• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gangguan Skizofrenia

N/A
N/A
Nagai Hina

Academic year: 2024

Membagikan "Gangguan Skizofrenia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Pembahasan

Gangguan skizofrenia adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya distorsi realita, disorganisasi, dan kemiskinan psikomotor. Gangguan skizofrenia ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas serta afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap dipertahankan, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang. Gangguan ini melibatkan fungsi yang memberikan suatu perasaan kepribadian (individuality), keunikan, dan pengarahan diri (self- direction).1 Skizofrenia merupakan gangguan mental yang ditandai dengan kekacauan dalam bentuk dan isi pikiran (delusi dan halusinasi), dalam mood (afek yang tidak sesuai), dalam perasaan dirinya dan hubungannya dengan dunia luar (kehilangan batas-batas ego).2

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1%

penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Kejadian skizofrenia pada laki-laki lebih besar daripada Perempuan, sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih besar dibandingkan wanita. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Onset setelah umur 40 tahun jarang terjadi.3

Berdasarkan riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2018, prevalensi skizofrenia di Indonesia sebanyak 6,7 per 1000 rumah tangga.Di Indonesia, hampir 70% mereka yang dirawat di bagian psikiatri adalah karena skizofrenia.4,5 Ditinjau dari diagnosa atau jenis skizofrenia, jenis skizofrenia terbanyak terdapat pada skizofrenia paranoid sebanyak 40,8%, kemudian diikuti dengan skizofrenia residual

(2)

sebanyak 39,4%; skizofrenia hebefrenik sebanyak 12%; skizofrenia katatonik sebanyak 3,5%; skizofrenia tak terinci sebanyak 2,1%; skizofrenia lainnya sebanyak 1,4%; dan yang paling sedikit adalah skizofrenia simpleks sebanyak 0,7%.6

Proses terjadinya skizofrenia disebabkan oleh abnormalitas neurotransmiter.

Menurut teori, penumpukan atau penurunan neurotransmitter, seperti dopamin, serotonin, dan glutamat dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia. Teori lain menyatakan ketidakseimbangan neurochemical seperti aspartate, glycine, gamma- aminobutyric acid (GABA) dapat menyebabkan skizofrenia. Abnormal pada aktivitas reseptor dopamine (terutama reseptor D2) dihubungkan dengan gejala pada pasien skizofrenia. Terdapat empat jalur dopaminergic yang terlibat. Jalur nigrostriatal berawal dari substansia nigra dan berakhir di nucleus caudatus.

Penurunan jumlah dopamine di jalur ini dapat mempengaruhi sistem extrapirimidal dan menyebabkan gejala pada motorik. Jalur mesolimbik, memanjang dari ventral tegmental area (VTA) menuju limbik area merupakan jalur yang bertanggung jawab pada terjadinya gejala positif pada skizofrenia jika terjadi penumpukan dopamine. Jalur mesokortikal memanjang dari VTA ke korteks, kekurangan dopamine pada jalur ini dapat menyebabkan gejala negatif dan defisit kognitif.

Tuberoinfundibular merupakan jalur dari hipotalamus menuju glandula pituitari.

Blokade dopamin pada jalur ini dapat menyebabkan amenorea, galaktorea, dan penurunan libido.7

Menurut PPDGJ-III pedoman diagnostik untuk gangguan psikotik lir- skizofrenia adalah sebagai berikut :1

1. Untuk diagnosis pasti harus memenuhi :

(3)

a. Onset gejala psikotik harus akut (2 minggu atau kurang, dari suatu keadaan nonpsikotik menjadi keadaan yang jelas psikotik).

b. Gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk skizofrenia(F20.-) harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak berkembangnya gambaran klinis yang jelas psikotik.

c. Kriteria untuk psikosis polimorfik akut tidak terpenuh

2. Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk kurun waktu lebih dari 1 bulan lamanya, maka diagnosis harus dirubah menjadi skizofrenia (F20.-).

Menurut PPDGJ-III pedoman umum untuk diagnostik skizofrenia adalah sebagai berikut :1

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya 2 gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :

a. Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umumnya mengetahuinya.

b. Delusion of control: waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau “ Delusion of influence” waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara jelas, merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus). Delusion perception =

(4)

pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik dan mukjizat.

c. Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien. Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara atau Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil ,misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain).

