LITERATURE REVIEW
EMPAT PILAR METODE KEPERAWATAN PROFESIONAL
OLEH
KOMANG MENIK SRI KRISNAWATI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karuniaNya karya ini yang berupa kajian beberapa literatur tentang empat pilar metode asuhan keperawatan profesional berhasil disusun.
Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih atas dukungannya selama penyusunan dan pengajuan karya ini kepada para Pimpinan mulai dari Bapak Rektor Universitas Udayana, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Kepala Program studi Ilmu Keperawatan, kepada Kepala Perpustakaan di lingkungan FK Universitas Udayana, serta para dosen dan staff di PSIK FK Universitas Udayana.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan saran membangun diharapkan dapat menjadi perbaikan untuk karya ini selanjutnya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tulisan ini dapat membantu membangun dunia keperawatan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……….… i
KATA PENGANTAR……..……….. ii
DAFTAR ISI ……..………..………..… iii
Konsep MPKP………... 1
Tujuan MPKP ……….... 1
Karakteristik MPKP...………... 4
Tingkatan MPKP……… ………... 15
Kegiatan dalam MPKP………..………... 17
DAFTAR PUSTAKA
1. Pengertian Manajemen Keperawatan
Manajemen adalah diartikan sebagai proses untuk melaksanakan pekerjaan melalui upaya orang lain. Manajemen keperawatan berarti proses pelaksanaan pelayanan keperawatan melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan, dan rasa aman kepada pasien/keluarga/masyarakat.
Agar manajemen yang dilakukan mengarah pada kegiatan keperawatan secara efisien dan efektif, manajemen perlu dilaksanakan berdasarkan fungsi-fungsi manajemen yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pengimplementasian, serta pengendalian, dan pengawasan (Simamora, 2013).
2.1 Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan, yang dapat menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996).
2.2.1 Tujuan Model Praktik Keperawatan Profesional a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawatan
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap tim keperawatan.
2.2.2 Karakteristik MPKP
a. Penetapan Jumlah Tenaga Keperawatan
Penetapan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien.
b. Penetapan Jenis Tenaga Keperawatan
Pada suatu ruang rawat MPKP, terdapat beberapa jenis tenaga yang memberikan asuhan keperawatan yaitu Clinical Care Manager (CCM), Perawat Primer (PP), dan Perawat Asosiet (PA). Selain jenis tenaga tersebut terdapat juga seorang kepala ruang rawat yang bertanggung jawab terhadap manajemen pelayanan keperawatan di ruang rawat tersebut. Peran dan fungsi masing- masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan terdapat tanggungjawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.
c. Penetapan Standar Rencana Asuhan Keperawatan
Standar rencana asuhan keperawatan perlu ditetapkan, karena berdasarkan hasil observasi, penulisan rencana asuhan keperawatan sangat menyita waktu karena fenomena keperawatan mencakup 14 kebutuhan dasar manusia (Potter & Perry, 1997). Pada MPKP digunakan metode modifikasi keperawatan primer, sehingga terdapat satu orang perawat profesional yang disebut perawat primer yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Disamping itu, terdapat Clinical Care Manager (CCM) yang mengarahkan dan membimbing PP dalam memberikan asuhan keperawatan.
CCM diharapkan akan menjadi peran Ners spesialis pada masa yang akan datang.
2.2.3 Langkah-langkah Dalam MPKP a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu: (Sitorus, 2011).
1) Pembentukan Tim
Jika MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang digunakan sebagai tempat proses belajar bagi mahasiswa keperawatan, sebaiknya kelompok kerja ini melibatkan staf dari institusi yang berkaitan sehingga kegiatan ini merupakan kegiatan kolaborasi antara pelayanan/rumah saklit dan institusi pendidikan. Tim ini bisa terdiri dari seorang koordinator departemen, seorang penyelia, dan kepala ruang rawat serta tenaga dari institusi pendidikan. (Sitorus, 2011).
2) Rancangan Penilaian Mutu
Penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi kepuasan klien/keluarga kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai dari dokumentasi keperawatan, lama hari rawat dan angka infeksi noksomial (Sitorus, 2011).
3) Presentasi MPKP
Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil penilaian mutu asuhan kepada pimpinan rumah sakit, departemen, staf keperawatan, dan staf lain yang terlibat. Pada presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat implementasi MPKP akan dilaksanakan (Sitorus, 2011).
a) Penentuan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan tempat implementasi MPKP, antara lain (Sitorus, 2011) :
Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang tersebut. Hal ini diperlukan sehingga dari awal tenaga perawat tersebut akan mendapat pembinaan tentang kerangka kerja MPKP
Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut terdiri dari 1 swasta dan 1 ruang rawat yang nantinya akan dikembangkan sebagai pusat pelatihan bagi perawat dari ruang rawat lain.
b) Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat ditetapkan dari klasifikasi klien berdasarkan derajat ketergantungan. Untuk menetapkan jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat didahului dengan menghitung jumlah klien berdasarkan derajat ketergantungan dalam waktu tertentu, minimal selama 7 hari berturut-turut. (Sitorus, 2011).
c) Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah metode modifikasi keperawatan primer. Dengan demikian, dalam suatu ruang rawat terdapat beberapa jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2011):
Kepala ruang rawat
Clinical care manager
Perawat primer
Perawat asosiate
d) Pengembangan Standar Rencana Asuhan Keperawatan
Pengembangan standar rencana asuhan keperawatan bertujuan untuk mengurangi waktu perawat menulis, sehingga waktu yang tersedia lebih banyak dilakukan untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan klien.
Adanya standar rencana asuhan keperawatan menunjukan asuhan keperawatan yang diberikan berdasarkan konsep dan teori keperawatan yang kukuh, yang merupakan salah satu karakteristik pelayanan profesional. Format standar rencana asuhan keperawatan yang digunakan biasanya terdiri dari bagian-bagian tindakan keperawatan: diagnosa keperawatan dan data penunjang, tujuan, tindakan keperawatan dan kolom keterangan (Sitorus, 2011).
e) Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan
Selain standar rencana asuhan keperawatan, format dokumentasi keperawatan lain yang diperlukan adalah (Sitorus, 2011) :
Format pengkajian awal keperawatan
Format implementasi tindakan keperawatan
Format kardex
Format catatan perkembangan
Format daftar infuse termasuk instruksi atau pesanan dokter
Format laporan pergantian shif
Resume perawatan f) Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP sama dengan fasilitas yang dibutuhkan pada suatu ruang rawat. Adapun fasilitas tambahan yang di perlukan adalah (Sitorus, 2011) :
Badge atau kartu nama tim
Badge atau kartu nama tim merupakan kartu identitas tim yang berisi nama PP dan PA dalam tim tersebut. Kartu ini digunakan pertama kali saat melakukan kontrak dengan klien/keluarga.
Papan MPKP
Papan MPKP berisi daftar nama-nama klien, PP, PA, dan timnya serta dokter yang merawat klien.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah berikut ini (Sitorus, 2011):
1) Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang terlibat di ruang yang sudah ditentukan.
2) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan konferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari.
Konferensi dilakukan setelah melakukan operan dinas, sore atau malam
sesuai dengan jadwal dinas PP. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar (Sitorus, 2011).
3) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan ronde dengan porawat asosiate (PA).
