• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KECAKAPAN HIDUP UNTUK PENGEMBANGAN PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA: studi terhadap mahasiswa fkip universitas galuh tahun akademik 2012/2013.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KECAKAPAN HIDUP UNTUK PENGEMBANGAN PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA: studi terhadap mahasiswa fkip universitas galuh tahun akademik 2012/2013."

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA

(Studi terhadap Mahasiswa FKIP Universitas Galuh Tahun Akademik 2012/2013)

DISERTASI

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan Konseling

oleh

D.Rukaesih NIM 0908510

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)
(3)
(4)

D. Rukaesih (2015). Penelitian disertasi ini berjudul Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk Pengembangan Penyesuaian Diri Mahasiswa (Studi terhadap Mahasiswa FKIP Universitas Galuh Tahun Akademik 2012/2013). Promotor: Prof. Dr. Ahman, M.Pd., Ko-Promotor: Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd., dan Anggota: Prof. Dr. Juntika Nurikhsan, M.Pd. Program Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Penelitian ini dilakukan bertolak dari fenomena perkembangan penyesuaian diri mahasiswa. Perkembangan penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh masih dijumpai mahasiswa yang kurang mampu melakukan respon secara matang yang berkenaan dengan masalah fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral-agama. Fenomena seperti ini bila dibiarkan akan mempengaruhi perkembangan kepribadian mahasiswa yang diprediksi berpengaruh pada kinerja sebagai pendidik profesional. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah dihasilkannya model bimbingan dan konseling kecakapan hidup yang efektif untuk mengembangkan penyesuaian diri mahasiswa. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan rancangan penelitian nonequivalent pre-tes and post-test control group design. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa (1) profil penyesuaian diri mahasiswa secara umum tergolong cukup mampu menyesuaikan diri. (2) model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk mengembangkan penyesuaian diri mahasiswa secara struktur meliputi: kerangka kerja konseptual model, dan panduan operasional pelaksanaan model. (3) terdapat perbedaan yang signifikan tentang gambaran atau profil penyesuaian diri mahasiswa antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen setelah menggunakan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup, (4) model bimbingan dan konseling kecakapan hidup berdasarkan uji empirik efektif untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh 2012/2013. Rekomendasi penelitian ini ditujukan kepada institusi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Galuh untuk menggunakan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup karena sudah terbukti keefektivannya untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa.

Kata Kunci: Penyesuaian Diri, Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup

(5)

D. Rukaesih. (2015). This research dissertation is titled “A Model of Life Skills Guidance and Counseling to Develop Students’ Self-Adjustment (A Developmental Study of FKIP Students of Galuh University Academic Year 2012/2013)”. Promoters: Prof. Dr. H. Ahman, M.Pd.,co-promoter: Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd., and member: Prof. Dr. Juntika Nurikhsan, M.Pd. Guidance and Counseling Program, the School of Postgraduate Studies, Indonesia University of Education.

The research departs from the phenomenon of students’ self adjustment development. It is

found that in terms of self-adjustment development, there are still some students of FKIP, Galuh University, who lack the ability to maturely respond to physical, intellectual, emotional, social, and moral-religious problems. If this problem remains unsolved, the personality development of these pre-service teachers will be affected negatively, and consequently their performance as educators will be equally affected. The research aims

to produce an effective life skills guidance and counseling model to develop students’

self-adjustment. It adopted a quasi-experiment with nonequivalent pre-test and post-test control group design. The results show that: (1) the students self-adjustment profile is in general categorized as adequately able to self-adjust.; (2) the structure of the life-skills

guidance and counseling model to develop students’ self-adjustment consists of: model conceptual framework and model operational guidelines for implementation; (3) there

was significant difference in the students’ self-adjustment profile between that of the control class and the experimental class treated with the model of life skills guidance and counseling; and (4) based on the empirical test, the life skills guidance and counseling model is effective to develop the self-adjustment of students of FKIP, Galuh University academic year 2012/2013. It is recommended that the Faculty of Teacher Training and Education of Galuh University employ the model of life skills guidance and counseling,

as it has been proved to be effective to develop students’ self-adjustment.

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian... 15

1.3 Tujuan Penelitian... 17

1.4 Manfaat Penelitian... 17

1.5 Struktur Organisasi Disertasi... 18

BAB II LANDASAN TEORETIS TENTANG PENYESUAIAN DIRI DAN KONSELING KECAKAPAN HIDUP ... 20

2.1 Landasan Teoretis Penyesuaian Diri... 20

2.1.1 Konsep Penyesuaian Diri... 20

2.1.2 Dimensi Penyesuaian Diri... 36

2.1.3 Teori yang Mendasari Perkembangan Penyesuaian Diri... 42

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri... 46

2.1.5 Metode Pengukuran Penyesuaian Diri... 48

2.2 Landasan Teoretis Konseling Kecakapan Hidup... 51

2.2.1 Pengertian dan Landasan Filosofis... 51

2.2.2 Tujuan... 52

2.2.3 Asumsi Dasar... 54

2.2.4 Pendekatan dan Strategi... 55

2.2.5 Prosedur, Metode, dan Teknik... 56

(7)

2.3 Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk

Pengembangan Penyesuaian Diri Mahasiswa... 64

2.3.1 Pengembangan Penyesuaian Diri sebagai Fokus Layanan.... 64

2.3.2 Konsep Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup... 68

2.4 Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan... 74

2.5 Posisi Teoretik Penelitian... 75

2.5.1 Kerangka Pikir Penelitian... 75

2.5.2 Hipotesis Penelitian... 81

BAB III METODE PENELITIAN... 82

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian... 82

3.2 Desain, Lokasi, Populasi dan Subjek Penelitian... 84

3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian... 87

3.4 Proses Pengembangan Instrumen... 91

3.5 Analisis Data Penelitian... 97

3.6 Prosedur dan Tahap Pengembangan Model... 100

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN... 105

4.1 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa FKIP Universitas Galuh... 105

4.2 Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk Pengembangan Penyesuaian Diri Mahasiswa... 121

4.3 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Perlakuan... 166

4.3.1 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Perlakuan... 166

4.3.2 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Perlakuan... 174

4.4 Efektivitas Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk Pengembangan Penyesuaian Diri Mahasiswa... 180

(8)

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI... 204

5.1 Simpulan... 204

5.2 Implikasi... 207

5.2 Rekomendasi... 210

DAFTAR PUSTAKA... 214

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Subjek Penelitian pada Studi Pendahuluan... 86

Tabel 3.2 Subjek Penelitian pada Tahap Implementasi Model... 87

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Inventori Penyesuaian Diri Mahasiswa (Awal)... 92

Tabel 3.4 Pedoman Penafsiran Reliabilitas... 96

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Instrumen Inventori Penyesuaian Diri Mahasiswa (Akhir)... 97

Tabel 3.6 Pedoman Konversi Kriteria Penyesuaian Diri... 98

Tabel 4.1 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa FKIP Universitas Galuh... 105

Tabel 4.2 Profil Setiap Dimensi dan Indikator Penyesuaian Diri Mahasiswa FKIP Universitas Galuh... 107

Tabel 4.3 Gambaran Umum Kebutuhan... 139

Tabel 4.4 Silabus Layanan Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk Mengembangkan Penyesuaian Diri Mahasiswa... 157

Tabel 4.5 Jadwal Acara Pembukaan Implementasi Model... 161

Tabel 4.6 Jadwal Pelaksanaan Model... 162

Tabel 4.7 Daftar Personalia yang Terlibat dalam Implementasi Model... 165

Tabel 4.8 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Perlakuan... 166

Tabel 4.9 Profil Dimemsi & Indikator Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Perlakuan... 168

Tabel 4.10 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Masa Perlakuan... 175

Tabel 4.11 Profil Dimensi & Indikator Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Perlakuan... 176

(10)

Tabel 4.13 Perbedaan Profil Setiap Dimensi dan Indikator Penyesuaian

Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol dan Kelompok

(11)

DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK

Gambar 2.1 Skematik Hubungan Antara Normal-Abnormal... 27

Gambar 2.2 Balanced/Round Wellness Wheel... 31

Gambar 2.3 Ilness-Wellness Continum... 31

Gambar 2.4 Proses Konseling Kecakapan Hidup... 62

Gambar 2.5 Desain Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup.. 73

Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran Penelitian... 80

Gambar 3.1 Rancangan Eksperimen... 84

Gambar 3.2 Prosedur dan Tahapan Pengembangan Model... 104

Grafik 4.1 Profil Umum Penyesuaian Diri Mahasiswa FKIP Universitas

Galuh

106

Grafik 4.2 Profil Setiap Dimensi Penyesuaian Diri Mahasiswa FKIP

Universitas Galuh

113

Grafik 4.3 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Eksperimen

Sebelum dan Setelah Perlakuan

167

Grafik 4.4 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol

Sebelum dan Setelah Masa Perlakuan

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. ADMINISTRASI PENELITIAN

1.1 Surat Keputusan Pembimbingan Disertasi

1.2 Surat Izin Penelitian

1.3 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

LAMPIRAN 2. INSTRUMEN PENELITIAN

2.1 Instrumen Penelitian Inventori Penyesuaian Diri Mahasiswa (Awal)

2.2 Lembar Jawaban Inventori Penyesusian Diri (Awal)

2.3 Surat Permohonan Kesediaan Memberi Validasi Instrumen

2.4 Uji Validitas dan Reliabilitas

2.5 Instrumen Penelitian Inventori Penyesuaian Diri Mahasiswa (Akhir)

2.6 Lembar Jawaban Inventori Penyesusian Diri (Akhir)

2.7 Surat Permohonan Kesediaan Memberi Penimbangan Model

2.8 Silabus dan Rencana Pelaksanaan Layanan

2.9 Tugas Pekerjaan Rumah Mahasiswa

2.10 Pedoman Wawancara

LAMPIRAN 3. HASIL PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

3.1 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Umum Penyesuaian Diri

3.2 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Setiap Dimensi dan Indikator

Penyesuaian Diri Mahasiswa

3.3 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Umum Penyesuaian Diri pada

Kelompok Eksperimen dan Sebelum dan Setelah Perlakuan

3.4 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Setiap Dimensi dan Indikator

Penyesuaian Diri pada Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah

Perlakuan

3.5 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Umum Penyesuaian Diri pada

(13)

3.6 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Setiap Dimensi dan Indikator

Penyesuaian Diri pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Perlakuan

3.7 Hasil Uji Perbedaan Rerata Independen Data Penyesuaian Diri Mahasiswa

pada Kelompok Kontrol dan Eksperimen Setelah Perlakuan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Kemajuan ilmu dan teknologi yang sangat cepat menimbulkan

perkembangan yang cepat pula dalam berbagai bidang kehidupan. Perkembangan

teknologi informasi membawa masyarakat ke arah kehidupan yang lebih terbuka,

komunikasi yang akurat dan cepat ke seluruh penjuru tanah air bahkan ke seluruh

penjuru dunia, semua ini membawa dampak kepada tatanan kehidupan yang

bersifat global. Globalisasi membuat kehidupan semakin kompetitif dan

meningkatnya ekspektasi kehidupan. Alternatif mewujudkan ekspektasi pada

setiap individu semakin bervariasi, dengan kemajuan bersifat global

menghadapkan manusia pada ketidakpastian sehingga nilai-nilai pragmatis

seringkali menjadi kekuatan dalam upaya pengambilan keputusan. Ambiguitas

menyebabkan stress, dan semakin sulitnya membedakan ukuran benar-salah

sehingga dalam penyesuaian diri mengalami banyak permasalahan, yang

memungkinkan terjadinya berbagai penyimpangan perilaku sosial, yaitu perilaku

yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.

Dampak negatif dari globalisasi pada saat ini tidak dapat dihindari sehingga

manusia tidak mampu menyesuaikan diri secara sehat dan akhirnya munculnya

berbagai perilaku bermasalah di masyarakat (ketidakmampuan penyesuaian diri).

Situasi seperti diungkapkan di atas diprediksi memiliki pengaruh yang besar

terhadap kehidupan manusia. Pendidikan merupakan upaya strategis untuk

mecahkan masalah tersebut, dengan menanamkan pola berpikir yang selalu

memandang ke masa depan yang menuntut individu bertanggung jawab atas

pilihan keputusannya sehingga memperoleh kebermaknaan hidup baik secara

pribadi maupun sosial.

Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

penyelenggaran pendidikan merupakan upaya strategis dalam mewujudkan

manusia Indonesia masa depan yang berkualitas. Indikasi manusia Indonesia yang

berkualitas memiliki kepribadian utuh yaitu: beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

(15)

menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengertian

pendidikan dalam (UU Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, pasal 1 ayat 1,

tentang sistem pendidikan Nasional), dijelaskan bahwa:

pendidikan adalah usaha dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Melalui upaya pendidikan, peserta didik (mahasiswa) diharapkan dapat

melangsungkan kehidupannya yang lebih bermakna baik secara pribadi, sosial

atau bagi masyarakat luas. Kehidupan yang bermakna merupakan kehidupan yang

penuh dengan kesejahteraan. Kejahteraan dalam kehidupan sehari-hari seringkali

diinterpretasikan dengan masalah yang menyangkut finansial, dalam pengertian

ini bukan hanya itu tetapi menyangkut kepuasan yang bersifat psikologis.

Kesejahteraan psikologis ini merupakan pondamen penting bagi penyesuaian diri.

Penyesuaian diri dan kepribadian merupakan bagian integral yang tidak

terpisahkan dalam sepanjang kehidupan manusia (lifelong process), karena

kepribadian merupakan inti dari penyesuaian diri. Pernyataan ini selaras dengan

konsep kepribadian yang diungkapkan Allport (dalam Kartono, 2005, hlm.10)

bahwa kepribadian merupakan organisasi dinamik dalam individu atas

sistem-sistem psikofisis yang menentukan penyesusaian dirinya yang khas dengan

lingkunganya. Perkembangan penyesuaian diri setiap individu bersifat dinamis

dan bervariasi baik di lihat dari proses maupun hasilnya, dan cara individu

memahami realitas atau lingkungan termasuk menafsirkan dirinya ditentukan oleh

ukuran besarnya kekuatan kebutuhan dan nilai-nilai yang dimiliki individu yang

bersangkutan sehingga melahirkan perilaku yang disebut penyesuaian baik atau

sehat (welladjustment) bahkan melahirkan penyesuaian buruk (maladjustment).

Penyesuaian diri yang baik (welladjustment) memerlukan hubungan yang

memadai, seimbang terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, dan terhadap

Allah Swt, yang akan melahirkan kebahagiaan dalam hidupnya. Inti dari

penyesuaian diri adalah untuk membangun keseimbangan kekuatan antara

organisme (individu) dan lingkungannya atau realitas, sehingga manusia

(16)

penyesuaian yang baik yaitu memiliki kematangan dalam merespon (maturity of

response). Kematangan yang dimiliki individu dalam melakukan respon baik secara mental maupun behavioral merupakan pondamen yang akan menetukan

terhadap penyesuian yang efektif. Menurut pandangan Schneider (1964, hlm. 82),

bahwa penyesuaian efektif tergantung pada kematangan fisik, intelektual,

emosional, sosial, dan kematangan moral-agama. Sedangkan kekurangmatangan

dalam satu aspek perilaku dan pribadi, akan memungkinkan terjadinya kegagalan

atau ketidakmampuan menyesuaikan diri.

Berbicara tentang penyesuaian diri efektif, pada bidang kesehatan mental

disebut “Wellness“. Menurut Nicolas, dan Gobie (dalam Surya, 2009, hlm. 187-188), pribadi sehat atau ”wellness” merujuk kepada individu yang memiliki pribadi secara utuh atau sehat multidimensional (kesehatan yang paripurna),

bahwa individu yang bersangkutan memiliki kondisi sehat dalam berbagai

dimensi kehidupan yang meliputi dimensi: fisik, emosional, intelektual, sosial,

spiritual, dan vokasional. Hawari (2005, hlm. 4-5), menyebutnya sebagai pribadi

yang memiliki kesehatan secara holistik. Individu yang memiliki kesehatan

holistik yaitu memiliki kesehatan 4 dimensi, yaitu: sehat secara fisik, sehat secara

kejiwaan (psikologis), sehat secara sosial, dan sehat secara spritual. Yusuf (2009,

hlm. 14) menyebutnya pribadi sehat holistik ini sebagai manusia yang berdimensi ”bio-psiko-sosio-spiritual”, yaitu pribadi yang memiliki sehat secara biologis atau fisik, psikologis atau psikis, sosial, dan sehat secara spiritual atau moral-religius.

