PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA
(Studi terhadap Mahasiswa FKIP Universitas Galuh Tahun Akademik 2012/2013)
DISERTASI
diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan Konseling
oleh
D.Rukaesih NIM 0908510
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
SEKOLAH PASCASARJANA
D. Rukaesih (2015). Penelitian disertasi ini berjudul Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk Pengembangan Penyesuaian Diri Mahasiswa (Studi terhadap Mahasiswa FKIP Universitas Galuh Tahun Akademik 2012/2013). Promotor: Prof. Dr. Ahman, M.Pd., Ko-Promotor: Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd., dan Anggota: Prof. Dr. Juntika Nurikhsan, M.Pd. Program Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
Penelitian ini dilakukan bertolak dari fenomena perkembangan penyesuaian diri mahasiswa. Perkembangan penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh masih dijumpai mahasiswa yang kurang mampu melakukan respon secara matang yang berkenaan dengan masalah fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral-agama. Fenomena seperti ini bila dibiarkan akan mempengaruhi perkembangan kepribadian mahasiswa yang diprediksi berpengaruh pada kinerja sebagai pendidik profesional. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah dihasilkannya model bimbingan dan konseling kecakapan hidup yang efektif untuk mengembangkan penyesuaian diri mahasiswa. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan rancangan penelitian nonequivalent pre-tes and post-test control group design. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa (1) profil penyesuaian diri mahasiswa secara umum tergolong cukup mampu menyesuaikan diri. (2) model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk mengembangkan penyesuaian diri mahasiswa secara struktur meliputi: kerangka kerja konseptual model, dan panduan operasional pelaksanaan model. (3) terdapat perbedaan yang signifikan tentang gambaran atau profil penyesuaian diri mahasiswa antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen setelah menggunakan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup, (4) model bimbingan dan konseling kecakapan hidup berdasarkan uji empirik efektif untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh 2012/2013. Rekomendasi penelitian ini ditujukan kepada institusi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Galuh untuk menggunakan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup karena sudah terbukti keefektivannya untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa.
Kata Kunci: Penyesuaian Diri, Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup
D. Rukaesih. (2015). This research dissertation is titled “A Model of Life Skills Guidance and Counseling to Develop Students’ Self-Adjustment (A Developmental Study of FKIP Students of Galuh University Academic Year 2012/2013)”. Promoters: Prof. Dr. H. Ahman, M.Pd.,co-promoter: Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd., and member: Prof. Dr. Juntika Nurikhsan, M.Pd. Guidance and Counseling Program, the School of Postgraduate Studies, Indonesia University of Education.
The research departs from the phenomenon of students’ self adjustment development. It is
found that in terms of self-adjustment development, there are still some students of FKIP, Galuh University, who lack the ability to maturely respond to physical, intellectual, emotional, social, and moral-religious problems. If this problem remains unsolved, the personality development of these pre-service teachers will be affected negatively, and consequently their performance as educators will be equally affected. The research aims
to produce an effective life skills guidance and counseling model to develop students’
self-adjustment. It adopted a quasi-experiment with nonequivalent pre-test and post-test control group design. The results show that: (1) the students self-adjustment profile is in general categorized as adequately able to self-adjust.; (2) the structure of the life-skills
guidance and counseling model to develop students’ self-adjustment consists of: model conceptual framework and model operational guidelines for implementation; (3) there
was significant difference in the students’ self-adjustment profile between that of the control class and the experimental class treated with the model of life skills guidance and counseling; and (4) based on the empirical test, the life skills guidance and counseling model is effective to develop the self-adjustment of students of FKIP, Galuh University academic year 2012/2013. It is recommended that the Faculty of Teacher Training and Education of Galuh University employ the model of life skills guidance and counseling,
as it has been proved to be effective to develop students’ self-adjustment.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian... 15
1.3 Tujuan Penelitian... 17
1.4 Manfaat Penelitian... 17
1.5 Struktur Organisasi Disertasi... 18
BAB II LANDASAN TEORETIS TENTANG PENYESUAIAN DIRI DAN KONSELING KECAKAPAN HIDUP ... 20
2.1 Landasan Teoretis Penyesuaian Diri... 20
2.1.1 Konsep Penyesuaian Diri... 20
2.1.2 Dimensi Penyesuaian Diri... 36
2.1.3 Teori yang Mendasari Perkembangan Penyesuaian Diri... 42
2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri... 46
2.1.5 Metode Pengukuran Penyesuaian Diri... 48
2.2 Landasan Teoretis Konseling Kecakapan Hidup... 51
2.2.1 Pengertian dan Landasan Filosofis... 51
2.2.2 Tujuan... 52
2.2.3 Asumsi Dasar... 54
2.2.4 Pendekatan dan Strategi... 55
2.2.5 Prosedur, Metode, dan Teknik... 56
2.3 Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk
Pengembangan Penyesuaian Diri Mahasiswa... 64
2.3.1 Pengembangan Penyesuaian Diri sebagai Fokus Layanan.... 64
2.3.2 Konsep Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup... 68
2.4 Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan... 74
2.5 Posisi Teoretik Penelitian... 75
2.5.1 Kerangka Pikir Penelitian... 75
2.5.2 Hipotesis Penelitian... 81
BAB III METODE PENELITIAN... 82
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian... 82
3.2 Desain, Lokasi, Populasi dan Subjek Penelitian... 84
3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian... 87
3.4 Proses Pengembangan Instrumen... 91
3.5 Analisis Data Penelitian... 97
3.6 Prosedur dan Tahap Pengembangan Model... 100
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN... 105
4.1 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa FKIP Universitas Galuh... 105
4.2 Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk Pengembangan Penyesuaian Diri Mahasiswa... 121
4.3 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Perlakuan... 166
4.3.1 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Perlakuan... 166
4.3.2 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Perlakuan... 174
4.4 Efektivitas Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk Pengembangan Penyesuaian Diri Mahasiswa... 180
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI... 204
5.1 Simpulan... 204
5.2 Implikasi... 207
5.2 Rekomendasi... 210
DAFTAR PUSTAKA... 214
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Subjek Penelitian pada Studi Pendahuluan... 86
Tabel 3.2 Subjek Penelitian pada Tahap Implementasi Model... 87
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Inventori Penyesuaian Diri Mahasiswa (Awal)... 92
Tabel 3.4 Pedoman Penafsiran Reliabilitas... 96
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Instrumen Inventori Penyesuaian Diri Mahasiswa (Akhir)... 97
Tabel 3.6 Pedoman Konversi Kriteria Penyesuaian Diri... 98
Tabel 4.1 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa FKIP Universitas Galuh... 105
Tabel 4.2 Profil Setiap Dimensi dan Indikator Penyesuaian Diri Mahasiswa FKIP Universitas Galuh... 107
Tabel 4.3 Gambaran Umum Kebutuhan... 139
Tabel 4.4 Silabus Layanan Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk Mengembangkan Penyesuaian Diri Mahasiswa... 157
Tabel 4.5 Jadwal Acara Pembukaan Implementasi Model... 161
Tabel 4.6 Jadwal Pelaksanaan Model... 162
Tabel 4.7 Daftar Personalia yang Terlibat dalam Implementasi Model... 165
Tabel 4.8 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Perlakuan... 166
Tabel 4.9 Profil Dimemsi & Indikator Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Perlakuan... 168
Tabel 4.10 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Masa Perlakuan... 175
