• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stresor Predisposisi Yang Mendukung Terjadinya Gangguan Jiwa Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Stresor Predisposisi Yang Mendukung Terjadinya Gangguan Jiwa Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA GANGGUAN JIWA PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Srata I pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

FREDIANA PEGIA HARTANTI

J 210 161 028

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018

(2)
(3)
(4)
(5)

STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJANDINYA GANGGUAN JIWA PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

Abstrak

Pendahuluan: Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis dari WHO sekitar 450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia. Gejala skizofrenia muncul pada usia 15-25 tahun lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Pasien yang dirawat dirumah sakit dengan diagnosis yang sama mempunyai faktor predisposisi yang berbeda beda, faktor predisposisi yang berbeda ini merupakan infomasi yang penting untuk dijadikan dasar pedoman asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa. Tujuan: Untuk mengetahui stresor predisposisi yang berkontribusi terhadap gangguan jiwa pada pasien skizofrenia. Metode Peneltian: Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan

narrative inquiry. Responden berjumlah 8 orang, dalam pemilihan responden

menggunakan teknik purposive sampling. Hasil Penelitian: Peneliti memperoleh hasil bahwa stresor predisposisi yang mendukung terjadinya gangguan jiwa berbeda-beda diantaranya adalah koping maladaptif, halusinasi dan predisposisi. Kesimpulan: Stresor predisposisi yang mendukung terjadinya gangguan jiwa di Rumah sakit Jiwa Daerah Surakarta bervariasi antar individu berbeda satu dengan lainya yaitu Hasil analisis tema yang ditemukan adalah koping maladaptif dengan ciri-ciri marah-marah, kesal, dan memukul. Halusinasi dengan ditandai dengan mendegar suara-suara, mendengar bisikan-bisikan, berbicara sendiri ngelantur. Predisposisi disebabkan oleh keinginan tidak tercapai, kurang perhatian/ kurangnya kasih sayang dari suami, patah hati, perceraian,

bullying, dan kehilangan

Kata Kunci: Gangguan Jiwa, Predisposisi, Skizofrenia, Stresor. Abstract

Introduction: Mental disorders can happen to anyone and anytime. The results of WHO’s analysis mentioned that about 450 million people suffer from disorders including schizophrenia. Schizophrenia appears at the age of 15-25 years and more common in males than in females. Patients who are in the hospital with the same diagnosis have different predisposing factors, these different predisposing factors are important information to serve as the basis of nursing care in patients with mental disorders. Objective: To know the predisposing stressors that contribute to mental disorders in schizophrenic patients. Method of Research: This research is conducted by using qualitative research design with narrative inquiry approach. The respondents are 8 people that selected by using purposive sampling technique. Results: The researchers found that predisposing stressors that support the occurrence of mental disorders are different, namely maladaptive coping, hallucinations and predisposition. Conclusion: There are several variations predisposing stressor that supports the occurrence of mental disorders in Surakarta Psychiatry Hospital. The results that found are maladaptive coping with angry, irritated, and hitting characteristics. Hallucinations are marked by sounding voices, hearing whispers, talking themselves digressing. Predisposition caused by desire that not achieved, lack of attention / lack of affection from husband, broken heart, divorce, bully, and lost.

(6)

1. PENDAHULUAN

Menurut World Health Organization (2017) pada umumnya gangguan mental yang terjadi adalah gangguan kecemasan dan gangguan depresi. Diperkirakan 4,4% dari populasi global menderita gangguan depresi, dan 3,6% dari gangguan kecemasan. Jumlah penderita depresi meningkat lebih dari 18% antara tahun 2005 dan 2015. Depresi merupakan penyebab terbesar kecacatan di seluruh dunia. Lebih dari 80% penyakit ini dialami orang-orang yang tinggal di negara yang berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2017).

Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis dari WHO sekitar 450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia. Skizofrenia menjadi gangguan jiwa paling dominan dibanding gangguan jiwa lainnya. Penderita gangguan jiwa sepertiga tinggal di negara berkembang, 8 dari 10 orang yang menderita skizofrenia tidak mendapatkan penanganan medis. Gejala skizofrenia muncul pada usia 15-25 tahun lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. (Ashturkar & Dixit, 2013).

Skizofrenia adalah salah satu jenis psikotik yang menunjukan gelaja halusinasi dan waham (Townsend, 2011). Pasien dengan skizofrenia mempunyai gejala salah satunya adalah halusinasi akibat cemas berkepanjangan yang tidak mampu dihadapi pasien menggunakan mekanisme koping dalam diri pasien. Pendapat lain menyebutkan bahwa halusinasi yang terjadi pada pasien skizofrenia halusinasi gangguan alam perasaan yang tidak menentu, isi kebesaran atau kejaran, sering bertengkar atau berdebat, dan perilaku cemas yang tidak menentu dan kemarahan (Hawari, 2014). Penyebab gangguan jiwa salah satunya adalah adanya tekanan yang berat dalam peristiwa hidup. Stres berasal dari lingkungan atau biologi ataupun bisa keduanya (Videback, 2008).

Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementrian Republik Indonesia menyimpulkan bahwa prevalensi ganggunan mental emosional yang menunjukan gejala depresi dan kecemasan, usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Jumlah gangguan jiwa berat atau psikosis

skizofrenia tahun 2013 di Indonesia provinsi-provinsi yang memiliki gangguan jiwa terbesar pertama antara lain adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (0,27%), kemudian urutan kedua Aceh (0,27%), urutan ketiga sulawesi selatan (0,26%), Bali menempati posisi keempat (0,23%), dan Jawa Tengah menempati urutan kelima (0,23%) dari seluruh provinsi di Indonesia (Riset Kesehatan Dasar, 2013).

Jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah dari tahun ke tahun terus meningkat. Prevalensi skizofrenia yaitu 0,23% dari jumlah penduduk melebihi angka normal sebanyak 0,17% menempati posisi kelima (Riset Kesehatan Dasar, 2013). Jumlah penderita gangguan jiwa dari data

(7)

Dinas Kesehatan Jawa Tengah menyebutkan jumlah gangguan jiwa pada 2013 adalah 121.962 penderita. Sedangkan pada 2014 jumlahnya meningkat menjadi 260.247 orang dan pada tahun 2015 bertambah menjadi 317.504 (Wibowo, 2016).

Berdasarkan data dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta jumlah penderita gangguan jiwa pada tiga tahun terakhir cukup tinggi. Jumlah pasien skizofrenia pada tahun 2014 tercatat sebanyak 1.559 orang, pada tahun 2015 menjadi 2.136 kemudian pada tahun 2016 sebanyak 2.034 orang. Adapun data yang diambil dari bulan Januari-April 2017 di semua ruangan pasien rawat inap dengan skizofrenia menunjukan angka 43-77% (Rekam Medis RSJD Surakarta, 2017).

Berdasarkan obrservasi yang dilakukan selama 1 bulan pada bulan Mei 2017 dari wawancara yang dilakukan pada 10 orang pasien di RSJD Surakarta menunjukan faktor predisposisi sangat bervariasi. Pasien yang dirawat dirumah sakit dengan diagnosis yang sama mempunyai faktor predisposisi yang berbeda beda, faktor predisposisi yang berbeda ini merupakan infomasi yang penting untuk dijadikan dasar pedoman asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa. Oleh karena itu penting untuk diteliti “Stresor Predisposisi Yang Mendukung Terjadinya Ganggua Jiwa Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

