JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume IX No. 1 Januari – Juli 2022 Page 1 PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK
SAPI DITINJAU DARI ASAS KEADILAN DI DESA KOTO CENGAR KABUPATEN KUANTAN SINGINGI
Oleh: Zulfauzi Akhyar
Program Kekhususan : Hukum Perdata BW Pembimbing I: Dr. Hayatul Ismi, SH., MH.
Pembimbing II: Ulfia Hasanah, SH., M.Kn
Alamat: Jln. Eka Tunggal Gang Eka Syarti No. 2 Tampan Email / Telepon : [email protected] / 0821-7209-1212
ABSTRACT
Agreements in the form of unwritten or oral agreements in general tend to be considered as weak agreements considering that oral agreements are more difficult to prove because they are easy to be denied by the promised party when compared to written agreements with clear clauses, in an agreement for the maintenance of cattle in general. the community held it in the form of an oral agreement so that it was not clearly proven what the rights and obligations of each party were, this study aims to see the implementation of the cattle husbandry agreement in the Koto Cengar community, Kuantan Singingi Regency from the principle of justice so that it can be known as long as the agreement provides justice for the parties.
This study uses the sociological legal method, namely research carried out directly on the location or in the field to obtain data in order to provide a complete and clear picture of the problem being studied, in this study a population of 16 people was determined with a sample of 7 people consisting of the owner and maintenance community. cows and the Head of Koto Cengar Village, Kuantan Singingi Regency.
Based on the results of the study, it can be seen that in the implementation of the agreement for the maintenance of cattle in Koto Cengar Village, Kuantan Singingi Regency, the parties are bound by a verbal cooperation agreement where the parties mutually agree on things that they mutually agreed upon in the negotiations held without making it in written form, This is done by the parties because they trust each other that neither party intends to harm the other party, in the cattle maintenance agreement agreed upon by the parties, the parties agree or agree that the cattle owner has an obligation to provide cattle and bear all losses arising in the agreement.
Keywords: Animal Care Agreement and Justice
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume IX No. 1 Januari – Juli 2022 Page 2 BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam memenuhi berbagai kepentingannya melakukan berbagai macam cara, salah satu diantaranya dengan membuat perjanjian. Dalam KUH Perdata perjanjian diatur dalam Buku III (Pasal 1233-1864) tentang Perikatan. Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Sebuah perjanjian memiliki unsur-unsur yaitu pihak-pihak yang kompeten, pokok yang disetujui, pertimbangan hukum, perjanjian timbal balik, serta hak dan kewajiban timbal balik. Berdasarkan pengertian diatas, perjanjian terdiri atas para pihak, adanya persetujuan antara para pihak, terdapat prestasi yang akan dilaksana kan, berbentuk lisan atau tulisan, terdapat syarat-syarat tertentu sebagai isi dalam perjanjian serta adanya tujuan yang hendak di capai.
Obyek perjanjian harus tertentu atau minimal dapat ditentukan selain itu segala sesuatu yang menjadi objek perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang- undang, kesusilaan, maupun ketertiban umum yang berlaku di masyarakat.
Kemudian bahwa suatu perjanjian yang dilarang tanpa sebab memuat sebab yang palsu, ataupun sebab yang dilarang.1
Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan adanya 4 syarat sah suatu perjanjian yang terbagi menjadi 2 yaitu syarat sah subjektif dan syarat sah objektif.
Syarat subjektif terdiri dari adanya kesepakatan para pihak dan kecakapan hukum dari para pihak. Syarat objektif terdiri dari objek hukum dan kausa yang halal.2
1Abdul Ghofur Anshori,,Hukum Perjanjian Islam diIndonesia (konsep,regulasi,dan implementasi), Gadjah Mada University Press, Jogjakarta,2018,hlm 8
2 http://www.sindikat.co.id/blog/syarat-sahnya- perjanjian, diakses,tanggal,6maret,2020.
Dalam kamus hukum, tanggung jawab yaitu suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya.3 Konsep tanggung jawab hukum berkaitan erat dengan konsep hak dan kewajiban.4 Sedangkan resiko diartikan sebagai tanggung jawab seseorang sebagai akibat dari perbuatannya. Dalam hukum perikatan, resiko diartikan sebagai kewajiban memikulkerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda seperti yang dimaksud dalam perjanjian. Sebagai contoh : barang yang diperjualbelikan musnah di tengah jalan, karena kapal yang mengangkut karam. Dalam hal demikian siapa yang mesti menanggung kerugian itu
? Itulah persoalan yang dinamakan risiko.5 B. RumusanMasalah
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian pemeliharaan hewan ternak sapi di Desa Koto Cengar Kabupaten Kuantan Singingi?.
2. Apakah pelaksanaan perjanjian pemeliharaan hewan ternak sapi di Desa Koto Cengar Kabupaten Kuantan Singingi sudah sesuai dengan Asas Keadilan?
C. Tujuan dan Kegunaan Penilitian 1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pemeliharaan hewan ternak sapi di desa Koto Cengar Kabupaten Kuantan Singingi.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pemeliharaan hewan ternak sapi desa di Koto Cengar Kabupaten Kuantang Singingi ditinjau dari asas keadilan.
3Andi Hamzah,2005,Kamus Hukum,Ghalia Indonesia.
4Satjipto Rahardjo,2000,Ilmu Hukum,PT. Citra Aditya Bakti,Bandung,hlm 55.
5
https://legalstudies71.blogspot.com/2015/07/penger tian-risiko-dalam-hukum perjanjian. html, diakses,tanggal,11,juni,2021.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume IX No. 1 Januari – Juli 2022 Page 3 2. Kegunaan Penilitian
Dari penelitian ini, peneliti mengharapkan agar hasilnya nanti dapat bermanfaat bagi masyarakat desa Koto Cengar Kabupaten Kuantan Singingi, khususnya pemilik dan pemelihara dan untuk masyarakat sekitar umumnya.
Secara akademik, juga diharapkan dapat bermanfaat bagi Lembaga dalam hal ini Fakultas Hukum Universitas Riau sebagai masukan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam hukum perdata.
Secara khusus kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sebagai persyaratan penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Riau.