Menurut pandangan Joh. W.Travis (2003), orang yang memiliki pribadi sehat

(wellness) bersifat dinamis untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutannya secara seimbang pada setiap dimensi kebutuhan yang meliputi: dimensi pisik, psikologis,

sosial, dan dimensi spiritual.

Pribadi sehat berdasar pandangan Islam di antaranya seperti yang tertera

dalam Al-qur’an, Surat Al-mu’minun ayat 1-11 (dalam Iriandi dan Septianto,

2008, hlm. 652-653) sebagai orang yang beriman. Orang tersebut digambarkan

sebagai berikut: orang yang bersangkutan khusyuk dalam shalatnya, menjauhkan

diri dari perkataan dan perbuatan tidak berguna, menunaikan zakat, memelihara

(17)

amanah dan janjinya, memelihara shalatnya itulah orang yang mewarisi surga

Firdaus.

Penyesuaian diri efektif yang dimaksud dapat dipandang sebagai proses dan

hasil usaha yang dilakukan individu selama menjalani kehidupannya yang bersifat

dinamis untuk mencapai keseimbangan atau keharmonisan dalam menjalani

kehidupan. Penyesuaian diri sebagai proses merujuk kepada kemampuan individu

dalam mereaksi atau melakukan respon secara matang kepada berbagai kondisi

lingkungan baik berupa kebutuhan, tuntutan dan tekanan atau stress. Sedangkan

penyesuaian diri sebagai hasil usaha merujuk kepada perolehan atau hasil yang

dicapai, apakah memperoleh hasil yang baik (welladjusted) atau ketidakmampuan

(maladjusted).

Kaplan (1971), menegaskan bahwa ketidakmampuan menyesuaikan

mahasiswa di perguruan tinggi dapat menimbulkan masalah, indikasi ini dapat

dilihat antara lain: mahasiswa menunjukan keengganan dalam belajar bahkan

sejumlah mahasiswa tidak mampu menyelesaikan studinya (droupt out), dan

menunjukkan kenakalan (juvenile delikuen). Hal ini dikhawatirkan akan

mengganggu kesehatan mental (keadaan psikologis) yang merupakan faktor

utama menimbulkan perilaku menyimpang. Scheneiders (1964, hlm. 67),

menegaskan bahwa ketidakmampuan penyesuaian diri atau perilaku menyimpang

itu akan cenderung menyebar dari satu bagian ke bagian kepribadian yang

lainnya. Selanjutnya Kaplan secara tegas menyatakan bahwa upaya untuk

mencegah ketidakmampuan penyesuaian diri perlu dilakukan bukan hanya pada

lingkungan pendidikan formal saja, melainkan juga perlu adanya upaya

pencegahan pada tataran keluarga, dan bahkan pada masyarakat luas yang bersifat

pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tertier.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Galuh merupakan salah

satu Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) swasta yang

menyelenggarakan pendidikan lebih diorientasikan kepada penyiapan calon-calon

(guru) atau pendidik. FKIP dihadapkan pada tututan yang tidak bisa dihindari,

yaitu untuk menghasilkan para lulusan (guru atau pendidik) yang profesional

sesuai dengan standar kelulusan sebagaimana tertuang dalam pasal 28 ayat (3)

(18)

ditegaskan perlu memiliki sejumlah kompetensi yang disyaratkan. Kompetensi

profesi pendidik (guru) yang dimaksud meliputi: kompetensi kepribadian,

paedagogik, sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi tersebut merupakan

satu keutuhan yang ditampilkan secara melekat pada diri pribadi seorang pendidik

(guru) dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru yang profesional. Guru yang

dikatakan profesional akan terlihat pada kinerjanya yang ditampilkan secara

profesional pula, hal ini ditunjukkan dengan penguasaan sejumlah kompetensi

secara integrasi dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru (pendidik). Kinerja

guru merupakan tanggung jawab professional hal ini akan tercermin diantaranya

dalam penampilan kualitas kepribadian dan kemampuan penyesuaian diri guru

yang bersangkutan. Menurut Surya (2004, hlm. 97), bahwa kompetensi kinerja

guru yang mantap akan tercermin dalam penampilan kepribadian guru yang

bersumber diantaranya pada kemampuan penyesuaian diri.

Hasil penelitian Dahlan (1982), menunjukkan aspek kepribadian calon guru

(pendidik) sangat berpengaruh terhadap sikap jabatan guru Sekolah Dasar.

Mengkaji hasil penelitian Dahlan di atas, menekankan pentingnya upaya

pengembangan kepribadian bagi tenaga pendidik dalam menghadapi tugas yang

yang akan dilakukan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Penelitian Chan, Lau

dan Yuen (2011), menekankan tentang pentingnya guru memiliki pribadi sehat

(wellness), hasilnya menunjukkan kesehatan guru memiliki hubungan dengan

pengembangan kecakapan hidup (pribadi, sosial, akademik, karir dan

pengembangan bakat) dan prestasi akademik siswa. Begitu pula hasil penelitian

Ito (2011), yang dilakukan di Jepang bahwa peranan wali kelas terutama

mengenai penciptaan situasi kelas yang kohesif mempengaruhi terhadap

kesehatan mental siswa. Pentingnya pengembangan pribadi sehat dirasakan pula

untuk tenaga pendidik lainnya seperti konselor sesuai dengan kajian Yoo Jin Jang

ddk (2011), bahwa kualitas kesejahteraan pribadi konselor yang terdiri dari

kamampuan empatik, nilai, sikap dan keyakinan memiliki dampak lebih besar

terdahap keefektifan konseling. Konselor yang tertekan atau terganggu stress,

tidak memungkinkan dapat melakukan layanan konseling secara optimal

(19)

Dengan memperhatikan pentingnya pemenuhan tuntutan lulusan berkualitas

salah satunya tentang kemampuan penyesuaian diri bagi para mahasiswa (calon

pendidik) yang diprediksi akan berdampak pada kinerja guru atau kinerja

pendidik, maka dalam upaya menghasilkan calon pendidik profesional tidak dapat

dicapai hanya dengan melakukan transformasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan

seni, tetapi memerlukan bimbingan, pembinaan, dan perberdayaan seluruh aspek

pribadi perserta didik (mahasiswa).

Bimbingan merupakan salah satu upaya pendidikan yang diorientasikan

untuk membantu perkembangan perserta didik (mahasiswa) secara optimal yaitu

diantaranya penyesuaian diri (Depdiknas, 2008; dan Yusuf, 2009). Penyesuaian

diri didefinisikan sebagai kemampuan mahasiswa dalam melakukan respon

mental atau behavioral untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi masalahnya

(baik dimensi fisik, psikis, sosial, dan spiritual) secara matang, tepat dan sehat.

Artinya bahwa respon tersebut dilakukan dengan penuh pertimbangan, tepat,

memuaskan dan tidak merugikan dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya,

serta sesuai dengan norma dan agama yang dianutnya, sehingga individu yang

bersangkutan memiliki keseimbangan antara dirinya sendiri, hubungan dengan

orang lain serta hubungan dengan Allah Maha Pencipta.

Penyesuaian efektif merupakan perwujudan dari optimalnya perkembangan

penyesuaian diri yang dimiliki oleh setiap peserta didik (mahasiswa), hal ini

ditunjukkan dengan kemampuan mengembangkan pertumbuhan fisik secara

normal sehubungan dengan ukuran dan berat badan, tingkat kekuatan,

keterampilan, dan koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas

perkembangan fisiologis (fisik) dalam kehidupan sehari-hari (memiliki dimensi

kematangan fisik); memiliki sikap dan kemampuan mengeksplorasi isu-isu yang

berkaitan dengan pemecahan masalah, kreativitas, belajar, dan berpikir realistik

(memiliki kematangan intelektual); kemampuan dalam mengendalikan emosi

atau mengotrol emosi dalam mengahadapi berbagai situasi kehidupan secara

efektif sekalipun situasi tersebut menyakitkan (memiliki kematangan emosional);

kemampuan menjalin harmoni dengan orang lain dengan mengembangkan

komunikasi secara lebih baik dan respek terhadap lingkungan (memiliki

(20)

dan bertanggung jawab sehingga mampu mengarahkan hidupnya berdasarkan

nilai-nilai, norma yang berlaku dan keyakinan agama yang dianutnya (memiliki

kematangan moral-agama). Hal ini merupakan suatu keniscayaan bagi calon

pendidik, dengan demikian penyesuaian diri efektif bagi mahasiswa calon

pendidik perlu difasilitasi oleh lembaga pendidikan yang melibatkan semua

bidang yaitu: bidang akademik atau instruksional, administratif, kepemimpinan,

dan bidang bimbingan dan konseling.