2. METODE

Penelitian yang digunakan penulis adalah kualitatif dengan metode pendekatan narrative inquiry. Penelitian kualitatif dengan pendekatan narrative inquiry mengindemtifikasi tanda dan gejala serta perasaan yang dialami individu dan cerita tersebut mempengaruhi kehidupan selanjutnya yang menghadapi berbagai situasi yang kompleks dalam kehidupannya (Thomas, 2012). Responden berjumlah 8 orang, dalam pemilihan responden menggunakan teknik purposive sampling. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagian pasien yang menderita skizofrenia yang telah didiagnosa lebih dari satu tahun di ruang rawat inap RSJD Surakarta. Penentuan responden dapat diartikan memadai apabila sampai pada taraf redundency atau data telah jenuh ditambah responden tidak memberikan informasi yang baru (Sugiyono, 2014).

Jumlah responden yang relatif kecil digunakan dalam penelitian kualitatif agar perhatian dan kedalaman penghayatan subjek atau objek yang diteliti terfokus (Afiyanti & Rachmawati, 2012). Kriteria responden adalah sebagai berikut:

a. Usia 17 tahun sampai 45 tahun. Alasan karena berdasarkan hasil penelitian pasien skizofrenia rentan pada usia produktif mulai dari 15-45 tahun.

b. Klien kooperatif saat wawancara c. Latar belakang pendidikan minimal SD

d. Sudah di diangnosa Skizofrenia lebih dari 1 tahun e. Bersedia menjadi responden

(8)

Kriteria keluarga responden yaitu: a. Usia 17 tahun sampai 45 tahun

b. Tinggal serumah dengan pasien selama >10 tahun c. Kooperatif saat wawancara.

3. HASILDANPEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan beberapa tema yang telah dijadikan dalam satu kelompok atau satu kategori. Berikut ini hasil dari temuan tema yang telah ditemukan:

Tabel 1. Hasil Identifikasi Tema

3.2 Pembahasan Hasil Dan Temuan Tema Tema pertama : koping maladaptif

“Saat saya sedang marah mba melihat sesuatu yang membuat saya kesal saya langsung melempar barang-barang yang ada disekitar saya mba”(R1Line 59-52).

“Dibawa ibu saya kesini karena marah-marah setiap hari mba, saya tidak mau keluar kamar, saya kesal marah pada teman saya yang merebut pacar saya”(R2 Line 51-54).

Data yang diperoleh peneliti dilapangan yaitu koping maladaftif yang muncul terjadi karena pasien tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri pasien merasa kesal, melempar barang-barang, marah-marah hal ini sejalan dengan penelitian ini. Penelitian Pratiwi, Jatmiko, & Widodo (2017) menemukan bahwa pasien-pasien yang datang ke Emergency Unit adalah pasien yang tidak mampu berkoping secara adaptif. Hal ini dibuktikan dengan penelitian mereka yang mengekspresikan bahwa pasien di ruang gawat darurat ada tanda dan gejala mengamuk dan marah-marah.

Menurut Stuart (2007) koping maladaptif merupakan pengalaman yang dialami individu dimanaya keadaan tesebut membuat individu tidak mampu menghadapi stesor. Ciri-ciri koping maladaptif diantaranya takut, kesal, tegang, dan merasa tidak mampu. Sumber koping merupakan sumber-sumber yang bisa digunakan dalam menghadapi stresor. Sumber koping keluarga menjadi indikasi yang kuat dan sumber koping penting bagi setiap pasien. Lingkungan kondusif juga berkontribusi pada pasien untuk memiliki koping positif dalam mengahadapi stresor. Keyakinan positif sangat dibutuhkan pasien dengan gangguan jiwa untuk melihat suatu stresor dengan keyakinan positif (Subagyo, Wahyuningsih, & Mukhad, 2013).