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan setiap hari. Ronde ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA, juga sarana bagi PP untuk memperoleh tambahan data tentang kondisi klien (Sitorus, 2011).
4) Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar rencana asuhan keperawatan
Standar rencana asuhan keperawatan merupakan acuan bagi tim dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Semua masalah dan tindakan yang direncenakan mengacu pada standar tersebut (Sitorus, 2011).
5) Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak/orientasi dengan klien/keluarga.
Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan kesepakatan antara perawat dan klien/keluarganya dalam pemberian asuhan keperawatan.
Kontrak ini diperlukan agar hubungan saling percaya antara perawat dan klien dapat terbina. Kontrak diawali dengan pemberian orientasi bagi klien dan keluarganya (Sitorus, 2011).
6) Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan presentasi kasus dalam tim.
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus klien yang dirawatnya. Melalui kasus ini PP dan PA dapat lebih mempelajari kasus yang ditanganinya secara mendalam. (Sitorus, 2011).
7) Memberi bimbingan kepada Critical Care Manager (CCM) dalam membimbing PP dan PA.
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan implementasi MPKP dilakukan melalui supervisi secara berkala. Agar terdapat kesinambungan bimbingan, diperlukan buku komunikasi CCM. Buku ini menjadi sangat diperlukan karena CCM terdiri dari beberapa orang yaitu anggota tim/panitia yang diatur gilirannya untuk memberikan bimbingan kepada PP dan PA. Bila sudah ada CCM tertentu untuk setiap ruangan, buku komunikasi CCM tidak diperlukan lagi (Sitorus, 2011).
8) Memberi bimbingan kepada tim tentang dokumentasi keperawatan.
Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab perawat kepada klien. Oleh karena itu, pengisisan dokumentasi secara tepat menjadi penting.
c. Tahap Evaluasi
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen evaluasi MPKP oleh CCM. Evaluasi proses dilakukan oleh CCM dua kali dalam seminggu. Evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara dini masalah- masalah yang ditemukan dan dapat segera diberi umpan balik atau bimbingan.
Evaluasi hasil (outcome) dapat dilakukan dengan (Sitorus, 2011) :
1) Memberikan instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga untuk setiap klien pulang.
2) Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai berdasarkan dokumentasi.
3) Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per ruang rawat).
4) Penilaian rata-rata lama hari rawat.
d. Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan. Agar implementasi MPKP memberikan dampak yang lebih optimal, perlu disertai dengan implementasi substansi keilmuan keperawatan.
Pada ruang MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan karena sudah ada sistem yang tepat untuk menerapkannya (Sitorus, 2011).
1) MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada tingkat ini, PP pemula diberi kesempatan meningkatkan pendidikan sehingga mempunyai kemampuan sebagai SKep/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan tersebut berperan sebagai PP (bukan PP pemula) Sitorus, 2011).
2) MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II. Pada MPKP tingkat I, PP adalah SKep/Ners. Agar PP dapat memberikan asuhan keperawatan berdasarkan ilmu dan teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang Ners spesialis yang akan berperan sebagai CCM. Oleh karena itu, kemampuan perawat SKep/Ners ditingkatkan menjadi ners spesialis (Sitorus, 2011).
3) MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III. Pada tingkat ini perawat dengan kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi doktor keperawatan. Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian keperawatan eksperimen yang dapat meningkatkan asuhan keperawatan sekaligus mengembangkan ilmu keperawatan (Sitorus, 2011).
2.2.4 Tingkatan MPKP
Berdasarkan pengalaman mengembangkan model PKP dan masukan dari berbagai pihak perlu dipikirkan untuk mengembangkan suatu model PKP yang disebut Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (PKPP). Ada beberapa jenis model PKP yaitu:
a. Model Praktek Keperawatan Profesional III
Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para perawat melakukan riset serta memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.
b. Model Praktek Keperawatan Profesional II.
Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.
Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya.
c. Model Praktek Keperawatan Profesional I
Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu:
ketenagaan keperawatan. Metode pemberian asuhan keperawatan yang
digunakan pada model ini adalah kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula
Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan tahap awal untuk menuju model PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan.
2.2.5 Empat Pilar Manajemen Keperawatan 1. Pilar I : Pendekatan Keperawatan Manajemen a. Perencanaan
Perencanaan adalah usaha sadar dan pengambilan keputusan yang telah diperhitungkan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa depan dalam dan oleh suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Kegiatan perencanaan dalam praktik keperawatan profesional merupakan upaya untuk meningkatkan profesionalisme dalam pelayanan keperawatan sehingga mutu pelayanan bukan saja dapat dipertahankan tetapi juga dapat terus meningkat sampai tercapai derajat tertinggi bagi penerima jasa pelayanan itu sendiri.
Jenis perencanaan dalam model praktik keperawatan profesional terdiri dari perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka pendek. Rencana jangka panjang adalah perencanaan strategis yang disusun untuk 5 hingga 10 tahun kedepan. Rencana jangka menengah disusun untuk kurun waktu 1 hingga 5 tahun kedepan sedangkan rencana jangka pendek disusun untuk kurun waktu 1 jam hingga 1 tahun. Kegiatan perencanaan yang dilakukan dalam ruangan MPKP meliputi perumusan visi, misi, filosofi dan kebijakan. Selain itu, untuk jenis perencanaan yang diterapkan adalah rencana jangka pendek yang meliputi rencana kegiatan harian, bulanan dan tahunan.
1) Rencana Jangka Pendek
Rencana jangka pendek yang diterapkan dalam ruangan MPKP meliputi rencana harian, bulanan dan tahunan. Rencana harian adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat (kepala ruangan, ketua tim dan perawat pelaksana) sesuai dengan perannya dan dibuat untuk setiap jadwal dinas. Isi dari kegiatan tersebut disesuaikan dengan peran dan fungsi perawat. Rencana harian dibuat sebelum operan jaga dilakukan dan dilengkapi lagi saat dilakukan operan dan preconference.
Rencana harian kepala ruangan meliputi asuhan keperawatan, supervisi ketua tim dan perawat pelaksana serta melakukan supervisi terhadap tenaga selain perawat dan melakukan kerjasama dengan unit lain yang terkait. Sedangkan rencana harian ketua tim meliputi penyelenggaraan asuhan keperawatan pasien oleh tim yang menjadi tanggung jawabnya, melakukan supervisi perawat pelaksana, berkolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain serta alokasi pasien sesuai dengan perawat yang berdinas. Rencana harian perawat pelaksana berisi tindakan keperawatan untuk sejumlah pasien yang dirawat pada jadwal dinasnya.
2) Rencana Jangka Menengah
Rencana bulanan merupakan rencana tindak lanjut yang dibuat oleh kepala ruangan dan ketua tim. Rencana bulanan yang dibuat oleh kepala ruangan adalah melakukan evaluasi hasil keempat pilar MPKP pada akhir bulan dan berdasarkan evaluasi tersebut kepala ruangan akan membuat rencana tindak lanjut untuk meningkatkan kualitas hasil. Kegiatan yang mencakup rencana bulanan kepala ruangan adalah membuat jadwal dan memimpin case conference, membuat jadwal dan memimpin pendidikan kesehatan untuk kelompok keluarga, membuat jadwal dinas, membuat jadwal petugas untuk terapi aktivitas kelompok (TAK), membuat jadwal dan memimpin rapat tim kesehatan, membuat jadwal supervisi dan penilaian kinerja ketua tim serta perawat pelaksana, melakukan audit dokumentasi dan membuat laporan bulanan. Sedangkan rencana bulanan yang dilakukan ketua tim adalah melakukan evaluasi tentang keberhasilan kegiatan yang dilakukan oleh tim nya. Kegiatan rencana bulanan ketua tim meliputi mempresentasikan kasus dalam case conference, memimpin pendidikan kesehatan kelompok keluarga serta melakukan supervisi perawat pelaksana.
