• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF BAB II 2.1. Pokok Perkara Jawaban Dan Putusan Mahkamah Agung - Narotama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PDF BAB II 2.1. Pokok Perkara Jawaban Dan Putusan Mahkamah Agung - Narotama"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 906/Pid.B/2014/PN Pbr menyatakan Terdakwa Neni Sanitra, S.H., M.Kn., terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan dalam dakwaan awal, namun bukan merupakan tindak pidana. . , membebaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum, memulihkan hak-hak terdakwa dalam hal kemampuan, kedudukan, kehormatan dan martabatnya. Dilihat dari perbedaan putusan PN Pekanbaru dengan putusan Kasasi Mahkamah Agung, maka dapat disimpulkan demikian.

Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1003K/PID/2015

Perbuatan yang dilakukan terdakwa juga melanggar ketentuan Pasal 50 alinea kedua yang menyatakan bahwa pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah setelah pihak yang mengajukan, saksi, dan notaris mengparaf atau tanda konfirmasi lainnya. dan Pasal 51 ayat (2) dan ayat (3) UUJN yang berbunyi (2) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan hadirin, saksi, dan notaris, yang dituangkan dalam berita acara. , dan mencatat hal ini dalam berita acara dokumen aslinya, dengan mencantumkan tanggal dan nomor dokumen pembetulan dan ayat (3) Para pihak harus diberikan salinan dokumen pada berita acara tersebut, sebagaimana diatur dalam ayat (2). Oleh karena itu, MA berpendapat terdakwa merugikan pihak lain melalui pelanggaran yang diatur dalam UUJN. Menurut Mahkamah Agung, perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam alinea pertama Pasal 264 KUHP, sebagai berikut.

Kajian Mengenai Perbuatan Melawan Hukum

Setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain mengharuskan orang yang kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian itu.” Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang diderita, sehingga pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban.

Kajian Mengenai Perlindungan Hukum

Sesuatu yang sangat penting bagi keselamatan, kesejahteraan, dan kedamaian batin manusia berada di luar jangkauan manusia. Ketidakpastian ini kemudian “memaksa” masyarakat untuk bergantung pada sesuatu yang dianggap tidak terbatas dan dapat memberikan perlindungan serta ketenangan batin dalam kehidupan manusia yang semakin kacau. , memaksa masyarakat membutuhkan perlindungan demi kepentingan dan keberadaannya. Salah satu bentuk perlindungan yang dapat diberikan adalah perlindungan hukum. Perbuatan hukum (rechtshandeling) adalah setiap perbuatan manusia yang dengan sengaja/sekehendaknya menimbulkan hak dan kewajiban yang akibat-akibatnya diatur dengan undang-undang.

Dalam hubungan hukum ini, hak dan kewajiban salah satu pihak bertentangan dengan hak dan kewajiban pihak lainnya. Hak dan kewajiban tentu timbul dari setiap hubungan hukum, terlebih lagi setiap anggota masyarakat tentunya mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dan saling bertentangan, dan untuk mengurangi ketegangan dan konflik tersebut maka muncullah suatu undang-undang yang mengatur dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut yang disebut dengan perlindungan hukum. Perlindungan hukum adalah perlindungan yang diberikan kepada badan hukum dalam bentuk instrumen hukum, baik yang bersifat preventif maupun represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Hak asasi manusia warga negara harus dihormati dan ditegakkan melalui pengembangan kekuasaan negara dimanapun dan kapanpun warga negara melaksanakan kebebasannya. partisipasi atau pencarian terhadap proses pembentukan kebijakan publik.

Penegakan hukum pada hakikatnya dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat terhadap tindakan pemerintah berdasarkan dua asas negara. Masyarakat dapat mengkaji, mengkritik dan memberikan masukan agar kepentingannya dapat terlindungi oleh undang-undang yang akan dibuat; (2) Perlindungan hukum yang bersifat represif ditujukan untuk menyelesaikan perselisihan atau permasalahan hukum yang telah timbul. Kedua bentuk perlindungan hukum tersebut didasarkan dan didasarkan pada pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia serta berlandaskan pada asas-asas supremasi hukum. Dengan demikian, perlindungan hukum diberikan kepada seluruh warga negara, sesuai dengan asas persamaan di depan hukum. Perlindungan hukum yang represif dilaksanakan dalam bentuk penegakan hukum yang tercipta dan disepakati bersama. Perlindungan hukum selalu dikaitkan dengan konsep Rechtstaat atau konsep negara hukum, karena lahirnya konsep-konsep tersebut tidak lepas dari keinginan untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia, konsep negara hukum muncul pada abad ke-19 dan pertama kali diciptakan oleh Julius Stahl. Penerapan hukum yang tidak diskriminatif dapat menjadi perlindungan bagi masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas dan kepentingannya, sepanjang aturan yang berlaku ditaati dan dilaksanakan.49.