No. Kata Penting Tema

1 Memukul, Marah-marah, Kesal Koping Maladapif

2 Mendegar suara-suara, mendengar

bisikan-bisikan, Berbicara sendiri ngelantur

Halusinasi 3 Keinginan tidak tercapai, kurang perhatian,

patah hati, perceraian, dibully, kehilangan

(9)

Tema kedua : Halusinasi

“Pernah mendengar bisikan-bisikan suara makhluk gaib dari perguruan pencak silat yang menyuruh saya untuk menyerang semua orang yang menggangu saya dan keluarga saya mba” (R2 Line 62-66).

“Saya mendengar bisikan yang membuat saya kesal dan pengen mba marah mba” (R7 line 51-53).

Data yang diperoleh peneliti di lapangan halusinasi yang dialami oleh pasien berasal dari suara bisikan-bisikan makhluk gaib, atau suara yang pernah di dengar oleh pasien yang dikenali, seperti suara dari teman atau keluarganya. Pasien merasa terancam dengan suara tersebut dan merasa terganggu karena suara tersebut sering muncul. Menurut Waters (2014) pada beberapa penelitian ditemukan bahwa umumnya pasien mengalami halusinasi pendengaran mendengar

insight negatif.

Pasien yang mempunyai halusinasi menggambarkan karakteristik halusinasi perintah. Beberapa jenis halusinasi suara negatif didengar oleh pasien, kemudian otak mengatur untuk melakukan perilaku negatif. Misalnya suara menginstruksikan untuk memukul seseorang melintas di depan pasien (Pratiwi & Dewi, 2016). Hasil penelitian lain dari Pratiwi & Agus (2017) bahwa ketika terjadi halusinasi pendengaran pada individu dengan skizofrenia dapat diberikan terapi musik yang bertujuan mengacaukan isi halusinasi yang didengar pada individu.

Tema ketiga: Predisposisi

“Saya ingin menikah dengan pacar saya mba, tapi saya tidak boleh menikahi pacar saya karena bapaknya tidak setuju” (R5 Line 36-38).

“Calon ibu mertua saya tidak setuju, karena saya tidak kuliah, saya sudah berpacaran lama dengan calon suami saya”(R8 Line 63-66).

Data yang diperoleh peneliti dilapangan adalah stresor yang menyebabkan pasien mengalami gangguan jiwa disebabkan keinginan yang tidak tercapai pasien tidak diizikan menikah dengan orang yang dicintainya dan kehilangan. Penelitian Pratiwi dan Dewi (2016) yang menyebutkan bahwa pasien dengan halusinasi yang diberikan terapi orientasi realita mempunyai pengalaman kehilagan di masa lalu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yosep, dkk (2009) menyatakan bahwa pengalaman traumatik penyebab gangguan jiwa (skizofrenia) pasien di Rumah Sakit Jiwa Cimahi menunjukkan adanya lima tema yang muncul yaitu: kehilangan orang yang dicintai, mendapatkan tindakan kekerasan (pelaku, korban, atau saksi), citacita/keinginan/harapan yang tak tercapai, kehilangan pekerjaan, dan pola asuh otoriter.

Kemudian penelitian Saputri (2016) menyimpulkan bahwa faktor predisposisi gangguan jiwa pada pasien skizofrenia disebabkan oleh berduka, kehilangan dan kegagalan. Berdasarkan hal tersebut maka pola asuh orang tua pada masa awal kehidupan anak sangat berperan dalam munculnya gangguan jiwa pada masa berikutnya. Keluarga merupakan lingkungan mikrosistem yang menentukan kepribadian dan kesehatan mental anak. Pengalaman mental seorang anak merupakan salah satu aspek psikis yang turut berpengaruh dalam kesehatan mental seseorang pada

(10)

masa berikutnya, disamping faktor-faktor lain yang berupa proses belajar, kebutuhan, dan faktor psikologis yang lain.

Anak yang dibesarkan dengan pola asuh yang baik maka anak tersebut akan menjadi baik juga. Menurut Sigmuen Frued bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh konflik-konflik internal bahwa secara sadar yang muncul dari masalah-masalah yang tidak mampu terselesaikan di masa kanak-kanak awal. Situasi konflik saat masa dewasa yang serupa dengan masa kanak-kanak akan mencetuskan gejala (Issaacs, 2005).