Tabel 4.11 Profil Dimensi & Indikator Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Perlakuan... 176
Tabel 4.13 Perbedaan Profil Setiap Dimensi dan Indikator Penyesuaian
Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol dan Kelompok
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK
Gambar 2.1 Skematik Hubungan Antara Normal-Abnormal... 27
Gambar 2.2 Balanced/Round Wellness Wheel... 31
Gambar 2.3 Ilness-Wellness Continum... 31
Gambar 2.4 Proses Konseling Kecakapan Hidup... 62
Gambar 2.5 Desain Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup.. 73
Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran Penelitian... 80
Gambar 3.1 Rancangan Eksperimen... 84
Gambar 3.2 Prosedur dan Tahapan Pengembangan Model... 104
Grafik 4.1 Profil Umum Penyesuaian Diri Mahasiswa FKIP Universitas
Galuh
106
Grafik 4.2 Profil Setiap Dimensi Penyesuaian Diri Mahasiswa FKIP
Universitas Galuh
113
Grafik 4.3 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Eksperimen
Sebelum dan Setelah Perlakuan
167
Grafik 4.4 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol
Sebelum dan Setelah Masa Perlakuan
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. ADMINISTRASI PENELITIAN
1.1 Surat Keputusan Pembimbingan Disertasi
1.2 Surat Izin Penelitian
1.3 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian
LAMPIRAN 2. INSTRUMEN PENELITIAN
2.1 Instrumen Penelitian Inventori Penyesuaian Diri Mahasiswa (Awal)
2.2 Lembar Jawaban Inventori Penyesusian Diri (Awal)
2.3 Surat Permohonan Kesediaan Memberi Validasi Instrumen
2.4 Uji Validitas dan Reliabilitas
2.5 Instrumen Penelitian Inventori Penyesuaian Diri Mahasiswa (Akhir)
2.6 Lembar Jawaban Inventori Penyesusian Diri (Akhir)
2.7 Surat Permohonan Kesediaan Memberi Penimbangan Model
2.8 Silabus dan Rencana Pelaksanaan Layanan
2.9 Tugas Pekerjaan Rumah Mahasiswa
2.10 Pedoman Wawancara
LAMPIRAN 3. HASIL PENGOLAHAN DATA PENELITIAN
3.1 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Umum Penyesuaian Diri
3.2 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Setiap Dimensi dan Indikator
Penyesuaian Diri Mahasiswa
3.3 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Umum Penyesuaian Diri pada
Kelompok Eksperimen dan Sebelum dan Setelah Perlakuan
3.4 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Setiap Dimensi dan Indikator
Penyesuaian Diri pada Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah
Perlakuan
3.5 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Umum Penyesuaian Diri pada
3.6 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Setiap Dimensi dan Indikator
Penyesuaian Diri pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Perlakuan
3.7 Hasil Uji Perbedaan Rerata Independen Data Penyesuaian Diri Mahasiswa
pada Kelompok Kontrol dan Eksperimen Setelah Perlakuan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Kemajuan ilmu dan teknologi yang sangat cepat menimbulkan
perkembangan yang cepat pula dalam berbagai bidang kehidupan. Perkembangan
teknologi informasi membawa masyarakat ke arah kehidupan yang lebih terbuka,
komunikasi yang akurat dan cepat ke seluruh penjuru tanah air bahkan ke seluruh
penjuru dunia, semua ini membawa dampak kepada tatanan kehidupan yang
bersifat global. Globalisasi membuat kehidupan semakin kompetitif dan
meningkatnya ekspektasi kehidupan. Alternatif mewujudkan ekspektasi pada
setiap individu semakin bervariasi, dengan kemajuan bersifat global
menghadapkan manusia pada ketidakpastian sehingga nilai-nilai pragmatis
seringkali menjadi kekuatan dalam upaya pengambilan keputusan. Ambiguitas
menyebabkan stress, dan semakin sulitnya membedakan ukuran benar-salah
sehingga dalam penyesuaian diri mengalami banyak permasalahan, yang
memungkinkan terjadinya berbagai penyimpangan perilaku sosial, yaitu perilaku
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.
Dampak negatif dari globalisasi pada saat ini tidak dapat dihindari sehingga
manusia tidak mampu menyesuaikan diri secara sehat dan akhirnya munculnya
berbagai perilaku bermasalah di masyarakat (ketidakmampuan penyesuaian diri).
Situasi seperti diungkapkan di atas diprediksi memiliki pengaruh yang besar
terhadap kehidupan manusia. Pendidikan merupakan upaya strategis untuk
mecahkan masalah tersebut, dengan menanamkan pola berpikir yang selalu
memandang ke masa depan yang menuntut individu bertanggung jawab atas
pilihan keputusannya sehingga memperoleh kebermaknaan hidup baik secara
pribadi maupun sosial.
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
penyelenggaran pendidikan merupakan upaya strategis dalam mewujudkan
manusia Indonesia masa depan yang berkualitas. Indikasi manusia Indonesia yang
berkualitas memiliki kepribadian utuh yaitu: beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengertian
pendidikan dalam (UU Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, pasal 1 ayat 1,
tentang sistem pendidikan Nasional), dijelaskan bahwa:
pendidikan adalah usaha dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Melalui upaya pendidikan, peserta didik (mahasiswa) diharapkan dapat
melangsungkan kehidupannya yang lebih bermakna baik secara pribadi, sosial
atau bagi masyarakat luas. Kehidupan yang bermakna merupakan kehidupan yang
penuh dengan kesejahteraan. Kejahteraan dalam kehidupan sehari-hari seringkali
diinterpretasikan dengan masalah yang menyangkut finansial, dalam pengertian
ini bukan hanya itu tetapi menyangkut kepuasan yang bersifat psikologis.
Kesejahteraan psikologis ini merupakan pondamen penting bagi penyesuaian diri.
Penyesuaian diri dan kepribadian merupakan bagian integral yang tidak
terpisahkan dalam sepanjang kehidupan manusia (lifelong process), karena
kepribadian merupakan inti dari penyesuaian diri. Pernyataan ini selaras dengan
konsep kepribadian yang diungkapkan Allport (dalam Kartono, 2005, hlm.10)
bahwa kepribadian merupakan organisasi dinamik dalam individu atas
sistem-sistem psikofisis yang menentukan penyesusaian dirinya yang khas dengan
lingkunganya. Perkembangan penyesuaian diri setiap individu bersifat dinamis
dan bervariasi baik di lihat dari proses maupun hasilnya, dan cara individu
memahami realitas atau lingkungan termasuk menafsirkan dirinya ditentukan oleh
ukuran besarnya kekuatan kebutuhan dan nilai-nilai yang dimiliki individu yang
bersangkutan sehingga melahirkan perilaku yang disebut penyesuaian baik atau
sehat (welladjustment) bahkan melahirkan penyesuaian buruk (maladjustment).
Penyesuaian diri yang baik (welladjustment) memerlukan hubungan yang
memadai, seimbang terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, dan terhadap
Allah Swt, yang akan melahirkan kebahagiaan dalam hidupnya. Inti dari
penyesuaian diri adalah untuk membangun keseimbangan kekuatan antara
organisme (individu) dan lingkungannya atau realitas, sehingga manusia
penyesuaian yang baik yaitu memiliki kematangan dalam merespon (maturity of
response). Kematangan yang dimiliki individu dalam melakukan respon baik secara mental maupun behavioral merupakan pondamen yang akan menetukan
terhadap penyesuian yang efektif. Menurut pandangan Schneider (1964, hlm. 82),
bahwa penyesuaian efektif tergantung pada kematangan fisik, intelektual,
emosional, sosial, dan kematangan moral-agama. Sedangkan kekurangmatangan
dalam satu aspek perilaku dan pribadi, akan memungkinkan terjadinya kegagalan
atau ketidakmampuan menyesuaikan diri.
Berbicara tentang penyesuaian diri efektif, pada bidang kesehatan mental
disebut “Wellness“. Menurut Nicolas, dan Gobie (dalam Surya, 2009, hlm. 187-188), pribadi sehat atau ”wellness” merujuk kepada individu yang memiliki pribadi secara utuh atau sehat multidimensional (kesehatan yang paripurna),
bahwa individu yang bersangkutan memiliki kondisi sehat dalam berbagai
dimensi kehidupan yang meliputi dimensi: fisik, emosional, intelektual, sosial,
spiritual, dan vokasional. Hawari (2005, hlm. 4-5), menyebutnya sebagai pribadi
yang memiliki kesehatan secara holistik. Individu yang memiliki kesehatan
holistik yaitu memiliki kesehatan 4 dimensi, yaitu: sehat secara fisik, sehat secara
kejiwaan (psikologis), sehat secara sosial, dan sehat secara spritual. Yusuf (2009,
hlm. 14) menyebutnya pribadi sehat holistik ini sebagai manusia yang berdimensi ”bio-psiko-sosio-spiritual”, yaitu pribadi yang memiliki sehat secara biologis atau fisik, psikologis atau psikis, sosial, dan sehat secara spiritual atau moral-religius.