Peranan bimbingan konseling di perguruan tinggi seyogyanya dipahami

oleh seluruh tenaga kependidikan, serta pelaksanaan mewarnai seluruh aktivitas

yang diselenggarakan di perguruan tinggi termasuk dalam proses belajar

mengajar. Peran bimbingan tersebut seperti yang ditegaskan Nurikhsan (2003,

hlm. 105-107), yaitu: peran bimbingan dalam kegiatan belajar mahasiswa sebagai

tugas profesional (professional responsibility); interaksi dosen-mahasiswa dalam

proses-belajar mengajar sebagai tugas manusiawi (human responsibility); dan

dalam interaksi manusiawi sebagai tugas kemasyarakatan (civic mission

responsibility). Ketiga peran bimbingan ini hendaknya terwujud pada semua kegiatan dosen dalam melaksanakan tugas tridarma perguruan tinggi untuk

mendukung peningkatan mutu lulusan atau hasil pendidikan itu sendiri, salah

satunya dalam membantu perkembangan penyesuaian diri mahasiswa ke arah

yang lebih efektif.

Paradigma bimbingan dan konseling yang dilaksanakan pada saat ini adalah

bimbingan dan konseling komprehensif yang didasarkan pada upaya pencapaian

tugas perkembangan yaitu mencapai kemandirian mahasiswa yang tertuang pada

pedoman penyelenggaraan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal

yang diterbitkan oleh Dirjen PMPTK (2007, hlm. 253-258), bahwa mahasiswa

perlu memiliki: (1) perkembangan landasan hidup religius, (2) landasan perilaku

etis, (3) perkembangan emosi, (4) perkembangan intelektual, (5) kesadaran

tanggung jawab sosial, (6) kesadaran gender, (7) pengembangan pribadi, (8)

kemandirian dan perilaku ekonomis, (9) wawasan dan kesiapan karir, (10)

perkembangan hubungan dengan teman sebaya, serta (11) kesiapan diri untuk

menikah dan berkeluarga. Paradigma bimbingan dan konseling komprehensif ini

(21)

semua dosen, dosen wali akdemik, dosen bimbingan dan konseling, orang tua

mahasiswa serta pihak terkait), pelaksanaannya terintegrasi dengan program

pendidikan fakultas dalam upaya membantu perkembangan potensi mahasiswa

secara optimal.

Tuntutan perkembangan mahasiswa ke arah kemandirian seiring dengan

kebutuhan akan pengembangan penyesuaian diri mahasiswa ke arah yang lebih

efektif perlu segera dilakukan upaya layanan yang relevan. Hal ini terlihat dari

beberapa data diantaranya: (1) berdasarkan hasil studi di lapangan tanggal 12

Maret 2012, mengenai perkembangan mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan (FKIP) di Universitas Galuh dengan sampel 122 orang, yang

diungkap melalui Inventori Tugas Perkembangan Mahasiswa, yang

dikembangkan oleh Kartadinata, dan Tim (ITP-PT, 2003), diperoleh hasil

gambaran perkembangan bahwa 51,43% mahasiswa memiliki perkembangan

belum optimal terkait dengan: aspek landasan hidup religius, landasan perilaku

etis, kematangan emosional, kematangan intelektual, kesadaran tanggung jawab,

penerimaan diri dan pengembangannya, wawasan dan penghayatan karir, serta

kematangan hubungan dengan teman sebaya. Mencermati data di atas

mengindikasikan masih banyak mahasiswa yang memerlukan bimbingan yang

relevan untuk memfasilitasi mahasiswa menuju ke arah kemandirian mahasiswa;

(2) fenomena perkembangan mahasiswa di atas diperkuat dengan hasil survey,

yang dilakukan tanggal 14 April 2012, menunjukan bahwa mahasiswa:

mengalami masalah pribadi (86,84%), masalah keluarga (40,79%), masalah

hubungan dengan teman (64,47%), masalah akademik/belajar (85,16%), dan

masalah karir (85,16%); (3) kemudian berdasar hasil diskusi yang dilakukan pada

akhir kegiatan seminar pengembangan kurikulum FKIP Universitas Galuh

berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia atau KKNI (Sundayana, 2012)

tanggal 27 Juli 2012, diperoleh masukan dari Kepala Bagian Kurikulum Dinas

Pendidikan Kabupaten Ciamis dan guru pembimbing praktik keguruan di

lapangan, bahwa tidak sedikit mahasiswa calon pendidik (calon guru) FKIP

Universitas Galuh dilihat dari sisi kompetensi paedagogik dan kompetensi

kepribadian belum sesuai dengan tuntutan kompetensi yang disyaratkan sebagai

(22)

banyak kritik mengenai penampilan dan kemampuan pribadi mahasiswa (calon

pendidik); (4) begitu pula berdasarkan hasil studi pendahuluan yang diungkap

melalui inventori penyesuaian diri mahasiswa (IPDM) yang dilaksanakan 16 Juli

2014, gambaran umum penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh

tahun akademik 2012/2013 dari jumlah sampel 125 orang (N=125), menujukkan

bahwa penyesuaian diri mahasiswa yang tergolong penyesuaian kategori baik

37,6%, cukup 62,4%. artinya bahwa mahasiswa sebagian besar memiliki

kemampuan penyesuaian diri cukup. Namun demikian dilihat pada setiap

indikator masih ada beberapa mahasiswa yang kurang memiliki kematangan

terkait beberapa dimensi penyesuaian diri. Pada dimensi kematangan fisik, yaitu

indikator memiliki pertumbuhan fisik secara sehat dalam melakukan tugas

sehari-hari, dorongan untuk meningkatkan kebugaran jasmasi, dan melakukan upaya

pengembangan dalam menjaga kesehatan fisik. Dimensi kematangan intelektual,

yaitu pada indikator kemampuan membuat keputusan dengan berbagai

pertimbangan. Dimensi kematangan moral-agama yaitu pada indikator ketaatan

dalam menjalankan perintah Allah, dan kemampuan dalam memiliki kesadaran

etika dan hidup jujur sesuai dengan nilai-nilai berlaku. Data di atas didukung

dengan perolehan hasil wawancara dengan dosen wali akademik, bahwa masih

dijumpai mahasiswa yang kurang mampu melakukan penyesuaian diri. Hal ini

terlihat dari beberapa indikator diantaranya: mahasiswa kurang memperhatikan

etika dan sopan santun seperti mencontek, kurang respek; menunjukkan

ketidakseriusan dalam mengikuti perkuliahan seperti: tidak percaya diri pada

potensi yang dimilikinya, mengerjakan tugas tidak sesuai harapan, jarang masuk

perkuliahan karena sering sakit, alasan bekerja, terlambat menyelesaikan

perkuliahannya atau tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, dan bahkan

ke luar tanpa alasan yang jelas (droupt out).

Hasil dari analisis data di atas mengindikasikan bahwa tidak sedikit

mahasiswa yang memerlukan upaya layanan bimbingan dan konseling. Dengan

kata lain mahasiswa FKIP memiliki kebutuhan akan bimbingan dan konseling

untuk memfasilitasi perkembangan penyesuaian diri ke arah yang lebih efektif,

terutama terkait kemampuan mengembangkan pertumbuhan fisik secara normal

(23)

koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas perkembangan fisik dalam

kehidupan sehari-hari (dimensi kematangan fisik); sikap dan kemampuan

mengeksplorasi isu-isu yang berkaitan dengan pemecahan masalah, kreativitas,

belajar, dan berpikir realistik (dimensi kematangan intelektual); kemampuan

dalam mengendalikan emosi atau mengontrol emosi dalam menghadapi berbagai

situasi kehidupan secara efektif sekalipun situasi tersebut menyakitkan (dimensi

kematangan emosional); kemampuan menjalin harmoni dengan orang lain dengan

mengembangkan komunikasi secara lebih baik dan respek terhadap lingkungan

(dimensi kematangan sosial); serta kemampuan individu untuk mencari arti atau

makna hidup dan bertanggung jawab sehingga mampu mengarahkan hidupnya

berdasarkan nilai-nilai, norma yang berlaku dan keyakinan agama yang dianutnya

(dimensi kematangan moral-agama).

