• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA PARANOID DI RSJ DR. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA PARANOID DI RSJ DR. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DALAM

MERAWAT PASIEN GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA

PARANOID DI RSJ DR. AMINO GONDOHUTOMO

SEMARANG

Manuscript

Oleh:

Herlis Dian Permatasari NIM : G2A212076

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

SEMARANG

2013/ 2014

(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Manuscript dengan judul

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA PARANOID

DI RSJ DR. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan

Semarang, Mei 2014

Pembimbing I

Ns. M. Fatkhul Mubin, M.Kep, Sp. Jiwa

Pembimbing II

(3)

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA PARANOID DI RSJ DR. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

Herlis Dian Permatasari1, M. Fatkhul Mubin2, Eni Hidayati3

ABSTRAK

Latar Belakang: Prevalensi penderita skizofrenia dengan berbagai jenisnya pada tahun 2007 di

Indonesia adalah sebesar 0,45% (Riskesda Jateng, 2007). Pada prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia sebesar 0,46% maka dengan penduduk 224 jiwa tahun 2008 diperkirakan angka penderita skizofrenia sebanyak 1.030.400 jiwa.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui tingkat kecemasan keluarga dalam merawat pasien

gangguan jiwa skizofrenia paranoid di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang.

Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan

menggunakan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang datang ke poliklinik jiwa dengan riwayat anggota keluarga skizofrenia paranoid yang berjumlah 220 orang. Sampel sebanyak 69 keluarga dengan teknik pengambilan sampeladalah purposive

sampling. Analisis univariat menggunakan uji statistik deskriptif.

Hasil Penelitian: Tingkat kecemasan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia

paranoid di RSJ dr. Amino Gondohutomo sebagian besar adalah sedang sebanyak 39 responden (56,5%). Keluarga yang mengalami tingkat kecemasan berat sebanyak 18 responden (26,1%), ringan sebanyak 9 responden (13,0%) dan panik sebanyak 3 responden (4,3%).

Saran: Bagi keluarga sebaiknya mampu mengatasi kecemasan yang terjadi dengan menerapkan

latihan relaksasi dilakukan melalui teknik pernafasan atau peregangan otot (progressive muscle

relaxation). Seseorang yang mengalami perasaan tidak tentram, kecemasan dan stress psikilogis,

jika diberikan suatu latihan relaksasi yang terprogram secara baik maka akan menurunkan denyut nadi, tekanan darah tinggi, mengurangi keringat dan mengurangi pernafasan sehingga sangat efektif sebagai anti kecemasan.

Kata kunci : Tingkat kecemasan keluarga, pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid Kepustakaan : 26 (1995 - 2010)

DESCRIPTION OF ANXIETY DISORDERS FAMILY LIFE IN TREATING PATIENTS SCHIZOPHRENIA PARANOID IN RSJ DR AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

ABSTRACT

Background: The prevalence of schizophrenia patients with a variety of species in Indonesia in

2007 amounted to 0.45% (Riskesda Central Java, 2007). On the prevalence of schizophrenia in Indonesia amounted to 0.46%, then with a population of 224 people by the year 2008 is estimated to number as many schizophrenics 1.0304 million inhabitants.

Objective: To anxiety level families in caring for mental patients in psychiatric hospital dr

paranoid schizophrenia. Amino Gondohutomo Semarang.

Methods: The study was a descriptive correlation by using cross sectional approach. The

population in this study is a whole family who came to the clinic with a history of family life paranoid schizophrenia, amounting to 220 people. Samples as many as 69 families by taking sample purposive sampling techniques. Univariate analysis using descriptive statistical tests.

Results: The level of anxiety the family in caring for mental patients in psychiatric hospital dr

(4)

Families who experience severe anxiety levels were 18 respondents (26.1%), mild by 9 respondents (13.0%) and panic as much as 3 respondents (4.3%).

