• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA RPH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA RPH"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

V. PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA RPH

A.

SUMBER EMISI

Sumber emisi gas rumah kaca (GRK) RPH PT Elders Indonesia berasal dari penggunaan listrik, genset, LPG (Liquified Petroleum Gases), pengolahan limbah cair, dan pengolahan limbah padat. RPH PT Elders Indonesia merupakan salah satu industri pengolahan pangan dengan produk berupa daging kemasan (chilled meat) dengan kapasitas produksi sebesar ± 900 ekor per bulan.

Proses produksinya dilakukan secara semi otomatis, maksud dari semi otomatis adalah dalam proses produksinya menggunakan mesin-mesin yang dioperasikan oleh pekerja. Mesin-mesin yang dioperasikan oleh pekerja antara lain adalah pintu stunning box, cutter leg, brisket saw, splitter carcass, pencuci babat, oven babat, bone saw, vaccum, shrink tank, dan strapping machine. Mesin-mesin yang diopersikan secara otomatis adalah carcass chiller, sterilized tank, belt conveyor, blast freezer, dan carton chiller.

Tabel 9. Kebutuhan Listrik RPH PT Elders Indonesia

Kebutuhan Unit kWatt

Mesin Produksi 24 99,22

Operasional 42 24,08

Penerangan (Lampu) 144 3,52

Total 126,83

Tabel 9 menunjukkan RPH ini membutuhkan listrik sebanyak 99,22 kW untuk mesin-mesin produksi (Lampiran 4a), 24,08 kW untuk kebutuhan operasional lainnya (Lampiran 4b), dan ± 3,53 kW untuk kebutuhan penerangan (Lampiran 4c). Total kebutuhan listrik RPH Elders adalah sebesar ± 126,83 kW.

Gambar 11. Konsumsi Listrik RPH PT Elders Indonesia Januari 2010 s.d. April 2011 0 50 100 150 200 250 300 350 Ja n F eb M ar A pr M ei Ju n Ju l A gu st S ep O k t N ov D ec Jan F eb M ar ch A pri l k Wh Konsumsi Listrik

(2)

26 Gambar 11 merupakan grafik konsumsi listrik yang digunakan oleh RPH PT Elders Indonesia selama tahun 2010 hingga April 2011. Dari grafik dapat diketahui bahwa terjadi fluktuasi penggunaan listrik setiap bulannya selama satu tahun. Pada tahun 2010 rata-rata konsumsi listrik RPH mencapai 223,08 kWh/bulan. Konsumsi listrik berbanding lurus dengan emisi GRK yang dihasilkan dari konsumsi listrik.

Fluktuasi listrik sering terjadi di RPH PT Elders Indonesia, keadaan ini dapat menghambat proses produksi. RPH memerlukan peralatan yang dapat menggantikan energi listrik selama keadaan fluktuatif listrik terjadi, alat yang digunakan berupa genset. Kapasitas genset yang digunakan RPH ini adalah sebesar 225 kVA, dengan konsumsi solar sebanyak 20-23 liter per jam dan membutuhkan solar setiap bulannya sebesar ± 3467 liter. Selain penggunaan genset, emisi yang dikeluarkan dari bahan bakar solar adalah berasal dari mobil delivery yang digunakan RPH PT Elders untuk proses distribusi ke perusahaan distributor yaitu PT Sukanda Djaya. Kebutuhan solar untuk mobil distribusi adalah sebesar ± 2160 liter per bulan, dengan jarak tempuh ±342 km per hari. Tabel 10 menunjukkan kebutuhan energi solar dari penggunaan mesin genset dan mobil distribusi.

Tabel 10. Kebutuhan Solar RPH PT Elders Indonesia

Kebutuhan Unit Liter

Genset 24 3467

Mobil Distribusi 42 2160

Total 5627

Penggunaan LPG pada industri juga dapat mengeluarkan emisi GRK. RPH ini menggunakan bahan bakar LPG pada proses produksinya. LPG yang digunakan sebanyak 200 kg untuk keperluan pemanas air dan oven babat (Tabel 11). Air panas digunakan dalam proses produksinya sebagai syarat higienis produk tersebut, sedangkan oven sebagai proses pengolahan babat.

Tabel 11. Kebutuhan LPG RPH PT Elders Indonesia

Kebutuhan Unit Kg

Oven Babat 1 50

Water Heater 3 150

(3)

27 Konsumsi energi oleh RPH PT Elders Indonesia berdasarkan sumbernya dari Januari 2010 hingga April 2011 ditunjukan pada Gambar 12.

Gambar 12. Konsumsi Energi RPH PT Elders Indonesia Januari 2010 s.d. April 2011

Emisi GRK yang dikeluarkan RPH tidak hanya berasal dari penggunaan energi listrik, solar, dan LPG tetapi juga berasal dari limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Limbah padat dan cair yang dikeluarkan RPH dapat menghasilkan emisi GRK yaitu gas metan (CH4). Menurut Wahyuni (2009) CH4 memiliki dampak 21 kali lebih tinggi dibandingkan gas karbondioksida sehingga gas ini termasuk gas yang menimbulkan efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya pemanasan global.

Limbah padat RPH berupa kotoran ternak sapi yang dikeluarkan saat proses pengistirahatan ternak sapi dan isi rumen. Satu ekor sapi dapat mengeluarkan 3,72 % kotoran dan isi rumen dari bobot awalnya, maka dari 70 ekor sapi yang dipotong dapat diasumsikan sebanyak 1155,77 kg kotoran dan isi rumen yang dikeluarkan oleh RPH selama proses pemotongan dilakukan. Banyaknya limbah padat yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia pada tahun 2010 hingga april 2011 ditunjukkan pada Tabel 12.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 Ja n F eb M ar A pr M ei Ju n Ju l A g st S ep t O ct N ov D ec Jan F eb M ar A pr Ju m la h

(4)

