TERJEMAHAN MAHASISWA
PROGRAM STUDI BAHASA JERMAN
Siti Kudriyah, Tanti Kurnia Sari 1 Abstrak
Proses penerjemahan bukan hanya menyangkut keterampilan seseorang memahami teks Bahasa Sumber (BSu), melainkan juga kemampuan untuk menulis kembali pemahaman yang diperoleh ke dalam Bahasa Sasaran (BSa). Proses yang kompleks ini menuntut kemampuan kognitif, linguistik dan juga kreatifitas. Penerjemahan sebagai suatu prosedur pengubahan suatu naskah bahasa sumber menjadi naskah target dengan ekuivalensi seoptimal mungkin dan menghendaki pemahaman penerjemah terhadap sintaksis, semantik, stilistik, dan konteks naskah asli. Dibandingkan dengan bahasa Jerman bahasa Indonesia mempunya perbedaan baik sistem komposisi leksikalnya, sistem gramatikalnya maupun sarana stilistisnya. Dalam menerjemahkan, penerjemah perlu kemampuan yang memadai mengenai BSa, seperti: kemampuan kosakata, tatabahasa atau kaidah yang berlaku dalam BSa, agar penerjemah tidak melakukan penyimpangan kaidah dan makna. Demikian pula halnya dengan materi penerjemahan, ada teks yang menuntut pemahaman dan penggunaan stilistika yang kompleks dan ada pula yang sederhana. Penyimpangan (Abweichung) terjmemahan dapat dikaji berdasarkan aspek leksikal, gramatikal, dan teknik terjemahan. Sarana leksikal mencakup (a) aneka makna dan (b) diferensiasi/nondiferensiasi gramatikal mencakup aspek kaidah bahasa, Sedangkan analisis teknik penerjemahan mengacu pada beberapa cara (1) Terjemahan harfiah (literal translation), (2) penambahan (Additions), (3) penghilangan (omissions), (4) penggantian (replacements), (5) Kompresi (Compression), (6) Substitusi dan (7) terjemahan bebas (Free translation). Secara umum dapat disimpulkan bahwa mahasiswa masih mempunyai keterbatasan leksikal dan gramatikal serta menerjemahkan secara harafiah. Dengan demikian belum dapat menghasilkan terjemahan yang tepat dan luwes. Kata Kunci: terjemahan, teks, informasi
Pendahuluan
Proses penerjemahan bukan hanya menyangkut keterampilan seseorang memahami teks Bahasa Sumber (BSu), melainkan juga kemampuan untuk menulis kembali pemahaman yang diperoleh ke dalam Bahasa Sasaran (BSa). Proses yang kompleks ini menuntut kemampuan kognitif, linguistik dan juga kreatifitas. Demikian pula halnya dengan materi penerjemahan, ada teks yang menuntut pemahaman dan penggunaan stilistika yang kompleks dan ada pula yang sederhana.
Pelajaran penerjemahan tidak diberikan pada mahasiswa pemula, karena kuliah penerjemahan Jerman - Indonesia (Übersetzung Deutsch – Indonesisch) di Program
Studi Pendidikan Bahasa Jerman, Universitas Negeri Medan (Unimed) diberikan di semester empat, dengan demikian jika mahasiswa mengikuti mata kuliah tersebut, maka itu berarti mereka telah mempunyai pengalaman belajar bahasa Jerman selama tiga semester. Sehingga dapat diperkirakan mereka telah memiliki dasar penguasaan bahasa tersebut, walaupun tentu belum pada taraf yang sempurna.
Terjemahan merupakan kegiatan antarbahasa yang mempunyai peranan penting dalam pengalihan informasi, komunikasi dan kebudayaan antar individu, kelompok, masyarakat, bangsa dan negara yang berbeda (Kuβmaul: 2009: 8). Dalam menerjemahkan, penerjemah perlu kemampuan yang memadai mengenai BSa, seperti: kemampuan kosakata, tatabahasa atau kaidah yang berlaku dalam BSa, agar penerjemah tidak melakukan penyimpangan kaidah dan makna .