Pelaksanaan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi khususnya di

FKIP Universitas Galuh, dalam memfasilitasi penyesuaian diri mahasiswa ke arah

lebih efektif dihadapkan pada beberapa persoalan yaitu: (1) persepsi dosen dan

tenaga kependidikan lainnya masih kurang positif, diantaranya masih ada dosen

beranggapan bahwa bimbingan dan konseling di perguruan tinggi tidak penting

karena mahasiswa sudah dewasa mampu memecahkan masalah sendiri; (2)

pelaksanaan bimbingan masih belum optimal, hal ini terfokus pelaksanaan

bimbingan itu lebih ke bimbingan akademik itupun hanya sebatas kepentingan

pengisian kontrak rencana studi (KRS) mahasiswa yang dilakukan oleh dosen

pembimbing akademik (dosen wali) pada setiap awal semester; (3) dukungan dari

pihak manajemen masih kurang, hal ini terlihat belum optimalnya kerjasama

antara semua pihak yaitu kerjasama pimpinan prodi dengan semua dosen dan wali

akademik, serta fasilitas ruangan khusus untuk melaksanakan kegiatan bimbingan

dan konseling yang masih terbatas, disebabkan kerena adanya keterbatasan biaya;

(4) adanya keterbatasan dosen ahli dibidang bimbingan dan konseling, hal ini

masih sebagian besar dosen bimbingan dan konseling masih melibatkan praktisi

yang terikat dengan institusinya di luar FKIP Universitas Galuh; dan (5) belum

adanya model yang dirancang secara sistematis untuk memberikan layanan

(24)

ini karena adanya keterbatasan dosen bimbingan konseling sehingga layanan yang

lebih diprioritaskan pada komponen layanan responsif.

Kondisi mahasiswa di perguruan tinggi dilihat dari sudut perkembangan,

mereka berada dalam posisi menuju kemandirian. Menurut Erikson (dalam

Hurlock, 1980, hlm. 208) mereka berada pada tahap penemuan identitas, yang

disebut sebagai ”krisis identitas”. Pada masa ini mereka berusaha menemukan

identitas jati dirinya dihadapkan pada dirinya sendiri dan juga pada

lingkungannya. Kondisi mahasiswa yang berada dalam proses berkembang

menuju kemandirian tidak berlangsung secara mulus atau bebas dari masalah, atau

tidak selalu berjalan lurus dalam alur linier atau searah dengan potensi, harapan

dan nilai-nilai yang dianut (Depdiknas, 2008, hlm. 192). Menurut pendapat

Havigurst (dalam Mapriare, 2010, hlm. 68), menegaskan bahwa kegagagalan

seseorang dalam menguasai tugas perkembangan akan menimbulkan malasuai

yang hebat, penolakan sosial, dan akan menambah kesukaran baginya dalam

menguasai tugas perkembangan selanjutnya. Demikian pula menurut pendapat

Scheneiders (1964, hlm. 67), dengan ketidakmampuan penyesuaian diri itu adalah

kelumpuhan merayap dan akan cenderung menyebar dari satu bagian ke bagian

kepribadian yang lainnya.

Dengan memperhatikan fenomena, kondisi, dan kebutuhan mahasiswa di

atas mengisyaratkan bahwa upaya penyiapan tuntutan mahasiswa FKIP sebagai

calon pendidik (guru) profesional masa depan memerlukan bahan kajian serius,

maka perlu segera dilakukan upaya bantuan bimbingan dan dan konseling yang

relevan untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa ke arah lebih efektif.

Argumen ini didukung bahwa rendahnya kemampuan penyesuaian diri dan

kemandirian mahasiswa diprediksi akan mempengaruhi perkembangan

kepribadian mahasiswa yang akan menentukan terhadap keberhasilan studi

mahasiswa, bahkan juga berhubungan dengan masalah pribadi, sosial, dan karir

mahasiswa tersebut, lebih jauh kemungkinan besar berpengaruh pada tuntutan

kinerja sebagai guru profesional. Kinerja guru merupakan tanggung jawab

profesional hal ini akan tercermin diantaranya dalam penampilan kualitas

kepribadian dan kemampuan penyesuaian diri guru yang bersangkutan. Surya

(25)

tercermin dalam penampilan kepribadian guru yang bersumber diantaranya pada

kemampuan penyesuaian diri. Maka kepemilikan penyesuaian diri yang efektif

atau pribadi sehat bagi calon pendidik merupakan suatu keharusan dan tidak bisa

ditoleransi, mengingat bahwa guru merupakan ujung tombak pendidikan yang

berperan sebagai pelaksana langsung dalam mengimplementasikan semua

kebijakan pendidikan mikro di kelas, hal ini merupakan salah satu faktor yang

akan menentukan keberhasilan pendidikan yang berkualitas.

Pengembangan penyesuaian diri mahasiswa terkait kajian penelitian ini

selaras dengan upaya pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara (dalam

BSNP, 2010, hlm. 6), bahwa pendidikan diorientasikan untuk peserta didik

menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual. Makna dari

manusia merdeka yang dimaksud adalah bahwa peserta didik (mahasiswa)

bersangkutan mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek

kemanusiaannya, dan mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap

orang. Dengan upaya pendidikan menghasilkan peserta didik yang berkepribadian

merdeka, yaitu: sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat

yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan

orang lain.

Pengembangan kemampuan penyesuaian diri mahasiswa ini jika dilihat dari

misi pendidikan nasional berbasis kecakapan hidup, berada pada posisi atau

termasuk pada kecakapan generik yaitu kecakapan pribadi (personal skill),

dimana individu dituntut untuk memiliki kesadaran diri, kemampuan berpikir

rasional, serta melakukan hubungan sosial. Kesadaran diri merupakan

penghayatan diri sebagai mahluk individual yang mampu menyadari kelebihan

dan kekurangan yang dimilikinya untuk meningkatkan diri yang bermanfaat bagi

dirinya sendiri atau lingkungannya, sebagai mahluk sosial atau sebagai anggota

masyarakat, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kecakapan berpikir

rasional mencakup kecakapan: menggali pengetahuan atau informasi, mengelola

informasi dan mengambil keputusan, serta memecahkan masalah secara kreatif

dan positif. Kecakapan sosial, kecakapan ini mencakup kecakapan berkomunikasi

dan menjalin kerjasama dengan orang lain (Depdiknas, 2002). Upaya

(26)

nasional yang berbasis kecakapan hidup. Hal ini selaras dengan misi pendidikan

Unesco yang terkenal dengan empat pilar pendidikan. Empat pilar pendidikan

tersebut yaitu: belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat

atau bekerja (learning to do), belajar untuk hidup bermasyarakat (learning to live

together with other), belajar untuk menjadi jati diri (learning to be) dan belajar sepanjang hayat (learning throughout life) (Dirjen Dikti, 2005, hlm.1). Empat

pilar pendidikan tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang perlu diakomodir

dalam kegiatan pembelajaran dan bimbingan sehingga mahasiswa menguasai

kompetensi secara holistik yang bermakna.

Esensi dari pengembangan penyesuaian diri efektif ini adalah

pengembangan akan kesadaran dan tanggung jawab mahasiswa dalam menjalani

kehidupan, dalam hal ini tanggung jawab sebagai calon pendidik profesional.

Tanggung jawab ini tidak sekedar menekankan pada segi kognitif atau intelektual

semata melainkan perlu dilakukan dalam wujud nyata yaitu berupa tindakan dan

perilaku nyata dalam kehidupan, hal tersebut meliputi: kesadaran dan tanggung

jawab akan pemeliharaan kodisi fisik dalam melaksanakan tugas sehari-hari;

kesadaran dan tanggunggung jawab dalam mengembangkan wawasan dan

pengetahuan mengeksplorasi isu-isu yang berkaitan dengan pemecahan masalah,

kreativitas, belajar, dan berpikir realistik; kesadaran akan tanggung jawab dalam

mengendalikan serta mengontrol emosi dalam mengahadapi berbagai situasi

kehidupan secara efektif sekalipun situasi tersebut menyakitkan; keasadaran akan

tanggung jawab menjalin harmoni dengan orang lain dengan mengembangkan

komunikasi secara lebih baik dan respek terhadap lingkungan; serta kesadaran

akan tanggung jawab dalam mencari arti atau makna hidup dan bertanggungjawab

sehingga mampu mengarahkan hidupnya berdasarkan nilai-nilai, norma yang

berlaku dan keyakinan agama yang dianutnya.

