See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/316482230
Pemanenan Air Hujan Sebagai Upaya Adaptasi TerhadapPerubahan Iklim
Book · February 2015
CITATIONS
0
READS
1,799 1 author:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Workshop Peningkatan ompetensi Pedagogik Lulusan Melalui Optimalisasi Mata Kuliah Micro TeachingView project
Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2 Universitas JemberView project Sri Mulyani Endang Susilowati
Universitas Negeri Semarang 33PUBLICATIONS 380CITATIONS
SEE PROFILE
Pemanenan Air Hujan 1 BAB I
PENDAHULUAN
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup yang lain. Pelestarian sumberdaya air secara kualitatif dan kuantitatif selama ini kurang mendapat perhatian. Secara kualitatif pencemaran sumberdaya air oleh manusia semakin tinggi, dan secara kuantitatif kebutuhan air semakin besar sedangkan jumlah sumberdaya air relatif tetap sehingga tidak mencukupi. Permasalahan air yang melanda dunia seharusnya menggugah kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk bersama-sama melestarikan sumberdaya air secara berkelanjutan, salah satunya dengan menampung air hujan sebanyak-banyaknya pada waktu musim hujan.
Pada musim hujan,setiap hari hujan, mengakibatkan banjir dimana-mana. Kota Semarang termasuk salah satu kota yang selalu mendapat ancaman banjir di musim penghujan tetapi ancaman kekeringan di musim kemarau. Tidak hanya itu, dengan adanya hujan terus menerus, beberapa wilayah di Kota Semarang ada yang rawan longsor. Jadi selama ini Kota Semarang hanya menikmati hujan sebagai basah dan banjir saja. Padahal hujan adalah berkah yang diturunkan oleh Allah SWT. untuk memberikan kehidupan di bumi. Namun karena keserakahan, ketidakpedulian, sikap masa bodoh manusia terhadap lingkungan, menyebabkan rahmat tersebut berubah menjadi bencana yang siap mengancam kapanpun dan di manapun kita berada. Oleh karena itu perlu untuk merubah cara pandang masyarakat terhadap hujan itu sendiri. Memang, hujan bisa membawa bencana akan tetapi hujan bisa lebih banyak membawa manfaat jika kita tahu cara
memperlakukannya dengan benar.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah di atas yaitu dengan melakukan upaya konservasi air dengan cara menampung atau menyimpan air pada saat berlebih untuk digunakan pada saat dibutuhkan (kemarau). Teknik menanen air hujan (rainwater harvesting) merupakan salah satu upaya yang efisien dalam menyediakan air bagi masyarakat di daerah-daerah yang mengalami kekeringan sekaligus mengurangi banjir di daerah-daerah yang biasa mengalami kebanjiran.Teknik panen air hujan dengan atap merupakan salah satu bentuk upaya penyediaan air bersih yang sangat baik, mudah, dan relatif murah pembuatannya (Baitullah Al Amin, dkk., 2010).
Orang jaman dahulu sebenarnya juga sudah menyadari pentingnya penampungan air hujan. Apalagi di daerah-daerah yang biasa kekurangan air, hampir semua penduduk memiliki drum atau tong penangkap air hujan. Dengan banyaknya pembangunan permukiman baru, gedung-gedung bertingkat yang tinggi, semua pasti memerlukan air, maka semakin banyak sumur artesis yang dibangun, mengakibatkan penyedotan air tanah semakin banyak sehingga cadangan air tanah mengalami penurunan karena tidak ada pasokan air yang menggantikan. Oleh karena itu perlu melakukan regenerasi resapan air yang cukup melalui penampungan air hujan dan meresapkan kembali ke dalam tanah.
Berdasarkan beberapa pustaka ternyata praktek memanen air hujan ini telah dilakukan di banyak negara sejak beberapa tahun yang lalu terutama negara yang memiliki curah hujan kurang dari 700 mm per tahun seperti di Afrika. Negara lain, Jepang misalnya, telah lama melakukan pemanenan air hujan.
Pemanenan Air Hujan 3 Mereka banyak membangun tandon-tandon air, mulai dari halaman rumah, hingga di bawah jalan layang. Air itu dimanfaatkan untuk memelihara jalan, menyiram tanaman peneduh di sepanjang jalan, maupun untuk memenuhi kebutuhan air bersih dengan melakukan proses penjernihan secara memadai. Negara India memanen air hujan, agar tidak kekurangan air bersih saat musim panas tiba.
Sudah saatnya negara Indonesia, mengembangkan sistem pemanenan air hujan, karena potensi hujan di Indonesia cukup besar. Untuk di Indonesia pemanfaatan air hujan telah diatur melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 tahun 2009 tentang pemanfaatan air hujan. Tujuan dari pengaturan pemanfaatan air hujan adalah untuk mengurangi genangan air atau banjir serta mempertahankan kualitas dan meningkatkan kuantitas air tanah (pasal 2). Pada pasal 5 disebutkan bahwa pemanfaatan air hujan wajib dilakukan paling lama 1 tahun sejak berlakunya peraturan ini. Sekarang sudah tahun 2015, enam tahun setelah peraturan diundangkan masih banyak yang belum mengenal apa itu pemanenan air hujan atau rainwater harvesting.
Indonesia merupakan negara kepulauan, bahkan mempunyai lautan yang lebih luas dibandingkan daratannya. Apakah mungkin Indonesia kekurangan air sehingga perlu melakukan pemanenan air hujan? Fokus bahasan dalam buku ini adalah (1) apakah kita memang perlu melaksanakan pemanenan air hujan? (2) apakah manfaat dari pemanenan air hujan? dan (3) bagaimana cara melaksanakan pemanenan air hujan?
Buku ini ditulis berdasarkan hasil penelitian penulis dan penelitian lainnya yang relevan. Dengan memahami isi buku
ini diharapkan pembaca lebih memahami pentingnya pengelolaan sumberdaya air sehingga mengurangi timbulnya bencana. Hujan yang selama ini sering membawa masalah dapat diubah menjadi berkah. Kalau setiap penduduk terutama yang sering terancam bahaya kekeringan atau kekurangan air bersih, mau melaksanakan pemanenan air hujan ini maka masalah kekeringan akan teratasi.
Pemanenan Air Hujan 5 BAB 2
PERUBAHAN IKLIM
A. Definisi Perubahan Iklim
Pada masa yang lalu di sekolah diajarkan bahwa Indonesia memiliki musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi antara bulan Oktober sampai bulan April sedangkan musim kemarau terjadi mulai bulan April sampai Oktober.
Tetapi sekarang ini ternyata musim sudah berubah. Bulan Agustus yang mestinya musim kemarau masih ada hujan, tetapi sebaliknya bulan-bulan yang mestinya banyak hujan tidak terjadi hujan, terjadi pergeseran iklim. Kemarau semakin panjang dan musim hujan semakin intensif sehingga dimana- mana terdengar ada berita banjir. Banyak orang menyebut sekarang terjadi perubahan iklim.
Iklim adalah rata-rata kondisi cuaca tahunan dan meliputi wilayah yang luas. Iklim bisa dalam kurun waktu 25-30 th, sedangkan cuaca bisa harian mingguan bulanan. Cuaca diukur dengan cara mengobservasi pola-pola suhu, presipitasi (misalnya hujan atau salju), angin dan hari-hari cerah serta variabel-variabel lainnya yang mungkin bisa diukur di sembarang tempat (Tebtebba, 2008). Benarkah sekarang sudah terjadi perubahan iklim? Perubahan iklim berarti perubahan yang signifikan pada iklim, seperti suhu udara atau curah hujan, selama kurun waktu 30 tahun atau lebih. Jika iklim berubah, maka rata-rata selama 30 tahun suhu udara, atau curah hujan, atau jumlah hari matahari bersinarpun akan berubah. Perubahan iklim mengacu pada perubahan apapun pada iklim dalam satu kurun waktu, baik karena variabilitas alami atau sebagai hasil dari aktivitas manusia (sebab-sebab
antropogenik). Perubahan iklim dapat diakibatkan oleh interaksi atmosfer dan lautan. UNFCCC (Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim) lebih memberi tekanan pada aktivitas-aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan iklim.
Perubahan iklim merupakan isu global yang mulai menjadi topik perbincangan dunia sejak diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, tahun 1992.
Perubahan iklim adalah sebuah fakta yang harus dihadapi oleh masyarakat di bumi. Perubahan iklim telah menjadi pembicaraan masyarakat umum karena dampaknya yang dirasakan secara langsung dan nyata terasa. Menurut Meiviana dkk. (2004), perubahan iklim adalah meningkatnya suhu rata- rata permukaan bumi sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pada unsur-unsur iklim lainnya, seperti naiknya suhu air laut, meningkatnya penguapan di udara, serta berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara yang pada akhirnya merubah pola iklim dunia.