Kajian Mengenai Perjanjian

Asas ini mempunyai landasan hukum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa “segala perjanjian yang dibuat secara sah adalah sah bagi mereka yang mengadakannya”, yang juga menjelaskan bahwa siapa pun dapat mengadakan kontrak dengan isi apa pun. . Dalam Pasal 1338 KUHPerdata dengan kata “setiap orang” tertulis bahwa setiap orang mempunyai kesempatan untuk menyatakan kehendak yang dianggap baik untuk mengadakan suatu perjanjian. Asas pactasuntservanda menyatakan bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati isi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana mestinya menurut hukum.

Mereka tidak boleh mengganggu isi kontrak yang dibuat oleh para pihak.52 Siapapun yang mengadakan kontrak wajib memenuhi kontrak tersebut, karena kontrak tersebut memuat janji-janji yang harus dipenuhi, dan janji-janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikat menurut hukum. . Hal ini terlihat pada pasal 1338 ayat Suatu perjanjian diakui dan mempunyai akibat hukum (perjanjian yang dibuat secara sah) 53 Menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, syarat-syarat sahnya suatu perjanjian adalah: (1) Perjanjian antara mereka yang mengikatkan diri.

Akibat hukum dari ketidakmungkinan diadakannya suatu perjanjian adalah hakim dapat meminta pembatalan perjanjian yang telah dibuat itu. Ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata jelas menyatakan bahwa undang-undang tidak memperhitungkan alasan-alasan orang mengadakan suatu perjanjian, karena yang diperhatikan atau dikuasai oleh undang-undang adalah “isi perjanjian”, yang menguraikannya. tujuan yang ingin dicapai. menjangkau para pihak dan isinya tidak dilarang oleh undang-undang serta tidak bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. 57 Syarat pertama dan kedua Pasal 1320 KUH Perdata disebut syarat subjektif karena berkaitan erat dengan orang yang menjadi subjeknya. persetujuan.

Kajian Mengenai Tindak Pidana Pemalsuan Surat

Tindak Pidana

Dari berbagai istilah untuk menyebut “fakta yang dapat dihukum”, istilah tindak pidana yang lebih tepat, dimana tindak pidana berasal dari kata “delik” (Jerman dan Belanda), delit (Perancis) yang berarti suatu perbuatan yang dapat dihukum karena melakukan suatu pelanggaran. dari hukum kejahatan pidana. 61M.Sudradjat Bassar, Tindak Pidana Tertentu dalam KUHP, Terhadap Karya, Bandung, 1986, hal. Kejahatan merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Dari sudut pandang hukum formal, kejahatan adalah suatu bentuk perbuatan yang melanggar hukum pidana.

Yang tidak membeda-bedakan disebut pandangan monistik, dimana seseorang yang melakukan kejahatan sudah dapat dihukum. Hakikat tindak pidana harta benda yang dilarang adalah menimbulkan akibat yang dilarang, maka barangsiapa menimbulkan akibat yang dilarang, ia bertanggung jawab dan dihukum. Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur dalam KUHP adalah: Pasal 338 KUHP (pembunuhan), yaitu kesengajaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa.

Tindak Pidana Murni, yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formal atau tindak pidana yang unsur-unsurnya pada pokoknya berupa perbuatan pasif, misalnya melakukan perbuatan yang bersifat pasif. diatur dalam pasal 224, 304 dan 552 KUHP. Agar pelaku dapat dihukum, tindak pidana yang dilakukannya harus memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam undang-undang.

Tindak Pidana Pemalsuan Surat

Tidak menjadi soal siapa yang mungkin dirugikan akibat penggunaan surat palsu atau palsu, kemungkinan kerugian berlaku bagi setiap orang yang mungkin menderita kerugian dan kemungkinan kerugian serta jenis kerugiannya harus dibuktikan. Membuat surat palsu dapat mencakup hal-hal berikut75: (1) membuat surat yang isinya seluruh atau sebagian tidak sesuai atau bertentangan dengan kebenaran. 75Adami Chazami, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. dusta); (2) membuat surat seolah-olah berasal dari orang lain selain orang yang menulis surat tersebut. disebut pemalsuan materi.