Menurut pandangan Joh. W.Travis (2003), orang yang memiliki pribadi sehat
(wellness) bersifat dinamis untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutannya secara seimbang pada setiap dimensi kebutuhan yang meliputi: dimensi pisik, psikologis,
sosial, dan dimensi spiritual.
Pribadi sehat berdasar pandangan Islam di antaranya seperti yang tertera
dalam Al-qur’an, Surat Al-mu’minun ayat 1-11 (dalam Iriandi dan Septianto,
2008, hlm. 652-653) sebagai orang yang beriman. Orang tersebut digambarkan
sebagai berikut: orang yang bersangkutan khusyuk dalam shalatnya, menjauhkan
diri dari perkataan dan perbuatan tidak berguna, menunaikan zakat, memelihara
amanah dan janjinya, memelihara shalatnya itulah orang yang mewarisi surga
Firdaus.
Penyesuaian diri efektif yang dimaksud dapat dipandang sebagai proses dan
hasil usaha yang dilakukan individu selama menjalani kehidupannya yang bersifat
dinamis untuk mencapai keseimbangan atau keharmonisan dalam menjalani
kehidupan. Penyesuaian diri sebagai proses merujuk kepada kemampuan individu
dalam mereaksi atau melakukan respon secara matang kepada berbagai kondisi
lingkungan baik berupa kebutuhan, tuntutan dan tekanan atau stress. Sedangkan
penyesuaian diri sebagai hasil usaha merujuk kepada perolehan atau hasil yang
dicapai, apakah memperoleh hasil yang baik (welladjusted) atau ketidakmampuan
(maladjusted).
Kaplan (1971), menegaskan bahwa ketidakmampuan menyesuaikan
mahasiswa di perguruan tinggi dapat menimbulkan masalah, indikasi ini dapat
dilihat antara lain: mahasiswa menunjukan keengganan dalam belajar bahkan
sejumlah mahasiswa tidak mampu menyelesaikan studinya (droupt out), dan
menunjukkan kenakalan (juvenile delikuen). Hal ini dikhawatirkan akan
mengganggu kesehatan mental (keadaan psikologis) yang merupakan faktor
utama menimbulkan perilaku menyimpang. Scheneiders (1964, hlm. 67),
menegaskan bahwa ketidakmampuan penyesuaian diri atau perilaku menyimpang
itu akan cenderung menyebar dari satu bagian ke bagian kepribadian yang
lainnya. Selanjutnya Kaplan secara tegas menyatakan bahwa upaya untuk
mencegah ketidakmampuan penyesuaian diri perlu dilakukan bukan hanya pada
lingkungan pendidikan formal saja, melainkan juga perlu adanya upaya
pencegahan pada tataran keluarga, dan bahkan pada masyarakat luas yang bersifat
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tertier.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Galuh merupakan salah
satu Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) swasta yang
menyelenggarakan pendidikan lebih diorientasikan kepada penyiapan calon-calon
(guru) atau pendidik. FKIP dihadapkan pada tututan yang tidak bisa dihindari,
yaitu untuk menghasilkan para lulusan (guru atau pendidik) yang profesional
sesuai dengan standar kelulusan sebagaimana tertuang dalam pasal 28 ayat (3)
ditegaskan perlu memiliki sejumlah kompetensi yang disyaratkan. Kompetensi
profesi pendidik (guru) yang dimaksud meliputi: kompetensi kepribadian,
paedagogik, sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi tersebut merupakan
satu keutuhan yang ditampilkan secara melekat pada diri pribadi seorang pendidik
(guru) dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru yang profesional. Guru yang
dikatakan profesional akan terlihat pada kinerjanya yang ditampilkan secara
profesional pula, hal ini ditunjukkan dengan penguasaan sejumlah kompetensi
secara integrasi dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru (pendidik). Kinerja
guru merupakan tanggung jawab professional hal ini akan tercermin diantaranya
dalam penampilan kualitas kepribadian dan kemampuan penyesuaian diri guru
yang bersangkutan. Menurut Surya (2004, hlm. 97), bahwa kompetensi kinerja
guru yang mantap akan tercermin dalam penampilan kepribadian guru yang
bersumber diantaranya pada kemampuan penyesuaian diri.
Hasil penelitian Dahlan (1982), menunjukkan aspek kepribadian calon guru
(pendidik) sangat berpengaruh terhadap sikap jabatan guru Sekolah Dasar.
Mengkaji hasil penelitian Dahlan di atas, menekankan pentingnya upaya
pengembangan kepribadian bagi tenaga pendidik dalam menghadapi tugas yang
yang akan dilakukan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Penelitian Chan, Lau
dan Yuen (2011), menekankan tentang pentingnya guru memiliki pribadi sehat
(wellness), hasilnya menunjukkan kesehatan guru memiliki hubungan dengan
pengembangan kecakapan hidup (pribadi, sosial, akademik, karir dan
pengembangan bakat) dan prestasi akademik siswa. Begitu pula hasil penelitian
Ito (2011), yang dilakukan di Jepang bahwa peranan wali kelas terutama
mengenai penciptaan situasi kelas yang kohesif mempengaruhi terhadap
kesehatan mental siswa. Pentingnya pengembangan pribadi sehat dirasakan pula
untuk tenaga pendidik lainnya seperti konselor sesuai dengan kajian Yoo Jin Jang
ddk (2011), bahwa kualitas kesejahteraan pribadi konselor yang terdiri dari
kamampuan empatik, nilai, sikap dan keyakinan memiliki dampak lebih besar
terdahap keefektifan konseling. Konselor yang tertekan atau terganggu stress,
tidak memungkinkan dapat melakukan layanan konseling secara optimal
Dengan memperhatikan pentingnya pemenuhan tuntutan lulusan berkualitas
salah satunya tentang kemampuan penyesuaian diri bagi para mahasiswa (calon
pendidik) yang diprediksi akan berdampak pada kinerja guru atau kinerja
pendidik, maka dalam upaya menghasilkan calon pendidik profesional tidak dapat
dicapai hanya dengan melakukan transformasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni, tetapi memerlukan bimbingan, pembinaan, dan perberdayaan seluruh aspek
pribadi perserta didik (mahasiswa).
Bimbingan merupakan salah satu upaya pendidikan yang diorientasikan
untuk membantu perkembangan perserta didik (mahasiswa) secara optimal yaitu
diantaranya penyesuaian diri (Depdiknas, 2008; dan Yusuf, 2009). Penyesuaian
diri didefinisikan sebagai kemampuan mahasiswa dalam melakukan respon
mental atau behavioral untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi masalahnya
(baik dimensi fisik, psikis, sosial, dan spiritual) secara matang, tepat dan sehat.
Artinya bahwa respon tersebut dilakukan dengan penuh pertimbangan, tepat,
memuaskan dan tidak merugikan dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya,
serta sesuai dengan norma dan agama yang dianutnya, sehingga individu yang
bersangkutan memiliki keseimbangan antara dirinya sendiri, hubungan dengan
orang lain serta hubungan dengan Allah Maha Pencipta.
Penyesuaian efektif merupakan perwujudan dari optimalnya perkembangan
penyesuaian diri yang dimiliki oleh setiap peserta didik (mahasiswa), hal ini
ditunjukkan dengan kemampuan mengembangkan pertumbuhan fisik secara
normal sehubungan dengan ukuran dan berat badan, tingkat kekuatan,
keterampilan, dan koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas
perkembangan fisiologis (fisik) dalam kehidupan sehari-hari (memiliki dimensi
kematangan fisik); memiliki sikap dan kemampuan mengeksplorasi isu-isu yang
berkaitan dengan pemecahan masalah, kreativitas, belajar, dan berpikir realistik
(memiliki kematangan intelektual); kemampuan dalam mengendalikan emosi
atau mengotrol emosi dalam mengahadapi berbagai situasi kehidupan secara
efektif sekalipun situasi tersebut menyakitkan (memiliki kematangan emosional);
kemampuan menjalin harmoni dengan orang lain dengan mengembangkan
komunikasi secara lebih baik dan respek terhadap lingkungan (memiliki
dan bertanggung jawab sehingga mampu mengarahkan hidupnya berdasarkan
nilai-nilai, norma yang berlaku dan keyakinan agama yang dianutnya (memiliki
kematangan moral-agama). Hal ini merupakan suatu keniscayaan bagi calon
pendidik, dengan demikian penyesuaian diri efektif bagi mahasiswa calon
pendidik perlu difasilitasi oleh lembaga pendidikan yang melibatkan semua
bidang yaitu: bidang akademik atau instruksional, administratif, kepemimpinan,
dan bidang bimbingan dan konseling.