28 Tabel 12. Limbah Padat RPH PT Elders Indonesia Indonesia

Tahun Bulan Kapasitas (ekor) Kotoran (kg)*

2010 Jan 910 15024,1 Feb 910 15024,1 Mar 910 15024,1 Apr 910 15024,1 Mei 910 15024,1 Jun 910 15024,1 Jul 910 15024,1 Agsts 975 16097,25 Sep 560 9245,6 Okt 910 15024,1 Nov 910 15024,1 Des 910 15024,1 Total 10635 175583,9 2011 Jan 840 13868,4 Feb 840 13868,4 Mar 915 15106,65 Apr 910 15024,1 Total 3505 57867,55

*Asumsi kotoran sapi sebesar 16,51 kg/ekor

Limbah cair yang dikeluarkan RPH menurut Jenie dan Rahayu (1993) mengandung darah, lemak, padatan anorganik dan organik, dan garam-garam serta penambahan bahan kimia jika diperlukan selama proses pengolahan. Satu ekor sapi dapat menghasilkan darah 7,7% dari bobot awalnya yaitu rata-rata sebesar 34,2 kg. Setiap kali pemotongan, RPH memotong ternak sapi sebanyak 70 ekor, dengan kata lain RPH menghasilkan darah sapi sebanyak 2394,29 kg selama proses pemotongan dilakukan.

Darah yang dihasilkan dari proses pemotongan tidak disalurkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) RPH, karena darah ternak dapat menyebabkan tingginya konsentrasi BOD5 di dalam air limbah tersebut dan dapat merusak lingkungan. RPH PT Elders Indonesia melakukan suatu tindakan yang dapat mengurangi beban cemaran air limbah mereka dengan membuka tender untuk mengelola darah dari hasil pemotongan. Darah tersebut akan diolah kembali menjadi pakan ikan, sehingga selain dapat mengurangi beban cemaran di RPH, juga dapat memberikan keuntungan untuk pengusaha pakan ikan. Hasil dari pengujian limbah cair di RPH PT Elders Indonesia disajikan pada Tabel 13.

(5)

29 Tabel 13. Pengujian Limbah Cair RPH PT Elders Indonesia (April 2011)

Parameter Satuan

Hasil Pemeriksaan Baku Mutu

Inlet Outlet Gol I Gol II

COD mg/l 1956 74 100 300

TKN mg/l 238,02 109,54 Terbagi menjadi nilai

nitrat, nitrit, dan nitrogen Zat Padat Tersuspensi (TSS) mg/l 582 154 200 400

Deterjen mg/l 3,93 0,345 - -

Catatan: Pengujian dilakukan di Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB

Pengolahan air limbah di RPH PT Elders Indonesia menggunakan sistem lagoon. Pada proses degradasi bahan organik di dalam air limbahnya terjadi dalam reaksi anaerobik. Menurut Rosalin et al (2009) sistem kolam anaerobik merupakan salah satu pengolahan air limbah yang di dalamnya terjadi degradasi bahan-bahan organik tanpa adanya oksigen bebas yang menghasilkan gas metana dan karbondioksida. Gas metana yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif (bahan bakar) sehingga dapat mengurangi dampak pemanasan global.

B.

EMISI GAS RUMAH KACA RPH PT ELDERS INDONESIA

Emisi GRK yang dikeluarkan RPH PT Elders Indonesia berasal dari 4 (empat) sumber. Perhitungan emisi GRK dilakukan dengan menghitung konsumsi dari setiap penggunaan energi dan pengolahan limbah yang dilakukan.

1. Emisi GRK dari Penggunaan Energi

Berikut merupakan Gambar 13 yang menunjukkan perkiraan emisi GRK yang dihasilkan dari penggunaan listrik. Emisi dari penggunaan energi dapat disebut juga sebagai emisi yang berasal dari stationary combustion. Perhitungan emisi untuk listrik dapat dilihat pada Lampiran 5.

(6)

30 Gambar 13. Perkiraan Emisi GRK dari Penggunaan Listrik Tahun 2010 s.d. April 2011

Sumber listrik RPH PT Elders Indonesia menjadi satu dengan sumber listrik Institut Pertanian Bogor (IPB), listrik di IPB memiliki tingkat voltase yang berubah-ubah (fluktuatif) setiap hari. Hal ini sangat menggangu proses produksi di RPH, sehingga RPH memerlukan sumber energi lain untuk membantu proses produksi agar berjalan dengan baik yaitu energi solar dengan menggunakan genset. Emisi GRK yang dikeluarkan dari penggunaan listrik pada tahun 2010 rata-rata sebesar 0,199 ton CO2 per bulan, sedangkan pada Januari 2011 hingga bulan April 2011 rata-rata sebesar 0,178 ton CO2 per bulan.

Gambar 14. Perkiraan Emisi GRK dari Penggunaan LPG dan Solar (Genset dan Mobil Distribusi) Tahun 2010 s.d. April 2011

Grafik pada Gambar 14 menunjukkan perkiraan emisi GRK yang dihasilkan dari sumber energi selain energi listrik. Solar untuk penggunaan genset merupakan sumber emisi

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 Ja n F eb M ar A pr M ei Jun Jul Ags t S ep O k t N o v D ec Jan F eb M ar A pr ton C O2 Emisi GRK (Listrik) 0 2 4 6 8 10 12 14 Ja n F eb M ar A pr M ei Jun Ju l A g st S ep t O k t N ov D es Jan F eb M ar A pr ton C O2 (1 0 -6)

(7)

31 yang tertinggi dalam menghasilkan emisi GRK dibandingkan dengan emisi yang berasal dari bahan bakar solar untuk mobil distribusi dan LPG. Emisi yang dikeluarkan bahan bakar solar untuk penggunaan genset rata-rata sebesar 9,951 x 10-6 ton CO2 per bulan, sedangkan saat pengamatan yaitu pada bulan April 2011 emisi yang dikeluarkan sebesar 1,2 x 10-5 ton CO2. Emisi yang dikeuarkan dari penggunaan LPG rata-rata sebesar 6,243 x 10-7 ton CO2 dan emisi yang dikeluarkan dari penggunan solar dari mobil distribusi rata-rata sebesar 6,203 x 10-6 ton CO2. Perhitungan emisi untuk LPG dan solar dapat dilihat pada Lampiran 6, 7a, dan 7b.

