• Tidak ada hasil yang ditemukan

pemetaan lahan pertanian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "pemetaan lahan pertanian"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN

STIMULAN PENELITIAN & PENGABDIAN

KEPADA MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA 2016

PEMETAAN LAHAN PERTANIAN

UNTUK ANALISA KEBIJAKAN BIDANG PERTANIAN TERPADU DI DAERAH BAHAYA BANJIR

KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

Tim Pengusul :

Prof. Dr. Ir. Hj. Salamiah, MS (0014096202)

Dr. Rosalina Kumalawati, S.Si., M.Si (0004058104)

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT OKTOBER 2016

(2)
(3)
(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

RINGKASAN ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan Umum, dan Tujuan Khusus ... 4

1. Tujuan umum ... 4

2. Tujuan khusus ... 4

1.5. Manfaat dan Luaran Penelitian ... 4

1.6. Urgensi Penelitian ... 6

1.7. Kontribusi dalam Pengembangan IPTEK/SOSBUD ... 7

1.8. Temuan yang di targetkan ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Tinjauan Teoritis ... 9

1. Pengertian Banjir ... 9

2. Faktor Penyebab Banjir ... 9

3. Pertanian ... 12

4. Sistem Informasi Geografis ... 13

2.2. Studi Pendahuluan... 13

2.3. Roadmap Penelitian ... 14

BAB III. METODE PENELITIAN ... 16

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 16

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 16

1. Populasi ... 16

2. Sampel ... 17

3.4. Variabel dan Sumber Data Penelitian ... 17

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 18

3.6. Teknik Analisis Data ... 18

3.7. Kerangka Penelitian ... 20

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 22

1. Letak, Luas dan Batas ... 22

2. Ketinggian Tempat ... 22

(5)

3. Lereng... 22

4. Jenis Tanah ... 27

5. Buffer Sungai ... 29

4.2. Peta Tingkat Bahaya Banjir ... 29

4.3. Pemetaan Lahan Pertanian (Sawah) berdasarkan Peta Penggunaan Lahan ………... 33

4.4. Sistem Informasi Geografis ini menyajikan informasi table dan grafik yang digunakan sebagai pengambilan informasi untuk Analisa Kebijakan pemanfaatan lahan pertanian pada daerah bahaya banjir ... 35

BAB V. KESIMPULAN... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN ... 43

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Data Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2015... 7 Tabel 3.1. Populasi Penelitian ... 16 Tabel 3.3. Variabel dan Sumber Data Penelitian ... 17 Tabel 4.1. Luas Kecamatan Kecamatan menurut Kelas Ketinggian

Tempat Kabupaten Hulu Sungai Tengah ... 23 Tabel 4.2. Luas Kecamatan menurut Kelas Kemiringan Lereng

Kabupaten Hulu Sungai Tengah ... 23 Tabel 4.3. Luas Kecamatan Menurut Jenis Tanah Kabupaten Hulu

Sungai Tengah ... 27 Tabel 4.4. Luas Buffer Sungai Wilayah Kabupaten Hulu Sungai

Tengah ... 29 Tabel 4.5. Tingkat Bahaya Banjir Kabupaten Hulu Sungai ... 34 Tabel 4.6. Penggunaan Lahan Wilayah Kabupaten Hulu Sungai

Tengah ... 32 Tabel 4.7. Penggunaan Lahan pada Daerah Bahaya Banjir di

Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2016 ... 38

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Roadmap penelitian ... 15

Gambar 3.1. Kerangka Penelitian ... 21

Gambar 4.1. Peta Administrasi Kabupaten Hulu Sungai Tengah ... 24

Gambar 4.2. Peta Ketinggian Tempat Kabupaten Hulu Sungai Tengah ... 25

Gambar 4.3. Peta Kelerengan Kabupaten Hulu Sungai Tengah ... 26

Gambar 4.4. Peta Jenis Tanah Kabupaten Hulu Sungai Tengah ... 28

Gambar 4.5. Peta Buffer Sungai Kabupaten Hulu Sungai Tengah ... 30

Gambar 4.6. Peta Bahaya Banjir Kabupaten Hulu Sungai Tengah ... 32

Gambar 4.7. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Hulu Sungai Tengah ... 36

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. JADWAL PELAKSANAAN ... 43 LAMPIRAN 2. JUSTIFIKASI ANGGARAN PENELITIAN... 44

LAMPIRAN 3. DUKUNGAN SARANA DAN PRASARANA

PENELITIAN ... 45 LAMPIRAN 4. SUSUNAN ORGANISASI TIM PENELITI DAN

PEMBAGIAN TUGAS ... 46 LAMPIRAN 5. BIODATA KETUA DAN ANGGOTA PENELITI ... 47

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Banjir adalah bencana alam yang sering melanda sejumlah negara maju dan berkembang setiap musim hujan termasuk Indonesia (Tondobala, 2011;

Indrianawati dan Hakim, 2013;). Frekuensi banjir di masa depan akan semakin meningkat dan dampaknya semakin parah (UN-Habitat 2009; Sakijege, 2013;

koye dan Ojeh 2015). Dampak banjir semakin besar dari tahun ketahun dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu keselamatan manusia (hilangnya nyawa atau terluka) dan kerusakan property (hilangnya harta benda, kerusakan permukiman, pertanian) (Septriyadi dan Hamhaber, 2013; Widiarto dan Kingma, 2014).

Sebagai contoh, banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan.

Masalah utama yang terjadi di daerah penelitian adalah banjir yang terjadi mengenai daerah padat penduduk dan lahan pertanian. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian dan keberlangsungan hidup masyarakat, terutama kontribusinya terhadap lapangan kerja dan pangan dalam negeri. Pertanian sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan daerah.

Pertanian memiliki dua manfaat bagi penduduk miskin, terutama menciptakan lapangan kerja alternatif dan menciptakan akses yang lebih baik untuk makanan (Galuh, 2013; Beatly, 2000) berpendapat saat ini dunia sedang mengahadapi tiga masalah utama, antara lain: meningkatnya permintaan pangan, pertumbuhan penduduk, dan penurunan kualitas ekologi. Perkembangan pertanian tanaman pangan saat ini sangat erat kaitannya dengan permasalahan pemanfatan lahan, alih guna lahan pertanian akan sangat mengancam luas lahan produksi pertanian seiring semakin lajunya roda pembangunan daerah yang semakin pesat.

Meningkatnya kebutuhan hidup dan penggunaan lahan pertanian baik untuk keperluan produksi pertanian maupun keperluan dalam bidang lainnya membutuhkan perencanaan dan pengambilan keputusan kebijakan untuk pemanfaatan yang paling optimal (Kubelaborbir, 2010). Pemanfaatan lahan pada sektor pertanian seringkali bersaing dengan sektor lain seperti industri,

(10)

pemukiman dan perdagangan. Meningkatnya kebutuhan lahan pertanian menimbulkan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan.

Hal tersebut disebabkan juga oleh kurangnya informasi yang berhubungan dengan produktifitas dan kelayakan penggunaan lahan tersebut, sehingga mengesampingkan ketersediaan tanaman pangan berkelanjutan dan menghiraukan manfaat asal dari lahan tersebut.