Tip: For families should be able to cope with the anxiety that occurs by applying relaxation

exercises done through breathing techniques or stretching the muscle (progressive muscle

relaxation). A person who is experiencing feelings of unrest, anxiety and the psychological stress,

if given a relaxation exercise programmed properly it will lower the pulse rate, high blood pressure, reducing perspiration and reduce respiratory making it very effective as an anti-anxiety. Keywords : The level of family anxiety, paranoid schizophrenic mental patients

Literature : 26 (1995 - 201 0)

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa psikosa fungsional yang terdapat di seluruh dunia. Menurut The American Psychiatric Association (APA) tahun 2007 dilaporkan angka penderita skizofrenia mencapai 1/100 penduduk dan dikemukakan tiap tahun terjadi 300.000 episode akut, 35% mengalami kekambuhan dan 20%-40% yang diobati di rumah sakit, 20%-50% melakukan percobaan bunuh diri, dan 10% diantaranya mati disebabkan bunuh diri (APA, 2007).

Penderita skizofrenia menunjukkan peningkatan jumlah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 World Health Organization merilis data bahwa sekitar 1.1% atau sekitar 51 juta penduduk dunia mengalami skizofrenia. Sebesar 50%, angka tersebut berasal dari penderita baru dan di tambah dengan penderita yang mengalami kekambuhan (Brown, 2011).

Prevalensi penderita skizofrenia dengan berbagai jenisnya pada tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar 0,45% (Riskesda Jateng, 2007). Pada prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia sebesar 0,46% maka dengan penduduk 224 jiwa tahun 2008 diperkirakan angka penderita skizofrenia sebanyak 1.030.400 jiwa. Data di atas menunjukkan bahwa angka morbiditas gangguan jiwa skizofrenia di Indonesia menunjukkan penyebab yang sama dengan morbiditas dunia dimana depresi menjadi salah satu penyebab yang harus diwaspadai sebagai pemicu awal terjadinya skizofrenia.

Menurut dinas kesehatan jawa tengah pada tahun 2007 angka penderita skizofrenia paranoid sebesar 0.33% dari jumlah penduduk 32.380.687 jiwa. Angka ini lebih rendah dari angka nasional, namun di beberapa wilayah kabupaten Jawa Tengah mempunyai angka yang sebaliknya seperti; Sragen 0.74%, Wonogiri 0.61%, dan Purworejo 0.6% (Rikesda, 2007).

Menurut status kesehatan Kota Semarang tahun 2007, penderita skizofrenia sekitar 0.29% dari total penduduk kota Semarang 1.45 juta jiwa. Data tersebut masih di bawah angka Nasional dan Jawa Tengah, namun 0.29% yang berarti 4.096 bukan angka yang kecil dan data tersebut masih bisa bertambah karena dihitung berdasarkan pasien yang berkunjung ke puskesmas. Sementara pasien gangguan jiwa masih banyak yang belum terdata di Dinas Kesehatan Kota Semarang karena keluarga lebih memilih merawat sendiri di rumah, membawa ke orang pintar, dan membawa pasien langsung ke Rumah Sakit Jiwa (Rikesda, 2007).

(5)

Skizofrenia paranoid mempunyai tanda dan gejala yang khas jika dibandingkan jenis skizofrenia lainnya.Karakteristik utama yang harus diketahui pada skizofrenia paranoid adalah seringnya mengalami halusinasi pendengaran dan atau delusi.Karakteristik lainnya yang tidak begitu menonjol adalah afek tumpul, perilaku tidak teratur, kataton dan berbicara tidak teratur. Karakteristik skizofrenia paranoid tersebut jika tidak dipahami dalam rancangan terapi lanjutan maka dapat menimbulkan kekambuhan bagi pasien.(Lane, 2013).

Dampak skizofrenia pada keluarga antara lain keluarga menghadapi beban ringan sampai sedang dalam merawat anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Beban tersebut ialah keuangan, gangguan kegiatan keluarga, gangguan rekreasi keluarga, gangguan interaksi keluarga, efek pada kesehatan fisik dan efek pada kesehatan mental. Beban tertinggi dialami karena terganggunya kegiatan keluarga. Anggota yang sakit tidak menghadiri kegiatan rutin seperti; bekerja, sekolah/ kuliah dan juga membantu dalam rumah tangga. Caregiver harus menghabiskan banyak waktu untuk mengurus anggota yang sakit, biaya, pekerjaan rutin terganggu dan juga mengabaikan kebutuhan anggota keluarga lainnya (Magliano, 2006).

