• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

N/A
N/A
DITJEN PPI KLHK

Academic year: 2024

Membagikan "PEDOMAN PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

                                                                                                                           

 

REPUBLIK  INDONESIA  

 

 

PEDOMAN  

PENYELENGGARAAN  INVENTARISASI     GAS  RUMAH  KACA  NASIONAL  

 

BUKU  II    

 VOLUME  4    

METODOLOGI  PENGHITUNGAN   TINGKAT  EMISI  GAS  RUMAH  KACA  

 

PENGELOLAAN  LIMBAH      

 

 

 

 

       

 

     

             

KEMENTERIAN  LINGKUNGAN  HIDUP  

 

(2)
(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………... i

SAMBUTAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP ………... iii

DAFTAR ISI………... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Kategori Sumber dan Jenis Emisi Gas Rumah Kaca……… 1

1.2 Metodologi………... 5

1.3 Kelengkapan Inventarisasi dan Penyusunan Data Runtut Waktu (Time Series) yang Konsisten……….. 7

1.4 Analisis Ketidakpastian Data Aktivitas dan Faktor Emisi……….. 10

1.5 Penjaminan dan Pengendalian Mutu atau Quality Assurance/Quality Control (QA/QC), Pelaporan, dan Pengarsipan……... 13 1.6 Referensi Sumber Data dan Pengelolaan Data……….. 18

II. PENGUMPULAN DATA AKTIVITAS DAN FAKTOR EMISI... 19

2.1 Pengumpulan Data Aktivitas Limbah... 19

2.2 Pengumpulan Data Karakteristik Limbah... 26

2.3 Pengumpulan Data Parameter Emisi Gas Rumah Kaca dari Sistem Pengelolaan Limbah... 34 2.4 Karbon Tersimpan Pada Sampah Padat Kota... 38

III. METODOLOGI PERHITUNGAN TINGKAT EMISI GAS RUMAH KACA DARI TUMPUKAN SAMPAH DI TPA... 41 3.1 Penentuan Metoda Penghitungan Emisi Gas Rumah Kaca... 42

3.2 Langkah-langkah Penghitungan Emisi CH4 dari TPA dengan Metoda Perhitungan Dasar Orde Satu (First Order Decay)... 43 3.3 Langkah-langkah Penghitungan Pembentukan CH4 dari TPA dengan Metoda Perhitungan Dasar Orde Satu (First Order Decay)………. 44 3.4 Tata Cara Penggunaan Spreadsheet atau Software IPCC 2006 Guidelines (GL)... 50 3.5 Metoda Pengukuran dalam Perkiraan Emisi Gas CH4 dari Sampah

Padat Kota……….

55 3.6 Sumber Data Aktivitas dan Faktor Emisi Inventarisasi Emisi Gas

Rumah Kaca dari Kegiatan Pengelolaan Sampah Kota di TPA...

55

(4)

Halaman IV. METODOLOGI PENGHITUNGAN EMISI GAS RUMAH KACA

PENGOLAHAN LIMBAH PADAT SECARA BIOLOGI ... 59

4.1 Emisi Gas Rumah Kaca Pengolahan Limbah Padat Secara Biologi... 59

4.2 Langkah-langkah Penghitungan Emisi Gas Rumah Kaca Pengolahan Limbah Padat Biologi………... 59

4.3 Tata Cara Penggunaan Template Penghitungan Gas Rumah Kaca Pengolahan Biologi Sampah………... 61

V. METODOLOGI PENGHITUNGAN TINGKAT EMISI GAS RUMAH KACA DARI INSINERASI LIMBAH DAN PEMBAKARAN TERBUKA (OPEN BURNING)... 64

5.1 Penentuan Metoda dan Tingkat Ketelitian Perhitungan (Tier)... 64

5.2 Penghitungan Tingkat Emisi Gas Rumah Kaca Insinerasi dan Pembakaran Terbuka (Open Burning)... 65

5.3 Tata Cara Penggunaan Template Insinerasi dan Pembakaran Sampah.. 67

VI. METODOLOGI PENGHITUNGAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI KEGIATAN PENGOLAHAN / PEMBUANGAN LIMBAH CAIR... 74

6.1 Limbah Cair Domestik... 74

6.2 Penghitungan Tingkat Emisi Gas Rumah Kaca dari Pengolahan Limbah Cair Industri... 77

6.3 Pengelolaan Data Penghitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Limbah Cair ... 80

6.4 Tata Cara Penggunaan Template Limbah Cair Domestik...………. 82

6.5 Pengelolaan Data ... 89

DAFTAR PUSTAKA... 90

LAMPIRAN-LAMPIRAN………... 91

1. Perbaikan Tingkat Ketelitian Data Berat Sampah di TPA ……… 91

2. Penentuan Karakteristik Sampah ……….. 101

3. Deskripsi Kategori Emisi Gas Rumah Kaca Kegiatan Pengelolaan Limbah … 121 4. Tabel Pelaporan (Common Reporting Format) Hasil Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kegiatan Pengelolaan Limbah ... 125

5. Lembar Kerja (Worksheet) Penghitungan Emisi GRK Kegiatan Pengelolaan Limbah... 131

(5)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel1.1 Pengolahan dan Pembuangan Limbah Cair, dan Potensi Emisi

Gas RumahKaca………

4 Tabel 1.2 Besarnya Rentang Angka Ketidakpastian terhadap Parameter

terkait Faktor Emisi………

12 Tabel 2.1 Default Data Regional Laju Pembentukan Sampah dan

Pengelolaan Sampah...

20 Tabel 2.2 Hasil Survey Laju Pembentukan Sampah Padat Domestik

Perkotaan atau municipal solid waste MSW Rata-rata di berbagai Kota di Indonesia………….……….………

20

Tabel2.3 Contoh Perhitungan dan Survey Bulk Density Sampah di TPA…… 23 Tabel 2.4 Contoh Perhitungan Komposisi (%-BeratBasah) Sampah…………. 29 Tabel 2.5 Komposisi Sampah yang Masuk Masing-masing TPA... 29 Tabel 2.6 Contoh Perhitungan Fraksi Degradable Organic Carbon (DOC)

Sampah Bulk yang Terimbun di TPA/SWDS………...

31 Tabel 2.7 Kandungan Berat kering (Dry Matter Content) Sampah di Pilot

Project...

32 Tabel 2.8 Data Angka Default Degradable Organic Carbon (DOC) danDry

Matter ContentSampah Kota………..

32 Tabel 2.9 Data Degradable Organic Carbon (DOC) dan Dry Matter

ContentLimbahPadatIndustri...

33 Tabel 2.10 Data Degradable Organic Carbon (DOC) dan Dry Matter Content

Limbah B3 dan Limbah Klinis...

33 Tabel 2.11 Default IPCC 2006 Faktor Koreksi Metan/Methan Correction

factor (MCF) untuk Berbagai Tipe SDWD (Land Fill)……….

34 Tabel 2.12 Data Default (IPCC 2006 GL) Fraksi Penggunaan Tipe

Pengolahan Limbah Cair Perkotaan untuk Berbagai Kategori Masyarakat...

35

Tabel 2.13 Nilai Default Faktor Koreksi Metan/Methan Correction factor (MCF) untuk Limbah Cair...

36 Tabel 2.14 Faktor Oksidasi (OX) Gas CH4Pada Penutup Timbunan Sampah

di TPA………..

37 Tabel 2.15 Rekomendasi Angka Default (IPCC 2006 Guidelin) Laju

Pembentukan Gas Metan (k) Berdasarkan Tier ………...

39 Tabel 2.16 Rekomendasi Angka Default (IPCC 2006 Guideline (untuk

Waktu Paruh (T1/2) Berdasarkan Tier 1………

40 Tabel 3.1 Metoda FOD Penghitungan DDOCm Tertimbun, Terakumulasi,

Terdekomposisi……….

46 Tabel 3.2 Berat Sampah Dibuang ke TPA/SWDS di beberapa Kota di 55

(6)

yang Terangkut (M3) perhari di beberapa Kota di Indonesia 2004-2005………

56 Tabel 3.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Cara Pembuangan Sampah

dan Provinsi Hasil Survey………...

