PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Selain itu Al-Qur’an memiliki makna yang bisa dipahami, dan ada yang sulit untuk dipahami. Oleh karena itu, penulis menganggap penting untuk membahas penafsiran ayat-ayat mutasyabihat khususnya tentang makna istawa dalam Al- Qur’an.
Fokus Kajian
Tafsir Al-Misbah bercorak adab ijtima’i, yaitu salah satu corak penafsiran ayat Al-Qur’an mengedepankan inti makna dalam Al- Qur’an, lalu mengontekstualisasikan dengan kehidupan sehari-hari.15 Begitu juga pada tafsir Al-Azhar metode yang digunakan ialah metode tahlili serta bercorak adab ijtima’i .16 Dari kesamaan kedua tafsir ini penulis memeliki ketertarikan untuk melakukan pendalaman penelitian mengenai penafsiran kata istawa dalam Al-Qur’an.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pemikiran lebih lanjut dan dapat memotivasi serta menggali pemikiran penafsiran kata istawa dalam Al-Qur’an oleh mufassir Indonesia khususnya penafsiran M.Quraish Shihab dan Abdulmalik Abdulkarim Amrullah. Bagi UIN KHAS JEMBER, diharapkan penelitian ini menjadi referensi tambahan penelitian tentang kajian penafsiran kata istawa dalam Al-Qur’an khususnya dalam perspektif M.
Definisi Istilah
Bagi peneliti, adanya penilitian menjadi arsip sejarah mengenaii pengalaman belajat serta karya akademis khsuusnya seputar khazanah keilmuan, khususnya dalam mengetahui penafsiran kata istawa dalam Al-Qur’an menurut pemikiran M. Bagi masyarakat luas, penelitian diharapkan mampu menjadi role model untuk membentuk iklim akdemis Islam serta memperdalam khazanah keilmuan tentang penafsiran kata istawa dalam Al-Qur’an.
Sistematika Pembahasan
Dalam bab ini akan dibahas antara lain: Pertama, mengenai penafsiran kata istawa dalam Al-Qur’an menurut M. Ketiga, membahas mengenai analisis pandangan kedua mufasir dalam penafsiran kata istawa dalam Al-Qur’an, serta pengaruhnya terhadap pemahaman akidah.
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Penelitian Terdahulu
22 Anindita Ahadah, Penafsiran Ayat-Ayat Mutasyabihat Dalam Al-Qur’an (Telaah Komparatif Antara Tafsir Al-Thabari dan Tafsir Anwar Al-Tanzil), skripsi 2019. Ayat-Ayat Mutasyabihat Dalam Al-Qur’an (Kajian Atas Makna Istawa Dalam Kitab Mafatih Al-Gaib Karya Farkhruddin Al-Razy)”.
Kajian Teori
- Pengertian Tafsir
- Pengertian Ta’wil
- Metodologi Penafsiran
- Konsep Ayat-ayat Mutasyabihat
Metode adalah salah satu mtode penafsiran yang berfokus menjelaskan isi kandungan makna ayat-ayat Al-Qur’an dalam beberapa aspek, dimana sesuai dengan pandangan, kecendrungan, dan keingin dari mufasir yang dipaparkan dengan mengikuti susunan mushaf ustmani. Menyajikan Ayat-ayat Al-Qur’an yang berbeda antara satu redaksi dengan redaksi yang lainya. Menyajikan Ayat ayat yang memiliki kandungan asbabun nuzul berbeda atau yang berbeda kandungan isinya dengan hadis.
Seluruh ayat-ayat Mutasyabih memiliki arti yang serupa dalam hal kebenaran yang dikandung,keindahan serta pola bahasanya. Muhkam adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang maksud dari ayatnya dapat dipahami secara mudah dengan dalil-dalil yang jelas ataupun samar,. Muhkam adalah ayat yang dapat dipahami dengan mudah oleh manusia , Adapun Mutasyabih adalah ayat-ayat yang sukar dipahami.