Sumber daya lahan merupakan bagian penting dari sistem produksi biomassa karena menyediakan komponen dalam pertumbuhan tanaman, hewan dan tata niaga produk-produk pertanian, perkebunan, kehutanan, dan sumberdaya hayati lainnya. Lahan diperlukan untuk budidaya tanaman dan pakan, padang penggembalaan ternak, tempat berdirinya pabrik dan sarana pengolahan hasil serta tempat berlangsungnya transaksi jual beli. Di samping itu, lahan juga merupakan tempat berkembangnya organisme bermanfaat dan yang mengganggu tanaman, baik di atas maupun di dalam tanah, tempat terjadinya siklus hidrologi, sumber berbagai komponen iklim, ruang belajar bagi mahasiswa dan masyarakat, dan lain-lain.

Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang tinggi saat ini dan di masa yang akan datang menuntut penyediaan sumberdaya lahan yang lebih baik.

Disamping aspek fisik, sumber daya manusia merupakan komponen yang menentukan dalam pengelolaan sumber daya lahan yang lebih baik. Penggunaan lahan yang tidak tepat dan tanpa mempertimbangkan faktor yang dapat menyebabkan penyalahgunaan sumber daya alam menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, pemuliaan kemiskinan dan konflik sosial (Dao, 2005).

Penyajian informasi melalui Geografic Information System (GIS) saat ini menjadi landasan utama yang digunakan sebagai sarana untuk memaparkan informasi-informasi yang berhubungan dengan data spasial dan data pendukung penyampaian informasi lainnya. Penerapan GIS merupakan langkah yang tepat untuk pemetaan daerah penentuan peruntukan lahan pertanian di daerah bahaya banjir. Teknologi GIS mengintegrasikan operasi pengolahan data berbasis database yang biasa digunakan saat ini, seperti pengambilan visualisasi yang khas serta berbagai keuntungan yang mampu ditawarkan analisis geografis melalui

(11)

gambar-gambar petanya berbasis web. Sistem Informasi Geografis merupakan kombinasi manajemen database dalam mengumpulkan dan menyimpan sejumlah data geospasial yang besar, bersama-sama dengan kemampuan analisis spasial untuk mengetahui hubungan geospasial antara entitas dari masing-masing data yang digunakan, ditambah dengan peta layar yang berfungsi menggambarkan hubungan data geospasial dalam dua dan tiga dimensi dalam bentuk peta (Nyerges, 2009).

Dalam penelitian ini, akan dirancang suatu Sistem Informasi Geografis yang dapat memberikan informasi Pemetaan Lahan Pertanian pada daerah banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang digunakan sebagai pengambilan informasi untuk Analisa Kebijakan Bidang Pertanian Terpadu. Aplikasi GIS yang dirancangkan menggunakan Arc View 32 dan Arc GIS untuk pemetaan bahaya banjir, dan pemetaan lahan pertanian.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang ada, yaitu :

a. Bagaimana tingkat bahaya banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah?

b. Bagaimana pemetaan lahan pertanian (sawah) berdasarkan peta penggunaan lahan yang ada?

c. Bagaimana Sistem Informasi Geografis ini menyajikan informasi tabel dan grafik yang digunakan sebagai pengambilan informasi Untuk Analisa Kebijakan pemanfaatan lahan pertanian pada daerah bahaya banjir?

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Sistem Informasi Geografis (SIG) ini menyajikan informasi data spasial dan pengolahan citra sebagai media pendukung informasi lahan secara statis dengan peta hasil digitasi dari peta RTRW dan citra di Kabupaten Hulu Sungai Tengah,

(12)

b. Alternatif lahan untuk informasi lahan pertanian melingkupi lahan sawah, dan tegalan yang diperuntukkan komoditas pertanian tanaman pangan, dan untuk pertanian secara terpadu,

c. Sistem Informasi Geografis (SIG) ini menyajikan informasi data spasial dengan lingkup batas administrasi Kecamatan dan batas masing-masing Desa, d. Sistem Informasi Geografis ini menyajikan informasi tabel dan grafik yang

digunakan sebagai pengambilan informasi Untuk Analisa Kebijakan Bidang Pertanian di daerah bahaya banjir.

1.4. Tujuan Umum, dan Tujuan Khusus 1. Tujuan umum:

Tujuan umum dari Penelitian ini adalah menyajikan informasi data spasial, tabel dan grafik sebagai referensi informasi untuk menganalisa dan merencanakan kebijakan bidang Pertanian secara umum di Daerah Bahaya Banjir pada Dinas Pertanian khususnya bidang pertanian terpadu di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

2. Tujuan khusus:

a. Menyusun dan menganalisis Peta Bahaya Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah,

b. Menyusun dan menganalisis pemetaan lahan pertanian (sawah) berdasarkan peta penggunaan lahan yang ada,

c. Membangun dan menganalisis Sistem Informasi Geografis ini menyajikan informasi tabel dan grafik yang digunakan sebagai pengambilan informasi Untuk Analisa Kebijakan pemanfaatan lahan pertanian pada daerah bahaya banjir.

1.5. Manfaat dan Luaran Penelitian

otensi dan pemetaan di bidang pertanian dapat dikembangkan karena

(13)

dengan diketahuinya lahan pertanian dapat diprediksi hasil panen dan rekomendasi pemanfaatan lahan yang sesuai, sehingga pada akhirnya mendapatkan hasil panen yang maksimal untuk mencukupi kebutuhan pangan dan untuk pemanfaatan lain sesuai potensinya di daerah bahaya banjir.

Manfaat dari penelitian ini antara lain:

Manfaat Keilmuan

1) menggambarkan dan menjelaskan

,

2) memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu geografi terutama aspek metodologis pada kajian geografi pertanian, khususnya pemetaan lahan pertanian di daerah bahaya banjir untuk analisa kebijakan di bidang pertanian.

3) sebagai sumber informasi bagi pengembangan penelitian sejenis.

Manfaat Pembangunan

1) Pemerintah dan masyarakat di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dapat mengetahui

2)

,

3) Pemetaan lahan pertanian di daerah bahaya banjir dapat dijadikan dasar dalam menentukan strategi pengelolaan di bidang pertanian dan penghitungan prediksi kebutuhan pangan dalam kurun waktu ke depan.

2. Luaran Penelitian

Luaran penelitian berupa jurnal internasional dan visualisasi hasil penelitian yaitu:

a. Publikasi ilmiah melalui jurnal internasional terakreditasi.

b. Peta Bahaya Banjir

(14)

c.

yang akan digunakan oleh Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Selatan sebagai dasar dalam penyusunan strategi pengelolaan di bidang pertanian.