57

Tabel 3.5 Hasil Survey………. 58

Tabel 3.6 Hasil Perkiraan Dry Matter Content (% beratkering)………... 58

Tabel 4.1 Faktor emisi (EF) default OPCC 2006 GL (Tier 1)... 61

Tabel 4.2 Contoh Template Penghitungan EmisiCH4 dari Pengolahan Biologi Limbah Padat ... 62

Tabel 4.3 Contoh data yang dipergunakan dalam penghitungan di Tabel4.2……….. 62

Tabel 4.4 Contoh Template Penghitungan Emisi N2O Pengolahan Biologi Limbah Padat...,……… 63

Tabel 5.1 Contoh template perhitungan CO2 dari Proses Insinerasi/PembakaranLimbah... 68

Tabel 5.2 Jumlah total limbah yang dibakar secara terbuka... 69

Tabel 5.3 CO2 emissions from Open Burning of Waste………... 70

Tabel 5.4 CO2 emissions from incineration of fossil liquid waste………... 71

Tabel 5.5 CH4 emissions from Incineration of Waste………... 71

Tabel 5.6 CH4 emissions from Open Burning of Waste………... 72

Tabel 5.7 N2O emissions from Incineration of Waste………... 72

Tabel 5.8 N2O emissions from Open Burning of Waste………... 73

Tabel 6.1 Nilai Default MCF untuk Limbah Cair... 78

Tabel 6.2 Defaul IPCC 2006 untuk waste generation dan COD industri... 79

Tabel 6.3 Standar Tingkat Ketidakpastian Untuk Limbah Cair Industri... 81

Tabel 6.4 Standar Tingkat Ketidakpastian Estimasi Emisi N2O... 81

Tabel 6.5 Organically Degradable Material in Domestic Wastewater………… 82

Tabel 6.6 Faktor emisi CH4 untuk Limbah Cair Domestik ..………. 83

Tabel 6.7 Estimasiemisi CH4 dariLimbahCairDomestik……… 84

Tabel 6.8 Total bahan organic pada limbah cair setiap industri yang dapatterdegradasi……… 85

Tabel 6.9 FaktorEmisi CH4 untuk Limbah Cair Industri……….... 85

Tabel 6.10 Emisi CH4 dari LimbahCairIndustri………... 86

Tabel 6.11 Estimasi Kandungan Nitrogen pada Effluent………... 87

Tabel 6.12 Estimasi Faktor Emisidan Tingkat Emisi Indirect N2O dari Limbah Cair………..………..………... 88

(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Kategori Sumber Utama Emisi GRK dari Kegiatan Pengelolaan

Limbah...

1 Gambar 1.2 Skema Aliran Pengolahan Dan Pembuangan Limbah Cair

Domestik/Industri……….

3 Gambar 1.3 Skema Pelaksanaan Inventarisasi dan Kemungkinan Implementasi

QA dan QC………

15 Gambar 1.4 Sistem Pelaporan Hasil Inventarisasi Emisi GRK Penanganan

Limbah Domestik………

16 Gambar 1.5 Sistem Pelaporan Hasil Inventarisasi Emisi GRK Penanganan

Limbah Industri………...

17 Gambar 2.1 Skema Pengelolaan Sampah Padat Domestic……… 21 Gambar 2.2 Jembatan Timbang yang Berada di Lokasi TPA………... 22 Gambar 2.3 Gambar Kondisi Penanganan Limbah Padat Industri Sawit……… 24 Gambar 2.4 Sumber Utama GRKdari Pengolahan Limbah Cair di Industri Pada

Umumnya………

26 Gambar 2.5 Penentuan Komposisi Sampah Berbasis 1 M3 Sampel yang

Merepresentasikan Komposisi Sampah yang Ditimbun Di TPA yang Berasal dari Berbagai Wilayah………

28

Gambar 3.1 Proses Pembentukan Emisi GRK dari Tumpukan Sampah Kota di TPA...

41 Gambar 3.2 Decision TreePenentuanMetodologi (Tier) Penghitungan Tingkat

Emisi GRK dari Kegiatan Penimbunan Sampah di TPA... 43 Gambar 5.1 Decision Tree Pemilihan Metodologi (Tier) Penghitungan Tingkat

Emisi GRK Dari Kegiatan Insinerasi dan Pembakaran Secara

Terbuka Limbah Padat... 65 Gambar 6.1 Decision Tree Pemilihan Metodologi (Tier) Penghitungan Tingkat

Emisi GRKdari Kegiatan Pengolahan Limbah Cair

Domestik...

75

(8)
(9)

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai: (i) kategori sumber-sumber utama emisi GRK dan jenis emisi GRK dari masing-masing kegiatan pengelolaan limbah, (ii) Metodologi, (iii) Pengumpulan Data (Data Aktivitas Limbah dan Faktor Emisi), (iv) Perkiraan Tingkat Ketidakpastian (Data aktivitas maupun Faktor Emisi), (v) penjaminan dan pengendalian mutu (QA/QC), pelaporan, dan pengarsipan, serta (vi) referensi, sumber data dan pengelolaan data.

1.1 Kategori Sumber dan Jenis Emisi GRK

Pada bab ini disampaikan sumber-sumber utama emisi GRK yang tercakup di dalam inventarisasi emisi GRK dari kegiatan pengelolaan limbah sesuai dengan kategori yang terdapat pada IPCC Guideline 2006. Pada Gambar 1.1 berikut ini disampaikan skema sederhana kategori sumber-sumber utama emisi GRK dari pengelolaan limbah.

4. Pengelolaan Limbah

Limbah Padat Domestik dan Industri

Limbah Cair domestik dan Industri

4E Lain-lain

4A SWDS (Solid waste disposal site) atau landfill/TPA (tempat pembuangan akhir)

4B Pengolahan Biologi

4C Insinerasi atau Opening Burning

4D Pengolahan dan Pembuangan Limbah

4A1 Managed

4A2 Un-Managed 4A3 Un-Categorized

4C1 Insinerasi

4C2 Opening Burning

4D1 Limbah Cair Domestik

4D2 Limbah Cair Industri

Catatan: Penomoran ”4” pada gambar sesuai dengan penomoran pada IPCC 2006 GLs

Gambar 1.1 Kategori Sumber Utama Emisi GRK dari Kegiatan Pengelolaan Limbah 1.1.1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Limbah Padat

Pembuangan limbah padat di tempat pembuangan akhir (TPA) atau landfill limbah padat, yang di dalam IPCC 2006 Guideline disebut sebagai solid waste disposal site (SWDS) mencakup TPA/landfill untuk limbah padat domestik (sampah kota), limbah padat industri, limbah sludge/lumpur industri, dan lain-lain.

TPA dibedakan menjadi: (1) Managed SWDS (TPA yang dikelola/control

(10)

dumping); dan (3) Uncategorized SWDS (TPA yang tidak dapat dikategorikan sebagai managed maupun un-managed SWDS karena termasuk pada kualifikasi diantara keduanya).

Limbah padat yang umumnya dibuang di SWDS adalah sebagai berikut:

a. Sampah padat domestik (sampah kota) atau municipal solid waste (MSW);

b. Limbah padat industri (bahan berbahaya dan beracun/B3) maupun non-B3), yaitu misalnya bottom ash pembangkit listrik, limbah lumpur/sludge instalasi pengolahan limbah (IPAL), limbah padat industri agro (cangkang sawit/Empty Fruit Bunch/EFB), dan lain-lain yang umumnya dibuang pada control landfill (managed SWDS);

c. Limbah padat lainnya (other waste), yaitu clinical waste (limbah padat rumah sakit, laboratorium uji kesehatan, dan lain-lain), hazardous waste, dan construction and demolition (limbah konstruksi dan bongkaran bangunan), dan lain-lain;

d. Agricultural waste (tidak dikelompokkan dalam sampah ini, dibahas dalam AFOLU).

1.1.2 Pengolahan Limbah Padat secara Biologi

Pengolahan limbah padat secara biologi mencakup pengomposan dan proses biologi lainnya. Limbah padat yang umumnya diolah dengan cara pengomposan adalah:

(1) Komponen organik sampah padat perkotaan atau Municipal Solid Waste (MSW);

dan

(2) Limbah padat industri agro (cangkang sawit/EFB).

1.1.3 Insinerasi Limbah Padat dan Pembakaran Terbuka

Pengolahan limbah padat secara termal dapat dilakukan melalui proses insinerasi dan open burning (pembakaran terbuka). Proses insinerasi adalah pembakaran limbah dalam sebuah insinerator yang terkendali dalam hal temperatur, proses pembakaran maupun emisi. Berbeda halnya dengan open burning yang dilakukan secara terbuka yang menghasilkan emisi relatif tinggi dibandingkan insinerasi. Pada kedua proses ini umumnya limbah padat terproses dengan sisa sedikit residu.

1.1.4 Pengolahan dan Pembuangan Limbah Cair

Limbah cair yang dimaksud pada pedoman ini mencakup limbah domestik dan limbah industri yang diolah setempat (uncollected) atau dialirkan menuju pusat

(11)

pengolahan limbah cair (collected) atau dibuang tanpa pengolahan melalui saluran pembuangan dan menuju ke sungai sebagaimana disampaikan secara skematik pada Gambar 1.2 dan Tabel 1.1. Nampak bahwa collected untreated waste water juga merupakan sumber emisi GRK, yaitu pada sungai, danau, dan laut. Pada collected treated waste water, sumber emisi GRK berasal dari pengolahan anaerobik reaktor dan lagoon.

