Tim Estimasi
• Anak Agung Sagung Sawitri
• Dewa Nyoman Wirawan
• Pande Januraga
• Dinas Kesehatan Provinsi Bali
• KPA Provinsi Bali
• KPA Kabupaten/Kota
• Yayasan Citra Usadha Indonesia
• Yayasan Gaya Dewata
• Yayasan Kerti Praja
ii
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Tim Estimasi ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel v
Daftar Singkatan vi
Ringkasan vii
I. Pendahuluan 1
II. Manfaat dan Tujuan Re‐estimasi 2
III. Langkah‐Langkah dan Metode Re‐estimasi 2
Langkah 1. Mengidentifikasi Perbedaan Estimasi Nasional dan Situasi Populasi Kunci di Provinsi Bali
2 Langkah 2. Menentukan Metode Re‐estimasi, Identifikasi dan
Pengumpulan Data
4
A. Re‐estimasi jumlah populasi kunci 4
B. Re‐estimasi jumlah odha 10
C. Pengumpulan data jumlah pelanggan WPSL, WPSTL dan waria secara prospektif
12 Langkah 3 : Pertemuan Koordinasi Provinsi dan Kabupaten 13
IV. Hasil Estimasi 13
A. Hasil Pemetaan dan Re‐estimasi Populasi Kunci (Populasi Rawan) 13
B. Hasil Estimasi Jumlah Odha 14
V. Diskusi 16
VI. Kesimpulan dan Rekomendasi 19
A. Kesimpulan 19
B. Rekomendasi 19
Tabel‐tabel Hasil Re‐estimasi 20
Kepustakaan 25
v
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel‐1 Ringkasan Hasil Diskusi Tentang Estimasi Populasi Kunci dan
Odha oleh Kemenkes
3 Tabel‐2 Jenis, Hotspot dan Kategori Jumlah Pelanggan WPS dan Waria
Terpilih
13 Tabel‐3 Hasil Pemetaan dan Re‐estimasi Populasi Kunci di Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Bali, Tahun 2014
14 Tabel‐4 Hasil Re‐estimasi Odha di Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali
Tahun 2014
15 Tabel‐5 Perbandingan Hasil Re‐estimasi Populasi Kunci dan Odha Provinsi
Bali Tahun 2014 dan Estimasi Nasional Tahun 2012
16 Tabel‐6 Hasil Pemetaan dan Estimasi Populasi Kunci per Kabupaten dan
Provinsi
20 Tabel‐7 Estimasi Pelanggan (WPSL, WPSTL, Waria) dan Jumlah Total
Populasi Kunci
21 Tabel‐8 Estimasi Odha Populasi Kunci WPSL, WPSTL, Waria, Penasun, LSL
dan Total Odha Populasi Kunci
22 Tabel‐9 Estimasi Odha Pelanggan WPSL, Pelanggan WPSTL, Pelanggan
Waria, Laki‐laki Risiko Rendah dan Perempuan Risiko Rendah
23 Tabel‐10 Hasil Estimasi Nasional oleh Kemenkes Tahun 2012 untuk Populasi
Kunci di Provinsi Bali
24 Tabel‐11 Hasil Estimasi Nasional oleh Kemenkes Tahun 2012 untuk Odha
Populasi Kunci di Provinsi Bali
24
vi
DAFTAR SINGKATAN
BPS : Badan Pusat Statistik Dinkes Prov : Dinas Kesehatan Provinsi
HCPI : HIV Cooperation Program for Indonesia HIV : Human Immunodeficiency Virus
Kemenkes : Kementerian Kesehatan
KPAD : Komisi Penanggulangan AIDS Daerah
LSL : Laki‐Laki Berhubungan Seks dengan Laki‐Laki LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
ODHA : Orang yang Hidup dengan HIV‐AIDS Penasun : Pengguna Narkoba Suntik
PODES : Potensi Desa
STBP : Survei Terpadu Biologis Perilaku
UNAIDS : United Nations Programme on HIV/AIDS VCT : Voluntary Counseling and Testing WPS : Wanita Pekerja Seks
WPSL : Wanita Pekerja Seks Langsung WPSTL : Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung YCUI : Yayasan Citra Usadha Indonesia YGD : Yayasan Gaya Dewata
YKP : Yayasan Kerti Praja
vii
RINGKASAN
Laporan Kementrian Kesehatan tahun 2014 menunjukkan bahwa di Provinsi Bali estimasi jumlah orang hidup dengan HIV‐AIDS (odha) pada tahun 2012 adalah 26.139 orang, dengan jumlah populasi kunci adalah 275.325 orang. Di perkirakan jumlah wanita pekerja seks langsung (WPSL) sebanyak 3.378 orang dan pelanggannya sebanyak 214.876 orang.
Jumlah tersebut dirasakan terlalu besar, sehingga dilakukan kegiatan estimasi ulang (re‐
estimasi) untuk memperkirakan jumlah populasi kunci dan odha yang lebih sesuai. Hasil re‐estimasi diharapkan dapat menjadi dasar perencanaan maupun evaluasi kegiatan yang lebih terarah, serta memperkirakan kecenderungan infeksi HIV di Bali.
Tiga langkah kegiatan re‐estimasi adalah melakukan identifikasi perbedaan hasil estimasi nasional dengan situasi populasi kunci di Bali; menentukan cara re‐estimasi dan pengumpulan data; serta mendiskusikan hasil estimasi dengan pemangku kepentingan di Provinsi Bali. Berdasarkan identifikasi hasil estimasi nasional dan situasi populasi kunci menunjukkan beberapa angka estimasi jumlah populasi kunci dan odha yang terlalu tinggi; terutama pada WPSL dan pelanggannya. Selain itu, distribusi populasi kunci per kabupaten juga berbeda dengan situasi kasus HIV yang dilaporkan selama ini.
Untuk metode re‐estimasi ditetapkan dua kegiatan yaitu melakukan re‐estimasi jumlah populasi kunci (sebagai penyebut), dan selanjutnya melakukan re‐estimasi jumlah odha.
Untuk re‐ estimasi jumlah populasi kunci WPSL, WPSTL dan waria digunakan data pemetaan populasi kunci yang telah dilakukan sejak lama oleh dinas kesehatan dan LSM.
Selanjutnya hasil pemetaan digunakan untuk melakukan re‐estimasi tidak langsung pada jumlah pelanggannya. Untuk re‐estimasi jumlah pelanggan WPSL dan WPSTL, rumus dasar yang digunakan adalah mengalikan hasil pemetaan dengan hari kerja WPS setahun, dan rata‐rata jumlah pelanggan WPS selama setahun, dan dengan faktor koreksi untuk memperoleh jumlah WPS yang berhubungan seks dengan seorang pelanggan dalam setahun. Khusus untuk WPSTL, faktor koreksi juga digunakan untuk memperkirakan jumlah WPSTL yang memang benar melakukan hubungan seks dengan pelanggannya.
Sedangkan untuk pelanggan waria, digunakan hasil estimasi nasional dengan cara membagi jumlah waria hasil pemetaan dengan jumlah waria hasil estimasi nasional, selanjutnya dikalikan jumlah pelanggan waria hasil estimasi nasional. Untuk penasun, di Bali telah dilakukan studi estimasi pada tahun 2010, dan jumlah penasun diketahui relatif stabil sehingga hasil estimasi tersebut masih sesuai untuk digunakan. Sedangkan untuk LSL tetap digunakan data estimasi nasional dengan pertimbangan masih terbatasnya data serta pemahaman para pemangku kepentingan terhadap situasi LSL di Bali.
Setelah diperoleh jumlah populasi kunci, re‐estimasi jumlah odha dengan mengalikan jumlah populasi kunci dengan prevalensi HIV pada masing‐masing kelompok tersebut.