Sebagai sumbangsih pemikiran terhadap pemecahan permasalahan mengenai penerapan asas keseimbangan dalam perjanjian bagi hasil hewan ternak sapi.
b. Untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan bagi para peneliti maupun bagi yang lainnya dalam melakukan penelitian mengenai tinjauan tentang perjanjian pemeliharaan hewan ternak sapi ditinjau dari Asas Keadilan.
D. Kerangka Teori 1. Teori Keadilan
Teori-teori Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam mengutamakan “the search for justice”.Berbagai macam teori mengenai keadilan dan masyarakat yang adil. Teori-teori ini menyangkut hak dan kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Diantara teori-teori itu dapat disebut: teori keadilan Aristoteles dalam bukunya nicomachean ethics dan teori keadilan sosial John Rawl dalam bukunya a theory of justice dan teori hukum dan keadilan Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state.
Teori Keadilan Aritoteles Pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Spesifik dilihat dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang, berdasarkan filsafat hukum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukumhanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”.Pada pokoknya pandangan keadilan ini sebagai suatu pemberian hak persamaan tapi bukan persamarataan.6
Aristoteles membedakan hak persamaanya sesuai dengan hak proposional. Kesamaan hak dipandangan manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Inilah yang dapat dipahami bahwa semua orang atau setiap warga negara dihadapan hukum sama. Kesamaan proposional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang telah dilakuka nya. Lebih lanjut, keadilan menurut pandangan Aristoteles dibagi kedalam dua macam keadilan, keadilan “distributief” dan keadilan “commutatief”. Keadilan distributif ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut pretasinya.
2. Teori Kontrak
Teori kontrak merupakan suatu reaksi kuat yang melahirkan sumber kewajiban kontraktuil adalah pertemuan antara dua kehendak atau bertemunya kehendak (convergence of the wills) atau consensus kedua belah pihak yang membuat kontrak. Menurut teori hukum kontrak klasik , ada dua hal prinsip dalam suatu hubungan kontraktuil yaitu prinsip persetujuan, dan prinsip
kehendak bebas (free
will)ataupilihanbebas (free choice).
Dari perkembangan teori kebebasan
6A. Mukti Arto, Mencari Keadilan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, hlm. 12.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume IX No. 1 Januari – Juli 2022 Page 4 berkontrak klasik tersebut, maka
tumbuh suatu aliran atau teori hukum kontrak modern yang menekankan bahwa consensus adalah inti (core) dan dasar dari suatu hubungan kontraktuil.7
Teori hukum kontrak modern, mengakui pentingnya kebebasan individu dalam menentukan pilihan kehendaknya dalam suatu hubungan kontraktuil, namun disamping itu diperlukan pula suatu consensus yang tegas.8 Teori kontrak ini dibutuhkan dalam melaksanakan perjanjian bagi hasil hewan ternak sapi karna dalam bagi hasil tersebut terdapat sebuah perjanjian atau kontrak yang terjadi antara pihak pemilik sapi dan pihak pemelihara sapi agar kedua belah pihak mematuhi aturan-aturan yang telah mereka sepakati dan aturan tersebut akan menjadi undang-undang yang mengikat diantara kedua belah pihak tersebut.
E. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual agar tidak menimbulkan salah penafsiran dalam penilitian maka penulis memberikan batasan-batasan terhadap penilitian sebagai berikut :
1. Pelaksanaan adalah sebagai proses dalam bentuk rangkaian kegiatan, yaitu berawal dari kebijakan guna mencapai suatu tujuan.9
2. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih
3. Pemeliharaan adalah proses, cara, perbuatan memelihara(kan); penja- gaan; perawatan10.
7 Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Pascasarjana UI, Jakarta, 2004, hlm. 91.
8 Salle, Hukum Kontrak: Teori dan Praktik, CV.Social Politic Genius (SIGn), Makassar, 2019, hlm 7-9
9 Bintoro Tjokroamidjojo, 2006, Pengantar Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta.
10
https://www.kamusbesar.com/pemeliharaan,diakses ,tanggal,23 juni,2021.
4. Hewan ternak sapi adalah sapi yang dengan sengaja dipelihara sebagai sumber pangan, sumber bahan baku industri, atau sebagai pembantu pekerjaan manusia. Usaha pemeliharaan
ternak disebut seba-
gai peternakan (atau perikanan, untuk kelompok hewan tertentu) dan
merupakan bagian dari
kegiatan pertanian secara umum.11 F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum sosiologis adalah penelitian yang dilakukan langsung dilokasi atau di lapangan untuk memperoleh data guna memberikan gambaran secara lengkap dan jelas tentang masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian di lapangan pada desa Koto Cengar Kabupaten Kuantan Singingi untuk melihat bagaimana pelaksanaan perjanjian bagi hasil hewan ternak sapi ditinjau dari Asas Keadilan antara pemilik sapi dan pemelihara sapi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif merupakan penelitian untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan,gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan .Yang dimaksud dengan pendekatan penelitian deksriptif adalah apa yang dialami dan didapat datanya oleh peneliti di lapangan. Selain data primer yang dikumpulkan melalui metode wawancara mendalam, dilakukan pula pengumpulan data sekunder, yaitu data yang telah ada dalam masyarakat dan lembaga tertentu. Misalnya menelaah buku-buku, teori-teori hukum,media masa dan peraturan-peraturan.
2. Lokasi Penelitian
Penilitian ini dilaksanakan didaerah Desa Koto Cengar Kabupaten Kuantan
11 https://id.wikipedia.org/wiki/Ternak, diakses,tanggal,5 november,2020
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume IX No. 1 Januari – Juli 2022 Page 5 Singingi dengan pertimbangan bahwa
penulis melihat dan mengamati adanya suatu perbuatan hukum yang lahir dari perjanjian namun perjanjian tersebut tidak memuatkan tentang hal-hal yang mereka perjanjikan secara tertulis sehingga hal ini dapat menimbulkan kesalah fahaman dikemudian hari.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah :
1. Wawancara terstruktur yaitu metode wawancara dimana penulis telah menyiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan yang hendak di sampai kan kepada responden;
2. Koesioner yaitu metode pengumpulan data dengan membuat daftar pertanyaan yang memiliki korelasi dengan permasalahan yang diteliti;
3. Kajian kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data melalui literatur- literatur kepustakaan yang memiliki korelasi dengan permasalahan yang sedang di teliti.
