda-benda alamiah maupun karya seni buatan manusia.

Titik pangkal pandangan Aristoteles terhadap seni ialah bahwa karya seni harus dinilai sebagai suatu tiruan, yakni tiruan dunia alamiah dan dunia manusia.

Menurut Aristoteles, katarsis adalah puncak dan tujuan karya seni, khususnya drama dalam bentuk tragedi. Dengan kata lain yaitu memiliki makna terapeutis dari segi kejiwaan, bahkan terdapat unsur penyesalan dan perubahan dalam kerangka religius.

c. Stoa dan Epikurisme

Dalam lingkup Stoa, seni yang utama dibicarakan adalah seni sastra seperti syair dan sajak. Yang dihargai dalam seni ialah keteraturan dan simetri, karena hal itulah yang mendukung dan menimbulkan ketentraman jiwa (apatheia) yang dijunjung tinggi dalam lingkungan Stoa. Selain itu, keteraturan juga mengingatkan akan Logos Sang Maha Pengatur.

Adapun dalam lingkup Epikurisme, seni musiklah yang utama dibicarakan.

Yang dihargai para penganut Epikurisme ialah isi keindahan yang bersifat

"material". Dengan begitu, mereka berdiri lebih dekat dengan Poietike Aristoteles, meskipun uraian mereka kurang mendalam dari sudut filsafat maupun psikologi.

Sebab sikap mereka dipengaruhi oleh penghargaan akan "kenikmatan" materiil.

(4)

d. Platinos

Plotinos menolak pandangan Stoa tentang simetri, dan menganggapnya tidak perlu. Menurutnya, yang membuat sesuatu indah itu bukan warna, nada, bentuk yang "murni" atau "homogen". Sebaliknya, keindahan justru terbentuk kalau ada persatuan antara berbagai bagian yang berbeda satu sama lain. Sebuah karya seni dianggap indah karena kesatuan rancangan bentuknya. Semakin sesuatu mendekati Yang Esa sebagai sumber dan tujuan segala-galanya, semakin indahlah sesuatu itu.

Pandangan dikarenakan Plotinos mendekatkan pengalaman estetis dengan pengalaman religius, bahkan puncak perkembangan estetis itu sendiri adalah pengalaman religius yang disebut dengan pengalaman mistik.

e. Agustinus

Menurut Agustinus, kesatuan merupakan sumber dan dasar keindahan.

Apabila kita menilai suatu objek itu indah, maka kita mengamatinya sebagai sesuatu yang sesuai dengan apa yang sudah seharusnya di dalamnya. Dan apabila kita menilai suatu objek itu jelek, maka kita mengamatinya sebagai sesuatu yang menyimpang dari apa yang seharusnya di dalamnya.

Agar mampu mengamati keduanya, diperlukan idea tentang "keteraturan ideal" yang hanya diterima melalui Terang Ilahi ("divina illuminatio"). Pandangan ini sesuai dengan paham "iluminisme" Agustinus, yang menilai rendah kemampuan manusia. Sebab pandangan Agustinus tentang keindahan sangat dipengaruhi oleh pandangan Kristen mengenai Tuhan sebagai sumber keindahan dan kesempurnaan.

f. Thomas Aquinas

Menurut Thomas: "Keindahan berkaitan dengan pengetahuan; kita menyebut sesuatu indah jika sesuatu itu menyenangkan mata sang pengamat".

(5)

Gagasan termasyhur Thomas lainnya: "Keindahan harus mencakup tiga kausalitas: integritas atau kelengkapan..., proporsi atau keselarasan yang benar, dan kecemerlangan". Di sini Thomas juga memprioritaskan peranan objek yang indah.

C. Estetika Menurut Agama Monoteis

Tiga agama monoteis, Islam, Kristen, dan Yahudi, sejak awal amat menekankan keluhuran Allah Yang Maha Agung dan tak terjangkau. Sebagai implikasi dari penekanan tersebut, ketiganya tegas dalam menolak penyembahan berhala dalam bentuk apapun.

a. Islam

Pada masa Islam awal, khususnya dalam lingkungan Shi'a, gambar manusia masih dianggap halal, termasuk Muhammad sendiri tampak pada sejumlah hiasan naskah kuno dari Persia. Tidak lama praktik semacam ini dipandang haram.

Sehingga, seniman-seniman Islam berbelok ke beberapa alternatif bentuk kesenian.

Setelah peralihan tersebut, terjadi perkembangan menakjubkan hingga saat ini dalam hal seni arsitektur, lukisan, mosaik, juga sastra.

