• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK

N/A
N/A
1406@Ni Putu Ayu Meylan Ardini

Academic year: 2024

Membagikan "PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

H U K U M D AN K E B I J AK AN P U B L I K

MARHAENDRA WIJA ATMAJA

RISALAH BAHAN KULIAH HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2013

(2)

KONTEN

 PEMAHAMAN DASAR TENTANG KEBIJAKAN PUBLIK _________ []

 DOMAIN STUDI KEBIJAKAN PUBLIK _______________________ []

 PEMAHAMAN DASAR TENTANG HUKUM ___________________ []

 PEMAHAMAN DASAR TENTANG RELASI HUKUM DENGAN KEBIJAKAN PUBLIK _____________________________________ []

 LINGKUP STUDI HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK ___________ []

 BAHAN BACAAN _______________________________________ []

(3)

Page

| 2 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

PEMAHAMAN DASAR TENTANG KEBIJAKAN PUBLIK

1. Pengertian Kebijakan Publik

1. Kebijakan adalah keputusan yang dibuat oleh suatu lembaga pemerintahan atau organisasi dan bersifat mengikat para pihak yang terkait dengan lembaga tersebut.

2. Publik adalah hal-ikhwal yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak atau masyarakat luas.

3. Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang banyak.

(Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:

Per/04/M.PAN/4/2007 Tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja, dan Revisi Kebijakan Publik Di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah – selanjutnya disebut Permenpan 2007).

2. Konsep kebijakan publik dalam Permenpan tersebut mengandung unsur:

1. Pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu.

2. Melakukan sesuatu itu adalah mengatasi permasalahan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan orang banyak.

Dalam kerangka pemikiran Thomas R. Dye, konsep kebijakan publik dalam Permenpan tersebut termasuk dalam “apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan”.

2 Menurut Thomas R. Dye, “kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan” (dalam Budi Winarno 2002 dan Irfan Islamy, 1992).

3 Dalam kerangka pemikiran James Andersen tentang beberapa implikasi dari konsep kebijakan publik, konsep kebijakan publik dalam Permenpan tersebut tersebut termasuk dalam kebijakan publik yang bersifat positif, yakni bentuk tindakan pemerintah untuk mempengaruhi suatu masalah tertentu.

4 Menurut Andersen, konsep kebijakan publik memiliki beberapa implikasi:

 Kebijakan publik berorientasi pada maksud dan tujuan.

 Kebijakan publik merupakan pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat- pejabat pemerintah.

 Kebijakan publik adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah.

 Kebijakan publik dapat berbentuk positif atau negatif.

5 Secara positif, kebijakan publik mencakup bentuk tindakan pemerintah untuk mempengaruhi suatu masalah tertentu.

6 Dalam bentuknya yang positif, kebijakan publik didasarkan pada undang- undang dan bersifat otoritatif.

(4)

Page

| 3 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

7 Secara negatif, kebijakan publik mencakup keputusan pejabat pemerintah untuk tidak mengambil tindakan mengenai suatu persoalan yang memerlukan keterlibatan pemerintah.

(Andersen dalam Budi Winarno 2002 dan Irfan Islamy, 1992)

3. Bentuk Kebijakan Publik

1. Kebijakan publik yang terkodifikasi adalah segenap peraturan perundang- undangan di tingkat pusat dan daerah.

2. Pernyataan pejabat publik adalah pernyataan-pernyataan dari pejabat publik di depan publik, baik dalam bentuk pidato tertulis, pidato lisan, termasuk pernyataan kepada media massa.

Catatan:

 Pejabat publik adalah setiap aparatur Negara yang mempunyai kewenangan membuat kebijakan publik di lingkungan lembaga pemerintah pusat dan daerah.

 Lembaga Pemerintah Pusat adalah Lembaga Kepresidenan, Kementrian Koordinator, Kementrian yang memimpin Departemen, Kementrian Negara, dan Lembaga Pemerintah Non-Departemen.

 Lembaga Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Kota.

(Permenpan 2007)

4. Bentuk Kebijakan publik yang terkodifikasi (yang berupa peraturan perundang- undangan) sebagaimana dimaksud dalam Permenpan tersebut merupakan bentuk kebijakan publik yang positif atau dalam kategori kebijakan publik menurut Andersen adalah keputusan-keputusan kebijakan (policy decicions).

1. Bentuk Kebijakan publik berupa pernyataan pejabat publik sebagaimana dimaksud dalam Permenpan tersebut dalam kategori kebijakan publik menurut Andersen adalah sebagai pernyataan kebijakan (policy statements).

2. Menurut James Andersen, sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori.

1. Tuntutan-tuntutan kebijakan (policy demands), berupa desakan agar pemerintah mengambil tindakan atau tidak mengambil tindakan.

2. Keputusan kebijakan (policy decicions), keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik, termasuk dalam kegiatan ini adalah antara lain menetapkan undang-undang dan mengumumkan peraturan-peraturan administratif.

3. Pernyataan kebijakan (policy statements), pernyataan-pernyataan resmi yakni undang-undang, dekrit presiden, peraturan administratif, maupun pidato-pidato pejabat pemerintah yang menunjukan maksud dan tujuan pemerintah dan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

(5)

Page

| 4 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

4. Hasil-hasil kebijakan (policy outputs), manifestasi nyata kebijakan ublik atau apa yang telah dilakukan oleh pemerintah.

