• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Nilai -nilai Bhineka Tunggal Ika Dalam Kehidupan Bermasyarakat ... - Unud

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PDF Nilai -nilai Bhineka Tunggal Ika Dalam Kehidupan Bermasyarakat ... - Unud"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI BHINEKA TUNGGAL IKA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA

Oleh

I Wayan Latra, S.Ag,M.Si.

NIP 195812311981031049

UPT PENDIDIKAN PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA UNIVERSITAS UDAYANA

2018

(2)

KATA PENGANTAR

Oý Swastyastu

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadapan Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Mahaesa atas rahmat yang dilimpahkan sehingga penelitian yang berjudul“Nilai-Nilai Bhineka Tunggal Ika Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara” dapat diselesaikan. Dalam pelaksanaan penelitian ini tidak sedikit hambatan yang dihadapi, namun berkat karunia-Nya akhirnya segala rintangan tersebut dapat diatasi.

Keberhasilan penelitian ini berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu saya sampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya, kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya tulisan ini

Disadari sepenuhnya atas keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki sehingga karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Untuk hal itu diharapkan masukan, kritik, dan saran dalam penyempurnaannya, serta untuk menambah wawasan dan cakrawala pengetahuan peneliti.

Akhirnya atas segala bantuan Bapak/Ibu/Sdr., peneliti doakan semoga mendapat pahala yang berlipat dari Tuha Yang Mahaesa.

Oý Úàntiá, Úàntiá, Úàntiá, Oý

Denpasar, Maret 2018 Peneliti,

(3)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ……….

DAFTAR ISI ………

i

ii

I PENDAHULUAN……….……… 1

1.1 Latar Belakang ………...………..

1.2 Rumusan Masalah ………...………

1.3 Tujuan Penulisan ………..………

2 4 5

II SESANTI BHINEKA TUNGGAL IKA ……… 5

2.1 Pengertian Bhineka Tunggal Ika ……….

2.2 Bhineka Tunggal Ika Daalam Sejarah Perjuangan Bangsa………

2.3. Hakikat dan Peran Sesanti Bhineka Tunggal Ika ……….

5 6 8

III NILAI-NILAI BHINEKA TUNGGAL IKA DALAM KEHIDUPAN

BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA………

10 2.1 Nilai Toleransi ………...

2.2 Nilai Keadilan ………...

2.3. Nilai Gotong Royong ………...

2.4 Nilai Kerukunan . ………...

10 10 11 12

III SIMPULAN ……… 15

IV DAFTAR PUSTAKA………. 17

(4)

NILAI-NILAI BHINEKA TUNGGAL IKA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA

I PENDAHULUAN

Faktor kekayaan sumbder daya alam tidak selalu menjamin suatu masyarakat, bangsa atau negara menjadi sehat, damai, dan sejahtera. Faktor lain yang lebih penting adalah kemampuan, kredibilitas, dan integritas kepribadian sosial maupun cultural dari masyarakat yang bersangkutan.

Apabila factor tersebut terpenuhi, niscaya suatu masyarakat akan tumbuh dan berkembang secara sehat. Pelajaran berharga dapat dipetik dri krisis social yang terjadi masa silam, di mana konflik merebak secara diametral antar suku, ras, dan agama. Konflik berdarah yang telah mencoreng bumi persada Indonesia disebabkan nilai-nilai kerukunan antar dan inter umat beragama dinafikan. Sesungguhnya, setiap masyarakat memiliki potensi dan resiko yang sama untuk tumbuh, berkembang, maupun bangkrut. Probabilitas kebangkrutan atau pertumbuhan sangat ditentukan oleh model pengelolaan kehidupan bersama yang memperhatikan kaidah-kaidah moralitas dan spiritualitas yang azasi. Dengan kata lain, konflik antar dan inter umat beragama, berbangsa, dan bernegara tidak mengindahkan nilai-nilai kerukunan. Dampak negative penafian terhadap nilai kerukunan antar dan inter umat Bergama sangat besar. Oleh karena itu, masyarakat dan Negara harus mengambil langkah-langkah strategis untuk memulihkan kondisi sosio- kultural yang terlanjur carut marut tersebut (Tantra Dewa Komang, t.t.:1)