1.5.Urgensi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah karena beberapa kali terkena bencana banjir setiap musim hujan (lihat Tabel 1). Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah terjadi pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan mengenai lahan pertanian dengan periode ulang sehingga memiliki potensi mengakibatkan kerusakan pada permukiman penduduk dan lahan pertanian. Lahan pertanian di daerah penelitian merupakan mata pencaharian pokok bagi masyarakat sekitar Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai lokasi pertanian yang terletak di daerah bahaya banjir, informasi untuk membantu analisa kebijakan bidang pertanian sesuai penggunaan lahan pertanian dengan media grafik dalam penyajian data, Sistem Informasi Geografis dalam menampilkan data spasial pemetaan lahan pertanian di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Sistem Informasi Geografis dapat menghasilkan keluaran informatif dan mudah dimengerti oleh pengguna sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal dan berguna untuk instansi terkait Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

(15)

Tabel 1. Data Banjir di Kabupaten Hulu Sunga Tengah Tahun 2015

NO DESA/KECAMATAN JUMLAH KK JUMLAH JIWA JUMLAH KORBAN KECAMATAN HARUYAN

1 HARUYAN 167 678

2 HARUYAN SEBERANG 257 928

3 LOKBUNTAR 60 225

4 PENGAMBAU HILIR LUAR 25 111

5 PENGAMBAU HILIR DALAM 60 195 2137

KECAMATAN BATU BENAWA

1 ALUAN BESAR 135 596

2 PAYA 175 632 1228

KECAMATAN PANDAWAN

1 MASIRAAN 177 482

2 PELAJAU 141 426 908

KECAMATAN BARABAI

1 BARABAI UTARA 175 533

2 BARABAI SELATAN 118 364

3 BARABAI DARAT 552 943

4 BARABAI TIMUR 275 691

5 BARABAI BARAT 394 766

6 PAJUKUNGAN 269 578

7 BUKAT 319 772 4647

JUMLAH 3299 8920

Sumber : BPBD, 2015

1.6. Kontribusi dalam Pengembangan IPTEK/SOSBUD

Hasil Penelitian dalam bentuk Peta Bahaya Banjir, Peta Lahan Pertanian di daerah bahaya banjir sebagai dasar dalam menentukan kebijakan di bidang pertanian. Peta Tingkat Bahaya yang dihasilkan diharapkan mampu memberikan visualisasi lokasi pertanian yang aman dari bencana banjir di masa depan.

Masyarakat dapat dengan aman dan tenang mengelola lahan pertanian meskipun tinggal di daerah bahaya banjir karena masyarakat sudah siap untuk melakukan mitigasi tanpa harus relokasi. Banjir dapat diprediksi, pada waktu banjir datang masyarakat dapat tinggal dilokasi yang aman, ketika banjir sudah dapat diatasi masyarakat dapat kembali kerumah masing-masing sambil mengelola lahan pertaniannya. Masyarakat juga dapat mengetahui strategi alternatif dalam bercocok tanam di daerah bahaya banjir.

(16)

Hasil penelitian terkait peta, strategi pengelolaan serta strategi alternatif di lokasi penelitian berpotensi untuk dijadikan bagi wilayah lain baik dilingkup Kalimantan maupun wilayah bahaya banjir lainnya di Indonesia. Hal tersebut dimungkinkan mengingat model pendekatan ilmiah yang akan dilakukan bersifat ‘open ended technology’ yang dimaksudkan untuk mudah dimodifikasi pada lokasi bahaya bencana lain.

1.7. Temuan yang Ditargetkan

Pemetaan lahan pertanian untuk analisa kebijakan bidang pertanian di daerah bahaya banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Selain itu juga dapat membangun masyarakat yang tangguh dan mampu beradaptasi dalam menghadapi bencana banjir. Peneliti juga berusaha mengembangkan metode ini sehingga dapat diketahui statregi alternatif untuk mengurangi dampak banjir pasca bencana sehingga kerugian yang terjadi di bidang pertanian dapat diminimalkan dan pemerintah daerah dapat memanfaatkan lahan sesuai dengan potensinya masing- masing.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Banjir

Banjir adalah aliran air di permukaan tanah yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah ke kanan dan kiri serta menimbulkan genangan/aliran dalam jumlah yang melebihi normal dan mengakibatkan kerugian pada manusia (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002;

Indradewa, 2008). Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan besar, pecahnya bendungan sungai, atau naiknya permukaan laut. Banjir sering dikenal dalam 2 bentuk, berupa penggenangan pada daerah yang biasanya kering atau bukan rawa, dan banjir sebagai akibat terjadinya limpasan air dari alur sungai yang disebabkan karena debit pada sungai melebihi kapasitas pengalirannya (Indradewa 2008). Banjir menjadi suatu bencana ketika terjadi pada daerah yang merupakan tempat aktifitas manusia. Perubahan tataguna lahan, pemanasan global serta air pasang yang tinggi mempercepat terjadinya banjir dibeberapa tempat termasuk di Indonesia.

2. Faktor Penyebab Banjir

Penyebab terjadinya banjir dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori (Kodoatie Robert J. dan Sugiyanto, 2002), yaitu :

a. Alami

1) Pengaruh Air Pasang

Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater).

2) Curah Hujan

Curah hujan dapat mengakibatkan banjir apabila turun dengan intensitas tinggi, durasi lama, dan terjadi pada daerah yang luas.

3) Pengaruh Fisiografi atau Geografi Fisik Sungai

(18)

Pengaruh fisiografi atau geografik fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan daerah pengaliran sungai (DPS), kemiringan sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai dll, merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.

4) Erosi dan Sedimentasi

Erosi dan sedimentasi berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas penampang sungai. Erosi dan sedimentasi menjadi problem klasik sungai-sungai di Indonesia. Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran, sehingga timbul genangan dan banjir di sungai.

5) Menurunnya Kapasitas Sungai

Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan yang berasal dari erosi tanggul sungai yang berlebihan dan sedimentasi di sungai yang dikarenakan tidak adanya vegetasi penutup dan penggunaan lahan yang tidak tepat.

6) Kapasitas Drainase Yang Tidak Memadai

Hampir semua kota-kota di Indonesia mempunyai drainase daerah genangan yang tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut sering menjadi langganan banjir di musim hujan.

b. Faktor Manusia

1) Menurunnya fungsi DAS di bagian hulu sebagai daerah resapan

Kemampuan DAS, khususnya di bagian hulu untuk meresapkan air/

menahan air hujan semakin berkurang seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota, dan perubahan tata guna lahan.

2) Sampah

Ketidakdisiplinan masyarakat yang membuang sampah langsung ke sungai bukan pada tempat yang ditentukan dapat mengakibatkan naiknya muka air banjir.

3) Bendung dan Bangunan Lain

Bendung dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi muka air banjir karena efek aliran balik (backwater).

4) Kerusakan bangunan pengendali banjir

(19)

Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya menjadi tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir.

5) Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat

Beberapa sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir-banjir yang besar. Sebagai contoh bangunan tanggul sungai yang tinggi. Limpasan pada tanggul pada waktu terjadi banjir dapat menyebabkan keruntuhan tanggul, menimbulkan kecepatan aliran air menjadi sangat besar melalui bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir yang besar.