Berpijak dari beberapa pemikiran yang telah dipaparkan di atas untuk

pengembangan penyesuaian diri mahasiswa ke arah lebih efektif, maka salah satu

alternatif layanan yang diprediksi relevan dengan kondisi mahasiswa adalah

dengan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup. Model bimbingan dan

konseling kecakapan hidup yang dimaksud dalam kajian ini merupakan salah satu

(27)

penyesuaian diri mahasiswa yang dalam pelaksanaan layanannya berdasarkan

teori lifeskills counseling dari Nelson-Jones (2005). Model ini menempatkan

posisi manusia sebagai mahluk yang memiliki kekuatan atau potensi untuk

memberdayakan dirinya menjadi manusia yang bertanggung jawab pada dirinya

sendiri secara efektif dan berfungsi secara penuh untuk menentukan kehidupannya

baik masa kini maupun masa depan. Selain itu model bimbingan konseling

kecakapan hidup ini menurut Nelson, (dalam Palmer, 2011, hlm 230-231),

menawarkan banyak manfaat untuk mengembang kesadaran diri (responsiveness),

keterampilan berpikir (realism), keterampilan berelasi (relating), keterampilan

mengatur aktivitas (activities) termasuk aktivitas fisik, dan keterampilan berpilaku

etis (Right and wrong). Keterampilan kesadaran eksistensi diri meliputi:

kesadaran perasaan, kesadaran motivasi diri, dan sensivitas pada kecemasan dan

perasaan bersalah. Keterampilan berpikir, keterampilan ini meliputi keterampilan

seperti: berbicara dengan kata hati (self talk) yang meneguhkan diri inidvidu, dan

keterampilan visualisasi. Keterampilan berelasi, keterampilan ini termasuk

keterampilan mengadakan hubungan, mengelola masalah, dan memecahkan

masalah yang behubungan dengan masalah sosial. Keterampilan identifikasi

minat, bekerja, belajar, menggunakan waktu luang, serta menjaga kebugaran serta

kesehatan fisik termasuk kepada keterampilan mengatur aktivitas. Keterampilan

berpilaku etis (Right and wrong), yaitu keterampilan untuk membedakan benar

dan salah dalam bertindak yang terkait dengan keterampilan menerapkan etika,

dan nilai-nilai dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Pendapat Nelson-Jones

(2005, hlm. 41) dengan mengembangkan keterampilan berpikir dan bertindak

(lifeskills) secara efektif dapat mencapai perkembangan potensi manusia atau

menjadi manusia yang berfungsi penuh. Maslow mendeskripsikan karakteristik

orang tersebut self actualizing yaitu sebagai orang yang mampu melakukan upaya

untuk mencapai tujuan positif (Maslow, 1970).

Berdasarkan hasil penelitian model lifeskill counseling ini terbukti

keefektifannya dalam mengembangkan berbagai potensi perseta didik di berbagai

tataran, diantaranya: mampu mengembangkan dimensi kendali pribadi yang tegar

pada siswa SMU di kota Bandung (Sukartini, 2003); dalam memberdayakan

(28)

mengatasi masalah (melakukan coping), dan mampu melakukan penyesuaian yang

lebih baik (Srikala.B dan Kishore, 2010); dapat meningkatkan kemandirian anak

tunalaras di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani Bambu Apus Jakarta

Timur (Kurniadi, 2005).

Atas dasar pemikiran dan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas,

maka penelitian ini difokuskan pada kajian model bimbingan dan konseling

kecakapan hidup untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasar latar belakang dan fenomena perkembangan penyesuaian diri

mahasiswa yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa pokok permasalahan

dapat diidentifikasi sebagai telaahan dalam penelitian ini, yaitu.

Pertama, masih banyak mahasiswa yang memiliki aspek tugas perkembangan yang belum optimal terkait dengan: aspek landasan hidup religius,

landasan perilaku etis, kematangan emosional, kematangan intelektual, kesadaran

tanggung jawab, penerimaan diri dan pengembangannya, wawasan dan

penghayatan karir, serta kematangan hubungan dengan teman sebaya. Hal ini

mengindikasikan masih banyaknya mahasiswa yang memerlukan bimbingan yang

relevan untuk memfasilitasi mahasiswa menuju kemandirian sesuai dengan tugas

perkembangan mahasiswa.

Kedua, mahasiswa yang mengalami masalah pribadi menunjukkan persentase yang paling tinggi yang dialami mahasiswa, dibanding masalah

akademik atau belajar, masalah karir, masalah hubungan dengan teman atau

hubungan sosial, dan masalah keluarga.

Ketiga, tidak sedikit jumlah mahasiswa FKIP Universitas Galuh sebagai

calon pendidik belum memiliki kompetensi paedagogik dan kompetensi

kepribadian yang sesuai dengan tuntutan kompetensi yang disyaratkan sebagai

calon pendidik professional.

Keempat, masih banyak mahasiswa yang memiliki kemampuan penyesuaian diri yang tergolong penyesuaian kategori cukup, bahkan ditemukan beberapa

mahasiswa yang kurang mampu memiliki pertumbuhan fisik secara sehat dalam

(29)

kebugaran jasmani, dan kurang melakukan upaya pengembangan dalam menjaga

kesehatan fisik (indikator yang terdapat pada dimensi kematangan fisik), kurang

mampu membuat keputusan dengan berbagai pertimbangan (indikator yang

terdapat pada dimensi kematangan intelektual), serta kurang taat menjalankan

perintah Allah, dan memiliki kesadaran etika dan hidup jujur sesuai dengan

nilai-nilai berlaku (indikator yang terdapat pada dimensi kematangan moral-agama).

Kelima, pelaksanaan bimbingan masih belum optimal, bimbingan itu lebih fokus ke bimbingan akademik itupun hanya sebatas kepentingan pengisian

kontrak rencana studi (KRS) mahasiswa; persepsi dosen dan tenaga kependidikan

lainnya masih kurang positif, dukungan dari pihak manajemen masih kurang;

belum adanya fasilitas ruangan khusus untuk melaksanakan kegiatan bimbingan

dan konseling; serta belum adanya model bimbingan yang dirancang secara

sistematis untuk memberikan layanan khususnya untuk pengembangan

penyesuaian diri mahasiswa secara efektif.

Keenam, model bimbingan dan konseling kecakapan hidup merupakan salah satu pola bimbingan dan konseling yang digunakan untuk mengembangkan

penyesuaian diri mahasiswa dengan fokus strategi yang dianggap mutakhir yaitu

melalui pengembangan keterampilan berpikir (thinking skills) dan bertindak

(action skills) secara efektif dengan keterampilan mengelola dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Nelson-Jones (2005, hlm. 11),

dengan cara mengembangkan keterampilan berpikir (thinking skills) dan bertindak

(action skills) secara efektif atau lifeskills dapat mencapai perkembangan potensi manusia atau menjadi manusia yang berfungsi penuh.

Berdasar latar belakang dan indentifikasi masalah penelitian yang telah

dipaparkan di atas, maka penelitian ini lebih difokuskan pada pengembangan

penyesuaian diri mahasiswa, dan model bimbingan dan konseling kecakapan

hidup diprediksi relevan dan efektif untuk pengembangan penyesuaian diri

mahasiswa. Selanjutnya penulis ingin mencoba untuk menguji efektivitas model

bimbingan konseling kecakapan hidup untuk pengembangan penyesuaian diri bagi

mahasiswa di FKIP Universitas Galuh.

Dengan mencermati masalah penelitian tersebut, maka rumusan masalah

(30)

kecakapan hidup yang efektif untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa?”. Secara rinci rumusan masalah penelitian tersebut dideskripsikan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana profil penyesuaian diri mahasiswa di FKIP Universitas Galuh?

2. Seperti apa rumusan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk

pengembangan penyesuaian diri mahasiswa?

3. Bagaimana gambaran atau profil penyesuaian diri mahasiswa baik kelompok

kontrol maupun kelompok eksperimen sebelum dan setelah mendapat layanan

model bimbingan dan konseling kecakapan hidup?

4. Apakah model bimbingan dan konseling kecakapan hidup efektif untuk

pengembangan penyesuaian diri mahasiswa?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model bimbingan

konseling kecakapan hidup yang efektif untuk pengembangan penyesuaian diri

mahasiswa calon pendidik. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk

menemukan hal-hal berikut.

1. Profil penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh.

2. Model bimbingan dan konseling kecakapan hidup teruji untuk pengembangan

penyesuaian diri mahasiswa.

3. Gambaran atau profil penyesuaian diri mahasiswa baik kelompok kontrol

maupun kelompok eksperimen sebelum, dan setelah mendapat layanan model

bimbingan dan konseling kecakapan hidup.