Muhkam adalah ayat-ayat yang memiliki makna ekstrinsik relavan dengan lahiriah ayat, dan mutasyabih adalah ayat yang memiliki intrinsik, yang keluar darimakna lahir. Para ulama mengalami perbedaan pendapat dalam memahami arti ayat-ayat mutasyabihat, apakah makna ayat ini hanya Allah saja yang mengetahuinya. Artinya : “Jika kamu melihat orang-orang yang mengikuti ayat- ayat yang mutasyabih maka mereka itulah yang di maksud oleh Allah maka berhati-hatilah dengan mereka”.
Terdapat dua metode dalam menyikapi ayat-ayat mutasyabihat dimana kedua metode ini sama-sama benarnya:53. Hal tersebut sejalan dengan yang dilakukan ulama Salaf, dimana mereka tidak memahami ayat- ayat tersebut sesuai dengan makna lahiriahnya.
METODE PENELITIAN
- Jenis Penelitian
- Sifat Penelitian
- Sumber Data
- Teknik Pengumpulan Data
- Analisis Data
Menurut beberapa ulama bahwa Arsy Allah disangga oleh Para Malaikat yang disebut sebagai Malaikat Hamalah al-‘Arsy. Firman-Nya (Tsumma istawa ‘alal ‘arsy) istawa, juga ulama beberapa ada yang tidak menafsirkanya“Hanya Allah yang tahu maknanya” demikian ulama-ulama salaf ( Abad I-III H). Firman-Nya: (Tsumma istawa ‘alal ‘arsy) / kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy telah dijelaskan maknanya ketika menafsirkan QS.
Firman-Nya: ( ٰىَوَ ت ۡسٱ ِشۡرَع ۡ . لٱ ىَلَع ُنَٰ ۡحَّْرلٱ ) ar-Rahman ‘ala al-‘arsy istawa, agaknya diletakkan sesudah uraian ayat yang lalu, sebab bisa terkesan kandungan ayat yang lalu bahwa Allah Maha Kuasa, sedang yg Kuasa belum tentu artinya pemilik asal apa yang dikuasainya, karena itu ayat ini menegaskan kepemilikan wewenang-Nya serta kasih sayang-Nya yang menyentuh seluruh makhluk.”65. Firman-Nya: (tsumma istawa ‘ala al- ‘arsy), juga menjadi salah satu ayat yang menjadi fokus para ulama. Setelah duduk di atas ‘Arsy itu datang lagi lanjutan ayat, sehingga lebih jelas maksud duduk atau bersemayam: "Dia Mengatur Perintah.".
Mayoritas ulama salaf menggunakan metode ini, mereka tidak memahami istawa dengan bersemayam/bertempat di atas ’Arsy. Firman-Nya: ( ٰىَوَ ت ۡسٱ ِشۡرَع ۡ . لٱ ىَلَع ُنَٰ ۡحَّْرلٱ ) ar-Rahman ‘ala al-‘arsy istawa, agaknya diletakkan setelah uraian ayat yang lalu, karena dapat terkesan kandungan ayat yang lalu bahwa Allah Maha Kuasa, sedang Yang Kuasa belum tentu merupakan pemilik dari apa yang dikuasainya, karena itu ayat ini menegaskan kepemilikan serta kewenangan-Nya serta kasih sayang-Nya yang menyentuh semua makhluk.”84. Penyebutan ‘Arsy dalam al-Qur’an menjadi Ibrah bahwasaanya Allah Swt menciptakanZ makhluk tersebut bukan untuk di tempati akan tetapi sebagai media untuk menunjukan kebesaran dan keagungan-Nya.92.
HASIL PENELITIAN
Pembahasan Makna Istawa
- Penyebutan Kata Istawa Dalam Al-Qur’an
- Definisi ‘Arsy
- Makna Istawa Dalam Tinjauan Bahasa
Menurut bahasa Arab kata Arsy memiliki beberapa makna, sebagaimana yang disebutkan ulama tafsir yang sudah mahsyur dikalangan umat Islam yakni al-Imam al-Qurthubi dalam kitab al-Jami’ Li Ahkam al- Qur’an. Diksi al-‘Arsy biasa dipakai dalam lafal “’Arsy al-Bi’r”, bermkna kayu atau bambu penahan batu bata penyusun dasar dari diding sumur. Para ulama ahli linguistik, seperti al-Imam al-Lughawiy al-Fayyumi dalam kitab al- Mishbah al-Munir, al- Imam al-Lughawiy al-Hafizh Muhammad Murtadla az-Zabidi dalam kitab Taj al-‘Arus, al-Imam al-Lughawiy al-Faurruzabadi dalam Bashair Dzawi at-Tamyiz, al-Imam al-Lughawiy Abu Bakar Ibn al- Arabi dalam kitab al-‘Awashim Min al-Qawashim dan ulama lainnya, menyatakan bahwa “istawa” didalam bahasa Arqab mempunyai lebih dari lima belas sinonim.
Al-Imam al-Mufassir Abu Hayyan al-Andalusi dalam tafsir al- Bahr al-Muhith menuliskan: “Kata “Fa-Istawa” dalamQS. Empat, Istawa dengan pengertian berad diatas atau tempat tinggi (al-‘Uluww Wa al-Irtifa’), misal ayat yang menunjukkan pengertian ini yaitu firman Allah tentang Nabi Nuh dan kaumnya yang menyatakan keimananya: “Fa-Idza Istawayta Anta Wa Man Ma’aka ‘Ala al-Filk Fa-Qul al-Hamdu Lillah al-Ladzi Najjana Min al-Qaum azh-Zhalimin” (QS. Al- Mu’minun : 28), artinya “apabila engkau telah berada di atas perahu (wahai Nuh) dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas perahu maka ucapkanlah: “Segala puji bagi Allah Yang telah menyelamatkan kami dari kaum yang zhalim”. Perlu diingat bahwasannya pengaplikasian makna al-‘Uluww Wa al- Irtifa’ dalam bahasa Arab mempunyai dua penafsiran.
Pertama; al-‘Uluww Wa al-Irtifa’ dalam makna tempat yang tinggi, dalam pengertian indrawi (Hissiy), misalnya dalam firman Allah QS. Kedua; al-‘Uluww Wa al-Irtifa’ pada makna ketinggian pngkat/derajat dan kedudukan, bukan dalam pengertian indrawi (Hissiy), tetapi dalam pengertian konotatif/ma’nawi (Ma’nawiy), yaitu ketnggian derajat (‘Uluww ar-Rutabah). Penafsiran Quraish Shihab tentang Makna Istawa dalam Tafsir Al-Misbah Pertama, Surah al-a’raf ayat 54:.
Penafsiran Quraish Shihab tentang Makna Istawa dalam Tafsir Al-
Allah swt mengetahui dan mengatur secara detail apa yng dikuasai pemilik kursi yang berada di bawahnya. Manusia/mahluk yang duduk di atas kursi tidak mengetahui dan tidak juga berkuasa untuk mengatur terhadap benda yang didudukinya.sedangkan Allah swt., maka Dia Maha mengetahui dan Maha mengatur secara rinci sefala sesuatu yang dikuasainya.”68. Para Ulama pasca abad ke-III, berusaha secara mendalam mengungkap kandangan esensi dari makna Istawa dengan mentakwil makna kata istawa dari makna harfiyah, yaitu bersinggah, bertempa/bersemayam ke makna majazi yaitu “berkuasa”, sehingga dengan demikian penggalan ayat ini menjadi afirmasi kekuasaan Allah swt.