5. Dampak kebijakan (outcomes), akibat-akibat kebijakan publik bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah.

(Andersen dalam Budi Winarno 2002) 5. Proses Kebijakan Publik

1. Formulasi kebijakan adalah suatu kegiatan yang bertujuan merumuskan dan menetapkan suatu kebijakan publik tertentu.

2. Implementasi kebijakan adalah suatu kegiatan atau proses pelaksanaan atau penerapan kebijakan publik yang telah ditetapkan.

3. Evaluasi kinerja kebijakan adalah suatu kegiatan atau proses yang mencakup penilaian suatu kebijakan publik yang telah berjalan dalam kurun waktu tertentu, yang mencakup evaluasi pada kinerja formulasi kebijakan, kinerja hasil atau manfaat yang dirasakan oleh publik, dengan memperhatikan factor lingkungan kebijakan yang bersangkutan.

4. Revisi kebijakan publik adalah suatu kegiatan atau proses perbaikan suatu kebijakan publik tertentu, baik karena kebutuhan publik, maupun antisipasi kondisi di masa depan.

(Permenpan 2007. Lihat juga Riant Nugroho 2008).

6. Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel. Beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan di dalam mengkaji kebijakan publik (Charles Lindblom 1986).

Tahap-tahap kebijakan publik, sebagaimana dikemukakan William Dunn (1998) meliputi:

Penyusunan agenda  Pejabat yang dipilih atau diangkat menempatkan masalah pada agenda publik Formulasi kebijakan  Para pembuat kebijakan membahas masalah

dan merumuskan alternatif pemecahannya.

Adopsi Kebijakan  Salah satu alternatif kebijakan diadopsi atau disahkan dengan dukungan dari mayoritas legislative, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan pengadilan.

Implementasi kebijakan  Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya financial dan manusia.

Penilaian kebijakan  Kebijakan yang telah dijalankan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana

(6)

Page

| 5 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah.

Beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap kebijakan dengan urutan yang berbeda. Seperti misalnya, tahap penilaian kebijakan bukan merupakan tahap akhir dari proses kebijakan publik, sebab masih ada satu tahap lagi, yakni tahap perubahan kebijakan dan terminasi atau penghentian kebijakan (Budi Winarno).

Proses kebijakan publik sebagaimana tercantum dalam Permenpan 2007, terdiri dari empat tahap, dan tahap yang terakhir adalah tahap revisi kebijakan publik.

Pembagian atas tahap-tahap dalam proses kebijakan publik dapat disederhanakan menjadi tiga tahap atau tiga bagian proses, yakni: (1) formulasi kebijakan publik, (2) implementasi kebijakan publik, dan (3) evaluasi kebijakan publik.

7. Jenis Kebijakan Publik.

Menurut Andersen terdapat beberapa kategorisasi kebijakan publik (dalam Irfan Islamy 1992) yakni:

1. Substantive & procedural policies.

i. Kebijakan substantif adalah kebijakan tentang bidang tertentu, seperti kebijakan luar negeri atau kebijakan pendidikan.

ii. Kebijakan prosedural adalah kebijakan tentang pihak-pihak yang terlibat dalam perumusan kebijakan serta cara perumusan kebijakan itu dilaksanakan. Contoh: prosedur pembuatan Perda tentang Pajak Reklame.

2. Distributif & Regulatif.

i. Kebijakan distributif adalah kebijakan tentang pemberian pelayanan atau keuntungan bagi sejumlah khusus penduduk. Contoh: kebijakan pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi.

ii. Kebijakan regulatif adalah kebijakan tentang pengenaan pembatasan atau larangan bagi seseorang atau sekelompok orang. Contoh: kebijakan tentang pembatasan penjualan obat-obat jenis tertentu.

3. Redistributif & Self-regulatory.

i. Kebijakan redistributif adalah kebijakan untuk memindahkan pengalokasian kekayaan, pendapatan, pemilikan, atau hak-hak dari kelas atau kelompok penduduk. Contoh: kebijakan landreform.

ii. Kebijakan self-regulatory adalah kebijakan tentang pembatasan atau pengawasan perbuatan pada masalah-masalah tertentu bagi sekelompok orang. Kebijakan harga eceran BBM.

4. Material & Simbolik.

i. Kebijakan material adalah kebijakan tentang pengalokasian atau penyediaan sumber-sumber material yang nyata atau kekuasaan yang

(7)

Page

| 6 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

hakiki bagi para penerimanya atau mengenakan beban-beban (kerugian- kerugian) bagi yang harus mengalokasikannya. Contoh: kebijakan tentang kewajiban para majikan untuk membayar upah minimum kepada para buruhnya.

ii. Kebijakan simbolik adalah kebijakan yang bersifat tidak memaksa, karena kebijakan itu akan memberikan keutungan atau kerugian yang dampaknya kecil bagi masyarakat. Contoh: kebijakan iuran televisi.

5. Collective goods & private goods.

i. Kebijakan collective goods adalah kebijakan tentang penyediaan barang- barang dan pelayanan-pelayanan keperluan orang banyak. Contoh:

Kebijakan tentang pengadaan sembilan barang kebutuhan pokok manusia.

ii. Kebijakan private goods adalah kebijakan tentang penyediaan barang- barang dan pelayanan-pelayanan hanya bagi kepentingan perseorangan yang tersedia di pasaran bebas dan orang yang memerlukannya harus membayar biaya tertentu. Contoh: kebijakan tentang pembangunan hotel dan restoran.

6. Liberal & conservative.

i. Kebijakan liberal adalah kebijakan untuk mengadakan perubahan sosial yang diarahkan untuk memperbesar hak-hak persamaan. Contoh:

kebijakan untuk meningkatkan program kesejahteraan sosial.

ii. Kebijakan Konservatif adalah kebijakan untuk tidak mengadakan perubahan sosial atau memperlambat perubahan sosial .

