Tindak Pidana, Ajaran Melawan Hukum,
Tindak Pidana Aduan,
dan Alasan Pembenar
3 (tiga)
masalah pokok hukum pidana
Perbuatan
Pertanggungjawaban/Kesalahan
Pidana
Trias Hukum Pidana
The three basic concepts
Istilah :
TINDAK PIDANA
Strafbaarfeit Peristiwa pidana
Utrecht, UUDS 1950 Psl 14 ayt 1
Perbuatan pidana
Moeljatno, UU No 1/Thn 1951
Tindak pidana
Sudarto, UU No. 7/ 1955
Delict/ delik
Arti delict Sbg:
Tatbestandmassigkeit, yaitu kelakuan yg mencocoki lksn ktn yg dirmskn UU ybs, mk disitu ada delik.
Wesenschau, yi. klkn yg menccki lksn kttn yg dirmskn UU ybs, ttp baru mrpkn delik apbl klkn itu mnrt sifatnya cck dgn makna dr ktntn dlm UU ybs.
Doktrin ttg
TINDAK PIDANA
Monistis Dualistis
memandang keseluruhan syarat (tumpukan syarat) untuk adanya pidana itu merupakan sifat dari perbuatan.
memisahkan antara dilarangnya suatu pbtn dgn sanksi ancaman pid (criminal act/actus reus) dan dpt dipertg-jwbkannya si pembuat (criminal responsibility/ mens rea).
1. D. Simon. 5. J. Boumann.
2. Van Hamel 3. E. Mezger 4. Karni
1. HB. Vos
2. W.P.J Pompe 3. Moeljatno
Unsur Tindak Pidana
Perbtn salah dan melawan hkm, yg diancam pid, yg dilakukan oleh org yg mampu bertggjwb (een strafbaar gestelde, onrechtmatige, met schuld verband staande handeling van een toerekeningsvatbaar persoon).
Jadi unsurnya:
• Perbuatan manusia (positief atau negatief)
• Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld)
• Melawan hukum (onrechtmatig)
• Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand)
• Oleh orang yang mampu bertanggungjawab (toerekeningsvatbaar persoon)
Unsur objektif:
1. Perbuatan orang;
2. Akibat yg kelihatan dr perbuatan itu;
3. Mungkin ada keadaan ttt yg menyertai Perbtn itu (ex. Openbaar)
Unsur Subjektif:
1. Orang yg mampu bertgjwb
2. Adanya kesalahan (dolus/ culpa) dpt berupa akibat dr perbuatan
monistis
E. Mezger: Tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana
(Die straftat ist der inbegriff der voraussetzungen der strafe).
1. Perbuatan dalam arti yang luas (aktif atau membiarkan) 2. Sifat melawan hukum (bersifat objektif maupun subjektif) 3. Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang
4. Diancam dengan pidana
monistis
Delik mengandung perbuatan yang mengandung
perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah/ dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa
perbuatan patut dipertanggungjawabkan.
J. Boumann:
“Die tanbestandmaszige rechtwidrige und schuld-hafte handlung (Perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan
hukum dan dilakukan dengan kesalahan)
Monistis
HB Vos:
Kelakuan manusia yang diancam dengan Pidana dalam UU
• Menurut teori: suatu plgrn thd norma yg dilkkn krn kesalahan si
pelanggar dan diancam dgn pid u/ mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum
• Menurut Hukum Positip: suatu kejadian/ feit yg oleh prtrn UU dirumuskan sbg perbtn yg dpt dihukum.
• Ditempat lain:
Sf adlh pbtn yg bersifat mlwn hk, dilkn dgn kesalahan dan diancam pidana, ttp sifat mlwn hk (wederrechtelijkheid) dan kesalahan (schuld) bukanlah sifat mutlak adanya Sf.
Org tdk dipidana kalau tdk ada sifat mlwn hk/ kesalahan.
• Jadi dipisahkan antara tindak pidana dari org yg dpt dipidana.
dualistis
• Perbtn Pid adlh perbtn yg diancam dg pid, brg siapa yg mlggr larangan tsb.