Kajian Teori
1. Hakikat terjemahan.
Kata terjemahan (translation) berasal dari kata kerja bahasa Inggris ‘translate’ menerjemahkan, mengalihbahasakan dan menafsirkan. Sedangkan secara terminologi terjemahan adalah menggantikan kata dalam BSu ke dalam kata bahasa lain atau BSa dengan makna yang sepadan. Dalam literatur linguistik, teori terjemahan sering juga disebut ilmu terjemahan (science of translation, Übersetzungswissenschaft), kata ilmu disini diartikan sebagai teori, metode dan teknik (Moentaha, 2006:9). Proses terjemahan (das Übersetzen, the translating), seperti yang dikatakan ilmuwan bahasa dari Jerman Jäger yang dikutip oleh Moentaha (2006:9) adalah transformasi teks dari satu bahasa ke teks bahasa lain tanpa mengubah isi teks asli. Jadi terjemahan adalah jenis transformasi antarbahasa yang berbeda dengan jenis transformasi intrabahasa, yakni transformasi yang terjadi di dalam bahasa itu sendiri.
Tidak semua penggantian teks dalam satu bahasa dengan teks dalam bahasa lain merupakan terjemahan. Untuk bisa disebut terjemahan, teks dalam bahasa A harus mengandung sesuatu yang sama dengan teks dalam bahasa B. Dengan kata lain, dalam memindahkan informasi dari sistem bahasa yang satu ke sistem bahasa yang lain harus dipertahankan isi informasi teks asli. Moentaha (2006:10) menyatakan bahwa, terjemahan adalah proses penggantian teks dalam bahasa sumber atau bahasa pemberi dengan teks dalam bahasa sasaran tanpa mengubah tingkat isi teks bahasa sumber. Pengertian „tingkat isi“ di atas harus dipahami secara maksimal dan luas, yakni tidak hanya yang menyangkut arti dasar (material meaning), ide atau konsepsi yang terkandung dalam tingkat isi, tapi juga semua informasi yang ada dalam teks bahasa sumber, semua norma-norma bahasa, seperti makna leksikal, makna gramatikal, nuansa stilistis/nuansa ekspresif.
Secara luas terjemahan dapat diartikan sebagai semua kegiatan manusia dalam mengalihkan seperangkat informasi atau pesan (message), baik verbal maupun non-verbal dari informasi sumber (source information) ke dalam informasi sasaran (target information). Sedangkan secara keseharian, dalam pengertian dan cakupan yang lebih sempit, terjemahan biasa diartikan sebagai suatu proses pengalihan pesan yang terdapat di dalam teks bahasa sumber (source language) dengan padanannya di dalam bahasa sasaran (target language) (Baker, 2011: 1)
Larson (1999:12) mendefinisikan terjemahan lebih menekankan pada proses. Penerjemahan merupakan usaha menciptakan kembali pesan dalam bahasa sumber dengan padanan alami yang sedekat mungkin ke dalam bahasa sasaran, dalam hal makna dan gaya bahasanya. Dalam hal ini tidak mempermasalahkan bahasa yang terlibat dalam penerjemahan, tetapi lebih tertarik pada cara kerja penerjemahan, yaitu mencari padanan alami yang semirip mungkin sehingga pesan dalam BSu bisa disampaikan dalam BSa. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa dalam penerjemahan, pengalihan pesan dari BSu ke dalam BSa harus diungkapkan sewajar mungkin dalam bahasa penerima atau sasaran dengan menuruti semua aturan yang berlaku dalam BSa.
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terjemahan adalah proses penggantian atau transformasi pesan dari BSu ke dalam BSa dengan memperhatikan kesepadanan dua bahasa tersebut. Kesepadanan makna dalam mengungkapkan hasil terjemahan merupakan hal yang paling penting, karena hal ini yang menjadi tujuan utama dalam penerjemahan. Gaya penerjemahan dan pengungkapan makna sangat tergantung dari kemampuan penerjemah, oleh sebab itu penerjemah harus menguasai kaidah bahasa dan kosakata BSa agar mampu menggunakan bahasa tersebut yang sepadan dengan makna yang dimaksud oleh penulis dalam BSu.