(5)

1.1 Latar Belakang

Bangsa Indonesia yang kita kenal sekarang sebagai satu bangsa yang merdeka dan berdaulat, pada mulanya adalah masyarakat adat yang tersebar di selurauh wilayah Nusantara. Sebagai masyarakat adat, dengan mudah tiap-tiap kelompok masyarakat ini dapat dibedakan satu dengan yang lainnya.

Ciri yang Nampak pada cara mereka berbicara, cara merespon sesuatu di luar dirinya, atau pola tingkah laku pada umumnya dapat menunjukkan asal- usul mereka. Keterpisan geografik sebagai akibat keberadaannya di wilayah kepulauan member pengaruh pada karakter masing-masing masyarakat adat, sehingga makin mempertajam perbedaan cirri alamiah yang ada di antara kelompok-kelompok masyarakat tersebut. Masuknya agama-agama dari luar wilayah Nusantara di samping kepercayaan yang telah dianut oleh sebagian masyarakat sebagai warisan nenek moyang, semakin menambah nuansa keragaman yang ada.

Dalam konteks ke-Indonesiaan, keragaman budaya yang menjadi cirri masyarakat multi kultur tersebut merupakan warna-warni keindahan yang tak ada duanya di dunia. Namun demikian, segela bentuk perbedaan yang ada ternyata juga memiliki titik singgung yang amat ppeka. Titik-titik singgung yang bila dikelalo secara tepat akan berubah menjadi gesekan-gesekan yang memicu terjadi konflik social yang merugikan, tidak sebatas untuk masyarakat yang bersangkutan melainkan dapat mengganggu kepentingan bangsa secara keseluruhan. Sejarah panjang bangsa Indonesia telah mencatat banyak pengalaman menyangkut permasalahan social-politik di antara kelompok-kelompok masyarakat, baik yang bermakna mendekatkan dan

(6)

menyatukan, maupun yang menjauhkan dan hamper memecah-belah persatuan. Kesemuanya itu menunjukkan betapa banyak hambatan dan gangguan di dalam membangun harmonisasi kehidupan masyarakat majemuk dalam kerangka besar mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Setiap bangsa sudah tentu ingin hidup sepanjang masa, tak terkecuali bangsa Indonesia. Akan tetapi serasnya arus global yang membawa pengaruh kuat terhadap perubahan pola piker serta perilaku masyarakat yang sedikit demi sedikit telah mengikis idealism kebangsaan warisan para Bapa Bangsa. Suasana kehidupan masyarakat dalam keseharian semakin menampakkan persaingan yang tidak sehat. Sentimen-sentimen kedaerahan, kesukuan/etnis, juga golongan dalam banyak hal semakin mengemuka, mengalahkan kepentingan bangsa dan Negara. Sikap hidup yang individualis yang mementingkan diri sendiri atau kroninya Nampak semakin menonjol ketimbang membangun suasana kerukunan dengan semangat saling membantu, saling berbagi, dan saling menguatkan. Reformasi yang dirancang sebagai koreksi atas kelemahan dan kekeliruan Orde Baru di dalam meraih cita-cita nasional, ternyata lebih nampak sebagai ekspresi

“dendam politik” dengan mengabaikan hal-hal yang dianggap sebagai symbol Orde Baru. Bahkan Pancasila yang menyuratkan semboyan Bhineka Tunggal Ika sekali pun, tidak lagi menjadi perkara yang layak untuk dibahas, dikaji dan disosialisasikan secara luas dan terbuka. Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dianggap aib Orde Baru ternyata juga belum mampu diredam, dan makin meluas melibatkan banyak pejabat Negara di tingkat

(7)

pusat maupun daerah. Kenyataan yang tergambar di atas berpengaruh terhadap menurunnya kadar kepercayaan masyarakat, baik yang bersifat horizontal (antar komponen masyarakat), maupun yang bersiafat vertical (anatara rakyat dan pemerintah.