Data prevalensi yang digunakan berasal dari berbagai sumber. Prevalensi HIV pada WPSL dan WPSTL berasal dari hasil sero survei Dinkes Provinsi Bali, sedangkan untuk waria, penasun, pelanggan WPSL dan pelanggan WPSTL adalah dari hasil survei terpadu biologis perilaku (STBP). Khusus prevalensi HIV pada pelanggan waria dihitung dari pembagian jumlah odha dan populasi kunci waria dari hasil estimasi nasional. Cara yang sama juga dilakukan untuk estimasi jumlah odha per kabupaten/kota. Untuk re‐estimasi odha laki‐
laki risiko rendah dan perempuan risiko rendah, digunakan definisi odha dan angka
viii
estimasi nasional dalam perhitungannya. Perhitungan rasio jumlah odha untuk laki‐laki dan perempuan risiko rendah di Provinsi Bali dan hasil estimasi nasional menghasilkan faktor koreksi sebesar 0,49 untuk laki‐laki; dan 0,5 untuk perempuan. Selanjutnya angka tersebut dikalikan kembali dengan jumlah odha hasil estimasi nasional untuk masing‐
masing kelompok.
Hasil re‐estimasi telah dibahas dalam pertemuan koordinasi yang melibatkan pemangku kepentingan di provinsi dan kabupaten, yaitu Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), dinas kesehatan serta LSM. Berdasarkan hasil diskusi dan kajian selanjutnya oleh tim pakar, disepakati bahwa hasil re‐estimasi sebagaimana diuraikan di bawah ini.
Jumlah populasi kunci secara keseluruhan untuk di Provinsi Bali adalah sebesar 264.172 orang. Bila dilihat per kabupaten/kota, ranking jumlah populasi kunci dari yang tertinggi adalah Kota Denpasar (87.833), Kab. Buleleng (55.876), Badung (37.521) dan Gianyar (24.040), Tabanan (18.406), Jembrana (15.588), Karangasem (10.765), Klungkung (7.871) dan Bangli (6.271) orang. Sedangkan urutan jumlah kelompok populasi kunci untuk Provinsi Bali, urutan jumlah populasi kunci dari yang terbesar adalah pelanggan WPSL (118.259), pelanggan WPSTL (115.209), LSL (14.098) dan pelanggan waria (10.408) orang, WPSTL (3.521), WPSL (1.481), waria (650), dan penasun (546) orang.
Untuk jumlah odha, hasil re‐estimasi di tingkat Provinsi Bali adalah sebesar 13.235 orang;
dengan jumlah terbanyak di Kota Denpasar (4.796), diikuti Buleleng (2.356), Badung (2.300), Gianyar (1.142), Tabanan (882), Jembrana (674), Karangasem (466), Klungkung (349) dan Bangli (270) orang. Di tingkat Provinsi Bali, urutan jumlah odha dari yang terbesar adalah dari kelompok perempuan “risiko rendah” (5.508), pelanggan WPSL (2.720 orang), dan laki‐laki “risiko rendah” (1.674 orang), LSL (949), pelanggan WPSTL (922), pelanggan waria (479), penasun (306), WPSL (280), waria (210), dan WPSTL (176) orang.
Hasil re‐estimasi menunjukkan bahwa jumlah populasi kunci total untuk Provinsi Bali tidak berbeda jauh dengan jumlah populasi kunci dalam estimasi nasional (275.325 orang), namun re‐estimasi jumlah odha hanya 51% estimasi nasional (26.139 orang).
Pengurangan jumlah odha menjadi setengah dari estimasi nasional disebabkan terutama karena pemetaan menghasilkan jumlah WPSL (1.481) orang, hanya setengah hasil estimasi nasional (3.378); sehingga menghasilkan re‐estimasi jumlah pelanggan WPSL hanya 118.259 orang. Selain itu, penurunan jumlah populasi kunci juga disebabkan karena hasil pemetaan waria dan penasun di Provinsi Bali lebih kecil daripada hasil estimasi nasional, dimana pemetaan waria oleh YGD hanya 650 orang (50%) dari hasil estimasi nasional (1.296 orang). Demikian pula jumlah penasun hasil re‐estimasi hanya sepertiga dari jumlah penasun hasil estimasi nasional (546 vs. 1,959).
Jumlah WPSTL hasil pemetaan mirip dengan hasil estimasi nasional, tetapi jumlah pelanggan WPSTL di Provinsi Bali tujuh kali lebih tinggi (115.209 orang) dari estimasi
ix
nasional (15.502 orang). Hal ini disebabkan adanya jumlah pelanggan WPSTL yang dipakai dasar perhitungan berbeda antara estimasi nasional (1 pelanggan per minggu) dan re‐
estimasi (1,5 pelanggan per hari).
Re‐estimasi jumlah odha di Bali sebesar 13.235 orang dianggap lebih sesuai untuk kondisi Bali berdasarkan beberapa fakta lokal, yaitu proporsi pemakaian ARV, prevalensi HIV pada penduduk usia 15‐49 tahun, prevalensi HIV ibu hamil dan prevalensi HIV darah donor. Jika dibandingkan dengan hasil re‐estimasi, proporsi odha pemakai ARV di Bali saat ini adalah 29%; namun jika menggunakan hasil estimasi nasional proporsinya adalah 14,6%. Angka 29% lebih mendekati perkiraan WHO, bahwa proporsi odha yang sedang memakai ARV di negara berpendapatan rendah‐sedang adalah sebesar 36% (34‐38%) dari total odha yang diperkirakan di wilayah tersebut.
Dengan jumlah penduduk usia 15‐49 tahun di Bali sebesar 2.150.041 orang, perkiraan prevalensi HIV pada kelompok usia tersebut dengan hasil re‐estimasi sebesar 0,62%, namun dengan hasil estimasi nasional sebesar 1,2%; yang seolah‐olah menunjukkan terjadi epidemi HIV generalized di Provinsi Bali. Hal ini tampaknya kurang sesuai dengan situasi prevalensi HIV pada populasi umum yang dicerminkan dari proporsi HIV+ pada ibu hamil dan darah donor; dimana proporsi HIV pada kedua kelompok masih berkisar 0,4%‐
0,5%.
Re‐estimasi ini memiliki beberapa kelemahan yang disebabkan terbatasnya ketersediaan beberapa data yang dibutuhkan untuk estimasi yang lebih akurat; sehingga beberapa angka yang digunakan mungkin kurang tepat.
Hasil re‐estimasi menunjukkan perlunya dilakukan pemetaan intensif pada populasi kunci setidaknya setahun sekali, perlunya survei HIV dan perilaku pada kelompok kunci WPSTL, pelanggan WPSTL dan pelanggan waria; serta penyempurnaan instrumen survei perilaku untuk mendukung kepentingan estimasi selanjutnya dengan lebih akurat.
1 I. Pendahuluan
Pada tahun 2012 Badan PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan bahwa secara global angka insiden atau infeksi baru HIV dalam kurun waktu 10 tahun (2001‐2011) telah menurun sebanyak 50%.(1,2) Penurunan infeksi baru terjadi di 25 negara berpenghasilan rendah dan menengah terutama di kawasan Sub Sahara Afrika. UNAIDS juga melaporkan bahwa penurunan infeksi baru tersebut disebabkan karena adanya komitmen yang sangat tinggi dari semua pemangku kepentingan di masing‐masing negara untuk melaksanakan kombinasi upaya pencegahan dan pengobatan HIV‐AIDS. Di sisi lain, laporan UNAIDS menyebutkan untuk kawasan Asia, peningkatan infeksi baru masih terjadi di Bangladesh, Indonesia, Filipina dan Sri Lanka.(1) Diperkirakan jumlah odha di kawasan Asia tahun 2012 sebanyak 4,8 juta, dimana di Tiongkok sekitar 780.000, di Thailand sebanyak 490.000, di Indonesia sebanyak 380.000, dan sisanya adalah di negara‐negara Asia lainnya. (1) Untuk di Indonesia, jika dilihat dari jumlah kumulatif penduduk HIV‐AIDS sejak tahun 1987 sampai dengan September 2014 maka Provinsi Bali termasuk urutan kelima.(3)
UNAIDS membedakan tiga jenis epidemi HIV‐AIDS yaitu: 1) low level epidemic, bila prevalensi HIV pada populasi kunci <5%, 2) concentrated epidemic bila prevalensi HIV pada populasi kunci >5% tetapi prevalensi di populasi umum <1%, 3) generalized epidemic bila prevalensi HIV di populasi umum >1% disertai adanya perilaku yang menunjang terjadinya penularan HIV di masyarakat umum. (4–6)
Dari pengelompokkan di atas, epidemi HIV‐AIDS di Bali/Indonesia termasuk concentrated epidemic dimana penularan HIV‐AIDS terkonsentrasi pada kelompok‐kelompok penduduk rawan yaitu: wanita pekerja seks (WPS), pelanggan WPS, perempuan pasangan tetap pelanggan WPS (istri, dll), laki‐laki berhubungan seks dengan laki‐laki (LSL), waria, pelanggan waria, pemakai narkoba suntik (penasun), dan pasangan perempuan penasun. Dalam upaya penanggulangan HIV‐AIDS, kelompok penduduk ini disebut sebagai populasi kunci.
