• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIKIRAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN OLEH KI HAJAR DEWANTARA SEBAGAI LANDASAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL YANG SESUAI DENGAN JATI DIRI BANGSA

sdn4 kuningan

Academic year: 2023

Membagikan "PEMIKIRAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN OLEH KI HAJAR DEWANTARA SEBAGAI LANDASAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL YANG SESUAI DENGAN JATI DIRI BANGSA "

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PEMIKIRAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN OLEH KI HAJAR DEWANTARA SEBAGAI LANDASAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL YANG SESUAI

DENGAN JATI DIRI BANGSA

Shania Salsabila

Fakultas Ilmu Pendidikan , Universitas Negeri Yogyakarta e-mail: shania.salsabila2016@uny.ac.id

Abstrak: Arus perubahan zaman terus terjadi. Salah satunya adalah dibidang Pendidikan.

Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak statis, melainkan Pendidikan merupakan hal yang dinamis. Pendidikan selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Tentunya, hal ini membawa perubahan baik sistem maupun dalam landasan pendidikan. Tetapi, saat ini terdapat teori-teori serta kebijakan Pendidikan di Indonesia yang malah mengikuti teori-teori yang sudah ada. Untuk itu, perlu adanya penentuan landasan Pendidikan yang sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam tulisan-tulisannya.

Penulisan karya ini berdasarkan dengan studi pustaka dengan menggunakan berbagai sumber yang relevan. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan dan mengidentifikasi pemikiran- pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagi tujuan akhirnya adalah ditemukannya sebuah solusi untuk kebijakan Pendidikan nasional yang sesuai dengan pribadi bangsa.

Kata Kunci: Pendidikan, pengajaran Ki Hajar Dewantara, Landasan,Kebijakan

CONSIDERATION OF EDUCATION AND TEACHING BY KI HAJAR DEWANTARA AS A NATIONAL EDUCATION POLICY BASIS IN ACCORDANCE WITH

NATIONAL IDENTITY

Abstract : The wave of changes is always exist. One of them is in the field of Education.

Education is something that is not static, but education is a dynamic thing. Education always changes from time to time. Of course, this brings both system changes and the foundation of education. However, in Indonesian Education there is theories and policies that follow the existing theories. For that, it is necessary to determine the basis of education in accordance with the state of Indonesia as disclosed by Ki Hajar Dewantara in his writings. The writing of this journal is based on literature study using various relevant sources. This paper aims to describe and identify the thoughts of Ki Hajar Dewantara as the ultimate goal is the discovery of a solution to national education policy in accordance with the person of the nation.

Keywords: Education, Lesson, Ki Hajar Dewantara, Basis, Policy

PENDAHULUAN

Masyarakat abad ini tentunya tidak terlepas dari sebuah perubahan. Arus perkembangan akibat globalisasi tidak dapat terbendung lagi. Dampak dari globalisasi tidak hanya dirasakan oleh beberapa kalangan saja, melainkan di seluruh lapisan masyarakat. Perkembangan akibat adanya globalisasi tidak hanya menyentuh satu aspek kehidupan saja, melainkan seluruh aspek kehidupan. Mulai dari aspek sosial, ekonomi, budaya,teknologi hingga Pendidikan.

Perubahan di setiap lini kehidupan inilah yang mendorong setiap pribadi manusia untuk mampu mengikuti serta bisa menjadi bagian dari perubahan tersebut.

Untuk bisa menghadapi perubahan ini, diperlukan sikap yang bijak dan kesiapan yang matang. Sehingga, arus perubahan dapat membawa banyak manfaat bagi kehidupan setiap manusia.

Hal ini juga terjadi dalam potret Pendidikan Indonesia. kemajuan ini juga mendorong perubahan di bidang Pendidikan. Pendidikan merupakan hal

(2)

dasar yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat guna memajukan kehidupannya. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dijelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Dalam hal ini, Pendidikan juga mengalami perubahan.

Mulai dari sistem, kurikulum, hingga penetapan standar mutu Pendidikan.

Perubahan ini terjadi dengan harapan mampu memberikan jawaban atas kebutuhan sumber daya manusia yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Karena, seperti yang telah dijelaskan bahwa Pendidikan merupakan suatu hal yang dinamis yang selalu berubah. Baik dalam system maupun dalam pelaksanaan dari sebuah Pendidikan. Teori Pendidikan yang berkembang di Indoesia juga semakin beragam. Berbagai macam teori yang ada, dicoba untuk dimasukkan kedalam system Pendidikan Indonesia.

Dengan adanya peniruan ini, tidak jarang kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam penyelesaian permasalahan Pendidikan justru kurang tepat dan kurang cocok. Karena, pada hakekatnya semua yang sama bukan berarti harus cocok dilain tempat. Hal ini juga sama dengan teori Pendidikan. Sebagai contoh, salah satu teori Pendidikan sangat berhasil diterapkan disebuah negara. Hal ini, bukan berarti teori tersebut dapat berhasil pula di lingkungan atau di negara yang lain.

Krisis akan kebijakan Pendidikan tengah dirasakan di bumi pertiwi. Karena, saat ini, penetapan kebijakan Pendidikan justru berorientasi kepada system Pendidikan yang telah diterapkan di berbagai negara. Hal ini, tentunya bisa mempengaruhi hasil dari kebijakan tersebut.

Padahal, Indonesia memiliki budaya serta falsafah yang sangat istimewa.

Tentunya, sebagai penentu kebijakan Pendidikan harus bisa menentukan arah dan tujuan Pendidikan yang sejalur dengan falsafah budaya Indonesia. maka dari itu, diperlukan adanya pengambilan kebijakan yang tepat.

Maka dari itu, dalam pelaksanaan Pendidikan perlu adanya landasan Pendidikan yang mampu memberikan ciri khas sesuai dengan falsafah kehidupan bangsa. . Seperti pemikiran-pemikiran oleh Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara adalah sosok pemikir dan penggiat Pendidikan. Ia juga dijuluki sebagai bapak Pendidikan nasional yang hari kelahirannya diperingati sebagai hari Pendidikan nasional yakni setiap tanggal 2 Mei. Pada mulanya, Ki Hajar dewantara terkenal akan tulisan- tulisannya yang berbau politik dan menggugah semangat perjuangan bangsa.

Setelah itu, Ki Hajar Dewantara memberikan perhatian terhadap Pendidikan dan pengajaran. Pemikiran-pemikirannya serta perhatiannya terhadap dunia Pendidikan menjadikan Ki Hajar Dewantara menjadi salah satu tokoh peletak dasar Pendidikan Bangsa Indonesia.

Jurnal ini akan membahas tentang pemikiran pendidikan dan pengajaran oleh Ki Hajar Dewantara sebagai landasan kebijakan pendidikan.

Kajian Teori

Biografi singkat Ki Hajar Dewantara Untuk memulai memahami pemikiran dari Ki Hajar Dewantara, terlebih dahulu membahas tentang biografi singkat Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889. Beliau memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Beliau lahir dan besar di lingkungan keluarga keraton. Ki Hajar Dewantara memiliki pribadi yang keras tapi lembut dengan sosok yang sederhana. Ki Hajar Dewantara adalah tokoh peletak dasar Pendidikan.

(3)

Kiprah Ki Hajar Dewantara bersekolah di sekolah Belanda ELS. Setelah lulus beliau melanjutkan sekolah ke STOVIA (Sekolah Kedokteran Bumi Putera) di Jakarta, tetapi tidak sampai selesai Karena ia sakit. Kemudian bekerja sebagai wartawan dibeberapa surat kabar antara lain sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, beliau terkenal sebagai penulis yang handal.

Tulisan-tulisan yang dibuat oleh beliau sangat komunikatif, tajam dan patriotic sehingga mampu membangkitkan semangat anticolonial bagi para pembacanya.

Ki Hajar Dewantara selain terkenal ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi social dan politik. Hal ini dapat dilihat ketika pada tahun 1908, ia aktif di daam seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Bersama Douwes Dekker ( Dr.

Danudirja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkosoemo beliau mendirikan Indische Partij (Partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia). Indische Partij berdiri pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan untuk emncapai Imdonesia Merdeka. Mereka berusaha untuk mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hokum pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jenderal Idenburgberusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu. Penolakan ini terjadi pada tanggal 11 Maret 1913. Alsan penolakan Indische Partij adalah Karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan persatuan dan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.

Tetapi perjuangan Ki HajarDeantara tidak hanya berhenti sampai disitu saja.setelah ditolaknya pendaftaran sytatus badan hokum Indische Partij ia pun ikut

membentuk komite BumiPoetra pada November 1913. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari komite perayaan serratus tahun kemerdekaan bangsa Belanda. Komite Boemi Poetra itu melancaran kritikannya terhadap komite perayaan serratus tahun kemerdekaan bangsa Belanda Karena, pemerintah belanda bermaksud untuk menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.

Sehubungan dengan rencananya tersebut, Ki Hajar Deantara mengkritik melalui tulisan yang berjudul Als Ik Eens Nederlander Was ( Seandainya aku seorang Beland) dan Een Voor Allen maar Ook Allen voor Een (satu untuk semua, tetapi semua untuk satu juga)/ akibat tulisan yang dibuat oleh beliau, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jenderal Iden Burg menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan berupa hukuman internenring (hokum buang) yaitu sebuah hukuman yang menunjuk sebuah tempat tinggal untuk sesorang. Ia pun di hokum buang ke Pulau Bangka.

Melihat teman seperjuangannnya, kedua teman Ki Hajar Dewantara yakni

Douwes Dekker dan Cipto

MAngoenkoesoemo merasakan bahwa Ki Hajar Deantara mendapatkan perilaku yang tidak adil. Maka mereka menerbitkan tulisan yang membela Soewardi. Karena tulisan yang mereka buat, pemerintah Belanda menganggap bahwa tulisan itu dapat menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerintah kolonial.

Akibatna keduanya juga terkena hokum internering (hukum buang). Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke Pulau Banda.