Pertanyaannya kini ialah, masih adakah ajaran moral yang dapat mencerahkan kembali kesadaran kebangsaan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat akan pentingnya membangun suasana kehidupan yang rukun, saling menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan demi persatuan bangsa. Sebagai generasi yang bertanggungjawab atas lestarinya warisan ajaran moral bangsa, perlu kiranya kita lebih dalam memahami nilai- nilai Kebangsaanyang bersumbern dari sesanti Bhineka Tunggall Ika. Dengan demikian, bangsa Indonesia akan memiliki kemampuan memperbaika diri dan bangkit bersama mencapai cita-cita bangsa.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah pengertian istilah Bhineka Tunggal Ika?

b. Bagaimana keberadaan Sesanti Bhineka Tunggal Ika Dalam Sejarah Perjuangan Bangsa?

c. Apa hakikat dan Peran Sesanti Bhineka Tunggal Ika?

d. Nilai-Nilai apa saja yang terdapat dalam Sesanti Bhineka Tunggal Ika dalam Kehidpan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara?

(8)

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui pengertian istilah Sesanti Bhineka Tunggal Ika.

b. Untuk mengetahui keberadaan Sesanti Bhineka Tunggal Ika Dalam Sejarah Perjuangan Bangsa.

c. Untuk memahami hakikat dan Peran Sesanti Bhineka Tunggal Ika.

d. Untuk mengetahui nilai-nilai apa saja yang terdapat dalam Sesanti Bhineka Tunggal Ika dalam Kehidpan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara.

II SESANTI BHINEKA TUNGGAL IKA 2.1 Pengertian Bhineka Tunggal Ika

Istilah Bhineka Tunggal Ika ditulis oleh Mpu Tantular dalam Kitab Sutasoma yang terjemahan isinya berbunyi “ bahwa agama Budha dan Siwa (Hindu) merupakan zat yang berbeda tapi nilai-nilai kebenaran jina (Budha) dan Siwa (Hindu) adalah tunggal. Terpecah belah tetapi satu jua artinya tidak ada dharma yang mendua”. Semboyan Bhineka Tunggal Ika mulai menjadi pembicaraan terbatas pada siding-sidang BPUPKI antara Muhamad Yamin, Ir. Soekarno, I Gusti Bagus Sugriwa sekitar dua setengah bulan sebelum proklamasi.

Sesanti Bhineka Tunggal Ika, lengkapnya berbunyi “Budha Siwa Maha Siwa Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrva”, tertulis di dalam kitab Sutasoma karangan pujangga agung Mpu Tantular yang menjadi pujangga kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan raja Hayam Wuruk (1350—

1389).Oleh M. Yamin (1903—1962), sesanti ini kemudian dijadikan sebagai semboyan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan didirikan. Hal

(9)

ini merupakan alas an amat tepat mengingat ajaran yang terkandung di dalam sesanti ini sangat sesuai dengan realita kehidupan masyarakat Indonesia yang amat pluralis, baik dalam arti budaya masyarakat maupun dilihat dari segi kondisi geografi yang menjadi ruang hidupnya.

Bhineka Tunggal Ika, diterjemahkan sebagai “Berbeda-beda itu satu itu”. Artinya, bahwa di dalam realitas kehidupan yang amat beragam, yang ditandai oleh perbedaan-perbedaan lahiriah, akan tetapi tetap mampu membangunsuasana rukun untuk mewujudkan satu tujuan hidup bersama dalam satu kesatuan bangsa dan satu kesatuan kesatuan wilayah Negara yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kesatuan di sini merupakan hasil konsesus atau kesepakatan bersama dari segenap komponen bangsa Indonesiauntuk mengatasi kerawanan-kerawanan sebagai akibat siafat-sifat yang melekat pada keberagaman itu.

