BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
keberhasilan suatu penelitian bergantung teori yang mendasarinya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teori yang terkait. semua teori tersebut di jelaskan sebagai berikut:
1. Penelitian yang Relevan
Tindak tutur merupakan gejala individu, bersifat psikologis, dan ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Setiap individu memiliki cara berkomunikasi dan berbahasa yang berbeda-beda atau beragam yang berfungsi untuk mempertahankan ciri kepribadiannya.
Bentuknya dapat berupa diksi dan dapat pula berupa cara berekspresi. Dalam konteks itu, bahasa merupakan cermin penuturnya. Ada beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya terkait tindak tutur yaitu :
Pertama, penelitian dilakukan oleh Nurjannah Aziz (2011) “Analisis Tindak Tutur Bahasa Makassar Pada Masyarakat Nelayan Di Wilayah Pesisir Galesong Kabupaten Takalar” peneliti menyimpulkan bahwa terjadi 3 bentuk tuturan dalam berkomunikasi oleh para Nelayan dengan menggunakan Bahasa Makassar.
Kedua, penelitin dilakukan oleh Subaedah (2012) “ Analisis Tindak Tutur Ilokusi Dalam Transaksi Jual Beli Di Pasar Sentral Makassar” peneliti
menyimpulkan bahwa tindak tutur ilokusi seorang penjual di pasar sentral Makassar merupakan salah satu usaha penjual untuk menarik/memikat hati pembeli agar membeli barang dagangannya.
Dari kedua penelitian mengenai tindak tutur tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Pada penelitian yang pertama yang membedakan adalah objek penelitian dan lokasi penelitiannya, sedangkan pada penelitian yang kedua fokus penelitiannya hanya pada tindak tutur ilokusi saja.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti pada penelitian ini akan mengkaji tindak tutur baik itu lokusi, ilokusi dan perlokusi yang terjadi di pasar sentral Pangkep Kabupaten Pangkajene dan kepulauan dengan alasan bahwa belum ada peneliti yang melakukan penelitian di lokasi tersebut dan belum ada yang mengkaji tindak tutur dengan berbagai ragam bahasa yang terjadi di pasar sentral Pangkep Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
2. Pengertian Pragmatik
Leech (dalam Putrayasa B.I, 2014:1) menyatakan bahwa fonologi, sintaksis, dan semantik merupakan bagian dari tata bahasa atau gramatika.
Sedangkan pragmatik itu merupakan bagian dari penggunaan tata bahasa (languange use). Levinson (dalam Putrayasa B.I, 2014:1) mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Adapun hal yang dimaksud pada penjabaran tersebut adalah bagaimana sesungguhnya satuan lingual tertentu dapat digunakan dalam
komunikasi yang sebenarnya. Pakar bahasa ini dengan tegas membedakan sosok pragmatik dengan studi tata bahasa yang dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa internal.
Menurutnya, studi tata bahasa itu tidak perlu dikaitkan dengan konteksnya, sedangkan studi pragmatik mutlak harus dikaitkan dengan konteksnya. Berkenaan dengan hal itu, maka studi tata bahasa dapat dianggap sebagai studi bahasa yang bebas konteks atau tidak terkait konteks.
Suatu hal yang disepakati oleh para pakar ialah pragmatik berkembang sebagai reaksi terhadap cara penelitian bahasa yang berdasarkan aliran Chomsky yang menganggap bahasa sebagai suatu yang abstrak, suatu kemampuan mental yang terpisah dari pemakaian dan fungsi bahasa.
Pragmatik perlu juga menyelidiki bagaimana ara pendengar dapat menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar sampai pada suatu interpetasi makna yang disampaikan oleh penutur. Pragmatik juga mengkaji maksud ujaran dengan satuan analisisnya berupa tindak tutur (speech act), misalnya dalam komunikasi, satu maksud atau satu fungsi dapat diungkapkan dengan berbagai bentuk atau struktur. Untuk maksud “Menyuruh” orang lain, penutur dapat mengungkapkannya dengan kalimat imperative, kalimat deklaratif, atau bahkan dengan kalimat interogatif.
Pragmatik merupakan telaah penggunaan bahasa untuk menuangkan maksud dalam tindak komunikasi sesuai dengan konteks dan keadaan pembicaraan. Dengan kata lain pragmatik menelaah bentuk bahasa dengan
mempertimbangkan satuan-satuan yang “menyertai” sebuah ujaran: konteks lingual (co-text) maupun konteks ekstralingual: tujuan, situasi, partisipan dan lain sebagainya.