2. Kendala dalam Proses Menerjemahkan
Newmark (2002: 190) menyatakan bahwa setiap bahasa mempunyai sistem gramatikal dan sistem leksikal sendiri yang spesifik. Setiap bahasa mempunyai struktur gramatikal dan komposisi leksikal sendiri yang berbeda dengan struktur gramatikal dan komposisi leksikal bahasa lain. Setiap bahasa merupakan sistem yang sangat rumit dan mempunyai ciri-ciri khas sendiri. Perbedaan-perbedaan antara sistem BSu dan sistem BSa dapat menimbulkan kesulitan bahasa dalam penerjemahan. Padahal, informasi dalam teks bahasa sumber mengandung norma-norma bahasa, seperti: (1) sarana leksikal, (2) sarana gramatikal, (3) sarana stilistis/nuansa ekspresif sebaiknya disampaikan sepenuhnya ke dalam teks bahasa sasaran dalam proses terjemahan (Moentaha, 2006:13).
a. Sarana Leksikal
Kridalaksana, (2008:141) menyebutkan bahwa leksikal bersangkutan dengan leksem, bersangkutan dengan kata dan bersangkutan dengan leksikon, dan bukan dengan gramatika. Leksem adalah satuan bermakna yang membentuk kata, sedangkan leksikon adalah komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa. Berdasarkan pendapat tersebut maka sarana leksikal terdiri atas: aneka makna, diferensiasi/nondiferensiasi dan medan semantis
b. Sarana Gramatikal
Gramatikal menurut Kridalaksana (2008:75) bersangkutan dengan gramatika suatu bahasa atau sesuai dengan kaidah-kaidah gramatika suatu bahasa. Sesuai pendapat tersebut maka sarana gramatikal terdiri atas: bentuk-bentuk tung-gal dan jamak, kategori aspek, kategori genus
3. Teknik Penerjemahan
Teknik penerjemahan secara langsung berkaitan dengan permasalahan praktis penerjemahan dan pemecahannya daripada dengan norma maupun pedoman penerjemahan tertentu. Teknik penerjemahan akan lebih banyak berkaitan dengan langkah praktis dan pemecahan masalah (Machali, 2009:107). Menurut Molina dan Albir dalam Silalahi (2009:81) ”teknik penerjemahan merupakan prosedur untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan terjemahan berlangsung dan dapat diterapkan pada berbagai satuan lingual”. Di bawah ini dikemukakan teknik penerjemahan menurut Moentaha (2006:48-87).
a. Terjemahan harfiah (literal translation) ialah terjemahan yang hasil realisasinya berada di bawah standar, yakni di bawah hasil terjemahan yang cukup menyampaikan informasi teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran dengan mematuhi norma-norma bahasa sasaran. Biasanya terjemahan harfiah dilakukan di tingkat kata, yaitu penerjemahan kata demi kata, sehingga tidak jarang menghasilkan terjemahan semu.
b. Substitusi (substitution) ialah proses terjemahan yang realisasinya dilakukan dengan mengubah bentuk bahasa sumber ke bentuk bahasa sasaran dengan memptertimbangkan makna. Teknik substitusi termasuk ke dalam terjemahan harfiah karena penerjemahannya dilakukan di tingkat kata. Substitusi dalam terjemahan biasa jarang sekali digunakan, dan kalau digunakan hanya sebagai perkecualian.
c. Terjemahan bebas (free ranslation) ialah terjemahan yang dilakukan di tingkat satuan-satuan bahasa, seperti kalimat atau teks secara keseluruhan. Terjemahan bebas, pada umumnya, lebih baik diterima, ketimbang terjemahan harfiah, karena dalam terjemahan bebas biasanya tidak terjadi baik penyimpangan makna, maupun pelanggaran norma-norma bahasa sasaran. Terjemahan bebas bisa diterima dalam penerjemahan teks ragam sastra, namun sama sekali tidak bisa digunakan dalam penerjemahan teks-teks dokumen resmi, seperti dokumen undang-undang, dokumen diplomatik, dokumen militer dan lainnya.
