• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Interaksi

N/A
N/A
Siti Maryam

Academic year: 2023

Membagikan "PENDAHULUAN Interaksi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Pergerakan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain, atau interaksi desa dan kota dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosialnya, dapat dievaluasi secara geografi karena tingkah laku manusia seperti ini erat hubungannya dengan faktor-faktor geografi pada ruang bersangkutan. Interaksi wilayah sendiri adalah suatu hubungan timbal balik yang saling berpengaruh antara dua wilayah atau lebih, yang dapat menimbulkan gejala, kenampakan atau permasalahan baru. Interaksi tidak hanya terbatas pada gerak pindah manusianya, melainkan juga menyangkut barang dan informasi yang menyertai tingkah laku manusia. Karena hal itu, pola dan kekuatan interaksi antar wilayah sangat dipengaruhi oleh keadaan alam dan sosial daerah bersangkutan, serta kemudahan-kemudahan yang dapat mempercepat proses hubungan antarwilayah tersebut.

Mengutip E-Book Geografi Kelas XII (2009), istilah interaksi wilayah (spatial interaction) menurut Ullman mencakup berbagai gerak mulai dari barang, penumpang, migran, uang informasi, sehingga konsepnya sama dengan geography of circulation. Interaksi desa-kota berlangsung karena adanya pergerakan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain. Terjadinya interaksi didasari oleh kebutuhan ekonomi dan sosial masyarakatnya.

Wilayah atau daerah merupakan tempat bagi manusia untuk dapat melakukan berbagai aktivitas, baik sosial ekonomi, maupun budaya. Pemilihan daerah atau wilayah sebagai tempat berbagai aktivitas tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti iklim, topografi, keadaan tanah, dan air.

Adanya perbedaan kondisi fisikantar wilayah menyebabkan terjadi perbedaan perkembangan wilayah.

Penduduk

Penduduk merupakan salah satu unsur penting dalam suatu wilayah. Di dalam upaya mengembangkan wilayah penduduk akan bertindak sebagai tenaga kerja,perencana, atau pelaksana sekaligus yang akan memanfaatkan segala potensi yang ada. Hal-hal yang berkaitan dengan kependudukan dalam suatu

(2)

wilayah antara lain jumlah, pertumbuhan, kepadatan, persebaran, dan mata pencaharian penduduk.

Perilaku

Perilaku kehidupan masyarakat pedesaan meliputi pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan yang melatarbelakangi masyarakat desa. Perilaku masyarakat desa ditunjukan oleh adanya ikatan antar warga yang sangat erat. Hal itu dapat dilihat dengan adanya sikap gotong royong yang mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan peribadi.

Secara umum perdesaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

Kehidupan masyarakatnya sangat erat dengan alam,

Pertanian sangat bergantung pada musim,

Desa merupakan kesatuan sosial dan kesatuan kerja,

Struktur perekonomian bersifat agraris,

Hubungan antar masyarakat desa berdasarkan ikatan kekeluargan yang erat,

Perkembangan sosial relatif lambat dan sosial kontrol ditentukan oleh moral dan hukum informal, dan

Norma agama dan hukum adat masih kuat.

Tingkat perkembangan desa merupakan keadaan tertentu yang dicapai oleh penduduknya dalam menyelenggarakan kehidupan dan mengelola sumber daya yang ada. Tingkat perkembangan desa dinilai berdasarkan tiga faktor yakni faktor ekonomi, sosio kultural, dan faktor prasarana.

Faktor ekonomi meliputi mata pencaharian penduduk dan produksi desa.

Faktor sosio kultural meliputi adat istiadat, kelembagaan, pendidikan, dan gotong royong. Faktor prasarana meliputi prasarana perhubungan, pemasaran, dan sosial.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, tingkat perkembangan desa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu desa swadaya, desa swakarya, dan desa swasembada. Desa swadaya adalah desa yang masih bersifat tradisional. Desa swakarya adalah desa yang sedang mengalami transisi. Desa swasembada adalah desa yang lebih maju.

Keadaan geografi sebuah kota bukan hanya merupakan pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi fungsi dan bentuk

(3)

fisiknya. Para pendiri kota memiliki maksud untuk mengembangkan kegiatan niaga kelautan didalam pemukimannya, yaitu sebagai tempat pertukaran barang antara daerah daratan dengan lautan. Sebaliknya, kota- kota didunia keadaanya beragam ada berpenduduk jarang dan padat. Kota-kota yang mengalami kehidupan dengan kondisi sosial politik, keagamaan, dan budaya yang berbeda-beda mempunyai beberapa unsur eksternal yang menonjol sehingga mempengaruhi perkembangan kota.