Berdasarkan laporan Kementrian Kesehatan tahun 2014, di Indonesia termasuk Bali telah dilakukan estimasi jumlah orang hidup dengan HIV‐AIDS (odha).(7) Pada saat itu, perkiraan jumlah populasi kunci di Indonesia adalah 8,8 juta (rentangan 7,4 – 10,2 juta) orang, dengan jumlah odha di tahun 2012, 2013, dan 2014 berturut‐turut sebesar 591.823, 638.643, dan 686.319 orang.(7) Sedangkan untuk Bali, saat itu diperkirakan jumlah populasi kunci sebesar 275.325, dengan jumlah odha 26.139 orang.(7) Untuk menentukan populasi kunci dalam estimasi tersebut dipergunakan metode regresi dengan memakai data survei Potensi Desa (PODES) yang tersedia di Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan metode ini jumlah wanita pekerja seks langsung (WPSL) di Bali diperkirakan sebanyak 3.378 orang dengan pelanggannya selama setahun sebanyak 214.876 orang. (7)
2
Penjangkauan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) pada WPS di Provinsi Bali telah berlangsung sejak tahun 1992, dan secara rutin dilakukan pemetaan.(8) Hasil pemetaan pada lima tahun terakhir menunjukkan bahwa jumlah WPSL berkisar 1.400 orang. Oleh karena penularan HIV di Bali masih terkonsentrasi dan terutama melalui hubungan heteroseksual, maka perbedaan perkiraan WPSL yang cukup besar akan berdampak pada perbedaan jumlah pelanggan, pasangan tetap pelanggan yang cukup besar; dan pada akhirnya mempengaruhi estimasi jumlah odha secara keseluruhan.
Karena pemetaan populasi kunci (selain LSL) di Provinsi Bali telah dilaksanakan sejak lama dan secara rutin maka estimasi populasi kunci dan odha untuk Provinsi Bali dianggap lebih mendekati kebenaran dengan memakai data pemetaan dibandingkan dengan metode regresi.
II. Manfaat dan Tujuan Re-estimasi
Manfaat dan tujuan re‐estimasi jumlah populasi kunci dan jumlah odha adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan perkiraan jumlah populasi kunci dan jumlah odha yang lebih sesuai dibandingkan estimasi yang dilakukan oleh Kemenkes RI.
2. Sebagai dasar untuk melakukan perencanaan kegiatan yang lebih terarah atau lebih fokus serta memperkirakan keperluan biaya yang lebih akurat.
3. Untuk evaluasi program atau mengetahui besarnya populasi yang telah dicakup oleh program, misalnya: berapa persen dari perkiraan odha di Bali yang telah tercakup dalam program VCT, berapa penasun yang telah diberikan layanan harm reduction, berapa pekerja seks yang telah diberi pengobatan IMS, ARV dan lain‐lain.
4. Untuk memperkirakan trend (kecenderungan) infeksi HIV .
III. Langkah-langkah dan Metode Re-estimasi
Langkah‐1
Mengidentifikasi Perbedaan Estimasi Nasional dan Situasi Populasi Kunci di Provinsi Bali
Sebelum melakukan re‐estimasi, dilakukan pertemuan dengan KPA Provinsi, KPA Kabupaten/Kota, dan LSM untuk mencermati dan mendiskusikan laporan hasil estimasi populasi kunci tertular HIV secara nasional dan memperkirakan kesesuaian hasil estimasi dengan situasi lokal. Hal ini bertujuan untuk mempelajari metode estimasi yang dilakukan oleh Kemenkes dan menentukan kemungkinan‐kemungkinan penyebab ketidaksesuaian hasil estimasi untuk Provinsi Bali.
Berdasarkan pertemuan yang pertama, dihasilkan beberapa kesimpulan seperti tersaji pada Tabel‐1.
3 Tabel‐1
Ringkasan Hasil Diskusi dengan Pemangku Kepentingan (Stake Holders) Tentang Estimasi Populasi Kunci dan Odha oleh Kemenkes Tahun 2012
No Kelompok Estimasi populasi
Jumlah odha
Perkiraan prevalensi
Catatan
1 Wanita pekerja seks langsung (WPS)
3.378 592 17,5% Jumlah maksimal WPSL di Bali adalah 2000 (Dasar:
mapping rutin di Denpasar dan Badung oleh YKP)
2 Pelanggan WPSL 214.876 6.966 3,2% Jumlah estimasi pelanggan WPSL terlalu tinggi karena dihasilkan dari jumlah WPSL yang juga terlalu tinggi
3 Wanita pekerja seks tidak langsung (WPSTL)
3.464 491 14,2% Jumlahnya sekitar 5.000 di Bali tetapi prevalensi HIV hanya sekitar 5% (survei rutin di Denpasar dan Badung oleh YKP dan Dinkes Kesehatan)
4 Pelanggan WPSTL 15.502 278 1,8% Jumlah pelanggan kemungkinan terlalu kecil tetapi prevalensi HIV pada high risk men pada sopir truk hanya 0.8% (9)
5 Laki‐laki hubungan seks dengan laki‐laki (LSL)
14.098 949 6,7% Disepakati untuk memakai hasil estimasi Kemenkes karena belum pernah dilakukan pemetaan atau penelitian estimasi pada LSL di Bali
6 Waria 1.296 397 30,6% Jumlah waria terlalu tinggi jika dibandingkan pemetaan rutin oleh Yayasan Gaya Dewata 7 Pelanggan waria 20.752 1.057 5,1% Jumlah pelanggan terlalu tinggi karena estimasi
jumlah waria yang terlalu tinggi
8 Penasun (IDU) 1.959 706 36,0% Estimasi Kemenkes terlalu besar karena dari hasil estimasi penasun tahun 2010 di Bali diperoleh jumlah penasun maksimal 900 orang. Selain itu laporan cakupan Yayasan Dua Hati tidak pernah melebihi 700 orang dan jumlah populasi penasun diperkirakan relatif stabil
9 Odha laki‐laki perilaku risiko rendah*
871,048 3.388 0,4% Estimasi Kemenkes terlalu tinggi karena berkaitan dengan estimasi WPSL dan pelanggannya yang juga terlalu tinggi
10 Odha perempuan perilaku risiko rendah*
1.064.178 11.317 1,1% Estimasi Kemenkes terlalu tinggi karena berkaitan dengan estimasi WPSL dan pelanggannya yang juga terlalu tinggi
11 Jumlah penduduk 15‐49 tahun Provinsi Bali, tahun 2010(10)
2.150.041 26.141 1,2% Bila memakai estimasi Kemenkes, maka prevalensi HIV pada penduduk usia 15‐49 tahun (BPS, 2014) menjadi 1,2% dan angka ini diperkirakan terlalu tinggi.
12 Distribusi populasi kunci dan odha per kabupaten/kota
Tidak sesuai dengan jumlah kasus HIV yang dilaporkan selama ini, dimana jumlah odha di Kab.