3) Rencana Jangka Panjang
Rencana tahunan hanya dilakukan oleh kepala ruangan yaitu dengan melakukan evaluasi kegiatan di dalam ruangan MPKP selama satu tahun dan menjadikannya acuan rencana tindak lanjut dan penyusunan rencana tahunan berikutnya. Rencana kegiatan tahunan yang dilakukan oleh kepala ruangan MPKP adalah membuat laporan tahunan yang berisi tentang kinerja MPKP baik proses kegiatan empat pilar MPKP serta evaluasi mutu pelayanan, melaksanakan rotasi tim, melakukan pembinaan terkait dengan materi MPKP khusus kegiatan yang memiliki pencapaian rendah dan hal ini bertujuan untuk mempertahankan kinerja yang telah dicapai MPKP bahkan meningkatkan dimasa mendatang. Hal lain yang dilakukan adalah kepala ruangan melakukan pengembangan sumber daya manusia dalam bentuk rekomendasi peningkatan jenjang karier perawat, rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan formal dan membuat jadwal perawat untuk mengikuti pelatihan. Perencanaan jangka panjang juga membahas ketenagaan yang dibutuhkan di ruang MPKP.
Perencanaan yang baik mempertimbangkan klasifikasi pasien berdasarkan tingkat ketergantungan, metode pemberian asuhan keperawatan, jumlah dan kategori tenaga keperawatan serta perhitungan jumlah tenaga keperawatan.
Untuk itu diperlukan kontribusi dari manajer keperawatan dalam menganalisis dan merencanakan.Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sudah menetapkan standar praktik keperawatan yang dikembangkan berdasarkan standar praktik yang dikeluarkan oleh American Nursing Association/ANA (PPNI, 2012). Standar praktik keperawatan yang ditetapkan yaitu :
Standar I Standar II Standar III Standar IV Standar V
: perawat mengumpulkan data tentang kesehatan klien.
: perawat menetapkan diagnosa keperawatan.
: perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap klien.
perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang berisi rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan
: :
perawat mengimplementasikan tindakan yang sudah ditetapkan dalam rencana asuhan keperawatan.
Standar VI : perawat mengevaluasi perkembangan klien dalam mencapai hasil akhir yang sudah ditetapkan.
a) Pengklasifikasian Pasien
Berdasarkan metode triage yakni START (Simple Triage And Rapid Treatment) untuk pengelompokkan pasien sesuai berat ringannya masalah pada pasien. Pengklasifikasian pasien, antara lain:
1. Merah (High Priority) pasien cedera berat atau mengancam jiwa dan memerlukan penanganan segera.
a) Gagal napas
b) Cedera thoracoabdominal c) Syok atau perdarahan berat
d) Luka bakarderajat III (Full Thickness)
2. Kuning (Intermediate Priority) pasien cedera yang dipastikan tidak mengancam jiwa dalam waktu dekat. Dapat ditunda hingga beberapa jam.
a) Cedera abdomen tanpa syok
b) Cedera region thorac tanpa gangguan respirasi c) Fraktur mayor tanpa syok
d) Cedera kepala atau servikal tanpa gangguan kesadaran e) Lukar bakar derajat I (Superficial)
3. Hijau (Low Priority) pasien cedera ringan yang tidak memerlukan stabilisasi segera, tidak mengancam jiwa dan tidak menimbulkan kecacatan.
a) Cedera jaringan lunak
b) Fraktur dan dislokasi ekstremitas
c) Cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas d) Gawat darurat psikologis
4. Hitam pasien meninggal atau cedera fatal yang tidak memunginkan untuk resusitasi.
b) Kebutuhan Tenaga Perawat
Nursalam (2014) memaparkan ada berbagai cara perhitungan kebutuhan tenaga perawat untuk suatu ruangan. Namun dalam kajian teori ini akan dipaparkan cara perhitungan kebutuhan tenaga menurut Douglas. Douglas menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan klasifikasi pasien (tingkat ketergantungan),
Tabel 2.1. Klasifikasi Tingkat Ketergantungan Pasien Klasifikasi Pasien
Minimal Partial Total
Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20
Jumlah tenaga perawat = Jumlah pasien x tingkat ketergantungan pasien.
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian atau organizing didefinisikan sebagai pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan, penugasan suatu kelompok tenaga keperawatan, menentukan cara dari pengkordinasian aktivitas yang tepat baik vertikal maupun horizontal serta bertanggung jawab untuk mencapai tujuan. Bentuk pengorganisasian dalam ruangan MPKP meliputi penyusunan struktur organsisasi, daftar dinas ruangan dan daftar pasien. Penyusunan struktur organisasi dibuat
untuk menunjukkan adanya pembagian kerja. Selain itu struktur organisasi dibuat guna menunjukkan spesialisasi pekerjaan di dalam ruangan MPKP.
1) Metode Penugasan a) Metode Tim
Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kelompok pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1984 dalam Sitorus, 2011). Metode ini digunakan bila perawat pelaksana terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan dan kemampuannya. Tujuan metode penugasan keperawatan tim untuk memberikan keperawatan yang berpusat pada pasien.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/group yang terdiri dari tenaga professional, teknikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu.
Kelebihan :Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses keperawatan, memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan pada anggota tim.Kelemahan: komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
Konsep Metode Tim menurut Kron & Gray (1987) pelaksanaan model tim harus berdasarkan konsep berikut:
a) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan teknik kepemimpinan.
b) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin.
c) Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim.
d) Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik bila didukung oleh kepala ruang.
Tugas dan Tanggung Jawab Anggota Tim
a) Melaksanakan tindakan keperawatan yang telah direncanakan ketua tim.
b) Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang dilakukan.
c) Membantu ketua tim melakukan pengkajian, menentukan diagnose keperawatan dan membuat rencana keperawatan.
d) Membantu ketua tim mengevaluasi hasil tindakan keperawatan.
e) Membantu/bersama dengan ketua tim mengorientasikan pasien baru.
f) Mengganti tugas pembantu keperawatan bila perlu.
Tugas dan Tanggung Jawab Ketua Tim
a) Bertanggung jawab terhadap pengelolaan asuhan keperawatan pasien sejak masuk sampai pulang.
b) Mengorientasikan pasien yang baru dan keluarganya.
c) Mengkaji kondisi kesehatan pasien dan keluarganya.
d) Membuat diagnose keperawatan dan rencana keperawatan.
e) Mengkomunikasikan rencana keperawatan kepada anggota tim.
f) Mengarahkan dan membimbing anggota tim dalam melakukan tindakan keperawatan.
g) Mengevaluasi tindakan dan rencana keperawatan.
h) Melaksanakan tindakan keperawatan tertentu.
i) Mengembangkan perencanaan pulang.
j) Memonitor pendokumentasian tindakan keperawatan yang dilakukan oleh anggota tim.
k) Melakukan/mengikuti pertemuan dengan anggota tim/tim kesehatan lainnya untuk membahas perkembangan kondisi pasien.
l) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok dan memberikan bimbingan melalui konferensi.
m) Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta pendokumentasiannya.