2.2 Bhineka Tunggal Ika Dalam Sejarah Perjuangan Bangsa.

Bangsa Indonesia terlahir sebagai bangsa majemuk, yang multikultu- ralis. Aneka ragam budaya dalam wujud adat-istiadat, bahasa local/daerah, bahkan agama dan kepercayaan yang dianut masyarakatnya menjadi cirri yang mewarnai kehidupan bangsa, yang tersebar seluruh bentangan wilayah kepulauan Nusantara. Keanekaragaman budaya yang dipadu dengan keterpisahan geografik sebagai ruang hidupnya, menjadikan bangsa ini sebagai satu-satunya bangsa dengan tingkat keunikan tertinggi.

Bahwa jauh sebelum bangsa Indonesia menegara, di seluruh wilayah tanah air ini pada dasarnya telah berdiri banyak kerajaan besaar-kecil yang

(10)

masing-masing. Di antara kerajaan yang pernah ada, kerajaan Majapahit di Jawa Timur adalah salah satu dari dua kerajaan yang sangat berpengaruh di samping kerajaan Sriwijaya di wilayah Sumatra. Pada masa pemerintahan raja Hayam Wurukdi Majapahit (1350—1389) inilah yang diajarkan tentang bagaimana membangun kehidupan bersama yang rukun bersatu walaupun menghadapi suasana perbedaanyang sangat prinsip. Ajaran moral yang ditulis dalam sebuahseloka yang berbunyi Bhineka Tunggal Ika, pada mulanya memang digunakan untuk menciptakan suasana kehidupan antara dua kelompok masyarakat yang beragama Siwa (Hindu) dengan kelompok masyarakat beragama Budha, di mana keduanya memiliki prinsip-prinsip beragama yang secara substansial berbeda. Melalui ajaran moral yangditerapkan dengan seksama ditopang oleh pemerintahan kerajaan yang bijaksana telah mampu mewujudkan suasana kehidupan rakyat Majapahit yang sejahtera,dan kerajaan pun mengalami masa keemasannya.

Kehadiran kaum penjajah Barat telah merenggut kedaulatan pemerintahan local yang ada, untuk kemudian menguasainya selama lebih dari tiga setengah abad. Bangkitnya kesadaran kebangsaan, atau yang lebih dikenal sebagaiKebangkitan Nasional (1908) telah menginpirasi bangkitnya perlawanan terhadap kekuasaan penjajah yang dilakukan hamper di segenap wilayah tanah air. Walaupun pada dasarnya masyarakat yang berjuang itu adalah masyarakat adat yang pada umumnya memiliki ikatan kesukuan/

kedaerahan yang kuat. Namun sejarah membuktikan bahwa tuntutan perjuangan untuk kebebasan dari belenggu penjajahan telah memampukan segenap komponen masyarakat untuk bangkit bersama, serentak, dan

(11)

bersatu, tidak lagi memperhitungkan seberapa jauh perbedaan di antara mereka.

Dari kilasan sejarah di atas tergambar jelas bahwa kerukunan dan persatuan yang terjadi di kalangan masyarakat ditentukan oleh factor itensitas hubungan di antara kelompok-kelompok masyarakat yang dilandasi oleh kemampuan untuk saling mengargai dan saling menguatkan. OLeh karena itu sesanti Bhineka Tunggal Ika yang semula menunjukkan semangat toleransi keagamaa, kemudian diangkat menjadi lambing Negara Indonesia, dan ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951, tetang Lambang Negara. Penetapan Sesanti Bhineka Tunggal Ika sebagai lambing Negara merupakan upaya Negara yang juga menggambarkan kehendak seluruh rakyat Indonesia untuk mempersatukan masyarakat majemuk yang berlatar belakang budaya beraneka ragam.