4. Analisis data
Dalam penelitian hukum sosiologis data dapat dianalisis secara kualitatif maupun kuantitatif, dalam penelitian ini maka analisis data yang penulis gunakan adalah secara kualitatif yaitu data yang penulis kumpulkan akan diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya yang selanjutnya penulis sajikan dalam bentuk uraian kalimat secara deskriptif, penulis selanjutnya memperbandingkan antara teori dengan prakteknya sehingga terlihat persesuai dan pertentangan antara keduanya, selanjutnya penulis mencoba menjawab masalah pokok serta menarik suatu kesimpulan dengan berpedoman kepada cara deduktif yaitu penarikan suatu kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum tentang perjanjian kepada hal-hal yang bersifat khusus tentang perjanjian pemeliharaan hewan ternak sapi ditinjau dari asas keadilan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian.
Pengertian perjanjian secara umum dilihat dalam pasal 1313 KUHPerdata yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, menurut R. Setiawan pengertian perjanjian sebagaimana tersebut dalam pasal 1313 KUHPerdata terlalu luas karena istilah perbuatan yang dipakai dapat mencakup juga perbuatan melawan hukum dan perwakilan sukarela, padahal yang dimaksud adalah bukan perbuatan melawan hukum. Perjanjian adalah hubungan atas dasar hukum kekayaan antara dua pihak, dimana pihak yang satu berkewajiban memberikan suatu prestasi atas nama pihak yang lain mempunyai hak terhadap prestasi itu.12
Wirjono Prodjodikoro memberikan definisi bahwa perjanjian itu merupakan suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak dimana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji tersebut. Perjanjian menurut Abdulkadir Muhammad adalah hal yang mengikat antara orang yang satu dengan orang yang lain, hal yang mengikat tersebut yaitu peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan misalnya jual beli.13
Dalam hukum perjanjian juga dikenal adanya beberapa asas penting yang merupakan dasar kehendak masing-masing pihak dalam mencapai tujuannya, ada pun asas-asas tersebut antara lain:14
12 Budiono Kusumohamidjojo, Dasar-dasar Merancang Kontrak, PT.Gramedia, Jakarta, 2008, hlm. 5.
13 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm 5 14 Firman Floranta Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 2014, hlm. 43-44.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume IX No. 1 Januari – Juli 2022 Page 6 I. Asas Kebebasan berkontrak (freedom of
contract/ laissez faire)
Setiap orang bebas membuat perjanjian apa saja baik yang sudah diatur atau belum oleh undang-undang, tetapi kebebasan itu dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak dilarang oleh undang- undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan Undang- Undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak mengkhendaki cara-cara tersendiri tetapi apabila tidak ditentukan lain maka kete ntuan Undang-Undang yang berlaku.
II. Asas Konsensualitas
Suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat diperoleh kata sepakat antara para pihak mengenai perjanjian, sejak saat itu perjanjian dianggap telah mengikat dan mempunyai akibat hukum. Azas konsensualisme suatu perjanjian walaupun dibuat secara lisan antara dua orang atau lebih telah mengikat, dan telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan (consensus), maka perjanjian yang mengikat dan berlaku diantara para pihak tidak lagi membutuhkan formalitas. Untuk menjaga kepentingan pihak debitur dibuat dalam bentuk-bentuk formal atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu.
III. Asas Personalia
Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur mengenai azas personalia yang menyatakan “pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji
selain untuk dirinya sendiri”.15 Pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorangdalam kapasitasya sebagai individu (subjek hukum pribadi), hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri meskipun secara sederhana dikatakan bahwa ketentuan pasal 1315 KUHPerdata menunjuk pada azas personalia, namun lebih jauh dari itu, ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata juga menunjuk kewenangan bertindak seseorang yang membuat dan atau mengadakan suatu perjanjian.
IV. Asas Obligator
Perjanjian yang dibuat para pihak baru dalam tahap menimbulkan hak dan kewajiban saja dan belum memindahkan hak milik. Hak milik akan berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst), yaitu melalui upaya levering. Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa sahnya suatu perjanjian diperlukan syarat-syarat, yaitu :
a. Kesepakatan (agreement atau consensus)
b. Kecakapan (capacity)
c. Hal yang tertentu (certainty of term) d. Sebab yang halal (legality).16
Dalam membuat suatu perjanjian maka isi dari pada perjanjian tersebut yang menggambarkan suatu tujuan yang hendak dicapai oleh para pihak itu, harus dibenarkan atau tidak bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Keempat syarat tersebut diatas merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian selain itu terdapat juga syarat tambahan bagi perjanjian tertentu saja misalnya perjanjian perdamaian yang diharuskan dibuat secara tertulis, unsur subjektif mencakup adanya kesepakatan dari para pihak dan kecakapan dari pihak- pihak yang melaksanakan perjanjian sedangkan unsur objektif meliputi
15 Kitab Undang-Undan Hukum Perdata, Pasal 1315
16 Kartini Muljadi., Op.,Cit., hlm 93
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume IX No. 1 Januari – Juli 2022 Page 7 keberadaan dari objek yang diperjanjikan
dan causa dari objek berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang oleh undang-undang.17
B. Tinjauan Umum Perjanjian Pemeliharaan Ternak Sapi Menurut Hukum Perdata
Dalam Hukum Adat Indonesia pelaksanaan perjanjian bagi hasil hewan ternak dikenal dengan nama deelwinning yaitu proses dimana pemilik ternak menyerahkan ternaknya kepada pihak lain untuk dipelihara dan membagi hasil ternak ataupun untuk peningkatan nilai jual dari ternak tersebut.18 Istilah perjanjian bagi hasil hewan ternak diberbagai daerah di Indonesia berbeda-beda seperti di Sumatera Barat perjanjian bagi hasil ternak dikenal dengan nama “paduon taranak”
atau “saduon taranak” sedangkan dalam masyarakat adat Aceh perjanjian bagi hasil ternak dikenal dengan nama mawah yang selanjutnya disebut perjanjian bagi hasil ternak.