• Perbtn pid hrs ada unsur:
– Perbuatan (manusia)
– Memenuhi rumusan UU (syarat formil) – Bersifat melawan hkm (syarat materiil).
• Syarat formil berkaitan dengan asas legalitas
• Syarat materiil perbtn itu hrs dirasakan oleh msyrkt sbg perbtn yg tak boleh/ tak patut dilkkn.
• Kesalahan dan kemampuan bertgjwb tak masuk sbg unsur Pbt pid krn hal tsb melekat pd org yg berbuat.
dualistis
Pasal 12
1) Tindak Pidana merupakan perbuatan yang oleh peraturan perundang- undangan diancam dengan sanksi pidana dan/atau Tindakan.
2) Untuk dinyatakan sebagai Tindak Pidana, suatu perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana dan/atau tindakan oleh peraturan perundang- undangan harus bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
3) Setiap Tindak Pidana selalu bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar.
Pasal 36
1) Setiap Orang hanya dapat dimintai pertanggung- jawaban atas Tindak Pidana yang dilakukan dengan sengaja atau karena kealpaan.
2) Perbuatan yang dapat dipidana merupakan Tindak Pidana yang dilakukan dengan sengaja, sedangkan T i n d a k P i d a n a y a n g d i l a k u k a n k a r e n a kealpaan dapat dipidana jika secara tegas ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
• Mengacu Pada Trias Hukum Pidana;
• Tidak ada di WvS, TP perlu dirumuskan untuk menjamin kepastian hukum;
• Mengikuti pandangan dualistis, perbuatan dan pertanggungjawaban pidana dipisah;
• Perbuatan harus diancam dengan pidana dan/ atau tindakan;
• Perbuatan Selalu bersifat melawan hukum::
• Bertentangan dengan UU; atau
• Bertentangan dengan .hukum yang hidup unsur pencelaan
• Dikecualikan sebagai TP jika ada alasan pembenar;
• TP Hanya perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, culpa di pidana apabila dinyatakan secara tegas di dalam UU.
• Dikecualikan apabila ada alasan pembenar. (persoalan perbuatan, sedangkan alasan pemaaf sebagai
persoalan pertanggungjawaban pidana)
TINDAK PIDANA
Tindak Pidana Aduan
Pasal 24
(1) Dalam hal tertentu, pelaku
Tindak Pidana hanya dapat dituntut atas dasar
pengaduan.
(2) Tindak Pidana aduan harus ditentukan secara tegas dalam Undang- Undang.
• Ada kepentingan hukum yg lebih besar jika dibandingkan kepentingan
penuntutan;
• Harus dinyatakan secara tegas dlm UU;
• Untuk memberikan kepastian hukum yang berhak mengadukan;
• Yang berhak mengadukan adalah korban, kcl ditentukan lain;
• Diajukan dengan permohonan dan diikuti dengan permintaan untuk dituntut;
• Ada batas waktu pengajuan dan penarikan;
• Jika sudah ditarik tidak dapat diajukan
lagi;
YANG BERHAK MENGADUKAN
• PADA PRINSIPNYA YANG BERHAK MENGADUKAN ADALAH KORBAN
• DALAM HAL:
– Korban belum berusia 16 tahun orang tua/wali – Orang tua tidak ada/ justru yg harus diadukan
klg sedarah dlm garis lurus;
– Klg sedarah dlm garis lurus tidak ada klg dlm garis menyamping derajat 3;
– Tidak ada ot/wali, klg garis lurus atau garis menyamping derajat 3 diri sendiri dan/atau pendamping.
• SELAIN KORBAN, DALAM TINDAK PIDANA
TERTENTU UU MENENTUKAN SECARA LIMITATIF.