Salah satu permasalahan di kota –kota besar di Indonesia adalah tingginya urbanisasi. Pertambahan urbanisasi ini dapat diindikasikan dengan adanya laju pertumbuhan penduduk yang pesat. Hal ini mempunyai implikasi terhadap pertambahan jumlah angkatan kerja sebagai awal terjadinya proses urbanisasi.

B. Tujuan

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah selain sebagai kewajiban kami sebagai pemateri juga untuk menambah wawasan kita semua, dalam hal ini wawasan mengenai pembangunan wilayah dan pusat pertumbuhan wilayah di Indonesia.

(4)

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pola Interaksi Desa dan Kota

Pengertian desa dan perdesaan sering dikaitkan dengan pengertian rural dan village, dan sering pula dibandingkan dengan kota (town/city) dan perkotaan (urban). Perdesaan (rural) menurut S. Wojowasito dan W.J.S Poerwodarminto (1972) diartikan seperti desa atau seperti di desa” dan perkotaan (urban) diartikan “seperti kota atau seperti di kota”. Berdasarkan batasan tersebut, perdesaan dan perkotaan mengacu kepada karakteristik masyarakat, sedangkan desa dan kota merujuk pada suatu satuan wilayah administrasi atau teritorial. Dalam kaitan ini suatu daerah perdesaan dapat mencakup beberapa desa.

Menurut Roucek & Warren (1962), masyarakat desa memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) peranan kelompok primer sangat besar; (2) faktor geografik sangat menentukan pembentukan kelompok masyarakat; (3) hubungan lebih bersifat intim dan awet; (4) struktur masyarakat bersifat homogen; (5) tingkat mobilitas sosial rendah; (6) keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi; (7) proporsi jumlah anak cukup besar dalam struktur kependudukan.

Pitinn A. Sorokin dan Carle C. Zimmerman (dalam T. L. Smith & P.E. Zop, 1970) mengemukakan sejumlah faktor yang menjadi dasar dalam menentukan karakteristik desa dan kota, yaitu mata pencaharian, ukuran komunitas, tingkat kepadatan penduduk, lingkungan, differensiasi sosial, stratifikasi sosial, interaksi sosial dan solidaritas sosial.

Egon E. Bergel (1995) mendefinisikan desa sebagai setiap permukiman para petani. Sedangkan Koentjaraningrat (1977) mendefinisikan desa sebagai komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat.

Paul H. Landis (1948) mendefinisikan desa menjadi tiga menurut tujuan analisis, yaitu: (1) analisis statistik; desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan dengan penduduk kurang dari 2.500 orang (2) analisis sosial-psikologik; desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya memiliki hubungan

(5)

yang akrab dan bersifat informal diantara sesama warganya, dan (3) analisis ekonomi; desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan dengan penduduknya tergantung kepada pertanian.

Berbagai pengertian tersebut tidak dapat diterapkan secara universal untuk desa-desa di Indonesia karena kondisi yang sangat beragam antara satu dengan yang lainnya. Bagi daerah yang lebih maju khususnya di Pulau Jawa dan Pulau Bali, antara desa dan kota tidak lagi terdapat perbedaan yang jelas sehingga pengertian dan karakteristik tersebut menjadi tidak berlaku. Namun, bagi daerah yang belum berkembang khususnya desa-desa di luar Pulau Jawa dan Pulau Bali, pengertian tersebut masih cukup relevan.

Bintarto (1983:11-12) dalam (Suparmini, 2012) memberi batasan pengertian desa sebagai suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil perpaduan itu ialah suatu ujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur-unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah lain. Dalam arti umum desa merupakan unit pemusatan penduduk yang bercorak agraris dan terletak jauh dari kota.

Roucek dan Waren dalam (Suparmini, 2012) mengemukakan ciri-ciri pedesaan sebagai berikut:

Masyarakat desa bersifat homogen, dalam hal mata pencaharian, nilai-nilai dalam kebudayaan, serta dalam sikap dan tingkah laku;

Kehidupan di desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi.

Faktor geografis besar pengaruhnya terhadap kehidupan;

Hubungan antara sesama anggota masyarakat lebih intim/akrab daripada di kota

Menurut Undang-undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dikatakan bahwa desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

(6)

masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan desa adalah suatu daerah tempat tinggal penduduk yang jauh dari kota, adanya homogenitas pada penduduk desa, baik dalam hal mata pencaharian yaitu mayoritas agraris, nilai kebudayaan maupun tingkah laku, hubunganantar penduduk yang akrab.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Interaksi antara desa dengan kota merupakan interaksi yang disebut juga dengan interaksi wilayah. Interaksi terjadi saat dua objek saling mempengaruhi dan memberikan efek bagi satu sama lain. Interaksi wilayah merupakan hubungan timbal balik antara dua wilayah atau lebih yang saling mempengaruhi dan dapat menimbulkan gejala atau permasalahan baru baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Desa merupakan wilayah yang sering dikaitkan dengan wilayah pedalaman, penghasil bahan pangan, di mana penduduknya banyak bekerja di sektor pertanian atau industri rumahan kecil. Lahan di pedesaan lebih banyak digunakan untuk menghasilkan bahan baku makanan. Sedangkan kota merupakan wilayah yang banyak dikaitkan dengan pusat industri dan perkantoran. Masyarakat perkotaan mempunyai jenis sumber mata pencaharian yang lebih beragam dibandingkan dengan masyarakat di pedesaan.