Menurut Hukum Adat perjanjian bagi hasil ternak merupakan hubungan yang bersifat kekeluargaan dimana pada perjanjian ini terdapat penyerahan prestasi dari pihak yang satu kepada pihak lain dilakukan atas dasar kepercayaan kepada orang-orang yang sudah saling mengenal dari anggota kelompok masya rakat tertentu maupun dari saudaranya sendiri.
Adapun unsur penting dari perjanjian bagi hasil ternak tersebut adalah kesepakatan yang bersifat kepercayaan dan kekeluargaan yang kemudian unsur ini dituangkan dalam bentuk perjanjian lisan yang terjadi atas dasar kata sepakat antara pemilik ternak dengan peternak namun seiring perkembangan zaman, perjanjian bagi hasil yang dilakukan dalam masyarakat adat tidak hanya dalam bentuk lisan tetapi juga dibuat dalam bentuk
17 Ibid., hlm 94
18Miftahul Jannah, Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil (Mawah) Ternak Sapi Dalam Masyarakat Adat Aceh, Jurnal Ilmia FH Universitas Syiah Kuala, 2018, hlm 460
tertulis agar lebih terjamin kepastian hukumnya.
Tradisi atau kebiasaan adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama dengan adanya informasi yang diteruskan dari satu generasi kepada generasi selanjutnya dalam bentuk baik tertulis maupun lisan.19 Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang “adat” dan sekaligus “hukum”, dengan demikian hukum adat ialah keseluruhan aturan hukum yang tidak tertulis (sebagian kecil saja yang bersifat tertulis), dalam perkembangannya istilah hukum adat tidak mengandung arti hukum kebiasaan yang tradisional, tetapi juga termasuk hukum kebiasaan yang modern.
Asas hukum adat Indonesia diantaranya adalah :
1. Tradisional dimana hukum adat itu pada umumnya bercorak tradisional yang artinya bersifat turun-temurun;
2. Keagamaan yaitu perilaku hukum atau kaidah-kaidah hukumnya berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang ghaib atau berdasarkan pada ajaran Tuhan Yang Maha Esa;
3. Kebersamaan yaitu hukum adat itu lebih mengutamakan kepentingan bersama dimana kepentingan pribadi itu diliputi oleh kepentingan bersama;
4. Konkret dan visual yaitu jelas, nyata, berwujud, dan dapat dilihat;
5. Tidak dikodifikasi yaitu hukum adat kebanyakan tidak tertulis dan tidak dibukukan secara sistematis namun hanya sekedar pedoman bukan mutlak harus dilaksanakan kecuali yang bersifat perintah Tuhan;
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 Pasal 17 bahwa bagi hasil ternak dan persewaan ternak meliputi :
19 http://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume IX No. 1 Januari – Juli 2022 Page 8 1. Peternakan atas dasar bagi-hasil
ialah penyerahan ternak sebagai amanat yang dititipkan oleh pemilik hewan ternak kepada orang lain, untuk dipelihara baik-baik, diternakkan, dengan perjanjian bahwa dalam waktu tertentu titipan tersebut dibayar kembali berupa ternak keturunannya atau dalam bentuk lain yang disetujui oleh kedua pihak;
2. Waktu tertentu termaksud pada ayat (1) tidak boleh kurang dari 5 (lima) tahun, dalam hal yang dipeternakkan atas dasar bagi-hasil itu ialah ternak besar dan bagi ternak kecil jangka waktu itu dapat diperpendek;
3. Jika pengembalian ternak dilakukan dalam bentuk ternak maka jumlah ternak yang harus diberikan kepada pemilik adalah jumlah pokok semula ditambah sepertiga jumlah keturunan ternak semula itu;
4. Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai soal yang diatur pada ayat (2) sampai dengan ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.20
C. Tinjauan Umum Tentang Asas Keadilan.
Keadilan adalah sebuah pertanyaan yang acap kali kita dengar, namun pemahaman yang tepat justru rumit bahkan abstrak, terlebih apabila dikatikan dengan berbagai kepentingan yang demikian kompleks. Keadilan menurut Aristoteles, dalam karyanya “nichomachean ethics”
artinya berbuat kebajikan, atau dengan kata lain. keadilan adalah kebajikan yang utama. Menurut Aristoteles, Justicia consist in treating equals equally and unequals unequally, in proportion to their inequality” prinsip ini beranjak dari asumsi
“untuk hal-hal yang sama diperlakukan secara sama, dan yang tidak sama diperlakukan tidak sama, secara
20 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 Pasal 17
proporsional.21 Upianus, menggambarkan k eadilan sebagai justicia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuendi (keadilan adalah kehendak terus menerus dan tetap memberikan kepada masing-masing apa yang menjadi haknya.
Thomas Aquinas, dalam hubungannya dengan keadilan mengajukan tiga struktur fundamental (hubungan dasar), yaitu:
1. Hubungan antara individu (ordo partium ad partes)
2. Hubungan antar masyarakat sebagai keseluruhan dengan individu (ordo totius ad partes)
3. Hubungan antara individu terhadap masyarakat secara keseluruhan (ordo partium ad totum).
Menurut Thomas Aquinas keadilan distributif pada dasarnya merupakan penghormatan terhadap person manusia (acceptio personarum) dan keluruhannya (dignitas). Dalam konteks keadilan distributif, keadilan dan kepatuhan (equity) tidak tercapai semata mata dengan penetapan nilai yang aktual, melainkan jga atas dasar kesamaan antara satu hal dengan hal yang lainnya (aequalitas rei ad rem).
Menurut Rawls, adalah tidak adil mengorbankan hak dari satu atau beberapa orang hanya demi keuntungan ekonomis yang lebih besar bagi masyarakat secara keseluruhan.22 Sikap ini justru bertentangan dengan keadilan sebagai fairness, yang menuntut prinsip kebebasan yang sama sebagai basis yang melandasi pengaturan kesejahteraan sosial. Oleh karenanya pertimbangan ekonomis tidak boleh berten-tangan dengan prinsip kebebasan dan hak yang sama bagi semua orang. Dengan kata lain, keputusan sosial yang membuat akibat bagi semua anggota masyarakat harus dibuat atas dasar hak
21Niru Anita Sinaga, Peranan Asas-Asas Hukum Perjanjian Dalam Mewujudkan Tujuan Perjanjian, Jurnal Bina Mulia Hukum, Jakarta, 2018, hlm 110
22 John Rawls, Etika Hukum, Relevansi Dan Teori Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 2002, hlm 19
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume IX No. 1 Januari – Juli 2022 Page 9 (Right Based Weight) daripada atas dasar
manfaat (good based weight).
Rawls mencoba menawarkan suatu bentuk penyelesaian yang terkait dengan problematika keadilan dengan membangun teori keadilan berbasis kontrak dimana menurutnya suatu teori keadilan yang memadai harus dibentuk dengan pende- katan kontrak, asas-asas keadilan yang dipilih bersama dengan benar-benar merupakan hasil kesepakatan bersama dari semua person yang bebas, rasional, dan sederajat. Kontrak, menurut John Rawls juga merupakan tindakan tertentu atas subjek hubungan manusia yang akan menjadi landasan dalam menentukan kebenaran. Sebagai kebajikan utama manusia, keadilan tidak dapat diganggu gugat karena kepentingan keduanya bagi tujuan mulia manusia.23
John Rawls mengemukakan keadilan sebagai fairness sejalan dengan keadilan berkontrak, di mana doktrin kontrak menegakkan batas-batas tertentu terhadap konsepsi barang yang berasal dari prioritas keadilan di atas konsepsi efisiensi dan kebebeasan pada umumnya. Pemikiran tersebut sejalan dengan asas perjanjian berupa konsensualisme. Dengan adanya asas ini, pada dasarnya, para pihak menyandarkan pelaksanaan perjanjian setelah sebelumnya terjadi kesepakatan mengenai hal-hal yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing.24
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Pelaksanaan Perjanjian Pemeliharaan Hewan Ternak Sapi di Desa Koto Cengar Kabupaten Kuantan Singingi
Perjanjian tidak tertulis merupakan perjanjian yang sering digunakan dalam transaksi bisnis pada kalangan masyarakat tradisional, keberadaan perjanjian tidak tertulis lebih lemah dibandingkan dengan
23 A. Muhktie Fadjar, Teori-Teori Hukum Kontemporer, In-Trans Publisihing, Malang, 2008, hlm. 91.
24 Ibid
perjanjian tertulis khususnya dalam pembuktian ketika terjadi sengketa.
perjanjian tidak tertulis merupakan perjanjian yang sah dalam perspektif hukum perdata selama tidak bertentangan dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Keberadaan perjanjian tidak tertulis didasarkan pula pada adanya asas kebebasan berkontrak yang memberikan kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjiannya.25
Perjanjian tidak tertulis memiliki keunggulan berupa efisien waktu yang digunakan untuk mencapai kesepakatan serta penggunaan rasa kepercayaan dalam pembentukan dan pelaksanaan perjanjian, sedangkan kelemahannya terletak pada pembuktian perjanjian ketika terjadi sengketa. Perjanjian dapat dimaknai sebagai suatu janji yang diucapkan dan dilaksanakan oleh pihak yang berjanji kepada pihak yang menerima janji, perjanjian jika dilihat definesinya dalam peraturan perundang-undangan ditemukan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.26
Perjanjian dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut terdapat unsur perikatan sebagaimana dalam kata “mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Perjanjian pada dasarnya merupakan dasar menciptakan suatu perikatan sebagaimana telah dinyatakan secara jelas dalam Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yakni “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang- undang”, perikatan yang dilahirkan karena persetujuan/ perjanjian maka timbulnya suatu perikatan didahului dengan adanya perjanjian yang dibuat para pihak yang
25 Abdul Kadir Muhamad, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm.
12.
26 Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume IX No. 1 Januari – Juli 2022 Page 10 selanjutnya menciptakan hubungan
perikatan dengan akibat hukum yang muncul dalam pelaksanaan perjanjian.27
Perjanjian pemeliharaan hewan ternak sapi di Desa Koto Cengar Kabupaten Kuantan Singingi pada umumnya dibuat secara tidak tertulis karena didasari oleh kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian bagi hasil tersebut dengan rasa saling percaya, pelaksanaan perjanjian pemeliharaan hewan ternak sapi dapat dilakukan terhadap siapa saja sehingga tidak menutup kemungkinan pihak pemelihara sapi adalah orang lain atau orang yang berprofesi sebagai peternak, yang terpenting pihak kedua dapat memelihara ternak dengan baik serta dapat dipercaya selain itu perjanjian pemeliharaan hewan ternak didasari oleh asas kebersamaan sebab itu masyarakat lebih mengutamakan kepentingan bersama.28
Pada masyarakat Desa Koto Cengar Kecamatan Kuantan Mudik Kabupaten Kuantan Singingi terdapat kebiasaan masyarakat untuk melakukan usaha peternakan sapi dengan sistem bagi hasil dimana dalam pelaksanaannya para pihak terikat dengan kesepakatan yang dibuat secara lisan, pada awalnya masyarakat yang memiliki uang akan membeli sapi sebagai hewan ternak dengan nilai jual yang tinggi dan meminta kepada kerabat untuk memelihara sapi tersebut dengan sistim bagi hasil dan pelaksanaan kesepakatan tersebut terdapat dua pihak yang terlibat yaitu pemilik modal atau sapi dan pihak pemelihara sapi, berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak Nadi pada tanggal 12 September 2021 sebagai pihak pemilik sapi diketahui bahwa ada beberapa hal yang menjadi alasan atau dasar terjadinya kesepakatan pemeliharaan hewan ternak sapi antara pemilik modal dengan pihak pemelihara sapi diantaranya yaitu pemilik sapi tidak memiliki waktu dan kemampuan