Buleleng selalu dilaporkan lebih tinggi dari Gianyar, sedangkan menurut estimasi Kemenkes odha di Kab. Gianyar menduduki ranking dua setelah Denpasar. Odha di Kab.Klungkung (estimasi Kemenkes) menduduki ranking lima sedangkan biasanya menduduki ranking delapan karena jumlah penduduknya sangat kecil
* Penjelasan definisi odha laki-laki dan perempuan perilaku risiko rendah dapat dilihat di halaman 11
4 Langkah‐2
Menentukan Metode Re‐estimasi, Identifikasi dan Pengumpulan Data
Pelaksanaan re‐estimasi dibagi menjadi dua tahap, yaitu A) menentukan jumlah populasi kunci tingkat provinsi dan kabupaten/kota dan B) menentukan jumlah odha tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
A. Re‐estimasi jumlah populasi kunci
Memperkirakan jumlah populasi kunci dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Cara langsung dilakukan dengan metode mapping atau pemetaan untuk populasi kunci yang datanya memungkinkan didapatkan, yaitu WPSL, WPSTL, dan waria. Sedangkan cara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan data pemetaan, data survei, maupun data hasil estimasi nasional, untuk memperkirakan jumlah populasi kunci seperti pelanggan WPSL, pelanggan WPSTL, dan pelanggan waria.
Selain menggunakan data pemetaan, juga dilakukan survei tambahan pada beberapa hotspot WPS untuk mengetahui rentangan jumlah minimal dan maksimal pada populasi WPSL dan WPSTL. Hal ini akan dibahas lebih rinci di bagian selanjutnya. Sedangkan untuk keperluan re‐estimasi tidak langsung dilakukan survei tambahan untuk mengetahui jumlah pelanggan WPSL, pelanggan WPSTL serta pelanggan waria. Hal terakhir dibahas lebih rinci di bagian akhir Langkah‐2.
Untuk penasun, karena di Bali telah dilakukan penelitian estimasi secara khusus, maka akan lebih tepat untuk menggunakan hasil penelitian tersebut.(11) Sedangkan untuk kelompok LSL disepakati untuk memakai hasil estimasi Kemenkes RI(12) karena belum pernah dilakukan pemetaan atau penelitian estimasi pada LSL di Bali.
Identifikasi data serta metode estimasi berdasarkan populasi kunci serta kabupaten/kota seperti diuraikan di bawah ini.
1. Kelompok WPSL
WPS langsung (WPSL) adalah wanita pekerja seks yang mata pencaharian utamanya sebagai pekerja seks. Pemetaan jumlah WPSL dilakukan pada hotspot yang diketahui sebagai tempat WPSL bekerja. Angka yang dihasilkan dari pemetaan ini disebut sebagai angka point. Pembagian kegiatan pemetaan per kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
• Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan Gianyar oleh Yayasan Kerti Praja (YKP)
• Kabupaten Jembrana, Buleleng, Karangasem oleh Yayasan Citra Usadha Indonesia (YCUI) dan masing‐masing dinkes kabupaten
• Kabupaten Bangli, Tabanan, dan Klungkung oleh dinkes kabupaten
Untuk mengetahui rentangan jumlah WPSL minimal dan maksimal dilakukan survei pada 13 kelompok WPSL yang memiliki jumlah tamu tergolong ramai, sedang dan kurang di
5
beberapa hotspot di Denpasar. Dalam survei tersebut ditanyakan kepada mucikari tentang jumlah WPS pada saat survei (angka point), serta jumlah WPS minimal dan maksimal yang pernah ada di kelompok tersebut. Data ini digunakan untuk memperkirakan rentangan jumlah WPS minimal dan maksimal di kelompok‐kelompok WPS yang lain di Kota Denpasar dan kabupaten lainnya. Cara perkiraannya adalah seperti diuraikan di bawah ini.
• Untuk menghitung perkiraan jumlah maksimal adalah dengan menghitung rata‐rata selisih angka maksimal dengan angka point dan dibagi angka maksimal dikali 100 sehingga diperoleh persentase selisih relatif. Persentase ini dikalikan dengan jumlah (angka point) yang telah diketahui dari hasil pemetaan di masing‐masing kabupaten.
• Untuk menghitung perkiraan jumlah minimal dilakukan dengan cara yang sama dengan menghitung rata‐rata selisih angka minimal dengan angka point dan dibagi angka minimal dikali 100 sehingga diperoleh persentase selisih relatif. Persentase ini dikalikan dengan jumlah (angka point) yang telah diketahui dari hasil pemetaan di masing‐masing kabupaten.
Karena sudah diperhitungkan angka perkiraan minimal dan maksimal, maka dalam re‐
estimasi ini tidak lagi dilakukan perkiraan WPS yang mungkin tidak terjangkau dalam pemetaan.
2. Kelompok WPSTL
WPS tidak langsung (WPSTL) adalah wanita pekerja seks yang mata pencaharian utamanya bukan sebagai pekerja seks; namun mereka juga memberikan layanan seks sebagai pekerjaan sampingan. Seperti halnya WPSL, pemetaan jumlah WPSTL dilakukan di kabupaten/kota dengan pembagian sebagai berikut:
1. Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar oleh YKP
2. Kabupaten Jembrana, Buleleng, Karangasem oleh YCUI dan dinkes kabupaten 3. Kabupaten Bangli, Tabanan, dan Klungkung oleh dinkes kabupaten
Untuk WPSTL di Kota Denpasar dan Badung pemetaan dilakukan per tempat kerja yaitu cafe, karaoke, bar, salon, spa, warung, dan panti pijat.
Seperti halnya dengan WPSL, di Kota Denpasar dilakukan survei di 12 tempat kerja WPSTL untuk mengetahui rentangan jumlah WPSTL minimal dan maksimal di tempat tersebut. Data ini selanjutnya dipergunakan untuk memperkirakan rentangan jumlah WPS minimal dan maksimal di tempat‐tempat kerja yang lain di Denpasar maupun kabupaten lainnya dengan cara yang sama pada WPSL. Pada kelompok WPSTL juga tidak ditambahkan perkiraan jumlah WPSTL yang tidak terjangkau dalam pemetaan dengan pertimbangan yang sama seperti sebelumnya.
6 3. Kelompok Waria
Pemetaan waria dilakukan oleh Yayasan Gaya Dewata (YGD) dan Yayasan Citra Usadha Indonesia (YCUI). Khusus untuk Kabupaten Jembrana, pemetaan juga dilakukan oleh YCUI dan Dinkes Kabupaten Jembrana.
YGD telah melakukan pemetaan jumlah minimal dan maksimal pada waria untuk Provinsi Bali maupun kabupaten/kota, sehingga tidak lagi dilakukan survei tambahan untuk mengetahui jumlah tersebut.
4. Pelanggan WPSL
Re‐estimasi jumlah pelanggan WPSL di tingkat Provinsi Bali dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan beberapa data berikut ini.
• Jumlah WPSL hasil pemetaan total di tingkat Provinsi. [1]
• Rata‐rata jumlah pelanggan WPSL
o Hasil survei perilaku tahun 2014(13) pada 400 WPSL, diketahui rata‐rata jumlah pelanggan adalah 15,5 pelanggan per WPSL per minggu atau 2,2 pelanggan per hari. Jumlah ini adalah jumlah transaksi seksual dan bukan jumlah ”orang” pelanggan.
o Hasil pencatatan prospektif rata‐rata jumlah pelanggan (baru dan lama) selama dua minggu oleh WPS menghasilkan rata‐rata per hari sebesar 4,1 pelanggan. (Uraian lebih rinci dicantumkan pada bagian belakang laporan ini).
o Angka dari dua data tersebut dicari reratanya sehingga menghasilkan rata‐
rata jumlah pelanggan per hari sebesar 3,15. [2]
• Jumlah rata‐rata hari kerja dalam setahun dihitung dari 3.1 hari kerja WPSL per minggu(9) x 52 minggu sehingga memperoleh 161,2 hari kerja WPSL per tahun. [3]
• Untuk memperkirakan jumlah pelanggan (jumlah ”orang”) dan bukan jumlah
”transaksi” seksual dalam setahun, digunakan hasil survei Muliawan(14), dimana secara rata‐rata seorang pelanggan dalam satu tahun melakukan transaksi seksual sebanyak 19 kali tetapi hanya dengan 3 (2,99) orang WPS. Dengan demikian untuk memperkirakan jumlah ”orang” pelanggan dalam satu tahun, maka jumlah transaksi yang dilaporkan oleh WPSL dikalikan 3/19 sebagai faktor koreksi [4].