Peranan bimbingan konseling di perguruan tinggi seyogyanya dipahami
oleh seluruh tenaga kependidikan, serta pelaksanaan mewarnai seluruh aktivitas
yang diselenggarakan di perguruan tinggi termasuk dalam proses belajar
mengajar. Peran bimbingan tersebut seperti yang ditegaskan Nurikhsan (2003,
hlm. 105-107), yaitu: peran bimbingan dalam kegiatan belajar mahasiswa sebagai
tugas profesional (professional responsibility); interaksi dosen-mahasiswa dalam
proses-belajar mengajar sebagai tugas manusiawi (human responsibility); dan
dalam interaksi manusiawi sebagai tugas kemasyarakatan (civic mission
responsibility). Ketiga peran bimbingan ini hendaknya terwujud pada semua kegiatan dosen dalam melaksanakan tugas tridarma perguruan tinggi untuk
mendukung peningkatan mutu lulusan atau hasil pendidikan itu sendiri, salah
satunya dalam membantu perkembangan penyesuaian diri mahasiswa ke arah
yang lebih efektif.
Paradigma bimbingan dan konseling yang dilaksanakan pada saat ini adalah
bimbingan dan konseling komprehensif yang didasarkan pada upaya pencapaian
tugas perkembangan yaitu mencapai kemandirian mahasiswa yang tertuang pada
pedoman penyelenggaraan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal
yang diterbitkan oleh Dirjen PMPTK (2007, hlm. 253-258), bahwa mahasiswa
perlu memiliki: (1) perkembangan landasan hidup religius, (2) landasan perilaku
etis, (3) perkembangan emosi, (4) perkembangan intelektual, (5) kesadaran
tanggung jawab sosial, (6) kesadaran gender, (7) pengembangan pribadi, (8)
kemandirian dan perilaku ekonomis, (9) wawasan dan kesiapan karir, (10)
perkembangan hubungan dengan teman sebaya, serta (11) kesiapan diri untuk
menikah dan berkeluarga. Paradigma bimbingan dan konseling komprehensif ini
semua dosen, dosen wali akdemik, dosen bimbingan dan konseling, orang tua
mahasiswa serta pihak terkait), pelaksanaannya terintegrasi dengan program
pendidikan fakultas dalam upaya membantu perkembangan potensi mahasiswa
secara optimal.
Tuntutan perkembangan mahasiswa ke arah kemandirian seiring dengan
kebutuhan akan pengembangan penyesuaian diri mahasiswa ke arah yang lebih
efektif perlu segera dilakukan upaya layanan yang relevan. Hal ini terlihat dari
beberapa data diantaranya: (1) berdasarkan hasil studi di lapangan tanggal 12
Maret 2012, mengenai perkembangan mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) di Universitas Galuh dengan sampel 122 orang, yang
diungkap melalui Inventori Tugas Perkembangan Mahasiswa, yang
dikembangkan oleh Kartadinata, dan Tim (ITP-PT, 2003), diperoleh hasil
gambaran perkembangan bahwa 51,43% mahasiswa memiliki perkembangan
belum optimal terkait dengan: aspek landasan hidup religius, landasan perilaku
etis, kematangan emosional, kematangan intelektual, kesadaran tanggung jawab,
penerimaan diri dan pengembangannya, wawasan dan penghayatan karir, serta
kematangan hubungan dengan teman sebaya. Mencermati data di atas
mengindikasikan masih banyak mahasiswa yang memerlukan bimbingan yang
relevan untuk memfasilitasi mahasiswa menuju ke arah kemandirian mahasiswa;
(2) fenomena perkembangan mahasiswa di atas diperkuat dengan hasil survey,
yang dilakukan tanggal 14 April 2012, menunjukan bahwa mahasiswa:
mengalami masalah pribadi (86,84%), masalah keluarga (40,79%), masalah
hubungan dengan teman (64,47%), masalah akademik/belajar (85,16%), dan
masalah karir (85,16%); (3) kemudian berdasar hasil diskusi yang dilakukan pada
akhir kegiatan seminar pengembangan kurikulum FKIP Universitas Galuh
berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia atau KKNI (Sundayana, 2012)
tanggal 27 Juli 2012, diperoleh masukan dari Kepala Bagian Kurikulum Dinas
Pendidikan Kabupaten Ciamis dan guru pembimbing praktik keguruan di
lapangan, bahwa tidak sedikit mahasiswa calon pendidik (calon guru) FKIP
Universitas Galuh dilihat dari sisi kompetensi paedagogik dan kompetensi
kepribadian belum sesuai dengan tuntutan kompetensi yang disyaratkan sebagai
banyak kritik mengenai penampilan dan kemampuan pribadi mahasiswa (calon
pendidik); (4) begitu pula berdasarkan hasil studi pendahuluan yang diungkap
melalui inventori penyesuaian diri mahasiswa (IPDM) yang dilaksanakan 16 Juli
2014, gambaran umum penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh
tahun akademik 2012/2013 dari jumlah sampel 125 orang (N=125), menujukkan
bahwa penyesuaian diri mahasiswa yang tergolong penyesuaian kategori baik
37,6%, cukup 62,4%. artinya bahwa mahasiswa sebagian besar memiliki
kemampuan penyesuaian diri cukup. Namun demikian dilihat pada setiap
indikator masih ada beberapa mahasiswa yang kurang memiliki kematangan
terkait beberapa dimensi penyesuaian diri. Pada dimensi kematangan fisik, yaitu
indikator memiliki pertumbuhan fisik secara sehat dalam melakukan tugas
sehari-hari, dorongan untuk meningkatkan kebugaran jasmasi, dan melakukan upaya
pengembangan dalam menjaga kesehatan fisik. Dimensi kematangan intelektual,
yaitu pada indikator kemampuan membuat keputusan dengan berbagai
pertimbangan. Dimensi kematangan moral-agama yaitu pada indikator ketaatan
dalam menjalankan perintah Allah, dan kemampuan dalam memiliki kesadaran
etika dan hidup jujur sesuai dengan nilai-nilai berlaku. Data di atas didukung
dengan perolehan hasil wawancara dengan dosen wali akademik, bahwa masih
dijumpai mahasiswa yang kurang mampu melakukan penyesuaian diri. Hal ini
terlihat dari beberapa indikator diantaranya: mahasiswa kurang memperhatikan
etika dan sopan santun seperti mencontek, kurang respek; menunjukkan
ketidakseriusan dalam mengikuti perkuliahan seperti: tidak percaya diri pada
potensi yang dimilikinya, mengerjakan tugas tidak sesuai harapan, jarang masuk
perkuliahan karena sering sakit, alasan bekerja, terlambat menyelesaikan
perkuliahannya atau tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, dan bahkan
ke luar tanpa alasan yang jelas (droupt out).
Hasil dari analisis data di atas mengindikasikan bahwa tidak sedikit
mahasiswa yang memerlukan upaya layanan bimbingan dan konseling. Dengan
kata lain mahasiswa FKIP memiliki kebutuhan akan bimbingan dan konseling
untuk memfasilitasi perkembangan penyesuaian diri ke arah yang lebih efektif,
terutama terkait kemampuan mengembangkan pertumbuhan fisik secara normal
koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas perkembangan fisik dalam
kehidupan sehari-hari (dimensi kematangan fisik); sikap dan kemampuan
mengeksplorasi isu-isu yang berkaitan dengan pemecahan masalah, kreativitas,
belajar, dan berpikir realistik (dimensi kematangan intelektual); kemampuan
dalam mengendalikan emosi atau mengontrol emosi dalam menghadapi berbagai
situasi kehidupan secara efektif sekalipun situasi tersebut menyakitkan (dimensi
kematangan emosional); kemampuan menjalin harmoni dengan orang lain dengan
mengembangkan komunikasi secara lebih baik dan respek terhadap lingkungan
(dimensi kematangan sosial); serta kemampuan individu untuk mencari arti atau
makna hidup dan bertanggung jawab sehingga mampu mengarahkan hidupnya
berdasarkan nilai-nilai, norma yang berlaku dan keyakinan agama yang dianutnya
(dimensi kematangan moral-agama).