Semua tulisan dalam surat itu dihasilkan oleh tindakan pembuatan surat palsu. Surat yang demikian disebut surat palsu atau surat palsu. Pada surat asli ini, isinya (termasuk tanda tangan dan nama penulis asli) ditandatangani. Mengenai unsur “surat yang dimaksudkan sebagai bukti adanya sesuatu”, ada 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) mengenai maksud penggunaan sebagai alat bukti; (2) tentang sesuatu.

Kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan, sebab surat mengandung sesuatu atau peristiwa tertentu, yang mana peristiwa itu mempunyai dampak terhadap yang bersangkutan. Beberapa surat yang menjadi sasaran tindak pidana adalah surat yang memberikan keyakinan lebih besar terhadap keaslian isinya. Kata-kata pada ayat (2) Pasal 264 KUHP sama dengan kata-kata pada ayat (2) Pasal 263 KUHP, perbedaannya hanya pada jenis surat yang digunakan.

Pejabat umum yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang menerbitkan surat dimaksud, misalnya: Notaris, Pejabat Penyiapan Akta Tanah (PPAT), Catatan Sipil, dan lain-lain.

Analisis Ratio Decidendi Putusan Mahkamah Agung Nomor1003 K/PID/2015Tentang Penerapan Sanksi Terhadap Notaris

Oleh karena UUJN tidak mengatur sanksi pidana bagi Notaris yang melanggar UUJN, maka apabila terjadi pelanggaran hukum pidana maka ditetapkan tindak pidana umum yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) bagi Notaris. Tata cara penerapan sanksi pidana berupa putusan pengadilan yang bersifat final, putusan yang menghukum Notaris karena melakukan tindak pidana tertentu, sebagaimana dimaksud dalam putusan di atas, menunjukkan pertanggungjawaban pidana bagi Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum, dapat berupa dipidana dengan sanksi pidana berupa pidana penjara, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dilihat dari tugas dan kedudukan Notaris, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan.

Undang-Undang Jabatan Notaris memberikan wewenang kepada Notaris untuk melakukan perubahan sebelum akta ditandatangani oleh para pihak sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 yang berbunyi sebagai berikut: (1) Isi akta dilarang untuk diubah. Putusan ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris yang merupakan lex specialis berkaitan dengan tugas, kedudukan dan wewenang Tergugat sebagai Notaris. Perbedaan pertimbangan hukum yang digunakan Hakim dan putusan antara Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan putusan Mahkamah Agung menunjukkan bahwa masih terdapat perbedaan penafsiran antara Undang-Undang Jabatan Notaris dengan KUHP.

Lebih lanjut, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris (UUJN) dan Kode Etik Notaris tidak menyebutkan secara spesifik dan jelas mengenai sanksi yang dijatuhkan kepada Notaris yang dijatuhi hukuman pidana berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. memaksa. Penjatuhan sanksi terhadap Notaris dapat dilakukan sepanjang pembatasan-pembatasan tersebut di atas dilanggar, yang berarti selain memenuhi rumusan pelanggaran yang tercantum dalam UUJN dan Kode Etik Notaris juga harus memenuhi rumusan tersebut. dalam KUHP (KUHP).

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan dari penilitian apakah dalam pengajuan kasasi tersebut telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 253 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Tindak pidana yang sering terjadi adalah berkaitan dengan Pasal 263 KUHP (membuat surat palsu atau memalsukan surat), Pasal 264 KUHP (memalsukan akta-akta otentik), dan

Secara lex specialis kejahatan ini juga diatur dalam Pasal 1 Ayat (1), Pasal 10 , dan Pasal 36 Undang-Undang No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi 3 , Akan

Supaya dapat dihukum menurut Pasal 263 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), maka pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang

Atau jika Majelis Hakim Konstitusi berpendapat dan menganggap Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Menurut Sastra Djatmika dan Marsono bahwa didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam pasal-pasal mengenai ”kejahatan jabatan” (Pasal 413 s/d Pasal

Pasal ini berisi sanksi yang terlalu ringan dan tidak sepadan dengan dampak yang diderita korban akibat kejahatan perdagangan orang, Pasal 324 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pelaksanaan putusan perkara pidana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 270 yang menyatakan bahwa, “Pelaksananaan