d. Parafrasa (paraphrase). Capaian padanan situasi bisa juga diperoleh dari teknik terjemahan parafrasa, karena informasi yang ada dalam teks bahasa sumber dipertahankan oleh teknik tersebut dalam bentuk gambaran situasi bukannya makna teks bahasa sumber. Teknik parafrasa boleh digunakan hanya kalau upaya untuk menyampaikan dengan tepat makna teks bahasa sumber akan memberikan hasil yang secara leksikal, gramatikal dan stilistis kurang meyakinkan. Parafrasa sebagai teknik terjemahan sering ditemukan dalam penerjemahan susastra dan digunakan hanya dalam situasi tertentu.
e. Penggantian (replacements). Yang terkena teknik penggantian dalam proses terjemahan ialah satuan gramatikal (kelas kata, bagian kalimat), satuan-satuan leksikal (kata-kata tertentu) dan konstruksi-konstruksi kalimat.
f. Penambahan (additions). Penambahan leksikal dalam teks bahasa sasaran biasanya diperlukan, kalau maksud isi teks bahasa sumber diungkapkan dengan sarana lain, termasuk dengan sarana gramatikal. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksud dengan penambahan kata-kata tertentu ialah tanpa menambah maksud yang ada dalam teks bahasa sumber, karena di dalam teks bahasa sasaran sudah tersampaikan informasi
yang sama, seperti yang ada dalam teks bahasa sumber, hanya saja diungkapkan dalam teks bahasa sasaran dengan cara-cara lain. Teknik penambahan digunakan karena kekurangan kata-kata tertentu.
g. Penghilangan (omissions/dropping). Merupakan gejala yang langsung bertentangan dengan teknik penambahan. Teknik penghilangan dalam proses terjemahan ialah membuang kata yang berlimpah, karena merupakan kelimpahan semantis, yakni tanpa bantuan kata yang berlimpah itu, isi informasi dalam teks bahasa sumber telah dapat disampaikan ke dalam teks bahasa sasaran secara utuh. h. Kompressi (compression). Yaitu teknik penerjemahan dengan melakukan
pengurangan leksikal demi tercapainya pemadatan teks terjemahan. Tendensi ke perluasan teks terjemahan harus diimbangi dengan tendensi ke penggunaan teknik kompresi, yakni ke pengungkapan singkat, ringkas dan padat.
i. Derivasi sintaktis (syntactic derivation) merupakan proses pembentukan berbagai konstruksi sintaktis dengan cara melalui transformasi konstruksi inti. Dalam proses terjemahan, derivasi sintaktis mengubah posisi bagian kalimat yang satu atau yang lain. Karena itu teknik derivasi sintaktis menyangkut operasi ”aktif-pasif”.
j. Terjemahan deskriptif (descriptive translation) amplifikasi (ampli-fication). ialah penyampaian makna teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran dengan menggunakan kombinasi kata-kata bebas, yakni menjelaskan satuan-satuan leksikal yang mencerminkan realitas spesifik negeri yang satu atau yang lain, karena satuan-satuan seperti itu tidak mempunyai ekuivalensi – ”satuan-satuan leksikal tanpa ekuivalensi”. Terjemahan deskriptif sama dengan teknik terjemahan amplifikasi, yaitu teks yang diperluas dalam proses terjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain. k. Eksplikasi/implikasi (explication/implication). Teknik eksplikasi dalam proses
terjemahan ialah merealisasi pengungkapan eksplisit dalam teks bahasa sasaran, karena dalam teks bahasa sumber ada informasi yang pengungkapannya tidak jelas, yaitu ada implikasi dalam informasi tersebut (pengungkapan implisit). Sesuatu yang tidak jelas diungkapkan dalam satu bahasa, wajib diungkapkan dengan gamblang (eksplisit) dalam bahasa lain.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Data yang dianalisis adalah hasil terjemahan Bahasa Jerman – Indonesia mahasiswa semester IV dari 3 jenis teks yaitu (1) teks yang yang termasuk dalam Alltagssprache, (2) teks sastra dan (3) teks ilmiah. Teks Alltagssprache menggunakan bahasa sederhana untuk kepentingan komunikasi sehari, teks sastra menggunakan bahasa dengan stilistik khusus, dan teks ilmiah bahasa mempunyai bentuk dan penggunaan bahasa khusus (Fachsprache), yang berbeda dengan bahasa sehari-hari.