Pelaksanaan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi khususnya di
FKIP Universitas Galuh, dalam memfasilitasi penyesuaian diri mahasiswa ke arah
lebih efektif dihadapkan pada beberapa persoalan yaitu: (1) persepsi dosen dan
tenaga kependidikan lainnya masih kurang positif, diantaranya masih ada dosen
beranggapan bahwa bimbingan dan konseling di perguruan tinggi tidak penting
karena mahasiswa sudah dewasa mampu memecahkan masalah sendiri; (2)
pelaksanaan bimbingan masih belum optimal, hal ini terfokus pelaksanaan
bimbingan itu lebih ke bimbingan akademik itupun hanya sebatas kepentingan
pengisian kontrak rencana studi (KRS) mahasiswa yang dilakukan oleh dosen
pembimbing akademik (dosen wali) pada setiap awal semester; (3) dukungan dari
pihak manajemen masih kurang, hal ini terlihat belum optimalnya kerjasama
antara semua pihak yaitu kerjasama pimpinan prodi dengan semua dosen dan wali
akademik, serta fasilitas ruangan khusus untuk melaksanakan kegiatan bimbingan
dan konseling yang masih terbatas, disebabkan kerena adanya keterbatasan biaya;
(4) adanya keterbatasan dosen ahli dibidang bimbingan dan konseling, hal ini
masih sebagian besar dosen bimbingan dan konseling masih melibatkan praktisi
yang terikat dengan institusinya di luar FKIP Universitas Galuh; dan (5) belum
adanya model yang dirancang secara sistematis untuk memberikan layanan
ini karena adanya keterbatasan dosen bimbingan konseling sehingga layanan yang
lebih diprioritaskan pada komponen layanan responsif.
Kondisi mahasiswa di perguruan tinggi dilihat dari sudut perkembangan,
mereka berada dalam posisi menuju kemandirian. Menurut Erikson (dalam
Hurlock, 1980, hlm. 208) mereka berada pada tahap penemuan identitas, yang
disebut sebagai ”krisis identitas”. Pada masa ini mereka berusaha menemukan
identitas jati dirinya dihadapkan pada dirinya sendiri dan juga pada
lingkungannya. Kondisi mahasiswa yang berada dalam proses berkembang
menuju kemandirian tidak berlangsung secara mulus atau bebas dari masalah, atau
tidak selalu berjalan lurus dalam alur linier atau searah dengan potensi, harapan
dan nilai-nilai yang dianut (Depdiknas, 2008, hlm. 192). Menurut pendapat
Havigurst (dalam Mapriare, 2010, hlm. 68), menegaskan bahwa kegagagalan
seseorang dalam menguasai tugas perkembangan akan menimbulkan malasuai
yang hebat, penolakan sosial, dan akan menambah kesukaran baginya dalam
menguasai tugas perkembangan selanjutnya. Demikian pula menurut pendapat
Scheneiders (1964, hlm. 67), dengan ketidakmampuan penyesuaian diri itu adalah
kelumpuhan merayap dan akan cenderung menyebar dari satu bagian ke bagian
kepribadian yang lainnya.
Dengan memperhatikan fenomena, kondisi, dan kebutuhan mahasiswa di
atas mengisyaratkan bahwa upaya penyiapan tuntutan mahasiswa FKIP sebagai
calon pendidik (guru) profesional masa depan memerlukan bahan kajian serius,
maka perlu segera dilakukan upaya bantuan bimbingan dan dan konseling yang
relevan untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa ke arah lebih efektif.
Argumen ini didukung bahwa rendahnya kemampuan penyesuaian diri dan
kemandirian mahasiswa diprediksi akan mempengaruhi perkembangan
kepribadian mahasiswa yang akan menentukan terhadap keberhasilan studi
mahasiswa, bahkan juga berhubungan dengan masalah pribadi, sosial, dan karir
mahasiswa tersebut, lebih jauh kemungkinan besar berpengaruh pada tuntutan
kinerja sebagai guru profesional. Kinerja guru merupakan tanggung jawab
profesional hal ini akan tercermin diantaranya dalam penampilan kualitas
kepribadian dan kemampuan penyesuaian diri guru yang bersangkutan. Surya
tercermin dalam penampilan kepribadian guru yang bersumber diantaranya pada
kemampuan penyesuaian diri. Maka kepemilikan penyesuaian diri yang efektif
atau pribadi sehat bagi calon pendidik merupakan suatu keharusan dan tidak bisa
ditoleransi, mengingat bahwa guru merupakan ujung tombak pendidikan yang
berperan sebagai pelaksana langsung dalam mengimplementasikan semua
kebijakan pendidikan mikro di kelas, hal ini merupakan salah satu faktor yang
akan menentukan keberhasilan pendidikan yang berkualitas.
Pengembangan penyesuaian diri mahasiswa terkait kajian penelitian ini
selaras dengan upaya pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara (dalam
BSNP, 2010, hlm. 6), bahwa pendidikan diorientasikan untuk peserta didik
menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual. Makna dari
manusia merdeka yang dimaksud adalah bahwa peserta didik (mahasiswa)
bersangkutan mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek
kemanusiaannya, dan mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap
orang. Dengan upaya pendidikan menghasilkan peserta didik yang berkepribadian
merdeka, yaitu: sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat
yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan
orang lain.
Pengembangan kemampuan penyesuaian diri mahasiswa ini jika dilihat dari
misi pendidikan nasional berbasis kecakapan hidup, berada pada posisi atau
termasuk pada kecakapan generik yaitu kecakapan pribadi (personal skill),
dimana individu dituntut untuk memiliki kesadaran diri, kemampuan berpikir
rasional, serta melakukan hubungan sosial. Kesadaran diri merupakan
penghayatan diri sebagai mahluk individual yang mampu menyadari kelebihan
dan kekurangan yang dimilikinya untuk meningkatkan diri yang bermanfaat bagi
dirinya sendiri atau lingkungannya, sebagai mahluk sosial atau sebagai anggota
masyarakat, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kecakapan berpikir
rasional mencakup kecakapan: menggali pengetahuan atau informasi, mengelola
informasi dan mengambil keputusan, serta memecahkan masalah secara kreatif
dan positif. Kecakapan sosial, kecakapan ini mencakup kecakapan berkomunikasi
dan menjalin kerjasama dengan orang lain (Depdiknas, 2002). Upaya
nasional yang berbasis kecakapan hidup. Hal ini selaras dengan misi pendidikan
Unesco yang terkenal dengan empat pilar pendidikan. Empat pilar pendidikan
tersebut yaitu: belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat
atau bekerja (learning to do), belajar untuk hidup bermasyarakat (learning to live
together with other), belajar untuk menjadi jati diri (learning to be) dan belajar sepanjang hayat (learning throughout life) (Dirjen Dikti, 2005, hlm.1). Empat
pilar pendidikan tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang perlu diakomodir
dalam kegiatan pembelajaran dan bimbingan sehingga mahasiswa menguasai
kompetensi secara holistik yang bermakna.
Esensi dari pengembangan penyesuaian diri efektif ini adalah
pengembangan akan kesadaran dan tanggung jawab mahasiswa dalam menjalani
kehidupan, dalam hal ini tanggung jawab sebagai calon pendidik profesional.