Skenario perubahan iklim di Kota Semarang ditinjau dari curah hujan, temperatur, kenaikan muka air laut dan pola angin. Skenario ini berbasis studi kerentanan (vulnarable assesment) dan didukung studi perubahan iklim di wilayah pantai utara Jawa (DKP, 2008). Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan trend selama 100 tahun terakhir (1902- 2002) di setiap musim. Musim basah suhu rata-rata meningkat dari 25,90C ke 26,30C. Sementara pada musim kering suhu meningkat dari 25,30C ke 26,30C. Suhu maksimum harian pada musim basah meningkat dari 31,40C ke 31,90C sedangkan di musim kering suhu rata-rata meningkat dari 31,20C ke 32,20C (CC-ROM IPB, 2010).
Pemanenan Air Hujan 7 Perubahan iklim merupakan sesuatu yang sulit untuk dihindari dan memberikan dampak terhadap berbagai segi kehidupan. Dampak ekstrem dari perubahan iklim terutama adalah terjadinya kenaikan temperatur serta pergeseran musim.
Kenaikan temperatur menyebabkan es dan gletser di Kutub Utara dan Selatan mencair. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya peningkatan massa air laut dan kenaikan permukaan air laut. Diketahui bahwa es yang menyelimuti permukaan bumi telah berkurang 10% sejak tahun 1960. Sementara ketebalan es di Kutub Utara telah berkurang 42% dalam 40 tahun terakhir (Fred Pearce, 2001).
Menurut laporan IPCC (2001), sistem iklim merupakan sistem yang saling berinteraksi dari kelima komponen sistem yang terdapat di planet bumi. Sistem iklim yang terjadi di planet bumi merupakan sistem yang kompleks yang melibatkan interaksi dari atmosphere dengan berbagai komponen sistem iklim yang lain. Komponen sistem iklim yang lain terdiri dari lima komponen utama yaitu atmosphere, hidrosfer, kriosfer, yang berbentuk padat meliputi bongkahan es atau salju, permukaan tanah atau pedosfer dan biosfer.
B. Penyebab Perubahan Iklim
Perubahan iklim yang terjadi di Bumi tidak lepas dari aktivitas manusia. Perubahan iklim di bumi disebabkan oleh efek gas rumah kaca (GRK), yaitu gas-gas yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia yang terakumulasi di atmosfer.
GRK yang paling penting adalah uap air, yang terjadi secara alami. Tanpa uap air di atmosfer, bumi akan benar-benar beku.
GRK yang penting lainnya adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrogenoksida (N2O). Aktivitas manusia
seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi (emisi karbon dioksida), dan kegiatan pertanian (emisi metana dan dinitrogen oksida) menambahkan gas rumah kaca ke atmosfer, di mana gas-gas ini menyebar secara global, menumpuk, dan menghangatkan suasana dan permukaan bumi (IPCC, 2007).
Berdasarkan konvensi PBB mengenai perubahan iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change – UNFCCC) ada enam jenis gas yang digolongkan sebagai GRK, yaitu karbondioksida (CO2), dinitroksida (N2O), metana (CH4), sulfurheksafluorida (SF6), perfluorokarbon (PFCs) dan hidrofluorokarbon (HFCs). Gas-gas CO2, N2O, dan CH4
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil di sektor energi, transportasi dan industri. Sedangkan SF6, PFCs dan HFCs dihasilkan dari industri pendingin (freon) dan penggunaan aerosol hanya menyumbang kurang dari 1% total emisi GRK.
Tetapi walapun hanya 1%, gas-gas tersebut mempunyai potensi pemanasan yang jauh lebih tinggi dibanding gas CO2, N2O, dan CH4 (Agus dan Rudy, 2008).
Efek Rumah Kaca (ERK) terjadi karena radiasi yang dipancarkan oleh matahari menembus lapisan atmosfer dan masuk ke bumi. Radiasi matahari yang masuk ke bumi dalam bentuk gelombang pendek menembus atmosfer bumi dan berubah menjadi gelombang panjang ketika mencapai permukaan bumi. Setelah mencapai permukaan bumi, sebagian gelombang dipantulkan kembali ke atmosfer dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sayangnya, tak semua gelombang panjang yang dipantulkan kembali oleh bumi dapat menembus atmosfer menuju angkasa luar karena sebagian dihalangi dan diserap oleh gas-gas yang berada di atmosfer, disebut gas rumah kaca (GRK). Akibatnya
Pemanenan Air Hujan 9 radiasi matahari tersebut terperangkap di atmosfer bumi.
Peristiwa ini berlangsung lama, maka kemudian terjadi akumulasi radiasi matahari di atmosfer bumi yang menyebabkan suhu di bumi menjadi semakin hangat (Gambar 1). Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, karena dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh jauh sehingga nyaman untuk kehidupan.
Dengan adanya efek rumah kaca yang terjadi sejak dahulu kala, maka bumi dapat dihuni oleh berbagai makhluk hidup sampai sekarang. Setelah revolusi industri, ilmu pengetahuan dan industri semakin berkembang pesat. Semakin banyaknya GRK yang terakumulasi di atmosfer akibat aktivitas manusia, itulah yang mengakibatkan pemanasan global.
Gambar 1. Efek Rumah Kaca (Sumber : http://www.ipcc.ch.)
Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung- gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. ERK juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu permukaan air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut. Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau ada yang besar dan ada yang kecil. Dengan meningkatnya permukaan air laut maka pulau-pulau kecil terancam tenggelam yang berarti kita akan kehilangan sumber daya genetik yang ada di pulau-pulau tersebut. Selain itu, juga terjadi perubahan pola cuaca,telah terjadi penurunan curah hujan tahunan di daerah selatan Indonesia dan peningkatan curah hujan di daerah utara. Selain itu juga lebih sering terjadi peristiwa hujan deras di beberapa daerah dan peningkatan kekeringan di wilayah yang lain(IPCC, 2007; (Hulme dan Sheard 1999; Boer dan Faqih, 2004).
Perubahan iklim memiliki konsekuensi sosial-ekonomi dan lingkungan yang parah. Ratusan juta orang menderita kekurangan air, banjir di daerah dataran rendah pesisir, gelombang panas, kekeringan, dan peningkatan penyakit infeksi akibat perubahan iklim. Selain itu, ribuan spesies akan
Pemanenan Air Hujan 11
mati dan hasil pertanian sangat mungkin menurun di beberapa daerah. Dampak perubahan iklim sudah
mempengaruhi ratusan juta orang saat ini dan dalam dua puluh tahun ke depan jumlah orang yang terkena dampak serius perubahan iklim kemungkinan akan berlipat ganda. Ini efek berbahaya dari perubahan iklim tidak bisa dihindari sepenuhnya. Dengan demikian, kita harus mempersiapkan diri untuk dapat mengatasi perubahan iklim. Dalam jangka panjang, pemanasan global dapat diperlambat atau bahkan mungkin dihentikan, jika masyarakat internasional berhasil secara drastis mengurangi emisiGRK.
Menurut perhitungan simulasi, ERK telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 10C -50C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,40C -5,50C sekitar tahun 2030 (IPCC 2001). Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer.
Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi meningkat disebut pemanasan global. Jadi penyebab utama dari perubahan iklim adalah aktivitas manusia, pertambahan populasi manusia dan pesatnya pertumbuhan teknologi dan industri, yang mengakibatkan akumulasi GRK di atmosfer meningkat pesat.
Pertumbuhan populasi manusia yang cepat diikuti dengan kemajuan teknologi dan industri, maka pemanfaatan energi terutama energi fosil meningkat. Inilah penyebab utama terjadinya perubahan iklim secara global. Hutan yang semakin rusak, baik karena kejadian alam maupun penebangan liar, juga menambah jumlah GRK yang dilepaskan ke atmosfer
secara signifikan serta fungsi hutan sebagai penyerap emisi GRK (Meiviana dkk., 2004).
C. Dampak Perubahan Iklim
Pola cuaca merupakan bagian yang penting bagi kehidupan manusia. Cuaca mempengaruhi pertanian, pemukiman, penggunaan air, aktivitas maupun kesehatan kita. Oleh karena itu kalau terjadi perubahan iklim akan berdampak serius pada kehidupan manusia. Bagaimana dengan perubahan iklim di Indonesia? Sekarang ini telah kita rasakan berbagai akibat perubahan iklim yaitu (1) terjadi pergeseran musim dimana musim kemarau berlangsung lebih lama sehingga menimbulkan bencana kekeringan dan penggurunan, dan (2) naiknya permukaan air laut sehingga di Semarang dan kota- kota di pesisir terjadi rob yang semakin meluas. Menurut IPCC, panel ahli untuk isu perubahan iklim, dalam 100 tahun terakhir telah terjadi peningkatan permukaan air laut setinggi 10-25 cm. Sementara itu diperkirakan bahwa pada tahun 2100 mendatang akan terjadi peningkatan air laut setinggi 15-95 cm (Greenpeace, 1998 dalam Meiviana dkk., 2004).