Beban psikis keluarga dengan penderita skizofrenia berdampak pula pada aspek fisik dari keluarga. Menurut Mubin (2008) keluarga dengan penderita gangguan jiwa sering mengalami kelukaan fisik akibat memikirkan perilaku aneh pasien. Kekhawatiran keluarga bila pasien mengamuk atau mendapatkan perlakuan tidak baik dari masyarakat, juga menjadi beban psikologis yang dirasakan oleh mereka. Dengan kata lain, Pasien sebagai stressor fisik dan psikis bagi keluarga dan anggota keluarga yang lain.

Menurut Sillivan (1999) semakin tinggi tingkat kecemasan maka semakin rendah kemampuan untuk mengkomunikasikan dan menyelesaikan masalah dan semakin besar pula kesempatan untuk terjadinya gangguan kecemasan.Perempuan memiliki skor yang lebih tinggi pada pengukuran kecemasan di bandingkan dengan laki-laki.

Berdasarkan permasalahan diatas, sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul: Gambaran tingkat kecemasan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang”.

METODOLOGI

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang datang ke poliklinik jiwa dengan riwayat anggota keluarga skizofrenia paranoid yang berjumlah 220 orang. Sampel sebanyak 69 keluarga dengan teinik pengambilan sampel adalah purposive sampling.

(6)

HASIL

Hasil penelitian di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang, ditampilkan pada tabel dibawah ini:

1. Karakteristik Responden

a. Umur

Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan umur responden di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang tahun 2014 (n=69)

Variabel Mean Min Max SD

Umur responden 42,84 30 57 7,221 Sumber: Data primer tahun 2014

b. Jenis kelamin

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin responden di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang tahun 2014 (n=69)

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki Perempuan 42 27 60,9 39,1 Jumlah 69 100

Sumber: Data primer tahun 2014

c. Pendidikan

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan responden di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang tahun 2014 (n=69)

Pendidikan Frekuensi Persentase

Tidak pernah sekolah SD

SMP SMA

Akademi/ perguruan tinggi

1 13 19 32 4 1,4 18,8 27,5 46,4 5,8 Jumlah 69 100

(7)

d. Pekerjaan

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan responden di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang tahun 2014 (n=69)

Pekerjaan Frekuensi Persentase

Pegawai negeri sipil Pegawai swasta Wiraswasta Tidak bekerja 3 41 16 9 4,3 59,3 23,2 13,0 Jumlah 69 100

Sumber: Data primer tahun 2014

2. Tingkat kecemasan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang

Hasil penelitian terhadap keluarga yang merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid di RSJ dr Amino Gondohutomo diketahui tingkat kecemasan keluarga yang disajikan pada tabel 4.5 sebagai berikut:

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kecemasan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang tahun 2014 (n=69) Tingkat kecemasan keluarga Frekuensi Persentase (%) Ringan Sedang Berat Panik 9 39 18 3 13,0 56,5 26,1 4,3 Jumlah 69 100

Sumber: Data primer tahun 2014

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa tingkat kecemasan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid sebagian besar adalah sedang sebanyak 39 responden (56,5%). Keluarga yang mengalami tingkat kecemasan berat sebanyak 18 responden (26,1%), kecemasan ringan sebanyak 9 responden (13,0%) dan panik sebanyak 3 responden (4,3%).

PEMBAHASAN

Hasil penelitian dapat diketahui bahwa tingkat kecemasan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid sebagian besar adalah kecemasan sedang sebanyak 39 responden (56,5%). Responden yang mengalami kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusnahkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih banyak jika

(8)

diberi arahan. Responden yang mengalami kecemasan sedang dikarenakan pendidikan responden SMP sebanyak 19 (27,5%) dan pendidikan SD sebanyak 13 responden (18,8%). Status pendidikan yang rendah pada seseorang, akan menyebabkan orang tersebut lebih muda mengalami stress dibanding dengan mereka yang status pendidikannya tinggi. Menurut Tarwoto dan Wartonah (2003), Pendidikan adalah salah satu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan luar sekolah dan berlangsung sepanjang hidup. Faktor pendidikan seseorang sangat mempengaruhi kecemasan. Klien dengan pendidikan tinggi akan lebih mampu mengatasi, menggunakan koping efektif dan konstruktif dari pada seseorang dengan pendidikan rendah.