2. Atau paling sedikit terdapat dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas :

e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (overvalued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.

f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.

g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.

h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari

(5)

pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika. adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal); Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Skizofrenia diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, antara lain skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci (undifferentiated), depresi pasca-skizofrenia, skizofrenia residual, dan skizofrenia simpleks.8 Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijumpai di negara mana pun. Gambaran klinis didominasi oleh waham-waham yang secara relati stabil, sering kali bersifat paranoid, biasanya disertai oleh halusinasi-halusinasi, terutama halusinasi pendengaran, dan gangguan-gangguan persepsi. Gangguan afektif dorngan kehendak dan pembicaraan serta gejala-gejala katatonik tidak menonjol. Beberapa contoh dari gejala-gejala paranoid yang paling umum :1

a) Waham-waham kejaran, rujukan, exalted birth (merasa dirinya tinggi atau Istimewa), misi khusus, perubahan tubuh atau kecemburuan

b) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal seperti bunyi peluit, mendengung, atau bunyi tawa

(6)

c) Halusinasi pembauan atau pengecapan, atau bersifat seksual, halusinasi visual mungkin ada tapi tidak menonjol.

Dalam diagnosis skizofrenia paranoid, diagnosis skizofrenia secara umum harus terpenuhi. Sebagai tambahan, halusinasi dan/atau waham harus menonjol.

Sedangkan, gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik secara relative tidak nyata. Halusinasi biasanya seperti yang diuraikan dalam poin (b) dan (c) diatas. Waham dapat berupa hamper setiap jenis waham, tapi yang paling khas adalah waham dikendalikan, dipengaruhi, passivity, dan keyakinan dikejar-kejar.1

Tatalaksana skizofrenia pada fase akut bertujuan untuk mencegah pasien melukai dirinya atau orang lain, mengendalikan perilaku yang merusak, mengurangi beratnya gejala psikotik dan gejala terkait lainnya, misalnya agitasi, agresi, dan gaduh gelisah. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah berbicara kepada pasien dan memberinya ketenangan. Langkah selanjutnya yaitu keputusan untuk memulai pemberian obat oral. Pengikatan atau penempatan pasien di ruang isolasi (seklusi) mungkin diperlukan dan hanya dilakukan bila pasien berbahaya terhadap dirinya dan orang lain serta bila usaha restriksi lainnya tidak berhasil.

Meskipun terapi oral lebih baik, pilihan obat injeksi untuk mendapatkan awitan kerja yang lebih cepat serta hilangnya gejala dengan segera perlu dipertimbangkan.

Obat-obatan yang digunakan dalam terapi farmakologi skizofrenia yaitu golongan obat antipsikotik. Pada pasien ini diberikan terapi Clozapine PO 5 mg 3x1, Trifluoferazine PO 5 mg 3x1, Trihexylfenidil PO 2 mg 3x1, Inj. Lodomer 1amp/im (kp). Clozapine termasuk dalam kelas obat yang disebut antipsikotik atipikal yang bekerja pada reseptor dopaminergik dan serotonin pada post sinaptik otak. Antipsikotik atipikal (APG-2) adalah pengobatan lini pertama untuk episode

(7)

psikotik akut dan saat ini diresepkan untuk manajemen jangka panjang skizofrenia, gangguan afektif, dan beberapa gejala terkait demensia. Antipsikotik atipikal (APG-2) merespon lebih baik terhadap gejala negatif skizofrenia. Clozapine adalah antagonis D2 lemah untuk 5-HT 2A, serta agonis untuk reseptor 5-HT 1A. Molekul paling kuat yang mengikat reseptor alfa-adrenergik adalah clozapine. Obat ini menyebabkan blokade reseptor dopamin D2 pasca-sinaptik di otak, khususnya mesolimbik, pusat mesokortikal dan striatum. Antipsikotik ini memiliki efek antikolinergik dan sedatif yang lemah sementara memiliki efek ekstrapiramidal dan antiemetik yang kuat.9

Pada pasien diberikan antipsikotik tipikal berupa Trifluoferazine PO 5 mg.

Trifluoperazine merupakan derivat phenothiazine dan secara kimia berkaitan dengan chlorpromazine. Obat ini menyebabkan blokade pascasinaps reseptor dopamin D1 dan D2 di otak pada mesolimbik, mesokortikal, dan striatum. Setelah itu akan terjadi pengurangan asam homovanilik yang merupakan metabolit primer dopamin, sehingga gejala positif akan berkurang. gejala positif pada skizofrenia merupakan akibat dari aktivitas jalur mesolimbik dopamin yang berlebihan. Trifluoperazine memiliki efek antikolinergik yang lemah serta blokade reseptor histamin dan alfa-adrenergik, sehingga akan menyebabkan efek sedasi.10

Pada pasien juga dapat diberikan agen anti-muskarinik yaitu trihexylphenidyl.

Hal tersebut dikarenakan pasien memiliki riwayat putus obat dan riwayat gejala ekstrapiramidal. Trihexylphenidyl adalah antikolinergik yang mempunyai efek sentral lebih kuat daripada perifer, sehingga banyak digunakan untuk terapi penyakit parkinson. Trihexylphenidyl memiliki efek menekan dan menghambat reseptor muskarinik sehingga menghambat sistem saraf parasimpatetik, dan juga memblok reseptor muskarinik pada sambungan saraf otot sehingga terjadi relaksasi.