Faktor koreksi seperti ini juga dilakukan dalam estimasi nasional tetapi dengan memakai data survei pada laki‐laki perilaku risiko tinggi (high risk man) dalam STBP 2011.(9)
7
Formula (perhitungan) untuk memperkirakan jumlah pelanggan WPSL (point) di tingkat provinsi adalah:
Hasil mapping WPSL lokal [1] x rata‐rata jumlah pelanggan per hari [2] x jumlah hari kerja per tahun [3] x faktor koreksi [4]
Re‐estimasi jumlah pelanggan WPSL minimal dan maksimal diperkirakan dengan menggunakan jumlah WPSL hasil pemetaan minimal dan maksimal dan dilakukan cara yang sama seperti menghitung jumlah pelanggan WPSL (point).
Untuk mendapatkan jumlah pelanggan WPS di tingkat kabupaten/kota digunakan data laporan kasus HIV‐AIDS kumulatif.(15) Dengan membagi jumlah kasus HIV masing‐masing kabupaten/kota dengan total kasus Provinsi Bali, maka diperoleh distribusi proporsi kasus HIV per kabupaten/kota. Proporsi kasus ini diasumsikan sebagai proporsi pelanggan per kabupaten; yaitu: Jembrana = 0,06%; Tabanan = 0,07%; Badung = 0,12%;
Denpasar = 0,32%; Gianyar = 0,10%; Klungkung = 0,03%; Karangasem = 0,04%; Bangli = 0,03%; Buleleng = 0,22%. Proporsi ini dikalikan dengan jumlah pelanggan provinsi untuk memperoleh jumlah pelanggan per kabupaten/kota.
Mobilitas pelanggan tidak diperhitungkan karena hasil penelitian Muliawan(14) menunjukkan bahwa walaupun sebagian besar pelanggan WPS di Kota Denpasar yang diwawancarai berasal dari luar Bali (63,5%) namun mereka memiliki lama tinggal di Bali berkisar 3‐40 tahun dengan rata‐rata 7,2 tahun. Artinya pelanggan tersebut berada di Bali dalam periode cukup lama dan berkontribusi terhadap penularan HIV di Bali.
5. Pelanggan WPS Tidak Langsung (WPSTL)
Seperti halnya pelanggan WPSL, re‐estimasi pelanggan WPSTL dilakukan secara tidak langsung, dengan data berikut:
• Jumlah WPSTL hasil pemetaan total untuk Provinsi Bali [1]
• Rata‐rata jumlah pelanggan WPSTL
o Hasil survei cepat perilaku (SCP) pada 92 WPSTL menunjukkan rata‐rata jumlah pelanggan per hari per WPSTL adalah 1,57 orang.(16)
o Hasil pencatatan prospektif rata‐rata jumlah pelanggan (baru dan lama) selama dua minggu oleh WPSTL, menghasilkan rata‐rata pelanggan per hari per WPSTL sebesar 1,67 orang. Hal ini diuraikan lebih rinci di bagian belakang laporan.
o Angka dari dua sumber tersebut dicari reratanya sehingga menghasilkan rata‐
rata jumlah pelanggan per hari per WPSTL sebesar 1,62 [2]
8
• Jumlah rata‐rata hari kerja WPSTL dalam setahun dihitung dengan mengalikan hari kerja WPSTL perminggu = 4.1(9) x 52 minggu = 213,2 hari kerja dalam setahun [3]
• Penelitian tentang jumlah ”orang” pelanggan WPSTL belum pernah dilakukan di Provinsi Bali, karena itu dipergunakan faktor koreksi yang sama dengan WPSL untuk jumlah ”orang” pelanggan yaitu sebesar 3/19 [4]
• Dalam pemetaan WPSTL yang dihitung adalah jumlah karyawan yang bekerja di tempat yang diketahui melayani tamu; sedangkan tidak semua karyawan merupakan WPS dan persentase karyawan yang menjadi WPS tidak diketahui, maka diasumsikan ada faktor koreksi persentase WPSTL yang ”menjual” seks kepada tamu sebesar 60% dari total WPSTL [5]
Berdasarkan data tersebut, dihitung perkiraan jumlah pelanggan WPSTL (point) di tingkat Provinsi Bali dengan menggunakan formula sebagai berikut:
Hasil pemetaan WPSTL lokal [1] x rata‐rata jumlah pelanggan per hari [2] x jumlah hari kerja per tahun [3] x faktor koreksi [4] x faktor koreksi [5]
Re‐estimasi jumlah pelanggan WPSTL minimal dan maksimal diperkirakan dengan menggunakan jumlah WPSL hasil pemetaan minimal dan maksimal dan dilakukan cara yang sama seperti menghitung jumlah pelanggan WPSL (point).
Untuk re‐estimasi jumlah pelanggan WPSTL di tingkat kabupaten/kota digunakan cara yang sama dengan re‐estimasi pelanggan WPSL sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.
6. Pelanggan Waria
Re‐estimasi pelanggan waria dilakukan secara tidak langsung dengan cara yang berbeda dengan WPSL dan WPSTL. Data yang digunakan untuk re‐estimasi pelanggan waria di tingkat provinsi adalah sebagai berikut:
• Jumlah waria hasil pemetaan lokal di Provinsi Bali [1]
• Jumlah waria hasil estimasi nasional(12) dimana angka point = 1.296; rendah = 1.153; tinggi =1.438 [2]
• Perkiraan jumlah pelanggan hasil estimasi nasional(12) dengan angka point = 20.752; rendah = 18.466; tinggi = 23.031 [3]
Perhitungan jumlah pelanggan waria (point) menggunakan formula berikut:
[Jumlah waria hasil pemetaan lokal di Provinsi Bali [1] / jumlah waria Bali hasil estimasi nasional [2]] x estimasi nasional jumlah pelanggan waria untuk Bali [3]
9
Untuk re‐estimasi jumlah waria minimal dan maksimal di Provinsi Bali dilakukan cara yang sama dengan re‐estimasi angka point namun menggunakan data jumlah waria minimal dan maksimal dari hasil pemetaan lokal; serta data jumlah minimal dan maksimal untuk waria dan data jumlah minimal dan maksimal pelanggan dari hasil estimasi nasional.
Sedangkan untuk data di kabupaten/kota, karena data jumlah waria point, minimal dan maksimal untuk masing‐masing kabupaten/kota telah tersedia, maka dilakukan cara yang serupa dengan perhitungan di tingkat provinsi untuk memperoleh jumlah pelanggan point, minimal dan maksimal.
7. Penasun
Sebagaimana telah dijelaskan di halaman depan bahwa di Bali sudah pernah dilakukan estimasi jumlah penasun secara khusus. Dari hasil tersebut, estimasi jumlah penasun di Provinsi Bali (11) mendapatkan jumlah penasun terendah = 458; jumlah penasun point = 700; dan jumlah penasun tertinggi = 1.068. Dengan pertimbangan bahwa selama ini laporan cakupan penasun oleh Yayasan Dua Hati dan Yakeba tidak pernah melebihi angka point, dan jumlah penasun relatif stabil; maka hasil estimasi tersebut masih sangat sesuai untuk Provinsi Bali.
Sedangkan untuk menghitung jumlah penasun di kabupaten/kota digunakan laporan cakupan penasun dari masing‐masing kabupaten dari penelitian yang sama. Laporan cakupan penasun oleh LSM penjangkau penasun hanya ada di enam kabupaten/kota yaitu Denpasar, Badung, Tabanan, Gianyar, Jembrana dan Klungkung. Berdasarkan informasi petugas Yayasan Dua Hati bahwa penasun di luar Kota Denpasar dan Badung sangat sulit mendapatkan akses narkotika suntik sehingga mayoritas penasun beralih ke metode selain suntik. Karena itu diasumsikan bahwa jumlah penasun di kabupaten yang tidak melaporkan cakupan penasun adalah sama dengan jumlah penasun terendah yang dilaporkan oleh Kabupaten Klungkung. Jumlah cakupan ini dibagi total penasun yang dilaporkan di tingkat provinsi sehingga diperoleh proporsi jumlah penasun per kabupaten. Selanjutnya proporsi ini dikalikan dengan jumlah penasun hasil estimasi tingkat Provinsi Bali.
8. Estimasi Jumlah Lelaki Berhubungan Seks dengan Lelaki (LSL)
Sebagaimana disebutkan sebelumnya untuk LSL tidak dilakukan proses re‐estimasi.
Dalam kegiatan re‐estimasi ini digunakan jumlah LSL hasil estimasi nasional (12). Selain untuk mendapatkan jumlah total populasi kunci di Provinsi Bali, jumlah LSL tersebut juga dipergunakan untuk memperkirakan jumlah laki‐laki berisiko rendah, perempuan berisiko rendah, dan total odha.
10
Data estimasi LSL nasional(12) yang digunakan adalah:
• Jumlah LSL untuk Provinsi Bali: point = 14.098; rendah = 12.385; tinggi = 15.810 orang
• Jumlah LSL per kabupaten: Jembrana = 100; Tabanan = 210; Badung = 4.890;
Denpasar = 5.960; Gianyar = 285; Klungkung = 100; Karangasem = 382; Bangli = 161; Buleleng = 2.060
• Jumlah odha LSL untuk Provinsi Bali = 949 orang
• Jumlah odha LSL per kabupaten: Jembrana = 7; Tabanan = 14; Badung = 329;
Denpasar = 398; Gianyar = 19; Klungkung = 7; Karangasem = 26; Bangli = 11;
Buleleng = 139 orang
B. Re‐estimasi jumlah odha
Re‐estimasi jumlah odha WPSL, WPSTL, waria, penasun, serta pelanggan WPS, pelanggan WPSTL, dan pelanggan waria menggunakan beberapa data yaitu:
• Hasil pemetaan populasi kunci (sebagai penyebut)
• Prevalensi infeksi HIV (sebagai pembilang) dari beberapa survei sebelumnya; yaitu:
o WPSL = 19%. Angka ini adalah prevalensi HIV hasil sero survei Dinkes Provinsi Bali(17)
o WPSTL = 5%. Angka ini adalah prevalensi HIV hasil sero survei Dinkes Provinsi Bali(18)
o Waria = 34%. Angka ini adalah prevalensi HIV pada waria di Jakarta dari STBP tahun 2011(9)
o Penasun = 56%. Angka ini adalah prevalensi HIV pada penasun di Surabaya dari STBP tahun 2011(9)
o Pelanggan WPSL = 2,3%. Angka ini adalah prevalensi HIV supir truk antar kota antar provinsi yang merupakan salah satu kelompok laki‐laki yang dianggap perilaku risiko tinggi dalam survei STBP di Kota Denpasar tahun 2011(9)
o Pelanggan WPSTL = 0,8%. Angka ini adalah rata‐rata prevalensi HIV pada laki‐laki berisiko tinggi di 12 kota di Indonesia dalam STBP tahun 2011.(9) Angka ini digunakan karena tidak tersedia data prevalensi HIV pada pelanggan WPSTL di Denpasar/Bali. Selain itu prevalensi HIV pada pelanggan WPSTL diperkirakan jauh lebih rendah karena prevalensi HIV pada WPSTL juga jauh lebih rendah dibandingkan prevalensi HIV pada WPSL dan frekuensi hubungan seks juga lebih rendah.
o Pelanggan waria = 5%. Prevalensi HIV pada pelanggan waria tidak tersedia, sehingga digunakan proporsi yang dihitung dari jumlah odha pelanggan waria
11
hasil estimasi nasional(19) untuk Provinsi Bali sebesar 1.057 orang, dibagi dengan jumlah pelanggan waria untuk Provinsi Bali hasil estimasi nasional(12) sebesar 20.752 orang (1.057/20.752=5%).
Perkiraan jumlah odha per masing‐masing kelompok risiko untuk tingkat provinsi serta tingkat kabupaten/kota diperoleh dengan mengalikan jumlah masing‐masing kelompok populasi kunci di provinsi/kabupaten/kota dengan prevalensi untuk masing‐masing kelompok tersebut.
Dalam estimasi nasional tahun 2012,(19) jumlah odha laki‐laki dan perempuan risiko rendah adalah masing‐masing 3.388 dan 11.317 orang (total: 14.705). Jumlah ini adalah 56% dari estimasi odha secara keseluruhan (26.139). Odha laki‐laki berisiko rendah adalah gabungan dari odha mantan penasun (penasun yang sudah berhenti memakai narkoba suntik), odha waria dan odha mantan pelanggan WPSL (pelanggan yang tidak lagi aktif berhubungan dengan WPSL), odha mantan pelanggan WPSTL, serta odha mantan pelanggan waria yang pada saat estimasi diperkirakan masih hidup dan masih berada di Bali. Odha perempuan berisiko rendah adalah gabungan dari odha mantan WPS, odha mantan WPSTL, odha pasangan penasun, odha perempuan pasangan LSL (berdasarkan informasi dari YGD bahwa di Bali banyak LSL memiliki istri/pasangan perempuan), odha pasangan pelanggan WPSL, odha pasangan WPSTL, dan odha pasangan pelanggan waria (berdasarkan informasi dari YGD bahwa di Bali banyak pelanggan waria memiliki istri/pasangan perempuan) yang pada saat estimasi diperkirakan masih hidup dan masih berada di Bali.
Untuk memperkirakan jumlah odha laki‐laki berisiko rendah dilakukan koreksi sebesar 0,49. Angka ini diperoleh dengan membagi hasil penjumlahan odha waria, odha penasun, odha pelanggan WPSL, odha pelanggan WPSTL, dan odha pelanggan waria dari hasil re‐estimasi Provinsi Bali sebesar 4.647, dengan jumlah kelompok yang sama dari estimasi nasional(19) yaitu sebanyak 9.403 orang. Kemudian dikalikan dengan jumlah odha laki‐laki risiko rendah dari estimasi nasional(19) yaitu sebanyak 3.388 orang. Dengan demikian odha laki‐laki risiko rendah untuk Provinsi Bali adalah 0,49 X 3.388 = 1.674 orang.
Sedangkan untuk memperoleh jumlah odha perempuan risiko rendah dilakukan cara yang sama seperti memperkirakan odha laki‐laki risiko rendah. Koreksi hasil estimasi nasional dilakukan dengan cara membagi hasil penjumlahan WPSL, WPSTL, waria, penasun, pelanggan WPSL, pelanggan WPSTL, dan pelanggan waria dari hasil estimasi Provinsi Bali yaitu sebanyak 5.103, dengan jumlah kategori yang sama dari estimasi nasional(19) sebanyak 10.486, sehingga diperoleh faktor koreksi sebesar 0,5. Angka ini dikalikan dengan jumlah odha perempuan risiko rendah dari estimasi nasional(19) sebanyak 11.317, sehingga diperoleh perkiraan odha perempuan risiko rendah di Provinsi Bali sebesar 5.508 orang.
12
C. Pengumpulan data jumlah pelanggan WPSL, WPSTL dan waria secara prospektif
Data tentang jumlah pelanggan WPSL, WPSTL, dan waria tersedia dari hasil survei antara lain STBP dan survei perilaku yang biasanya dilakukan pada saat sero‐survei setiap tahun di Denpasar. Data hasil survei adalah jumlah pelanggan yang dilaporkan oleh WPSL, WPSTL dan waria dalam beberapa kurun waktu sebelum wawancara (retrospektif).
Karena retrospektif biasanya responden tidak ingat dengan pasti tentang jumlah pelanggannya. Untuk melakukan verifikasi terhadap data hasil survei, dalam re‐estimasi ini dilakukan pula penghitungan jumlah pelanggan secara harian dengan memberikan buku catatan kepada WPSL, WPSTL, dan waria.
Rincian pelaksanaannya adalah seperti diuraikan di bawah ini.
1. Dipilih sebanyak 34 WPS dan 6 waria di Kota Denpasar, berdasarkan tipe WPS, tempat kerja serta jumlah pelanggan. Untuk WPS, terdapat 9 area yang dibedakan berdasarkan tipe WPS serta besaran tarif yang dibayarkan pelanggan. Untuk jumlah pelanggan dibagi menjadi tiga yaitu jumlah pelanggan banyak (>7 per hari), sedang (5‐7 per hari), dan kurang (0‐4 per hari). Untuk waria, dipilih dua hotspot yang paling menonjol di Denpasar, dengan kriteria jumlah pelanggan yang sama dengan WPS.
Rinciannya disajikan pada Tabel‐2.
2. WPS dan waria diberikan buku catatan dan diminta melakukan pencatatan jumlah pelanggan secara prospektif selama dua minggu dan melakukan identifikasi statusnya sebagai pelanggan lama atau pelanggan baru.
3. Sebelumnya WPS dan waria diberikan penjelasan tentang tujuan pencatatan, dan setelah disetujui maka petugas lapangan memberikan pengarahan tentang cara pengisian buku harian tersebut.
4. Petugas lapangan melakukan monitoring harian untuk mengingatkan pencatatan.
5. Setelah 14 hari, buku catatan harian diambil kembali dan direkapitulasi oleh petugas lapangan. WPS dan waria diberikan insentif sekedarnya.
13 Tabel‐2
Jenis, Hotspot dan Kategori Jumlah Pelanggan WPS dan Waria Terpilih
No Kelompok Hotspot Kategori jumlah pelanggan (jumlah pencatat) A Ramai (2), sedang (2), kurang (2)
B Ramai (2), sedang (2), kurang (1)
C Sedang (2)
1 WPSL
D Ramai (2), sedang (2), kurang (2) Cafe Ramai (1), sedang (1), kurang (1) Karaoke Ramai (1), sedang (1), kurang (1) Spa Ramai (1), sedang (1), kurang (1)
Salon Sedang (2)
2 WPSTL
Panti pijat Ramai (1), sedang (1), kurang (1) A Ramai (1), sedang (1), kurang (1) 3 Waria
B Ramai (1), sedang (1), kurang (1)
Jumlah 40 (WPS dan waria)
Langkah 3
Pertemuan Koordinasi Provinsi dan Kabupaten
Pada tanggal 29 Desember 2014 dilakukan pertemuan koordinasi antara provinsi dan kabupaten yang ditujukan untuk verifikasi hasil pemetaan dan estimasi populasi kunci, pelanggan, serta prevalensi HIV pada kelompok‐kelompok tersebut. Keterlibatan semua pelaku penanggulangan HIV di Bali (KPA Prov, KPA Kab/Kota, Dinkes Prov, Kab/Kota, dan LSM) dalam estimasi tersebut sehingga memungkinkan mereka mengetahui secara langsung metode penghitungannya dan bisa memberikan masukan atau koreksi.
IV. Hasil Estimasi
A. Hasil Pemetaan dan Re‐estimasi Populasi Kunci (Populasi Rawan)
Berdasarkan hasil pemetaan dan re‐estimasi diperoleh jumlah populasi kunci secara keseluruhan untuk di Provinsi Bali adalah sebesar 264.172 orang (Tabel‐3). Pada Tabel‐3 disajikan juga hasil pemetaan dan re‐estimasi untuk masing‐masing kabupaten/kota. Bila dilihat per kabupaten/kota, jumlah populasi kunci paling tinggi adalah di Kota Denpasar (87.833), diikuti Kabupaten Buleleng (55.876 orang), Badung (37.521 orang) dan Gianyar (24.040). Bila dilihat per kelompok populasi kunci untuk Provinsi Bali, jumlah populasi kunci terbesar adalah pelanggan WPSL (118.259) dan pelanggan WPSTL (115.209), selanjutnya diikuti oleh LSL (14.098) dan pelanggan waria (10.408). Dari hasil pemetaan dua kabupaten tidak melaporkan adanya WPS langsung yaitu Kabupaten Gianyar dan Bangli, namun semua kabupaten/kota melaporkan adanya WPS tidak langsung.
14 Tabel‐3
Hasil Pemetaan dan Re‐estimasi Populasi Kunci di Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali, Tahun 2014
Populasi Kunci
Kab/Kota
WPSL Pelang‐
gan WPSL WPSTL
Pelang‐
gan WPSTL
Waria Pelanggan Waria
Pena‐
sun LSL(12) Total Populasi
Jembrana 29 7.547 45 7.353 30 480 4 100 15.588
Tabanan 40 8.797 50 8.570 40 640 59 210 18.406
Badung 200 14.135 974 13.771 200 3.202 149 4.890 37.521
Denpasar 1.100 37.847 1.637 36.871 250 4.003 215 5.910 87.833
Gianyar 0 11.546 348 11.248 30 480 103 285 24.040
Klungkung 26 3.774 36 3.676 15 240 4 100 7.871
Karangasem 6 5.048 152 4.918 15 240 4 382 10.765
Bangli 0 2.999 15 2.922 10 160 4 161 6.271
Buleleng 80 26.566 264 25.881 60 961 4 2.060 55.876
Provinsi Bali 1.481 118.259 3.521 115.209 650 10.408 546 14.098 264,172
B. Hasil Estimasi Jumlah Odha
Pada Tabel‐4, disajikan hasil estimasi jumlah odha untuk Provinsi Bali dan kabupaten/kota untuk tahun 2014. Pada Tabel‐4 hanya ditampilkan point estimate atau perkiraan nilai tengah, sedangkan pada tabel‐tabel dalam lampiran laporan ini juga disajikan nilai bawah dan nilai atas jumlah populasi kunci serta odha. Hasil re‐estimasi jumlah odha untuk Provinsi Bali adalah sebesar 13.235 orang.
Bila dilihat per kelompok populasi, untuk Provinsi Bali jumlah odha terbesar adalah pada perempuan “risiko rendah” yang terdiri dari pasangan pelanggan/mantan pelanggan WPS, perempuan pasangan penasun, dan mantan WPS (5.508 orang), diikuti pelanggan WPSL (2.720 orang), dan laki‐laki berisiko rendah (1.674 orang). Laki‐laki berisiko rendah terdiri dari mantan pelanggan WPS, mantan penasun, dan laki‐laki berisiko lainnya. Hasil re‐estimasi jumlah odha perempuan “risiko rendah” dijumpai paling tinggi karena seorang laki‐laki (misalnya pelanggan WPS) mempunyai lebih dari satu pasangan perempuan, termasuk istri atau pacar.
Berdasarkan kabupaten/kota, estimasi jumlah odha terbanyak adalah di Kota Denpasar (4.796), diikuti Buleleng (2.356), Badung (2.300), dan Gianyar (1.142). Sebaran populasi kunci WPS, LSL, waria dan penasun juga cenderung terkonsentrasi di empat kabupaten kota ini.