Naiknya muka air laut tak hanya mengancam kehidupan penduduk pantai, tetapi juga penduduk perkotaan karena kenaikan air laut akan memperburuk kualitas air tanah di perkotaan. Intrusi atau perembesan air laut yang kian meluas.
Tak hanya itu, banyak infrastruktur kota akan rusak karena
"termakan" oleh salinitas air laut.
Rata-rata suhu udara global menurut laporan IPCC telah meningkat sebesar 0,6ºC dari tahun 1850 hingga tahun 2000.
Dalam laporan “Climate Change Report 2007”, IPCC mengetengahkan berbagai dampak pemanasan global berdasar
Pemanenan Air Hujan 13 tingkat kenaikan suhu dan akan semakin parah dengan bertambahnya suhu udara. Berbagai dampak perubahan iklim yang bisa terjadi dan sangat mempengaruhi kehidupan manusia sebagai berikut.
1. Bidang Pertanian
Kenaikan suhu udara 1-2ºC akan menyebabkan produktivitas sereal merosot di belahan Bumi bagian selatan. Kenaikan suhu udara di atas 4ºC akan menurunkan produksi pangan di seluruh dunia. Penurunan produksi pangan terjadi karena tingkat kesuburan sebagian tanah berkurang sehingga tidak dapat digunakan sebagai lahan pertanian. Produktivitas yang menurun berujung pada peningkatan harga pangan.
2. Hutan
Indonesia masih memiliki hutan tropis di Kalimantan.
Hutan menghasilkan makanan, kayu, dan produk-produk lainnya, seperti rotan. Hutan juga membantu mencegah terjadinya polusi air, dan menghambat erosi tanah. Hutan membantu menyimpan pasokan air karena hutan menyerap air hujan pada musim penghujan dan melepaskannya di saat musim kemarau. Hutan merupakan habitat bagi banyak hewan liar, burung, berbagai tanaman, dan serangga.
Keanekaragaman hayati ini sangatlah penting bagi sistem alami yang membuat lingkungan berfungsi. Dengan terjadinya perubahan iklim, dimana kesuburan tanah berkurang ditambah dengan semakin banyaknya kerusakan hutan mengakibatkan fungsi hutan sebagai pengatur sistem hidrologi dan penyaring air akan menjadi lemah.Kuantitas air tanah akan berkurang dan kualitas air pun akan menurun.
Berkurangnya keanekaragaman hayati mengakibatkan
sistem alami tidak berjalan secara efektif. Tanaman semakin menderita karena perubahan iklim meningkatkan jumlah hama dan penyakit. Kenaikan suhu 10C -20C menyebabkan 20% -30% spesies terancam punah.
3. Perikanan
Budidaya perikanan penting sebagai mata pencaharian dan sumber makanan. Jika persediaan air berkurang dan suhu air laut memanas, maka jumlah ikan akan menurun. Para nelayan pun akan sulit memperoleh makanan dan penghasilan. Beberapa danau telah menunjukkan penyusutan jumlah ikan dengan kenaikan suhu yang mulai berjalan mendekati 10C. Kenaikan suhu dari 20C hingga 30C menyebabkan siklus hidrologis bertambah besar, lebih banyak kekeringan, dan juga banjir. Kondisi seperti ini akan menimbulkanperubahan struktur danau secara besar-besaran dan kepunahan banyak spesies air tawar. Gambar 2 menunjukkan hubungan perubahan iklim dengan kelangsungan hidup makhluk hidup.
4. Kesehatan
Kenaikan suhu udara di atas 1ºC dan peningkatan kelembaban mengakibatkan berbagai penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah frekuensinya meningkat. Hal ini karena masa inkubasi nyamuk semakin pendek sehingga nyamuk malaria dan demam berdarah akan berkembangbiak lebih cepat. Balita, anak-anak dan usia lanjut sangat rentan terhadap perubahan iklim. Terbukti tingginya angka kematian yang disebabkan oleh malaria sebesar 1-3 juta/tahun, dimana 80% nya adalah balita dan anak-anak (WHO, 1997: dalam Meiviana dkk, 2004).Selain malaria dan demam berdarah, dampak perubahan iklim bagi
Pemanenan Air Hujan 15 kehidupan dimuka bumi adalah merebaknya wabah penyakit-penyakit pernapasan. Hal ini karena perubahan iklim menyebabkan polusi dan pencemaran udara yang akhirnya menurunkan fungsi dari paru-paru. Di kota besar seperti New York City, Amerika Serikat, kasus asma meningkat sebanyak sepuluh persen (Zakiya, 2013).
Tentunya ini sangat merugikan bagi kehidupan kita di dunia ini.
Gambar 2. Hubungan Perubahan Iklim dengan kesehatan manusia sumber: Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap –
ICCSR Sektor Kesehatan 2010-2030, BAPPENAS
5. Rusaknya ekosistem laut
Kenaikan suhu antara 10C -2ºC akan menyebabkan sebagian besar karang mengalami pemutihan yang disebut coral bleaching.Pemutihan karang ini terjadi karena alga yang merupakan makanan dan pemberi warna pada terumbu karang mati. Coral bleaching adalah suatu fenomena
dimana memutihnya sebagian atau seluruh tutupan karang yang disebabkan oleh menghilangnya simbiotik alga atau pigmennya (Brown 1997). Pemutihan karang menyebabkan punahnya berbagai jenis ikan karang yang bernilai ekonomi tinggi misalnya, ikan kerapu macan, kerapu, sunu, napoleon, dan lain-lain, karena tak ada lagi terumbu karang yang layak untuk dihuni dan berfungsi sebagai sumber makanan. Padahal Indonesia mempunyai lebih dari 1.650 jenis ikan karang, itupun hanya yang terdapat di wilayah Indonesia Bagian Timur, belum terhitung yang berada di wilayah lainnya. Di Maluku, nelayan amat sulit memperkirakan waktu dan lokasi yang sesuai untuk menangkap ikan karena pola iklim yang berubah (Hadwin Saleh, 2013). Naiknya permukaan laut akan menggenangi wilayah pesisir sehingga akan menghancurkan tambak- tambak ikan dan udang di Jawa, Aceh, Kalimantan dan Sulawesi (UNDP, 2007). Akibat pemanasan global pada tahun 2050 akan mendegradasi 98% terumbu karang dan 50% biota laut. Gejala ini sebetulnya sudah terjadi di kawasan Delta Mahakam Kalimantan Timur, apabila suhu air laut naik 1,50C setiap tahunnya sampai 2050 akan memusnahkan 98% terumbu karang. Di Indonesia kita tak akan lagi bisa menikmati lobster, cumi-cumi dan rajungan.
Kenaikan muka air laut juga akan merusak ekosistem hutan bakau, serta merubah sifat biofisik dan biokimia di zona pesisir.
6. Dampak terhadap sumberdaya air
Kenaikan suhu hingga 1ºC akan mengurangi persediaan air dan meningkatkan kekeringan di beberapa wilayah ekuator.
Kenaikan suhu di atas 1ºC akan menimbulkan banjir,
Pemanenan Air Hujan 17 kekeringan, erosi, dan kualitas air yang semakin menurun.
Naiknya permukaan air laut, air asin akan memasuki daratan, merusak lahan pertanian dan ekosistem dan menurunkan persediaan air tawar bagi daerah-daerah di pesisir pantai. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk menyebabkan tingginya permintaan air. Ini menimbulkan penyedotan besar-besaran terhadap sumber air yang ada.
Naiknya muka air laut dapat mengakibatkan terjadinya intrusi air laut semakin jauh ke daratan sehingga mencemari lebih banyak sumber air minum. Perubahan iklim juga menyebabkan peningkatan peristiwa La-Nina dan El-Nino yang berdampak pada kelebihan air di satu sisi (banjir) dan kekurangan air di sisi lainnya (kekeringan).
7. Gelombang panas
Kenaikan suhu di atas 2ºC, menimbulkan frekuensi gelombang panas meningkat dengan cepat dan mengakibatkan kematian, gagal panen, matinya tunas baru pepohonan, kebakaran hutan, dan kerusakan ekosistem.
Gelombang panas ini juga menyebabkan kekeringan parah dan kegagalan panen merata di daerah Eropa (Meiviana dkk., 2004).
8. Perubahan iklim ekstrem
Pemanasan global mengakibatkan perubahan cuaca dan iklim bumi yang ekstrem. Pola curah hujan berubah-ubah tanpa dapat diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat, tetapi kekeringan di tempat yang lain. Topan dan badai tropis baru akan bermunculan dengan kecenderungan semakin lama semakin kuat. Tidak dapat diprediksinya kedatangan musim hujan ataupun kemarau mengakibatkan kerugian bagi petani karena musim tanam yang seharusnya
dilakukan pada musim hujan ternyata malah kemarau.