2.3 Hakikat dan Peran Sesanti Bhineka Tunggal Ika

Pada hakikatnya sesanti Bhineka Tunggal Ika, yang diterjemahkan sebagai Berbeda-beda itu satu Satu itu (wlaupun berbeda-beda namun tetap satu adanya), mengandung makna filosofi yang amat dalam. Hal tersebut menunjuk pada kesadaran yang amat tinggi terhadap hakikat hidup manusia sebagai salah stu atau hanya bagian kecil saja dari kesemestaan ciptaan Tuhan. Sebagai masyarakat yang religious, kita mengakui bahwa Tuhan adalah yang Maha Kuasa menciptakan alam seisinya yang berbeda-beda, sebagai awal atau hulu. Tetapi keseluruhan yang berbeda-beda itu tetap sebagai satu ciptaaan yang harus membaktikan dirinya (seluruh

(12)

kehidupannya) kepada Tuhan, sebagai akhir atau muara. Hal di atas mengantar kepada pemahaman tetang, pertama, sebagai bentuk perbedaan yang terikat di dalam satu keutuhan (ke Tunggalan), yang dalam hal ini menunjuk keberadaan bangsa Indonesia. Atau kedua, di dalam wujud yang Satu (Tunggal) terdapat keberagaman isi. Wujud yang Satu. Dalam hal ini adalah identitas bangsa Indonesia (ingat Sumpah Pemuda), 1928), tanpa meninggalkan cirri keberagaman dari unsure-unsur pembentuknya yakni suku, adat-istiadat, bahasa local, agama/kepercayaan dan sebagainya.

Dari pemahaman tersebut mengingatkan kepada kita tentang dua hal penting yaitu, pertama, adanya komitmen bersama untuk hidup bersatu sebagai Satu bangsa dalam satu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedua, bahwa unsure-unsur local memiliki peranan penting di dalam andilnya membentuk bangsa yang besar ini. Lebih jauh menunjukkan betapa pentingnya memelihara dan terus memajukan nilai-nilai atau kearifan local itu agar dapat dijadikan kekuatan moral bangsa.

Adapun peran yang diharapkan dan semboyan Bhineka Tunggal Ika adalah menggugah kesadaran masyarakat luas untuk secara bersama membangun tata kehidupan baruyang makin menunjukkan semangat saling memahami, saling menghormati, serta dapat menerima segala bentuk perbedaan yang ada, demi terwujudnya suasan kehidupan bermasyarakat yang tenteram dan damai.

(13)

III NILAI-NILAI BHINEKA TUNGGAL IKA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA

Penelahan mendalam atas makna, hakikatnya serta peran yang diharapkan dapat ditemukenali nilai yang terkandung di dalam sesanti Bhineka Tunggal Ika, yaitu:

3.1 Nilai Toleransi

Diartikan sebagai sikap mau memahami orang lain demi berlangssungnya komunikasi secara baik. Penjelasan lebih jauh pada nilai ini adalah sikap mau menerima dan sekaligus mengargai pendapat, atau posisi orang lain di sekitar kita. Toleransi mengajarkan untuk bersikap tidak mudah merendahkan atau menyepelekan keberadaan orang lain oleh karena kondisinya. Sikap toleransi mengajak kita untuk berpikir secara utuh dan rendah hati, yakni menyadari bahwa kita (setiap pribadi) hanyalah bagian kecil dari kesemestaan alam/kosmos. Atau, dalam konteks kehidupan bermasyarakat, kita hanyalah satu titik/bagian dari keutuhan. Namun kita dituntut untuk menjadi pelengkap dari kekurangan yang ada.

3.2 Nilai Keadilan.

Keadilan senantiasa berkaitan dengan hak hidup, atau hak mem- peroleh sesuatu yang bertalian dengan kepentingan pribadi. Dalam kehidupan bersama, di mana berbagai kepentingan akan bertemu, dan tidak semua kepentingan itu sejalan, tentu akan mengakibatkan terjadinya gesekan bahkan konflik-konflik social. Dalam situasi semacam ini, batas-batas antara hak dan wewenang setiap fihak harus ditetapkan secara jelas, tegas dan

(14)

proporsional. Bahwa setiap wrga Negara bebas menuntut haknya, namun pada saat yang sama iapun wajib menghormati hak orang lain.