Bermakna, setlah Allah Swt menciptkan langit dan bumi serta mahluk lainya, Allah kemudian bersemayam sesuai dengan kaptutan/kelayakanNya (hanya allah yang mengetahui atas segala dzatnya) diatas Arsy.”. Lebih lanjut, Buya Hamka juga menepis tentang pertanyaan menanyakan apakah Arsy lebih besar dari Dzat Allah Swt. Menurutnya makna tersebut merupakan hak pregratif Tuhan,sehingga manusia makna penafsiranya dikembaikan kepada Allah Swt.
Pada kumpulan ayat yang telah di kaji dari 7 surah yang menyebutkan kata istawa yang disandarkan kepada Allah Swt. Dengan makna istawa dengan makna bertempat, duduk/bersemayam mustahil untuk di sandarkan kepada Allah swt. Penafsiran Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat mutasyabihat pada kata istawa dalam Al-Qur’an dengan makna berkuasa menurut kebesaran dan kesucian Allah swt., Sedangkan Abdulmalik Abdulkarim Amrullah menafsirkannya dengan makna bersemayam akan tetapi bagaimana bersemayamnya kita tidak bisa mengetahuinya dan bersemayamnya menurut kebesaran dan kesucian Allah swt.
Penafsiran Ayat-Ayat Mutasyabihat Dalam Al-Qur’an (Telaah Komparatif Antara Tafsir Al-Thabari dan Tafsir Anwar Al- Tanzil)”. Penafsiran Ayat-Ayat Mutasyabihat Dalam Al-Qur’an (Kajian Atas Makna Istawa Dalam Kitab Mafatih Al-Gaib Karya Farkhruddin Al-Razy)”.
Penafsiran Buya Hamka tentang Makna Istawa dalam Tafsir Al-Azhar
Analisis Metode Penafsiran Kedua Mufassir Dalam Memaknai Kata
Analisis Pengaruh Penafsiran Kedua Mufassir Dalam Pemahaman
PENUTUP
Kesimpulan
Metode penafsiran yang digunakan oleh Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat istawa lebih memilih dan condong pada ulama khalaf yakni menggunakan metode ta’wil dari makna asal kepada makna majazi, Sedangkan Abdulmalik Abdulkarim Amrullah dalam menafsirkan ayat istawa lebih memilih penafsiran ulama salaf yakni menggunakan metode tafwid. Pengaruh penafsiran kedua mufassir diatas berdampak pada akidah yakni selamat pada pemahaman bahwa Allah swt Maha suci dari keserupaan dengan makhluk termasuk suci dari tempat dan arah, karena pemaparan dan metode yang mereka gunakan tetap dalam koridor kesucian Allah itu bersih dari sifat-sifat makhluk.
Saran
Abdullah Dardum, “Teologi Asy’ari dalam Kitab Tafsir (Analisa Metode Ta’wil Tafsili dalam Memahami Ayat Istawa)” Kalimah, vol. Interpretasi Ayat-Ayat Mutasyabihah tentang posisi Allah (Studi Komparatif Tafsir Marah Labid dan Tafsir Al-Misbah)”. Penafsiran Ayat-Ayat Tajsim Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif atas Tafsir al-Kasysyaf ‘an Haqa’iq al-Tanzil wa ‘Uyun al- Aqwal fi Wujuh al-Ta’wil Karya al-Zamakhsyari dan Tafsir Anwar al- Tanzil wa Asrar al-Ta’wil Karya al-Baidawi”.
Dengan ini menyatakan bahwa isi skripsi yang berjudul “Penafsiran Ayat- Ayat Mutasyabihat Dalam Al-Qur’an(Studi Komparatif Atas Makna Istawa Dalam Kitab Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab dan Kitab Al-Azhar Karya Abdulmalik Abdulkarim Amrullah)” adalah hasil penelitian/karya sendiri, kecuali pada bagian- bagian yang dirujuk sumbernya.