Pada pengolahan aerobik tidak dihasilkan emisi GRK namun menghasilkan lumpur/sludge yang perlu diolah melalui an-aerobic digestion, land disposal maupun insinerasi. Limbah cair yang tidak dikumpulkan namun diolah setempat, seperti laterin dan septik tank untuk limbah cair domestik dan IPAL limbah cair industri, juga merupakan sumber emisi GRK yang tercakup dalam inventarisasi.

IPAL limbah cair industri yang merupakan sumber potensial emisi GRK mencakup industri pemurnian alkohol, pengolahan beer dan malt, pengolahan kopi, pengolahan produk-produk dari susu, pengolahan ikan, pengolahan daging dan pemotongan hewan, bahan kimia organik, kilang BBM, plastik dan resin, sabun dan deterjen, produksi starch (tapioka), rafinasi gula, minyak nabati/minyak sayur, jus buah- buahan dan sayuran, anggur dan vinegar, dan lain-lain.

Limbah domestik/industri

Terkumpul Tidak Terkumpul

Tidak diolah Terolah

Sungai, Danau, Laut, Estuari

Saluran Buangan Stagnan

Saluran ke Unit Pengolah

Pengolahan setempat Limbah domestik: Latrine (ubang/kakus

tanpa air), septic tank Limbah industri: pengolahan setempat

Tidak Diolah

Pembuangan ke Tanah Sungai, Danau,

Laut, Estuari

Wetland (Danau, Rawa) Pengolah Anaerobik

Pengolah Aerobik

Reaktor Lagoon

Sludge/Lumpur

Anaerobic Digestion

Pembuangan Ke Tanah

Landfill / insinerator

Sumber: Diterjemahkan dari IPCC 2006-GL

Gambar 1.2 Skema Aliran Pengolahan dan Pembuangan Limbah Cair Domestik/Industri

(12)

Tabel 1.1 Pengolahan dan Pembuangan Limbah Cair, dan Potensi Emisi Gas Rumah Kaca

Tipe Pengolahan dan Pembuangan Potensi Emisi CH4 dan N2O

Dikumpulkan Tanpa Perlakuan

Aliran sungai Kekurangan oksigen pada sungai/danau menyebabkan

dekomposii secara anaerobik yang menghasilkan CH4

Saluran tertututp bawah

tanah Tidak menghasiklan CH4 dan N2O Saluran pembuangan

(terbuka)

Kelebihan limbah pada saluran terbuka merupakan sumber CH4

Perlakuan Aerobik

Fasilitas Pengolahan Limbah Cair Terpusat Secara Aerobik

CH4 dalam jumlah tertentu dari lapisan anaerobik Sistem aerobik yang buruk dapat menghasilkan CH4

Pabrik dengan pemisahan nutrisi (nitrifikasi dan denitrifikasi) menghasilkan N2O dalam jumlah sedikit Pengolahan Lumpur

Anaerobik Pada

Pengolahan Limbah Cair Terpusat Secara Aerobik

Kemungkinan lumpur merupakan sumber CH4 dan jika CH4 yang dihasilkan tidak direkoveri dan dibakar (flared)

Kolam dangkal Secara Aerobik

Tidak menghasilkan CH4 dan N2O

Sistem aerobik yang buruk dapat menghasilkan CH4

Anaerobik

Danau di pinggir Laut secara anaerobic

Dapat menghasilkan CH4

Tidak menghasilkan N2O Reaktor (Digestor)

Anaerobik

Kemungkinan lumpur merupakan sumber CH4 dan jika CH4 yang dihasilkan tidak direkoveri dan dibakar (flared)

Tidak Dikumpulkan Septic tanks Sering kali pemisahan padatan mengurangi produksi CH4

Laterine/Lubang Kakus Kering

Produksi CH4 (temperatur & waktu penyimpanan tertentu)

Aliran Sungai Lihat di atas

Emisi gas rumah kaca dari kegiatan penanganan limbah mencakup gas metana (CH4), nitro oksida (N2O), dan karbon dioksida (CO2) apabila terjadi pada kondisi anaerobik.

CH4 terutama berasal dari proses penguraian anaerobik limbah padat, limbah cair perkotaan, dan limbah cair industri pada saat ditimbun di TPA maupun dikomposkan.

Disamping CH4, proses ini juga mengemisikan CO2 dan N2O. CH4 juga diemisikan dari collected untreated wastewater limbah cair kota yang mencakup air limbah yang terkumpul dan tidak diolah (dibuang ke laut, sungai, danau, stagnant sewer/saluran air kotor yang mampat), treated wastewater limbah cair kota (anaerobik, digester, Berdasarkan IPCC 2006 Guidelines, CO2 yang diemisikan dari pengolahan limbah

secara biologi dikategorikan sebagai biogenic origin yang tidak termasuk dalam lingkup inventarisasi GRK dari kegiatan pengolahan limbah.

(13)

septictank, laterine), dan fasilitas pengolahan air limbah industri. N20 berasal dari proses pengomposan dan pembakaran sampah padat kota dan proses biologi limbah cair kota.

CO2 terutama dari pembakaran limbah padat. Pada pembakaran limbah padat, umumnya digunakan tambahan bahan bakar fosil sebagai sumber energi.

Pembakaran bahan bakar fosil selain menghasilkan GRK berupa CO2 dan N2O juga menghasilkan gas-gas precursors (GRK non-CO2) seperti CO, CH4, non-methane volatile organic compounds (NMVOC). Senyawa-senyawa ini akan teroksidasi menjadi CO2 dan gas-gas N2O, NOx, NH3, dan SO2.

Komponen GRK non-CO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (gas-gas precursor) relatif kecil dibandingkan emisi CO2 sehingga gas-gas precursor tidak diperhitungkan dalam inventarisasi apabila penghitungan tingkat emisi GRK menggunakan metoda Tier-1. Merujuk IPCCC guideline, Tier-1 tidak mencakup gas- gas precursor dalam penghitungan emisi GRK. Pada metoda yang tingkat ketelitiannya lebih tinggi, seperti Tier-2 dan Tier-3, gas-gas precursor ikut dalam perhitungan emisi GRK. Penjelasan lebih lanjut mengenai Tier-1, Tier-2, dan Tier-3 merujuk IPCC Guidelines disampaikan pada Sub-bab 1.2 berikut.

1.2 Metodologi

Pendekatan Umum Perhitungan Tingkat Emisi GRK

Perhitungan tingkat emisi GRK untuk kebutuhan inventarisasi emisi GRK pada dasarnya berbasis pada penedekatan umum sebagai berikut:

Tingkat Emisi = Data Aktivitas (AD) x Faktor Emisi (EF) …….. 1.1

Data aktivitas (AD) adalah besaran kuantitatif kegiatan manusia (anthropogenic) yang melepaskan emisi GRK. Pada pengelolaan limbah, besaran kuantitatif adalah besaran terkait dengan waste generation (laju pembentukan limbah), masa limbah yang ditangani pada setiap jenis pengolahan limbah. Faktor emisi (EF) adalah faktor yang menunjukkan intensitas emisi per unit aktivitas yang bergantung kepada berbagai parameter terkait karakteristik limbah dan sistem pengolahan limbah.

Panduan pengumpulan data (data aktivitas dan berbagai parameter terkait faktor emisi) masing-masing kategori pengelolaan limbah dijelaskan pada Bab 2 dan Bab- Bab lainnya.

(14)

1.2.1 Pemilihan Tingkat Ketelitian Perhitungan (Tier)

Berdasarkan IPCC 2006-GL, ketelitian penghitungan tingkat emisi GRK dalam kegiatan inventarisasi dikelompokkan dalam 3 tingkat ketelitian. Tingkat ketelitian perhitungan ini dikenal sebagai ‘Tier’. Tingkat ketelitian perhitungan terkait dengan data dan metoda perhitungan yang digunakan sebagaimana dijelaskan berikut ini:

a. Tier 1

Estimasi berdasarkan data aktivitas dan faktor emisi default IPCC. Pada Tier 1, estimasi tingkat emisi GRK menggunakan sebagian besar data aktivitas dan parameter default IPCC 2006.

b. Tier 2

Estimasi berdasarkan data aktivitas yang lebih akurat dan faktor emisi default IPCC atau faktor emisi spesifik suatu negara atau suatu pabrik (country specific/plant specific). Pada Tier 2, estimasi tingkat emisi GRK menggunakan beberapa parameter default, tetapi membutuhkan data aktivitas dan parameter terkait (faktor emisi, karakteristik limbah, dan lain-lain) dengan kualitas yang lebih baik.