Adil/keadilan memiliki makna tidak memihak, tidak bersikap hidup mengelompok dan tertutup (eksklusif). Sebaliknya berlaku adil menghendaki sikap terbuka yang senantiasa mau menyediakan “ruang” bagi kehadiran orang lain. Kebiasaan menyapa orang lain adalah bentuk nyata dari mewujudkan sikap adil. Menyapa orang lain (siapa pun) pada hakikatnya adalah tindakan awal membangun jaringan sosial yang akan menjadi kekuatan agar tidak mudah dipecah belah dan diadu domba.

3.3 Nilai Gotong Royong

Gotong-royong,memiliki arti memikul beban bersama. Suatu kebiasaan adat masyarakat yang dapat ditemui dalam kehidupan masyarakat disegenap wilayah tanah air ini. Gotong-royong bertujuan meringankan beban sesamanya, atau guna mewujudkan kepentingan bersama. Karena itu, bergotong royong menunjukkan sikap peduli akan keprihatinan atau kekurangan orang lain, dan dengansukarela membantu. Dalam bergotong royong perlu berbagi tugas sesui kemampuan masing-masing, karena itu diperlukan sikap saling percaya.

Dewasa ini, kebiasaan bergotong royong semakin dikalahkan oleh kepentingan-kepentingan yang lebih bersifat individualis dan materialis. Hal ini menggambarkan semakin renggangnya hubungan social oleh karena sikap peduli sesame yang makin menipis. Karena itu membiasakan berdialog dalam forum-forum lintas etnik/agama adalah hal yang sangat bermanfaat.

(15)

3.4 Nilai Kerukunan

Salah satu nilai yang menciptakan kerukunan adalah kepercayaan.

Kepercayaan kepada diri dan orang lain akan member keyakinan bahwa dunia akan menjadi lebih aman, damai, dan sentosa. Milikilah kepercayaan terhadap diri sendiri dan orang lain tersebut. Apapun yang dikerjakan, di manapun ditempatkan, percayalah bahwa Tuhan telah menempatkan di sana untuk pekerjaan itu, atau agama itu, atau suku itu, dan lain sebagainya.

Kesemua itu merupakan pendidikan. Setiap hari dalam setiap kegiatan, pikiran, dan ucapan harus mendekati nilai-nilai kerukunan itu sendiri.

Kerukunan harus dilihat dengan cara disiplin rohani yang teratur.

Janganlah melibatkan diri dalam kebimbangan dan keraguan. Jalani disiplin itu dan bersihkan kesadaran bahwa eksistensi orang, suku, dan agama lain adalah utama. Apabila nilai kerukunan bersemayam di hati sanubari manusia, maka ketentraman, kerukunan, dan kebahagian akan tercipta dengan sendirinya. Ada gula dalam mangkuk tetapi air itu tetap terasa tawar, karena gula itu belum diaduk baik-baik. Sadhana adalah proses mengaduk gula tersebut sehingga air yang tadinya tawar akan terasa manis.

Nilai kerukunan lain adalah apresiasi terhadap orang, agama, atau suku lain. Sikap mengecam adalah tidak baik, karena kecaman adalah cermin dari kegelapan. Untuk mempraktekkan nilai kerukunan secara konkret,seseorang harus mengikuti prosedur tertentu secara sungguh- sungguh, teliti dan suci. Untuk mewujudkan kerukunan, seseorang atau sekelompok orang harus menerima susah payahnya usaha, derita, dan cobaan. Kalau idilakukan secara sungguh-sungguh, kerukunan pasti akan

(16)

dengan mudah diciptakan.Kerukunan adalah perjuangan, perlombaan, dan pencapaian. Tak seorangpun dapat memperoleh buahnya tanpa kesiagaan, ketekunan, dan keteguhan. Tidak ada jalan pintas untuk keberhasilan yang terpuji, dan hanya perjuangan yang kukuh yang menjamin kerukunan itu.Berbeda-beda yang didapat tanpa perjuangan tidak berharga untuk disukuri. Di mana pengejaran kepuasan materi akan menjadi seperti madu pada permulaan, tetapi akan menjadi racun pada akhirnya.