DOMAIN STUDI KEBIJAKAN PUBLIK

8. Domain studi kebijakan publik meliputi:

1. Proses kebijakan publik.

2. Kebijakan substantif, seperti kebijakan pertanahan, kebijakan pertahanan, kebijakan hukum, dan kebijakan pendidikan.

3. Dampak kebijakan publik.

Pelaku studi kebijakan publik (analisis kebijakan publik):

1. Mereka yang tidak terlibat dalam perumusan maupun pelaksanaan kebijakan publik. Kelompok ini melihat analisis kebijakan publik sebagai alat untuk menyeleksi kebijakan-kebijakan yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat.

2. Para perumus kebijakan publik. Analisis kebijakan publik dipandang sebagai cara atau alat untuk menambah kemampuan untuk membuat kebijakan publik yang baik.

3. Ilmuwan yang berminat dalam masalah kebijakan publik. Minat mereka yang paling utama adalag adalah mengembangkan kebijakan publik sebagai cabang ilmu walaupun mereka juga mengajukan saran-saran bagi para perumus kebijakan publik.

(8)

Page

| 7 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

Fokus analisis kebijakan publik:

a. Mengenai penjelasan kebijakan publik bukan mengenai anjuran kebijakan publik yang pantas.

b. Sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-kebijakan publik diselidiki dengan teliti dengan menggunakan metode ilmiah.

c. Mengembangkan teori-teori umum tentang kebijakan publik dan pembentukannya yang dapat diandalkan, sehingga dapat diterapkan terhadap lembaga-lembaga dan bidang-bidang kebijakan publik yang berbeda (Budi Winarno2002).

PEMAHAMAN DASAR TENTANG HUKUM

9. Pengertian hukum amatlah beragam. Lazimnya hukum dimengerti sebagai sekumpulan peraturan. Peraturan itu ada yang mengartikan sebagai perintah pihak yang berkuasa. Hukum adalah peraturan yang ditetapkan oleh Negara.

Pendapat lain mengemukakan, hukum sebagai peraturan atau norma-norma tidak selalu berarti bersifat resmi, seperti kebiasaan atau pola-pola perilaku yang aktual. Pemahaman lain tentang hukum adalah bahwa hukum tidak hanya seperangkat kaidah atau norma hukum, melainkan mencakup pula struktur atau kelembagaan dan proses, sebagaimana dikemukakan Mochtar Kusumaatmaja.

Dalam persfektif ini, dapat pula memahami hukum dalam konteks sistem hukum.

Pemahaman mengenai hukum diperlukan untuk memaknai hukum dalam konteks kebijakan publik.

10. Lawrence M. Friedman (1984, 2009), sistem hukum adalah kumpulan dari sub- sistem:

1. Struktur hukum.

Struktur adalah salah satu dasar dan elemen nyata dari sistem hukum.

Struktur sebuah system adalah kerangka badannya; ia adalah bentuk permanennya, tubuh institusional dari sistem tersebut, tulang-tulang keras yang kaku yang menjaga agar proses mengalir dalam batas-batasnya.

Struktur sebuah sistem yudisial terbayang ketika berbicara tentang jumlah para hakim, yurisdiksi pengadilan, bagaimana pengadilan yang lebih tinggi berada di atas pengadilan yang lebih rendah, dan orang-orang yang terkait dengan berbegai jenis pengadilan (Lawrence M. Friedman, 2009).

2. Substansi hukum.

Substansi tersusun dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana institusi itu harus berperilaku. H.L.A. Hart berpendapat bahwa ciri khas suatu sistem hukum adalah kumpulan ganda dari peraturan- peraturan. Suatu sistem hukum adalah kesatuan dari “peraturan-peraturan primer” dan “peraturan-peraturan sekunder”. Peraturan primer adalah norma- norma perilaku; peraturan sekunder adalah norma mengenai norma-norma ini – bagaimana memutuskan apakah semua itu valid, bagaimana

(9)

Page

| 8 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

memberlakukannya, dan lain-lain. Tentu saja, baik peraturan primer maupun peraturan sekunder adalah sama-sama output dari sebuah sistem hukum (Lawrence M. Friedman, 2009).

3. Budaya hukum.

Kekuatan-kekuatan sosial terus-menerus menggerakkan hukum – merusak di sini, memperbarui di sana; menghidupkan di sini, mematikan di sana; memilih bagian mana dari “hukum” yang akan beroperasi, bagian mana yang tidak;

mengganti, memintas, dan melewati apa yang muncul; perubahan-perubahan apa yang akan terjadi secara terbuka atau diam-diam. Karena tiada istilah lain, sebagian dari kekuatan-kekuatan ini sebagian dinamakan kultur hukum.

Kultur hukum adalah elemen sikap dan nilai sosial.

Kultur hukum mengacu pada bagian-bagian yang ada pada kultur umum – adat kebiasaan, opini, cara bertindak dan berpikir – yang mengarahkan kekuatan-kekuatan social menuju atau menjauh dari hukum dengan cara-cara tertentu. Secara garis besar istilah tersebut menggambarkan sikap-sikap mengenai hukum (Lawrence M. Friedman, 2009).

11. Mochtar Kusumaatmadja (1986), pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan azas-azas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institutions) dan proses (processes) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.

Pengertian hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja, memuat tiga unsur:

1. kaidah dan azas-azas yang mengatur.

2. lembaga (institutions).

3. proses (processes).