Kedua faktor tersebut dapat terjadi secara bersama-sama dapat membuat banjir menjadi sangat merugikan. Kawasan rawan banjir menurut Indradewa, 2008 merupakan kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir sesuai karakteristik penyebab banjir, kawasan tersebut dapat dikategorikan menjadi empat tipologi sebagai berikut :

a. Daerah Pantai.

Daerah pantai merupakan daerah yang rawan banjir karena daerah tersebut merupakan dataran rendah yang elevasi permukaan tanahnya lebih rendah atau sama dengan elevasi air laut pasang rata-rata (meansea level) dan tempat bermuaranya sungai, biasanya mempunyai permasalahan penyumbatan muara.

b. Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area)

Daerah dataran banjir (Floodplain Area) adalah daerah di kanan-kiri sungai yang muka tanahnya sangat landai dan relatif datar, sehingga aliran air menuju sungai sangat lambat mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal. Kawasan ini umumnya terbentuk dari endapan lumpur yang sangat subur sehingga merupakan daerah pengembangan (pembudidayaan) seperti perkotaan, pertanian, permukiman dan pusat kegiatan perekonomian, perdagangan, industri, dll.

c. Daerah Sempadan Sungai.

Daerah ini merupakan kawasan rawan banjir, di daerah perkotaan yang padat penduduk, daerah sempadan sungai sering dimanfaatkan oleh manusia

(20)

sebagai tempat hunian dan kegiatan usaha sehingga apabila terjadi banjir akan menimbulkan dampak bencana yang membahayakan jiwa dan harta benda.

d. Daerah Cekungan.

Daerah cekungan merupakan daerah yang cukup luas baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Apabila penatan kawasan tidak terkendali dan sistem drainase yang kurang memadai, dapat menjadi daerah rawan banjir.

3. Pertanian

Pertanian merupakan suatu jenis kegiatan produksi yang berlandasan proses pertumbuhan dari tumbuhan- tumbuhan dan hewan. Pertanian arti sempit kegiatan bercocok tanam, pertanian arti luas adalah kegiatan manusia yang meliputi kegiatan bercocok tanam perikanan, peternakan dan kehutanan meliputi pertanian dalam arti sempit, perikanan, kehutanan, peternakan, dan perkebunan.

Pertanian adalah (1) proses produksi, (2) pertanian pengusahaan, (3) tanah tempat usaha, (4) usaha pertanian (farm business). Defisi pertanian merupakan aktivis pengolahan tanaman dan lingkungannnya agar memberikan suatu produk pangan dan non pangan (Soetriono, 2003; Sriyanto, 2005).

Kajian pertanian dalam Geografi pertanian berkaitan dengan aktivitas- aktivitas dalam konteks ruang; lokasi pertanian secara keseluruhan dan aktivitas- aktivitas di dalamnya yaitu tanaman dan peternakan, pengagihan output dan input yang diperlukan untuk produksi seperti ladang (tanah), tenaga, pupuk dan pemupukan, benih, pestisida, dan lain- lain. Geografi pertanian termasuk dalam kelompok geografi manusia atau sosial. Geografi Sosial penekanan kajiannya pada aspek aktivitas manusia dalam konteks keruangan, karakteristik penduduknya dalam menyikapi alam, organisasi sosial yang terbentuk sehubungan dengan sikapnya bermasyarakat, dan kebudayaan yang unik dari aktivitasnya tersebut.

Geografi pertanian bagian dari geografi manusia mengenai manusia memudidayakan tanah. Geografi pertanian memusatkan perhatiannya terhadap hubungan tummbuhan yang dibudidayakan dengan tanah, topografi dan iklim untuk mengkaji persebaran, jenis beserta agihan, mengapa diusahakan di tempat.

(21)

Litbang pertanian (2000) salah satu informasi dasar yag dibutuhkan untuk pengembangan pertanian adalah data spesial (peta) potensi sumberdaya lahan.

Memberikan informasi penting tentang distribusi, luasan, tingkat kesesuaian lahan, faktor pembatas, dan alternatif teknologi yang dapat diterapkan.

Kenyataannya data/informasi sumberdaya lahan tersebut belum tersedia secara menyeluruh pada skala yang memadai.

4. Sistem Informasi Geografis

GIS merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses, dan output) data spasial atau data yang bereferensi geografis.

Setiap data yang merujuk lokasi di permukaan bumi dapat disebut sebagai data spasial bereferensi geografis. Misalnya, data kepadatan penduduk suatu daerah, data jaringan jalan suatu kota, data distribusi lokasi pengambilan sampel, dan sebagainya (I Wayan Nuarsa, 2005).

Sistem Informasi Geografis merupakan kombinasi manajemen database dalam mengumpulkan dan menyimpan sejumlah data geospasial yang besar, bersama-sama dengan kemampuan analisis spasial untuk mengetahui hubungan geospasial antara entitas dari masing-masing data yang digunakan, ditambah dengan peta layar yang berfungsi menggambarkan hubungan data geospasial dalam dua dan tiga dimensi dalam bentuk peta (Nyerges T., 2009).

2.2. Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan yang sudah dilaksanakan adalah:

1. Studi pustaka, untuk mencari referensi yang berkaitan dengan penelitian.

Hasilnya adalah mendapatkan jurnal dan buku berkaitan dengan penelitian.

2. Observasi keadaan daerah bahaya banjir dan lahan pertanian di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sehingga sudah mendapatkan gambaran mengenai keadaan lahan pertanian di daerah rawan banjir.

3. Pengumpulan data terkait di bidang pertanian, dan kependudukan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sehingga sudah mendapatkan gambaran kondisi pertanian dan kependudukan di daerah tersebut.

(22)

2.3.Roadmap penelitian

Temuan yang dicapai dalam penelitian tahun pertama adalah Peta Tingkat Bahaya Banjir, Peta Lahan Pertanian dan penyajian informasi untuk membantu analisa kebijakan bidang pertanian sesuai penggunaan lahan pertanian dengan media grafik dalam penyajian data. Pemetaan daerah bahaya banjir dan lahan pertanian dilakukan melalui sistem informasi geografis (SIG). Melalui SIG, didapatkan peta-peta yang informatif dan berguna dalam pembuatan Peta Tingkat bahaya banjir dan lahan pertanian. Hasil penelitian akan dipublikasikan dan diharapkan adanya implementasi dari penelitian ini melalui kerjasama dengan lembaga pemerintah dan swasta. Kerjasama diharapkan dapat menghasilkan masukan yang berguna dalam pengurangan kerugian di bidang pertanian akibat banjir (lihat Gambar 2.1).

(23)
(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian didesain menggunakan pendekatan survei pada masyarakat di daerah bahaya banjir. Penelitian mengkaji Pemetaaan Lahan Pertanian pada Daerah Bahaya Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dan Pemetaan Lahan Pertanian untuk Analisis Kebijakan Bidang Pertanian pada Daerah Bahaya Banjir Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dan kepustakaan (library research). Penelitian dilaksanakan selama 1 (tahun) tahun didasarkan pada roadmap penelitian (Gambar 2.1).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah daerah bahaya banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan. Waktu pelaksanaan kegiatan penelitian selama 1 (satu) tahun.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi penelitian adalah masyarakat di daerah bahaya banjir Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan (Tabel 3.1).