Perbuatan Pengadu Cara Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden
(218) Presiden/ Wkl Presiden Tertulis
Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Kepala Negara Sahabat dan Wakil
Negara Sahabat (226) Presiden/ Wkl Presiden
Neg. sahabat. Tertulis
Penghinaan terhadap Pemerintah atau Lembaga Negara (240) Pempinan Pem/ Lbg Neg. Tertulis Bersikap tidak hormat/ menyerang integritas terhadap aparat penegak hukum, petugas
pengadilan, atau persidangan padahal telah diperingatkan oleh hakim (280) Hakim Tertulis
Pemalsuan/ cap/ tanda/ merk (388) Korban Tertulis/lisan
Perzinahan (411) Suami/istri terikat kawin
Orang tua/ anaknya tidak terikat
Tertulis/lisan
Membuka rahasia (443) Korban
memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu
dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis. (448) Korban Tertulis/lisan
Melarikan Anak (454) Anak/ ot/ walinya Tertulis/lisan
Melarikan Perempuan (454) Perempuan/ suaminya Tertulis/lisan
Perkosaan dlm ikatan perkawinan (473 ayat 6) korban Tertulis/lisan
Pencurian pada boedel scheiding (481)
Tindak Pidana Penerbitan dan percetakan (596)
TP. Aduan, Pengadu, dan Cara Mengadu
Sifat Melawan Hukum
Pasal 12
(1) ---
(2) Untuk dinyatakan sebagai Tindak Pidana, suatu perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana dan/atau tindakan oleh peraturan perundang- undangan harus
bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat.
(3) Setiap Tindak Pidana selalu bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar.
• Ada frasa diancam dengan sanksi pidana
dan/atau tindakan oleh peraturan perundang- undangan melawan hukum formil;
• Ada frasa atau bertentangan dengan hukum yang hidup dlm masyarakat melawan
hukum materiil.
• Ada frasa selalu bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar sifat yg selalu melekat pada tindak pidana / fungsi
konstitutip dari setiap delik.
Melawan Hukum
• Arti formil: melawan hukum adalah melawan UU/ hk positip.
• Arti materiil: (mempunyai banyak pengertian)
– melawan UU maupun melawan hk di luar UU;
– perbuatan yg bertentangan dgn asas-asas umum, norma- norma tidak tertulis;
– bertentangan dengan kebudayaan;
– bertentangan dengan kewajiban orang;
– bertentangan dengan dasar pikiran/ faham nasional/ idiologi;
– perbuatan yang membahayakan kepentingan masyarakat.
Alasan
Pembenar
Alasan Pembenar dipandang sebagai masalah perbuatan, sedangkan alasan pemaaf dipandang sebagai masalah pertanggungjawaban.
Seseorng melakukan perbuatan yang mencocoki lukisan tindak pidana tidak dipidana, karena perbuatan dipandang patut dan wajar, bahkan harus dilakukan.
Sifat melawan hukumnya perbuatan dihapuskan, karena dianggap benar.
Alasan Pembenar dalam KUHP
Diatur pada Pasal 31 sampai dengan Pasal 35, yaitu:
• jika perbuatan tersebut dilakukan untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan;
• jika perbuatan tersebut dilakukan untuk melaksanakan perintah jabatan dari Pejabat yang berwenang;.
• jika perbuatan tersebut dilakukan karena keadaan darurat;
• jika perbuatan tersebut dilakukan karena pembelaan terhadap serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan dalam arti kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain;
• ketiadaan sifat melawan hukum pada perbuatan yang dilakukan
Melaksanakan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan
Pasal 31
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan untuk melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
• frasa Ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengandung arti UU dalam arti materiil, yaitu setiap ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh alat pembentuk perundang-undangan yang umum.
• Peraturan itu berasal dari perintah langsung dari pembentuk Undang-Undang atau
• Dibuat oleh kekuasaan yang lebih rendah untuk membuat peraturan yang bersumber dari Undang- Undang.
• tidak terbatas pada melakukan perbuatan yang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan, akan tetapi bisa lebih luas lagi, ialah meliputi pula perbuatan-perbuatan yang dilakukan atas wewenang yang diberikan oleh suatu undang-undang.