Tanggung Jawab Kepala Ruangan a) Dalam Perencanaan
Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-masing.
Mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya.
Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien bersama ketua tim.
Mengidentifikasi jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan kebutuhan pasien bersama ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan.
Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.
Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan doketr tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan, termasuk kegiatan membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan, membimbing pelaksanaan proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, serta memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk.
b) Dalam Pengorganisasian
Merumuskan metode penugasan yang digunakan.
Merumuskan tujuan metode penugasan.
Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas.
Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua tim, dan ketua tim membawahi 2-3 perawat.
Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain.
Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan.
Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik.
Mendelegasikan tugas saat kepala ruangan tidak berada di tempat kepada ketua tim.
Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi psien
Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya.
Identifikasi masalah dan cara penanganannya.
c) Dalam Pengarahan
Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.
Memberi pujian pada anggota tim
Kepala ruangan
Ketua Tim Ketua Tim
Anggota Tim Anggota Tim
Pasien Pasien
Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berkaitan dengan askep pasien.
Melibatkan bawahan dari awal hingga akhir kegiatan.
Membimbing bawahan yang kesulitan dalam melaksanakan tugasnya.
Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.
d) Dalam Pengawasan
Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan.
Melalui supervisi: (a) pengawasan langsung dilakukan melalui inspeksi, mengamati sendiri, atau melalui laporan langsung secara lisan, dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelamahan yang ada saat itu juga, (b) pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama atau sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas, (c) evaluasi, (d) mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim, (e) audit keperawatan.
Skema penugasan pada metode penugasan tim dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2.1. Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Tim (Sumber: Marquis & Huston, 1998 dalam Nursalam, 2014)
b) Metode Primer
Metode primer adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana perawat professional bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan pasien selama 24 jam. Menurut Nursalam (2014), metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Tanggung jawab meliputi pengkajian pasien, perencanaan, implementasi, dan evaluasi askep dari sejak pasien masuk rumah sakit hingga pasien dinyatakan pulang ini merupakan tugas utama perawat primer yang
dibantu oleh perawat asosiet. Perawat yang menggunakan metode keperawatan primer dalam pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse).
Pada metode keperawatan primer terdapat kontinuitas keperawatan dan bersifat komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan. Setiap perawat primer biasanya mempunyai 4–6 pasien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama pasien dirawat di rumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang pasien jika diperlukan.
Jika perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse).
Kelebihan:
Bersifat kontinuitas dan komprehensif.
Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan memungkinkan pengembangan diri.
Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989 dalam Nursalam, 2014).
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer karena senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.
Kelemahan: metode ini hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mempu berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu.
Konsep Dasar Metode Primer
a) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat.
b) Ada otonomi.
c) Ketertiban pasien dan keluarga.
Tugas Perawat Primer
a) Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif.
b) Membuat tujuan dan rencana keperawatan.
c) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas.
d) Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin ilmu lain maupun perawat lain.
e) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.
f) Menerima dan menyesuaikan rencana.
g) Meyiapkan penyuluhan untuk pulang.
h) Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial di masyarakat.
i) Membuat jadwal perjanjian klinis.
j) Mengadakan kunjungan rumah.
Peran Kepala Ruang/Bangsal
a) Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer.
b) Orientasi dan merencanakan karyawan baru.
c) Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten.
d) Evaluasi kerja.
e) Merencanakan/menyelenggarakan perencanaan staf.
f) Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang terjadi.
Ketenagaan Metode Primer
a) Setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada dekat dengan pasien.
b) Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer.
c) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal.
d) Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun nonprofesional sebagai perawat asisten.
Gambar 2.2. Diagram Sistem Asuhan Keperawatan Primer (Sumber: Marquis
& Huston, 1998 dalam Nursalam, 2014) c) Metode Primer Modifikasi (Primer-Tim)
Metode Primer Modifikasi (Primer-Tim) disebut juga metode keperawatan medular. Metode ini adalah suatu variasi dari metode keperawatan primer dan metode Tim. Di Indonesia pengembangan metode MPKP modifikasi ini dikembangkan oleh Sitorus (2011) di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.
Metode ini sama dengan metode keperawatan tim karena baik perawat professional maupun non professional bekerja bersama dalam memberikan askep di bawah kepemimpinan seorang perawat profesinal disamping itu dikatakan memiliki kesamaaan dengan metode keperawatan primer karena dua atau tiga orang perawat bertanggung jawab atas sekelompok kecil pasien sejak masuk dalam perawatan hingga pulang, bahkan sampai dengan waktu follow up care. Dalam memberikan askep dengan menggunakan metode keperawatan primer modifikasi, satu tim yang terdiri dua hingga tiga perawat memiliki tanggung jawab penuh pada sekelompok pasien. Hal ini tentu saja dengan suatu persyaratan peralatan yang dibutuh perawatan cukup memadai.
Sekalipun dalam memberikan askep dengan menggunakan metode ini di lakukan oleh dua hingga tiga perawat, tanggung jawab yang paling besar tetap ada pada perawat professional. Perawat professional juga memiliki kewajiban untuk membimbing dan melatih nonprofessional. Apabila perawat professional
Dokter Kepala Ruang Sarana RS
Perawat Primer
Pasien/pasien
Perawat Pelaksana Sore
Perawat Pelaksana Malam
Perawat Pelaksana jika diperlukan per hari
sebagai ketua tim tidak masuk tugas dan tanggung jawab dapat digantikan oleh perawat professional lainnya. Peran perawat kepala ruang diarahkan dalam hal membuat jadwal dinas dengan mempertimbangkan kecocokan anggota untuk bekerja sama, dan berperan sebagai fasilitator, pembimbing serta motivator.
Gambar 2.3. Metode Primer Modifikasi (Nursalam, 2014)
Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa pembagian peran masing-masing komponen adalah sebagai berikut:
Kepala Ruangan:
a) Menerima pasien baru b) Memimpin rapat
c) Mengevaluasi kinerja perawat d) Membuat jadwal dinas
e) Perencanaan, pengarahan, dan pengawasan Perawat Primer
a) Membuat perencanaan asuhan keperawatan b) Mengadakan tindakan kolaborasi
c) Memimpin timbang terima d) Mendelegasikan tugas
e) Memimpin ronde keperawatan
f) Mengevaluasi pemberian asuhan keperawatan g) Bertanggung jawab terhadap pasien
h) Memberi petunjuk bila pasien akan pulang i) Mengisi resume keperawatan
Perawat asosiate
a) Memberikan asuhan keperawatan b) Mengikuti timbang terima
c) Melaksanakan tugas yang didelegasikan d) Mendokumentasikan tindakan keperawatan 2) Membuat jadwal dinas dan daftar pasien
Daftar dinas ruangan mencakup jadwal dinas, nama perawat yang bertugas dan nama perawat yang bertanggung jawab dalam jadwal dinas tersebut.
Daftar dinas disusun berdasarkan tim dan dibuat untuk kurun waktu 1 minggu.