Berdasarkan konsep dasar tersebut, lingkup pragmatikadalah : a. Variasi Bahasa
Bahasa mempunyai bentuk sesuai dengan situasi dan keadaan.
Berdasarkan faktor penentunya, ada 4 kelompok variasi :
i. Regional variety : variasi bahasa yang dipakai pada daerah tertentu.
ii. Social variety : variasi bahasa yang disebabkan perbedaan strata sosial, sehingga menghasilkan “ragam bahasa golongan”
iii. Functional variety : I variasi bahasa akibat fungsi penggunaan bahasa itu. Variasi ini muncul karena faktor : tujuan, setting, partisipan, media, topik, dll.
iv. Tempora / chronological variety : variasi bahasa yang disebabkan perbedaan kurun watu (diakronis) dalam perjalanan bahasa itu.
b. Tindak berbahasa
Austin, mengucapkan sesuatu adalah melakukan sesuatu. Austin secara khusus mengemukakan bahwa tuturan-tuturan tidak semata-mata hendak mengkomunikasikan suatu informasi, melainkan meminta suatu tindakan atau perbuatan.
Contoh :
Bilamana seseorang mengatakan , Misalnya “saya minta maaf ” ; “saya berjanji” artinya, permintaan maaf dilakukan pada saat orang itu mnta maaf dan bukannya sebelumnya. Janji atau kedatangannya kelak harus dipenuhi, dan bukan sekarang ini.
Dalam menganalisis tindak ujaran atau tuturan, dikaji tentang efek- efek tuturan terhadap tingkah laku pembicara dan lawan bicaranya.
c. Implikatur percakapan
Implikatur percakapan merupakan salah satu ide yang sangat penting dalam pragmatik. Implikatur percakapan pada dasarnya merupakan suatu teori yang sifatnya inferensial, suatu teori tentang bagaimana orang menggunakan bahasa,keterkaitan makna suatu tuturan yang tidak terungkapkan secara literal pada tuturan itu.
d. Teori deiksis
Deiksis adalah gejala semantik yang terdapat pada kata atau kontruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan mempertimbangkan konteks pembicaraan. Dengan kata lain adalah kata saya, sini, sekarang, misalnya, tidak memiliki acuan yang tetap melainkan bervariasi bergantung pada berbagai hal. Acuan dari kata saya menjadi jelas setelah diketahui siapa yang mengucapkan kata itu. Kata sini memiliki rujukan yang nyata setelah
diketahui dimana kata itu diucapkan. Demikian pula, kata sekarang ketika diketahui kapan kata itu diujarkan.
e. Praanggapan
Praanggapan atau preposisi adalah sesuatu yang diasumsikanoleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki pranggapan adalah penutur, bukan kalimat. Kita dapat mengidentifikasi sebagian informasi yang diasumsikan secara tepat yang akan diasosiasikan dengan tuturan seperti yang tampak berikut ini:
Sepupu laki-laki Raminra membeli sebuah rumah mewah.
Ketika menghasilkan tuturan dalam kalimat diatas, penutur tentunya diharapkan memiliki praanggapan bahwa seseorang bernama Raminra ada dan dia memiliki seorang sepupu laki-laki. Penutur juga menyimpan praanggapan yang lebih khusus bahwa Raminra hanya memiliki seorang sepupu laki-laki dan dia memiliki banyak uang. Sebenarnya semua praanggapan ini menjadi milik penutur dan semua praanggapan itu boleh jadi salah.
f. Prinsip Kerja Sama
Bahasa salah satu alat bekerja sama dan aktivitas sosial. Grice merumuskan 4 maksim (aturan) kerja sama yaitu:
1) Maksim kuantitas : setiap peserta memberikan informasi secukupnya.
2) Maksim kualitas: setiap peserta wajib mengatakan hal yang sebenarnya.
3) Maksim relevansi: setiap peserta harus mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan topik.
4) Maksim cara mengatur bagaimana sesuatu itu diungkapkan.
g. Prinsip Kesopanan
Pada hubungan interpersonal diperlukan prinsip kesopanan (plitness principle), yang terdiri atas beberapa maksim, yaitu:
1) Maksim Kebijaksanaan, maksim ini diungkapkan dengan tuturan imposif “mengagumkan” dan komisif, yakni meminimalkan kerugian pada orang lain atau memaksimalkan keuntungan pada orang lain.