Namun, mereka menghendaki untuk dibuang ke Negeri Belanda. Karena, disana mereka dapat mempelajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya pada tahun 1913 mereka diijinkan untuk ke Negeri Belanda tepat pada bulan Agustus. Hal ini dilaksanakan sebagai bentuk dari pelaksanaan hukuman. Kesempatan ini

(4)

dimanfaatkan oleh Ki Hajar Dewantara untuk mempelajari dan memperdalam masalah Pendidikan dan pengajaran. Di sana, beliau berhasil mendapatkan gelar Europeesche Akte. Kemudian ia kembali ke Tanah Air pada tahun 1918.

Setelah kepulangannya ke tanah air, ia mencurahkan seluruh perhatiannya di bidang Pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan untuk memndapatkan kemerdekaan. Setelah pulang dari pengasingan Bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional. Pada tanggal 3 Juli 1922 berdirilah Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan NAsional TAmansiswa. Dalam Pendidikan ini, sangat menekankan Pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang memperoleh kemerdekaan.

Ki Hajar Dewantara masih aktif menulis. Namun, tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke Pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan.

Tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar Pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Ki Hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hajar Dewantara tidak hanya dijadikan sebagai bapak Pendidikan yang tanggal lahirnya dijadikan sebagai hari Pendidikan nasional pada 2 Mei tetapi juga ditetapkan menjadi Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959, Pada Tanggal 28 November 1959.

Penghargaan lain yang diterima oleh beliau adalah gelar Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1957.

Ki Hajar Dewantara meninggal pada 28 April 1959 dan dimakamkan di Yogyakarta.

Hakikat Pendidikan

Pendidikan adalah proses membawa manusia dari apa adanya kepada bagaimana seharusnya. Apa adanya adalah kondisi objektif anak, keadan anak dengan segala ptensi, kemampuan, sifat, dan kebiasaan.

Sedangkan bagaimana seharusnya adalah suatu kondisi yang diharapkan terjadi pada diri anak, berupa perubahan perilaku, dalam aspek cipta, rasa, karsa, dan karya yang berlandaskan dan bermuatan nilai-nilai yang dianut. Kemampuan manusia untuk bisa di didik adalah salh satu pembeda antara manusia dengan makhluk Tuhan yang lainnya (Ceppi Safruddin,2016:1). Melalui Pendidikan, seseorang akan belajar untuk berinetraksi dengan lingkungan yang berarti mengambil peluang dan membuat peluang, sehingga dapat diartikan sebagai sebuah perubahan (Bobbi De Porter,2006:82). Lebih lanjut lagi, dalam Pendidikan juga terdapat sebuah proses belajar. Belajar adalah tempat yang mengalir dinamis, penuh resiko dan menggaiahkan (Bobbi De Porter,2006:29)

Dalam proses Pendidikan terjadi proses perkembangan. Pendidikan adalah proses membantu anak berkembang secara optimal, yaitu berkembang sesuai dengan potensi dan system nilai yang dianut anak.

Pendidikan bukanlah sebuah proses memaksakan kehendak orang dewasa kepada anak melainkan upaya menciptakan kondisi yang kondusif bagi perkembangan anak, yaitu memberikan kemudahan bagi anak untuk mengembangkan dirinya. Ini berarti bahwa dalam Pendidikan, anak aktif mengembangkan diri dan guru membantu menciptakan kemudahan untuk itu. Dengan demikian, Pendidikan adalah proses aktif dilakukan sendiri oleh individu Karena ada suasana yang mendorong dan memberikan kemudahan bagi perkembangan dirinya.

Hakikat Pendidikan adalah proses aktif mengembangkan diri sebagai anggota pribadi, anggota masyarakat, dan sebagai makhluk Tuhan.

PEMBAHASAN

Konsep Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara

Dasar-dasar Pendidikan barat yang dirasakan oleh Ki Hajar tidak tepat dan tidak cocok untuk mendidik generasi muda Indonesia Karena Pendidikan barat bersifat

(5)

regering,tucht,orde (Perintah,hukuman,dan ketertiban). Menurut beliau karakter Pendidikan semacam ini merupakan suatu perkosaan atas kehidupan batin anak-anak.

Akibatnya, anak-anak rusak akan budipekertinya Karena selalu hidup di bawah paksaan dan tekanan. Menurut Ki Hajar Dewantara, cara mendidik semacam itu tidak akan bisa membentuk seseorang hingga memiliki kepribadian.

Ki Hajar Dewantara juga menjelaskan tentang dasar jiwa anak dan kekuasaan Pendidikan. Dalah hal ini, dasar jiwa yaitu keadaan jiwa yang asli menurut kodratnya sendiri, sebelum ada pengaruh dari luar.

Disini, dikemukakan tiga teori. Yakni. Aliran lama yang mengngkapkan bahwa anak yang lahir bagaikan sehelai kertas kosong, yang belum ditulis, sehingga pendidik boleh mengisi kertas yang kosong itu menurut kehendaknya. Teori ini juga dinamakan teori tabula rasa. Aliran yang kedua adalah aliran negative, yang berpendapat bahwa anak itu lahir sebagai sekhelai kertas yang ditulisi sepenuhnya. Sehingga Pendidikan tidak dapat mengubah watak-watak anak. Jadi, Pendidikan menurut aliran negative dianggap dapa menolak pengaruh-pengaruh jahat dari luar, akan tetapi mewujudkan budipekerti yang tidak Nampak ada didalam jiwa anak, tak akan dapat. Aliran yang ketiga adalah aliran yang terkenal dengan

“convergentie-theorie” seperti aliran yangtadi. Seorang anak dilahirkan bagaikan selembar kertas putih yang sudah tertulis penuh, tatpi dalam aliran ini, dijelaskan bahwa tulisan-tulisan tadi merupakan tulisan yang suram. Menurut aliran ini ditetapkan bahwa Pendidikan itu berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan yang suram berisi baik. Agar kelak Nampak sebagai budi pekerti yang baik. Segala tulisan jahat hendaknya dibiarkan jangan sampai menebal dan makin

Citra manusia di Indonesia berdasarkan konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara:

Pertama, Manusia Indonesia yang berbudi pekerti adalah yang memiliki kekuatan batin dan berkarakter. Artinya Pendidikan

diarahkan untuk meningkatkan manusia Indonesia yang berdiri teguh pada nilai-nilai kebenaran. Sehingga manusia di Indonesia dapat menyadari tanggungjawabnya untuk melakukan apa yang diketahuinya sebagai kebenaran. Ekspresi dari kebenaran ini dapat terlihat dari tutur kata, sikap, dan perbuatannya terhadap lingkungan alam, baik dirinya sendiri dan sesame manusia Jadi, budi pekerti adalah istilah yang memayungi perkataan, sikap dan tindakan yang selaras dengan kebenaran ajaran agama, adat-istiadat, hukum positif, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Kedua, manusia Indonesia yang maju pikirannya adalah yang cerdas kognisi(tahu banyak dan banyak tau). Sehingga melalui kecerdasannya itu, dapat membebaskan dirinya dari kebodohan dan pembodohan dalam berbagai jenis dan bentuk.(pada masa itu, dari penjajahan yang berupa indoktrinasi). Manusia yang maju adalh manusia yang berani berpikir tentang realitas yang membelenggu kebebasannya, kemampuan berpikirnya, serta bisa menjadi oposisi dengan hal-hal yang membodohkannya.

yang membelenggu kebebasannya, dan berani beroposisi berhadapan segala bentuk pembodohan.

Ketiga. Manusia yang maju dalam aspek tubuh adalah manusia yang mampumengendalikan tubuhnya. Sehingga dengan ubuh yang maju, pemikiran yang majuserta budipekerti yang maju dapat memperoleh dukungan untuk mendeklarasikan kemerdekaan. Menjadi manusiayang merdeka, dan memiliki keterampilan untuk mengisi kemerdekaan itu dengan segala pembangunan yang humanis.

Pendidikan dan Pengajaran

Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti(kekuatan batin,karakter), pikiran (intellek)dan tubuh anak. Dalam pengertian taman siswa tidakboleh dipisah-pisahkan bagian itu, agar supaya kita dapat

(6)

memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya. Maka dari itu harus memperhatikan hal-hal berikut ini :

1. Segala alat, usaha, dan cara Pendidikan harus sesuai dengan kodrat atau keadaanya

2. Kodratnya keadaan itu tersimpan dalam adat istiadat setiap rakyat yang oleh karenanya bergolong- golong merupakan kesatuan dengan sifat perikehidupan sendiri-sendiri, bercampurnya usaha untuk mencapai hidup tertib-damai/

3. Adat istiadat sebagai sifat peri kehidupan atau sifat percampuran usaha dan daya upaya akan hidup. Tidak luput dari pengaruh jaman dan tempat.

Maka dari itu, tidak tetap dan senantiasa berubah

4. Untuk mengetahui garis hidup.

Dari mempelajari jaman yang telah lalu, sekarang, sehingga dapat membayangkan jaman yang akan datang

5. Percampuran Karena percampuran bangsa. Hal ini terjadi oleh adanya hubungan modern maka dari itu, kita harus waspada dalam memilihmana yang baik untuk menambah kemuliaan hidup atau malah merugikan.hal ini, harus dilandasi dengan senantiasa mengingat bahw semua kemajuan ini merupakan anugerah dari Tuhan untuk segenap seluruh manusia di dunia.

Perkataan “Pendidikan”dan

“pengajaran”” seringkali dipakai Bersama.

Sebenarnya gabungan dari kedua perkataan itu dapat mengeruhkan pengeriannya yang asli. Perlu kita ketahui bahwa pengajaran adalah bagian dari Pendidikan. Maka dari itu, pengajaran adalah Pendidikan dengan cara

memberi ilmu atau pengetahuan, serta juga memberikan keterampilan kecakapan kepada anak-anak yang keduanya dapat memberikan manfaat bagi anak-anak baik secara lahir maupun batin. Sedangkan Pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, sebagai manusia, dan sebagai masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

“…. Pengajaran harus bersifat kebangsaan…. Kalua pengajaran bagi anak-anak tidak berdasarkan kenasionalan, anak-anak tak mungkin mempunyai rasa cinta bangsa dan makin lama terpisah dari bangsanya,kemudian barangkali menjadi lawan kita….. pengajaran Nasional itulah hak dan kewajiban kita….”