Angin topan akan meningkat dengan kenaikan suhu hingga 2ºC dan dampaknya akan semakin berat dengan naiknya air laut. Kenaikan suhu di atas 2ºC semakin meningkatkan intensitas angin topan dan banyak jiwa terancam.
9. Mencairnya es di Kutub
Pemanasan Global berdampak langsung pada terus mencairnya es di daerah kutub utara dan kutub selatan. Es di Greenland yang telah mencair hampir mencapai 19 juta ton. Dan volume es di Artik pada musim panas 2007 hanya tinggal setengah dari yang ada 4 tahun sebelumnya (Agus dan Rudy, 2008). Kenaikan suhu di atas 2ºC akan menyebabkan sebagian wilayah es Antartika Barat mencair dan air laut akan naik setinggi 1,5-5 meter selama berabad- abad hingga ribuan tahun. Kenaikan suhu di atas 2ºC hingga 4ºC akan mencairkan sebagian besar es dan air laut akan naik setinggi 2-7 meter selama berabad-abad hingga ribuan tahun. Kenaikan suhu di atas 4ºC akan menyebabkan es mencair hampir seluruhnya.
10. Perpindahan penduduk dan konflik
Stres yang disebabkan oleh meningkatnya kekeringan, kekurangan air, dan banjir di daerah aliran sungai maupun di pesisir pantai akan memaksa penduduk mencari tempat tinggal baru, baik itu di dalam negaranya sendiri maupun memasuki negara lain. Hal ini dapat memicu konflik dan ketegangan antara penduduk lama dengan yang baru.
Pemanenan Air Hujan 19 Gambar 3.Potensi dampak perubahan iklim.(Sumber: UNEP, 2007.
Copyright © 2013 Dewan Nasional Perubahan Iklim. All rights reserved)
D. Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim
Daya adaptasi terhadap perubahan iklim adalah kemampuan suatu sistem untuk menyesuaikan diri dari perubahan iklim (termasuk di dalamnya variabilitas iklim dan variabilitas ekstrem) dengan cara mengurangi kerusakan yang ditimbulkan, mengambil manfaat atau mengatasi perubahan dengan segala akibatnya. Menurut Murdiyarso (2003), adaptasi terhadap perubahan iklim adalah salah satu cara penyesuaian yang dilakukan secara spontan maupun terencana untuk memberikan reaksi terhadap perubahan iklim. Adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan strategi yang diperlukan pada semua skala untuk meringankan usaha mitigasi dampak.
Adaptasi terhadap perubahan iklim sangat potensial untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan meningkatkan
manfaat, sehingga tidak ada korban. Pengalaman menunjukkan bahwa banyak strategi adaptasi dapat memberikan manfaat baik dalam penyelesaian jangka pendek maupun jangka panjang, namun masih ada keterbatasan dalam implementasi dan keefektifannya. Hal ini disebabkan daya adaptasi yang berbeda-beda berdasarkan daerah, negara, maupun kelompok sosial-ekonomi. Negara dengan sumberdaya ekonomi terbatas, tingkat teknologi rendah, informasi dan keahlian rendah, infrastruktur buruk, institusi lemah, ketidakadilan kekuasaan, kapasitas sumber daya terbatas, memiliki kemampuan adaptasi yang lemah dan rentan terhadap perubahan iklim. Berlaku hal yang sebaliknya bagi Negara dengan sumberdaya ekonomi tinggi, tingkat teknologi tinggi, informasi dan keahlian tinggi, infrastruktur baik, institusi kuat, berkeadilan dalam kekuasaan, kapasitas sumber daya melimpah, akan memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik.
Adaptasi merupakan proses penyesuaian apapun yang terjadi secara alamiah di dalam ekosistem atau dalam sistem manusia sebagai reaksi terhadap perubahan iklim, baik dengan meminimalkan tingkat perusakan maupun mengembangkan peluang-peluang yang menguntungkan sebagai reaksi terhadap iklim yang sedang berubah atau bencana yang akan terjadi yang terkait dengan perubahan-perubahan lingkungan. Poin- poin penting dalam adaptasi perubahan iklim:
1. Adaptasi penting dan bukanlah sesuatu hal yang baru dalam pertahanan diri dan keberhasilan jangka panjang untuk semua mahkluk hidup
2. Adaptasi perubahan iklim bertujuan mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim dengan cara mengatasi dampaknya dan/atau meningkatkan kemampuan adaptif
Pemanenan Air Hujan 21 3. Berbagai pendekatan terhadap adaptasi: mulai dari solusi teknis seperti membangun dinding pantai sebagai tindakan
“ringan” dan peningkatan kesadaran, serta pengetahuan tentang perubahan iklim.
4. Adaptasi bukanlah aktivitas yang berdiri sendiri, namun perlu diintegrasikan ke dalam pembangunan berkelanjutan yang utuh.
Pada tingkat nasional terdapat dokumen Roadmap Sectoral Perubahan Iklim yang lebih dikenal dengan The Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR). Dokumen tersebut untuk memberi masukan pada RPJM Nasional 2010- 2014 dan RPJP hingga tahun 2030. Dokumen tersebut menekankan pada sejumlah tantangan yang muncul seiring perubahan iklim. Strategi adaptasi perubahan iklim dirumuskan lebih banyak pada sektor pertanian, air bersih, pesisir dan kesehatan (ICCSR, 2010).
Program Adaptasi dirancang untuk menyesuaikan dan mengurangi dampak ekstrem perubahan iklim. Dalam menyusun rencana adaptasi yang komprehensif, selain identifikasi wilayah, perlu ditetapkan kriteria dan indikator kerentanan sektor, ekosistem, dan masyarakat.Kemampuan adaptasi yang dimiliki masyarakat yaitu cara masyarakat setempat untuk bertahan hidup di lingkungan masing- masingjuga perlu digali dan dipertimbangkan dalam pengembangan program ini.
Adaptasi seharusnya tidak hanya berfokus pada masalah- masalah yang berkaitan dengan kondisi keuangan atau fisik semata. Adaptasi perlu mempertimbangkan modal sosial dan risiko sosial yang masing-masing dapat memperbaiki dan menghambat proses pengembangan kapasitas adaptasi. Nenek
moyang kita telah mengatasi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim selama ribuan tahun. Di seluruh dunia, masyarakat adat telah mengembangkan langkah-langkah adaptasi inovatif untuk menghadapi perubahan iklim berdasarkan pengetahuan tradisional mereka. Langkah-langkah ini meliputi menanam berbagai tanaman dan varietas tanaman, memindahkan ladang, mengubah strategi berburu dan teknik menangkap ikan dan lain-lain.
E. Strategi Adaptasi Terhadap Bencana Kekeringan
Menghadapi musim kemarau perlu adanya tatakelola sumberdaya air dan lingkungan yang benar, baik, tepat secara teknis dan juga acceptable, dan yang paling penting adalah ketegasan dalam penegakan hukum (law enforcement), sehingga perlu melibatkan banyak stakeholders.
Ada beberapa strategi adaptasi terhadap bencana kekeringan yang dapat dilakukan dengan cara meningkatkan ketahanan air bersih untuk menjamin ketersediaan air minum bagi masyarakat dalam kondisi perubahan iklim yang ekstrim, baik ketika terjadi banjir maupun kekeringan yang berkepanjangan.
Sasaran strategi ini ditujukan pada kelompok masyarakat yang tidak terlayani jaringan PDAM maupun yang berada jauh dari sumber air. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Mulyani dan Suroso (2013), beberapa alternatif strategi adaptasi terhadap bencana kekeringan yang dapat dilakukan adalah:
1. Pemanenan air hujan
Strategi ini ditujukan untuk memenuhi kekurangan air bagi rumah tangga dengan penerapan teknologi yang disesuaikan dengan karakteristik wilayah. Dapat dilakukan berbagai
Pemanenan Air Hujan 23 cara diantaranya dengan pembuatan embung, sumur resapan, dan biopori.
2. Penghematan air
Penghematan air bertujuan untuk mengurangi tingkat pemanfaatan air bersih secara individual maupun kolektif.
Penghematan air dapat dilakukan dengan pembangunan kesadaran atau kepedulian masyarakat, maupun penerapan teknologi dan regulasi.
3. Purifikasi air sumur/air bersih masyarakat
Purifikasi ini bertujuan untuk menjamin air sumur atau air bersih lain yang digunakan oleh masyarakat tetap dapat dimanfaatkan pada saat maupun pasca terjadinya dampak perubahan iklim yang ekstrim, misalnya banjir dan infiltrasi air laut. Purifikasi dapat dilakukan dengan cara-cara konvensional maupun dengan penerapan teknologi khusus.