Umur keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia rata-rata adalah 42,84 tahun. Usia akan mempengaruhi cara individu membuat keputusan, semakin bertambah usia seseorang biasanya semakin menambah keyakinan untuk mencari pertolongan ke petugas kesehatan. Usia yang matang biasanya dicapai pada usia 25-44 tahun. Setelah usia tersebut maka dapat terjadi penurunan kepercayaan terhadap sesuatu. Hal ini diakibatkan pengalaman hidup dan kematangan jiwa seseorang.

Responden yang mengalami tingkat kecemasan berat sebanyak 18 responden (26,1%). Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Individu cenderung untuk berfokus pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berfikir tentang yang lain. Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat berfokus pada suatu area lain. Responden mengalami kecemasan berat karena merasakan beban keuangan sejak anggota keluarga didiagnosa skizofrenia. Pekerjaan responden sebagian besar pegawai swasta sebanyak 41 responden (59,3%). Responden yang bekerja sebagia pegawai swasta mempunyai penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Responden dengan penghasilan yang sukup ini merasa cemas merawat keluarga yang sakit gangguan jiwa karena memikirkan biaya untuk pengobatan. Seseorang dengan gangguan jiwa harus rutin kontrol dan minum obat agar tidak mengalami kekambuhan.

Hasil penelitian juga diketahui responden yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 9 responden (13,0%). Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan pada tingkat ini menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 27 responden (39,1%). Jenis kelamin perempuan sebagian besar mengalami kecemasan sedang dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Hal ini dikarenakan jenis kelamin perempuan lebih sensitif dalam menghadapi masalah. Menurut Tarwoto dan Wartonah (2003), umumnya perempuan lebih sering mengalami gangguan efektif dan kecemasan.

Keluarga yang mengalami panik sebanyak 3 responden (4,3%). Responden mengalami panik karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian dan terjadi peningkatan aktivitas

(9)

motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, presepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional.

Kecemasan merupakan respon terhadap stress atau sesuatu kondisi keletihan dan kelelahan pada tubuh yang disebabkan oleh peristiwa dalam hidup (Seyle, 1956, dalam Videbeck, 2008). Kecemasan terjadi jika individu mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap situasi kehidupan, masalah dan tujuan hidup. System saraf otonom berespon terhadap kecemasan secara tidak sadar dalam tubuh. Saraf otonom menyebabkan perubahan pada tanda-tanda vital sebagai persiapan mekanisme pertahanan tubuh. Glanda adrenal mengeluarkan adrenalin atau epinephrine yang menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen, dilatasi pupil dan peningkatan tekanan arteri dan denyut jantung dan peningkatan glikogenolisis. Jika kondisi berbahaya atau kecemasan sudah selesai, maka saraf parasimpatis yang bekerja dan mengembalikan tubuh dalam kondisi normal kembali (Videbeck, 2008).

Hasil penelitian diketahui responden merasa lebih cemas dari pada biasanya semenjak merawat anggota keluarga mengalami gangguan jiwa sebanyak 27 responden (39,1%). Hal ini dikarenakan keluarga dalam menghadapi keluarga yang menderita skizofrenia merasakan beban keluarga yaitu keuangan, gangguan kegiatan keluarga, gangguan rekreasi keluarga, gangguan interaksi keluarga, efek pada kesehatan fisik dan efek pada kesehatan mental. Menurut Magliano (2006), menyatakan beban tertinggi dialami karena terganggunya kegiatan keluarga. Anggota yang sakit tidak menghadiri kegiatan rutin seperti; bekerja, sekolah/ kuliah dan juga membantu dalam rumah tangga. Caregiver harus menghabiskan banyak waktu untuk mengurus anggota yang sakit, biaya, pekerjaan rutin terganggu dan juga mengabaikan kebutuhan anggota keluarga lainnya (Magliano, 2006).