Sebagai contoh, pada penghitungan tingkat emisi GRK di SWDS yang menggunakan pendekatan Tier 2, dibutuhkan data aktivitas spesifik-negara (data historis dan data saat ini). Data historis mencakup jumlah limbah yang ditimbun di SWDS untuk 10 tahun atau lebih. Data-data tersebut diperoleh dari statistik data aktivitas spesifik- negara, hasil survey, atau sumber lain yang sejenis.

c. Tier 3

Estimasi berdasarkan metoda spesifik suatu negara dengan data aktivitas yang lebih akurat (pengukuran langsung) dan faktor emisi spesifik suatu negara atau suatu pabrik (country specific/plant specific). Pada Tier 3, estimasi tingkat emisi GRK didasarkan pada data aktivitas spesifik suatu negara (lihat Tier 2) dan menggunakan salah satu metoda dengan parameter kunci yang dikembangkan secara nasional atau pengukuran yang diturunkan dari parameter-parameter spesifik-suatu negara.

Inventarisasi tingkat emisi GRK kegiatan pengelolaan dapat menggunakan metoda spesifik-negara yang setara atau yang berkualitas lebih tinggi. Dalam hal pengelolaan sampah padat domestik di SWDS, bisa digunakan metoda First Order Decay (FOD) Tier 3. Pada metoda ini, parameter-parameter kunci termasuk half life (waktu paruh) dan penghasil metana potensial (Lo) atau kandungan Degradable Organic Carbon (DOC) dalam limbah dan fraksi DOC yang melalui proses dekomposisasi (DOCf).

(15)

Penentuan Tier dalam inventarisasi GRK sangat ditentukan oleh ketersediaan data dan tingkat kemajuan suatu negara atau pabrik dalam hal penelitian untuk menyusun metodologi atau menentukan faktor emisi yang spesifik dan berlaku bagi negara/pabrik tersebut. Di Indonesia dan negara-negara non-Annex 1, sumber emisi sektor/kegiatan kunci pada inventarisasi GRK menggunakan Tier-1, yaitu berdasarkan data aktivitas dan faktor emisi default IPCC. Penjelasan lebih lanjut mengenai aplikasi dan pemilihan Tier melalui Decision Tree (Pohon Keputusan) disampaikan pada Bab 3 sampai dengan 6.

1.2.2 Penghitungan Tingkat Emisi Gas Rumah Kaca

Metoda penghitungan emisi tingkat emisi GRK dari kegiatan pengolahan limbah sangat bergantung kepada jenis limbah yang ditangani dan jenis sistem pengolahan limbah. Pada pedoman ini metodologi penghitungan tingkat emisi GRK dari kegiatan pengolahan limbah disampaikan pada:

- Bab III Emisi GRK dari penanganan limbah padat (domestik, industri, dan limbah lainnya) di TPA (tempat pembuangan akhir) atau lazim disebut sebagai landfill (solid waste disposal site/SWDS);

- Bab IV Emisi GRK dari pengolahan limbah padat (domestik, industri, dan limbah lainnya) secara biologi (composting atau biodigester);

- Bab V Emisi GRK dari kegiatan penanganan limbah padat (domestik, industri, dan limbah lainnya) secara insinerasi maupun open burning;

- Bab VI Emisi GRK dari pengolahan dan pembuangan limbah cair.

1.3 Kelengkapan Inventarisasi dan Penyusunan Data Time Series Yang Konsisten

1.3.1 Kelengkapan Inventarisasi

Inventarisasi emisi GRK dari kegiatan pengelolaan limbah pada panduan ini tidak hanya mencakup kegiatan penanganan limbah di tempat pembuangan akhir (TPA) atau dalam IPCC 2006 Guideline disebut sebagai solid waste disposal site (SWDS).

Namun juga mencakup limbah lainnya (other waste) sebagaimana yang disarankan dalam IPCC 2006 Guideline.

Inventarisasi emisi GRK dari penanganan limbah diharapkan dan didorong untuk mencakup limbah-limbah sebagaimana diuraikan berikut ini.

(16)

a. Limbah Padat

Limbah padat yang umumnya juga dibuang di TPA atau SWDS adalah sebagai berikut:

(i) Sampah padat domestik (sampah kota) atau municipal solid waste (MSW) (ii) Limbah padat industri, meliputi bahan berbahaya dan beracun (B3) maupun

non-B3. Misalnya, bottom ash pembangkit listrik, limbah lumpur/sludge instalasi pengolahan limbah (IPAL), limbah padat industri agro (cangkang sawit/EFB), dan lain-lain yang umumnya dibuang pada control landfill (managed SWDS);

(iii) Limbah padat lainnya (other waste), yaitu clinical waste (limbah padat rumah sakit, laboratorium uji kesehatan, dan lain-lain), hazardous waste, dan construction and demolition (limbah konstruksi dan bongkaran bangunan), dan lain-lain;

(iv) Agricultural waste (tidak dikelompokkan dalam sampah ini, dibahas dalam AFOLU)

b. Limbah Cair Domestic dan Limbah Cair Industri

Limbah cair domestic dan limbah cair industri yang diolah setempat (uncollected) atau dialirkan menuju pusat pengolahan limbah cair (collected) atau dibuang tanpa pengolahan melalui saluran pembuangan dan menuju ke sungai.

Sedangkan pengelolaan limbah yang merupakan sumber-sumber utama emisi GRK yang tercakup dalam IPCC 2006 Guidelines adalah sebagai berikut:

a. Pengelolaan kotoran ternak (manure) yang dimasukkan dalam kategori AFOLU b. Pengelolaan limbah di TPA/SWDS:

- Managed SWDS (TPA yang dikelola/control landfill/sanitary landfill), - Unmanaged SWDS (TPA yang tidak dikelola atau open dumping), dan

- Uncategorized SWDS (TPA yang tidak dapat dikategorikan sebagai managed maupun un-managed SWDS karena termasuk pada kualifikasi diantara keduanya).

c. Pengelolaan limbah padat yang dibahas pada bagian lain pada IPCC 2006 GL:

- Insinerasi dan open burning (di lokasi atau di luar TPA, yaitu halaman rumah, TPS, dan lain-lain)

- Biological treatment limbah padat termasuk pengomposan terpusat atau perumahan

(17)

- Operasi penutupan TPA/SWDS dimana penghitungan emisi GRK dari sistem seperti ini menggunakan metoda FOD dan membutuhkan data historis yang cukup lama/lengkap.

d. Pengelolaan limbah cair kota/domestik maupun limbah cair industri.

1.3.2 Penyusunan Data Time Series Yang Konsisten, Tahun Dasar, dan Baseline

Inventarisasi pada dasarnya disajikan dalam beberapa tahun sebagai data time series.

Data time series yang dibutuhkan dalam menyusun inventarisasi emisi GRK dari pengelolaan limbah, khususnya limbah padat yang ditimbun di TPA, dengan menggunakan metoda FOD (sebagaimana diatur dalam IPCC 2006 GL) membutuhkan data historis yang cukup panjang. Namun, penting untuk menjaga bahwa data-data tersebut tersedia secara konsisten setiap tahun. Apabila, data-data tersebut ada yang tidak tersedia secara konsisten setiap tahunnya sebagai time series, maka pendekatan/metoda rata-rata, ekstrapolasi, dan interpolasi dapat diaplikasikan untuk memperkirakan data-data yang tidak lengkap.

Untuk Tier yang lebih tinggi, model penghitungan emisi GRK dari timbunan limbah padat di TPA dengan menggunakan pendekatan FOD akan membutuhkan waktu historis yang panjang (tahun 1950an). Namun, untuk Tier 1, dapat digunakan angka- angka default sehingga penyediaan data historis yang cukup panjang dapat dihindari.

Mengingat penyediaan data-data tersebut di Indonesia cukup sulit, maka pendekatan Tier -1 dapat dipilih untuk menghitung tingkat emisi GRK dari timbunan sampah di TPA. Untuk memperkirakan jumlah limbah perkotaan dan limbah industri di masa lampau dengan cara ekstrpolasi maupun interpolasi dapat menggunakan jumlah populasi masyarakat kota, GDP, atau faktor-faktor pendorong pertumbuhan (growth driver) lainnya.

Adanya peningkatan kualitas data statistik mengenai limbah belakangan ini, mengakibatkan beberapa data spesifik suatu negara (country-specific) hanya tersedia untuk data-data terbaru dan tidak tersedia untuk data-data historis yang cukup lama.

Namun, pada IPCC 2006 Gl ditunjukkan bahwa merupakan suatu kebiasaan yang baik apabila dimungkinkan untuk cenderung menggunakan data spesifik suatu negara (country-specific). Jika inventarisasi GRK menggunakan campuran antara angka default IPCC 2006 GL dengan data spesifik suatu negara (country-specific) di dalam suatu time series, maka sangatlah penting untuk memeriksa konsistensi data tersebut.