2) Maksim Penerimaan. Maksim ini mewajibkan penutur untuk memperbesar kerugian pada diri sendiri atau mengurangi keuntungan diri sendiri.
3) Maksim Kemurahan. Memaksimalkan rasa hormat pada orang lain dan mengurangi rasa hormat pada diri sendiri.
4) Maksim kerendahan hati. Maksim ini meminimalkan ketidakhormatan pada orang lain dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri.
5) Maksim kecocokan. Setiap penutur dan mitra tutur wajib memaksimalkan kecocokan di antara mereka dan meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka.
6) Maksim kesimpatisan. Setiap penutur wajib memaksimalkan rasa simpati dan meminimalkan rasa antipati kepada lawan tuturnya.
3. Peristiwa Tutur, Tindak Tutur dan Aspek-Aspek Tindak Tutur.
a. Peristiwa tutur
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistic dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,di dalam, tempat, dan situasi tertentu.
Peristiwa ini mungkin termasuk suatu tindak tutur sentral yang nyata, seperti
“keluhan”, tetapi peristiwa ini juga termasuk tuturan-tuturan lain yang mengarah padanya dan sesdah itu bereaksi pada tindaan sentral tersebut. Pada kebanyaan kasus, suatu “permohonan” tidak dibuat dengan tindak tutur tunggal yang secara tiba-tiba diucapkan. “permohonan” merupakan sebuah tindak tutur secara khusus,
Yang dimaksud dengan peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, didalam waktu, dan situasi tertentu. Jadi, interaksi yang berlangsung antara seorang penjual dan pembeli pada wakt tertentu dengan menggunakan sebagai alat komunikasinya adalah peristiwa tutur.
Dikatakan oleh Gumperz dan Hymes membuat akronim SPEAKING untuk menjelaskan aspek atau komponen tutur dalam kajian sosiolingistik yaitu:
S =setting : tempat dan waktu terjadinya pertuturan, termasuk di dalamnya kondisi psikologis dan cultural yang menyangkut pertuturan tersebut.
P = participants : menyangkut peserta tutur.
E = ends : menunjuk pada tujuan yang inin dicapai dalam suatu situasi tutur.
A = acts of sequence : menunjuk pada saluran tutur yang merupakan tuturan lisan atau tertulis.
K = key : menunjukkan cara ataupun jiwa dari pertuturan yang dilangsungkan.
I = instrmentalities : menunjukkan penggunaan kaidah berbahasa dalam pertuturan.
N = norms : menunjuk pada norma atau aturan dalam berinteraksi.
G = genre : menunjuk pada kategori tuturan yang dapat merupakan puisi, surat, artikel, dan lain sebagainya.
b. Tindak Tutur
Tindak tutur adalah suatu tuturan yang berfungsi psikologis dan sosial di luar wacana yang sedang terjadi. Selain itu, Yule (2006:82) mendefinisikan tindak tutur sebagai tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan. Dengan demikian, dapat disimpulkan tindak tutur memiliki fungsi psikologis dan sosial saat berkomunikasi dan sebagai sarana untuk melakukan sesuatu melalui tindakan-tindakan yang diucapan lewat lisan.
Ketiga macam tindak tutur atau speech acts itu secara berturut-turut dapat disebutkan seperti berikut :
1) Tindak tutur lokusi (locutioaru acts)
Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur dengan kata,frasa, dan kalimat, sesuai dengan yang dikandung oleh kata, frasa dan kalimat itu sendiri.
Sebagai contoh, Ikan Paus adalah binatang mamalia terbesar di samudra. Pada kalimat tersebut diutarakan semata-mata hanya menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk memengaruhi lawan tuturnya. Kalimat tersebut hanya berupa informasi yang tidak berdampak apa-apa terhadap mitra tuturnya.
Selanjutnya,dikatakan bahwa tindak lokusi adalah tindak tutur yang relatif paling mudah untuk diidentifikasikan karena pengidentifikasikannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur. Jadi, dari perspektif pragmatik tindak lokusi sebenarnya tidak atau kurang penting.