Tanggung jawab ini tidak sekedar menekankan pada segi kognitif atau intelektual
semata melainkan perlu dilakukan dalam wujud nyata yaitu berupa tindakan dan
perilaku nyata dalam kehidupan, hal tersebut meliputi: kesadaran dan tanggung
jawab akan pemeliharaan kodisi fisik dalam melaksanakan tugas sehari-hari;
kesadaran dan tanggunggung jawab dalam mengembangkan wawasan dan
pengetahuan mengeksplorasi isu-isu yang berkaitan dengan pemecahan masalah,
kreativitas, belajar, dan berpikir realistik; kesadaran akan tanggung jawab dalam
mengendalikan serta mengontrol emosi dalam mengahadapi berbagai situasi
kehidupan secara efektif sekalipun situasi tersebut menyakitkan; keasadaran akan
tanggung jawab menjalin harmoni dengan orang lain dengan mengembangkan
komunikasi secara lebih baik dan respek terhadap lingkungan; serta kesadaran
akan tanggung jawab dalam mencari arti atau makna hidup dan bertanggungjawab
sehingga mampu mengarahkan hidupnya berdasarkan nilai-nilai, norma yang
berlaku dan keyakinan agama yang dianutnya.
Berpijak dari beberapa pemikiran yang telah dipaparkan di atas untuk
pengembangan penyesuaian diri mahasiswa ke arah lebih efektif, maka salah satu
alternatif layanan yang diprediksi relevan dengan kondisi mahasiswa adalah
dengan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup. Model bimbingan dan
konseling kecakapan hidup yang dimaksud dalam kajian ini merupakan salah satu
penyesuaian diri mahasiswa yang dalam pelaksanaan layanannya berdasarkan
teori lifeskills counseling dari Nelson-Jones (2005). Model ini menempatkan
posisi manusia sebagai mahluk yang memiliki kekuatan atau potensi untuk
memberdayakan dirinya menjadi manusia yang bertanggung jawab pada dirinya
sendiri secara efektif dan berfungsi secara penuh untuk menentukan kehidupannya
baik masa kini maupun masa depan. Selain itu model bimbingan konseling
kecakapan hidup ini menurut Nelson, (dalam Palmer, 2011, hlm 230-231),
menawarkan banyak manfaat untuk mengembang kesadaran diri (responsiveness),
keterampilan berpikir (realism), keterampilan berelasi (relating), keterampilan
mengatur aktivitas (activities) termasuk aktivitas fisik, dan keterampilan berpilaku
etis (Right and wrong). Keterampilan kesadaran eksistensi diri meliputi:
kesadaran perasaan, kesadaran motivasi diri, dan sensivitas pada kecemasan dan
perasaan bersalah. Keterampilan berpikir, keterampilan ini meliputi keterampilan
seperti: berbicara dengan kata hati (self talk) yang meneguhkan diri inidvidu, dan
keterampilan visualisasi. Keterampilan berelasi, keterampilan ini termasuk
keterampilan mengadakan hubungan, mengelola masalah, dan memecahkan
masalah yang behubungan dengan masalah sosial. Keterampilan identifikasi
minat, bekerja, belajar, menggunakan waktu luang, serta menjaga kebugaran serta
kesehatan fisik termasuk kepada keterampilan mengatur aktivitas. Keterampilan
berpilaku etis (Right and wrong), yaitu keterampilan untuk membedakan benar
dan salah dalam bertindak yang terkait dengan keterampilan menerapkan etika,
dan nilai-nilai dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Pendapat Nelson-Jones
(2005, hlm. 41) dengan mengembangkan keterampilan berpikir dan bertindak
(lifeskills) secara efektif dapat mencapai perkembangan potensi manusia atau
menjadi manusia yang berfungsi penuh. Maslow mendeskripsikan karakteristik
orang tersebut self actualizing yaitu sebagai orang yang mampu melakukan upaya
untuk mencapai tujuan positif (Maslow, 1970).
Berdasarkan hasil penelitian model lifeskill counseling ini terbukti
keefektifannya dalam mengembangkan berbagai potensi perseta didik di berbagai
tataran, diantaranya: mampu mengembangkan dimensi kendali pribadi yang tegar
pada siswa SMU di kota Bandung (Sukartini, 2003); dalam memberdayakan
mengatasi masalah (melakukan coping), dan mampu melakukan penyesuaian yang
lebih baik (Srikala.B dan Kishore, 2010); dapat meningkatkan kemandirian anak
tunalaras di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani Bambu Apus Jakarta
Timur (Kurniadi, 2005).
Atas dasar pemikiran dan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas,
maka penelitian ini difokuskan pada kajian model bimbingan dan konseling
kecakapan hidup untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasar latar belakang dan fenomena perkembangan penyesuaian diri
mahasiswa yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa pokok permasalahan
dapat diidentifikasi sebagai telaahan dalam penelitian ini, yaitu.
Pertama, masih banyak mahasiswa yang memiliki aspek tugas perkembangan yang belum optimal terkait dengan: aspek landasan hidup religius,
landasan perilaku etis, kematangan emosional, kematangan intelektual, kesadaran
tanggung jawab, penerimaan diri dan pengembangannya, wawasan dan
penghayatan karir, serta kematangan hubungan dengan teman sebaya. Hal ini
mengindikasikan masih banyaknya mahasiswa yang memerlukan bimbingan yang
relevan untuk memfasilitasi mahasiswa menuju kemandirian sesuai dengan tugas
perkembangan mahasiswa.
Kedua, mahasiswa yang mengalami masalah pribadi menunjukkan persentase yang paling tinggi yang dialami mahasiswa, dibanding masalah
akademik atau belajar, masalah karir, masalah hubungan dengan teman atau
hubungan sosial, dan masalah keluarga.
Ketiga, tidak sedikit jumlah mahasiswa FKIP Universitas Galuh sebagai
calon pendidik belum memiliki kompetensi paedagogik dan kompetensi
kepribadian yang sesuai dengan tuntutan kompetensi yang disyaratkan sebagai
calon pendidik professional.
Keempat, masih banyak mahasiswa yang memiliki kemampuan penyesuaian diri yang tergolong penyesuaian kategori cukup, bahkan ditemukan beberapa
mahasiswa yang kurang mampu memiliki pertumbuhan fisik secara sehat dalam
kebugaran jasmani, dan kurang melakukan upaya pengembangan dalam menjaga
kesehatan fisik (indikator yang terdapat pada dimensi kematangan fisik), kurang
mampu membuat keputusan dengan berbagai pertimbangan (indikator yang
terdapat pada dimensi kematangan intelektual), serta kurang taat menjalankan
perintah Allah, dan memiliki kesadaran etika dan hidup jujur sesuai dengan
nilai-nilai berlaku (indikator yang terdapat pada dimensi kematangan moral-agama).
Kelima, pelaksanaan bimbingan masih belum optimal, bimbingan itu lebih fokus ke bimbingan akademik itupun hanya sebatas kepentingan pengisian
kontrak rencana studi (KRS) mahasiswa; persepsi dosen dan tenaga kependidikan
lainnya masih kurang positif, dukungan dari pihak manajemen masih kurang;
belum adanya fasilitas ruangan khusus untuk melaksanakan kegiatan bimbingan
dan konseling; serta belum adanya model bimbingan yang dirancang secara
sistematis untuk memberikan layanan khususnya untuk pengembangan
penyesuaian diri mahasiswa secara efektif.
Keenam, model bimbingan dan konseling kecakapan hidup merupakan salah satu pola bimbingan dan konseling yang digunakan untuk mengembangkan
penyesuaian diri mahasiswa dengan fokus strategi yang dianggap mutakhir yaitu
melalui pengembangan keterampilan berpikir (thinking skills) dan bertindak
(action skills) secara efektif dengan keterampilan mengelola dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Nelson-Jones (2005, hlm. 11),
dengan cara mengembangkan keterampilan berpikir (thinking skills) dan bertindak
(action skills) secara efektif atau lifeskills dapat mencapai perkembangan potensi manusia atau menjadi manusia yang berfungsi penuh.
Berdasar latar belakang dan indentifikasi masalah penelitian yang telah
dipaparkan di atas, maka penelitian ini lebih difokuskan pada pengembangan
penyesuaian diri mahasiswa, dan model bimbingan dan konseling kecakapan
hidup diprediksi relevan dan efektif untuk pengembangan penyesuaian diri
mahasiswa. Selanjutnya penulis ingin mencoba untuk menguji efektivitas model
bimbingan konseling kecakapan hidup untuk pengembangan penyesuaian diri bagi
mahasiswa di FKIP Universitas Galuh.