Tabel 3.1. Populasi Penelitian

No Kecamatan Luas (km2) Jumlah Penduduk (Jiwa)

1 Haruyan 101,36 21502

2 Batu Benawa 54,52 19448

3 Hantakan 208,49 12228

4 Batang alai selatan 76,06 22.811

5 Batang alai timur 773,74 7614

6 Batang alai utara 65,36 18250

7 Barabai 54,74 56740

8 Labuan amas selatan 97,80 27553

9 Labuan amas utara 170,30 28817

10 Pandawan 116,39 31744

11 Limpasu 61,04 10596

Jumlah 1.1770,80 257303

Sumber : BPS Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Tahun 2014

(25)

2. Sampel

Suharsimi, 1996). Sampel digunakan karena tidak semua individu dalam populasi

dapat diteliti, dibandingkan

menghitung populasi. Sampel dipilih dan diambil berdasarkan tingkat bahaya sebagai sampling frame, kemudian sampling frame tersebut dibagi ke dalam empat strata yakni tingkat bahaya tinggi, sedang, rendah dan tidak bahaya. Sesuai dengan penelitian Tarigan (2005), dan Ozdemir (2000) yang memasukkan klasifikasi lokasi (dummy). Perbedaan lokasi pada setiap tingkat bahaya mengakibatkan perbedaan jumlah sampel.

3.4. Variabel dan Sumber Data Penelitian

Variabel penelitian merupakan aspek/aspek yang akan dikaji dalam penelitian. Variabel penelitian berupa data primer sekunder dengan berbagai sumber dan teknik pengumpulan data yang relevan. Pengumpulan data dilakukan dengan melibatkan sejumlah mahasiswa sebagai enumerator (lihat Tabel 3.3).

Tabel 3.3. Variabel dan Sumber Data Penelitian

No Variabel/Aspek Indikator Alat Skala Data Sumber Data

1. Tingkat Bahaya Banjir a. Peta Administrasi b. Peta Buffer Sungai c. Peta Blok Bangunan d. Peta Penggunaan Lahan e. Peta Ketinggian Banjir f. Peta Lereng

Alat tulis, tape recorder dan handycame

Rasio RBI, Citra

IKONOS, Bakosurtanal

2. Pemetaan lahan pertanian (sawah)

a. Kebijakan bidang pertanian, b. Peta Penggunaan Lahan,

Alat tulis, tape recorder dan handycame

Rasio Data sekunder, Kuesioner, RBI

3. Sistem Informasi Geografis ini menyajikan informasi tabel dan grafik yang digunakan sebagai pengambilan informasi Untuk Analisa Kebijakan pemanfaatan lahan pertanian pada daerah bahaya banjir

Pengolah Peta Data spasial menggunakan Arc View dan Arc GIS

Alat tulis, tape recorder dan handycame

Rasio Software Arc

View dan Arc GIS

(26)

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian meliputi:

1. Observasi lapangan

Teknik ini untuk pengamatan secara langsung kondisi masyarakat di wilayah penelitian. Metode Observasi Metode ini digunakan untuk mendapatkan data Raster Peta Wilayah dan penggunaan lahan. Hasil dari observasi lapangan diperoleh data desain kebijakan penanganan bidang pertanian pasca banjir, data bencana banjir, program yang telah dijalankan oleh pemerintah pusat dan daerah, dan implikasi dari program tersebut.

2. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk memperoleh informasi secara langsung mengenai kondisi masyarakat wilayah penelitian. Persepsi masyarakat mengenai dampak banjir di bidang pertanian diketahui dengan wawancara menggunakan kuesioner. Penentuan narasumber dilakukan secara purposive yaitu dengan mernperhatikan kemampuan maupun pengetahuan narasumber tentang topik yang dikaji.

3. Dokumentasi

Teknik digunakan untuk menunjang analisis khususnya yang bersifat regional dari instansi pemerintah. Metode Kepustakaan Metode ini digunakan untuk mencari data penggunan lahan serta data lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Pengumpulan data perpustakaan juga melalui pengumpulan data jurnal, surat kabar, dan laporan organisasi kemanusiaan baik internasional, nasional, dan lokal, yang memiliki program di daerah banjir.

3.6. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mix method). Teknik analisis yang digunakan yaitu skoring, SWOT, , serta analisis spasial. Analisis spasial menggunakan perangkat lunak ArcView 3.2, Microsoft Office dan AutoCad 2000. Peta tingkat bahaya banjir diperoleh dari hasil overlay beberapa peta dasar dan peta hasil pengukuran lapangan. Hasil yang lain diperoleh dari :

(27)

1. Analisa Sistem

Pada tahapan ini dilakukan analisa terhadap sistem lama dengan analisa sistem yang diusulkan, serta kebutuhan data yang dibutuhkan untuk pengembanga sistem.

a. Data Peta

Peta yang digunakan adalah peta berbasis vektor yang digunakan untuk menampilkan informasi mengenai luas lahan pertanian di masing-masing kecamatan dan desa. Line dan Polygon yang dimunculkan pada peta dimaksudkan untuk memudahkan para pengguna untuk mendapatkan informasi mengenai data- data lahan pertanian yang tersebar di Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang dipilih dengan mengklik layer dan kemudian muncul informasi atribut yang dibutuhkan.

b. Data Spasial

Penggunaan data spasial untuk menggambarkan lahan pertanian tanaman pangan dalam bentuk polygon dan line untuk menggambarkan bataswilayah kecamatan maupun desa di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Objek ini diperoleh dari hasil georeferensing, digitasi dan geoprosesing dari peta pola ruang RTRW BAPPEDA dengan menggunakan perangkat lunak Arc View 32 dan Arc GIS sehingga menjadi peta yang mempunyai koordinat sesuai keadaan sebenarnya dan menghasilkan proyeksi UTM.

c. Data Atribut

Data atribut adalah data yang menjelaskan tentang detail spasial. Data yang akan ditampilkan berupa data nama kecamatan, desa, luas lahan, ketinggian tanah, nama lahan dan penggunaan lahan. Atribut pada masing-masing data tersebut akan dijelaskan pada kamus data. Pengguna dapat melihat data atribut dari peta dengan mengklik line dan polygon tersebut, jika pengguna mengklik line dan polygon maka akan menghasilkan informasi field-field data yang ditampilkan secara otomatis.

2. Desain Sistem

Langkah ini menentukan dasar sistem yang akan dibuat. Kesalahan dalam desain dapat menimbulkan hambatan, sebaliknya bila desainnya baik akan

(28)

membuat pengembangan (development), peningkatan fungsi (enhancement), dan pemeliharaan (maintenance) sistem menjadi lebih mudah dan efisien.