Nilai kerukunan yang lain lagi adalah kesempatan untuk menolong, menghibur, dan menumbuhkan keberanian orang lain di sepamjamg jalan spiritual.Jadilah orang yang rendah hati, jangan sombong akan kemakmuran, kedudukan, kekuasaan, keterpelajaran dan lainsebagainya. Bertindaklah dengan seluruh kemampuan, keterampilan, kemampuan, keberanian, dan kepercayaan diri, maka kerukunan itu akan dengan mudah diciptakan.

Dengan semuanya ini, secara pelan kelepasan dari keterikatan yang menyesatkan akan dihindarkan. Hanya dengan demikian, kerukunan akan dapat berdiri tegak tanpa membungkuk di bawah beban yang berat.

Berbicara hanya bila diperlukan dan dianggap penting. Bila kaki tergelincir,luka dapat disembuhkan, tetapi bila lidah tergelincir, luka yang ditimbulkan dalam hati orang lain akan bernanah seumur hidupnya. Lidah bertanggung jawab atas empat kesalahan, yaitu: berbicara palsu, berkata jahat, membicrakan kesalahan orang lain, dan kebanyakan bicara. Semua ini harus dihindari bila ingin menciptakan kerukunan dan kedamaian. Bila kesal dan marah pada seseorang, pergilah diam-diam minum air dingin segelas atau tidur samapai kemarahan itu lewat. Kemarahan selama lima menit dapat

(17)

merusak hubungan lima generasi. Prinsip hidup rukun harus dapat diciptakan dengan cari disiplin pada lima hal, yaitu:

W : maksudnyaword, artinya jagalah kata-kata;

A : maksudnyaaction, artinya jagalah tindakan;

T : maksudnyathoughtartinya jagalah pikiran;

C : maksudnyacharacter,artinya jagalah watak;

H : maksudnyaheart,artinya jagalah hati.

Menjelma sebagai manusia itu adalah sungguh-sungguh utama, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara dan berbahagialah menjelma sebagai manusia (Kajeng,dkk, 2000:9).

Manusia dikarunai ingatan dan kelupaan sekaligus. Keduanya merupakan kemampuan yang berguna. Dengan demikian, hendaknya senantiasa berterima kasih kepada yang telah melayani. Hormati diri sendiri dan orang lain sebagai orang yang selalu menunjukkan jalan, memperhatikan kemajuan, dan kesejahteraanmu.

Dalam melaksanakan sdhana perlu menggiat seva (persembahan atau pelayanan) yang merupakan bagian yang sangat penting dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesame, dan manusia dengan alam serta mahluk lainnya (Tri Hita Karana). Bila manusia dapat menselaraskan ke tiga hubungan tersebut, maka manusia itu akan dapatmencapai tingkat spritualitas tinggi. Dalam pencapaian keharmonisan, keselarasan, keseimbangan, manusia sebagai mahluk social membutuhkan manusia lainnya. Satu sama lainnya saling membutuhkan.

(18)

Dan dilandasi oleh filosofi Tat Twam Asi dengan azasnya: suka duka (dalam suka dan duka dirasakan bersama), paras-paros (orang lain adalahbagian dari diri sendiri dan diri sendiri bagian dari orang lain), salunglung sabyantaka (baik buruk, mati hidup ditanggung bersama), saling asih, asah, asuh (saling menyangi atau mencintai, saling memberitahu/

mengkoreksi, saling membantu atau tolong menolong antar sesama). Paham Tat Twam Asi mengandung makna dan hakikat menyama braya (kehidupan yang rukun damai, penuh cinta kasih, saling menyangi, dan saling menolong atau membantu), de mirat dana (jangan rakus, jangan egois, jangan mengambil hak yang bukan menjadi haknya, berorientasi pada prestasi) dan pang pada payu(saling menguntungkan dan saling memberdayakan). Bentuk kepedulian manusia dalam meningkatkan harkat dan martabatnya, satu sama lainya saling memberikan pertolongan atau bantuan berupa pemberian atau sumbangan.