Sesuai dengan teori penerjemahan tersebut gambaran penyimpangan penerjemahan mahasiswa, antara lain sebagai berikut:
Attendonop hat 275 Einwohnerin und Einwohner.
‘Attendonop memiliki 275 penduduk wanita dan penduduk pria.’
Kata penduduk wanita dan penduduk pria sebagai terjemahan hafiah “Einwohnerin und
Einwohner”. Untuk mengungkapkan fakta dalam stuktur bahasa Jerman yang
mengenal Genus, sering digunakan jenis laki-laki (Maskulin) dan perempuan (Feminin), Einwohner.und Einwohnerin, meskipun biasanya hanya diungkapkan
secara umum dengan “Einwohner”, karena bahasa Jerman secara seksis tergolong dalam bahasa yang cenderung mendominankan gender laki-laki (Männersprache). Dalam menerjemahkan pengetahuan latar belakang linguistik ini diperlukan, sehingga seseorang tidak akan menerjemahkan secara langsung dengan menyebutkan genus penduduk wanita dan penduduk pria, namun cukup mem-berikan padanan kata secara
umum kata ” Einwohner” adalah penduduk.
Kultur und Natur erleben: In Altendonop verbinden sich Kultur und Natur. ‘Budaya dan alam. Altendonop menggabungkan budaya dan alam’.
Dengan tidak menerjemahkan kata ‘erleben’ pesan yang disampaikan tidak lengkap. Penerjemahan masih cenderung kata perkata, sehingga terkesan bahasanya kaku dan tidak luwes.
‘Mengalami secara langsung budaya dan alam. Di Altendonop terdapat perpaduan budaya dan alam.
über allen Gipfeln
‘Semua tentang puncak’
Mahasiswa cenderung menerjemahkan baris dari puisi tersebut secara harafiah, seharus- nya mahasiswa menggunakan pengetahuan linguistiknya tentang kata depan/ Preposi-tionen “über”. Sebaiknya terjemahan baris tersebut ‘ di atas semua puncak’.
Spürst du
‘ kau rasakan’
Dalam menerjemahkan puisi, sangat tidak disarankan menerjemahkan kata perkata, untuk mengungkapkan keindahan. Penambahan partikel akan lebih mengungkapkan
rasa puitis ‘ kau kan rasakan’.
Die Vögelein schweigen im Wald.
‘Burung-burung diam di hutan’
Vögelein lebih tepat diterjemahkan ‘burung kecil‘ karena memberikan nuansa kalimat yang berbeda. Keterbatasan kemampuan lekikal mengakibatkan hasil terjemahan yang kurang pas. apalagi dalam menerjemahkan teks sastra, yang justru lebih mementingkan aspek keindahan, sehingga pmilihan kata yang tepat agar dapat mengungkapkan makna keindahannya.
Um von einer naiven zu einer professionellen Haltung gegenüber Wörtern zu gelangen, kann uns die Linguistik, speziell die Teildisziplin Semantik helfen […]
‘Untuk pergi dari sikap naïf ke sikap professional terhadap kata-kata, linguistik
dapat membantu kita, khususnya disiplin sub semantik […]
Terjemahan masih sangat literal dan tidak dapat menyampaikan pesan dengan tepat. Kalimat tersebut seharusnya diterjemahkan dalam konteks, sehingga lebih
menggunakan terjemahan parafrase ’Ilmu linguistik khususnya semantik dapat
membantu untuk mengetahui makna sebuah kata secara tepat.