12. Pengertian hukum tersebut memuat tiga unsur:

1. Perangkat kaidah dan asas-asas.

Pengertian hukum sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, merupakan pengertian tradisional dari hukum. Kaidah hukum merupakan patokan berperilaku yang mempunyai akibat hukum. Asas-asas hukum merupakan pemikiran yang melandasi kaidah hukum.

2. Lembaga.

Istilah ”lembaga” atau lembaga hukum (legal institution) mempunyai dua makna. Pertama, himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola perilaku mengenai kebutuhan-kebutuhan pokok manusia (Muslan Abdurrahman 2009), seperti lembaga perkawinan, lembaga pengangkatan anak. Lembaga perkawinan dapat dimaknai sebagai himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola perilaku mengenai perkawinan. Kedua, lembaga dalam pengertian struktur, mengacu pada Lawrence M. Friedman (2009), yang merupakan salah satu dasar atau elemen nyata dari sistem hukum. Struktur sebuah

(10)

Page

| 9 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

sistem adalah kerangka badannya; ia adalah bentuk permanennya, tubuh institusional dari sistem, tulang-tulang keras yang kaku yang menjaga agar proses mengalir dalam batas-batasnya (Lawrence M. Friedman 2009).

Yang dimaksud ”lembaga” dalam pengertian hukum dari Mochtar Kusumaatmaja (dapat ditafsirkan-) adalah lembaga dalam pengertian struktur hukum, seperti lembaga penegak hukum; kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

3. Proses.

Menunjuk pada tahapan melakukan suatu perbuatan. Proses hukum menunjuk pada tahapan perbuatan mewujudkan hukum dalam kenyataan;

proses mewujudkan asas dan kaidah hukum oleh lembaga penegak hukum di dalam kehidupan nyata.

13. Peraturan Perundang-undangan termasuk dalam “kaidah dan azas-azas yang mengatur” atau “substansi hukum”. Dalam pengertian asas hukum adalah ratio legis dari suatu kaidah hukum yang dituangkan dalam aturan hukum.

Pemahaman tentang peraturan perundang-undangan secara otentik dapat dicermati:

1. Pengertian Peraturan Perundang-undangan (lihat UU No. 10 Tahun 2004, Pasal 1 angka 1).

2. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan (lihat UU 10/2004, Pasal 7).

3. Materi muatan Peraturan Perundang-undangan (lihat UU 10/2004, Pasal 8–

Pasal 14).

14. Jenis peraturan lainnya, selain peraturan perundang-undangan, adalah peraturan kebijakan. Peraturan kebijakan adalah peraturan yang memuat petunjuk tentang bagaimana suatu instansi pemerintah akan bertindak dalam menyelenggarakan kewenangan pemerintahan yang “tidak terikat” terhadap setiap orang. Dimaksud dengan menyelenggarakan kewenangan pemerintahan yang “tidak terikat”

adalah tidak diatur secara tegas oleh peraturan perundang-undangan (lihat A.

Hamid S. Attamimi, 1993).

15. Konsep hukum: Etatis dan Pluralisme (Tim HuMa, ed., 2005).

1. Etatis (Sentralisme Hukum), mengklaim hukum negara adalah satu-satunya aturan normatif yang sungguh-sungguh bisa disebut sebagai hukum.

Persfektif kaum etatis didasarkan pada teori modernitas yang menarik garis batas yang tegas antara zaman modern dengan zaman pra-modern. Zaman modern dimulai dengan didirikannya negara-negara yang berdasarkan sistem hukum nasional.

2. Pluralisme Hukum, adanya lebih dari satu tatanan hukum dalam suatu arena sosial. Oleh Griffiths dibedakan adanya dua macam pluralisme hukum:

(11)

Page

| 10 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

1. Pluralisme hukum yang lemah (weak legal pluralism), adalah bentuk lain dari sentralisme hukum karena meskipun mengakui adanya pluralisme hukum, tetapi hukum negara tetap dipandang sebagai superior, sementara hukum-hukum yang lain disatukan dalam hierarki di bawah hukum negara.

2. Pluralisme hukum yang kuat (strong legal pluralism), adalah semua sistem hukum yang ada dipandang sama kedudukannya dalam masyarakat, tidak terdapat hierarki yang menunjukan sistem hukum yang satu lebih tinggi dari yang lain.

16. Soetandyo Wignjosoebroto (2008), sekurang-kurangnya ada 6 konsep tentang apa yang disebut “hukum”:

1. Hukum sebagai ide tentang kebaikan dan keindahan (hukum yang berhakikat sebagai ide illahi);

2. Hukum sebagai asas-asas keadilan yang dipercaya secara kodrati berlaku universal;

3. Hukum sebagai seluruh preskripsi yang dihasilkan oleh badan politik suatu kekuasaan nasional;

4. Hukum yang terwujud dalam putusan hakim;

5. Hukum dalam wujud keteraturan perilaku warga masyarakat; dan

6. Hukum sebagai manifestasi makna-makna simbplik para subjek yang berinteraksi.

17. Soetandyo Wignjosoebroto (2009), menyederhanakan urutannya menjadi:

1. Hukum yang dikonsepkan sebagai Asas Keadilan dalam Sistem Moral, yang Illahi dan/atau yang secara Kodrati Berlaku Universal;

2. Hukum Modern yang dikonsepkan sebagai Hukum Nasional yang Positif, yang berupa Hukum Undang-Undang yang hadir in Abstracto dan Amar- amar Putusan Hakim yang hadir in Concreto;

3. Hukum dalam manifestasinya sebagai Pola Perilaku yang Teramati dalam Kehidupan Masyarakat; dan

4. Hukum sebagaimana dimaknakan oleh Para Subjek Pemakainya dalam Proses (Inter-) Akasi (antar-) Mereka.

18. Memahami hukum dari sudut-pandang validitas hukum.

Satjipto Rahardjo dengan mendasarkan pada pandangan Gustav Radbruch mengungkapkan, bahwa validitas adalah kesahan berlaku hukum serta kaitannya dengan nilai-nilai dasar dari hukum. Bahwasanya hukum itu dituntut untuk memenuhi berbagai karya dan oleh Radbruch disebut sebagai nilai-nilai dasar dari hukum, yakni keadilan, kegunaan (zweckmaszigkeit), dan kepastian hukum.