3. 3 Keterbatasan Penelitian

3.3.1 Peneliti dalam melakukan penelitian tidak setiap hari datang mengamati perilaku yang terjadi pada responden. Peneliti hanya melakukan wawancara seminggu 2 kali. Apabila peneliti datang setiap hari akan tergambar detail dan spesifik masing-masing responden.

3.3.2 Peneliti dalam melakukan triangulasi data dengan dokumentasi sulit karena

berhubungan dengan privasi responden dimana responden hanya bersedia di rekam suaranya saja.

3.3.3 Peneliti dalam melakukan penelitian sulit bertemu dengan keluarga responden sehingga pengkajian pada keluarga responden kurang terkaji secara mendalam.

4. PENUTUP 4.1 Simpulan

Uraian simpulan secara rinci hasil penelitian tentang stressor predisposisi yang mendukung terjadinya gangguan jiwa pada pasien skizofrenia, berikut simpulan dari hasil penelitian yang ditemukan anatra lain:

4.1.1 Karakteristik responden pasien dengan diagnosis yang sama mempunyai faktor

predisposisi yang berbeda-beda antar individu satu dengan yang lain bervariasi yaitu koping maladaptif, halusinasi dan predisposisi.

4.1.2 Hasil analisis tema yang ditemukan adalah koping maladaptif dengan ciri-ciri marah-marah, kesal, dan memukul.

4.1.3 Tema kedua adalah halusinasi dengan ditandai dengan mendegar suara-suara,

mendengar bisikan-bisikan, berbicara sendiri ngelantur

4.1.4 Tema ketiga adalah predisposisi disebabkan oleh keinginan tidak tercapai, kurang perhatian/ kurangnya kasih sayang dari suami, patah hati, perceraian, bullying, dan kehilangan.

(11)

4.2 Saran

4.2.1 Bagi pasien dan keluarga

Bagi pasien beserta keluarga diharapkan menjalankan setiap intruksi yang diberikan oleh perawat atau tim medis selama menjalani perawatan. Keluarga sebaiknya memberikan dukungan secara tepat selama perawatan dirumah sehingga mengurangi adanya kekambuhan pada waktu yang akan datang.

4.2.2 Bagi tenaga kesehatan

Bagi tenaga kesehatan sebaiknya memberikan intervensi yang tepat tidak hanya kepada pasien tetapi juga kekeluarga pasien juga, supaya informasi yang tepat pada keluarga lebih membantu keluarga dalam perawatan pasien saat dirumah lebih optimal.

4.2.3 Bagi peneliti selanjutnya

4.2.4 Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya lebih mengembangkan kemampuan interpersonal yang lebih dari peneliti diharapakan mempunyai kesiapan dalam penelitian kualitatif dan dapat memperoleh informasi lebih spesifik.

DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Y., & Rachmawati, I. N. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada.

Ashturkar, M. D., & Dixit, J. V. (2013). Selected Epidemiological Aspects of Schizophrenia: A Cross Sectional Study At Terityary Care Hospital In Maharashtra. National Journal of Community Medicine, 65-69.

Hawari, D. (2014). Skizofrenia Pendekatan Holistik (BPSS) Bio-Psiko-Sosial-Sosial. Jakarta: FKUI. Issaacs, A. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Edisi 3

Terjemahan. Jakarta: EGC.