Hal ini mempermudah perawat untuk mempersiapkan dan mengetahui tugas yang akan dilakukannya. Setiap tim memiliki anggota yang berdinas pagi, sore dan malam serta yang lepas dinas atau libur.
Daftar pasien berisi informasi tentang nama pasien, nama dokter yang merawatnya, nama perawat ketua tim, nama perawat pelaksana yang bertanggung jawab terhadap pasien yang bersangkutan serta alokasi perawat
7-8 pasien
7-8 pasien
7-8 pasien
7-8 pasien Kepala Ruang
PP 1 PA PA PA
PP 2 PA PA PA
PP 3 PA PA PA
PP 4 PA PA PA
saat menjalankan dinas pada setiap jadwal jaga. Daftar pasien adalah daftar nama sejumlah pasien yang menjadi tanggung jawab tiap tim selama 24 jam.
Setiap pasien dalam ruangan MPKP memiliki perawat pada setiap jadwal dinas yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut selama dirawat, sehingga terwujud perawatan pasien yang holistik. Daftar pasien juga memberikan informasi kepada kolega kesehatan lain dan keluarga agar dapat berkolaborasi tentang perkembangan dan perawatan pasien. Daftar pasien diruangan diisi oleh ketua tim yang bersangkutan sebelum operan dinas pagi ke dinas sore. Alokasi pasien terhadap perawat yang berdinas pagi, sore atau malam dilakukan oleh ketua tim berdasarkan jadwal dinas.
c. Pengarahan
Pengarahan atau directing dalah suatu usaha untuk penerapan perencanaan dalam bentuk tindakan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pengarahan dalam ruangan MPKP yaitu menciptakan budaya motivasi, melakukan komunikasi efektif pada operan antar jadwal dinas, preconference dan postconference, manajemen konflik, supervisi serta pendelegasian. Di dalam ruangan MPKP penciptaan iklim motivasi diterapkan dengan beberapa cara, diantaranya adalah :
a. Pemberian reinforcement positif yaitu menguatkan perilaku positif dengan memberikan reward. Reward yang dimaksud adalah membudayakan dalam tim untuk membudayakan pemberian pujian yang tulus antar karyawan.
b. Melakukan doa bersama sebelum memulai kegiatan yang dilakukan setiap pergantian dinas. Hal ini bertujuan agar timbul kesadaran diri dan dorongan spiritual.
c. Membantu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah setiap personil dengan cara kepala ruangan mampu untuk berkomunikasi intensif dengan semua staf baik ketua tim maupun perawat pelaksana untuk mempererat hubungan.
d. Melakukan pengembangan jenjang karier dan kompetensi para staf.
e. Melakukan sistem reward yang adil sesuai dengan kinerja yang telah dilakukan staf.
Seperti dalam semua organisasi, maka komunikasi juga berperan penting dalam penerapan MPKP di dalam ruangan perawatan. Komunikasi yang tidak akan akan membawa dampak yang tidak baik pula untuk kelangsungan organisasi dalam mencapai tujuan. Komunikasi adalah tukar menukar pikiran, perasaan, pendapat dan saran yang terjadi antar dua manusia atau lebih yang bekerja sama. Terdapat beberapa bentuk komunikasi di dalam ruangan MPKP yaitu operan, preconference dan postconference.
1. Timbang Terima
Timbang terima pasien (operan) merupakan teknik atau cara untuk menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan pasien. Timbang terima pasien harus dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan atau belum dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga berkesinambungan dan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Timbang terima dilakukan oleh ketua tim keperawatan kepada
ketua tim (penanggung jawab) dinas sore atau dinas malam secara tertulis dan lisan. Manfaat timbang terima yaitu:
Bagi perawat
Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat.
Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat.
Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang berkesinambungan.
Perawat dapat mengikuti perkerbangan pasien secara paripurna.
Bagi pasien
Pasien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap (Nursalam, 2014).
Tabel 2.2. Prosedur Timbang Terima
TAHAP KEGIATAN WAKTU TEMPAT PELAKSANA
Persiapan 1. Operan dilaksanakan setiap pergantian shift
2. Prinsip operan, terutama pada semua pasien baru masuk dan pasien yang dilakukan operan khususnya pasien yang memiliki permasalahan yang belum atau dapat teratasi serta yang membutuhkan observasi lebih lanjut.
3. Ketua Tim menyampaikan operan pada Ketua Tim berikutnya mengenai hal yang perlu disampaikan dalam operan meliputi:
a. Jumlah pasien
b. Identitas pasien dan diagnosa medis
c. Data (keluhan/subjektif dan objektif)
d. Masalah keperawatan yang masih muncul
e. Intervensi keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan (secara umum)
f. Intervensi kolaborasi dan dependen
g. Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan (persiapan operasi, pemeriksaan penunjang, dan lain-lain)
5 menit Nurse Station
Ketua Tim dan Perawat
Asosiate
Pelaksana an
1. Kedua kelompok dinas sudah siap (shift jaga).
2. Kelompok yang akan bertugas
20 menit Nurse Station
Kepala Ruangan, Ketua Tim,
menyiapkan buku catatan.
3. Kepala Ruangan membuka acara operan.
4. Perawat yang melakukan operan dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang telah dioperkan dan berhak menanyakan mengenai hal-hal yang kurang jelas.
5. Kepala Ruangan atau Ketua Tim menanyakan kebutuhan dasar pasien.
6. Penyampaian yang jelas, singkat dan padat.
7. Perawat yang melaksanakan operan mengkaji secara penuh terhadap masalah keperawatan, kebutuhan dan tindakan yang telah atau belum dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya selama masa perawatan.
8. Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang matang sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian diserahterimakan kepada petugas berikutnya.
9. Lama operan untuk tiap pasien tidak lebih dari lima menit kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan keterangan yang rumit.
Ruang Perawatan
Perawat Asosiate
Postopera n
1. Diskusi.
2. Pelaporan untuk operan dituliskan secara langsung pada
format operan yang
ditandatangani oleh Ketua Tim yang jaga saat itu dan Ketua Tim yang jaga berikutnya diketahui oleh Kepala Ruangan.
3. Ditutup oleh Kepala Ruangan.
5 menit Nurse Station
Kepala Ruangan, Ketua Tim, Perawat
Asosiate
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:
a. Dilaksanakan tepat pada waktu pergantian shift.
b. Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab pasien (Ketua Tim).
c. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan akan dinas.
d. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis dan menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien.
e. Operan harus berorientasi pada permasalahan pasien.
f. Pada saat operan di kamar pasien, menggunakan volume suara yang cukup sehingga pasien di sebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia bagi pasien.
g. Sesuatu yang mungkin membuat pasien terkejut dan syok sebaiknya dibicarakan di nurse station.
Alur Timbang Terima
2. Komunikasi SBAR
Komunikasi SBAR adalah suatu cara atau standar untuk berkomunikasi yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien karena membantu individu berkomunikasi satu sama lain untuk mencapai satu tujuan atau harapan (OHio Medicare, 2009). Komunikasi SBAR adalah suatu strategi komunikasi yang dipakai oleh tim pelayanan kesehatan dalam melaporkan maupun menyampaikan keadaan pasien kepada teman sejawat agar pesan yang diberikan dapat diterima dengan baik (Yasminah, 2000). Komunikasi SBAR dilakukan pada saat timbang terima (handover), pindah ruang rawat maupun melaporkan kondisi pasien ke dokter atau tim kesehatan lain seperti tim gizi, radiologi, laboratorium dan lain sebagainya (Tim KP-RS RSUP Sanglah, 2011).
Menurut Yasminah (2000),pembagian komunikasi SBAR adalah memuat informasi pasien tentang Situation,Background, Assessment dan Recommendation. Adapun penjelasan dari masing–masing bagian tersebut adalah:
a) Situation
Adalah situasi yang menggambarkan kondisi pasien sehingga perlu dilaporkan dan disini juga mengandung informasi tentang identitas pasien, masalah yang terjadi saat ini dan diagnosa medis. Misalnya: nama lengkap, umur, jenis kelamin, alamat, keluhan sesak dan gelisah, diagnosa asma berat dan lain lain.
b) Background
PASIEN
DIAGNOSA MEDIS/MASALAH KOLABORATIF
DIAGNOSA KEPERAWATAN (didukung data)
TINDAKAN
TELAH DILAKUKAN BELUM DILAKUKAN
PERKEMBANGAN/KEADAAN PASIEN
MASALAH:
1. TERATASI
2. BELUM TERATASI 3. TERATASI SEBAGIAN 4. MUNCUL MASALAH BARU
Gambar 2.4. Alur Operan Pasien
Adalah gambaran riwayat/hal berhubungan dengan kondisi atau masalah pasien saat ini, misalnya :
Riwayat alergi
Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat tindakan medis/keperawatan yang sudah dibersihkan
Riwayat pengobatan
Tanda vital sebelumnya
Pemeriksaan penunjang c) Assesment
Adalah gambaran dari analisa terhadap gambaran situasi seperti gambaran masalah yang terjadi saat ini apakah sudah membaik atau memburuk.
Misalnya: ”sepertinya klien mengalami emboli paru”
d) Recommendation
Adalah usulan tentang alternatif tindakan apa yang akan dilakukan, kapan dilakukan dan dimana dilakukan. Misalnya : (a) Tindakan apa yang akan dilakukan pada klien ini; (b) Kapan dilakukan tindakan tersebut; (c) Dimana dilakukan tindakan tersebut
Menurut Leonard (2009), bahwa ada beberapa keuntungan dalam penggunaan komunikasi SBAR diantaranya adalah :
a) Menunjukkan kekuatan perawat dalam melakukan komunikasi efektif b) Memperbaiki komunikasi sama artinya memperbaiki keamanan pasien c) Komunikasi efektif akan menghasilkan analisa kerja yang baik karena
perawat sangat mengetahui kondisi pasien.
3. Supervisi
Supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan peningkatan kemampuan pihak yang disupervisi agar mereka dapat melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif (Sudjana D, 2004 dalam Nursalam, 2014). Menurut Depkes (2009), supervisi keperawatan adalah kegiatan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan secara berkesinambungan oleh supervisi mencakup masalah pelayanan keperawatan, masalah ketenagaan dan peralatan agar pasien mendapat pelayanan yang bermutu setiap saat.
Unsur–unsur pokok dalam supervisi menurut Azwar (1996) adalah:
1) Pelaksana
Adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam pengetahuan dan keterampilan. Tingkat manajer dalam melakukan supervisi adalah:
a) Manajer puncak/top manager (misalnya : Kakanwil Depkes, Kadinkes daerah dan Direktur RS)
b) Manajer menengah/middle manager (misal: kepala bagian tata usaha, kepala bidang, Kasubdin Provinsi)
c) Manajer tingkat petama/First Line Manager( misal: Kepala Seksi dan Kepala Urusan).
2) Sasaran
Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan yang melakukan pekerjaan.
3) Frekuensi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berbeda. Supervisi yang dilakukan hanya sekali, bukanlah supervisi yang baik. Tidak ada pedoman
yang pasti tentang seberapa sering supervisi dilakukan, tergantung derajat kesulitan pekerjaan.
4) Tujuan
Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung sehingga bawahan memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil baik.
5) Teknik
Kegiatan pokok pada supervisi pada dasarnya mencakup empat hal pokok yaitu menetapkan masalah dan prioritas, menetapkan penyebab masalah atau prioritas/jalan keluar, melaksanakan jalan keluar, menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut berikutnya.
Langkah – langkah supervisi ada tiga yaitu:
1) Mengadakan persiapan pengawasan 2) Menjalankan pengawasan
3) Memperbaiki penyimpangan Prinsip Supervisi :
1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi.
2) Supervisi memerlukan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan hubungan antarmanusia dan kemampuan menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan.
3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi, dinyatakan melalui petunjuk dan peraturan, uraian tugas, serta standar.
4) Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis antara supervisor dan perawat pelaksana.
5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rancana spesifik.
6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif, kreatifitas, dan motivasi.
7) Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan pasien, perawat, dan manajer.
Alur Supervisi
Gambar 2.5. Alur Supervisi
Kepala Bidang Keperawatan
Supervisi Kepala Seksi
Keperawatan Kepala Instalasi
Rawat Inap
Kepala Ruangan
PP 1 PP 2
PA PA
Kinerja Perawat &
Kualitas Pelayanan Menilai kinerja perawat R-A-A
(RESPONSIBILITY-ACCOUNTABILITY- AUTHORITHY)
PEMBINAAN (3-F)
Penyampaian penilaian (Fair)
Feed back
Follow up, pemecahan masalah &reward Menetapkan kegiatan dan tujuan serta
instrumen/alat ukur
PELAKSANAAN
PASCA PRA
Langkah Supervisi 1) Pra Supervisi
Menetapkan kegiatan yang akan disupervisi
Menetapkan tujuan.
2) Pelaksanaan Supervisi
Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau instrumen yang telah disiapkan.
Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan pembinaan.
Supervisor memanggil Ketua Tim dan AN untuk mengadakan pembinaan dan klarifikasi permasalahan.
Pelaksanaan supervisi dengan inspeksi, wawancara dan memvalidasi data sekunder.
3) Pasca Supervisi
Supervisor memberikan penilaian supervisi (F-Fair).
Supervisor memberikan feedback dan klarifikasi.
Supervisor memberikan reinforcement dan follow up perbaikan.
Teknik Supervisi
1) Proses Supervisi keperawatan terdiri atas 3 elemen kelompok, yaitu:
Mengacu pada standar asuhan keperawatan
Fakta pelaksanaan praktik keperawatan sebagai pembanding untuk menetapkan pencapain.
Tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan kulitas asuhan keperawatan
2) Area Supervisi
Secara aplikasi area supervisi keperawatan meliputi:
Kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien
Pendokumentasian asuhan keperawatan
Pendidikan kesehatan melalui Perencanaan Pulang
Pengelolaan logistik dan obat.
Penerapan metode ronde keperawatan dalam menyelesaikan masalah keperawatan pasien
Pelaksanaan timbang terima.
Cara Supervisi
Supervisi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1) Langsung
Supervisi dilakukan secara langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung dimana supervisor dapat terlibat dalam kegiatan, umpan balik dan perbaikan.
2) Secara tidak langsung
Supervisi dilakukan nelalui laporan baik tertulis maupun lisan. Supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan.