Ada berbagai bentuk yang dapat dikategorikan sebagai interaksi antara desa dan kota. Diantaranya adalah pemenuhan kebutuhan masing-masing daerah, kerjasama antara penduduk desa dengan penduduk kota, dan asimilasi atau penggabungan antara sifat yang dimiliki oleh kota dengan sifat yang dimiliki oleh desa.

Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi antara desa dengan kota menurut Edward Ullman, seorang geografis dari Amerika Serikat:

1. Adanya wilayah yang saling melengkapi

Setiap wilayah tentunya memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda. Hal ini karena wilayah di satu tempat dengan wilayah yang lain memiliki sifat fisik yang berbeda tergantung pada kondisi iklim dan cuacanya. Hal ini juga disebabkan

(7)

oleh perbedaan sumberdaya alam serta perbedaan kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap wilayah memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Dua buah wilayah atau lebih dapat saling melengkapi kebutuhan masing- masing apabila memiliki kemampua yang berbeda-beda. Misalnya, suatu wilayah apabila ingin bertahan hidup memerlukan sumber pangan berupa sayuran dan padi-padian. Daerah A merupakan daerah penghasil sayuran, namun tidak bisa menghasilkan padi. Daerah B merupakan daerah penghasil padi yang cukup banyak, namun tidak bisa menghasilkan sayuran yang dibutuhkan. Maka, daerah A dan daerah B memiliki kebutuhan wilayah yang saling melengkapi. Hal ini dapat menimbulkan adanya interaksi wilayah antara daerah A dan daerah B.

Desa dan kota merupakan kedua wilayah yang sangat berbeda. Kota identik dengan kemajuannya di bidang industri, sedangkan desa identik dengan daerah penghasil bahan pangan. Oleh karena itu, antara desa dan kota merupakan kedua jenis wilayah yang saling melengkapi sehingga perlu adanya interaksi antara desa dengan kota.

2. Adanya kesempatan untuk saling mengintervensi

Faktor ini merupakan cara bagaimana suatu wilayah dapat memindahkan sumber daya yang dimilikinya agar bisa dibeli oleh wilayah lain yang membutuhkan lebih dahulu dibandingkan wilayah pesaingnya yang memiliki sumber daya yang sama. Misalnya daerah A dan daerah B merupakan daerah penghasil bahan pangan. Sedangkan daerah C merupakan daerah yang tidak bisa memenuhi kebutuhan pangannya sendiri.

Maka, daerah C membutuhkan bahan pangan yang dimiliki oleh daerah A dan daerah B. Daerah A dan daerah B merupakan saingan. Apabila daerah A terlebih dahulu memindahkan sumber dayanya ke daerah C, maka daerah A mengintervensi interaksi antara daerah B dengan daerah C sehingga interaksinya menjadi lebih lemah. Sebaliknya, interaksi antara daerah A dengan daerah C menjadi lebih kuat.

3. Adanya kemudahan pemindahan dalam ruang

Kemudahan pemindahan dalam ruang ini maksudnya adanya kemudahan untuk memindahkan suatu barang dari satu wilayah ke wilayah lain. Apabila suatu

(8)

wilayah terjangkau dengan mudah dari wilayah lain, tentunya interaksi akan lebih kuat karena mudah untuk memindahkan barang yang diperlukan oleh wilayah lain tersebut.

Kemudahan pemindahan dalam ruang ini dipengaruhi oleh banyak faktor.

Diantaranya adalah kemampuan berkomunikasi warga dari kedua wilayah yang berinteraksi, kelancaran arus informasi antar wilayah, jarak antara dua wilayah, biaya yang diperlukan untuk memindahkan barang, serta kelancaran transportasi yang dipengaruhi oleh infrastruktur fisik yang tersedia.

Umumnya, faktor ini sangat mempengaruhi interaksi desa dengan kota, karena daerah desa yang lebih mudah terjangkau akan lebih banyak berinteraksi dengan kota dibandingkan dengan desa yang sulit untuk dijangkau.