27 Gunawan Widjaja, Hapusnya Perikatan, Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 19.
untuk memelihara sapi, pemilik sapi ingin melakukan investasi dalam bagi hasil sesuai konsep keadilan.29
Pelaksanaan perjanjian pemeliharaan sapi pada masyarakat Koto Cengar dilakukan secara lisan sebagaimana yang dinyatakan oleh Bapak Nadi. Tidak ada batas waktu yang ditentukan pada saat perjanjian dilakukan, modal sepenuhnya dari pemilik sapi, kerjasama bagi hasil ini didasarkan unsur tolong menolong dan kepercayaan,30 lebih lanjut penulis melalui kuisioner yang disebarkan kepada responden yang terdiri dari masyarakat sebagai pihak pemelihara sapi mengajukan pertanyaan “apakah menurut bapak kesepakatan pemeliharaan sapi yang dilakukan memberikan keuntungan?”, adapun jawabannya dapat dilihat dalam uraian tabel berikut:31
Tabel 4.1
Tanggapan Responden Tentang Keuntungan Dalam Kesepakatan
Pemeliharaan Sapi
No. Tanggapan Responden Jumlah Persentase
1 Ya 5 orang 100 %
2 Tidak - -
Jumlah 5 orang 100 %
Sumber data : data olahan tahun 2021 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini menyatakan bahwa kesepakatan yang dibuat dalam pemeliharaan sapi sebagai hewan ternak memberikan keuntungan bagi masyarakat sebagai pemelihara sapi karena masyarakat yang memelihara sapi milik orang lain mendapatkan keuntungan yang diperoleh dalam bagi hasil ternak sapi yang sangat membantu perekonomian namun pemelihara sapi memiliki waktu yang lama
29 Hasil wawancara dengan pemilik sapi, Bapak Nadi pada hari Rabu tanggal 12 September 2021.
30 Hasil wawancara dengan pemilik sapi, Bapak Nadi pada hari Rabu tanggal 12 September 2021.
31 Hasil wawancara dengan pemilik sapi, Bapak Nadi pada hari Rabu tanggal 12 September 2021
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume IX No. 1 Januari – Juli 2022 Page 11 dalam memperoleh hasilnya karena
menunggu perkembangbiakan ternak sapi tersebut terlebih dahulu sehingga dengan demikian usaha ternak sapi sangat saling membantu antara satu dengan lainnya, hewan ternak sapi merupakan hewan mamalia yang dapat melahirkan 1 ekor anak sapi setiap tahunnya sehingga berdasarkan hal tersebut dapat diketahui sapi yang produktif akan menghasilkan anak sapi sebanyak 1 sampai 2 ekor anak sapi setiap tahunnya.32
Perjanjian pemeliharaan sapi yang disepakati oleh para pihak juga memberikan hak dan kewajiban kepada pihak pemelihara sapi dimana pemelihara sapi memiliki kewajiban untuk menjaga, mengurus dan memelihara sapi dengan baik sehingga menghasilkan keturunan yang dapat memberikan mereka keuntungan sedangkan hak yang diterima oleh pemelihara sapi adalah bagian dari anak sapi yang dipeliharanya, penulis melalui kuisioner yang disebarkan kepada responden mengajukan pertanyaan
“berapakah jumah sapi yang diserahkan oleh pemilik sapi untuk di pelihara?”, adapun jawabannya dapat dilihat dalam uraian tabel berikut:33
Tabel 4.2
Tanggapan responden tentang jumlah sapi yang
diserahkan pemilik untuk dipelihara No. Tanggapan
Responden
Jumlah Persentase
1 Jantan 2 ekor 40 %
2 Betina 3 ekor 60 %
Jumlah 5 orang 100 %
Sumber data : data olahan tahun 2021 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1247-1248 mengadakan batasan terhadap kerugian yang harus diganti yaitu terhadap segala wanprestasi sebagaimana yang ditentukan Pasal 1248
32 https://portal.tanahlaut.kab.go.id
33 Hasil wawancara dengan pemilik sapi, Bapak Nadi pada hari Rabu tanggal 12 September 2021
KUHPerdata bahwa yang harus diganti adalah hanya kerugian yang merupakan akibat langsung dari tidak melaksanakan nya suatu janji namun tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan akibat langsung tersebut oleh karena itu pengertian langsung bersifat tidak mutlak dan sangat tergantung kepada pandangan seseorang, sekiranya yang dimaksud dalam Pasal 1248 KUHPerdata adalah suatu akibat yang tidak begitu jauh ketinggalan dari pada dilakukannya suatu wanprestasi.
Batasan kedua sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1247 yang menegaskan tentang perlakuan jujur atau tidak jujurnya pihak yang diwajibkan untuk membayar ganti rugi, dalam hal kejujuran pihak berwajib yang harus membayar ganti rugi maka kerugian harus dapat diperkirakan akan terjadi dalam kesepakatan yang dibuat.34
Perjanjian lisan biasanya digunakan dalam kegiatan usaha, jual beli yang diterapkan hanya dengan menggunakan ucapan oleh para pihak dan dilakukan tanpa disadari oleh para pelaku usaha,35 contohnya dalam perjanjian pemeliharaan hewan ternak seperti yang dilakukan para pihak dalam penelitian ini. Perjanjian dalam bentuk tidak tertulis atau perjanjian lisan pada umumnya cenderung dianggap sebagai perjanjian yang lemah mengingat perjanjian lisan lebih susah untuk dibuktikan karena mudah untuk disangkal oleh pihak yang berjanji jika dibandingkan dengan perjanjian tertulis yang klausulnya tertulis dengan jelas dan disertai tanda tangan para pihak sebagai tanda terjadinya kesepakatan, walaupun pada faktanya perjanjian tertulis juga bisa diingkari oleh para pihak seperti salah satu pihak tidak mengakui atau menyangkal telah menandatangani perjanjian atau pun salah
34 Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Pascasarjana UI, Jakarta, 2004, hlm. 30.