3. Kerangka Sistem Informasi

Kerangka sistem informasi merupakan gambaran fisik sebuah sistem informasi dimana terdapat beberapa data yang merupakan sebuah inputan dari sistem tersebut. Terdapat beberapa proses dan hasil keluaran berupa data yang di tampilkan dengan beberapa model penyajian. Hasil dari sebuah sistem tersebut di sajikan dengan output berupa tampilan Webgis, tabel dan grafik.

4. Implementasi Sistem

Tujuan dari tahapan implementasi yaitu untuk melakukan uji coba mengenai perangkat lunak sistem maupun perangkat keras sebagai sarana pengolah data dan sekaligus penyaji informasi yang dibutuhkan.

Selanjutnya akan diimplementasikan pada sebuah sistem. Analisa dilakukan untuk melihat apakah semua proses yang telah dibangun sudah berjalan dengan baik dan hasil yang dikeluarkan sesuai dengan yang diharapkan.

5. Pengujian

Pada tahapan ini mencakup koreksi dari berbagai error yang tidak ditemukan pada tahap-tahap terdahulu, perbaikan atas implementasi unit sistem dan pengembangan pelayanan sistem, sementara persyaratan-persyaratan baru ditambahkan. Pada tahap ini disarankan ada dua tahap review yang harus dilaksanakan. Review pertama dilaksanakan pada saat yang tidak terlalu lama setelah penerapan sistem, dimana proyek tim masih ada dan masing-masing anggota masih segar untuk mengingat sistem yang mereka buat.

Review berikutnya dapat dilakukan kira-kira setelah semester pertama sistem berjalan, tujuannya untuk meyakinkan apakah sistem tersebut sudah berjalan sesuai dengan tujuan semula atau masih adakah perbaikan dan penyempurnaan yang harus dilakukan.

3.7. Kerangka Penelitian

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu Peta Tingkat Bahaya Banjir, Peta Lahan Pertanian dan penyajian informasi untuk membantu analisa

(29)

kebijakan bidang pertanian sesuai penggunaan lahan pertanian dengan media grafik dalam penyajian data. Pemetaan daerah bahaya banjir dan lahan pertanian dilakukan melalui sistem informasi geografis (SIG). Melalui SIG, didapatkan peta-peta yang informatif dan berguna dalam pembuatan Peta Tingkat bahaya banjir dan lahan pertanian (lihat Gambar 3.1).

Bahaya banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah

Peta Lahan Pertanian berdasarkan Peta Penggunaan Lahan

Pemetaan Bahaya Banjir Pemetaan Lahan Pertanian untuk Analisa Kebijakan Bidang Pertanian

- Data Sekunder

- Data Primer (Survei dan Wawancara) - Pengukuran Lapangan

Pemetaan Lahan Pertanian untuk Analisa Kebijakan Bidang Pertanian di Daerah Bahaya Banjir Kabupaten Hulu Sungai Tengah

Gambar 3.1. Kerangka Penelitian - Data Sekunder

- Data Primer (Survei dan Wawancara) - Pengukuran Lapangan

Tujuan 1 Tujuan 2

(30)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak, Luas dan Batas

Kabupaten Hulu Sungai Tengah terletak di Kalimantan Selatan dan berada pada posisi 7°40’ sampai dengan 8°10’ Lintang Selatan dan 111°50’ sampai dengan113°30’ Bujur Timur. Batas administrasi wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah:

a. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Hulu Sungai Utara.

b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Utara.

c. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Balangan.

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdiri dari 11 kecamatan, 8 kelurahan dan 161 desa. Luas Wilayah Administratif Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah 177.109 Ha atau 1.771,09 Km² (lihat Gambar 4.1).

2. Ketinggian Tempat

Peta Ketinggian Tempat (Topografi) adalah peta yang memiliki informasi tentang ketinggian permukaan tanah pada suatu tempat terhadap permukaan laut, yang digambarkan dengan garis-garis kontur (Rostianigsih, 2004). Kelas ketinggian > 50 m dpl merupakan kelas ketinggian yang banyak terdapat di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (60.02 %) dari seluruh wilayah di Kabupaten Hulu Sungai Tengah meliputi Kecamatan Batang Alai Selatan, Batang Alai Timur, Batang Alai Utara, Batu Benawa, Hantakan, Haruyan, dan Limpasu (lihat Tabel 4.1 dan Gambar 4.2).

3. Lereng

Kabupaten Hulu Sungai Tengah terbagi menjadi lima kelas kemiringan lereng yaitu daerah berlereng 0-8%, 8-15 %, dan 15–25 %, 25-45 % dan > 45 % (lihat Tabel 4.2 dan Gambar 4.3).

(31)

Tabel 4.1. Luas Kecamatan Menurut Kelas Ketinggian Tempat Kabupaten Hulu Sungai Tengah

NO. KECAMATAN

LUAS (KM2) DAN PERSENTASE KELAS KETINGGIAN TEMPAT LUAS KECAMATAN

(KM2) 0 -

12.5 % 12.5 -

25 % 25 -

50 % > 50 %

1 BARABAI 40.61 2.29 0.05 0.00 - - - - 40.67

2 BATANG ALAI SELATAN 13.85 0.78 38.50 2.17 9.33 0.53 14.48 0.82 76.16

3 BATANG ALAI TIMUR - - 0.03 0.00 6.38 0.36 772.39 43.61 778.80

4 BATANG ALAI UTARA 33.47 1.89 22.11 1.25 9.59 0.54 0.14 0.01 65.30

5 BATU BENAWA 22.95 1.30 8.51 0.48 12.67 0.72 10.33 0.58 54.45

6 HANTAKAN - - 0.28 0.02 8.76 0.49 199.67 11.27 208.72

7 HARUYAN 24.64 1.39 14.43 0.81 5.40 0.30 56.94 3.21 101.41

8 LABUAN AMAS SELATAN 96.98 5.48 0.70 0.04 0.15 0.01 - - 97.83

9 LABUAN AMAS UTARA 170.57 9.63 - - - - - - 170.57

10 LIMPASU - - 30.15 1.70 21.92 1.24 9.05 0.51 61.12

11 PANDAWAN 116.05 6.55 - - - - - - 116.05

519.12 29.31 114.77 6.48 74.20 4.19 1,063.00 60.02 1,771.09

Sumber : Pengolahan Peta Ketinggian Tempat dan Peta Topografi, 2016

Tabel 4.2. Luas Kecamatan Menurut Kelas Kemiringan Lereng Kabupaten Hulu Sungai Tengah