15 Tabel‐4
Hasil Re‐estimasi Odha di Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2014
Populasi Kunci
Kab/Kota
WPSL Pelang‐
gan WPSL
WPSTL Pelang‐
gan WPSTL
Waria Pelang‐
gan Waria
Penasun LSL(19) Laki‐laki risiko rendah
Perempuan risiko rendah
Total
Jembrana 6 174 2 59 10 22 2 7 96 296 674
Tabanan 8 202 3 69 14 29 33 14 125 385 882
Badung 38 325 49 110 68 147 83 329 264 886 2.300
Denpasar 209 870 82 295 85 184 120 398 560 1.992 4.796
Gianyar 0 266 17 90 10 22 58 19 161 500 1.142
Klungkung 5 87 2 29 5 11 2 7 48 153 349
Karangasem 0 116 8 39 5 11 2 26 63 196 466
Bangli 0 69 1 23 3 7 2 11 38 115 270
Buleleng 15 611 13 207 20 44 2 139 319 986 2.356
Prov Bali 280 2.720 176 922 221 479 306 949 1.674 5.508 13.235
Bila dilihat per kelompok populasi, untuk Provinsi Bali jumlah odha terbesar adalah pada perempuan “risiko rendah” yang terdiri dari pasangan pelanggan/mantan pelanggan WPS, perempuan pasangan penasun, dan mantan WPS (5.508 orang), diikuti pelanggan WPSL (2.720 orang), dan laki‐laki berisiko rendah (1.674 orang). Laki‐laki berisiko rendah terdiri dari mantan pelanggan WPS, mantan penasun, dan laki‐laki berisiko lainnya. Hasil re‐estimasi jumlah odha perempuan “risiko rendah” dijumpai paling tinggi karena seorang laki‐laki (misalnya pelanggan WPS) mempunyai lebih dari satu pasangan perempuan, termasuk istri atau pacar.
Berdasarkan kabupaten/kota, estimasi jumlah odha terbanyak adalah di Kota Denpasar (4.796), diikuti Buleleng (2.356), Badung (2.300), dan Gianyar (1.142). Sebaran populasi kunci WPS, LSL, waria dan penasun juga cenderung terkonsentrasi di empat kabupaten kota ini.
Dalam pertemuan koordinasi dengan pemangku kebijakan dan LSM, setelah melalui proses diskusi maka disepakati jumlah populasi kunci dan jumlah odha sebagaimana tersaji di dalam Tabel‐3 dan‐4.
Pada Tabel‐5 disajikan perbandingan hasil estimasi yang dilaksanakan oleh Kemenkes pada tahun 2012 dan hasil re‐estimasi populasi kunci dan odha di Provinsi Bali pada tahun 2014. Dari tabel terlihat bahwa hasil re‐estimasi jumlah populasi kunci pada kelompok WPSL, waria, penasun, pelanggan WPSL, dan pelanggan waria menunjukkan jumlah populasi setidaknya setengah kali lebih kecil dari hasil estimasi nasional. Hanya re‐estimasi jumlah WPSL yang menunjukkan hasil mirip dengan estimasi nasional.
16
Namun untuk pelanggan WPSTL, dijumpai hasil re‐estimasi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil estimasi nasional. Kecenderungan yang serupa juga terjadi dalam hal jumlah odha. Hasil re‐estimasi jumlah odha kelompok WPSL, WPSTL, waria, penasun, pelanggan WPSL, dan pelanggan waria menunjukkan jumlah populasi setidaknya setengah kali lebih kecil dari hasil estimasi nasional. Hanya pelanggan WPSTL menunjukkan jumlah lebih tinggi dari estimasi nasional.
Tabel‐5
Perbandingan Hasil Re‐estimasi Populasi Kunci dan Odha Provinsi Bali Tahun 2014 dan Estimasi Nasional Tahun 2012
Populasi Kunci Odha
Kelompok
Nasional Provinsi Bali Nasional Provinsi Bali
WPSL 3.378 1.481 592 280
Pelanggan WPSL 214.876 118.259 6.966 2.720
WPSTL 3.464 3.521 491 176
Pelanggan WPSTL 15.502 115.209 278 922
Waria 1.296 650 397 221
Pelanggan waria 20.752 10.408 1.057 479
Penasun 1.959 546 706 306
LSL(12,19) 14.098 14.098 949 949
Laki‐laki risiko rendah ‐ ‐ 3.388 1.674
Perempuan risiko rendah ‐ ‐ 11.317 5.508
Total 275.325 264.172 26.139 13.235
V. Diskusi
Re‐estimasi ini menunjukkan bahwa jumlah populasi kunci total yang diperkirakan untuk Provinsi Bali sebesar 264.172 orang tidak berbeda jauh dengan jumlah populasi kunci yang diperkirakan dalam estimasi nasional yaitu sebesar 275.325 orang.(12) Akan tetapi re‐estimasi jumlah odha hanya 13.235 orang atau 51% dari estimasi nasional sebanyak 26.139 orang.(19)
Pengurangan sebesar 51% terutama disebabkan karena estimasi jumlah WPSL dengan memakai metode pemetaan hanya 43,8% dari estimasi dengan metode regresi. Dengan metode pemetaan jumlah WPSL sebesar 1.481 orang, sedangkan dengan metode regresi sebanyak 3.378 orang. Akibat selanjutnya adalah pada perbedaan estimasi jumlah pelanggan WPSL sebanyak 214.876 (estimasi nasional) dan hanya 118.259 (hasil re‐
17
estimasi) dan selanjutnya berakibat pada pengurangan jumlah odha laki‐laki dan perempuan risiko rendah. Karena prevalensi HIV pada WPSL dan pelanggannya relatif tinggi maka perbedaan tersebut menyebabkan penurunan re‐estimasi odha menjadi cukup besar, seperti disajikan dalam boks di bawah ini.
Selain karena perbedaan jumlah WPSL, penurunan jumlah populasi kunci juga disebabkan karena hasil pemetaan waria dan penasun di Provinsi Bali lebih kecil daripada hasil estimasi nasional. Hasil pemetaan waria oleh YGD hanya 650 orang (50%) dari hasil estimasi nasional sebesar 1.296 orang. Dalam re‐estimasi jumlah pelanggan waria tidak digunakan hasil pencatatan prospektif karena jumlah sampel untuk pencatatan prospektif tidak memadai, dan tidak ada hasil survei STBP(9) pada waria untuk Provinsi Bali. Sedangkan untuk estimasi penasun, jumlah penasun hasil re‐estimasi hanya sepertiga dari jumlah penasun hasil estimasi nasional (546 vs. 1,959). Estimasi jumlah penasun telah diteliti lebih seksama sebelumnya. Selain itu, LSM maupun pengelola program HIV menyadari bahwa dalam perjalanan program penanggulangan HIV di Provinsi Bali jumlah penasun relatif stabil. Dengan demikian angka yang dihasilkan untuk waria maupun penasun dapat diterima oleh pemangku kebijakan serta LSM terkait di Bali.
Di lain pihak, jumlah WPSTL hasil pemetaan mirip dengan hasil metode regresi, tetapi jumlah pelanggan WPSTL di Provinsi Bali jauh lebih tinggi dari estimasi nasional.
Perkiraan jumlah pelanggan WPSTL Provinsi Bali adalah sebesar 115.209 orang, atau tujuh kali lipat dibandingkan hasil estimasi nasional sebesar 15.502 orang. Hal ini disebabkan karena jumlah pelanggan WPSTL hasil survei STBP(9) yang dipakai dasar perhitungan dalam estimasi nasional hanya satu orang pelanggan per minggu.
Sedangkan berdasarkan hasil survei perilaku(16) dan pencatatan jumlah pelanggan prospektif pada WPSTL di Denpasar dan sekitarnya, diketahui jumlah pelanggan rata‐
rata adalah 1,5 per hari. Namun karena prevalensi HIV pada WPSTL dan pelanggannya jauh lebih kecil dibandingkan WPSL/pelanggannya, maka jumlah populasi yang jauh lebih besar tersebut tidak meningkatkan jumlah odha secara bermakna.
Tim estimasi berpendapat bahwa estimasi jumlah odha di Bali sebanyak 13.235 lebih sesuai dibandingkan estimasi nasional sebanyak 26.139 dengan mempertimbangkan beberapa data lokal, yaitu proporsi pemakaian ARV, prevalensi HIV pada penduduk 15‐
49 tahun, prevalensi HIV pada ibu hamil dan prevalensi HIV darah donor di Provinsi Bali.
Pengurangan estimasi WPSL Îpengurangan estimasi pelanggan WPSL Î pengurangan odha istri/pasangan tetap pelanggan WPSL dan pengurangan odha laki‐laki “mantan” pelanggan WPSL. Catatan: karena prevalensi HIV pada WPSL dan
pelanggannya relatif tinggi maka pengurangan estimasi WPSL berakibat pada pengurangan odha secara keseluruhan yang cukup besar.