35 Andrew M. Cuomo, “National Consumer Law Center”, Jurnal West Law, United States District Court, 2016, diakses melalui https://lib.unri.ac.id/e- journal-e-book/, tanggal 5 Desember 2018.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume IX No. 1 Januari – Juli 2022 Page 12 satu pihak merasa dirinya dalam keadaan
terpaksa atau khilaf pada saat menyetujui ataupun menandatangani perjanjian.36 B. Pelaksanaan Perjanjian Pemeliharaan
Hewan Ternak Sapi di Desa Koto Cengar Kabupaten Kuantan Singingi Menurut Asas Keadilan
Berbicara tentang perjanjian tidak terlepas dari masalah keadilan dimana fungsi dan tujuan hukum perjanjian tidak lepas dari tujuan hukum pada umumnya yaitu :37
1. Keadilan;
2. Kemanfaatan;
3. Kepastian hukum.
Apabila dilakukan analisis tentang asas-asas perjanjian maka dimulai dari filosofi keadilan dalam perjanjian dan berbicara keadilan sering didengar namun pemahaman yang tepat justru rumit bahkan abstrak terlebih apabila dikaitkan dengan berbagai kepentingan yang demikian kompleks, dalam perjanjian ter kandung makna “janji harus ditepati” atau “janji adalah hutang” sehingga perjanjian merupakan suatu jembatan yang akan membawa para pihak untuk mewu judkan apa yang menjadi tujuan dari pembuatan perjanjian tersebut yaitu tercapai nya perlindungan dan keadilan bagi para pihak dengan perjanjian diharapkan masing- masing individu akan menepati janji dan melaksanakannya.38
Konsep dan makna keadilan sebagai tujuan dari pembuatan perjanjian adalah dengan menitik beratkan pada peranan asas-asas yang terdapat pada hukum perjanjian antara lain yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith), asas kepribadian, asas kepercayaan, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan, dan asas perlindungan,
36 Firman Floranta Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 2014, hlm. 72.
37 Niru Anita Sinaga.,Op.,Cit., hlm 107 38 Ibid., hlm 108
keseluruhan asas ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan, diterapkan secara bersamaan, berlangsung secara proporsional dan adil serta dijadikan sebagai bingkai mengikat isi perjanjian tersebut.39
Perjanjian haruslah dibuat dan dilaksanakan berdasarkan akal pikiran sehat berdasarkan penghargaan pada nilai- nilai moralitas kemanusiaan karena manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dalam menjalani kehidupannya tidak dapat hidup sendiri, tetapi selalu membutuhkan orang lain, dalam menjalani kehidupan bersama diperlukan suatu keharmonisan antara lain melalui rasa kepedulian, kepekaan, tenggang rasa, saling menghormati, dan saling menolong sehingga dalam merumuskan dan melaksanakan isi perjanjian harus memperhatikan kepentingan semua pihak, tidak ada yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah dan juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk dilindungi.
Nilai-nilai keadilan haruslah merupakan pencerminan sikap hidup karakteristik bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan UUD 45 yaitu didasarkan pada nilai proporsional, nilai keseimbangan, nilai kepatutan, itikad baik, dan perlindungan.40
Berkaitan dengan konsep ganti rugi, pemilik sapi biasanya akan menyatakan,
“tolong pelihara sapi-sapi miliknya dengan sebaik-baiknya sehingga dapat memberikan keuntungan dan jika ada yang perlu maka pihak pemelihara sapi dapat membicarakannya secara kekeluargaan”, pernyataan tersebut secara tidak langsung memberi makna bahwa segala persoalan yang timbul dalam perjanjian yang dibuat akan diselesaikan secara kekeluargaan.
Akan tetapi pada kasus yang diteliti oleh penulis tersebut, ganti rugi akibat sapi merusak kebun masyarakat atau bahkan
39 Ibid., hlm 109
40Agus Yudha Hernoko, Asas Proporsionalitas Sebagai Wujud Keadilan Berkontrak, Jurnal Perspektif, Surabaya, 2007, hlm 223
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume IX No. 1 Januari – Juli 2022 Page 13 jika sapi mati maka pihak pemelihara lah
yang wajib untuk memberikan gani kerugian tersebut.
Jika menilik lebih jauh, kebiasaan yang memlihara sapi pemilik juga dapat dikatakan sangat lumrah di Desa Koto Cengar yang kemudian menyebabkan tidak ada tradisi mengganti ketika sapi yang dipelihara kemudian mati. Akan tetapi dalam hal ini, jika sapi yang di pelihara mati maka pihak pemilik meminta ganti kerugian pada pemelihara tersebut.
Sehingga, akan hal demikian tentunya sudah terjadi wanprestasi dan tidak memenuhi unsur keadilan sekalipun.
Selain itu, dari pertanyaan penulis kepada pemelihara sapi yang akan dituangkan dalam tabel berikut.
Tabel 4.6
Tanggapan responden tentang sapi yang merusak ladang milik warga No
.
Tanggapan Responden Jumlah Persentase
1 Pemelihara
bertanggungjawab
3 orang 45%
2 Pemilik
bertanggungjawab
2 orang 55 %
Jumlah 5 orang 100 %
Sumber data : data olahan tahun 2021 Dari data diatas bahwasannya, jika sapi yang dirawat oleh pihak pemelihara atas persetujuan pemilik melakukan pengrusakan terhadap ladang milik masyarakat, terdapat 3 pemelihara memberikan keterangan bahwa itu menjadi tanggung jawab pihak pemelihara. Pemilik sapi enggan untuk bertanggung jawab akan hal demikian yang kemudian semakin memperkuat ini tidak sejalan dengan konsep keadilan sebelumnya. Sedangkan 2 responden menyatakan bahwa ketika sapi yang ia pelihara melakukan pengrusakan pada kebun masyarakat maka menjadi tangung jawab pemilik sapi tersebut. Lebih lanjut lagi, jika terjadi hal demikian akan diselesaikan dengan cara kekeluargaan dan
dengan melakukan perbaikan pada ladang milik warga tersebut.41
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan
1. Dalam pelaksanaan perjanjian pemeliharaan hewan ternak sapi di Desa Koto Cengar Kabupaten Kuantan Singingi dapat dikatakan belum berjalan secara maksimal. Dalam ketentuan yang sudah disepakati sebelumnya, bahwa proses pemeliharaan, bagi hasil, maupun ganti kerugian sekalipun akan dijalankan sesuai pada kesepakatan diawal.
Namun, pada suatu ketika pihak pemilik terkesan tidak mengamini hal tersebut khususnya pada sapi yang mati dan sapi yang melakukan pengrusakan kebun masyarakat menjadi tanggung jawab pihak pemelihara.
2. Pelaksanaan perjanjian pemeliharaan hewan ternak sapi di Desa Koto Cengar Kabupaten Kuantan Singingi ditinjau dengan Asas Keadilan dapat dikatakan belum sesuai dengan asas tersebut.