Dengan mencermati masalah penelitian tersebut, maka rumusan masalah
kecakapan hidup yang efektif untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa?”. Secara rinci rumusan masalah penelitian tersebut dideskripsikan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana profil penyesuaian diri mahasiswa di FKIP Universitas Galuh?
2. Seperti apa rumusan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk
pengembangan penyesuaian diri mahasiswa?
3. Bagaimana gambaran atau profil penyesuaian diri mahasiswa baik kelompok
kontrol maupun kelompok eksperimen sebelum dan setelah mendapat layanan
model bimbingan dan konseling kecakapan hidup?
4. Apakah model bimbingan dan konseling kecakapan hidup efektif untuk
pengembangan penyesuaian diri mahasiswa?
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model bimbingan
konseling kecakapan hidup yang efektif untuk pengembangan penyesuaian diri
mahasiswa calon pendidik. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk
menemukan hal-hal berikut.
1. Profil penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh.
2. Model bimbingan dan konseling kecakapan hidup teruji untuk pengembangan
penyesuaian diri mahasiswa.
3. Gambaran atau profil penyesuaian diri mahasiswa baik kelompok kontrol
maupun kelompok eksperimen sebelum, dan setelah mendapat layanan model
bimbingan dan konseling kecakapan hidup.
4. Keefektivan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk
pengembangan penyesuaian diri mahasiswa.
1.4 Manfaat/Signifikansi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan dalam pengembangan
ilmu pendidikan maupun dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling khususnya
di lingkungan FKIP Universitas Galuh.
1. Manfaat teoretis, diharapkan dapat: (a) memberikan wawasan dalam khasanah
bimbingan dan konseling kecakapan hidup yang dapat digunakan untuk
pengembangan penyesuaian diri mahasiswa; dan (b) memberikan wawasan
tentang penggunaan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk
keperluan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi khususnya di FKIP
Universitas Galuh untuk membantu mahasiswa calon pendidik
mengembangkan penyesuaian diri efektif, yang sampai saat ini belum
dilakukan.
2. Manfaat praktis, meliputi: (a) hasil penelitian ini dapat menawarkan model
bimbingan konseling kecakapan hidup sebagai suatu strategi alternatif dalam
mengembangkan penyesuaian diri khususnya bagi mahasiswa di FKIP
Universitas Galuh yang direfleksikan sebagai calon pendidik sekolah
menengah. Dengan menggunakan model bimbingan dan konseling kecakapan
hidup ini dapat memperkaya model bimbingan dan konseling lainnya untuk
mengembangkan penyesuaian diri mahasiswa; (b) menyumbangkan model
bimbingan dan konseling kecakapan hidup secara teoretik maupun praktik
untuk mengembangkan penyesuaian diri mahasiswa calon pendidik sehingga
dapat membantu para konselor untuk membantu perkembangan mahasiswa ke
arah penyesuaian diri efektif; dan (c) memberi masukan bagi program
bimbingan dan konseling di perguruan tinggi khususnya di FKIP Universitas
Galuh untuk memasukan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup
sebagai bidang kajian lebih lanjut dalam membantu perkembangan pribadi
mahasiswa yaitu penyesuaian diri efektif dengan membangun kerjasama yang
komprehensif dengan berbagai pihak.
1.5 Struktur Organisasi Disertasi
Struktur organisasi disertasi ini, meliputi: Bab 1 pendahuluan, yang di
dalamnya terdiri dari: latar belakang penelitian; rumusan masalah penelitian;
tujuan penelitian; manfaat penelitian; dan struktur organisasi disertasi. Bab 2
kajian pustaka atau landasan teoretis penyesuaian diri dan model bimbingan dan
konseling kecakapan hidup, yang terdiri dari: konsep dan dimensi penyesuaian
diri; kerangka teoretis konseling kecakapan hidup; model bimbingan dan
penelitian terdahulu; dan posisi teoretis peneliti. Bab 3 metode penelitian, terdiri
dari: pendekatan dan metode penelitian; desain penelitian dan cara penentuan
lokasi dan subyek penelitian; definisi operasional penelitian; proses
pengembangan instrumen; analisis data penelitian; dan prosedur dan tahapan
pengembangan model. Bab 4 temuan dan pembahasan: profil penyesuaian diri
mahasiswa FKIP Universitas Galuh; model bimbingan dan konseling kecakapan
hidup untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa; profil penyesuaian diri
mahasiswa kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol sebelum dan setelah
perlakuan; efektivitas model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk
pengembangan penyesuaian diri mahasiswa; serta keterbatasan penelitian. Bab 5
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model konseling kecakapan
hidup yang teruji untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa di FKIP
Universitas Galuh. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan didukung penelitian kuantitatif. Berdasarkan telaahan Syaodih
(dalam Natawidjaya, 2007, hlm. 221), pendekatan penelitian disebut juga sebagai
paradigm penelitan, secara garis besar pendekatan atau paradigma penelitian ini
meliputi pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif
dilandasi filsafat positivism yang bertolak dari asumsi bahwa realita bersifat
tunggal dalam arti lepas dari kepercayaan dan persepsi subyektif yang dapat
diukur dengan instrument baku, generalisasi dikonstruksi dari hasil perhitungan
statistik. Pendekatan kualitatif yang bertolak dari pandangan pospositivisme
bahwa realita bersifat jamak, kontekstual dan hanya dapat diteliti dengan
menggunakan manusia sebagai instrument, generalisasi menggunakan analisis
induktif yang menggambarkan kenyataan yang berdimensi jamak. Menurut
Syaodih, kedua pendekatan ini bisa dipadukan, sebagai alasan sebagai upaya
koreksi terhadap kelemahan dari penelitian kuantitatif yang sangat eksak
mekanistik, sebab dalam kenyataan, terutama dalam bidang sosial dan humaniora
tidak semua kenyataan dapat dijelaskan secara eksak-mekanistik. Sedangkan
Creswell (2010, hlm. 181), tentang penggunaan paradigma gabungan kwantitatif
dan kwalitatif dilakukan dengan alasan yang diajukannya pragmatis karena
adanya kebutuhan yaitu meneliti masalah penelitian.
Mengingat penelitian ini bertujuan menemukan model bimbingan dan
konseling kecakapan hidup yang efektif untuk pengembangan penyesuaian diri
mahahiswa FKIP Universitas Galuh, maka pendekatan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan didukung penelitian kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengkaji tentang keadaan gambaran atau
profil penyesuaian diri mahasiswa yang datanya diperoleh melalui instrument
lebih menekankan pada analisis profil penyesuaian diri mahasiswa dan hasil
validasi rasional model hipotetik bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk
pengembangan penyesuaian diri mahasiswa berdasar perolehan penilaian dari
pakar bimbingan dan konseling. Kombinasi pendekatan di atas digunakan untuk
meningkatkan perolehan data terhadap validasi konklusi dalam upaya
menghasilkan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup yang efektif
untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa. Senada dengan pendapat
Creswell (1994, hlm. 145, 2010, hlm. 320), bahwa penggabungan penggunaan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif secara terpadu dapat mencapai hasil yang
optimal. Penggunaan penggabungan pendekatan ini dengan menggunakan strategi
eksplanatoris sekuensial. Strategi ini diterapkan dengan pengumpulan data dan
analisis data kuantitatif pada tahap pertama yang diikuti oleh pengumpulan dan
analisis data kualitatif pada tahap kedua yang dibangun berdasarkan hasil awal
data kuantitatif. Tujuan penggunaan strategi ini adalah menggunakan data dan
hasil kuantitatif untuk membantu menafsirkan penemuan kualitatif.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode eksperimen yakni
metode kuasi atau semi eksperimen. Alasan yang mendasari penggunaan metode
ini, karena peneliti ingin menguji hipotesis tentang keefektivan model bimbingan
dan konseling kecakapan hidup untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa
FKIP Universitas Galuh tahun akademik 2012/2013. Hipotesis penelitian ini
seperti yang telah dipaparkan pada bab II dirumuskan sebagai berikut: “Model bimbingan dan konseling kecakapan hidup efektif untuk pengembangan
penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh tahun akademik 2012/2013”. Hipotesis penelitian yang telah dirumuskan tersebut dapat dijawab dengan
menguji data penyesuaian diri mahasiswa pada kelompok kontrol dan kelompok
eksperiment setelah mendapat perlakuan yakni berupa pemberian layanan model
bimbingan dan konseling kecakapan hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat
Shaughnessy dkk. (2006, hlm. 239), bahwa penggunaan metode eksperimen ini
menguji hipotesis tentang penyebab prilaku sehingga peneliti memungkinkan
untuk memberi kesimpulan apakah sebuah perlakuan tersebut mengubah prilaku
secara efektif. Dengan demikian penggunaan metode penelitian ini relevan dan
3.2Desain; Lokasi, dan Subyek Penelitian
3.2.1 Desain Penelitian
Rancangan atau desain metode semi eksperimen yang digunakan adalah “nonequivalent pre-test and post-test control group design”, yaitu sebuah metode penelitian popular yang sering dijumpai dalam mengkaji masalah sosial.