Emisi GRK yang dihasilkan dari penggunaan energi berupa listrik, LPG, solar untuk genset, dan solar untuk mobil distribusi akan dijumlahkan untuk mengetahui jumlah emisi equivalen dengan CO2 yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia. Perhitungan total emisi dari penggunaan energi dapat dilihat pada Lampiran 8. Berikut adalah Gambar 16 yang menunjukkan jumlah keseluruhan dari emisi yang dihasilkan dari penggunaan energi.

Gambar 15. Perkiraan Total Emisi GRK yang Dihasilkan Pada Tahun 2010 s.d. April 2011 oleh RPH PT Elders Indonesia Berdasarkan Sumber Emisinya

Pada Gambar 15 diketahui bahwa emisi dari listrik memberikan pengaruh yang besar terhadap perhitungan total emisi, yaitu dengan jumlah rata-rata sebesar 0,199 ton CO2 per bulan, sedangkan pada Januari 2011 hingga bulan April 2011 rata-rata sebesar 0,178 ton CO2 per bulan. Hal ini disebabkan oleh besarnya nilai faktor emisi untuk listrik yaitu sebesar 0,891 ton CO2/MWh. Besarnya tetapan faktor emisi yang dikeluarkan oleh PLN karena bahan bakar yang digunakan untuk pembangkit listrik di Jawa-Madura-Bali (Jamali) adalah batubara sehingga pembakarannya menghasilkan emisi yang cukup besar.

2. Emisi GRK dari Pengolahan Limbah Padat dan Cair Peternakan

Sumber emisi RPH bukan hanya berasal konsumsi energi, tetapi juga berasal dari pengolahan limbah padat dan cair. Emisi yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair dan padat adalah emisi gas metan. Gas metan memiliki perbandingan nilai panas dengan gas

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 Ja n F eb M ar A p r M ei Ju n Ju l A g st S ep t O k t N ov D es Jan F eb M ar A p r to n C O2 Total Emisi

(8)

32 karbon dioksida sebesar 1:23, sehingga perhitungannya seperti pada Lampiran 9a untuk pengolahan limbah padat dan Lampiran 9b untuk pengolahan limbah cair.

Emisi gas metan dari peternakan berasal dari enteric fermentation dan manure management. Pada Gambar 16 berikut, terdapat keterangan emisi (1) dan emisi (2) untuk emisi CH4 dari peternakan. Emisi (1) merupakan jumlah emisi CH4 yang dihasilkan dari akumulasi perhitungan enteric fermentation dan manure management, sedangkan emisi (2) merupakan perhitungan emisi CH4 yang berasal dari kotoran sapi.

Gambar 16. Perkiraan Emisi CH4 dari Pengolahan Limbah Ternak RPH PT Elders Indonesia

Perhitungan emisi (1) CH4 dari enteric fermentation menggunakan faktor emisi sebesar 47 kg CH4 per ekor per tahun dan manure management menggunakan faktor emisi sebesar 1 kg CH4 per ekor per tahun. Perhitungan emisi (2) CH4 dari kotoran sapi menggunakan faktor emisi sebesar 1 kg CH4/ekor yang kemudian dikonversi dengan perhitungan turunan rumus dari IPCC Report 2006, sehingga akan dihasilkan 1 kg kotoran sapi setara dengan 0,003 kg CH4.

Emisi (1) merupakan perhitungan emisi CH4 saat ternak berada di tempat penggemukkan (feedlot), sedangkan emisi (2) merupakan perhitungan emisi CH4 saat ternak akan dan sudah dipotong. Emisi CH4 yang dihasilkan dari limbah padat RPH PT Elders Indonesia adalah rata-rata sebesar 0,044 ton CH4 per bulan. Emisi CH4 yang dihasilkan di tempat pemggemukan sapi adalah rata-rata sebesar 42,42 ton CH4 per bulan. Gambar 17 menunjukkan emisi CH4 yang dihasilkan dari tempat penggemukkan sapi.

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agsts Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Produksi (ekor) 910 910 910 910 910 910 910 975 560 910 910 910 840 840 915 910 Emisi (1) (ton CH4) 43.68 43.68 43.68 43.68 43.68 43.68 43.68 46.8 26.88 43.68 43.68 43.68 40.32 40.32 43.92 43.68 Emisi (2) (ton CH4) 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.048 0.028 0.045 0.045 0.045 0.042 0.042 0.045 0.045 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 J um la h

(9)

33 Gambar 17. Perkiraan Emisi CH4 dari Penggemukan Sapi

.Emisi CH4 yang dihasilkan dari pengolahan limbah RPH, kemudian dibandingkan dengan emisi CO2 yang dihasilkan dari penggunaan energi RPH. Pada grafik dalam Gambar 18 terlihat bahwa jumlah emisi CH4 yang dihasilkan RPH lebih kecil dibandingkan dengan jumlah emisi CO2.

Gambar 18. Perkiraan Emisi CO2 dan CH4 yang Dikeluarkan RPH PT Elders Indonesia

Emisi CH4 yang dihasilkan RPH memang lebih kecil dibandingkan dengan emisi CO2. Jumlah emisi CH4 tersebut belum equivalen dengan emisi CO2, sehingga jumlah emisi CH4 akan dikalikan dengan nilai panasnya terhadap emisi CO2 dan akan dihasilkan rata-rata jumlah emisi CH4 equivalen dengan CO2 adalah sebesar 1,007 ton CO2 equiv. per bulan. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan nilai CO2 dari penggunaan energi yang rata-rata jumlahnya sebesar 0,199 ton CO2 per bulan. Jumlah emisi CH4 equiv. CO2 dari kotoran ternak 406,03 % lebih besar dibandingkan emisi CO2 dari penggunaan energi. Grafiknya disajikan pada Gambar 19.