Ki Hajar Dewantara, 1928

Melihat uraian diatas, kita dapat menangkap pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai Pendidikan yakni upaya yang konkret untuk memerdekakan manusia secara utuh dan penuh. Menurut beliau, Pendidikan merupakan salah satu pintu masuk untuk mewujudkan manusia yang merdeka. Baik bemerdekaan lahiriah maupun batiniah manusia, baik sebagai makhluk individual maupun sebagai anggota masyarakat dan warga dunia. Dengan demikian, pendidikan

menjadi wadah untuk membangun otonomi intelektual, otonomi eksistensial, dan otonomi sosial. Pendidikan adalah cara untuk sampai pada kesadaran akan pentingnya memiliki ketiga otonomi diri di atas. Dengan demikian, kemerdekaan badaniah dan batiniah yang dimaksudkan Ki Hadjar Dewantara adalah keadaan dimana manusia di Indonesia mampu menegaskan secara serentak otonomi eksistensi dirinya sebagai warga Indonesia dan warga dunia.

Pendidikan menghantar seseorang memiliki otonomi diri secara utuh dan penuh dalam wilayah kognisi, afeksi, spiritual, sosial sehingga eksistensinya mampu berdiri

(7)

sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan dapat mengatur dirinya sendiri.

Manusia yang terdidik mampu menyikapi tuntutan -tuntutan dan tantangan kehidupan dengan sikap yang bijakasan, dan bersahaja. Smanusia tersebut, tidak terperangkap lagi dalam kepentingan- kepentngan diri dan golongan yang temporal dan duniawi sifatnya. Manusia yang merdeka batiniyahnya adalah manusia yang bukan hanya pintar secara akal maupun kognitifya tetapi juga benar dalam tindakannya. Maju penalaran akalnya dan sekaligus maju moralnya. Sehingga tindakan yangdilakukan berdasarkan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa (dihayati dan sebagai prioritas dalam tuntunan hidupnya) serta hormat kepada martabat.

Metode Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara memang menempuh Pendidikan di belahan dunia bagian Barat. Namun, ia tidak mau menerapkan system Pendidikan yang bercorak barat. Karena, seperti yang telah disampaikan bahwa system Pendidikan barat tidak sesuai dan tidak cocok untuk keadaan masyarakat Indonesia saat ini. Karena, dalam system Pendidikan barat terdapat paksaan, hukuman, perintah. Sebab, Pendidikan model seperti ini, menurut Ki Hajar Dewantara akan memperkosa kehidupan batin anak-anak. Sehingga hal ini, dapat berbahaya bagi perkembangan budi pekerti anak-anak. Padahal dalam penanaman nilai- nilai melalui tahapan-tahapan yakni pembiasaan, penyadaran emosi, pendisiplinan (Ali Mustadi,2006)

Menurut Ki Hadjar Dewantara, metode pendidikan yang cocok dengan karakter dan budaya orang Indonesia tidak memakai syarat paksaan. Orang Indonesia adalah termasuk ke dalam bangsa timur.

Bangsa yang hidup dalam khasanah nilai nilai tradisional berupa kehalusan rasa, hidup dalam kasih saying, cinta akan kedamaian, ketertiban, kejujuran dan sopan dalam tutur kata dan tindakan. Nilai-nilai itu disemai

dalam dan melalui pendidikan sejak usia dini anak. Dalam praksis penyemaian nilai-nilai itu, pendidik menempatkan peserta didik sebagai subyek, bukan obyek pendidikan.

Artinya, peserta didik diberi ruang yang seluasnya untuk bereksplorasi, berekspresi, berkreatifitas, secara mandiri dan bertanggung jawab.

Sistem Among

Sistem Among Ki Hadjar Dewantara merupakan metode yang sesuai untuk pendidikan karena merupakan metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Pendidikan sistem Among bersendikan pada dua hal yaitu:

kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak hingga dapat hidup mandiri. Sistem Among sering dikaitkan dengan asas yang berbunyi:

1) Ing Ngarso Sung Tuladha yang memiliki arti Di depan guru harus memberikan teladan seluruh aspek kehidupannya. Hal ini, mencerminkan bahwa menjadi seorang guru harus bisa memberikan sebuah keteladanan dan menjadi teladan.

2) Ing Madya Mangun Karsa Seorang guru harus bisa membangun semangat, motivasi, dan gairah hidup untuk menuju masa depan yang lebih baik. Hal ini menjelaskan bahwa menjadi seorang guru harus mampu memberikan dorongan serta motivasi bagi peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuan dan potensi dirinya.

3) Tut Wuri Handayani seorang harus dapat mengikuti dengan baik terhadap para murid yang telah menunjukkan sikap perilaku yang benar (baik,jujur,cerdas).

(8)

Asas ini telah banyak dikenal oleh masyarakat daripada Sistem Among sendiri, karena banyak dari anggota masyarakat yang belum memahaminya.

Sistem Among berasal dari bahasa Jawa yaitu mong atau momong, yang artinya mengasuh anak. Para guru atau dosen disebut pamong yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu dengan kasih sayang. Tujuan dari Sistem Among adalah membangun anak didik untuk menjadi manusia beriman dan bertaqwa, merdeka lahir dan batin, budi pekerti luhur, cerdas dan berketrampilan, serta sehat jasmani dan rokhani agar menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air serta manusia pada umumnya. Dalam pelaksanaan Sistem Among, setelah anak didik menguasai ilmu, mereka didorong untuk mampu memanfaatkannya dalam masyarakat, didorong oleh cipta, rasa, dan karsa.

Ki Hadjar Dewantara dalam Pidato Penerimaan Gelar Doktor Honoris Causa (HC) dari UGM tahun 1956 dalam 60 tahun Taman Siswa menjelaskan analog hubungan guru-siswa serupa dengan hubungan petani dan tanamannya. Untuk itu guru terhadap para murid harus berfikir, berperasaan dan bersikap sebagai Juru Tani terhadap tanamannya. Orang bercocok-tanam harus takluk kepada kodratnya tanaman, janganlah tanaman ditaklukkan pada kemauan si- petani. Haruslah si petani menyerahkan dirinya, yakni menghilangkan kemurkaan dirinya, dengan iklas dan ridla kepada kepentingan tanamannya dan mengejar kesuburan tanamannya semata-mata.

Kesuburan tanamannya inilah yang menjadi kepentingan si juru-tani. Haruslah ia tahu akan perbedaan antara padi, jagung, dan tanaman lainnya dalam keperluan masing- masing untuk dapat bertumbuh dengan subur dan dapat berhasil. Karena itu perlulah si petani tahu, insaf dan mengerjakan segala ilmu atau pengetahuan pertanian, yang benar dan baik. Dalam pada itu janganlah membeda-bedakan pula dari mana asalnya pupuk, asalnya alat, atau asalnya ilmu

pengetahuan pertanian, dan sebagainya;

segala yang dapat enyuburkan tanaman menurut kodrat dan irodatnya harus dipakai olehnya (petani).

Dalam tulisan karya Ki Hadjar Dewantara bagian Pertama (2013: 13-14) dijelaskan tentang dasar pendidikan sebagai berikut.

Pendidikan tidak memakai dasar ”regering, tucht en orde” tetapi ”orde en vrede” (tertib dan damai, tata-te ntrem). Pendidik wajib menjaga atas kelangsungan kehidupan bathin sang anak, dan haruslah anak dijauhkan dari tiap-tiap paksaan. Namun demikian, pendidik juga tidak akan ”nguja”

(membiarkan) anak-anak. Pendidik mempunyai kewajiban mengamati, agar anak dapat bertumbuh menurut kodrat.

”Tucht” (hukuman) itu dimaksudkan untuk mencegah kejahatan. Sebelum terjadi kesalahannya, aturan hukumannya sudah harus tersedia. Misalnya, barang siapa datang terlambat tentu akan dapat hukuman berdiri di muka kelas. Hukuman semacam itu, pertama adalah tiada setimpal dengan kesalahannya. Kedua, tiap-tiap aturan yang mendahului kenyataannya, itulah bertentangan dengan sifatnya roch manusia, yang tiada dapat dimasukkan dalam peraturan. Tanda buktinya adalah untuk mengatur ketertiban pergaulan hidup, sudah ada macam-macam dan ribuan peraturan.

Tetapi setiap hari orangpun masih selalu membuat aturan baru. Itulah tandanya setiap peraturan tiada akan bisa sempurna. ”Orde”

(ketertiban) yang dimaksudkan dalam pendidikan barat jelaslah hanya paksaan dan hukuman. Dari sebab itu dasar pendidikan menjadi orde en vrede, tertib dan damai, inilah yang akan dapat menentukan syarat- syarat sendiri, yang tiada akan bisa bersifat paksaan. Dan oleh karenanya, maka hukuman yang tiada setimpal dengan kesalahannya pun tidak akan terdapat.

Kesemuanya itu merupakan syarat-syarat jika pendidikan hendak mendatangkan manusia yang merdeka dalam arti kata yang sebenar-benarnya. Yaitu lahirnya tiada terperintah, batinnya bisa memerintah sendiri dan .... dapat berdiri sendiri karena kekuatan sendiri. Oleh karena itu dalam

(9)

pendidikan harus senantiasa diingat, bahwa kemerdekaan iu bersifat tiga macam: berdiri sendiri (zelfstandig), tidak tergantung kepada orang lain (onafhankelijk), dan dapat mengatur dirinya sendiri (vrijheid, zelfbeschikking) (Ki Hadjar Dewantara, 2013: 4).

Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Pendidikan Nasional menurut paham Taman Siswa adalah Pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya (cultureel- national) dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan yang dapat memngangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja Bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenapbangsa manusia di seluruh dunia. Maka dari itu Ki Hajar Dewantara dalam pidatonya “wasita”

Jilid 11 no. 1-2-Juli-Agustus 1930 menyampaikan tentang tiga fatwa Pendidikan yakni:

1) Tetep,antep,mantep,

2) Ngandel, kandel, kendel, bandel,dan 3) Neng, ning, nung, nang.

Fatwa yang pertama adalah Tetep,antep,mantep. Artinya ketetapan pikiran dan batin, menjamin keyakinan diri dan membentuk kemantapan

dalam prinsip hidup. Hal ini juga menentukan kualitas dari seseorang. Istilah tetep di sini dapat dimaknai dalam kerangka yang prinsipil, yakni memiliki ketetapan pikiran (untuk berkomitmen) yang selaras dengan nilai-nilai sosial. Pendidikan membentuk seseorang untuk mampu berpikir kritis dan memiliki ketetapan pikiran dalam khasanah nilai-nilai. Artinya, pikirannya tidak gampang terombang- ambingkan oleh tawaran-tawaran hidup yang tidak selaras dengan nilai-nilai. Istilah antep menunjukkan bahwa pendidikan menghantar seseorang untuk memiliki “kepercayaan diri” dan keuletan diri untuk maju terus dalam mengatasi segala tantangan kehidupan secara kstria (bersahaja). Dalam praksis kehidupan, orang yang antep adalah yang memiliki keteguhan hati ke arah kualitas

diri sebagai manusia personal dan anggota komunitas sosial. Sementara istilah mantep menunjukkan bahwa pendidikan menghantar seseorang untuk berkanjang dalam kemajuan diri, memiliki orientasi yang jelas untuk menuju tujuan yang pasti, yakni kemerdekaan diri sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga dunia. Jadi, landasan operasinal pendidikan adalah upaya membentuk kualitas pribadi peserta didik sampai pada tingkat yang maksimal.

Fatwa yang kedua adalah Ngandel, kandel, kendel, bandel . Ngandel adalah istilah dalam bahasa Jawa yang artinya

“berpendirian tegak”. Sehingga Pendidikan itu harus menghantar orang pada kondisi diri yang ngandel (berpendirian tegak/teguh).

Orang yang berpendirian tegak adalah yang berprinsip dalam hidup. Kendel adalah istilah yang menunjukkan keberanian. Pendidikan membentuk seseorang untuk menjadi pribadi yang berani, berwibawa dan ksatria. Orang yang berpendidikan adalah orang yang berani menegakkan kebenaran dan keadilan, matang dan dewasa dalam menghadapi segala cobaan. Sementara istilah bandel menunjukkan bahwa orang yang terdidik adalah yang “tahan uji”. Segala cobaan hidup dan dalam segala situasi hidup dihadapinya dengan sikap tawakal, tidak lekas ketakutan dan hilang nyali.

Fatwa yang Ketiga adalah neng, ning, nung dan nang. Artinya bahwa pendidikan pada tataran terdalam bercorak religius. Pendidikan itu menciptakan kesenangan perasaan (neng), keheningan (ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung). Dalam dan melalui pendidikan, seseorang bisa mengalami kesucian pikiran dan ketenangan batin. Menurut Ki Hadjar, kekuasaan akan datang manakala seseorang sudah mengalami kesucian pikiran, ketenangan batin dan hati.

Ketiga fatwa pendidikan Ki Hadjar di atas tetap penting sebab ia memiliki kandungan makna yang berkualitas kemanusiawian, suatu kualitas yang merupakan bagian mendasar dari idealisme pendidikan sejak masa Yunani klasik. Bila ketiga fatwa itu dikritisi, ia tampak tetap

(10)

memiliki relevansi untuk konteks pendidikan Indonesia kini terutama manakala penerapannya dimaksudkan untuk membangun jiwa kepemimpinan dalam diri anak-anak di Indonesia. Harapan ke depan mereka kelak mampu menjadi pemimpin Indonesia yang benar-benar “meng- Indonesia”. Artinya, menjadi pemimpin yang memiliki ketetapan pikiran dan batin, memiliki kepercayaan diri dan pendirian yang teguh, memiliki pikiran yang suci, batin yang tenang dan hati yang senang. Kondisi demikian menjadi jaminan ke arah terciptanya kepemimpinan yang memerdekakan kemanusiaan setiap pribadi di Indonesia secara utuh dan penuh.

Terobosan Kebijakan Pendidikan

Seperti yang telah disampaikan oeleh Ki Hajar Dewantara bahwa kita sebagai bangsa Indonesia harus memiliki system Pendidikan yang sesuai dengan keadaan kita.

Tidak perlu meniru milik orang lain.

Nyatalah kita tidak usah mengadakan barang tiruan kalau memang kita sudah mempunyainya sendiri (Ki Hajar Dewantara, 2013:242).

Indonesia merupakan negara yang memiliki kearifan lokal dan budaya yang unik dan merupakan negara yang sangat beragam. Indonesia juga terkenal dengan falsafah budaya dan kehidupan yang arif dan bijaksana. Maka dari itu, Kebijakan Pendidikan di Indonesia juga seharusnya bisa memperhatikan dan sesuai dengan jiwa manusia Indonesia. tercermin melalui nilai- nilai Pancasila.

Kebijakan Pendidikan yang harus diterapkan adalah selalu berusaha untuk berjuang dalam melakukan upaya perbaikan dengan memperhatikan keadaan bangsa.