• Sekalipun melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan, cara melaksanakan tetap harus secara patut dan wajar (asas proporsionalitas).
Pasal 32
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan untuk melaksanakan perintah jabatan dari
Pejabat yang berwenang.
• tidak tiap-tiap pelaksanaan perintah jabatan melepaskan orang yang diperintah dari
tanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan. Dengan lain kata, di situ
termaktub pengutukan daripada apa yang dinamakan: disiplin bangkai (kadaver
disiplin).
• perintah itu dikatakan sah, apabila perintah itu berdasarkan tugas, wewenang atau
kewajiban yang didasarkan kepada sesuatu peraturan perundang-undangan.
• antara orang yang diperintah dengan orang yang memerintah harus ada hubungan
jabatan/ ada hubungan sub-ordinasi antara orang yang berhak memerintah dengan
orang yang diperintah, meskipun hubungan itu sifatnya sementara.
• Pelaksanaan perintah harus patut dan wajar, seimbang dan tidak boleh melampaui batas kepatutan
Melaksanakan perintah jabatan dari Pejabat yang berwenang (ambtelijk bevel)
Keadaan Darurat
Pasal 33
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan karena keadaan darurat.
• dalam WVS tidak diatur, dalam praktek mendasarkan pada Pasal 48 WvS.
• keadaan ini disebut dengan istilah
noodtoestand, yang maknanya berbeda dengan keadaan terpaksa (overmacht) ;
• disitu terdapat perbenturan antara kepentingan hukum dengan
kepentingan hukum, antara kewajiban hukum dengan kepentingan hukum, dan antara kewajiban hukum dengan kewajiban hukum.
Pembelaan terhadap serangan atau ancaman serangan
Pasal 34
S e t i a p O r a n g y a n g t e r p a k s a melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan t e r s e b u t d i l a k u k a n k a r e n a pembelaan terhadap serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan dalam arti kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain.
• seolah-olah pembentuk UU membenarkan perbuatan eigenrichting;
• ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, ialah:
1). Harus ada serangan, dan adanya serangan itu harus bersifat :
• seketika;
• melawan hukum;
• yang langsung mengancam;
• ditujukan pada diri sendiri atau orang lain,
kehormatan dalam arti kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain
2). Ada pembelaan yang perlu diadakan terhadap serangan itu.
• pembelaan harus dan perlu diadakan;
• pembelaan harus menyangkut kepentingan-
kepentingan yang disebut dalam undang-undang yakni terhadap diri sendiri/ badan (lijf), kehormatan (eerbaarheid) atau harta-benda (goed) kepunyaan sendiri atau orang lain.
• Tetap berlaku asas proporsionalitas dan subsidiaritas
Tidak ada sifat melawan hukum
Pasal 35
Ketiadaan sifat melawan hukum dari Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) merupakan alasan pembenar.
12 ayat (2)
Untuk dinyatakan sebagai Tindak Pidana, suatu perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana dan/atau tindakan oleh peraturan perundang- undangan harus bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
1. setiap tindak pidana harus selalu bersifat melawan hukum atau menjadi unsur konstitutif dari setiap delik;
2. Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum secara formil adalah apabila perbuatan itu bertentangan dengan
ketentuan undang-undang (hukum tertulis).
3. melawan hukum secara materil, suatu perbuatan disebut sebagai perbuatan melawan hukum tidaklah hanya
sekedar bertentangan dengan ketentuan hukum tertulis saja. Di samping harus memenuhi syarat-syarat formil, yaitu memenuhi semua unsur yang disebut dalam
rumusan delik, perbuatan haruslah benar-benar dirasakan masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan.
4. Melawan hukum materiil bisa bermakna:
• melawan UU maupun melawan hk di luar UU,
bertentangan dgn asas-asas umum, norma-norma tidak tertulis, kebudayaan, kewajiban orang pada umumnya, dasar pikiran/ faham nasional/ idiologi, perbuatan yang membahayakan kepentingan masyarakat.