0 200 400 600 800 1000 1200 Ja n F eb M ar A pr M ei Ju n Ju l A gs ts S ep O k t N ov D es Jan F eb M ar A pr T o n CH4 (1) CH4 (1) equiv. CO2 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 Ja n F eb M ar A pr M ei Jun Jul A gs ts S ep Okt N o v D es Jan F eb M ar A pr T on CO2 CH4

(10)

34 Gambar 19. Perkiraan Emisi GRK Equivalen CO2

Pada pengolahan limbah cair juga dapat diketahui besarnya emisi CH4 yang dapat dihasilkan. Menurut IPCC (2006) bahwa 1 kg COD akan menghasilkan 0,21 kg CH4. Emisi CH4 yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair RPH adalah sebesar 20,6 kg CH4 pada bulan April 2011 dan nilai tersebut setara dengan 0,433 ton CO2 equiv., perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 9b.

Emisi CH4 yang dihasilkan dari pengolahan limbah di RPH PT Elders Indonesia adalah sebesar 0,5364 ton CH4 per bulan pada tahun 2010 dan 0,1946 ton CH4 per bulan pada tahun 2011 (hingga April 2011). Berikut adalah Gambar 20 yang menunjukkan perbandingan total emisi CH4 dari pengolahan limbah dengan total emisi CO2 dari penggunaan energi.

Gambar 20. Perbandingan Perkiraan Total Emisi CH4 dengan CO2

Konversi total emisi CH4 menjadi ton CO2 equiv. adalah sebesar 12,337 ton CO2 equiv. per bulan pada tahun 2010 dan 4,476 ton CO2 equiv. per bulan pada tahun 2011 (hingga April 2011). Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 10. Berikut adalah Gambar 21 yang menunjukkan grafik perbandingan total emisi CH4 yang equivalen CO2 dari pengolahan limbah dengan total emisi CO2 dari penggunaan energi.

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 Ja n F eb M ar A pr M ei Jun Ju l A gs ts S ep Okt N ov D es Jan F eb M ar A pr T o n

CO2 CH4 equiv. CO2

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 2010 (12 bulan) 2011 (4 bulan) E m is i G R K (t on ) CO2 CH4

(11)

Gambar 21. Perbandingan

Pada penelitian ini diketahui bahwa emisi yang paling banyak

penanganan limbah, yaitu sebesar 98,2 % dari total keseluruhan emisi yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia. Data tersebut dis

Gambar 22. Dia

Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2009) peternakan sapi potong menghasilkan gas metana sebesar 25 % dari keseluruhan gas metana yang dihasilkan peternakan yaitu 897 ton CH

tahun. Jika dibandingkan dengan peternakan diseluruh Indonesia, emisi yang dihasilkan dari RPH ini adalah 526,752 kg CH

Perhitungan prakiraan emisi dari 1(satu) RPH dengan kapasitas produksi

bulan, bahwa RPH ini menyumbangkan emisi gas metana sebesar 0,2 % dari 25 % keseluruhan peternakan sapi potong di Indonesia dan menyumbangkan emisi gas metana sebesar 0,06 % dari kesel

0 2 4 6 8 10 12 14 2010 (12 bulan) Em is i G R K (t on )

. Perbandingan Perkiraan Total Emisi CO2 dan CH4 equiv. CO

Pada penelitian ini diketahui bahwa emisi yang paling banyak dihasilkan dari an limbah, yaitu sebesar 98,2 % dari total keseluruhan emisi yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia. Data tersebut disajikan pada diagram berikut (Gambar 22).

Gambar 22. Diagram Persentase Emisi GRK Pada RPH PT Elders Indonesia

Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2009) peternakan sapi potong menghasilkan gas metana sebesar 25 % dari keseluruhan gas metana yang dihasilkan

ton CH4 per tahun atau setara dengan 20.631 ton CO2 equivalen per Jika dibandingkan dengan peternakan diseluruh Indonesia, emisi yang dihasilkan dari

526,752 kg CH4 per tahun atau setara dengan 12,115 ton CO

akiraan emisi dari 1(satu) RPH dengan kapasitas produksi ± 900 ekor per bulan, bahwa RPH ini menyumbangkan emisi gas metana sebesar 0,2 % dari 25 % keseluruhan peternakan sapi potong di Indonesia dan menyumbangkan emisi gas metana sebesar 0,06 % dari keseluruhan sektor peternakan diseluruh Indonesia.

2010 (12 bulan) 2011 (4 bulan) CO2 CH4 equiv. CO2 Penanganan Limbah, 98.2% Emisi tidak Bergerak, 1.8% Penanganan Limbah Emisi tidak Bergerak

35 equiv. CO2

dihasilkan dari an limbah, yaitu sebesar 98,2 % dari total keseluruhan emisi yang dihasilkan RPH

Pada RPH PT Elders Indonesia

Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2009) peternakan sapi potong menghasilkan gas metana sebesar 25 % dari keseluruhan gas metana yang dihasilkan sektor equivalen per Jika dibandingkan dengan peternakan diseluruh Indonesia, emisi yang dihasilkan dari per tahun atau setara dengan 12,115 ton CO2 per tahun. 900 ekor per bulan, bahwa RPH ini menyumbangkan emisi gas metana sebesar 0,2 % dari 25 % keseluruhan peternakan sapi potong di Indonesia dan menyumbangkan emisi gas metana

CH4 equiv. CO2

Penanganan Limbah Emisi tidak Bergerak

(12)

36

C.

ANALISA OPSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

Opsi yang dapat diberikan sebagai upaya potensi penurunan emisi gas rumah kaca di RPH PT Elders Indonesia, yaitu pemanfaatan limbah padat dan cair untuk biogas, pemanfaatan limbah padat untuk kompos, efisiensi penggunaan lampu, dan efisiensi penggunaan mesin produksi. Berikut adalah analisa mengenai opsi-opsi yang akan diberikan.

1.