4. Preconference
Preconfrence adalah komunikasi yang dilakukan antara ketua tim dan perawat pelaksana yang dilakukan setelah perawat-perawat dalam ruangan MPKP melakukan operan. Preconference membahas tentang rencana kegiatan perawat dalam jadwaldinas tersebut termasuk didalamnya adalah rencana masing-masing perawat (rencana harian) dan rencana tambahan dari ketua tim.
5. Postconference
Poscofrenceadalah komunikasi antara ketua tim dan perawat pelaksana yang membahas hasil-hasil kegiatan sepanjang jadwal dinas dan dilakukan sebelum dilakukannya operan kepada jadwal dinas berikutnya. Dalam postconference dibicarakan juga hasil dari asuhan keperawatan dari masing-masing perawat pelaksana dan hal-hal penting apa yang akan disampaikan pada saat operan sebagai tindak lanjut asuhan keperawatan.
6. Manajemen konflik
Dalam sebuah organisasi, konflik sangat mungkin terjadi antar individu yang bekerja di suatu tempat yang sama. Konflik ini terjadi karena sekumpulan orang memiliki latar belakang, sifat, karakter dan cara pandang yang berbeda.
Ruangan MPKP pun tidak terbebas dari konflik karena alasan-alasan tersebut.
Penangananan konflik dapat berupa melakukan kompetisi atau bersaing, berkolaborasi, menghindar, akomodasi atau berkompromi. Tetapi penyelesaian konflik yang dianjurkan adalah dengan melakukan kolaborasi, karena cara ini dapat untuk memuaskan kedua belah pihak yang sedang mengalami konflik. Pihak yang sedang mengalami konflik didorong untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dengan jalan mencari atau menemukan persamaan kepentingan sehingga tidak ada salah satu pihakpun yang merasa dirugikan.
7. Pendelegasian
Pendelegasian adalah melakukan pekerjaan melalui orang lain. Pendelegasian sangat diperlukan agar aktivitas organisasi tetap berjalan untuk mencapai tujuan organisasi. Pendelegasian dalam ruangan MPKP dilaksanakan dalam bentuk pendelegasian kepala ruangan kepada perawat primer atau ketua tim, dan perawat primer atau ketua tim kepada perawat pelaksana atau perawat asosiet. Mekanisme pendelegasian ini adalah pelimpahan tugas dan wewenang, dan dilakukan secara berjenjang. Dalam penerapannya, pendelegasian terbagi atas pendelegasian terencana dan pendelegasian insidental (sewaktu-waktu). Pendelegasian terencana adalah pendelegasian yang secara otomatis terjadi sebagai konsekuensi sistem penugasan yang diterapkan di ruang MPKP. Sedangkan pendelegasian insidental terjadi jika salah satu personel dalam ruangan MPKP berhalangan hadir. Beberapa prinsip yang dilakukan di dalam ruangan MPKP untuk pendelegasian adalah sebagai berikut :
Pada pendelegasian tugas yang terencana harus menggunakan format pendelegasian tugas dan uraian tugas harus jelas dan terinci baik secara verbal maupun tulisan.
1) Personil yang menerima pendelegasian tugas harus personil yang memiliki kompetensi dan setara dengan kemampuan yang digantikan tugasnya.
2) Pejabat yang mengatur pendelegasian wajib mamantau pelaksanaan tugas dan bersedia menjadi rujukan jika ditemukan adanya kesulitan dalam pelaksanaannya.
3) Setelah pendelegasian selesai, maka dilakukan serah terima tugas yang sudah dilaksanakan beserta hasilnya.
5. Pengendalian
Pengendalian adalah proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan
x 100%
Jumlah Tempat Tidur yang Terisi Kapasitas Tempat Tidur yang Tersedia
rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Fayol (1998) mendefinisikan pengendalian sebagai pemeriksaan mengenai apakah segala sesuatunya berjalan sesuai dengan rencana yang telah disepakati, instruksi yang dikeluarkan, dan prinsip yang telah ditentukan yang bertujuan menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengendalian meliputi penetapan standar dan metode pengukuran prestasi kerja, melakukan pengukuran prestasi kerja, menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar serta mengambil tindakan korektif. Pengendalian atau controlling meliputi pengendalian dalam indikator mutu umum, kondisi pasien dan kondisi sumber daya manusia (SDM). Dalam indikator mutu umum maka harus diperhatikan angka untuk Bed Occupancy Ratio (BOR), Average Lenght of Stay (ALOS), turn over interval (TOI) dan angka terjadinya infeksi nosokomial.
a. Bed Occupation Rate
Bed Occupancy Rate (BOR) adalah presentase pemakaian tempat tidur pada waktu tertentu yang didefinisikan sebagai jumlah tempat tidur yang terpakai untuk perawatan pasien di dalam ruangan terhadap jumlah tempat tidur yang tersedia. Standar nilai BOR menurut Barber Johnson adalah 75%-85%
(Standar Internasional), sedangkan standar nilai Depkes RI adalah 60%-85%.
Adapun perhitungan BOR adalah sebagai berikut.
b. Mutu Pelayanan Keperawatan
Penerapan upaya penjamin mutu keperawatan pasien dapat dilihat dari beberapa aspek penilaian penting yang terdapat didalamnya. Indicator peningkatan mutu pelayanan dapat dilihat terpenuhinya enam sasaran patient safetyyaitu:
1) Ketepatan identifikasi pasien
Rumah sakit megembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki atau meningkatkan ketelitian identifikasi pasien. Kebijakan dan atau prosedur, dua cara untuk mengidentifikasi pasien berupa nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas dengan bar-code, dan lain-lain.
Dilarang identifkasi dengan nomor kamar pasien atau lokasi. Macam-acam gelang ditandai dengan warna Biru: laki-laki, Pink: perempuan, Merah:
Alergi, Kuning: Risiko Jatuh. Saat pemasangan gelang jelaskan manfaat gelang pasien, jelaskan bahaya untuk pasien yang menolak, melepas, menutupi gelang dan lain-lain.
2) Peningkatan komunikasi yang efektif
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antar para pemberi layanan. Komunikasi efektif akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Untuk mengurangi kesalahan perintah lisan/telepon maka perintah yang diberikan haruslah ditulis kembali (write back), dibaca kembali (read back), diulang kembali/repeat back (reconfirm).
3) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai/high alert
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert). Obat yang perlu diwaspadai:
BOR =
obat yang sering menyebabkan KTD atau kejadian sentinel. Obat yang perlu diwaspadai: (a) NORUM (nama obat mirip)/LASA (look alike soung alike); (b) Elektrolit konsentrat, kesalahan bisa terjadi secara tidak sengaja, bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan sebelum ditugaskan, pada keadaan keadaan gawat darurat.
Untuk obat elektrolit konsentrat maka : (a) Standarisasi dosis, unit ukuran, dan terminologi adalah elemen penting dari penggunaan yang aman; (b) Campuran larutan elektrolit harus dihindari (misalnya natrium klorida dengan kalium klorida). Upaya ini memerlukan perhatian khusus, keahlian yang sesuai antar-profesional kolaborasi, proses verifikasi, dan fungsi yang akan memastikan penggunaan yang aman.
Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
4) Kepastian tempat lokasi dan tempat prosedur
Sasaran ini menekankan adanya komunikasi yang efektif/tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site Marking), tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi, assesment pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medik tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, resep yang tidak terbaca (illegible handwriting), pemakaian singkatan.