Karena, sejatinya Pendidikan bukan hanya perkara pembangunan melainkan terdapat perjuangan di dalamnya. Perjuangan disini, bisa diartikan dengan perjuangan dari sisi siswa maupun dari sisi guru, serta pihak yang terlibat dalam Pendidikan. Seperti pepatah jawa Jer Basuki Mawa Bea Segala usaha untuk mencapai cita-cita dalam Pendidikan memerlukan beaya berupa materi, waktu,

tenaga. Dengan demikian, maka dalam memberi Pendidikan, seorang guru dapat memberikan aspirasi bagi anak didiknya agar dapat mengembangkan bakat mnat, maupun kreatifitasnya. Untuk itu, guru dapat menjadi teladan dalam ucapan, pikiran, maupun tindakan bagi murid- muridnya.

PENUTUP

Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikiran Ki Hajar Dewantara. Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan sesuai dengan kondisi masyarakat di Indonesia, bahkan pemikiran-pemikirannya masih relevan hingga saat ini. Benar adanya yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara yang intinya kita harus bisa bangga atas apa yang kita punya, tidak usah meniru miliki orang lain. Milik orang lain belum tentu pas dan cocok untuk kita. Tetapi, kita harus belajar untuk memaksimalkan apa yang kita punya.

Pemikiran yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dapat menjadi landasan dalam menentukan Kebijakan Pendidikan yang diambil dalam pelaksanaan Pendidikan nasional. Karena, didalam pemikiran Ki Hajar Dewantara terdapat makna filosofi, kultural yang sesuai bagi masyarakat bumi pertiwi Indonesia.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kepada Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya

Terimakasih kami ucapkan kepada bapak Dr.

Ali Mustadi, M.Pd. yang telah memberi bimbingan dalam penyelesaian jurnal ini.

Terimakasih kepada orangtua yag telah memberi fasilitas dan juga dukungan sehingga jurnal ini dapat terselesaikan tepat waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Dariyo Agoes.2013.Dasar-Dasar Pedagogi Modern.Jakarta. PT. Indeks

DePorter,Bobbi. 2006. Quantum

(11)

Learning.Bandung. Mizan Pustaka

DePorter,Bobbi. 2006. Quantum Teaching.Bandung. Mizan Pustaka

Kumalasari,Dyah. 2010. KONSEP

PEMIKIRAN KI HADJAR

DEWANTARA DALAM PENDIDIKAN TAMAN SISWA (Tinjauan Humanis- Religius). ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010

Listia,Ria.2011.Biografi Pahlawan Kusuma Bangsa. Jakarta.Sarana Bangun Pustaka.

MUSTADI, Ali. Penanaman Nilai-Nilai Agama dalam Pembentukan Sikap dan Perilaku Siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu Luqman Al-Hakim Yogyakarta. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, [S.l.], v. 8, n. 1, june 2006. ISSN 2338-6061. Available at:

<https://journal.uny.ac.id/index.php/jpep/articl e/view/2008/1655>. Date accessed: 22 oct.

2017.

doi:http://dx.doi.org/10.21831/pep.v8i1.2008.

Safruddin Ceppi,dkk.2016.Manajemen Pendidikan.Yogyakarta.UNY Press

Suroso.2011.Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Belajar dan Pembelajaran. Scholaria Vol 1 No 1 halaman 46-72

Tauchid Moh,dkk.2014 Ki Hajar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan.

Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.

Wangid,Muhammad Nur.2009. SISTEM AMONG PADA MASA KINI: KAJIAN KONSEP DAN PRAKTIK PENDIDIKAN JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume XXXIX, Nomor 2, November 2009

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis tentang Konsep Pendidikan Humanistik Ki Hajar Dewantara dalam Paradigma Pendidikan Islam setelah diadakan kajian penelitian menunjukkan bahwa Ki Hajar

Selain kesamaan pendapat tentang setting lingkungan, Ki Hajar Dewantara dan Maria Montessori juga memiliki perbedaan pemikiran tentang setting lingkungan sekolah

lembaga sekolah yang sejak masa pemikiran Ki Hadjar Dewantara kolonial bangsa Indonesia didirikan dalam pendidikan Taman Siswa oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara di SMA Taman Madya se-kota Yogyakarta berada pada

Konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara sangatlah disesuaikan dengan zamannya tapi belum tentu dapat di terapkan untuk konteks pendidikan Indonesia di zaman sekarang karena tentu banyak

Jurnal Pendidikan Tambusai 1631 Implementasi Konsep Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara Natasya Febriyanti1 1 Pendidikan Guru Sekolah Dasa, Universitas Pendidikan Indonesia

By: Irpan Dadi, S.Pd_1 Transformasi Pemikiran dan Tindakan: Mengadopsi Semangat Ki Hajar Dewantara dalam Pendidikan Sebelum menjelajahi modul 1.1, pandangan saya terhadap murid dan

Pada masa pergerakan nasional pendidikan ditandai dengan pendirian Taman Siswa oleh Ki Hajar Dewantara yang berperan dalam meningkatkan kualitas mutu pendidikan SDM bagi generasi