Sebab, kegiatan penciptaan karya seni digolongkan sebagai kegiatan intelektual yang berhubungan dengan hikmah dan makrifat. Seorang arsitek, Estetika Islam yang dikembangkan para sufi itu mempengaruhi hampir seluruh bentuk seni. Dalam tradisi Islam, istilah yang digunakan untuk keindahan estetik diambil dari dari salah satunya hadits yang berbunyi: "Tuhan itu Maha Indah dan mencintai keindahan".

b. Kristen

Dalam lingkungan Kristiani purba, terdapat berbagai kecondongan ekspresi iman yang bukan hanya dalam ibadat, melainkan ke dalam berbagai bentuk seni

(6)

rupa yang mulai berkembang: patung, lukisan dinding, pahatan pemakaman dan sarkofag.

Pada masa penganiayaan, kegiatan seni ini masih agak tersembunyi, namun setelah tahun 313 kegiatan tersebut meluap-luap. Sehingga yang digambarkan dalam karya-karya seni bukan hanya Yesus Kristus, Maria, para rasul, para martir, dengan segala peristiwa hidup mereka, namun secara khusus dilukiskan bagaimana mereka sudah mencapai kemuliaan di surga. Dengan begitu, iman akan kebangkitan Yesus dan kaum beriman menjadi salah satu pokok utama ikonografi Kristiani kuno juga dalam ibadat, dan liturgi dengan syair, nyanyian, kidung, dan madah. Hal ini juga mewarnai dan mengilhami arsitektur dan hiasan gedung-gedung gereja.

c. Yahudi

Dalam tradisi bangsa Yahudi, Abraham, Musa, dan para Nabi setelahnya dipandang sebagai utusan Tuhan untuk menjunjung tinggi iman akan Allah. Atas dasar itu, patung-patung dan gambar-gambar manusia maupun hewan dilarang demi mempertahankan kemurnian iman, terutama karena hal-hal semacam itu disembah sebagai dewa-dewa oleh bangsa-bangsa sekitar. Hal tersebut membawa implikasi pada bidang kesenian terutama seni rupa menjadi tidak banyak berkembang.

Meskipun demikian, seni rupa masih tetap eksis pada perhiasan tempat- tempat suci, kaligrafi, pakaian sehari-hari, kenegeraan maupun peribadatan, dan alat-alat yang digunakan untuk ibadat.

(7)

KESIMPULAN

Pandangan manusiawi maupun samawi terhadap estetika mencerminkan keragaman sudut pandang dan penekanan. Meskipun terdapat perbedaan yang signifikan, tetapi terdapat pula kesamaan yang cukup mendasar.

Karena keberagaman itulah sulit dilihat batasan terkait seni beserta keindahannya. Dan keluasan pandangan tersebut, membuat perkembangan terkait seni melesat sangat cepat bahkan hingga saat ini.

Dengan demikian, baik dalam konteks filsafat maupun agama-agama monoteis, seni dan keindahan diakui sebagai elemen yang penting dalam pengembangan manusia dan pemahaman tentang dunia, makna kehidupan, bahkan diri mereka sendiri.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Artistiana, V. (2014). Kajian Estetika terhadap Pola Buketan di Laweyan Surakarta. Jurnal UNS, 9. Retrieved from Digilib UNS:

https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/38210/MTE1MjY3/Kajian- Estetika-Terhadap-Pola-Buketan-Di-Laweyan-Surakarta-3.pdf

Sutrisno, M., & Verhaak, C. (1993). Estetika Filsafat Keindahan. Yogyakarta:

Penerbit Kanisius.

Martono. (n.d.). Mengenal Estetika Rupa dalam Pandangan Islam. FBS Universitas Negeri Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga pada umumnya masalah- masalah keindahan sering dikaitkan dengan seni murni ( fine arts ).. 20 diungkapkan dalam Kattsoff, Element of Philosophy 1953

Dengan demikian estetika berarti suatu teori yang meliputi: (1) Penyelidikan mengenai yang indah, (2) Penyelidikan mengenai prinsip-prisip yang mendasari

yang membahas keindahan bisa terbentuk dan dapat merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris yang

Estetika pada warna sangat di butuhkan oleh semua orang sehingga didalam estetika pengunaan warna pada ruangan minimalis ini memberikan nilai estetika, keindahan,

Namun dalam pertunjukan seni bondres tidak saja nilai keindahan yang disampaikan, pemain bondres juga sering menyampaikan nilai-nilai lainnya seperti nilai sastra

15 KEHARMONISAN PADA GERAK TARI SAMAN DALAM PERSPEKTIF ESTETIKA Ricka Maisyarah1, Martina Prativi2 Program Studi Seni Tari, Fakultas Seni Universitas Universal Kompleks Maha

Kajian estetika terhadap seni kerajinan Laker ini adalah sesuatu hal yang begitu penting bagi penulis, karena banyak unsur-unsur yang terkait dengan persoalan keindahan di dalamnya,

Dalam konteks penulisan, perbahasan akan disorot kepada aspek estetika normatif dan falsafah keindahan kerana pokok perbicaraan adalah berfokuskan kepada hakikat seni dan keindahan,