Selain ketiga faktor yang telah dijelaskan oleh Edward Ullman di atas, terdapat hal lain yang mempengaruhi interaksi antara desa dengan kota yaitu zona interaksi desa dan kota. Semakin dekat jarak desa dengan kota, maka interaksi antara desa tersebut dengan kota akan semakin kuat. Berikut adalah kategori zona interaksi desa dan kota menurut Bintarto:

City, merupakan pusat kota

Suburban, merupakan wilayah yang berada dekat dengan pusat kota, biasanya banyak dihuni oleh orang yang bekerja secara pulang pergi ke pusat kota

Suburban Fringe, merupakan wilayah di sekitar suburban. Dapat dimaksudkan juga sebagai wilayah peralihan antara kota dengan desa

Urban Fringe, merupakan wilayah terluat dari kota

Rural Urban Fringe, merupakan wilayah yang terletak antara kota dengan desa. Cirinya adalah penggunaan lahan campuran antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian

4. Rural, merupakan wilayah yang mengandalkan kegiatan penggunaan lahan untuk sektor pertanian

Interaksi antara desa dengan kota merupakan hal yang penting. Interaksi ini membuat kehidupan di desa dan di kota dapat berkembang ke arah yang lebih baik. Berikut adalah beberapa dampak positif yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara desa dengan kota:

Meluasnya globalisasi

(9)

Terbukanya lapangan pekerjaan baru

Menambah wawasan bagi penduduk, terutama untuk penduduk desa

Semakin mudah bagi kedua wilayah untuk memenuhi kebutuhan

Memperluas pemasaran hasil produksi desa dan hasil industri di kota

Tersedianya bahan baku dan tenaga kerja

Mengembangkan potensi sarana rekreasi alam di desa

5. Semakin banyak investor di sektor pertanian maupun di sektor non pertanian Selain dampak positif, ada pula dampak negatif yang muncul akibat adanya interaksi antara desa dengan kota. Dampak negatif ini tidak bisa dihindari, oleh karena itu perlu dicari solusi yang tepat untuk mengatasinya. Berikut adalah beberapa dampak negatif yang dapat muncul:

Munculnya kebiasaan untuk hidup konsumtif dan sifat materialisme

Meningkatnya jumlah urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota

Meningkatnya kriminalitas dan angka pengangguran karena terlalu tingginya urbanisasi

Wilayah kumuh bertambah luas

6. Mudahnya akses peredaran zat-zat terlarang

(10)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi antara desa dengan kota menurut Edward Ullman, seorang geografis dari Amerika Serikat:

1. Adanya wilayah yang saling melengkapi

2. Adanya kesempatan untuk saling mengintervensi 3. Adanya kemudahan pemindahan dalam ruang

4. Rural, merupakan wilayah yang mengandalkan kegiatan penggunaan lahan untuk sektor pertanian

5. Semakin banyak investor di sektor pertanian maupun di sektor non pertanian 6. Mudahnya akses peredaran zat-zat terlarang

B. Saran

Pertumbuhan ekonomi yang pesat ini dapat turut mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah sekitarnya. Hal ini dapat dicapai lewat metode trickle down ataupun swash-backwash dan multiplier effect yang kerap dibahas dalam teori pembangunan wilayah.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Rodrigue, J-P (ed) (2020), The Geography of Transport Systems, Fifth Edition, New York: Routledge.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keadaan guru geografi, menghitung dan memetakan kebutuhan guru geografi serta relevansi latar belakang pendidikan

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keadaan guru geografi, menghitung dan memetakan kebutuhan guru geografi serta relevansi latar belakang pendidikan

Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka, penulis tertarik untuk meneliti masalah sebaran, kebutuhan, dan latar belakang pendidikan guru geografi di setiap SMAN di Kabupaten

Dengan adanya berbagai latar belakang di atas, interaksi yang dilakukan mahasiswa entrepreneur dalam menjalin hubungan antar sesama mahasiswa entrepreneur, konsumen, dan

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas adanya lembaga keuangan terutama BMT saat ini sangat dibutuhkan keberadaannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

Dari Latar belakang dan permasalahan yang ada, maka dapat diasumsikan bahwa penerapan konsep city walk di area pusat perbelanjaan perkotaan dapat memenuhi

107 Gambar 3.40 Grafik Pergerakan Penduduk Kecamatan Parongpong Yang Memenuhi Kebutuhan Sekolah Dasar Di Wil.. 108 Gambar 3.41 Grafik Pergerakan Penduduk Kecamatan Parongpong Yang

Dokumen ini membahas tentang interaksi manusia dengan lingkungan, dinamika penduduk, kerusakan lingkungan, kebutuhan sumber daya alam, pangan, malnutrisi, kemiskinan, dan kuantitas dan kualitas