(18)

1.3.3 Tahun Dasar (Base Year) dan Baseline

Inventarisasi disajikan dalam beberapa tahun sebagai time series. Mengingat pentingnya tracking kecenderungan emisi tahunan dalam rentang waktu tertentu diperlukan data time series konsisten. Time series untuk tahun dasar (base year) ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup, yaitu setidaknya 5 (lima) tahun.

Baseline adalah proyeksi tingkat emisi GRK tahunan apabila diasumsikan tidak ada perubahan kondisi dan kebijakan yang mempengaruhi kegiatan penanganan limbah.

Baseline tingkat emisi GRK tahunan dimanfaatkan untuk penyusunan upaya-upaya mitigasi perubahan iklim. Penjelasan lebih lanjut mengenai penetapan baseline dapat dilihat pada Buku I.

1.4 Analisis Ketidakpastian Data Aktivitas dan Faktor Emisi

Ada 2 (dua) area ketidakpastian dalam memperkirakan emisi GRK dari pengelolaan limbah, yaitu:

(i) Ketidakpastian karena metoda yang digunakan; dan

(ii) Ketidakpastian karena data (data aktivitas maupun parameter terkait faktor emisi).

1.4.1 Ketidakpastian dikarenakan Metoda yang Digunakan

Model FOD yang digunakan dalam penghitungan emisi GRK dari penanganan limbah di TPA tediri dari atas faktor-faktor pre-eksponensial yang menggambarkan jumlah (massa) pembentukan CH4 sepanjang umur TPA dan faktor-faktor eksponensial yang menggambarkan perubahan pembentukan CH4 dalam kurun waktu tertentu (per tahun).

Ketidakpastian penggunaan model FOD tersebut dapat dibagi menjadi:

(i) Ketidakpastian dalam jumlah total CH4 yang terbentuk sepanjang umur TPA;

dan

(ii) Ketidakpastian di dalam distribusi jumlah total CH4 yang terbentuk dalam waktu tertentu (per tahun).

Penggunaan metoda neraca massa untuk memperkirakan emisi CH4 dari penumpukan limbah di TPA yang merujuk panduan Tier-1 IPCC GL sebelumnya (IPCC revised 1996 GL) cenderung menghasilkan perkiraan emisi GRK yang berlebihan. Pada metoda neraca massa diasumsikan bahwa CH4 dapat dilepaskan pada tahun yang sama dengan tahun penimbunan limbah di TPA.

(19)

Penggunaaan metoda FOD untuk keperluan ini akan menghilangkan kesalahan- kesalahan dan mengurangi ketidakpastian dari metoda yang digunakan. Namun, sumber ketidakpastian yang sesungguhnya bukan terletak pada metodologinya sendiri namun lebih cenderung terletak pada data atau besaran masing-masing parameter model yang digunakan.

1.4.2 Ketidakpastian dikarenakan Data Aktivitas

Kualitas hasil penghitungan emisi CH4 berhubungan langsung dengan kualitas dan ketersediaan data pembentukan limbah, komposisi, dan pengelolaan data. Data aktivitas di dalam sektor limbah mencakup limbah padat perkotaan/domestik total, limbah industri total, dan fraksi limbah padat yang dibawa ke TPA. Ketidakpastian di dalam data limbah yang ditimbun di TPA bergantung kepada bagaimana data tersebut didapatkan. Ketidakpastian yang dikarenakan data aktivitas dapat dikurangi dengan jalan menimbang setiap sampah/limbah masuk TPA.

Jika perkiraan didasarkan kepada kapasitas kendaraan pengangkut limbah atau secara visual, ketidakpastian terhadap data tersebut akan lebih tinggi. Namun apabila didasarkan kepada angka default, maka tingkat ketidakpastian makin tinggi. Tingkat ketidakpastian parameter default IPCC 2006 GL (expert judgement) pada Tabel 1.2.

Jika di TPA terdapat pemulung (scavenging) yang mengambil berbagai jenis komponen sampah, sebaiknya dilakukan koreksi terhadap data komposisi limbah yang masuk TPA/SWDS. Kegiatan pemulung ini akan menambah tingkat ketidakpastian terhadap komposisi limbah, dan juga tentunya total DOC di dalam limbah.

Selain hal ini, untuk kegiatan penanganan limbah/sampah masyarakat kota di TPA, data jumlah limbah domestik yang ditimbun di TPA diperkirakan salah satunya dari jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Namun perlu diingat bahwa di daerah perkotaan jumlah penduduk pada malam hari atau hari libur akan berbeda dengan jumlah penduduk pada siang hari (jam bekerja) dan hari kerja.

(20)

Tabel 1.2 Besarnya Rentang Angka Ketidakpastian terhadap Parameter terkait Faktor Emisi Data Aktivitas dan Faktor Emisi Rentang Besaran Angka Ketidakpastian

Untuk Spesifik Negara/Nasional/Wilayah Jumlah total sampah padat kota ± 10% untuk data yang berkualitas tinggi (data

dari semua TPA yang sudah menggunakan timbangan)

30% untuk data aktivitas dikumpulkan secara reguler dari angka pembentukan limbah;

Lebih dari dua kalinya untuk data dengan kualitas buruk.

Fraksi sampah kota yang dibawa ke TPA

± 10% untuk data berkualitas tinggi (data dari semua TPA yang sudah menggunakan timbangan);

±30% untuk data adalah data sampah yang dibawa ke TPA yang dikumpulkan langsung dari TPA;

Lebih dari dua kalinya untuk data dengan kualitas buruk.

Komposisi limbah ± 10% untuk data berkualitas tinggi (dari sampling regular untuk semua TPA yang representatif);

± 30% untuk data berasal dari studi atau sampling regular;

Lebih dari dua kalinya untuk data dengan kualitas buruk.

DOC (karbon orgaink terdegradasi)

± 10% bila menggunakan hasil eksperimen yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama;

±20% apabila menggunakan angka default IPCC.

MCF (faktor koreksi gas metana):

1.0 0.8 0.5 0.4 0.6

Apabila menggunakan angka default IPCC:

- 10%; + 0%

± 20%

± 20%

± 30%

-50%; +60%

F (fraksi gas metana di TPA) = 0.5 ± 5% apabila menggunakan angka default IPCC R (recovery gas metana) Angka ketidakpastian bervariasi bergantung

bagaimana gas CH4 direcovery;

± 10% jika terdapat alat ukur gas metana yang direcovery

± 50% jika tidak ada alat ukur gas metana yang direcovery

OX (angka oksidasi) Angka oksidasi dimasukkan kedalam perhitungan tingkat ketidakpastian jika digunakan angka selain nol t1/2 (waktu paruh) Angka default IPCC tersedia pada Tabel 2.15;

Apabila angka spesifik nasional, harus dipertimbangkan dalam perhitungan tingkat ketidakpastian.

Sumber: Expert Judgement oleh Lead Author IPCC 2006-GL Sektor limbah

(21)

1.4.3 Ketidakpastian Dikarenakan Parameter Terkait Faktor Emisi

Ketidakpastian karena parameter terkait faktor emisi (Tabel 1.2) mencakup: (1) faktor koreksi gas CH4 (MCF); (2) degradable organic carbon (DOC); (3) fraksi dari degradable organic carbon which decomposes (DOCf); (4) fraksi CH4 di dalam gas yang dihasilkan ari TPA (landfill gas), F; (5) recovery gas metana (R); faktor oksidasi (OX);

dan (6) waktu paruh (t1/2).

1.5 Penjaminan dan Pengendalian Kualitas (QA/QC), Pelaporan dan Pengarsipan

1.5.1 Penjaminan dan Pengendalian Kualitas (QA/QC)

Ada baiknya apabila dilakukan dokumentasi dan pengarsipan semua data dan informasi yang digunakan untuk memproduksi inventarisasi emisi GRK nasional, penjaminan dan pengendalian kualitas, serta verifikasi hasil inventarisasi tersebut.

Beberapa contoh dokumentasi dan pelaporan yang relevan terhadap sumber dan kategori berikut ini.

Apabila penghitungan emisi CH4 menggunakan model FOD (IPCC 2006 GL), model harus dilaporkan. Apabila digunakan metoda atau model lainnya, sebaiknya disediakan data yang sama (deskripsi metoda, asumsi utama, dan parameter yang digunakan). Apabila data spesifik negara digunakan untuk beberapa bagian dari data time series, maka data-data tersebut harus didokumentasikan.