NO. KECAMATAN LUAS (KM2) DAN PERSENTASE KELAS KEMIRINGAN LERENG LUAS KECAMATAN

(KM2) 0 - 8 % 8 - 15 % 15 - 25 % 25 - 45 % >45 %

1 BARABAI - - 39.34 2.22 1.32 0.07 - - - - 40.67

2 BATANG ALAI SELATAN - - 2.72 0.15 73.44 4.15 - - - - 76.16

3 BATANG ALAI TIMUR - - - - 202.73 11.45 235.79 13.31 340.28 19.21 778.80

4 BATANG ALAI UTARA - - 33.56 1.89 31.74 1.79 - - - - 65.30

5 BATU BENAWA - - 21.53 1.22 32.92 1.86 - - - - 54.45

6 HANTAKAN - - - - 158.75 8.96 44.74 2.53 5.24 0.30 208.72

7 HARUYAN - - 48.80 2.76 52.62 2.97 - - - - 101.41

8 LABUAN AMAS SELATAN - - 97.83 5.52 - - - - - - 97.83

9 LABUAN AMAS UTARA 42.99 2.43 127.58 7.20 - - - - - - 170.57

10 LIMPASU - - - - 61.12 3.45 - - - - 61.12

11 PANDAWAN 2.90 0.16 113.15 6.39 - - - - - - 116.05

45.89 2.59 484.51 27.36 614.64 34.70 280.53 15.84 345.52 19.51 1,771.09

Sumber : Pengolahan Peta Lereng, 2016

Daerah yang dominan di wilayah Hulu Sungai Tengah memiliki kelerengan 0-25 yaitu sebanyak 64,65 % dari seluruh wilayah. Sisanya adalah kemiringan lereng > 25 % sebanyak 35.35 % dari seluruh wilayah meliputi Kecamatan Batang Alai Timur dan Hantakan.

(32)
(33)
(34)
(35)

4. Jenis Tanah

Terdapat hubungan yang erat antara tanah dan sifat-sifat serta penyebarannya dengan ”landform” dan iklim. Hal ini karena berkaitan dengan sifat batuan atau litologi serta iklim dalam proses pembentukan land form dan pelapukan batuan dan bahan induk Tanah (Desaunettism Tahun 1977). Jenis tanah di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dapat dilihat pada Tabel 4.3, dan Gambar 4.4.

Tabel 4.3. Luas Kecamatan Menurut Jenis Tanah Kabupaten Hulu Sungai Tengah

NO. KECAMATAN

LUAS (KM2) DAN PERSENTASE JENIS TANAH LUAS KECAMATAN

(KM2)

OHG-PA % A-AP % RYP % RYPLL1 % RYP-I1 % L-Y1 %

1 BARABAI 40.67 2.30 - - - - - - - - - - 40.67

2 BATANG ALAI

SELATAN 24.57 1.39 - - 51.59 2.91 - - - - - - 76.16

3 BATANG ALAI

TIMUR - - - - 91.29 5.15 315.12 17.79 319.75 18.05 52.64 2.97 778.80

4 BATANG ALAI

UTARA 58.23 3.29 0.17 0.01 6.90 0.39 - - - - - - 65.30

5 BATU BENAWA 47.95 2.71 - - 6.50 0.37 - - - - - - 54.45

6 HANTAKAN 15.26 0.86 - - 74.83 4.23 - - 118.62 6.70 - - 208.72

7 HARUYAN 86.80 4.90 - - 14.37 0.81 - - 0.25 0.01 - - 101.41

8 LABUAN AMAS

SELATAN 97.83 5.52 - - - - - - - - - - 97.83

9 LABUAN AMAS

UTARA 82.41 4.65 88.16 4.98 - - - - - - - - 170.57

10 LIMPASU 1.55 0.09 - - 59.58 3.36 - - - - - - 61.12

11 PANDAWAN 86.82 4.90 29.23 1.65 - - - - - - - - 116.05

542.09 30.61 117.56 6.64 305.06 17.22 315.12 17.79 438.62 24.77 52.64 2.97 1,771.09

Sumber : Pengolahan Peta Jenis Tanah, 2016

Keterangan :

OHG-PA : Organosol Glei Humus AAP : Aluvial

RYP : Podsolik Merah Kuning

RYPLL1 : Komp. Pods. Merah Kuning Lato-Lito RYP-I1 : Podsolik Merah Kuning

L-Y1 : Latosol

Tanah Aluvial di daerah penelitian hanya ada sedikit yaitu sebanyak 6.64 % dari seluruh daerah penelitian. Tanah Alvial terdapat pada Kecamatan Batang Alai Utara, Labuan Amas Utara dan Pandawan. Tanah Aluvial di areal studi seluas 117,56 Km2.Tanah ini ini mempunyai sifat sifat secara umum terlihat adanya lapisan-lapisan tanah yang berulang, tidak teratur yaitu tebal lapisan, jenis bahan penyusun tanah, warna, tekstur, struktur dan kandungan bahan organik yang sering berulang (tidak beraturan), lapisan yang berbeda tapi sifat dan jenis yang sama.

(36)
(37)

4. Buffer Sungai

Buffer digunakan untuk kepentingan analisis yang dilakukan berdasarkan jarak atau zona tertentu. Buffer biasanya dibangun dengan arah keluar untuk melindungi elemen-elemen spasial yang bersangkutan. Buffer dibuat maka akan terbentuk suatu area, polygon atau zona baru yang melindungi/menutupi obyek spasial dengan jarak tertentu. Buffer di daerah penelitian yang dibuat adalah buffer sungai, untuk kepentingan mengetahui luas luapan dari banjir yang terjadi.

Buffer sungai di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.4, dan Gambar 4.5.

Tabel 4.4. Luas Buffer Sungai Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah

KECAMATAN LUAS

(KM2)

LUAS (KM2) DAN PERSENTASE BUFFER SUNGAI

0 - 300 % 300 - 600 % 600 - 900 % > 900 %

BARABAI 40.67 5.58 13.71 3.83 9.42 3.15 7.76 28.11 69.11

BATANG ALAI SELATAN 76.16 8.60 11.29 6.64 8.72 6.47 8.50 54.45 71.49

BATANG ALAI TIMUR 778.80 18.56 2.38 13.86 1.78 12.86 1.65 733.52 94.19

BATANG ALAI UTARA 65.30 6.60 10.11 5.60 8.58 5.19 7.96 47.90 73.36

BATU BENAWA 54.45 6.82 12.53 5.72 10.51 5.98 10.98 35.93 65.99

HANTAKAN 208.72 17.61 8.44 13.99 6.70 12.87 6.16 164.25 78.70

HARUYAN 101.41 11.44 11.28 9.33 9.20 8.38 8.26 72.26 71.25

LABUAN AMAS SELATAN 97.83 3.68 3.76 5.40 5.52 6.56 6.70 82.20 84.02

LABUAN AMAS UTARA 170.57 34.60 20.28 24.84 14.56 20.98 12.30 90.15 52.85

LIMPASU 61.12 - - 0.11 0.19 0.47 0.77 60.54 99.04

PANDAWAN 116.05 10.57 9.11 9.46 8.15 9.32 8.03 86.69 74.71

1,771.09 124.07 98.80 92.22 1,456.01

Sumber : Peta Buffer Sungai, 2016; dan Hasil Observasi Lapangan, 2016 4.2. Peta Tingkat Bahaya Banjir

Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan (Prih Harjadi, 2007). Proses pembuatan peta bahaya banjir dibuat berdasarkan beberapa variable dengan pembobotan dan skoring (Nanik Suryo H dkk, 2012).