In der Linguistik bezeichnet man solche Übereinstimmungen als Homonymie.
’ Seorang menyebut semacam sebagai homonymie’
Penggunaan struktuk tata bahasa harus sesuai dengan bahasa target. Dalam bahasa sumber digunakan kalimat aktif, namun dalam bahasa sasaran justru yang wajar diungkapkan dalam bentuk kalimat pasif.
Betrachtet man dieses Beispiel freilich etymologisch, so erfährt man in entsprechenden Wörterbüchern, dass die beiden Bedeutungen doch miteinander in einem Zusammenhang stehen.
‘Memang orang mengamati contoh ini secara etimologi, jadi orang mengetahuinya sesuai dengan di kamus, bahwa kedua makna tadi tidak memiliki hubungan.
Kurang pemahaman tentang struktur bahasa sumber mengakibatkan
penerjemahan tidak tepat. Dengan letak kata kerja ”betrachtet man … ” di awal kalimat, struktur kalimat tersebut merupakan kalimat pengandaian. Selain itu penerjemahan kata demi kata menghasilkan kalimat yang tidak dapat difahami. Untuk itu harus dilakukan proses mengedit kembali dan selanjutnya menyusunnya dalam bahasa sasaran yang baik.
’Jika meninjau contoh tersebut secara etimologis, maka akan terlihat bahwa kedua
makna tersebut saling berkaitan’.
Simpulan Dan Saran
Dalam pengajaran bahasa asing mata kuliah penerjemahan memegang peranan penting, karena kemampuan menerjemahkan merupakan indikator penguasaan bahasa asing tingkat tinggi. Kemampuan menerjemahkan mencer-minkan pemerolehan seluruh kemampuan berbahasa, karena dalam hal ini seseorang telah mampu memahami makna bahasa asal dan selanjutnya mengungkapkan kembali dalam bahasa sasaran secara tepat dan benar.
Terjemahan merupakan kegiatan antarbahasa yang mempunyai peranan penting dalam pengalihan informasi, komunikasi dan kebudayaan antar individu, kelompok, masyarakat, bangsa dan negara yang berbeda. Dalam menerjemahkan, penerjemah perlu kemampuan yang memadai mengenai BSa, seperti: kemampuan kosakata, tatabahasa atau kaidah yang berlaku dalam BSa, agar penerjemah tidak melakukan penyimpangan kaidah dan makna .
Dibandingkan dengan bahasa Jerman bahasa Indonesia mempunya perbedaan baik sistem komposisi leksikalnya, sistem gramatikalnya maupun sarana stilistisnya. Oleh sebab itu untuk memperoleh kemampuan menerjemahkan yang bagus sangat dituntut berbagai kemampuan yang komprehensif tentang struktur, kosa kata dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran dan juga latihan yang intensif. Membaca hasil terjemahan berkali-kali, selanjutnya mengungkapkannya dalam bahasa sasaran yang luwes dan benar.
Daftar Pustaka
Baker, Mona. 2011. In Other Word. A Couse b ook on Translation. London: Routledge
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia
Kuβmau, Paul. 2009. Übersetzen nicht leicht gemacht. Berlin: SAXA Verlag.
Larson, Mildred L. 1999. Penerjemahan Berdasarkan Makna: Pedoman Untuk Pemadanan Antarbahasa. Alihbahasa: Kencanawati Taniran. Jakarta: Arca Machali, Rochayah. 2009. Pedoman Bagi Penerjemah. Bandung : Mizan Pustaka Moentaha. Salihen. 2006. Bahasa dan Terjemahan. Language and Translation The
Muchtar, M. 1012. Penerjemahan. Teori, Praktik dan Kajian. Medan: Bartong Jaya Newmark, Peter. 1992. A Textbook of Translation. London: Prentice Hall.
Silalahi, Roswita. 2009. ”Dampak Tenik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan Pada Kualitas Terjemahan Teks Medical-Surgical Nursing Dalam Bahasa Indonesia. Tesis. Medan: Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.