Distribusi jumlah limbah yang ditimbun di lokasi TPA yang dikelola maupun tidak dikelola apabila digunakan untuk memperkirakan besarnya MSCF sebaiknya didokumentasikan bersama dengan informasi pendukung lainnya. Jika recovery CH4

dilaporkan, sebaiknya dibatasi hanya untuk unit recovery yang diketahui. Maksudnya agar data-data energi yang direcovery maupun gas flaring yang dimanfaatkan dapat didokumentasikan secara terpisah.

Perubahan parameter dari tahun ke tahun harus dijelaskan dengan rinci dan dilengkapi dengan referensi. Sangatlah tidak praktis untuk memasukan semua dokumen ke dalam laporan inventrisasi GRK nasional. Namun, inventarisasi harus mencakup rangkuman metoda yang digunakan dan referensi sumber data sedemikian sehingga pelaporan perkiraan emisi GRK dapat transparant dan tahapan- tahapan di dalam perhitungannya dapat diidentifikasi kembali.

Adalah kebiasaan yang baik untuk melakukan pengecekan pengendalian kualitas dan review dari tenaga ahli terhadap perkiraan emisi, penjaminan kualitas (quality

(22)

mengumpulkan data hasil inventarisasi harus melakukan pengecekan silang (cross- check) angka-angka spesifik negara (country-specific) pembentukan limbah padat industri, limbah industri, dan komposisi limbah terhadap angka-angka default IPCC untuk menentukan apakah parameter nasional yang digunakan dapat dipertimbangkan dengan alasan yang kuat relatif terhadap angka-angka default IPCC.

Jika data hasil survey dan sampling digunakan untuk menyusun angka-angka nasional untuk aktivitas data limbah padat, prosedur QC harus mancakup:

- Pelaksanaan review metoda pengupulan data survey, dan pengecekan data untuk memastikan bahwa data-data tersebut dikumpulkan dan diagregasi dengan benar.

Pengumpul data harus melakukan pengecekan silang data dengan tahun-tahun sebelumnya untuk memastikan bahwa data-data tersebut cukup layak.

- Pelaksanaan evaluasi sumber-sumber data sekunder dan rujukan kegiatan QA/QC bersamaan dengan penyiapan data sekunder. Hal ini penting terutama untuk data limbah padat dimana data-data tersebut sesungguhnya disiapkan bukan untuk tujuan inventarisasi emisi GRK (misal untuk rancangan landfill, rancangan kegiatan 4R, dan lain-lain).

- Pelaksana pengumpulan hasil inventarisasi harus menyediakan peluang bagi tenaga ahli (expert) untuk melakukan review parameter input. Disamping itu, pelaksana pengumpulan hasil inventarisasi harus melakukan pembandingan laju emisi nasional dengan laju emisi dari negara-negara yang sebanding dalam hal parameter-parameter demografi dan ekonomi. Pelaksana pengumpulan hasil inventarisasi harus melakukan kajian perbedaan-perbedaan signifikan untuk menentukan jika hasil inventarisasi menunjukkan kesalahan/perbedaan nyata di dalam penghitungan.

- Pada Gambar 1.3 disampaikan skema sederhana siklus pelaksanaan inventarisasi dan kemungkinan implementasi proses QA/QC.

(23)

Gambar 1.3 Skema Pelaksanaan Inventarisasi dan Kemungkinan Implementasi Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) dan Pengendalian Kualitas (Quality Control)

1.5.2 Pelaporan dan Pengarsipan

Berdasarkan Peraturan Presiden RI (PerPres) 71/2011 penyelenggaraan inventarisasi GRK diwajibkan bagi seluruh pemerintah daerah (baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota). Hasil pelaksanaan inventarisasi GRK di setiap tingkatan pemerintah daerah pada akhirnya diserahkan ke Kementerian Lingkungan Hidup yang mendapatkan mandat untuk menyelenggarakan inventarisasi GRK tingkat nasional dan juga sekaligus menyiapkan pedoman inventarisasi GRK yang dapat digunakan secara nasional.

Skema sederhana sistem pelaporan hasil inventarisasi emisi GRK kegiatan penanganan limbah domestik dan limbah industri tingkat kabupaten/kota sampai dengan tingkat nasional disampaikan berturut-turut pada Gambar 1.4 dan 1.5. Garis tebal menunjukkan jalur inventarisasi GRK limbah industri tingkat daerah Kabupaten/Kota/Provinsi dan Nasional, serta sistem pelaporan dari daerah ke pusat.

(24)

Gambar 1.4 Sistem Pelaporan Hasil Inventarisasi Emisi GRK Penanganan Limbah Domestik

DA & P TPA

DA & P (*)Air Kotor Pengelola

Sampah Domestik Kompilasi, QC KLH Unit Limbah

& Kementerian PU Kompilasi, QC

BLH Inventarisasi, QC

Pengelola Limbah Cair Domestik Kompilasi, QC DA & P

TPA

DA & P Air Kotor KLH (SIGN Ctr)

Koordinasi, Kompilasi, QC, QA

Kabupaten/KotaPROVINSI

Keterangan:

DA : Data Aktivitas P : Parameter terkait

Faktor Emisi Inv. : Inventarisasi GRK QC : Quality Control

(*) Air Kotor mencakup limbah cair dari rumah tangga, komersial, rumah potong hewan dll.

Gubernur

BLH + Dinas Terkait: Inventarisasi, Kompilasi, QC, Koordinasi

Inv., DA, P Prov.

Inv., DA, P Limbah

Inv., DA, P Limbah Inv., DA, P

Limbah SUMBER DATA (DA&P)

LIMBAH DOMESTIK

NASIONAL

Industri Manuf. & Constr. Industri Manuf. & Constr. SUMBER DATA (DA & P) LIMBAH DOMESTIK

Laporan INV

KLH Regional

KemDagri Laporan

INV

Inv., DA & P Sektor Lainnya SUMBER

DATA (DA&P) Terkait Limbah Domestik

(25)

Gambar 1.5 Sistem Pelaporan Hasil Inventarisasi Emisi GRK Penanganan Limbah Industri

(26)

1.6 Referensi Sumber Data dan Pengelolaan Data

Referensi atau sumber data inventarisasi gas rumah kaca kegiatan pengelolaan limbah adalah sebagai berikut:

 Data yang relevan dengan limbah dari Kementerian Lingkungan Hidup (Adipura, PROPER, Project Document D – Clean Development Mechanism/CDM Project, dan lain-lain);

 Data lainnya dari Kementerian Pekerjaan Umum, BPS, berbagai hasil peneilitian, dan sumber data terkait lainnya.

Penghitungan emisi GRK kegiatan pengelolaan limbah dilaksanakan secara periodik (tahunan). Kementerian Lingkungan Hidup mengkoordinasikan penghitungan dan inventarisasi emisi gas rumah kaca didukung Kementerian PU, Kementerian Perindustrian, Lembaga/Institusi yang relevan, Pemerintah Daerah, serta bantuan tenaga ahli (perguruan tinggi, konsultan, lembaga-lembaga lain).

(27)

II. PENGUMPULAN DATA AKTIVITAS LIMBAH DAN FAKTOR EMISI

Pada bagian ini disampaikan penjelasan mengenai pengumpulan data-data terkait data aktivitas limbah dan faktor emisi, yaitu diantaranya jumlah (dalam satuan massa) limbah yang terbentuk, jumlah limbah yang diolah di masing-masing sistem pengolahan limbah (neraca limbah), karakteristik limbah, dan sistem pengolahan limbah.

Disamping itu, pada pedoman ini juga disampaikan penjelasan tentang metoda pengumpulan data-data yang diperlukan untuk penghitungan tingkat emisi GRK dari masing-masing sistem pengelolaan limbah (SWDS, pengolahan secara biologi, serta insinerasi dan pembakaran terbuka) untuk menjamin konsistensi kategori limbah pada penghitungan tingkat emisi GRK.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, penghitungan tingkat emisi GRK dari pengelolaan limbah untuk setiap tingkatan Tier membutuhkan data aktivitas dan faktor emisi. Yang dimaksud data aktivitas adalah besaran kuantitatif kegiatan manusia (anthropogenic) yang melepaskan emisi GRK. Dalam hal pengelolaan limbah, besaran kuantitatif adalah yang terkait dengan waste generation (laju pembentukan limbah), jumlah (massa limbah yang ditangani setiap jenis pengolahan limbah), komposisi/karakteristik limbah, dan sistem pengolahan limbah. Pedoman pengumpulan data limbah masing-masing kategori pengelolaan limbah dijelaskan pada bagian berikut ini.