Pemanfaatan Limbah Padat dan Limbah Cair untuk Biogas

Bisnis pemotongan hewan tidak hanya menghasilkan daging segar sebagai produknya, tetapi juga menghasilkan limbah padat berupa kotoran ternak dan limbah cair yang dapat menyebabkan timbulnya pencemaran lingkungan. Pencemaran ini akan menimbulkan dampak pemanasan global, sehingga perlu dilakukan penurunan dampak dengan memanfaatkan limbah-limbah tersebut sebagai alternatif energi terbarukan. Menurut Agenda Riset Bidang Energi 2009-2013 yang dikeluarkan Institut Pertanian Bogor (2008) limbah rumah potong hewan akan lebih termanfaatkan jika digunakan sebagai biogas. Abdullah et al (1998) menambahkan keuntungan yang dapat diperoleh dari tekonologi biogas adalah mengurangi ketergantungan energi bahan bakar yang relatif cukup mahal saat ini, mengurangi pencemaran lingkungan, dan menghasilkan produk buangan akhir yang dapat digunakan sebagai pupuk.

Limbah padat yang dikeluarkan oleh RPH PT Elders belum termanfaatkan dengan baik. Selama ini limbah padat tersebut tidak termanfaatkan dengan baik. Limbah peternakan yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia berupa kotoran ternak, sisa pakan (saat pengistirahatan), dan isi rumen. Limbah-limbah tersebut dapat termanfaatkan apabila dijadikan sebagai sumber biogas. Potensi biogas yang dapat dihasilkan RPH adalah sebesar 26,565 – 46,200 m3 dengan asumsi setiap kali hari pemotongan (killing day) ada ± 70 ekor sapi yang dipotong.

Gambar 23. Reaktor Biogas Kapasitas 17 m3 (Skala Industri)

Biogas dari kotoran sapi membutuhkan suatu alat agar gas tersebut dapat tebentuk, alat tersebut adalah sebuah digester atau reaktor biogas (Lampiran 12). Reaktor yang dikembangkan di Indonesia ada 4 (empat ) tipe, yaitu reaktor tipe kubah (fixed dome) terbuat dari pasangan batu kali atau batubata/beton, tipe silinder (floating drum) terbuat dari tong/drum/plastic, tipe plastik terbuat dari plastik, dan tipe fiberglass terbuat dari bahan

(13)

37 fiberglass (Wahyui 2009). Desain reaktor biogas harus disesuaikan dengan banyaknya input yang akan dimasukkan ke dalam reaktor. Hal tersebut dapat diasumsikan dari jumlah ternak sapi yang dikelola.RPH PT Elders Indonesia melakukan pemotongan ternak sapi sebanyak ± 70 ekor sapi per hari killing, sehingga diperlukan reaktor biogas dengan kapasitas 17 m3 (Gambar 23) yang dispesifikasikan untuk skala industri dengan jumlah ternak sapi sebanyak 25 – 50 ekor.

Menurut Wahyuni (2009), biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan anaerob. Bahan-bahan organik untuk proses biogas berasal dari biomassa berupa kotoran hewan, kotoran manusia, limbah pertanian, dan sampah organik rumah tangga. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi biogas adalah C/N rasio (20 – 30), pH (6 – 7), suhu (25 – 35 °C), kandungan total padatan, dan ukuran reaktor biogas. Kotoran ternak sapi berpotensi menghasilkan biogas, karena C/N rasio dari kotoran ternak sapi adalah sebesar 24.

Menurut Anonim (2010) C/N rasio pada suatu biomassa sangat penting dalam produksi biogas, apabila C/N rasio terlalu tinggi maka gas yang dihasilkan akan rendah, karena nitrogen dalam biomassa akan lebih cepat dikonsumsi oleh bakteri metanogenik untuk pertumbuhannya dan hanya sedikit karbon yang dihasilkan, sedangkan apabila C/N rasio rendah maka nitrogen dalam biomassa akan dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amoniak (NH4) sehingga pH lebih besar dari 8,5 dan hal tersebut menyebabkan berkurangnya bakteri metanogenik.

Berdasarkan perhitungan potensi biogas yang dihasilkan RPH per hari, dapat disubtitusikan ke dalam kebutuhan gas LPG RPH per bulan sehingga emisi GRK yang dikeluarkan dapat diturunkan dan RPH dapat melakukan penghematan dari pemanfaatan tersebut. Menurut Wahyuni (2009), limbah padat peternakan berupa kotoran sapi berpotensi menghasilkan biogas sebesar 0,023-0,040 m3 per kg kotoran. LPG memiliki kandungan energi sebesar 49,51 MJ/Kg, sedangkan biogas memilki kandungan energi sebesar 35 MJ/Kg dengan konsentrasi gas metana sebanyak 50 - 70 %, gas CO2 30 – 40 %, gas H2 5 – 10 %, serta gas-gas lainnya dalam jumlah yang sedikit.

Perhitungan penurunan emisi dari pemanfaatan limbah untuk biogas yaitu diasumsikan dari total emisi yang dihasilkan dari penanganan limbah yang dikeluarkan RPH, yaitu 0,5364 ton CH4 per tahun . Kesetaraan energi biogas terhadap LPG adalah sebesar 70 %, sehingga dapat diasumsikan bahwa emisi yang dapat dikurangi dari pemanfaatan ini adalah sebesar 0,37 ton CH4 per tahun atau setara dengan 8,51 ton CO2 equivalen.

Persentase penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan dari opsi ini adalah sebesar ± 69 % dari total perkiraan emisi CH4 dari penanganan limbah peternakan di RPH PT Elders Indonesia. Biaya yang dikeluarkan RPH untuk kebutuhan gas LPG adalah Rp 1.471.000 per bulannya, dengan asumsi bahwa harga LPG ukuran 50 Kg adalah Rp 367.750 per tabung. Penghematan yang dapat dilakukan dari pemanfaatan limbah menjadi biogas ini adalah sebesar Rp. 1.103.250 – Rp 1.471.000 per bulan atau Rp 13.239.000 – Rp 17.652.000 per tahun.