Keluarga yang mempunyai keluarga yang skizofrenia juga menyatakan merasa mudah marah dan panik semenjak merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa sebanyak 31 responden (44,9%). Hal ini dikarenakan keluarga mengalami beban psikis akibat keluarga mengalami skizofrenia. Keluarga mengalami stressor yang berat ketika anggota keluarganya didiagnosa skizofrenia sehingga menjadi mudah marah dan cemas sejak merawat anggota keluarga yang skozofrenis. Menurut Stuart dan Lyria (2005) menjelaskan bahwa stressor pencetus dapat disebabkan karena adanya ancaman terhadap integritas fisik yang meliputi disabilitas fisiologis atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan adanya ancaman terhadap system diri yang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang integritas pada individu.

Hasil penelitian juga diketahui responden merasa sering mati rasa dan kesemutan di jari-jari tangan dan kaki saya semenjak merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa sebanyak 32 responden (46,4%). Keluaraga juga merasa sering sakit perut / gangguan pencernaan semenjak merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa sebanyak 23 responden (33,3%). Hal ini menunjukkan selain beban psikis, keluarga dengan penderita skizofrenia juga berdampak pada aspek fisik dari keluarga. Menurut Mubin (2008) keluarga dengan penderita gangguan jiwa sering mengalami kelukaan fisik akibat

(10)

memikirkan perilaku aneh pasien. Kekhawatiran keluarga bila pasien mengamuk atau mendapatkan perlakuan tidak baik dari masyarakat, juga menjadi beban psikologis yang dirasakan oleh mereka. Dengan kata lain, Pasien sebagai stressor fisik dan psikis bagi keluarga dan anggota keluarga yang lain.

Menurut penelitian yang dilakukan Yosep (2008) menunjukan anggota keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang sakit jiwa sebagian besar mengalami kecemasan berat. Penelitian ini sama dengan penelitian yang saya teliti menunjukkan anggota keluarga yang mempunyai keluarga yang mengalami skizofrenia paranoid sebagian besar mengalami kecemasan berat. Kedua penelitian tersebut menunjukkan adanya suatu penyakit yang serius dan kronis pada diri seseorang anggota keluarga biasanya memiliki pengaruh pada sistem keluarga, khususnya pada struktur peran dan pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga. Penelitian yang dilakukan peristiwa yang dapat menimbulkan kecemasan yaitu peristiwa traumatis berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situsional. Salah satu peristiwa situsional yang dapat menimbulkan cemas oleh keluarga yaitu dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

KETERBATASAN PENELITIAN

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak menjelaskan penyebab kecemasan yang terjadi pada keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia paranoid.

PENUTUP

Kesimpulan

Tingkat kecemasan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid di RSJ dr. Amino Gondohutomo sebagian besar adalah sedang sebanyak 39 responden (56,5%). Keluarga yang mengalami tingkat kecemasan berat sebanyak 18 responden (26,1%), ringan sebanyak 9 responden (13,0%) dan panik sebanyak 3 responden (4,3%).

Saran

Bagi keluarga sebaiknya mampu mengatasi kecemasan yang terjadi dengan menerapkan latihan relaksasi dilakukan melalui teknik pernafasan atau peregangan otot (progressive muscle relaxation). Seseorang yang mengalami perasaan tidak tentram, kecemasan dan stress psikilogis, jika diberikan suatu latihan relaksasi yang terprogram secara baik maka akan menurunkan denyut nadi, tekanan darah tinggi, mengurangi keringat dan mengurangi pernafasan sehingga sangat efektif sebagai anti kecemasan.

(11)

1

Herlis Dian Permatasari: Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan FIKKES Universitas Muhammadiyah Semarang

2

M. Fatkhul Mubin: Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang

3 Eni Hidayati: Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang

DAFTAR PUSTAKA

Agustrika, B. 2009. Pengaruh Terapi thought stooping terhadap tingkat kecemasan dengan penyakit fisik di RSUD sorong. Tesis.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Azis, A.H. 2003. Riset keperawatan & teknik penulisan ilmiah. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika.

Budiarto, E. 2004. Metodelogi penelitian keperawatan : sebuah pengantar. Jakarta EGC.

Copel, L.C. 2007. Psikiatric and mental healthnursing care : nurse’sclinical guide. (2nd) Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Gangguan jiwa.

http://www.depkes.go.id/indexs.php/press-release/1060 - jika tidak di tangani -26-juta-orang-didunia-menderita-skizofrenia-html. 15 desember 2013.

Friedman. 2010. Keperawatan keluarga teori dan praktek. Edisi 5. Ahli bahasa: Achir Yani, S. Hamid dkk. Jakarta : EGC.

Kopelowicz, A. Liberman, P & Zarare, R. 2002. Psikososial tratmen for skizofrenia. New York: Oxford University Press.

Machfoedz, dkk. 2005. Metodologi penelitian bidang kesehatan, keperawatan dan kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya.

Machfoedz, I. 2007. Statistika Deskriptif: Bidang Kesehatan, Keperawatan dan Kebidanan (Bio Statistik). Yogyakarta: Fitramaya.

Maramis. 2007. Hari Kesehatan Sedunia http://www.tempointeraktif.com/hg

/kesehatan /2005/10/10/brk,20051010-67795,id.html. diperoleh tanggal 13 pebruari 2011.

(12)

Michael. 2006. Anxiety managemen service. http://anxiety-managemen-service.com. Diundu pada tanggal 11 november 2013.

Notoatmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Peter J and Mark. 1995. Cost of Relapse in Schizophrenia. oxfordJournal, vol.21.New York.

Riwidikdo, H. 2007. Statistik Kesehatan: Belajar mudah teknik analisis data Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Software SPSS). Yogjakarta: Mitra Cendikia Press.

Sastroasmoro, S, & Ismail, S. 2008. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 1997. Pocket quede to psycyatric nursing. St. Louis. Mosby.

Stuart, G.W & Laria, M.T. 2005. Pocket quede to psycyatric nursing. St. Louis. Mosby.

Sugiyono. 2005. Statistika untuk penelitian. Bandung. Alfabeta.

Suliswati, dkk. 2005. Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC.

Tarwoto & Wartona. 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Edisi pertama. Jakarta: Salemba Medika.

Taufik, M. 2007. Prinsip-prinsip promosi kesehatan dalam bidang keperawatan. Jakarta: Medika.

Videbeck, S.L. 2006. Psyciatric mental health nursing. Philadephia:Lippincott Willliam & Willkins.

Wardaningsih, S. 2007. Tentang pengaruh psikoedukasi pada kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan halusinasi di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Tesis. Universitas Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait

Berdasarkan analisis penyekoran (scoring) yang menggunakan formulasi logis dari urutan tingkat pengaruh penyebab kebakaran hutan dan lahan (Lampiran 5 dan Tabel 11)

2004 tentang wakaf yaitu: Harta tidak bergerak (tanah, bangunan/bagian, tanaman dan benda lain berkaitan dengan tanah, hak milik atas satuan rumah susun, sumur, benda

Berdasarkan Surat Penetapan Penyedia Jasa dari Panitia Pengadaan Langsung Jasa Konstruksi Nomor 086/PAN-PL/KONST-DM/2012 tanggal 4 Juli 2012 untuk Pekerjaan Perbaikan

PHP memberikan kemudahan bagi perancang situs web untuk dapat mengembangkan dan membuat tampilan halaman informasi yang baik

Serangga tanah yang ditemukan sebanyak 34 spesimen terdiri dari 8 ordo dan 18 famili, pada Cagar Alam Manggis Gadungan CAMG ada 7 ordo 16 famili dan 633 individu terdiri dari

Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:. -

3 Saya merasa puas karena rekan kerja saya mau membantu saya di saat saya kesulitan dalam bekerjaX. 4 Saya merasa puas karena rekan kerja saya selalu menyemangati saya