2.1 Pengumpulan Data Aktivitas Limbah

2.1.1 Jumlah (Berat) Limbah Padat Domestik (Sampah Kota) dan Penanganannya

Limbah padat yang umum diolah di TPA/SWDS/landfill adalah sampah padat domestik (MSW), limbah padat industri (B-3 dan non-B3), limbah klinis (rumah sakit), dan lain-lain. Sampah padat domestik adalah sampah padat yang berasal dari daerah permukiman, pertamanan, pasar, area komersial, dan lain-lain di derah perkotaan maupun pedesaan. Perlu diketahui bahwa sampah padat domestik dari daerah perkotaan umumnya diolah di TPA/SWDS sedangkan sampah padat domestik dari daerah pedesaan (rural) umumnya diolah setempat dengan jalan open burning dan/atau open dumping.

Penanganan Limbah padat industri (B3, non B3, serta sludge/lumpur) umumnya dilakukan pada control landfill (managed landfill) sedangkan pengolahan limbah

(28)

pengolah sampah diperlukan waste stream (neraca aliran limbah) yang dapat dibangun berdasarkan data pembentukan sampah, hasil survey pengelolaan sampah, dan data statistik pengelolaan sampah. Pembentukan sampah kota di suatu wilayah diperkirakan dari laju pembentukan sampah per kapita dan jumlah penduduk di wilayah tersebut.

Laju pembentukan sampah perkapita ditentukan berdasarkan default regional (Tabel 2.1) yang bersumber IPCC-2006 Guideline. Data ini diperkirakan dari data country-specific berbagai wilayah/region di dunia. Perlu diketahui, data default setiap wilayah/region diwakili oleh sedikit negara. Untuk menjaga kualitas inventarisasi GRK, sangat disarankan menggunakan country-specific atau waste stream masing- masing negara/daerah.

Tabel 2.1 Default Data Regional Laju Pembentukan Sampah dan Pengeloaan Sampah

No. Karakteristik Asia Bagian

Timur

Asia Tenggara

Indonesia (2000) 1. Laju pembentukan sampah (ton/kapita/th) 0.37 0.27 0.28 2. Fraksi sampah yang dibuang ke TPA/SWDS 0.55 0.59 0.80

3. Fraksi sampah yang dibakar 0.26 0.09 0.05

4. Fraksi sampah yang dikomposkan 0.01 0.05 0.10

5. Fraksi sampah yang tidak spesifik pengolahannya

0.18 0.27 0.05

Sumber: IPCC Guideline 2006, vol. 5, ch. 2, Table Country-specific Data

Indonesia telah memiliki data-data hasil penelitian (Tabel 2.2) dan hasil survey terkait laju pembentukan sampah di beberapa daerah perkotaan yang dapat digunakan sebagai rujukan apabila country-specific data untuk Indonesia belum tersedia.

Tabel 2.2 Hasil Survey Laju Pembentukan MSW Rata-Rata di Berbagai Kota di Indonesia

No Tipe Kota Ton/kapita/tahun

1. Kota Metropolitan 0.28

2. Kota Besar 0.22

3. Kota Sedang 0.20

4. Kota Kecil 0.19

Rata-rata* 0.22

Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS) Indonesia, 2006

(29)

Waste Stream

Apabila data TPA dan jumlah sampah padat domestik yang masuk TPA di suatu wilayah (Provinsi, Kota/Kabupaten) tidak tersedia, maka jumlah sampah yang ditimbun di TPA seluruh wilayah tersebut diperkirakan dari fraksi (persentase) sampah yang diangkut ke TPA terhadap total sampah yang terbentuk. Jika data jumlah sampah yang diproses secara biologi (pengomposan), insinerasi dan pembakaran terbuka tidak tersedia maka jumlah limbah dapat ditentukan dari fraksi sampah yang tidak dibawa ke TPA tetapi diolah melalui proses-proses tersebut.

Hasil survey atau data statistik penanganan sampah domestik dapat digunakan untuk memperkirakan fraksi sampah yang diangkut ke TPA, yang diolah secara pengomposan, insinerasi atau open burning sebagaimana terdapat pada data statistik lingkungan hidup yang dikeluarkan oleh BPS. Apabila data statistik atau hasil survey tidak tersedia, maka fraksi jumlah sampah yang diolah di masing-masing jenis pengolahan di suatu wilayah dapat ditentukan berdasarkan waste stream (Gambar 2.1). Terkait jumlahnya yang cukup besar, fraksi sampah ke TPA merupakan salah satu komponen penting dalam penyusunan waste stream.

Sumber: Dimodifikasi dari presentasi Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2011

Sampah di Indonesia umumnya diangkut ke TPA/dumped area (60% untuk kota-kota besar dan 30% di kota kecil/rural), sisanya dikomposkan,

dibakar (open burning bukan insinerator), dibuang ke sungai, tidak terangkut dan lain-lain [Rata-rata hasil survey, Statistik Lingkungan Hidup,

BPS 2000-2007]

(30)

Hasil survey atau data statistik penanganan sampah domestik dapat digunakan untuk mendapatkan data jumlah sampah yang diangkut ke TPA, sampah yang diolah secara pengomposan, sampah yang diinsinerasi atau open burning, dan lain-lain sebagaimana dapat dilihat dari data statistik lingkungan hidup yang dikeluarkan oleh BPS.

Berat timbunan sampah yang masuk TPA (SWDS) diperkirakan dari massa sampah yang dibawa truk-truk pengangkut sampah ke TPA. Idealnya penentuan berat sampah didasarkan pada hasil penimbangan menggunakan jembatan timbang di TPA. Namun, mayoritas TPA di Indonesia tidak memiliki jembatan timbang.

Jumlah sampah yang masuk TPA (tanpa jembatan timbang) diperkirakan dari catatan volume sampah yang diangkut setiap kendaraan pengangkut sampah yang masuk TPA dalam satu tahun. Konversi data volume menjadi data berat memerlukan faktor konversi (bulk density) representatif yang ditentukan berdasarkan karakteristik sampah masing-masing TPA.

……… 2.1

Bulk density merupakan hasil rata-rata rasio berat sampah terhadap volume sampah yang masuk TPA. Bulk density ditentukan melalui survey di TPA yang dilengkapi weight bridge/jembatan timbang (Gambar 2.2) sepanjang waktu operasional TPA per hari.Berat sampah adalah selisih berat kendaraan berisi sampah yang masuk TPA dikurangi berat kendaraan kosong yang keluar TPA (setelah unloading). Untuk meningkatkan ketelitian, idealnya penimbangan kendaraan sampah TPA dilakukan dua kali, yaitu saat masuk (kendaraan berisi/mengangkut sampah) dan keluar (dalam keadaan kosong) dari TPA.

Gambar 2.2 Jembatan timbang yang berada di lokasi TPA Berat sampah kg

( )

=volume sampah m

( )

3 x bulk density kg

m3 æ èç ö

ø÷

(31)

Volume sampah masuk TPA diperkirakan dari volume bak/container kendaraan masuk TPA dan pengamatan visual (% volume sampah dalam bak). Tatacara pelaksanaan survey penentuan berat, volume, dan bulk density sampah di TPA disampaikan di Lampiran D (Manual Survey). Contoh perhitungan dan pelaksanaan survey bulk density sampah di TPA disampaikan pada Tabel 2.3.

Bulk density (Ton/M3) = rata-rata ……… 2.2 Dimana:

Wi = Berat sampah dari berbagai sumber i Vi = Volume sampah dari berbagai sumber i

i = Sumber sampah: perumahan, perkantoran, komersial, pasar, taman, dll.

Tabel 2.3. Contoh perhitungan dan survey bulk density sampah di TPA

A B C D E F G H I =

E x F J = G - H

K = J/I

L = K/1000

No. Kendaraan Asal Sampah Lokasi Sumber Sampah yang Dominan Tipe Kendaraan Volum bak (panjang x lebar x tinggi) Perkiraan fraksi volum Sampah Berat truk awal (isi sampah) Berat truk kosong Volume Sampah Berat Sampah

Bulk Density rata-rata

No ID kecamatan/

kelurahan

Jenis

Truk m3

(1 jika sampah penuh/r ata)

KGra m

KGra

m m3 K

Gram KGra m/m3

Ton / m3

102 Ilir Barat 1 TPS Dump

Truck A 6.85 0.95 6240 3690 6.51 2550 392 0.392 32 Ilir Barat 1 RT Arm

Roll C 7.25 0.8 5610 3400 5.80 2210 381 0.381

80 Kalidoni Pasar Arm

Roll A 7.89 0.9 6570 3720 7.11 2850 401 0.401

TOTAL/RATA_

RATA 19.42 7610 391.86 0.392

Keterangan:

TPS = Tempat Penampungan Sementara RT = Rumah Tangga

Perhitungan Konversi data dalam unit volum ke unit massa (berat)

Apabila data dari suatu TPA (yang tidak dilengkapi jembatan timbang) adalah volum sampah yang dibawa ke TPA, maka konversi unit volume ke unit massa dapat digunakan data bulk density danpersamaan 2.1, sebagaimana berikut ini:

Berat sampah kg

( )

=volume sampah m

( )

3 x bulk density kg

3

æ èç ö

ø÷

(32)

2.1.2 Jumlah (Berat) Limbah Padat Lainnya (Other Waste)

Limbah other waste mencakup clinical waste (limbah padat rumah sakit, laboratorium uji kesehatan, dan lain-lain), hazardous waste, dan construction and demolition (limbah konstruksi/bongkaran bangunan), dan lain-lain. Agricultural waste tidak dikelompokkan dalam sampah jenis ini namun dibahas tersendiri pada AFOLU.