Selain menghasilkan biogas sebagai sumber energi, dalam prosesnya dihasilkan juga pupuk yang berkualitas baik dibandingkan dengan hasil pengomposan biasa. Menurut Wahyuni (2009) keuntungan lain dari pemanfaatan biogas (ukuran 17 m3) adalah by product yang dapat dimanfaatkan kembali berupa sludge padat (pupuk kompos) dan pupuk cair. Dari kedua by product tersebut akan didapatkan keuntungan jika dijual kembali sebesar Rp 3.145.000.

(14)

38

2.

Pemanfaatan Limbah Padat untuk Pengomposan

Penanganan limbah padat yang paling sederhana dari industri peternakan adalah dilakukan pengomposan, yaitu membuat kotoran ternak menjadi kompos. Menurut Cooperband (2002); Firmansyah (2010), pengomposan adalah proses pelapukan (dekomposisi) sisa-sisa bahan organik secara biologi yang terkontrol menjadi bahan-bahan yang terhumuskan. Proses pengomposan membutuhkan beberapa kondisi terkotrol, salah satunya adalah C/N rasio. Nilai C/N rasio yang ideal untuk pembuatan kompos adalah sebesar 25-35:1 (nilai C sebesar 25-35 dan N sebesar 1). Kotoran ternak merupakan salah satu bahan organik yang dapat dijadikan kompos, dengan memiliki nilai nitrogen yang tinggi yaitu sebesar 5-25.

Limbah padat yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia berupa kotoran ternak, sisa pakan, dan isi rumen, dapat dimanfaatkan untuk kompos. Namun, kompos yang dibuat dari kotoran ternak saja akan menghasilkan kompos yang kurang baik sehingga perlu ditambahkan bahan-bahan lain untuk menghasilkan kompos yang baik. Menurut Herdiyantoro (2010) C/N rasio yang efektif untuk proses pengomposan adalah 30:1 – 40:1, dengan mikroba pemecah senyawa C sebagai sumber energi dan senyawa N untuk sintesis protein. Apabila nilai C/N rasio terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.

Proses pengomposan yang cocok untuk RPH adalah sistem open windrow. Sistem ini merupakan sistem pengomposan yang sederhana dan praktis, karena tidak memerlukan tambahan zat kimia dan inokulan mikroba sehingga aman bagi lingkungan. Cara pengomposannya adalah kotoran ternak ditumpuk dalam barisan yang disusun sejajar dan waktu yang dibutuhkan untuk membentuk kompos ini adalah selama 3 – 6 bulan (Herdiyantoro 2010). Sistem pengomposan ini diperuntukan untuk pengomposan dalam skala besar dan ini cocok untuk RPH karena limbah padat yang dihasilkan RPH cukup banyak Pada pengamatan, 1 (satu) ekor sapi di RPH PT Elders Indonesia dapat menghasilkan ± 16,5 kg limbah padat (kotoran & isi rumen).

Menurut Cooperband (2002), pengomposan dari bahan kotoran ternak sapi selama 3 bulan akan mengomposkan 80 % material organik dari total kotoran ternak sapi (limbah padat peternakan). Potensi emisi yang dapat diturunkan dari pengolahan limbah padat menjadi kompos, 80 % dari 0,527 ton CH4 per tahun adalah sebanyak 0,423 ton CH4 per tahun atau setara dengan 9,729 ton CO2 equivalen per tahun. Persentase potensi penurunan emisi pada RPH adalah sebesar 80,3 % dari total perkiraan emisi CH4 dari penanganan limbah padat peternakan di RPH PT Elders Indonesia.

3.

Efisiensi Penggunaan Lampu

Opsi ketiga yang dapat dilakukan RPH dalam penurunan emisi GRK adalah dengan mengefisiensikan penggunaan lampu. Menurut Anonim (2010) 1 watt lampu sama dengan emisi CO2 sebesar 0,951 g CO2 per jam. Hal yang perlu diketahui untuk melakukan efisensi penggunaan lampu adalah tingkat iluminasi setiap area yang terdapat di RPH. Tabel 14 menunjukkan tingkat iluminasi dengan satuan lux pada setiap area di RPH PT Elders Indonesia.

(15)

39 Tabel 14. Penggunaan Lampu di RPH PT Elders Indonesia

Area

Tingkat Iluminasi

(Lux)

Kebutuhan Cahaya (Lux)

KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02

Keterangan

Kandang 45 - 90,5 20 - 50 Ruang Terbuka

Slaughter Floor 80,2 70 - 150

Boning Room 291 200 - 300 Pekerjaan Kontinyu Packing Room 129,93 200 Pekerjaan Kontinyu

Penyimpanan 26 - 56 100 Ruang Penyimpanan

Locker Room 42 - 125 20 - 100 Penerangan Minimum Office Room 66 -180 20 - 150 Pencahayaan Umum

Kantin 185 50 - 150 Ruang (Agak) Terbuka

Security 77 - 167 50 - 150 Ruang (Agak) Terbuka

Musholla 49 20 - 150 Pencahayaan Umum

Lampu Jalan 25 - 109 20 - 50 Ruang Terbuka

Keterangan: Pengukuran tingkat iluminasi dilakukan dengan menggunakan alat Luxmeter

Pada Tabel 12 diketahui bahwa ada beberapa area di RPH yang memiliki tingkat iluminasi yang melebihi ketentuan yang ditetapkan Menteri Kesehatan Tahun 2002, sehingga perlu dilakukan pengurangan. Jumlah unit lampu yang digunakan di RPH PT Elders Indonesia adalah sebanyak 144 unit, dengan 2 (dua) jenis lampu yang digunakan. Jenis lampu yang digunakan adalah lampu hemat energi dengan daya 15 watt dan lampu TL dengan daya 18 watt serta 38 watt. Lampu dengan daya 15 watt terpasang sebanyak 44 unit, 18 watt sebanyak 47 unit, dan 38 watt sebanyak 53 unit.

Pengurangan lampu berdasarkan jumlah dan besarnya tingkat iluminasi setiap lampu yang terpasang di seluruh area di RPH. Besarnya tingkat iluminasi setiap lampu dapat dilihat pada denah setiap ruangan di RPH, terdapat pada Lampiran 11a hingga Lampiran 11e. Berdasarkan pengamatan pada setiap area dapat diketahui pengurangan lampu dapat dilakukan pada bagian-bagian berikut, terlihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Pengurangan Lampu

Area Awal Akhir Pengurangan

Persiapan Offal 4 x 18 watt 2 x 18 watt 36 watt Bonning Room 22 x 38 watt 20 x 38 watt 76 watt

Kantin 1 x 38 watt 1 x 18 watt 20 watt

Total (Watt) 132

Pada Tabel 14 dapat diketahui pengurangan lampu yang dapat dilakukan sebanyak 5 unit dengan pengurangan daya sebesar 132 watt. Emisi yang dapat diturunkan dari pengurangan lampu ini adalah sebesar 125,53 g CO2 per jam. Penghematan yang dapat dilakukan RPH adalah sebagai berikut:

(16)

40 Biaya Lampu (sblm) = (44 x Rp 29.000)+(47 x Rp 25.000)+(53 x Rp 25.000) = Rp 3.776.000 Biaya Lampu (stlh) = (44 x Rp 29.000)+(46 x Rp 25.000)+(51 x Rp 25.000) = Rp 3.701.000 Penghematan = Rp 3.776.000 – Rp 3.701.000 = Rp 75.000

Efisiensi penggunaan lampu tidak hanya dari pengurangan lampu saja, tetapi juga dapat dilakukan dengan mematikan lampu jika tidak dibutuhkan. Selama melakukan pengamatan RPH PT Elders Indonesia, ditemukan penggunaan lampu yang tidak efisien. Penggunaan yang tidak efisien merupakan penggunaan lampu pada siang hari pada ruangan atau area yang mendapatkan cahaya matahari yang cukup, sehingga penggunaan lampu sebenarnya tidak dibutuhkan pada ruangan atau area tersebut. Contoh penggunaan lampu yang tidak efisien adalah pada ruangan toilet staff, locker room untuk pekerja, dan lampu yang terus menyala pada area kandang yang merupakan area terbuka.

Tabel 16. Penggunaan Lampu diberbagai Kondisi Pada RPH PT Elders Indonesia

Kondisi Jam Kerja (Jam) Lampu

(Unit) Watt. jam Emisi (kg CO2)* Siang Hari 8 93 2620 19,95 Malam Hari 12 43 778 8,88 Lain-lain 24 33 753 17,19 Total 46,02

*Asumsi 1 watt = 0,951 g CO2 per jam

Pada Tabel 16 dapat diketahui bahwa terjadi pemborosan penggunaan lampu di RPH, yaitu sebanyak 22 unit lampu. 22 unit lampu tersebut menyala selama 24 jam, seharusnya lampu tersebut menyala hanya selama 12 jam. Sehingga pemborosan yang terjadi adalah sebanyak 555 watt. Jika dilakukan efisiensi penggunaan lampu maka RPH dapat mengurangi emisi sebanyak 6,33 kg CO2. Namun, menurut pihak RPH sebanyak 11 unit dari 22 unit lampu tersebut harus menyala selama 24 jam karena alasan keselamatan pegawai saat di malam hari. Bagian yang paling efektif dalam penggunaan lampu adalah chiller carcass karena penggunaan lampunya dilakukan secara otomatis, yaitu apabila pintu chiller tertutp dengan sempurna maka lampu akan mati.

4.

Efisiensi Mesin Produksi

Opsi keempat yang dapat diberikan adalah efisiensi penggunaan mesin produksi. Jam kerja dari setiap mesin produksi harus diketahui untuk menentukkan alat atau mesin mana yang membutuhkan efisiensi. Berikut adalah Jam kerja setiap mesin produksi pada RPH PT Elders Indonesia (Tabel 17).

(17)

41 Tabel 17. Jam Kerja Mesin Produksi di RPH PT Elders Indonesia

No Alat Jml

(Unit)

Daya

Jam Kerja Keterangan

HP Kwatt

1 Pencuci Babat 1 10 7,5 1-2 jam Killing Days (1x putar @10

mnt)

2 Oven Babat 1 0,02 0,015 40 menit Killing Days (1x @20 menit)

3 Brisket Saw 1 4 3 5 jam 30 menit Killing Days

4 Cutter Leg 1 3 2,25 5 jam 30 menit Killing Days

5 Carcass Splitter 1 3 2,25 5 jam 20 menit Killing Days

6 Compressor 1 10 7,5 7 jam Killing Days

7

Chiller Carcass (kecil) 1 16 12

22 jam Killing Days (mati 20 mnt/6 jam)

10 jam 45 menit Boning Days (mati 20 mnt/6 jam)

Chiller Carcass (besar) 1 16 12

22 jam Killing Days (mati 20 mnt/6 jam)

15 jam Boning Days (mati 20 mnt/6 jam)

8 Vaccum (baru) 1 7,5 5,5 5 jam 20 menit Boning Days

Vaccum (lama) 1 7,5 5,5 5 jam 27 menit Boning Days

9

Shrink Tank (kecil) 1 4 3 11 jam 25 menit Boning Days

Shrink Tank (besar) 1 9,34 7 11 jam 25 menit Boning Days

10 Belt Conveyor 1 3 2,25 6 jam 50 menit Boning Days

12

Strapping Machine 1 0,5 0,375 7 jam Boning Days

Strapping Machine

(Carton Chiller) 1 0,5 0,375

7 jam Killing Days

7 jam Boning Days

13 Blast Freezer 1 30 33,5

23 jam 30 menit Killing Days (mati 25 mnt/8 jam)

22 jam 45 menit Boning Days (mati 25 mnt/8 jam)

14 Carton Chiller 1 4 3 24 jam mati 30 mnt/2,5 jam

15 Pompa Air 2 0,17 0,251 8 jam Killing & Boning Days

16 Bone Saw 1 2 1,5 6 jam 15 menit Boning Days

17 Sterilizer 5 1,34 5 5 jam 50 menit Killing Days

1 1 5 jam 50 menit Boning Days

18 Air Curtain 1 0,2 3 12 jam Boning Days

19 AC Bonning Room 1 4 3 6 jam Killing Days

12 jam Boning Days

20 AC Packing Room 1 4 3

6 jam Killing Days

12 jam Boning Days

Pada Tabel 16 diketahui bahwa seluruh mesin produksi yang terdapat di RPH PT Elders Indonesia digunakan sesuai dengan kebutuhannya dan tidak terdapat pemborosan pemakaian pada jam kerja. Pemborosan yang terjadi ada pada daya yang digunakan, yaitu pada mesin vacuum. Vacuum di RPH terdapat 2 (dua) unit, digunakan untuk proses

(18)

42 pengemasan daging dan merupakan bagian dari HACCP RPH. Salah satu alat vacuum yang boros energi perlu diganti dengan unit yang baru agar penggunaan listrik dapat diefisiensikan.

D.

UPAYA PENGELOLAAN RPH TERHADAP PENURUNAN EMISI

GAS RUMAH KACA

Pada pengamatan di RPH, emisi yang dikeluarkan berasal dari 2 (dua) bagian yaitu emisi dari penggunaan energi dan penanganan limbah. Opsi-opsi yang diberikan dan telah dianalisa merupakan opsi-opsi yang memungkinkan untuk dilakukan dalam upaya penurunan emisi GRK di RPH PT Elders Indonesia. Hasil analisa dari opsi-opsi tersebut, bahwa pemanfaatan limbah padat menjadi kompos merupakan opsi terbaik dalam penurunan emisi GRK di RPH. Selain itu, pemanfaatan limbah padat dan cair untuk biogas merupakan opsi kedua terbaik dalam penurunan emisi GRK. Penurunan emisi GRK dengan memanfaatkan limbah, sangat direkomendasikan untuk RPH ini. Hal ini didasari dengan besarnya emisi yang dihasilkan dari penanganan limbah, sehingga akan lebih efektif untuk menurunkan emisi GRK apabila memanfaatkan limbah untuk kompos atau biogas.

RPH PT Elders Indonesia tertarik dengan adanya opsi mengenai biogas, karena emisi yang dihasilkan RPH sebagian besar emisi berasal dari bahan bakunya yaitu ternak sapi. Keuntungan dari pembuatan biogas selain dapat mengurangi emisi GRK berupa gas metana (CH4), dapat memberikan keuntungan secara finansial dengan menghemat penggunaan energi gas yang selama ini berasal dari LPG. Kendala dari opsi ini adalah bahwa belum ada desain reaktor biogas yang dapat diimplimentasikan secara optimal untuk RPH dengan kapasitas ± 900 ekor per bulan.

Opsi penurunan emisi GRK dengan memanfaatkan limbah RPH yang lebih baik diimplementasikan dalam waktu dekat adalah melakukan pengomposan. Implementasi opsi ini lebih mudah dan sederhana dibandingkan dengan implementasi opsi biogas. Selain itu, opsi ini akan lebih banyak menurunkan emisi GRK dibandingkan dengan implementasi opsi biogas.

Opsi penurunan dengan efisiensi penggunaan listrik juga cukup mudah untuk diimplementasikan, namun tidak menghasilkan penurunan emisi GRK yang signifikan. Opsi efisiensi penggunaan listrik dapat dilakukan dengan efisiensi penggunaan lampu dan mesin produksi. Penurunan dengan opsi efisiensi penggunaan lampu dapat dilakukan, akan tetapi pihak RPH menyatakan penerangan yang ada di ruang produksi mereka sudah cukup atau bahkan kurang. Pernyataan tersebut dilandasi dengan adanya audit yang dilakukan saat sertifikasi NKV. Menurut Lukman (2010) NKV adalah sertifikat atau bukti tertulis yang sah telah terpenuhinya syarat higiene sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan, sehingga pihak RPH tidak dapat melakukan opsi tersebut.

Opsi penurunan emisi GRK dengan efisiensi penggunaan mesin produksi adalah mengganti mesin yang lama dengan unit yang baru, akan tetapi penurunan emisi GRK dengan mengganti unit mesin produksi akan membutuhkan banyak biaya dan tidak signifikan dalam menurukan emisi di RPH PT Elders Indonesia.

Gambar

Tabel  9  menunjukkan  RPH  ini  membutuhkan  listrik  sebanyak  99,22  kW  untuk  mesin-mesin  produksi  (Lampiran  4a),  24,08  kW  untuk  kebutuhan  operasional  lainnya  (Lampiran 4b), dan ± 3,53 kW untuk kebutuhan penerangan (Lampiran 4c)
Tabel 10. Kebutuhan Solar RPH PT Elders Indonesia  Kebutuhan  Unit  Liter
Gambar 12. Konsumsi Energi RPH PT Elders Indonesia Januari 2010 s.d. April 2011
Gambar 14. Perkiraan Emisi GRK dari Penggunaan LPG dan Solar (Genset dan Mobil  Distribusi) Tahun 2010 s.d
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung potensi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari penimbunan sampah di TPA Benowo dan merekomendasikan program pengelolaan

Gambar 6.. EMISI GAS RUMAH KACA DALAM ANGKA 15 menggunakan bahan bakar solar, minyak tanah, dan batubara. Penggunaan bahan bakar tersebut menyebabkan emisi CO2 di

ALEX YUNGAN. Pengaruh Kebijakan Dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Terhadap Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Dibimbing oleh BAMBANG HERO

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca yang selanjutnya disebut RAN-GRK adalah dokumen rencana kerja untuk pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sektor Pertanian di Provinsi Sumatera Utara yang berisi

mengurangi emisi gas rumah kaca serta potensi bahan baku biochar dari limbah biomassa perkebunan karet berdasarkan hasil studi pustaka dari penelitian yang telah

Kebijakan pembangunan pertanian diarahkan untuk meminimalisasi dampak negatif dari perubahan iklim dan berkontribusi dalam penurunan emisi GRK, yang dilakukan melalui (i)

Diantara peraturan peraturan yang mewadahi kebijakan penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia adalah : (1) Undang-Undang 17 Tahun 2004 tentang pengesahan