5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) merupakan tantangan terbesar dalam pelayanan kesehatan, karena adanya peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang terkait pelayanan kesehatan, keprihatinan besar bagi pasien maupun para professional pelayanan kesehatan.Pokok-pokok PPI: cuci tangan (hand hygiene) yang tepat sesuai pedoman hand hygiene dari WHO. Rumah sakit mempunyai proses kolabortif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang sudah diterima secara umum untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.
f) Pengurangan resiko pasien jatuh.
Pasien jatuh adalah peristiwa jatuhnya pasien dari tempat tidur ke lantai atau ke tempat lainnya yang lebih rendah pada saat istirahat maupun saat pasien terjaga yang tidak disebabkan oleh penyakit stroke, epilepsy, seizure, bahaya karena terlalu banyak aktivitas (Depkes RI, 2008).
Pasien yang berisiko jatuh adalah pasien yang dikategorikan mempunyai satu atau lebih faktor risiko jatuh pada saat pengkajian keperawatan, diantaranya pengkajian faktor risiko intrinsik meliputi karakteristik pasien dan fungsi fisik umum, diagnosis/perubahan fisik, medikasi dan interaksi obat, dan kondisi mental/penggunaan alkohol. sedangkan pengkajian faktor risiko ekstrinsik meliputi karakteristik lingkungan yang dapat membahayakan pasien.
Langkah pencegahan pasien risiko jatuh antara lain: (a) mengupayakan untuk menganjurkan pasien untuk meminta bantuan yang diperlukan; (b) menggunakan alas kaki anti slip; (c) menyediakan kursi roda yang terkunci di samping tempat tidur pasien; (d) memastikan bahwa jalur ke kamar kecil bebas dari hambatan dan terang; (e) memastikan lorong bebas hambatan; (f) menempatkan alat bantu seperti walker/tongkat dalam jangkauan pasien; (g) memasang bed side rell,mengevaluasi kursi dan tinggi tempat tidur dan (h) mempertimbangkan efek puncak obat yang diresepkan yang mempengaruhi tingkat kesadaran;(i) mengamati lingkungan untuk kondisi kondisi berpotensi tidak aman dan segera laporkan untuk perbaikan; (j) jangan membiarkan pasien beresiko jatuh tanpa pengawasan saat didaerah diagnostic atau terapi; (k) memastikan pasien yang diangkut dengan brandkad/tempat tidur, posisi bed side rell dalam keadaan terpasang; (l) menginformasikan dan mendidik pasien dan/
atau anggota keluarga mengenai rencana keperawatan untuk menceah jatuh; (m) berkolaborasi dengan pasien atau keluarga untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan.
1) Pilar II : Sistem Penghargaan
Proses ini meliputi rekrutmen, seleksi, orientasi, penilaian kinerja dan pengembangan staf. Dalam proses rekrutmen hal yang harus diperhatikan adalah menyepakati level MPKP yang akan didirikan dan prioritas ruangannya. Dalam hal penyeleksian maka dilakukan telaah dokumentasi, tes tertulis untuk semua pilar MPKP, tes wawancara kepada perawat dan dilakukan presentasi visi, misi, dan kegiatan oleh calon kepala ruangan.
a. Proses Rekrutmen Tenaga Perawat di Ruang MPKP
Perekutan di ruang MPKP berfokus pada perekrutan perawat yang ada di rumah sakit bukan mencari tenaga perawat baru dari luar rumah sakit. Dalam menentukan perawat di ruang MPKP, perlu diketahui kategori ruang MPKP yang akan dikembangkan. Ruang MPKP dikategorikan menjadi 3 tingkat, yaitu: tingkat Profesional I, II, III, Pemula, dan Transisi. Proses perekrutan perawat di ruang MPKP adalah sebagai berikut :
1) Seluruh perawat di rumah sakit harus menyepakati tingkat MPKP yang akan dipilih, disesuaikan dengan sumber daya keperawatan yang ada di rumah sakit tersebut, dan diharapkan minimal memilih tingkat MPKP Pemula.
2) Setelah tingkat MPKP disepakati, Kepala Bidang Keperawatan melakukan sosialisasi pembentukan ruang MPKP kepada pimpinan dan para pejabat struktural yang ada dirumah sakit untuk mendapatkan komitmen dan dukungan.
3) Kepala Ruangan melakukan sosialisasi kepada semua perawat yang ada di ruangan tentang pembentukan ruang MPKP disertai kriteria perawat yang dibutuhkan dengan tujuan merekrut perawat yang memenuhi kriteria.
Kepala Ruangan memotivasi perawat di ruangannya yang memenuhi kriteria untuk mendaftarkan diri dengan mengisi formulir pendaftaran dan biodata.
Sebelum menetapkan proses perekrutan, jumlah perawat yang dibutuhkan harus ditetapkan. Jenis tenaga perawat terdiri dari: Kepala Ruangan (KaRu),
Perawat Primer sebagai ketua tim, dan Perawat Pelaksana. Berdasarkan pengalaman pada pengembangan MPKP di RSMM Bogor, perbandingan pasien Ran perawat adalah 1:1 atau 1,7:1, ditambah Karu. Kriteria dari tiap tenaga perawat ditetapkan dan umumnya perawat memiliki latar belakang pendidikan D3 Keperawatan. Kriteria perawat yang akan bekerja di ruang MPKP adalah sebagai berikut:
a. Kepala Ruangan
1. Pendidikan minimal S1 Keperawatan, jika belum ada, diperbolehkan D3 Keperawatan pada MPKP Pemula.
2. Pengalaman menjadi Kepala Ruangan minimal 2 tahun, dan bekerja pada area keperawatan medik minimal 2 tahun.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
a) Asuhan keperawatan
b) Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan.
c) Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas kelompok (TAK).
d) Komunikasi keperawatan e) Manajemen keperawatan
f) Bimbingan klinik (untuk RS Pendidikan) 5. Lulus tes tulis
6. Lulus wawancara 7. Lulus tes presentasi b. Perawat Primer/Ketua Tim
1. Pendidikan minimal S1 Keperawatan (Perawat Primer), jika belum ada, D3 Keperawatan diperbolehkan pada MPKP Pemula.
2. Pengalaman kerja di area keperawatan medik untuk D3 Keperawatan minimal 2 tahun dan S1 Keperawatan magang 3 bulan.
3. Sehat jasmani rohani
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
a) Asuhan keperawatan
b) Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan.
c) Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas kelompok (TAK).
d) Komunikasi keperawatan e) Manajemen keperawatan 5. Lulus tes tulis
6. Lulus tes wawancara c. Perawat Pelaksana (Asosiate)
1. Pendidikan minimal D3 Keperawatan
2. Pengalaman kerja di bagian kesehatan umum minimal 1 tahun 3. Sehat jasmani dan rohani
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat): asuhan keperawatan 5. Lulus tes tulis
6. Lulus tes wawancara
b. Proses Seleksi Tenaga Perawat di Ruang MPKP
Tenaga perawat yang akan bekerja di ruang MPKP dituntut untuk mengikuti proses seleksi. Berikut ini adalah proses seleksi:
1) Proses seleksi dimulai dari peninjauan dokumen untuk menetapkan perawat yan