Satjipto Rahardjo menggambarkan dalam ragaan sebagai berikut:

Ragaan 1: Keterhubungan Nilai-nilai Dasar Hukum dan Kesahan Berlakunya Hukum

(12)

Page

| 11 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

Sumber: Satjipto Rahardjo, 2000: 20.

Validitas norma hukum dari Radbruch, sebagaimana dipaparkan baik oleh Satjipto Rahardjo maupun W. Friedman, adalah dalam pengertian kualitas hukum atau dunia seharusnya” (das sollen). Pada intinya, pandangan ini adalah bahwa hukum didasarkan pada keberlakuan filsafati supaya hukum mencerminkan nilai keadilan, didasarkan pada keberlakuan sosiologis supaya hukum mencerminkan nilai kegunaan, dan didasarkan pada keberlakuan yuridis supaya hukum mencerminkan nilai kepastian hukum. Hal ini dapat digambarkan dalam ragaan sebagai berikut (lihat juga Bagir Manan 1992).

Ragaan 2: Validitas Hukum secara Filsafati, Sosiologis, dan Yuridis

Sumber: disusun berdasarkan uraian Satjipto Rahardjo dan W. Friedmann

19. Proses Hukum.

Mengenai bagaimana fungsi hukum untuk mengatur kehidupan bersama itu dijalankan, yakni melalui proses:

1. Pembuatan hukum. Dimaksud dengan istilah ini adalah pembuatan undang- undang. Tahapannya adalah:

i. Tahap inisiasi, yakni muncul suatu gagasan dalam masyarakat.

ii. Tahap sosio-politis, yakni pematangan dan penajaman gagasan.

iii. Tahap yuridis, yakni penyusunan bahan ke dalam rumusan hukum dan kemudian diundangkan.

Validitas Hukum [Kesahan

Berlaku Hukum]

Sosiologis

Yuridis

ditaati karena mencerminkan keadilan

ditaati karena mencerminkan kegunaan

ditaati karena mencerminkan kepastian hukum

Filsafati

HUKUM

Filsafati

Sosiologis

Yuridis Keadilan

Kegunaan

Kepastian Hukum

Nilai-nilai Dasar dari Hukum Kesahan Berlaku Hukum

(13)

Page

| 12 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

2. Pelaksanaan hukum (penegakan hukum). Dalam struktur ketatanegaraan modern, penegakan hukum dijalankan oleh komponen eksekutif dan dilaksanakan oleh birokrasi dari eksekutif tersebut, sehingga sering juga disebut birokrasi penegakan hukum.

3. Peradilan. Ini bisa juga sebagai suatu macam penegakan hukum, karena aktivitasnya juga tidak terlepas dari hukum yang telah dibuat dan disediakan oleh badan pembuat hukum. Perbedaannya, komponen eksekutif menjalankan penegakan hukum dengan aktif, sedangkan peradilan menegakan hukum secara pasif, yakni harus menunggu datangnya pihak- pihak yang membutuhkan jasa peradilan – datang dengan membawa persoalan mereka untuk diselesaikan melalui proses peradilan (Satjipto Rahardjo 2000).

20. Dengan ungkapan lain, proses hukum meliputi:

1. kegiatan pembuatan hukum (law making).

2. kegiatan pelaksanaan atau penerapan hukum (law administrating).

3. kegiatan peradilan atas pelanggaran hukum (law adjudicating) atau kegiatan penegakan hukum dalam arti sempit (law enforcement) (Jimly Asshiddiqie 2006).

21. Berdasarkan pemahaman proses tersebut, dapat diungkapkan kembali, proses hukum terdiri dari tiga tahap berikut:

1. Tahapan gagasan.

Muncul suatu gagasan dalam masyarakat kemudian dilakukan pematangan dan penajaman gagasan. Dalam konteks proses kebijakan publik tahapan ini merupakan penyusunan agenda kebijakan.

2. Tahap penormaan.

Penyusunan bahan ke dalam rumusan hukum dan kemudian diundangkan.

Dalam konteks proses kebijakan publik tahapan ini merupakan formulasi dan adopsi kebijakan.

3. Tahap pelaksanaan norma.

Pelaksanaan hukum atau penegakan hukum, baik oleh komponen eksekutif maupun oleh komponen yudisial melalui proses peradilan. Dalam konteks proses kebijakan publik tahapan ini merupakan implementasi dan evaluasi kebijakan.

22. Tiga jenis putusan hukum, yaitu (Jimly Asshiddiqie 2005):

a. Bentuk peraturan yang berisi materi aturan sebagai hasil kegiatan pengaturan terhadap kepentingan umum (regels). Biasanya bentuk seperti inilah yang tepat disebut sebagai peraturan perundang-undangan.

b. Bentuk keputusan-keputusan pejabat-pejabat administrasi negara berupa keputusan (beschikkingen) yang tidak bersifat mengatur, tetapi mengandung konsekwensi hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Inilah yang biasa

(14)

Page

| 13 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

disebut dengan surat-surat keputusan, misalnya mulai dari Keputusan Presiden sampai Keputusan Bupati ataupun Walikota.

c. Bentuk putusan hakim yang biasa disebut vonis ataupun putusan-putusan arbitrase yang apabila telah mempunyai kedudukan hukum yang tetap (in kracht) wajib dilaksanakan sebagaimana mestinya, misalnya putusan Mahkamah Agung, putusan Pengadilan Tinggi, putusan Pengadilan Negeri, atau putusan badan peradilan lainnya.