4. Keefektivan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk

pengembangan penyesuaian diri mahasiswa.

1.4 Manfaat/Signifikansi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan dalam pengembangan

ilmu pendidikan maupun dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling khususnya

di lingkungan FKIP Universitas Galuh.

1. Manfaat teoretis, diharapkan dapat: (a) memberikan wawasan dalam khasanah

(31)

bimbingan dan konseling kecakapan hidup yang dapat digunakan untuk

pengembangan penyesuaian diri mahasiswa; dan (b) memberikan wawasan

tentang penggunaan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk

keperluan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi khususnya di FKIP

Universitas Galuh untuk membantu mahasiswa calon pendidik

mengembangkan penyesuaian diri efektif, yang sampai saat ini belum

dilakukan.

2. Manfaat praktis, meliputi: (a) hasil penelitian ini dapat menawarkan model

bimbingan konseling kecakapan hidup sebagai suatu strategi alternatif dalam

mengembangkan penyesuaian diri khususnya bagi mahasiswa di FKIP

Universitas Galuh yang direfleksikan sebagai calon pendidik sekolah

menengah. Dengan menggunakan model bimbingan dan konseling kecakapan

hidup ini dapat memperkaya model bimbingan dan konseling lainnya untuk

mengembangkan penyesuaian diri mahasiswa; (b) menyumbangkan model

bimbingan dan konseling kecakapan hidup secara teoretik maupun praktik

untuk mengembangkan penyesuaian diri mahasiswa calon pendidik sehingga

dapat membantu para konselor untuk membantu perkembangan mahasiswa ke

arah penyesuaian diri efektif; dan (c) memberi masukan bagi program

bimbingan dan konseling di perguruan tinggi khususnya di FKIP Universitas

Galuh untuk memasukan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup

sebagai bidang kajian lebih lanjut dalam membantu perkembangan pribadi

mahasiswa yaitu penyesuaian diri efektif dengan membangun kerjasama yang

komprehensif dengan berbagai pihak.

1.5 Struktur Organisasi Disertasi

Struktur organisasi disertasi ini, meliputi: Bab 1 pendahuluan, yang di

dalamnya terdiri dari: latar belakang penelitian; rumusan masalah penelitian;

tujuan penelitian; manfaat penelitian; dan struktur organisasi disertasi. Bab 2

kajian pustaka atau landasan teoretis penyesuaian diri dan model bimbingan dan

konseling kecakapan hidup, yang terdiri dari: konsep dan dimensi penyesuaian

diri; kerangka teoretis konseling kecakapan hidup; model bimbingan dan

(32)

penelitian terdahulu; dan posisi teoretis peneliti. Bab 3 metode penelitian, terdiri

dari: pendekatan dan metode penelitian; desain penelitian dan cara penentuan

lokasi dan subyek penelitian; definisi operasional penelitian; proses

pengembangan instrumen; analisis data penelitian; dan prosedur dan tahapan

pengembangan model. Bab 4 temuan dan pembahasan: profil penyesuaian diri

mahasiswa FKIP Universitas Galuh; model bimbingan dan konseling kecakapan

hidup untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa; profil penyesuaian diri

mahasiswa kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol sebelum dan setelah

perlakuan; efektivitas model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk

pengembangan penyesuaian diri mahasiswa; serta keterbatasan penelitian. Bab 5

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model konseling kecakapan

hidup yang teruji untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa di FKIP

Universitas Galuh. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dengan didukung penelitian kuantitatif. Berdasarkan telaahan Syaodih

(dalam Natawidjaya, 2007, hlm. 221), pendekatan penelitian disebut juga sebagai

paradigm penelitan, secara garis besar pendekatan atau paradigma penelitian ini

meliputi pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif

dilandasi filsafat positivism yang bertolak dari asumsi bahwa realita bersifat

tunggal dalam arti lepas dari kepercayaan dan persepsi subyektif yang dapat

diukur dengan instrument baku, generalisasi dikonstruksi dari hasil perhitungan

statistik. Pendekatan kualitatif yang bertolak dari pandangan pospositivisme

bahwa realita bersifat jamak, kontekstual dan hanya dapat diteliti dengan

menggunakan manusia sebagai instrument, generalisasi menggunakan analisis

induktif yang menggambarkan kenyataan yang berdimensi jamak. Menurut

Syaodih, kedua pendekatan ini bisa dipadukan, sebagai alasan sebagai upaya

koreksi terhadap kelemahan dari penelitian kuantitatif yang sangat eksak

mekanistik, sebab dalam kenyataan, terutama dalam bidang sosial dan humaniora

tidak semua kenyataan dapat dijelaskan secara eksak-mekanistik. Sedangkan

Creswell (2010, hlm. 181), tentang penggunaan paradigma gabungan kwantitatif

dan kwalitatif dilakukan dengan alasan yang diajukannya pragmatis karena

adanya kebutuhan yaitu meneliti masalah penelitian.

Mengingat penelitian ini bertujuan menemukan model bimbingan dan

konseling kecakapan hidup yang efektif untuk pengembangan penyesuaian diri

mahahiswa FKIP Universitas Galuh, maka pendekatan dalam penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif dengan didukung penelitian kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengkaji tentang keadaan gambaran atau

profil penyesuaian diri mahasiswa yang datanya diperoleh melalui instrument

(34)

lebih menekankan pada analisis profil penyesuaian diri mahasiswa dan hasil

validasi rasional model hipotetik bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk

pengembangan penyesuaian diri mahasiswa berdasar perolehan penilaian dari

pakar bimbingan dan konseling. Kombinasi pendekatan di atas digunakan untuk

meningkatkan perolehan data terhadap validasi konklusi dalam upaya

menghasilkan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup yang efektif

untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa. Senada dengan pendapat

Creswell (1994, hlm. 145, 2010, hlm. 320), bahwa penggabungan penggunaan

pendekatan kualitatif dan kuantitatif secara terpadu dapat mencapai hasil yang

optimal. Penggunaan penggabungan pendekatan ini dengan menggunakan strategi

eksplanatoris sekuensial. Strategi ini diterapkan dengan pengumpulan data dan

analisis data kuantitatif pada tahap pertama yang diikuti oleh pengumpulan dan

analisis data kualitatif pada tahap kedua yang dibangun berdasarkan hasil awal

data kuantitatif. Tujuan penggunaan strategi ini adalah menggunakan data dan

hasil kuantitatif untuk membantu menafsirkan penemuan kualitatif.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode eksperimen yakni

metode kuasi atau semi eksperimen. Alasan yang mendasari penggunaan metode

ini, karena peneliti ingin menguji hipotesis tentang keefektivan model bimbingan

dan konseling kecakapan hidup untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa

FKIP Universitas Galuh tahun akademik 2012/2013. Hipotesis penelitian ini

seperti yang telah dipaparkan pada bab II dirumuskan sebagai berikut: “Model bimbingan dan konseling kecakapan hidup efektif untuk pengembangan

penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh tahun akademik 2012/2013”. Hipotesis penelitian yang telah dirumuskan tersebut dapat dijawab dengan

menguji data penyesuaian diri mahasiswa pada kelompok kontrol dan kelompok

eksperiment setelah mendapat perlakuan yakni berupa pemberian layanan model

bimbingan dan konseling kecakapan hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat

Shaughnessy dkk. (2006, hlm. 239), bahwa penggunaan metode eksperimen ini

menguji hipotesis tentang penyebab prilaku sehingga peneliti memungkinkan

untuk memberi kesimpulan apakah sebuah perlakuan tersebut mengubah prilaku

secara efektif. Dengan demikian penggunaan metode penelitian ini relevan dan

(35)

3.2Desain; Lokasi, dan Subyek Penelitian

3.2.1 Desain Penelitian

Rancangan atau desain metode semi eksperimen yang digunakan adalah “nonequivalent pre-test and post-test control group design”, yaitu sebuah metode penelitian popular yang sering dijumpai dalam mengkaji masalah sosial.

Penggunaan desain semi eksperimen dimana kelompok ekperimen dan kelompok

kontrol dipilih tanpa pemilihan secara acak. Pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol sama-sama diberikan pre-test dan post-test, hanya pada

kelompok ekesperimen saja yang diberikan layanan model bimbingan dan

konseling kecakapan hidup. Rancangan desain ekperimen ini digunakan dalam

menguji efektivitas model bimbingan dan konseling kecakapan hidup (MBKKH)

untuk pengembangan penyesuian diri mahasiswa. Secara visual rancangan metode

semi eksperimen penelitian ini seperti tertera pada gambar 3.1 di bawah ini:

1.

