2.3 Kerangka Pikir
Umumnya fenomena penerjemahan dilatarbelakangi faktor-faktor penting seperti rasa ketertinggalan suatu negara terhadap negara lain, dampak globalisasi yang berakibat pada kebutuhan antar bangsa, dan kemajuan suatu negara yang dijadikan acuan bagi negara lain.
Hal ini menghasilkan puluhan bahkan ratusan karya terjemahan baik berwujud terjemahan karya sastra maupun karya ilmiah di bidang ilmu pengetahuan dan tekonologi. Dalam penerjemahan, ada yang dinamakan kemampuan menerjemahkan. Kemampuan ini diartikan sebagai suatu kecapakan, kesanggupan fisik dan mental, serta pengetahuan intelektual sosial maupun praktis yang dimiliki penerjemah atau pembaca agar dapat mengalihkan makna atau pesan yang terdapat dalam teks bahasa sumber dengan kesetaraan atau kesepadanan makna dan gaya bahasa yang tepat, jelas, dan wajar.
Penerjemahan merupakan tindakan dalam membawa makna suatu teks dari satu bahasa ke bahasa lain. Dalam prosesnya, penerjemahan melibatkan penafsiran makna teks dari bahasa sumber dan menghasilkan makna yang sama dalam bahasa lain atau bahasa sasaran.
Pemahaman teks sumber dan pengungkapan informasi atau pesan dari bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa) adalah hal yang esensial. Memahami teks, tidak bisa lepas dari konteksnya, yakni uraian atau kalimat yang mendukung kejelasan sebuah makna atau situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian (menurut kamus besar Bahasa Indonesia atau KBBI). Konteks sendiri termasuk dalam komponen penting untuk menghasilkan penerjemahan yang baik. Dalam kegiatan penerjemahan, aspek linguistik memiliki peran yang besar. Semakin tinggi pemahaman dan penguasaan aspek linguistik yang dimiliki seorang penerjemah maka semakin baik pula karya terjemahan yang dihasilkan. Salah satu contohnya adalah sinonimi dan polisemi, yang termasuk dalam aspek linguistik semantik leksikal. Adanya hubungan semantik antar satuan lingual dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan makna, ketercakupan makna, kegandaan makna maupun kelebihan
makna. Dalam hal ini, satuan lingual yang berelasi sinonimi dan polisemi cenderung memiliki pemaknaan yang hampir sama sehingga dapat menimbulkan mispersepsi di kalangan pembaca. Selain itu, perbedaan pemaknaan juga dipengaruhi oleh pemahaman konteks tiap individu yang berbeda-beda yang akan berpengaruh pada ketepatan pemilihan diksi saat penerjemahan.
Untuk dapat memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat di dalam wacana yang diungkapkan oleh penulis dibutuhkan inferensi. Sederhananya, pembaca harus mampu mengambil kesimpulan sendiri meskipun makna itu tidak terungkap secara eksplisit ketika mengambil pengertian, pemahaman, atau penafsiran suatu makna tertentu. Inferensi diartikan sebagai simpulan atau yang disimpulkan, juga sebuah penalaran dengan keyakinan yang bersifat deduktif dan ataupun induktif yang bila dipahami secara mendalam merupakan sintesa analisis pemikiran kita yang menjadi asumsi, opini, argumentasi, ataupun konklusi terhadap suatu objek (Boghossian 2014). Memahami teks terjemahan tentu harus disesuaikan dengan tujuan penerjemahan itu sendiri, yaitu mengungkap informasi atau pesan yang terdapat dalam bahasa sumber (Bsu). Akibat berkaitan erat dengan aspek psikologis kognitif pembaca atau penerjemah, kemampuan inferensi ini berperan dalam pemahaman konteks (konteks makna maupun konteks situasional) sekaligus pemaknaan atas teks dalam penerjemahan.
Teks
Pemahaman teks wacana naratif penerjamah dan pembaca
Menerjemahkan teks sasaran Memahami pesan dari
teks sumber
Satuan lingual yang memiliki relasi makna hampir sama
Polisemi Sinonimi
Peran dan fungsi relasi makna dalam memahami teks bahasa sumber pada novel Korea Juggosipjiman Tteokpokkineun Meokkosipeo
Hubungan aspek-aspek penerjemahan dengan inferensi konteks berdasarkan novel terjemahan I Want To Die But I Want To Eat Tteokbokki
Peran dan Ketepatan Pemilihan Diksi
Inferensi atas konteks dalam teks wacana naratif bersifat mutlak