23. Fungsi Hukum (Satjipto Rahardjo 1979):

1. Hukum sebagai pengendalian social (social control).

2. Hukum sebagai sarana rekayasa sosial.

24. Salah satu ciri hukum modern adalah penggunaannya secara aktif dan sadar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ini menyebabkan hukum modern menjadi begitu instrumental sifatnya dengan asumsinya, bahwa kehidupan sosial itu bisa dibentuk oleh kemauan sosial tertentu, seperti kemauan sosial dari golongan elit dalam masyarakat.

Dalam fungsi hukum yang bersifat instrumental ini, maka setiap kebijakan yang ingin dilaksanakan harus melalui bentuk peraturan perundang-undangan. Tanpa prosedur yang demikian itu kesahan dari tindakan pemerintah an Negara pun dipertanyakan. Dalam konteks ini dibicarakan kemampuan hukum untuk dipakai sebagai alat melakukan social engineering, batas-batas kemampuan hukum, dan sebangsanya (Satjipto Rahardjo 2000).

25. Langkah yang dapat diambil dalam social engineering bersifat sistematis, dimulai dari identifikasi problem sampai pemecahannya, yaitu:

1. Mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya, termasuk mengenali dengan seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari penggarapan tersebut.

2. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, termasuk menentukan nilai-nilai yang dipilih.

3. Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak untuk bisa dilaksanakan.

4. Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya (Satjipto Rahardjo 2000).

26. Hukum sebagai alat rekayasa sosial (law as tool of social engineering) berasal dari aliran hukum sosiologis (sociological jurisprudence), sebagaimana yang dikembangkan oleh Roscoe Pound di Amerika Serikat, di Indonesia dimodifikasi oleh Mochtar Kusumaatmadja (1986) menjadi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat, dengan tekanan pada pembaharuan peraturan perundang-undangan – bukan keputusan pengadilan – dalam rangka memfungsikan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat.

27. Hukum sebagai wadah kebijakan publik merupakan pengalokasian nilai yang dapat dipaksakan secara sah kepada masyarakat. Pembentukannya tidak saja

(15)

Page

| 14 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

berorientasi kepastian hukum, tapi juga keadilan dan kemanfaatan (pendalaman pada Dennis F. Thompson, 2002. Wahyudi Kumorotomo, 2007).

PEMAHAMAN DASAR TENTANG

KORELASI HUKUM DENGAN KEBIJAKAN PUBLIK

28. Sumber pembuatan kebijakan publik adalah bersumberkan pada:

1. Bahan yang harus dijadikan dasar atau patokan.

Bahan yang harus dijadikan dasar pembuatan kebijakan publik adalah berbagai keputusan atu produk hukum yang mempunyai status hukum atau hierarki keputusan atau kebijakan yang lebih tinggi).

2. Bahan yang perlu mendapat pertimbangan.

Bahan yang perlu mendapat pertimbangan adalah berbagai data, informasi, ataupun pemikiran dan saran, yang bersifat obyektif yang datang dari berbagai sumber, baik dari dalam maupun dari luar organisasi pemerintah (Mustopadidjaya 1988).

29. Hukum diperlukan agar kebijakan-kebijakan kenegaraan dan pemerintahan dapat memperoleh bentuk resmi yang bersifat mengikat dan dapat dipaksakan berlakunya untuk umum. Karena hukum yang baik diperlukan dalam rangka pembuatan kebijakan (policy making) yang diperlukan merekayasa, mendinamisasi, mendorong, dan bahkan mengarahkan guna mencapai tujuan hidup bersama dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Di samping itu, dalam rangka pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut (policy executing), hukum juga harus difungsikan sebagai sarana pengendali dan sebagai sumber rujukan yang mengikat dalam menjalankan segala roda pemerintahan dan kegiatan penyelenggaraan Negara (Jimly Asshiddiqie 2010).

30. Dalam kenyataan praktik, baik dalam konteks pembuatan kebijakan (policy making) maupun dalam konteks pelaksanaan kebijakan (policy executing), masih terlihat adanya gejala anomi dan anomali yang belum dapat diselesaikan dengan baik selama 11 tahun pasca reformasi ini. Dari segi sistem norma, perubahan-perubahan telah terjadi dimulai dari norma-norma dasar dalam konstitusi negara yang mengalami perubahan mendasar. Dari segi materinya dapat dikatakan bahwa UUD 1945 telah mengalami perubahan 300 persen dari isi aslinya sebagaimana diwarisi dari tahun 1945. Sebagai akibat lanjutannya maka keseluruhan sistem norma hukum sebagaimana tercermin dalam pelbagai peraturan perundang-undangan harus pula diubah dan diperbarui (Jimly Asshiddiqie 2010).

31. Fungsi hukum modern menunjukkan keterkaitannya dengan instrumen kebijakan publik. Ini dapat dicermati dari pendapat Satjipto Rahardjo (1979), fungsi yang pada dasarnya dijalankan oleh hukum modern adalah “ia tidak sekedar merekam kembali pola-pola tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat,

(16)

Page

| 15 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

melainkan diusahakan untuk menjadi sarana menyalurkan kebijakan-kebijakan yang dengan demikian bisa berarti menciptakan keadaan-keadaan yang baru atau merubah sesuatu yang sudah ada”.