Penentuan bobot setiap variabel banjir menggunakan cara komposit dari setiap variabel banjir, cara komposit tersebut sering disibut dengan istilah CMA (Composite Mapping Analysis) (Anditha H, dkk, 2008). Peta Bahaya Banjir didapatkan dengan cara skoring dan overlay buffer sungai utama, kemiringan lereng, ketinggian tempat dan penggunaan lahan.

(38)
(39)

Hasil buffer sungai utama dibagi berdasarkan jarak yaitu 0-300 m, 300 - 600 m, dan 600-900 m dan >900 m dari sungai utama berdasarkan klasifikasi dari BNPB (2011). Peta kemiringan lereng dibuat menggunakan analisis Triangle Interpolation Network (TIN) yang kemudian diklasifikasi berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng menurut Van Zuidam (1979). Peta selanjutnya adalah Peta Ketinggian Tempat dan Peta Penggunaan Lahan. Skor Peta Ketinggian Tempat dan Peta Penggunaan Lahan dapat menurut Afrizal T dkk, 2013.

Kempat paramater tersebut digunakan untuk menentukan daerah bahaya banjir disekitar sungai utama. Setelah setiap variabel memiliki bobot maka dilakukan metode weighted overlay/sistem tumpang susun variabel bahaya banjir.

Selanjutnya setelah diperoleh Peta Bahaya Banjir adalah melakukan validasi hasil overlay dengan kondisi sebenarnya di wilayah penelitian. Validasi dilakukan dengan melakukan wawancara kepada stakeholders dengan menanyakan peta potensi bahaya banjir dengan kondisi di wilayah penelitian (lihat Tabel 4. 5, Tabel dan Gambar 4.6).

Tingkat bahaya banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebagian besar daerahnya masuk tidak bahaya (957.36 Km2). Bahaya rendah (243,82 Km2), bahaya sedang (455,01 Km2), dan bahaya tinggi (114,91 Km2). Daerah yang tidak bahaya dan bahaya rendah dapat dijadikan sebagai tempat pengungsian apabila terjadi bencana banjir di daerah penelitian.

Tabel 4.5. Tingkat Bahaya Banjir Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah

KECAMATAN

LUAS KECAMATAN

(KM2)

LUAS (KM2) DAN PERSENTASE TINGKAT BAHAYA BANJIR TIDAK

BAHAYA % BAHAYA

RENDAH % BAHAYA

SEDANG % BAHAYA TINGGI %

BARABAI 40.67 - - 0.16 0.40 30.53 75.07 9.98 24.53

BATANG ALAI SELATAN 76.16 11.82 15.52 33.94 44.56 27.25 35.78 3.15 4.14

BATANG ALAI TIMUR 778.80 734.34 94.29 39.00 5.01 5.45 0.70 0.01 0.00

BATANG ALAI UTARA 65.30 - - 26.07 39.92 30.75 47.09 8.48 12.98

BATU BENAWA 54.45 8.09 14.86 19.56 35.92 19.22 35.30 7.58 13.92

HANTAKAN 208.72 160.98 77.13 42.14 20.19 5.42 2.60 0.18 0.09

HARUYAN 101.41 34.44 33.96 30.33 29.91 30.17 29.75 6.48 6.39

LABUAN AMAS SELATAN 97.83 - - 0.72 0.73 92.68 94.73 4.44 4.54

LABUAN AMAS UTARA 170.57 - - - - 115.19 67.53 55.38 32.47

LIMPASU 61.12 7.68 12.57 51.90 84.91 1.54 2.52 - -

PANDAWAN 116.05 - - - - 96.81 83.43 19.23 16.57

1,771.09 957.36 243.82 455.01 114.91

Sumber : Peta Tingkat Bahaya Banjir Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2016.

(40)
(41)

4.3. Pemetaan Lahan Pertanian (Sawah) berdasarkan Peta Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) dapat diartikan sebagai campur tangan manusia terhadap lahan, baik secara menetap maupun berkala untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad, 1989, Talkurputra, et.al. 1996). Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan penyediaan air dan lahan yang diusahakan. Berdasarkan hal itu dikenal macam penggunaan lahan seperti sawah, tegalan, kebun, kebun campuran, ladang, perkebunan dan hutan. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi dan sebagainya (Arsyad, 2000).

Penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Hulu Sungai Tengah meliputi hutan, sawah, perkebunan, ladang, semak belukar, tanah kosong, rawa, dan perairan. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian adalah permukiman.

Pemetaan penggunaan lahan suatu daerah merupakan usaha untuk mengumpulkan menganalisa, dan mengklasifikasi data penggunaan lahan suatu daerah yang bersangkutan serta menuangkannya dalam bentuk peta dengan menggunakan metode tertentu agar peta yang dihasilkan dapat dengan mudah dimengerti,memberikan gambaran yang jelas dan sebenarnya rapi dan bersih (Sandy,I Made,1973).

Peta lahan pertanian di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dapat dilihat dari Penggunaan lahan. Penggunaan Lahan di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah secara umum masih didominasi oleh daerah semak belukar (32,45%), hutan (27,30%) dan sawah (21,30%). Sawah yang memiliki luas paling besar apabila dibandingkan penggunaan lahan pertanian lainnya. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan penggunaan lahan secara umum tidak terlalu besar akan tetapi tetap mempunyai peran yang cukup besar dalam perekenomian yang ada.

Sawah berfungsi selain sebagai mata pencaharian utama penduduk, juga

Gambar

Tabel 1.1. Data Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2015........... 7 Tabel 3.1
Tabel 1. Data Banjir di Kabupaten Hulu Sunga Tengah Tahun 2015
Tabel 3.1. Populasi Penelitian
Tabel 3.3. Variabel dan Sumber Data Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ismail (2010) mengenai konversi lahan di Kota Medan, diketahui bahwa konversi lahan mengakibatkan: (1) penurunan luas lahan pertanian

Dengan adanya isu reforma agraria yaitu pemerintah akan melepas lahan sekitar 9 juta ha untuk lahan pertanian dan Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati (2006) yang akan

Setelah dilakukan penelitian dan observasi maka sistem informasi geografis untuk pemetaan lahan dan hasil pertanian serta perkebunan ini mampu untuk digunakan sebagai

Apakah ada dari tetangga yang memiliki lahan pertanian di sekitar lahan Anda yang mengkonversi tidak mengkonversikan lahan pertaniannya menjadi kebun kelapa sawit.. ( ) Ya ( ) Tidak

Dengan didapatkannya luasan serta lokasi lahan pertanian pangan berkelanjutan ini, serta tingkat akurasi sebesar 93%, diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah

Kegiatan litbang sumberdaya lahan pertanian diarahkan pada inventarisasi dan evaluasi potensi sumberdaya lahan pertanian, meliputi pemetaan tanah dan pemetaan tematik di lokasi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ismail (2010) mengenai konversi lahan di Kota Medan, diketahui bahwa konversi lahan mengakibatkan: (1) penurunan luas lahan pertanian

Setelah dilakukan penelitian dan observasi maka sistem informasi geografis untuk pemetaan lahan dan hasil pertanian serta perkebunan ini mampu untuk digunakan sebagai