Gambar 3.1

Rancangan Metode Semi Eksperimen (Creswell 2010, hlm. 242)

Keterangan:

O1 adalah skor pre-test pada kelompok eksperimen (skor penyesuian diri

mahasiswa) sebelum perlakuan.

X adalah perlakuan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup.

O2 adalah skor post-test pada kelompok eksperimen (skor penyesuaian

diri mahasiswa) setelah perlakuan.

O3 adalah skor pre-test pada kelompok kontrol (skor penyesuaian diri

mahasiswa).

O4 adalah skor post-test pada kelompok kontrol (skor penyesuaian diri

mahasiswa).

O 1 X O2

(36)

3.2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Ciamis, jelasnya di Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Galuh. Alasan dipilihnya

Universitas Galuh dijadikan lokasi penelitian, diantaranya: Pertama, perguruan tinggi ini tergolong kelas “menengah”, mahasiswa yang ada di perguruan tinggi ini berasal dari lapisan masyarakat yang bervariasi, sehingga memungkinkan

proses dan hasil penyesuaian diri mahasiswanya bervariasi. Kedua, bahwa

perguruan tinggi ini merupakan tempat bekerja peneliti yang mana ingin

menyumbangkan sedikit kontribusi hasil penelitiannya dalam mendukung

tercapainya tujuan institusi dalam rangka mempersiapkan calon pendidik/guru

sekolah menengah sesuai dengan tuntutan kinerja atau kompetensi prasyarat

sebagai pendidik professional yang tertuang dalam PP No 19 tahun 2005, tentang

Standar Nasional Pendidikan.

3.2.3 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FKIP Universitas

Galuh tahun akademik 2012/2013 dengan kriteria sebagai berikut: (1) mahasiswa

yang bersangkutan mengikuti tes seleksi calon mahasiswa dan lulus seleksi masuk

Universitas Galuh tahun akademik 2012/2013, (2) terdaftar secara administrasi

sebagai mahasiswa FKIP Universitas Galuh, (3) mahasiswa yang bersangkutan

aktif mengikuti perkuliahan.

Berdasar pertimbangan tersebut, jumlah seluruh mahasiswa Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan tahun akademik 2012/2013 sebanyak 1003 orang

yang tersebar pada 6 program studi, yaitu : Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia 139 mahasiswa, Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris 199

orang, Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreaksi 311 orang,

Program Studi Biologi 88 orang, Program Studi Pendidikan Akuntansi 122 orang,

Program Studi pendidikan Sejarah 64 orang, dan Program Pendidikan matematika

80 orang (Sumber data, Kabag Akademik Universitas Galuh tahun 2012/2013).

Mengingat prosedur pengembangan model dalam penelitian ini terdiri dari empat

tahap, yaitu: tahap studi pendahuluan, tahap rencana pengembangan model

(37)

konseling yang teruji. Maka subjek penelitian yang terlibat setiap tahapan

berbeda. Pada tahap studi pendahuluan, subjek penelitiannya adalah mahasiswa

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tahun akademik 2012/2013 sebanyak 125

orang, penentuan sampel digunakan dengan teknik penyampelan peluang

(probality sampling), yaitu dengan jenis penyampelan kluster (gugus) berupa

kelas yang sudah ada dengan alasan bahwa kelompok kelas tersebut telah

terbentuk (kelompok intact) yang tidak memungkinkan untuk diubah baik dalam

jumlah, situasi maupun susunan anggotanya (Ali, 2010, hlm 275). Adapun

subjek penelitian pada tahap studi pendaluluan, seperti terdapat pada tabel 3.1

berikut.

Tabel 3.1

Subjek Penelitian pada Studi Pendahuluan

No Program studi Jumlah

mahasiswa

1. Pendidikan Biologi kelas A 18

2. Pendidikan Matematika kelas A 20

3. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia kelas C 25

4. Pendidikan Bahasa Inggris kelas E 16

5. Pendidikan Akuntansi kelas D 21

6. Pendidikan Sejarah kelas A 13

7. Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi G 12

Jumlah 125

Selanjutnya pada tahap implementasi model yang dijadikan subjek

penelitian adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tahun

akademik 2012/2013 yaitu: mahasiswa prodi pendidikan bahasa Indonesia,

mahasiswa prodi pendidikan matematika, dan program studi akuntansi.

Berdasarkan data mahasiswa dari tiga program studi yang jumlah mahasiswa yang

seharusnya hadir untuk dijadikan sampel penelitian sebanyak 76 orang, namun

mahasiswa yang bersedia untuk dilibatkan sebagai subyek penelitian ini sebanyak

40 orang. Jumlah subjek penelitian ini diperuntukan bagi kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol. Ukuran sampel ini dianggap layak untuk kepentingan

penelitian (Sugiono, 2006, hlm. 131). Adapun penentuan sampel penelitian baik

(38)

alasan tidak dimungkinkannya dilakukan random assignment, tetapi menggunakan kelas yang sudah ada selain itu berdasar pada tujuan penelitian serta

kesepakatan mahasiswa. Adapun subjek penelitian pada tahap implementasi

model ini, seperti terdapat pada tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2

Subjek Penelitian pada Tahap Implementasi Model

No Program studi Kelompok

eksperimen

Kelompok kontrol 1. Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia 8 8

2. Pendidikan Matematika 7 7

3. Pendidikan Akuntansi 5 5

Jumlah 20 20

3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini meliputi dua variabel, yaitu: (1) penyesuaian

diri mahasiswa, dan (2) konseling kecakapan hidup. Penyesuaian diri mahasiswa,

yang meliputi: dimensi kematangan fisik, kematangan psikologis (intelektual dan

emosional), kematangan sosial, dan kematangan moral-agama sebagai perilaku

sasaran penelitian yang mau dikembangkan yang disebut dengan variabel

dependen (variabel terikat), sedangkan model bimbingan dan konseling kecakapan

hidup sebagai salah satu model layanan untuk mengembangkannya yang disebut

sebagai variabel independen (variabel bebas). Adapun definisi operasional setiap

variabel penelitian ini diuraikan sebagai berikut.

3.3.1 Penyesuaian Diri Mahasiswa

Berpijak dari landasan teoretik yang terdapat di Bab II, konsep penyesuaian

diri yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada konsep penyesuaian diri

yang dikemukakan Schneiders (1964), bahwa penyesuaian diri didefinisikan

sebagai kemampuan mahasiswa dalam melakukan respon mental atau behavioral

untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi masalahnya (baik dimensi fisik,

psikhis, sosial, dan spiritual) secara matang, tepat dan sehat. Artinya bahwa

respon tersebut dilakukan dengan penuh pertimbangan, tepat, memuaskan dan

Gambar

Gambar 3.1 Rancangan Metode Semi Eksperimen (Creswell 2010, hlm. 242)
Tabel 3.1 Subjek Penelitian pada Studi Pendahuluan
Tabel 3.2 Subjek Penelitian pada Tahap Implementasi Model
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen  Inventori Penyesuaian Diri Mahasiswa (Awal)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Framework Trilateral Cooperative Arrangement Indonesia - Malaysia - The Philippines on Immediate Measures to Address Security Issues in the Maritime Areas of Common

Demikian penyampaian pengumuman tersebut, agar saudara mengetahui dan atas perhatian saudara dalam pengadaan langsung tersebut kami ucapkan

Berdasarkan surat nomor 04/S.PNT/PB-LS/P2BJ-BPKAD/IX/2012 tentang Penetapan Pemenang Pelelangan Sederhana Paket Pekerjaan Pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK), maka

Determining description process of score in Muhammadiyah Elementary School of Gunungpring still manually using Microsoft Excel and preparing reports with

Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan menyampaikan surat permintaan status dokumen draft RUPTL 2017-2026 kepada Direktur Perencanaan Korporat PLN Februari 23 Dirut

21 Menguasai standar Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dan kompetensi dasar kompetensi dasar mata pelajaran mata pelajaran yang diampu.

Investasi yang tidak meningkat merupakan salah satu faktor tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi (Wiranta, 2001). Dalam suatu negara, lembaga keuangan yang bergerak dalam

Saya tidak suka membeli baju dan aksesoris yang tidak perlu hanya agar berbeda dengan teman yang lain. SS S TS