32. Dalam kebijakan yang dibuat oleh negara –kebijakan publik– terdapat tujuan- tujuan. Untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan tersebut diperlukan instrumen atau sarana. Sebagaimana dikemukakan oleh A. Hoogerwerf (19834), bahwa sarana dapat diuraikan sebagai segala sesuatu yang dipergunakan atau dapat dipergunakan oleh seorang aktor untuk memperlancar terwujudnya tujuan atau tujuan-tujuannya. B.G. Peters mengidentifikasi beberapa tipe instrumen kebijakan, yakni: hukum/undang-undang; pelayanan, uang; pajak; instrumen ekonomi; suasi (dalam Wayne Parsons, 2005).

33. Ada dua alasan dalam kenyataan dunia politik, pejabat pemerintah harus selalu menerjemahkan kebijakan dalam hukum: menetapkan kebijakan dalam bentuk undang-undang, yang diharapkan mampu menjawab berbagai perilaku masyarakat serta berbagai kepentingan yang bukan saja berlaku bagi masyarakat, tetapi juga terhadap pemerintah sendiri yang berkepentingan menjaga legitimasinya, yakni:

1. Kebutuhan untuk memerintah. Tanpa undang-undang pemerintah tidak dapat menjalankan roda pemerintahan. Di manapun, dengan upaya beberapa pembuat kebijakan maka pemerintah memberlakukan aturan untuk mengawasi perilaku pegawai pemerintah dan warga Negara pada umumnya.

Undang-undang juga dibutuhkan, ketika pemerintah bermaksud meningkatkan pembangunan, dan untuk itu harus mengubah pola pikir serta perilaku yang cendrung menghambat jalannya proses pembangunan. Karena itu, harus merumuskan dan melaksanakan peraturan yang menjadi acuan suatu pola perilaku yan diinginkan.

2. Tuntutan akan legitimasi. Kebijakan yang diformulasikan dalam bentuk undang-undang memberikan pemerintah suatu legitimasi. Dengan memiliki legitimasi yang sah dari para pejabat dan warga Negara, maka diharapkan akan mampu mempengaruhi para pelaku untuk mengubah perilaku yang bertentangan yang dapat menghambat jalannya proses pembangunan (Ann Seidman, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere, 2001).

34. Isu hukum dan kebijakan publik:

1. Sumber hukum kebijakan publik: Hukum sebagai sumber dan dasar yang harus melandasi kebijakan publik.

2. Hukum merupakan instrumen kebijakan publik.

3. Bentuk hukum kebijakan publik: bentuk hukum formulasi kebijakan publik, bentuk hukum implementasi kebijakan publik, dan bentuk hukum evaluasi kebijakan publik.

4. Sistem kebijakan publik dan sistem hukum.

5. Strata kebijakan publik dan hierarki peraturan perundang-undangan.

(17)

Page

| 16 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

6. Hukum berorientasi kebijakan publik.

7. Pendekatan (proses-) kebijakan publik dalam proses hukum: pendekatan formulasi kebijakan publik dalam pembentukan hukum (pembentukan peraturan perundang-undangan) dan pendekatan implementasi kebijakan publik dalam pelaksanaan atau penegakan hukum.

8. Sistem nilai dalam kebijakan publik.

9. Etika kebijakan publik atau kebijakan publik dalam persfektif etika hukum.

LINGKUP STUDI HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK

35. Pemahaman Dasar Hukum dan Kebijakan Publik.

36. Kerangka Hukum Kebijakan Publik.

1. Sumber Hukum Kebijakan Publik.

2. Bentuk Hukum Kebijakan Publik.

3. Hierarki Peraturan Perundang-undangan dan Strata Kebijakan Publik.

4. Sistem Hukum dan Sistem Kebijakan Publik.

37. Hukum sebagai Instrumen Kebijakan Publik.

1. Fungsi Hukum Modern.

2. Tujuan dan Sarana Kebijakan Publik.

3. Keterbatasan Hukum sebagai Instrumen Kebijakan Publik.

4. Peraturan Perundang-undangan sebagai Instrumen Kebijakan Publik.

5. Putusan Pengadilan sebagai Instrumen Kebijakan Publik.

38. Hukum Berorientasi Kebijakan Publik.

1. Memahami Proses dan Model dalam Pembuatan Kebijakan Publik.

2. Memahami Metode Pembuatan Peraturan dan Kebijakan Publik.

a. Analisis Dampak Regulasi (Regulatory Impact Analysis/RIA).

b. Metode Pemecahan Masalah dan ROCCIPI.

3. Penyusunan Agenda Kebijakan Publik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

4. Perumusan Alternatif Kebijakan dalam Pembentukan Peraturan Perundang- undangan.

5. Adopsi Kebijakan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

6. Perumusan Strategi Implementasi Kebijakan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

39. Etika Kebijakan Publik (Sistem Nilai dalam Kebijakan Publik).

1. Etika dan Moralitas.

2. Moral sebagai Sebuah Sistem Nilai.

3. Relevansi Nilai dengan Kebijakan Publik.

4. Nilai Keadilan dan Kemanfaatan dalam Kebijakan Publik.

5. Etika Legislatif.

PANDUAN TUGAS

(18)

Page

| 17 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

40. Analisis Hukum atas Isu Kebijakan Publik.

Analisis berkenaan dengan:

1. aspek substansi.

a. tujuan: yang tersembunyi dan yang tampak, sarana untuk mewujudkan tujuan?

b. kejelasan rumusan?

c. ……..