IV SIMPULAN

Masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah masyarakat adat yang secara sosiologis memiliki ikatan ke dalam kelompok (suku/etnik) amat kuat.

Namun demikian dalam konteks ke-Indonesian, ikatan yang berupa sentimen- sentimen suku (daerah asal) atau agama ternyata dapat direduksi demi terbangunnya rasa kebangsaan.

Arus globalisasi yang cukup deras telah membawa serta nilai-nilai baru yang tidak sepenuhnya dapat diakomodasi atau dipahami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Nilai-nilai baru dimaksud cenderung semakin melonggarkan ikatan kebangsaan, dan Nampak semakin mengkhawatirkan

(19)

bagi masa depan persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan wilayah nasional Indonesia. Karena itu sangat dibutuhkan upaya menyegarkan kembali pemahaman akan nilai-nilai kebangsaan yang merupakan cirri kepribadian masyarakat Indonesia.

Pemantapan nialai-nilai kebangsaan yang terkadung dalam sesanti Bhineka Tunggal Ika, sebagai ajaran moral tentang sikap toleran, adil dan bergotong royong merupakan strategi yang tepat untuk mengatasi nilai-nilai baru yang cenderung semakin individualistis dan materialistis itu.

(20)

V KEPUSTAKAAN

Asdi, Endang Daruni. 22003. Manusia Seutuhnya Dalam Moral Pancasila. Jojakarta:Pustaka Raja.

Kajeng, I Nyoman,dkk.. 2000.Sarasamuscaya.Surabaya: Paramita

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Naskah Akademik Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi: Direktorat Jederal Pendidikan Tinggi

Maksudi,E.Imam, 2012. Bhineka Tunggal Ika Sebagai Sumber Nilai Kebangsaan Indonesia

Sutrisna Adhi, I Gede. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan. Swasta Nulus:

Denpasar.

Sekretariat Jenderal MPR RI. 2014. Bahan Tayang Sosialisasi Pancasila, UUDNRI Tahun 1945, NKI dan Bhineka Tunggal Ika: Edisi Revisi.

Tantra,Dewa Komang. t.t.Aktualisasi Nilai Kerukunan Umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara: Perspektif social budaya.

Pemerintah Republik Indonesia. 2013 Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa. Tahun 2010—2025.

Pendit,S.,Nyoman. 1995. Hindu Dalam Tapsir Modern. Denpasar: Yayasan Dharma Narada

Referensi

Dokumen terkait

LGBT as Indonesian citizens need to get a place in the framework of diversity within the concept of Bhineka Tunggal Ika so they can obtain their rights

Kedua, kendala yang dihadapi ketika pelaksanaan nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika yaitu pemuda dalam rapat menganggap pendapatnya lebih baik dari pendapat orang lain,

Contoh paling jelas dari terjadinya perubahan transformatif dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, adalah empat

Adapun nilai-nilai yang tekandung dalam Pancasila yang dapat dijadikan sebagai solusi dari berbagai konflik sosial yang terjadi, sebagai pandangan hidup bangsa dan

Apabila para cerdik cendekia mampu merasakan getaran teori wawasan kepulauan Nusantara hingga lahir Republik Kesatuan Indonesia ber bhineka Tunggal Ika dan

Untuk memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika, mahasiswa dapat mengimplementasikan sila persatuan Indonesia dalam kehidupan

Kaelan (dalam Bestari, 2012:71) mengemukakan bahwa “pandangan hidup Pancasila bagi bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika harus merupakan asas bangsa sehingga tidak

Bhineka Tunggal Ika sebagai motto Negara telah menjadi dasar pandangan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat bahwa Indonesia adalah sebuah Negara Kesatuan yang berbentuk