Limbah industri Agro tercakup dalam limbah padat industri non-B3, diantaranya limbah cangkang/tandan kosong sawit. Pada Gambar 2.3 disampaikan gambaran mengenai penanganan limbah padat industri sawit. Nampak bahwa, pada saat ini limbah tersebut ditumpuk di sekitar insinerator karena adanya regulasi yang melarang pembakaran cangkang sawit pada insinerator konvensional di industri kelapa sawit.

Untuk memperkirakan jumlah cangkang sawit yang ditumpuk (open dumped) di sekitar insinerator pabrik kelapa sawit dan yang digunakan sebagai puluk di lahan sawit digunakan asumsi: (a) fraksi (weight ratio) crude palm oil (CPO) per fresh fruit bunch (FFB) yang diolah (kapasitas input produksi palm oil mill) sebesar 0,225 dan (b) fraksi cangkang sawit atau empty fruit bunch (EFB) per FFB sebesar 0,224 [Sumber: PT. Patisari, Nanggroe Aceh Darussalam, 2008]. Data ini bisa diperbaharui dengan survey.

Fresh fruit bunch (FFB) 23% minyak dan 77% EFB

Empty fruit bunch (EFB) di incinerator

EFB untuk kompos

Gambar 2.3 Gambaran kondisi penanganan limbah padat industri sawit

Data jumlah other waste dan penangannnya untuk clinical waste dan limbah B3/non- B3 industri umumnya terdokumentasi di industri yang bersangkutan atau di KLH (dokumen Proper, UPL/UKL, Amdal, dan lain-lain). Sedangkan data limbah demolition (limbah konstruksi/ bongkaran bangunan) agak sulit diperoleh karena hampir tidak ada data yang mendokumentasikan jenis limbah ini di Indonesia.

(33)

2.1.3 Jumlah (Berat) Limbah Lumpur/Sludge

Limbah lumpur/sludge mencakup lumpur IPAL/WWT plant yang mengolah limbah cair industri, limbah cair perkotaan atau other waste (limbah klinis/RS dan B3 industri). Di beberapa negara, lumpur IPAL limbah cair perkotaan dimasukkan kategori MSW dan lumpur IPAL industri sebagai kategori limbah padat industri.

Emisi GRK dari sistem ini dikelompokkan dalam emisi GRK dari waste treatment and discharge, atau bisa juga dikelompokkan dalam pengomposan dan anaerobic digestion, insinerator bergantung kepada jenis pengolahan dan penanganan lumpur tersebut. Lumpur yang dimanfaatkan untuk lahan pertanian (agriculture land) tidak termasuk kategori limbah lumpur industri atau domestik namun masuk dalam AFOLU.

Penanganan lumpur IPAL limbah cair perkotaan di Indonesia biasanya ditumpuk di sekitar IPAL atau lahan pertanian. Lumpur IPAL limbah cair industri dikategorikan sebagai limbah padat industri yang saat ini ditangani di pusat pengolah limbah industri (landfill) khusus. Jumlah kandungan senyawa organik yang diambil dari WWT plant sebagai lumpur yang ditimbun di TPA, pengomposan, insinerasi atau pemupukan lahan pertanian harus konsisten dengan data yang terlaporkan pada kategori ini. Apabila tidak diketahui jumlah limbah lumpur, maka digunakan default data sludge generation. Jumlah lumpur ke TPA, diomposkan, dan insinerasi tidak dibahas pada bagian pendahuluan ini namun secara rinci dibahas pada Bab 6 Emisi GRK dari Pengolahan dan Pembuangan Limbah Cair.

2.1.4 Jumlah (Berat) Limbah Cair Domestik dan Industri

Data aktivitas limbah cair domestik maupun limbah cair industri berbeda dengan data aktivitas limbah padat domestik maupun industri. Yang merupakan data aktivitas limbah cair adalah TOW (Total Organically degradable material in Wastewater).

TOW limbah cair domestik suatu wilayah adalah jumlah BOD (kG) total yang dihitung berdasarkan jumlah populasi dikalikan kG BOD perkapita.

TOW limbah cair industri adalah COD total dari setiap jenis industri di suatu wilayah. COD setiap industri diperoleh dari konsentrasi COD (kG COD per liter) dikalikan laju air limbah per tahun. Pada Gambar 2.5 disampaikan gambaran mengenai penanganan limbah cair yang merupakan sumber emisi GRK yang potensial di industri pada umumnya.

(34)

Gambar 2.4. Sumber Utama GRK dari Pengolahan Limbah Cair di Industri Pada Umumnya

2.2 Pengumpulan Data Karakteristik Limbah

Karakteristik limbah adalah salah satu faktor yang menentukan tingkat emisi GRK dari suatu pengelolaan limbah. Karakteristik limbah padat (MSW, sludge, dan other waste) mencakup: (a) degradable organic carbon (DOC), (b) fossil carbon, dan (c) faktor koreksi penyetaraan (corresponding) emisi CH4 (MCF). DOC adalah karakteristik limbah yang menentukan besarnya gas CH4 yang dapat terbentuk selama proses degradasi komponen organik/karbon yang terdapat pada limbah.

Pada sampah padat kota (MSW), besarnya DOC bergantung kepada komposisi (%

berat) dan dry matter content (kandungan berat kering) masing-masing komponen sampah. Pada limbah cair karakteristik yang menentukan besarnya gas CH4 yang terbentuk selama proses degradasi komponen organik/karbon yang terdapat pada limbah adalah angka BOD (limbah cair domestik) dan COD (limbah cair industri).

2.2.1 Komposisi MSW (Sampah Padat Kota)

Komposisi sampah kota umumnya bervariasi bergantung jenis kota (metropolitan, kota besar, atau kota kecil), iklim (kelembaban dan curah hujan) dan perilaku/gaya hidup masyarakat di wilayah. Idealnya komposisi sampah masuk TPA diukur di masing-masing TPA, mengingat TPA memiliki kar

Gambar

Gambar 1.2  Skema Aliran Pengolahan dan Pembuangan Limbah Cair  Domestik/Industri
Tabel 1.1  Pengolahan dan Pembuangan Limbah Cair, dan Potensi Emisi   Gas Rumah Kaca
Gambar 1.3   Skema Pelaksanaan Inventarisasi dan Kemungkinan Implementasi  Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) dan Pengendalian Kualitas  (Quality Control)
Gambar 1.4   Sistem  Pelaporan  Hasil  Inventarisasi  Emisi  GRK  Penanganan  Limbah  Domestik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Opsi yang dapat diberikan sebagai upaya potensi penurunan emisi gas rumah kaca di RPH PT Elders Indonesia, yaitu pemanfaatan limbah padat dan cair untuk biogas,

LOREM IPSUM Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit, sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magna. LOREM IPSUM Lorem ipsum dolor sit

Dari data persentase perlakuan sampah dan data sampah yang masuk ke TPA tahun 2019 sebesar 171.595 ton/tahun, dibuat perkiraan timbulan sampah domestik kota pekanbaru

Rata-rata industri tahu menghasilkan limbah cair sebanyak 17 m 3 /ton kedelai (Suprihatin, 2009). Dengan asumsi tersebut, industri tahu yang menjadi objek pada penelitian ini

Proses pengolahan limbah cair secara an aerobik pada aktivitas proyek ini adalah sama dengan kondisi sebelum proyek (baseline), sehingga kualitas air yang diolah/ nilai COD

Pembangunan fasilitas pengolahan air limbah setempat/on-site, yaitu suatu sistem pengelolaan air limbah langsung di tempat tanpa melalui penyaluran terlebih dahulu,

Tujuan pembuatan Pedoman Penghitungan dan Pelaporan Inventarisasi GRK Bidang Energi Sub Bidang Ketenagalistrikan adalah sebagai acuan untuk: • Pengumpulan data bahan bakar yang terkait

Adanya ketidaksesuaian antara perubahan penggunaan lahan dengan besar emisi di Kota Bogor pada tahun 2012-2020 untuk sektor pertanian dan industri menunjukkan bahwa luas lahan