Pratiwi, A., & Dewi, E. (2016). Model Orientasi Realita Pada Pasien Gangguan Jiwa dengan Pengalaman Halusinasi Pendengaran (Reality Orientation Model For Mental Disorder Patients Who Experienced Auditory Hallucinations). Jurnal INJEC Vol. 1 No. 1, 82-89. Pratiwi, A., Jatmiko, A., & Widodo, A. (2017). Modification of The Psychiatric Emergency Patient

Acuity Tool within a Triage System in an Emergency Unit. Proceeding International

Conference ISKA Johor Malaysia 3. Diakses pada tanggal 28 Desember 2017

Pratiwi, A., & Sudaryanto, A. (2015). Acceptance of Music Stimulation Therapy For Auditory Hallucination Patients. Journal Injec Vol. 2 April, 97-102.

Riset Kesehatan Dasar. (2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementrian Kesehatan RI.

(12)

Saputri, A. I. (2016). Analisis Faktor Predisposisi Dan Presipitasi Gangguan Jiwa Di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Naskah Publikasi, 1-11. Diterima dari http://eprints.ums.ac.id/44990/. Diakses pada tanggal 01 Mei 2017

Stuart & Sundeen. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Ed. 5 . Jakarta: EGC.

Subagyo, W., Wahyuningsih, D., & Mukhad, M. (2013). Stress Management Of Client With Mental Disorder After Hospitalization. Jurnal Riset Kesehatan Vol 2, No 1 (ISSN: 2252-5068

e-ISSN: 2461-1026), 288-291.

Sugiyono. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Thomas, S. (2012). Narrative inquiry: embracing the possibilities. Qulitative Research Journal, Vol. 12 , 206-221.

Townsend, M. C. (2011). Psychiatric Mental Health Nursing: Concepts of Care in Evidence-Based

Practice. Philadelphia: F.A. Davis Company.

Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Waters, F. (2014). Schizophrenia. Retrieved Desember 20, 2017, from

http://www.psychiatrictimes.com/schizophrenia/auditory-hallucinations-adult-populations. Diakses pada tanggal 04 April 2017.

Webster, L., & Metrova, P. (2007). Using Narrative Inquiry as a Research Method. Oxon: Routledge.

WHO. (2017, February 23). Mental disoreders. Retrieved April 03, 2017, from WHO: http://www.who.int/mental_health/management/depression/prevalence_global_health_estim ates/en/. Diakses pada tanggal 23 April 2017.

Wibowo, S. (2016). Penderita Gangguan Jiwa di Jawa Tengah Terus Meningkat. Retrieved April 18, 2017, from Tempo.co: https://gaya.tempo.co/read/811005/penderita-gangguan-jiwa-di-jawa-tengah-terus-meningkat. Diakses pada tanggal 23 April 2017.

Yosep, I., Puspowati, N. N., & Sriat, A. (2017). Pengalaman Traumatik Penyebab Gangguan Jiwa

(Skizofrenia) Pasien di Rumah Sakit Jiwa Cimahi. Majalah Kedokteran Bandung Volume 41

No. 4, Tahun 2009 http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v41n4.253, 194-200

Gambar

Tabel 1. Hasil Identifikasi Tema

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan anugrah dan petunjukNya sehingga skripsi yang merupakan salah satu persyaratan akademis untuk

Adapun penelitian yang akan dilakukan berjudul “ Keterampilan Proses Sains Siswa SMA pada Pembelajaran Termokimia Menggunakan Model Inkuiri Terbimbing”. Identifikasi

Hasil belajar siswa meningkat, prosentase tingkat penguasaan bacaan menunjukkan 67,81% pada siklus I, menjadi 80,31% pada siklus II.Dengan demikian maka penggunaan

(3) terdapat perbedaan yang signifikan tentang gambaran atau profil penyesuaian diri mahasiswa antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen setelah menggunakan model

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh jenis pelarut (akuades, KOH dan NaOH) terhadap rendemen, kadar sulfat dan sifat intrinsik karagenan yang dihasilkan.. Rumput

[r]

Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait

Peralatan proteksi yang dibutuhkan adalah arrester yang berfungsi untuk mengalirkan gangguan tegangan lebih yang disebabkan oleh sambaran petir langsung ke tanah, sehingga