4. Pemanfaatan air laut (desalinisasi)
Pemanfaatan air laut melalui proses desalinisasi merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan ketahanan pada sektor air bersih. Pengadaan instalasi pengolah air (IPA) yang bersifat mobile merupakan salah satu bentuk intervensi yang bisa dilakukan.
Adaptasi terhadap kekeringan ini juga telah dilakukan oleh masyarakat di berbagai negara. Misalnya di Bangladesh, para penduduk desa saat ini menciptakan kebun sayur terapung untuk melindungi mata pencahariannya dari banjir. Di Vietnam, berbagai komunitas sedang membantu menanam pohon bakau yang rimbun di sepanjang pesisir untuk memecah ombak badai tropis. Di sebuah desa pesisir di Vanua Levu, Fiji, vanua (yang mengacu pada hubungan masyarakat dengan tanahnya melalui nenek moyang dan roh halus penjaganya)
berfungsi sebagai sebuah prinsip pemandu bagi pengelolaan dan penggunaan berkelanjutan hutan hujan, hutan bakau, terumbu karang, dan kebun desa. Di bagian lainnya di Pasifik, masyarakat adat telah membangun dinding-laut yang menyediakan sebuah sistem drainase air dan tangki air dan melarang penebangan pohon. Desa terpencil Guarita di Honduras saat ini memanfaatkan metode pertanian tradisional Quezungal.Mereka menanami tanaman di bawah pohon-pohon yang akarnya mencengkeram tanah dan menahannya dari erosi.Mereka memangkas tanaman untuk menyediakan gizi bagi lapisan tanah dan untuk memelihara pasokan air tanah.Terakhir, mereka sedang membuat teras-teras untuk menghindari erosi tanah (Tebtebba, 2008).
Berdasarkan penelitian Sri Mulyani dan Suroso (2013), bentuk adaptasi dapat dilihat dari strategi hidup. Strategi mata pencaharian yang telah dilakukan oleh penduduk sampai sekarang adalah intensifikasi pertanian dan pola pendapatan ganda.Intensifikasi pertanian dilakukan oleh masyarakat melalui pengembangan teknik pertanian untuk meningkatkan ketahanan pangan. Pola pendapatan ganda dilakukan pada musim hujan mereka bertani dan beternak di rumah, sedangkan pada musim kemarau/kering mereka melakukan pekerjaan lain di kota. Warga juga melakukan strategi mata pencaharian dengan memberdayakan anggota keluarga mereka, seperti istri dan anak-anak yang telah dewasa juga membantu bekerja.Strategi ini dilakukan di hampir setiap desa yang diamati, baik di daerah pesisir dan bukan pesisir.Aksi adaptasi yang dilakukan masyarakat di daerah pesisir selama kekeringan adalah membeli air bersih, dan di daerah bukan pesisir adalah dengan mengurangi jumlah konsumsi air.
Pemanenan Air Hujan 25 BAB 3
PEMANENAN AIR HUJAN
A. Pengertian
Memanen air hujan diartikan sebagai upaya pengumpulan atau penampungan air hujan atau air aliran permukaan pada musim hujan untuk digunakan pada waktu musim kemarau.
Definisi lain, memanen air hujan sebagai upaya menampung air hujan untuk kebutuhan air bersih atau meresapkan air hujan ke dalam tanah untuk menanggulangi banjir dan kekeringan.
Ada beberapa definisi dari rainwater harvesting atau pemanenan air hujan. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 tahun 2009 pasal 1 ayat 1:
Pemanfaatan air hujan adalah serangkaian kegiatan mengumpulkan, menggunakan, dan/atau meresapkan air hujan ke dalam tanah. Sedangkan pada pasal 3 disebutkan, kolam pengumpul air hujan adalah kolam atau wadah yang dipergunakan untuk menampung air hujan yang jatuh di atap bangunan (rumah, gedung perkantoran atau industry) yang disalurkan melalui talang.
Sedangkan menurut Worm & van Hattum (2006) pemanenan air hujan dalam arti luas apat didefinisikan sebagai koleksi run-off air hujan untuk pasokan air domestik, pertanian danl ingkungan. Sistemp pemanenan air, yaitu memanen limpasan air hujan dari atap di tingkat rumah tangga atau masyarakat untuk keperluan rumah tangga, seperti minum, memasakdan mencuci, yang dikenal dengan istilah rainwater harvesting. Pemanenan air hujan (rainwater harvesting) adalah pengumpulan, penyimpanan dan pendistribusian air hujan dari atap, untuk penggunaan di dalam dan di luar rumah maupun
bisnis (www.rainharvesting.com.au). Memanen air hujan sebenarnya sudah ada sejak lama, bahkan hal ini sudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia, tetapi mungkin belum banyak yang mengetahuinya.
Menurut Agus dan Ruijter (2004), pemanenan air hujan merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu curah hujan rendah. Panen air hujan harus diikuti dengan konservasi air, yakni menggunakan air yang sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan.
Panen air hujan adalah akumulasi dan pengendapan air hujan untuk digunakan kembali, sehingga mengurangi air limpasan (run-off). Penggunaan meliputi untuk menyiram tanaman, air untuk ternak, air untuk irigasi, dan air untuk keperluan rumah tangga.
B. Manfaat Pemanenan Air Hujan
Pemanenan air hujan menyediakan pasokan air independen untuk daerah rawan kekeringan dan di negara-negara maju sering digunakan untuk menambah pasokan air utama. Dengan memanen air hujan dapat menyediakan air ketika ada kekeringan, dapat membantu mengurangi banjir daerah dataran rendah, dan mengurangi kebutuhan pembuatan sumur yang dapat memungkin kantingkat air tanah untuk dipertahankan.
Hal ini jugamembantu dalam ketersediaan air minum karena air hujanpada dasarnya bebas dari salinitas dan garam lainnya.
Pemanenan air hujan banyak sekali manfaatnya, tidak hanya untuk daerah rawan kekeringan tetapi juga untuk daerah rawan banjir. Semarang adalah salah satu kota yang memiliki karakteristik, kalau musim hujan terjadi banjir sedangkan pada
Pemanenan Air Hujan 27 musim kemarau banyak wilayah kota Semarang yang rawan kekurangan air bersih. Bahkan setiap hari di Semarang terjadi rob yaitu naiknya air laut menggenangi daratan. Semakin lama wilayah rob semakin meluas. Beberapa manfaat pemanenan air hujan adalah:
1. Dalam bidang pertanian, pemanenan air hujan telah menunjukkan potensi dapat menggandakan produksi pangan sebesar 100% dengan meningkatkan 10% irigasi. Pertanian tadah hujan telah dipraktekkan di 80% dari luas lahan pertanian di dunia, dan menghasilkan 65-70% dari makanan pokok di dunia. Misalnya di Afrika lebih dari 95% dari lahan pertanian adalah tadah hujan, hampir 90% di Amerika Latin.
Pemanenan air hujan juga dapat meningkatkan kelembaban tanah (kandungan air tanah), terutama bermanfaat untuk wilayah yang rawan kekeringan. Penyimpanan lengas tanah bertujuan untuk mencegah run off dan menyimpan air hujan di tempat dimana ia jatuh dari langit sebanyak mungkin.
Teknologi penyimpanan lengas tanah ini dapat diaplikasikan di daerah lahan budidaya pertanian (Soemarno, 2010).
Pemanenan air hujan bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi pada musim kemarau serta mengurangi risiko erosi pada musim hujan (Agus dan Ruijter, 2004). Air hujan itu adalah air yang lebih halus daripada air PDAM biasanya dan juga tidak menggunakan klorin dan obat kimia lainnya. Karena itu tanaman pun lebih menerima air hujan dengan baik dibandingkan disiram dengan air PDAM. Makanya kalau diperhatikan, tanaman lebih kelihatan segar setelah tersiram air hujan. Dengan pemanenan air hujan akan mengurangi erosi.
Bukti yang ada menunjukkan bahwa kehilangan tanah akibat
erosi berkurang sekitar 0,82 ton per ha pertahun akibat intervensi di DAS di India (Joshi etal., 2005).
2. Melindungi sungai lokal dan mengurangi biaya stormwater infrastruktur (pengendalian banjir) karena air limpasan ditampung, disimpan dalam tempat penampungan air hujan sehingga tidak memenuhi sungai. Ini bisa dilakukan dengan membuat embung yaitu kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran permukaan. Selama musim hujan, embung akan terisi oleh air aliran permukaan dan rembesan air di dalam lapisan tanah yang berasal dari tampungan mikro di bagian atas/hulunya. Air yang tertampung dapat digunakan untuk menyiram tanaman, keperluan rumah tangga, dan minuman ternak selama musim kemarau.
Pemanenan air hujan merupakan teknologi yang mudah dan fleksibel dan dapat dibangun sesuai dengan kebutuhan.
Pembangunan, operasional dan perawatan tidak membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian tertentu.
3. Mengurangi konsumsi energi dan emisi CO2. Air hujan merupakan sumber air yang ideal untuk 95% dari kebutuhan kita, tidak didaur-ulang dan tidak memerlukan perlakuan sebelum digunakan. Hal ini akan menghemat konsumsi energi dan mengurangi emisi GRK bahkan dapat meningkatkan pertumbuhan vegetasi.
4. Melestarikan tanah dan air, serta meningkatkan produktivitas pertanian karena pemanenan air hujan dapat meningkatkan pasokan air tanah. Air hujan yang disimpan dapat digunakan untuk irigasi pada saat musim kering sehingga dapat meningkatkan produksi pertanian. Pemanenan air hujan ini merupakan salah satu bentuk upaya konservasi air.
Pemanenan Air Hujan 29 5. Dengan mengimplementasikan RH dapat menghemat penggunaan air, menghemat uang dan membantu lingkungan.
Masyarakat yang memanfaatkan pemanenan air hujan, menjadi lebih sadar perlunya menghemat penggunaan air dan selanjutnya mengurangi penggunaan air secara keseluruhan.
Melalui pemanenan air hujan dapat dilakukan penghematan biayayang signifikan untuk masyarakat dan setiap rumah tangga. Tujuan utama dari pemanenan air hujan adalah dengan memanfaatkan air hujan lokal yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan air sepanjang tahun tanpa membutuhkan belanja modal yang besar. Hal ini akan memfasilitasi ketersediaan air yang tidak tercemar untuk kebutuhan domestik, industri dan irigasi. Penggunaan pemanenan air hujan dapat mengurangi biaya membeli/berlangganan air dan biaya listrik untuk pompa air. Biaya untuk pembuatan instalasi pemanenan air hujan hanya sekali untuk seterusnya instalasi pemanenan air hujan menangkap air hujan yang jatuh gratis dari langit dan dapat dimanfaatkan dalam kegiatan rumah tangga sehari-hari.
6. Air hujan, alami murni dan segar karena ini bukan air daur ulang. Air hujan yang ditangkap dari atap relatif bersih karena tidak terkontaminasi dengan bakteri tanah dan baik digunakan untuk menyiram tumbuhan. Hasil penelitian mendukung bahwa air hujan sebagai sumber air yang aman, berkelanjutan, diterima secara sosial, dapat memenuhi semua kebutuhan rumah tangga. Dengan pemanenan air hujan dapat mengurangi ketergantungan terhadap sistem penyediaan air bersih (PDAM).
C. MENGAPA PERLU PEMANENAN AIR HUJAN
Meskipun Indonesia suatu negara kepulauan dimana lautannya lebih luas daripada daratannya, akan tetapi kenyataannya banyak wilayah Indonesia yang mengalami krisis air bersih. Apalagi di kota-kota besar, pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat juga meningkatkan permintaan air bersih. Selain air bersih yang disuplai oleh PDAM masyarakat juga menggunakan air tanah. Pengambilan air tanah yang berlebihan ditambah konversi lahan menjadi areal permukiman, bisnis, perkantoran dll. akan memicu terjadinya kelangkaan air tanah. Dalam kondisi seperti ini, pemanenan air hujan perlu dipertimbangkan sebagai pilihan yang menarik dan murah, sehingga dapat mengurangi konsumsi air bersih (Zhang et al., 2009).
Menurut Worm & van Hattum (2006) ada beberapa alasan mengapa memanen air hujan penting, yaitu:
1. Peningkatan kebutuhan terhadap air berakibat meningkatnya pengambilan air bawah tanah sehingga mengurangi cadangan air bawah tanah. Sistem pemanenan air hujan merupakan alternatif yang bermanfaat dan murah.
Dengan pemanenan air hujan dapat menambah pasokan air tanah, mengurangi banjir dan erosi dan meregenerasi produktivitas ekosistem.
2. Keberadaan air dari sumber air seperti danau, sungai, dan air bawah tanah sangat fluktuatif. Mengumpulkan dan menyimpan air hujan dapat menjadi solusi saat kualitas air permukaan, seperti air danau atau sungai, menjadi rendah selama musim hujan. Dengan pemanenan air hujan dapat meregenarasi lanskap yang rusak, memberi pasokan air untuk hortikultura dan peternakan yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan ketahanan pangan.
Pemanenan Air Hujan 31 3. Sumber air lain biasanya terletak jauh dari rumah komunitas pemakai. Mengumpulkan dan menyimpan air di dekat rumah akan meningkatkan akses terhadap persediaan air dan berdampak positif pada kesehatan terutama balita serta memperkuat rasa kepemilikan pemakai terhadap sumber air alternatif ini.
4. Persediaan air dapat tercemar oleh kegiatan industri maupun limbah kegiatan manusia misalnya masuknya mineral seperti arsenic, garam atau fluoride. Sedangkan kualitas air hujan secara umum relatif baik.
5. Menanamkan budaya konservasi air dan konservasi tanah, sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Air memiliki kaitan dengan nilai-nilai budaya dan agama yang kuat. Air biasa digunakan dalam pelaksanaan ritual keagaman. Meningkatkan akses ke air dengan pemanenan air hujan berarti dapat meningkatkan akses dan kemampuan untuk melaksanakan ritual keagamaan.
Mengapa perlu penerapan pemanenan air hujan di Kota Semarang? Berdasarkan kajian kerentanan dan adaptasi terhadap perubahan iklim, di Kota Semarang terjadi pergeseran maju awal musim hujan dan lama musim hujan juga berubah.
Pada musim kemarau terjadi peningkatan curah hujan. Dampak perubahan iklim yang ekstrim di Semarang adalah banjir dan kekeringan. Di Kota Semarang terdapat 6 kecamatan yang rawan bencana kekeringan pada musin kemarau dan ada 10 kecamatan yang rawan bencana banjir (Sri Mulyani dkk., 2011). Banjir dan kekeringan menimbulkan dampak social ekonomi, kerugian materiil, penurunan produktivitas kerja, meningkatnya berbagai jenis penyakit infeksi.
Berdasarkan RPJMD Kota Semarang 2010-2015, sasaran
akhir pembangunan adalah mewujudkan Semarang Sejahtera.
Untuk mewujudkan hal tersebut langkah konkrit yang harus dilakukan diantaranya menangani masalah rob dan banjir secara terpadu dan sistemik. Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat serta menjaga kualitas dan kuantitas sumber daya air yang meliputi Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku, selain itu juga adaptasi terhadap perubahan iklim.
Menurut Undang-undang RI no. 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air, pada pasal 22 ayat 1 dan 2 disebutkan perlunya pengawetan air yang bertujuan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air. Salah satu cara pengawetan air adalah, menyimpan air yang berlebihan disaat hujan untuk dapat dimanfaatkan pada waktu diperlukan. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup no. 8 tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan, pada Bab II pasal 4b ayat 3 disebutkan, bangunan dikategorikan bangunan ramah lingkungan apabila memenuhi criteria salah satunya mempunyai sistem pemanfaatan air hujan.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 tahun 2009 tentang pemanfaatan air hujan, sebagai pedoman bagi pemerintah Kabupaten/Kota dalam pemanfaatan air hujan untuk mengurangi genangan air atau banjir serta mempertahankan kualitas dan meningkatkan kuantitas air tanah. Pemanfaatan air hujan dapat dilakukan dengan cara membuat kolam pengumpul air hujan, sumur resapan dan lubang resapan bio pori. Selanjutnya pada pasal 5 ditegaskan bahwa pemanfaatan air hujan wajib dilakukan paling lama 1 tahun sejak berlakunya peraturan ini.
Pemanenan Air Hujan 33 Dalam lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 12 tahun 2009 tentang “tata cara pemanfaatan air hujan” disebutkan bahwa prinsip dasar konservasi air adalah mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tubuh bumi. Berdasarkan prinsip ini maka curah hujan yang berlebihan pada musim hujan tidak dibiarkan mengalir ke laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah (groundwater recharge) melalui pemanfaatan air hujan dengan cara membuat kolam pengumpul air hujan, sumur resapan dangkal, sumur resapan dalam dan lubang resapan biopori (Sri Mulyani dkk., 2011).
D. BEBERAPA PRAKTEK PEMANENAN AIR HUJAN Pemanenan Air Hujan Di Indonesia
Gambar 4: Berbagai Aplikasi pemanenan air hujan di Semarang, Sumber: Agus, F. dan J. Ruijter, 2004
Sejak tahun 2004 sudah ada beberapa penerapan pemanenan air hujan di Semarang menggunakan beberapa model. Sistem pemanenan air hujan model embung yang terintegrasi dengan Water Treatment untuk sumber air bersih dan danau untuk serapan air, di Graha Candi Golf, Semarang. Sistem pemanenan air hujan model embung untuk resapan air dan rekreasi, juga ada di UNNES, Semarang.
Sistem pemanenan air hujan individual (talang air dan sumur resapan) sebagai sumber air bersih dan serapan air, di Kelurahan Jangli, Semarang. Sistem pemanenan air hujan individual (talang air, bak penyimpanan, water filter) yang teraplikasi pada arsitektur ekologis di Rumah Bpk. Heinz Frick di Jl. Srinindito, Simongan, Semarang.
Dalam pelaksanaan piloting Sistem Pemanenan Air Hujan (Rainharvesting)di Kota Semarang(2011), telah dipasang instalasi pemanenan air hujan di beberapa rumah warga Kelurahan Wonosari, yaitu rumah Pak Jaelani, Pak Puji, Bu Muidah, Bu Tumini dan Pak Sukis (Gambar 5).
Gambar 5. Instalasi pemanenan air hujan di Wonosari Semarang (PLTR Unika, 2011)
Daerah lain di Indonesia juga sudah banyak yang menerapkan pemanenan air hujan untuk mencukupi kebutuhan air di rumah tangga sehari-hari. Model pemanenan air hujan
Pemanenan Air Hujan 35 yang diterapkan di rumah tangga biasanya dengan mengumpulkan air hujan dari atap melalui talang (Gambar 6.)
Gambar 6.
Penampungan Air Hujan di Pidie, NAD
Gambar 7. Instalasi pemanenan air hujan di Kelurahan Sukorejo
Gunungpati (Sri Mulyani dan Suroso, 2013)
Bak pengumpul air hujan dapat dibangun atau diletakkan di atas permukaan tanah, bisa juga di bawah bangunan disesuaikan dengan ketersediaan lahan. Pada Gambar 7, bak penampung air hujan tidak diletakkan di atas tanah tetapi sebagian ditanam karena disesuaikan dengan posisi talang supaya air hujan mudah mengalir masuk ke dalam bak penampungan.
Gambar 8. Instalasi pemanenan air hujan di desa Deliksari Kel.
Sukorejo Gunungpati. (Sri Mulyani dan Suroso, 2013) Dalam studi Kajian Lingkungan Strategik Kawasan Malioboro oleh PPSDAL-Lemlit Unpad (2002), salah satu rekomendasinya adalah memanfaatkan bangunan Keraton Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai percontohan sistem pemanenan air hujan. Hasil perhitungan menunjukkan, dengan luas keraton 23.680 meter persegi dan curah hujan 2000 mm per tahun, potensi air hujan yang dapat dimanfaatkan adalah 63.950 meter kubik per tahun. Dengan asumsi kebutuhan air di atas, potensi air hujan yang dipanen akan mencukupi kebutuhan 1.750 orang. Dengan catatan, keseluruhan bangunan dimanfaatkan. Kalau pemanenan air hujan ini dapat dilaksanakan di Kraton, berarti memanfaatkan wibawa dan kekuasaan Sri Sultan untuk menggerakkan masyarakat mencagar air (Chay Asdak, 2003).
Pemanenan Air Hujan Di Brazil
Wilayah semi arid Brazil (SAB) di bagian Timur laut memiliki curah hujan di bawah 185 mm sampai 974 mm/tahun.Tingkat
Pemanenan Air Hujan 37 penguapan 3.000 mm/tahun. Antara tahun 1970-1990 risiko kekeringan di atas 60%. Dengan adanya perubahan iklim wilayah ini menjadi bertambah kering meskipun ada sedikit peningkatan curah hujan. Pada tahun 2008 dilaksanakan program 1 juta waduk (P 1 MC) untuk memasok kebutuhan air minum 1 juta rumah tangga pedesaan (lima juta orang).
Dengan pendanaan dari pemerintah dan swasta dibangun 230.000 waduk. Dari evaluasi program disimpulkan telah terjadi peningkatan kesehatan masyarakat setelah menggunakan air yang kualitasnya lebih baik dan para wanita tidak perlu mengambil air dengan jarak yang jauh dari rumah mereka (Silva, 2006).
Gambar 9. Tank no 84,625 di P1MC(Gnadlinger)
Pemanenan air hujan memberi dampak positif di bidang pertanian dan peternakan. Dengan menggunakan air irigasi produktivitas pertanian meningkat karena tetap dapat dilakukan penanaman di musim kering sehingga dapat meningkatkan persediaan pangan dan pendapatan keluarga.
Dengan pemanenan air hujan telah meningkatkan jumlah ternak kambing per rumah tangga karena lebih banyak pakan
yang tersedia. Sejauh ini, efek dari pemanenan air hujan tidak mempengaruhi pasokan air di hilir. Pemanenan air hujan telah diterima dengan baik oleh masayarakat SAB (Gnadlinger, 2006).
Pemanenan Air Hujan Di China
Provinsi Gansu merupakan salah satu wilayah yang paling kering dan daerah termiskin di China. Curah hujan di Gansu 330 mm/tahun, sedangkan potensi penguapan 1.500-2.000 mm.
Sumber air yang utama hanya dari air hujan. Dari tahun 1988 sampai tahun 1992 dilakukan penelitian untuk menemukan cara pemanenan air hujan yang paling cocok diterapkan di wilayah ini. Pada akhir tahun 1994 telah dibangun 22.800 gudang air, dengan 2,4 juta m2 daerah tangkapan yang mencukupi untuk 28.000 keluarga (141.000 orang), 43.000 ternak besar dan 139.000 binatang kecil.
Pemanenan air hujan berperanan penting dalam mempromosikan konservasi lingkungan dan ekologi. Pada periode 1996-2000, 73.300 ha lahan di Desa Longnan ditanami pohon yang diairi dengan air yang diperoleh melalui pemanenan air hujan. Di Desa Yongjing, 273ha lahan ditanami pohon, dengan menggunakan sistem pemanenan air hujan.
Produktivitas lahan pertanian telah meningkat, dengan pengenalan sistem pemanenan air hujan. Hasil panen telah meningkat 20%-40% di ladang, kebun dan demikian juga kepemilikan babi dan domba. Keanekaragaman spesies meningkat, karena pemanenan air hujan memungkinkan lebih besar keragaman tanaman dan pola tanam. Salah satu perbaikan lingkungan yang penting adalah berkurangnya erosi
Pemanenan Air Hujan 39 tanah dan sedimentasi di saluran air dan bendungan. Hal ini dapat mengurangi banjir.
Pemanenan Air Hujan Di Australia
Australia adalah benua terkering di bumi, dan lebih dari 3 juta warga Australia mengandalkan air hujan sebagai satu- satunya sumber air mereka. Air untuk keperluan makan dan minum hanya menggunakan kurang dari 5% dari seluruh penggunaan air perkotaan. Sisanya yang 95% menggunakan air hujan, termasuk untuk mencuci pakaian, toilet flushing, penyiraman taman-taman dan bahkan mandi (Rainharvesting Pty. Ltd. Australia). Oleh karena itu untuk bangunan baru dipersyaratkan harus memasang sistem pemanenan air hujan.
Sekitar 30% dari air perkotaan Australia untuk konsumsi non-perumahan. Dari permintaan ini, sekitar 8% bisa dipasok oleh sistem pemanenan air hujan komersial yang layak.
Proyek-proyek tersebut dapat membuat penangkap air hujan dari 1.000 sampai 10.000 m2 bahkan lebih. Proyek ini dapat mengumpulkan air hujan (yaitu air hujan termasuk limpasan permukaan tanah) dengan area pengumpulannya bisa mencapai 50.000m2. Proyek pemanenan air hujan yang besar dibangun oleh rumah sakit, shoping centre, perguruan tinggi, pangkalan militer, penjara, fasilitas olahraga dan taman maupun kebun.
Tujuannya adalah untuk membangun jaringan pasokan air terpadu dengan sistem pasokan bendungan, bekerja sama dengan ribuan bendungan mini, sebagai sistem pemanenan air hujan di perumahan dan tangki air hujan komersial yang dipasang di seluruhwilayah kota.
Gambar 10. Commercial Rainwater Harvesting Woolworths RDC, Minchinbury, Sydney, Australia (Hauber-Davidson)
Gambar 11. Rainwater Harvesting tank at hospital, Australia (Hauber-Davidson)
Pemanenan Air Hujan di Korea
Kota Seoul mengumumkan peraturan baru untuk menegakkan sistem pemanenan air hujan pada Desember 2004.
Tujuan utama dari peraturan ini adalah untuk menanggulangi banjir di perkotan. Tujuan kedua untuk menghemat air. Hal ini diharapkan dapat menjamin keamanan kota dan meningkatkan kesejahteraan warga. Warga diminta bekerjasama untuk mengisi dan mengosongkan tanki air hujan menurut arahan dari instansi pencegahan bencana. Bangunan yang termasuk dalam peraturan ini meliputi:
1. Bangunan umum yang baru wajib membuat sistem pemanenan air hujan dan bangunan yang sudah ada direkomendasikan.
2. Fasilitas umum yang baru seperti taman, tempat parkir dan sekolah, apabila memungkinkan.
3. Bangunan swasta: direkomendasikan untuk bangunan gedung baru dengan luas area lebih dari 3000 m2 dikenakan izin.
4. Rencana pengembangan besar seperti proyek kota baru, instalasi sistem pengolahan air hujan menjadi priorotas pertama.
Instalasi pemanenan air hujan yang spesifik dikembangkan di Proyek Star City Seoul. Suatu proyek real estate utama yang
Pemanenan Air Hujan 41 terdiri atas lebih dari 1.300 unit apartment di Gwangjin-Gu di bagian timur Seoul. Air yang diperoleh dari pemanenan air hujan digunakan untuk keperluan berkebun dan menyiram toilet umum. Seluruh keempat lantai bawah tanah di Gedung B di Star City digunakan sebagai tempat penyimpanan air.
Seluruhnya dapat menyimpan 3.000 m3 air, dalam tiga tangki yang terpisah, dengan total luas lantaidari 1.500 m2. Kapasitas masing-masing tangki adalah 1.000 m3.
Gambar 12. Site plan dari 4 tower, total 6,25 ha di Seoul, Korea
Dua tanki yang pertama digunakan untuk mengumpulkan air hujan dari atap dan tanah sehingga mengurangi bahaya banjir di daerah selama musim hujan. Air hujan yang dikumpulkan digunakan untuk tujuan konservasi air. Sebuah fitur khusus adalah bahwa sebagian besar air irigasi di kebun akan terserap ke dalam tanah dan kembali ke tangki untuk beberapa kegunaan. Tangki ketiga digunakan untuk menyimpan air keran yang dapat digunakan dalam kasus darurat dan bisa dilakukan pengisian ulang secara teratur.
Berdasarkan pengoperasian sistem selama setengah tahun, diharapkan air konservasi mencapai sekitar 40.000 m3 per tahun, yaitu sekitar 67% dari jumlah tahunan curah hujan kompleks Star City. Risiko banjirdapat dikontrol secara pro- aktif dengan remote controlsistem, dengan mengosongkan atau mengisi tangki dengan tepat.
Pemanenan Air Hujan di Jepang
Curah hujan tahunan rata-rata di Tokyo 1.830 mm dengan musim panas yang basah dan kering di musim dingin. Pada tahun 1994 di Tokyo diselenggarakan konferensi air hujan internasional. Hasil konferensi ini merupakan titik balik persepsi mengenai peran, aplikasi dan potensi teknologi sistem pemanenan air hujan. Pemanenan air hujan berperan penting dalam menyelesaikan krisis air bersih di Tokyo.
Di distrik Mukojima Tokyo hampir setiap rumah memiliki
“Rojison” untuk menampung air hujan dari atap rumah yang dapat digunakan untuk menyirami kebun, pemadam kebakaran dan air minum dalam keadaan darurat. Sudah ada sekitar 750 bangunan swasta dan publik di Tokyo yang memperkenalkan sistem pengumpulan dan pemanfaatan air hujan.
Di Jepang, masyarakatnya begitu menghargai air, pemanenan air hujan sudah banyak dilakukan di gedung- gedung perkantoran untuk dimanfaatkan guna mencuci mobil, menyiram kebun, dll. Bahkan, sebuah LSM lingkungan yang mendesain penampung air dari atap gelanggang olah raga Sumo Kokugikan di Tokyo yang luasnya mencapai 8.400 m2 untuk dimanfaatkan memanen air hujan guna mencukupi kebutuhan mandiri air di gedung olahraga yang megah tersebut (Andri H.K., 2009; Chay Asdak, 2003).
Pemanenan Air Hujan 43 Pemanenan Air Hujan Di Jerman
Klinik Bad Hersfeld adalah rumah sakit pendidikan untuk Hessentimur dan tengah. Klinik ini sebagai tempat pelayanan medis dan perawatan dengan kapasitas 577 ranjang, memiliki sekitar1.400 karyawan, sebagai perusahaan yang terbesar di wilayah tersebut. Pemerintah kotadan investor swasta melakukan pengujian pemanfaatan air hujan yang ternyata bisa menghemat biaya operasi, terutama biaya energi dan air. Di Jerman ada manfaat ganda dalam hal menghemat uang; yaitu, biaya untuk air minum dan biaya untuk pembuangan air hujan (McCann, 2008).
Gambar 13. Foto udara dari Klinik Bad Hersfeld, Jerman.
Pemanenan air hujan dari atap.
Pada tahun 1988 dibentuk “Satuan tugas lingkungan” di klinik. Tahap pertama pada tahun 1995, air hujan sudah dimanfaatkan untuk penyiraman luar ruangan. Ada kolam dengan air mancur dengan air dari tanki. Tahun 2001 dibangun 111 toilet yang terhubung ke sistem pemanenan air hujan. Pada tahun 2007, selama musim kemarau diperlukan tambahan air
minum sebanyak 348 m3. Dari pemanenan air hujan diperoleh 2.180 m3 sehingga bisa mencukupi kebutuhan. Bahkan sejak tahun 2003 Klinik Bad Hersfeld mendapatkan manfaat ganda dari pemanenan air hujan. Biaya operasi pemanenan air hujan termasuk perawatan filter dan listrik untuk pompa air hujan dapat menghemat €13.500 per tahun. Dengan sistem pemanenan air hujan juga mengurangi emisi CO2.
Pemanenan air hujan di Srilangka
Sebagian besar wilayah Srilangka dikenal sebagai dry zona.
Curah hujan tahunan rata-rata 1.200 – 1.800 mm tetapi masyarakat di daerah perbukitan sering kekurangan pasokan air bersih. Mereka harus berjalan jauh, jalan menanjak menuju ke sumber air. Pada tahun 1995 mulai ada proyek sanitasi melakukan demostrasi dengan pilot proyek membangun sekitar 100 tanki @ 5m3 untuk suplay air rumah tangga. Ada dua desain pembangunan tanki yaitu tanki penampungan air hujan yang dibangun di atas tanah dan di bawah permukaan tanah.
Dengan ukuran atap rata-rata 60 m3 diperoleh pasokan air hujan antara 150 – 200 liter per hari dan bahkan lebih banyak lagi pada saat bulan basah.
Percobaan pertama panen air hujan dilaksanakan di desa Dematawelihinna di Bedulla di perbukitan pusat Srilangka.
Tanki ferrocement dibangun di atas permukaan tanah dan untuk tanki bawah tanah dibangun dari batu bata mortar.
Sekarang sudah ada sekitar 6.500 tanki yang dibangun di lima kabupaten di Srilangka.
Pemanenan air hujan di Thailand
Pemanenan Air Hujan 45 Masyarakat pedesaan Thailand lebih suka menggunakan air hujan untuk memenuhi kebutuhan minum dan masak sehari- hari karena rasanya. Curah hujan tahunan rata-rata antara 102 cm–380 cm. Telah dibangun lebih dari 10 juta guci forrocement dengan volume 1-2 meter kubik untuk penyimpanan air hujan di Thailand. Pemanenan air hujan menggunakan guci ini digunakan oleh semua rumah tangga sehingga mereka memiliki akses air bersih sepanjang tahun.
Pemanenan air hujan di Singapura
Rata-rata curah hujan tahunan di Singapura adalah 2.400 mm. Hampir 50% luas lahan di Singapura digunakan untuk resapan air. Untuk memenuhi kebutuhan air non-minum, menggunakan sistem pemanenan air hujan dari atap gedung- gedung bertingkat tinggi, dari run off di bandara, dari run off di kompleks industri.
Gambar 14. Sistem pemanenan air hujan di bandara Changi Singapore
(Sumber:http://www.rainharvesting.org/international/Singapore.h tm)
Airport Changi juga melakukan sistem pemanenan air hujan dengan cara mengumpulkan dan memanfaatkan air hujan dari atap yang dapat menyumbang 28%-33% dari total air yang digunakan sehingga menghasilkan penghematan biaya sekitar
$ 390.000,- per tahun. Sistem ini dikembangkan berdasarkan hasil penelitian yang intensif.
Di wilayah Seletar Bawah Bedok merupakan daerah perkotaan dengan bangunan gedung-gedung tinggi sehingga air limpasan (run off) tercemar bermacam-macam polutan. Untuk mengendalikan pencemaran air tersebut, dibangun bendungan di muara sungai Seletar yang memiliki deaerah tangkapan air sekitar 3.200 ha dan dijadikan reservoir Seletar Bawah. Disini dibangun 9 stasiun pengumpulan air hujan (stormwater) untuk memanfaatkan limpasan air hujan (run off) dari daerah tangkapan wilayah permukiman dan sekitarnya. Semua reservoir ini saling berhubungan dan air baku reservoir Bedok diolah sampai tingkat air minum yang layak sebelum didistribusikan ke masyarakat.
(http://www.rainharvesting.org/international/Sin