2. aspek institusi.

a. dibentuk oleh yang institusi yang berwenang?

b. penentuan institusi dan kewenangannya untuk mengimplementasikan kebijakan?

c. … ? 3. aspek proses.

a. kebijakan dibentuk melalui proses yang sah?

b. penentuan proses untuk mengimplementasikan kebijakan?

c. … ?

41. Analisis Kebijakan Publik atas Isu Hukum.

Analisis berkenaan dengan:

1. penyusunan agenda kebijakan?

2. perumusan alternatif kebijakan?

3. adopsi kebijakan?

4. strategi implementasi kebijakan?

5. ……?

DAFTAR PUSTAKA

Ann Seidman, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere, Penyusunan Rancangan Undang-Undang Dalam Perubahan Masyarakat Yang Demokratis: Sebuah Panduan Untuk Pembuat Rancangan Undang-Undang, terjemahan, (Proyek ELIPS Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2001).

Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, (Penerbit Ind-Hill.Co, Jakarta, 1992).

Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, (Penerbit Media Pressindo, Yogyakarta, 2002).

Charles E. Lindblom, Proses Penetapan Kebijaksanaan, terjemahan, (Penerbit Erlangga, Jakarta, 1986).

Dennis F. Thompson, Etika Politik Pejabat Negara, terjemahan, (Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2002).

Fiedmann, W., Teori & Filsafat Hukum: Idealisme Filosofis & Problema Keadilan (Susunan II), terjemahan, (Penerbit CV Rajawali. Jakarta, 1990).

(19)

Page

| 18 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

Hamid S. Attamimi, A., “Hukum Tentang Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengaturan)”, Pidato Purna Bakti Guru Besar Tetap, (Depok: Kampus Baru UI, 1993).

Hoogerwerf, A., “Isi dan Corak-Corak Kebijaksanaan”, dalam Hoogerwerf, A., ed., Ilmu Pemerintahan, terjemahan, (Penerbit Erlangga, Jakarta, 1983).

Irfan Islami, M., Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, (Bumi Aksara, Jakarta, 1992).

Jimly Asshiddiqie, “Negara Hukum Indonesia: Paradigma Penyelenggaraan Negara dan Pembangunan Nasional Berwawasan Hukum”, (Pertemuan Nasional Ormas-Ormas Kristen Di Jakarta, 10 November 2005).

…………, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, (Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006).

….., “Negara Hukum Indonesia”, Ceramah Umum, (dalam rangka Pelantikan Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Alumni Universitas Jayabaya, di Jakarta, Sabtu, 23 Januari 2010).

Lawrence M. Friedman, American Law An Introduntion, (New York-London: W.W.

Norton & Company, 1984).

..., Sistem Hukum: Persfektif Ilmu Sosial, terjemahan, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2009).

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional, (Bandung: Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, 1986).

MuslanAbdurrahman, 2009, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press, Malang.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/04/M.PAN/4/2007 Tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja, dan Revisi Kebijakan Publik Di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah.

Riant Nugroho, Public Policy, (Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2008).

Soetandyo Wignjosoebroto, “Keragaman dalam Konsep Hukum, Tipe Kajian, dan Metode Penelitiannya”, dalamSri Rahayu Oktoberina dan Niken Savitri, eds., Butir-butir Pemikiran dalam Hukukm: Memperingati 70 Tahun Prof.Dr. B. Arief Sidharta, (Bandung: Refika Aditama, 2008).

…………, “Penelitian Hukum dan Hakikatnya sebagai Penelitian Ilmiah”, dalam Sulistyowati Irianto dan Shidarta, eds., Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan Refleksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009).

Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, (Penerbit Alumni, Bandung, 1979).

……., Ilmu Hukum, (Alumni, Bandung, 2000).

Tim HuMa, ed., Pluralisme Hukum: Sebuah Pendekatan Interdisiplin, (Jakarta:

Penerbit HuMa, 2005).

(20)

Page

| 19 |

Marhaendra Wija Atmaja |2013|

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, (RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007).

Wayne Parsons, Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan, terjemahan, (Penerbit Kencana, Jakarta, 2005).

William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, terjemahan, (Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2000).

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara hukum dan kebijakan publik dalam bidang kajian formulasi kebijakan publik terletak pada: (1) Kesamaan Proses , yakni kesamaan pada prosesnya yaitu sama- sama

Pelaksanaan kebijakan publik yang telah diterapkan di Indonesia yang telah dilakukan pemerintah cukup banyak salah satunya adalah penetapan alokasi dana

Dalam tesis ini peneliti memilih Focus pada kebijakan publik dengan Judul Analisis Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan

Pada intinya, setiap kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah harus merupakan pilihan dari publik yang menjadi pengguna ( benifisiaris atau customer dalam konsep bisnis).

Berdasarkan dari definisi di atas dapat dimaknai bahwa kebijakan publik itu berisi sejumlah keputusan yang terangkai (tidak tunggal tetapi banyak keputusan dan

Dengan demikian berdasarkan relevansi pembahasan analisis karya Abu Ubaid mengenai keuangan publik islam yang juga menjadi pokok pemikiran kebijakan keuangan publik islam di Indonesia,

Peran Pemerintah Dalam Mengatasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial PMKS di Kota Manado Studi Di Dinas Sosial Dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Manado.. Kebijakan publik: konsep

Keaslian Penelitian Penelitian dengan Judul Kepastian Hukum Kebijakan Publik Pemerintah Kabupaten Bima dalam Kegiatan Pertanian di Kabupaten Bima-Ntb, merupakan hasil pemikiran