Penggunaan desain semi eksperimen dimana kelompok ekperimen dan kelompok
kontrol dipilih tanpa pemilihan secara acak. Pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol sama-sama diberikan pre-test dan post-test, hanya pada
kelompok ekesperimen saja yang diberikan layanan model bimbingan dan
konseling kecakapan hidup. Rancangan desain ekperimen ini digunakan dalam
menguji efektivitas model bimbingan dan konseling kecakapan hidup (MBKKH)
untuk pengembangan penyesuian diri mahasiswa. Secara visual rancangan metode
semi eksperimen penelitian ini seperti tertera pada gambar 3.1 di bawah ini:
1.
Gambar 3.1
Rancangan Metode Semi Eksperimen (Creswell 2010, hlm. 242)
Keterangan:
O1 adalah skor pre-test pada kelompok eksperimen (skor penyesuian diri
mahasiswa) sebelum perlakuan.
X adalah perlakuan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup.
O2 adalah skor post-test pada kelompok eksperimen (skor penyesuaian
diri mahasiswa) setelah perlakuan.
O3 adalah skor pre-test pada kelompok kontrol (skor penyesuaian diri
mahasiswa).
O4 adalah skor post-test pada kelompok kontrol (skor penyesuaian diri
mahasiswa).
O 1 X O2
3.2.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Ciamis, jelasnya di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Galuh. Alasan dipilihnya
Universitas Galuh dijadikan lokasi penelitian, diantaranya: Pertama, perguruan tinggi ini tergolong kelas “menengah”, mahasiswa yang ada di perguruan tinggi ini berasal dari lapisan masyarakat yang bervariasi, sehingga memungkinkan
proses dan hasil penyesuaian diri mahasiswanya bervariasi. Kedua, bahwa
perguruan tinggi ini merupakan tempat bekerja peneliti yang mana ingin
menyumbangkan sedikit kontribusi hasil penelitiannya dalam mendukung
tercapainya tujuan institusi dalam rangka mempersiapkan calon pendidik/guru
sekolah menengah sesuai dengan tuntutan kinerja atau kompetensi prasyarat
sebagai pendidik professional yang tertuang dalam PP No 19 tahun 2005, tentang
Standar Nasional Pendidikan.
3.2.3 Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FKIP Universitas
Galuh tahun akademik 2012/2013 dengan kriteria sebagai berikut: (1) mahasiswa
yang bersangkutan mengikuti tes seleksi calon mahasiswa dan lulus seleksi masuk
Universitas Galuh tahun akademik 2012/2013, (2) terdaftar secara administrasi
sebagai mahasiswa FKIP Universitas Galuh, (3) mahasiswa yang bersangkutan
aktif mengikuti perkuliahan.
Berdasar pertimbangan tersebut, jumlah seluruh mahasiswa Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan tahun akademik 2012/2013 sebanyak 1003 orang
yang tersebar pada 6 program studi, yaitu : Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia 139 mahasiswa, Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris 199
orang, Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreaksi 311 orang,
Program Studi Biologi 88 orang, Program Studi Pendidikan Akuntansi 122 orang,
Program Studi pendidikan Sejarah 64 orang, dan Program Pendidikan matematika
80 orang (Sumber data, Kabag Akademik Universitas Galuh tahun 2012/2013).
Mengingat prosedur pengembangan model dalam penelitian ini terdiri dari empat
tahap, yaitu: tahap studi pendahuluan, tahap rencana pengembangan model
konseling yang teruji. Maka subjek penelitian yang terlibat setiap tahapan
berbeda. Pada tahap studi pendahuluan, subjek penelitiannya adalah mahasiswa
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tahun akademik 2012/2013 sebanyak 125
orang, penentuan sampel digunakan dengan teknik penyampelan peluang
(probality sampling), yaitu dengan jenis penyampelan kluster (gugus) berupa
kelas yang sudah ada dengan alasan bahwa kelompok kelas tersebut telah
terbentuk (kelompok intact) yang tidak memungkinkan untuk diubah baik dalam
jumlah, situasi maupun susunan anggotanya (Ali, 2010, hlm 275). Adapun
subjek penelitian pada tahap studi pendaluluan, seperti terdapat pada tabel 3.1
berikut.
Tabel 3.1
Subjek Penelitian pada Studi Pendahuluan
No Program studi Jumlah
mahasiswa
1. Pendidikan Biologi kelas A 18
2. Pendidikan Matematika kelas A 20
3. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia kelas C 25
4. Pendidikan Bahasa Inggris kelas E 16
5. Pendidikan Akuntansi kelas D 21
6. Pendidikan Sejarah kelas A 13
7. Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi G 12
Jumlah 125
Selanjutnya pada tahap implementasi model yang dijadikan subjek
penelitian adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tahun
akademik 2012/2013 yaitu: mahasiswa prodi pendidikan bahasa Indonesia,
mahasiswa prodi pendidikan matematika, dan program studi akuntansi.
Berdasarkan data mahasiswa dari tiga program studi yang jumlah mahasiswa yang
seharusnya hadir untuk dijadikan sampel penelitian sebanyak 76 orang, namun
mahasiswa yang bersedia untuk dilibatkan sebagai subyek penelitian ini sebanyak
40 orang. Jumlah subjek penelitian ini diperuntukan bagi kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Ukuran sampel ini dianggap layak untuk kepentingan
penelitian (Sugiono, 2006, hlm. 131). Adapun penentuan sampel penelitian baik
alasan tidak dimungkinkannya dilakukan random assignment, tetapi menggunakan kelas yang sudah ada selain itu berdasar pada tujuan penelitian serta
kesepakatan mahasiswa. Adapun subjek penelitian pada tahap implementasi
model ini, seperti terdapat pada tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2
Subjek Penelitian pada Tahap Implementasi Model
No Program studi Kelompok
eksperimen
Kelompok kontrol 1. Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia 8 8
2. Pendidikan Matematika 7 7
3. Pendidikan Akuntansi 5 5
Jumlah 20 20
3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini meliputi dua variabel, yaitu: (1) penyesuaian
diri mahasiswa, dan (2) konseling kecakapan hidup. Penyesuaian diri mahasiswa,
yang meliputi: dimensi kematangan fisik, kematangan psikologis (intelektual dan
emosional), kematangan sosial, dan kematangan moral-agama sebagai perilaku
sasaran penelitian yang mau dikembangkan yang disebut dengan variabel
dependen (variabel terikat), sedangkan model bimbingan dan konseling kecakapan
hidup sebagai salah satu model layanan untuk mengembangkannya yang disebut
sebagai variabel independen (variabel bebas). Adapun definisi operasional setiap
variabel penelitian ini diuraikan sebagai berikut.
3.3.1 Penyesuaian Diri Mahasiswa
Berpijak dari landasan teoretik yang terdapat di Bab II, konsep penyesuaian
diri yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada konsep penyesuaian diri
yang dikemukakan Schneiders (1964), bahwa penyesuaian diri didefinisikan
sebagai kemampuan mahasiswa dalam melakukan respon mental atau behavioral
untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi masalahnya (baik dimensi fisik,
psikhis, sosial, dan spiritual) secara matang, tepat dan sehat. Artinya bahwa
respon tersebut dilakukan dengan penuh pertimbangan, tepat, memuaskan dan