(8)

Efek samping perifer yang umum adalah mulut kering, kurang berkeringat, penurunan sekresi bronkhial, pandangan kabur, kesulitan buang air kecil, konstipasi, dan takikardia. Efek samping sentral dari antikolinergik termasuk sulit berkonsentrasi, perhatian, dan memori. Efek samping ini harus dibedakan dari gejala yang disebabkan oleh psikotik. Gangguan psikiatri dapat disebabkan pemakaian sembarangan (sampai dosis berlebihan) berlanjut menjadi euphoria.11,12

Pada pasien saat rawat inap ini diberikan Lodomer 1 ampul (k/p). Lodomer, merupakan obat yang memiliki kandungan senyawa haloperidol. Haloperidol merupakan obat antipsikotik generasi pertama yang bekerja dengan cara memblokade reseptor dopamin pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (Dopamin D2 reseptor antagonists). Haloperidol sangat efektif dalam mengobati gejala positif pada pasien skizofrenia, seperti mendengar suara, melihat hal-hal yang sebenarnya tidak ada dan memiliki keyakinan yang aneh. Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pada pasien psikosis, sehingga sangat efektif diberikan pada pasien dengan gejala dominan gaduh, gelisah, hiperaktif dan sulit tidur yang dikarenakan halusinasi.13

Daftar Pustaka

(9)

1. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Edisi I. Jakarta : Departemen Kesehatan. 2013.

2. Istiqomah., Farthur, R. The effectiveness of family knowledge about schizophrenia toward frequency of recurrence of schizophrenic family members at poly mental grhasia mental hospital D.I Yogyakarta: Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu. 2019;10(2).1-13.

3. Sialvi T. Schizophrenia: A Debilitating Psychotic Illness and the Role of Palliative Medicine and Care in its Management. Palliat Med Care Int J.

2019:3(1);007-8.

4. Riskesdas 2018. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018.

5. Sumekar DW, Zahnia S. Kajian Epidemiologi Skizofrenia. 2016; 5(4). 160-1.

6. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock's synopsis of psychiatry: behavioral sciences/clinical psychiatry. Edisi 10. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins; 2010.

7. Zahnia, Siti., Sumekar, Dyah S. Kajian epidemiologis skizofrenia: Majority.

2016;5(5). 1-7.

8. McCutcheon RA, Reis Marques T, Howes OD. Schizophrenia—An Overview.

JAMA Psychiatry. 2020;77(2):201.

9. Dragoi AM, Radulescu I, Năsui BA, Pop AL, Varlas VN, Trifu S. Clozapine: An Updated Overview of Pharmacogenetic Biomarkers, Risks, and Safety- Particularities in the Context of COVID-19. Brain Sci. 2020 Nov 11;10(11):840.

10.Marques LO, Lima MS, Soares BG. Trifluoperazine for schizophrenia. Cochrane Database Syst Rev. 2004;2004(1):CD003545.

(10)

11. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/73/2015 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa. 2015.

12. Swatami IGAV. Aspek biologi triheksilfenidil di bidang psikiatri. Jurnal Ilmiah Kedokteran. 2014;45: 88-92.

13. Patel KR, Cherian J, Gohil K, Atkinson D. Schizophrenia: overview and treatment options. P T. 2014;39(9):638-645.

Referensi

Dokumen terkait

Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta ” menyatakan bahwa terdapat hubungan antara persepsi keluarga tentang skizofrenia dengan sikap keluarga terhadap

Skizofrenia juga merupakan gangguan jiwa yang lebih banyak.. dialami oleh beberapa orang dibandingkan penderita gangguan

Bentuk stigma masyarakat terhadap penderita skizofrenia yakni, masyarakat menggambarkan penderita skizofrenia sebagai orang dengan gangguan jiwa, masyarakat merasa

Konstruksi Makna Hidup pada Keluarga Pasien dengan Gangguan Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Hidayatullah Kanigaran Probolinggo, Skripsi , Fakultas Psikologi Universitas Islam

Skizofrenia merupakan serangkaian gejala psikotik dengan gangguan kepribadian distorsi khas pada proses pikir. Frekuensi skizofrenia di Indonesia adalah 1-3 orang

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERHADAP PENINGKATAN ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ) SKIZOFRENIA DI KOTA SABANG TAHUN 2016.. Nama Mahasiswa :

Hasil penelitian dapat diketahui bahwa tingkat kecemasan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid sebagian besar adalah kecemasan sedang sebanyak 39

iii HALAMAN PENGESAHAN Karya tulis oleh : IGA DIYAH AYU PANGESTI Judul :ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :