1. Pemanasan Air Tanpa Es Batu
Pada percobaan pertama, labu Erlenmeyer diisi dengan air tanpa es batu, kemudian dipanaskan menggunakan pembakar spiritus. Hasil pengamatan menunjukkan perubahan suhu sebagai berikut:
a.
Suhu awal airadalah 11°C sebelum dipanaskan.b.
Setelah 3 menit, suhu meningkat menjadi 66°C, ditandai dengan munculnya gelembung udara akibat pemanasan.c.
Pada menit ke-6, suhu mencapai 91°C, mendekati titik didih.d.
Pada menit ke-8 hingga menit ke-11, suhu stabil di sekitar 96–97°C. Kenaikan suhu melambat karena sebagian besar energi digunakan untuk mengubah air menjadi uap.e.
Suhu tidak mencapai 100°C sepenuhnya, kemungkinan karena kondisi lingkungan dan adanya kehilangan kalor.2. Pemanasan Air dengan Es Batu
Percobaan kedua dilakukan dengan memasukkan es batu ke dalam air sebelum
pemanasan. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk melihat bagaimana keberadaan es batu mempengaruhi perubahan suhu air. Hasil pengamatan dicatat dalam sebagai berikut:
a.
Suhu awal air adalah 1°C, jauh lebih rendah dibandingkan percobaan pertama karena adanya es batu.b.
Pada menit ke-2, suhu naik menjadi 5°C, menunjukkan bahwa sebagian kalor yangdiberikan pertama-tama digunakan untuk mencairkan es batu sebelum meningkatkan suhu air.
c.
Pada menit ke-6, suhu mencapai 16°C, masih lebih rendah dibandingkan air tanpa es pada waktu yang sama, yang sudah berada di sekitar 87°C.d.
Pada menit ke-12, suhu stabil di sekitar 36°C, menunjukkan bahwa pemanasan membutuhkan waktu lebih lama karena adanya es batu yang menyerap kalor sebelum suhu air dapat meningkat signifikan.1. Air tanpa es mengalami kenaikan suhu yang lebih cepat dibandingkan air dengan es batu. Es batu menyerap kalor terlebih dahulu, sehingga air membutuhkan lebih banyak energi untuk mencapai suhu yang lebih tinggi.
2. Pada saat air mendidih, kenaikan suhu melambat. Hal ini disebabkan oleh energi yang digunakan untuk mengubah fase cair menjadi uap, bukan untuk menaikkan suhu lebih lanjut.
3. Suhu akhir air dengan es batu lebih rendah dibandingkan air tanpa es, meskipun telah dipanaskan dalam waktu yang sama. Ini membuktikan bahwa kalor yang diberikan tidak hanya menaikkan suhu, tetapi juga digunakan untuk proses pencairan es.
Kalor
Kalor jenis adalah jumlah energi panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg zat sebesar 1 Semakin besar kalor jenis, semakin banyak kalor yang dapat diserap zat tersebut.
1. Perpindahan Kalor melalui Konduksi
Pada percobaan ini, dilakukan pengamatan terhadap tiga bahan berbeda, yaitu tembaga, besi, dan kaca, untuk mengetahui kemampuan masing-masing dalam menghantarkan panas.
a. Tembaga sebagai konduktor terbaik
Tembaga memiliki banyak elektron bebas yang memungkinkan perpindahan energi panas berlangsung dengan sangat cepat. Dalam percobaan ini, plastisin yang ditempelkan pada permukaan tembaga lebih cepat meleleh dibandingkan bahan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kalor berpindah lebih efisien melalui tembaga.
b. Besi sebagai konduktor yang lebih lambat dibandingkan tembaga
Besi juga merupakan konduktor panas, tetapi tidak sebaik tembaga. Hal ini terlihat dari plastisin yang menempel pada besi memerlukan waktu lebih lama untuk mulai meleleh.
Ini menunjukkan bahwa perpindahan kalor pada besi terjadi lebih lambat dibandingkan pada tembaga.
c. Kaca sebagai isolator panas
Kaca termasuk dalam kategori isolator panas karena tidak memiliki elektron bebas yang cukup untuk membantu proses perpindahan kalor. Dalam percobaan, plastisin yang menempel pada kaca tidak mengalami perubahan bentuk yang signifikan, menandakan bahwa kaca tidak dapat menghantarkan panas dengan baik.
2. Perpindahan Kalor melalui Konveksi
Dalam percobaan ini, perpindahan kalor secara konveksi diamati dengan memasukkan potongan-potongan kecil kertas ke dalam air yang berada dalam labu Erlenmeyer, kemudian dipanaskan.
a. Sebelum pemanasan
Pada awal percobaan, potongan kertas kecil dalam air berada dalam keadaan diam. Tidak ada pergerakan yang signifikan karena suhu air masih merata dan belum terjadi perbedaan massa jenis.
b. Saat pemanasan berlangsung
Ketika labu Erlenmeyer dipanaskan dengan pembakar spiritus, air yang berada di bagian bawah dekat dengan sumber panas mulai mengalami kenaikan suhu. Karena suhu meningkat, massa jenis air di bagian bawah berkurang sehingga air panas naik ke atas.
Sementara itu, air yang lebih dingin di bagian atas memiliki massa jenis lebih besar
sehingga turun ke bawah. Gerakan ini membentuk pola aliran konveksi yang menyebabkan potongan kertas ikut bergerak mengikuti aliran air.
c. Setelah pemanasan terus berlangsung
Seiring waktu, gerakan potongan kertas semakin jelas karena aliran konveksi semakin kuat. Hal ini menunjukkan bahwa panas yang diberikan ke bagian bawah air menyebabkan terjadinya sirkulasi alami, di mana air panas naik dan air dingin turun secara bergantian.
3. Perpindahan Kalor melalui Radiasi
Percobaan ini mengamati bagaimana kalor dari api pembakar spiritus mempengaruhi lilin yang ditempatkan di dekatnya.
a. Sebelum didekatkan ke sumber panas
Lilin dalam kondisi padat dan tidak mengalami perubahan bentuk. Hal ini karena tidak ada sumber kalor yang mempengaruhi struktur lilin.
b. Ketika lilin didekatkan ke api pembakar spiritus
Lilin mulai mengalami perubahan, di mana bagian yang paling dekat dengan api mulai meleleh. Proses ini terjadi karena lilin menerima energi panas dalam bentuk gelombang radiasi dari api tanpa perlu kontak langsung.
c. Setelah sumber panas dijauhkan
Lilin yang telah meleleh mulai membeku kembali setelah sumber panas tidak lagi memberikan energi tambahan. Hal ini menunjukkan bahwa proses perpindahan kalor melalui radiasi dapat berlangsung dengan cepat, tetapi juga dapat dihentikan segera setelah sumber kalor dihilangkan.