Dapat diketahui bahwa sejalan dengan penjabaran sebelumnya bahwa pihak pemilik sapi enggan untuk menyepakati kesepakatan di awal jika sapi yang dikelola oleh pihak pemelihara mati dan merusak kebun milik warga. Apabila hal itu terjadi, maka sepenuhnya tanggung jawab diserahkan pada pihak pemelihara yang nyatanya ini tidak sesuai pada kesepakatan awal dan tidak mencerminkan keadilan bagi pihak pemelihara.
B. Saran
1. Kepada pemilik dan pemelihara sapi penulis sarankan lebih memperhatikan perjanjian pemeliharaan sapi yang dibuat terutama dalam pemahaman tentang prinsip keadilan perjanjian bagi hasil maupun pada konsep ganti rugi.
41 Hasil wawancara dengan pemilik sapi, Bapak Nadi pada hari Rabu tanggal 12 September 2021
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume IX No. 1 Januari – Juli 2022 Page 14 Hal ini dilakukan agar perjanjian yang
dibuat dapat betul-betul memenuhi rasa keadilan khususnya pada pihak pemelihara sapi. Selain itu penulis juga menyarankan para pihak untuk
mempertegas sejahumana
tanggungjawab yang dibebankan kepada para pihak terkait kerugian yang dapat timbul dalam perjanjian pemeliharaan sapi tersebut.
2. Kepada masyarakat khususnya masyarakat Desa Koto Cengar Kabupaten Kuantan Singingi yang melakukan perjanjian pemeliharaan hewan ternak penulis sarankan jika melakukan hubungan kerja sama yang berdasarkan pada prinsip keadilan hendaklah menggunakan perjanjian secara tertulis karena ketika mengalami perselisihan antara pemilik sapi dan pemelihara sapi ada dasar yang lebih kuat ketika menggunakan perjanjian tertulis diban dingkan dengan perjanjian secara lisan.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku
Abdul Ghofur Anshori, 2018, Hukum Perjanjian Islam diIndonesia (konsep,regulasi, danimplementasi), Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.
Abdul Kadir Muhamad, 2014, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
A. Muhktie Fadjar, 2008, Teori-Teori Hukum Kontemporer, Malang: In- Trans Publisihing.
Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
A. Mukti Arto, 2006, Mencari Keadilan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Amran, Rusli, 2000, Sumatra Barat hingga Plakat Panjang. Penerbit Sinar Harapan, Jakarta.
Dt. B. Nurdin Yakub, Minangkabau tanah pusaka:sejarah Minangkabau, Volume 1.
Andi Hamzah, 2005, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Bintoro Tjokroamidjojo, 2006, Pengantar Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta.
Budiono Kusumohamidjojo, 2008, Dasar-dasar Merancang Kontrak, PT.Gramedia, Jakarta.
Firman Floranta Adonara, 2014, Aspek- Aspek Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung.
Hart, 2010, Konsep Hukum, Nusamedia, Bandung.
Herlien Budiono, 2010, Ajaran Umum
Hukum Perjanjian dan
Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya, Bandung.
Hilman Hadikusuma, 2001, Hukum Perekonomian Adat Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.
John Rawls, 2002, Etika Hukum, Relevansi Dan Teori Hukum, Kanisius, Yogyakarta.
Kartini Muljadi, 2002, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Raja Grafindo, Jakarta
Muhammad Teguh Pangestu, 2019, Pokok-Pokok Hukum Kontrak, CV.
Sosial Politik Genius (SIGn), Makassar.
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume IX No. 1 Januari – Juli 2022 Page 15 Ridwan Khairandy, 2004, Itikad Baik
Dalam Kebebasan Berkontrak, Pascasarjana UI, Jakarta.
Salim H.S., 2010, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, Cet. Ke- 5, Sinar Grafika, Jakarta.
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Salle, 2019, Hukum Kontrak: Teori dan Praktik, Social Politic Genius (SIGn), Makassar
B. Jurnal Hukum
Andrew M. Cuomo, “National Consumer Law Center”, Jurnal West Law, United States District Court, 2016,
diakses melalui
https://lib.unri.ac.id/e-journal-e- book/, tanggal 5 Desember 2018.
Edward A. Haman, 2005, How To File Your Own Bankruptcy ( or How To Avoid It), Sixth Edition, Sphinx Publishing, United States of America Gardner, Union President Wesley A.
Pummill. “Relationship of this Agreement To Bureau Policies, Regulations, And, Practices”. Artikel pada Jurnal Westlaw Arbitrator’s Awards, The Federal Correctional Complex (FCC) in Terre Haute, Indiana, 2012, diunduh dari http://www.westlaw.com, diakses, tanggal,11Desember,2020;
C Arthur Williams Jr,The Journal of Risk
and Insurance
Vol.33,No.4,American Risk and Insurance Association, Minnesota,
1996, diunduh dari
http://www.westlaw.com, diakses,tanggal,8,juni,2021;
https://www.kamusbesar.com/asas- keadilan,diakses,tanggal,9,juli,2021;
Wantu,Fence M, Antinomi Dalam
Penegakan Hukum Oleh
Hakim,Jurnal Berkala Mimbar Hukum,Vol.19,No.3,Oktober
2007,Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada;
Ainul Yaqin, Pelaksaan Perjanjian Bagi Hasil Ternak Sapi di Kecamatan Palang Kabupaten Tuban, Skripsi, Program Sarjana Strata Satu Syariah IAIN Sunan Ampel,Surabaya,1998;
Agus Yudha Hernoko, Asas Proporsionalitas Sebagai Wujud Keadilan Berkontrak, Jurnal Perspektif, Surabaya, 2007;
Cut Mifta, Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Ternak Sapi Masyarakat Adat Aceh, Jurnal Ilmia FH- Syia Kuala, Aceh, 2018;
Widarto, Perjanjian Kawukan (Bagihasil) Ternak Menurut Hukum Adat Besemah Di Kecamatan Tanjung Kemuning Kabupaten Kaur, Skripsi, Program Sarjana Strata Satu
Hukum Universitas
Bengkulu,Bengkulu,2014;
C. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
D. Internet/Website
http://www.sindikat.co.id/blog/syarat- sahnya-perjanjian, diakses 6 Maret, 2020;
https://legalstudies71.blogspot.com/2015/
07/pengertian-risiko-dalam-hukum perjanjian.
html,diakses,tanggal,11,juni,2021;
1.