2) Tindak tutur ilokusi (illocutionary acts)
Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang melakukan sesuatu maksud dengan maksud dan fungsi tertentu dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya.
Tindak tutur ilokusi disebut sebagai The Act of Doing Something (Rahardi, 2009; Sumarsono, 2009). Tindak ilokusi adalah apa yang ingin
dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatu dan dapat merupakan tindakan menyatakan, berjanji, minta maaf, mengancam, meramalkan, memerintah, meminta, dan tindak tutur (Nadar,2009). Perhatikan kalimat (i) sampai (ii) misalnya, cenderung tidak hanya digunakan untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan secara saksama.
i. Saya tidak bisa datang.
ii. Ada anjing galak
Kalimat (i) jika diutarakan oleh seseorang kepada temannya yang baru saja berulang tahun, kalimat (i) tidak hanya berfungsi untuk menyatakan atau menginformasikan sesuatu, tetapi juga untuk melakukan sesuatu. Yakni bermaksud untk meminta maaf karena tidak bisa hadir dalam pesta ulang tahun. Informasi ketidakhadiran penutur dalam hal ini kurang begitu penting karena besar kemungkinan lawan tutur sudah mengetahui hal tersebut. Pada kalimat (ii) yang biasa ditemui di pintu pagar atau bagian depan rumah pemilik anjing tidak hanya sekadar untuk menginformasikan kepada seseorang, tetapi juga untuk meberikan peringata. Akan tetapi, bila ditujukan kepada pencuri, tuturan itu mungkin digunakan untuk menakutinya.
Selanjutnya, Searle (1983) menggolongkan tindak tutur ilokusi dalam aktivitas bertutu ke dalam lima macam bentuk tuturan, kelima bentuk tuturan itu antara lain:
i. Bentuk tutur asertif
Adapun yang dimaksud denga bentuk tutur asertif adalah bentuk tutur yang mengikat penutur pada kebenaan peposisi yang sedang diungkapkannya dalam tuturan tersebut. Bentuk tutur asertif itu dapat mencakup hal-hal seperti menyatakan, menyarankan, membual, mengeluh dan mengklaim.
ii. Bentuk tutur direktif
Yang dimaksud dengan bentuk tutur direktif adalah bentuk tuturan yang dimaksudkan oleh penuturnya untuk membuat pengaruh agar sang mitra tutur melakukan tindakan-tindakan yang dikehendakinya seperti memesan, menasehati, memohon, memerintah, dan merkomendasi.
iii. Bentuk tutur ekspresif
Yang dimaksud dengan bentuk tuturan ekspresif adalah bentuk tutur yang berfungsi meyatakan atau menunjukkan sikap psikologis si penutur terhadap keadaan tertentu seperti berterima kasih, memberi selamat, meminta maaf, menyalahkan, memuji, dan berbela sungkawa.
iv. Bentuk tutur komisif
Yang dimaksud dengan bentuk tutur adalah bentuk tutur yang digunakan untuk menyatakan janji atau penawaran tertentu seperti seperti berjanji, bersumpah, dan menawarkan sesuatu.
v. Bentuk tutur deklarasi
Adapun yang dimaksud dengan bentuk tutur deklarasi adalah bentuk tutur yang menghubungkan antara isi tuturan dengan kenyataannya seperti memberi nama, mengangkat, mengucilkan, dan menghukum.
3) Tindak tutur perlokusi (perlocutionary acts)
Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang menumbuhkan pengaruh terhadap mitra tutur oleh penutur. Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang sering mempunyai daya pengaruh, atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk memengaruhi lawan tutur disebut tindak tutur perlokusi.
Wijana (2006) dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Pragmatik telah menguraikan adanya dua macam jenis tindak tutur di dalam praktik berbahasa, yakni tindak tutur langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud dengan tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang dinyatakan sesuai dengan modus kalimatnya. Kalimat berita atau deklaratif adalah kalimat yang digunakan untuk menyampaikan informasi. Kalimat tanya digunkan untuk menanyakan sesuatu, sedangkan kalimat perintah digunakan untuk menyatakan perintah. Jadi tindak tutur langsung itu sesungguhnya merefleksikan fungsi konvensional dari sebuah kalimat.
Adapun yang dimaksud dengan tindak tutur tidak langsung adalah tindakan yang tidak dinyatakan langsung oleh modus kalimatnya. Ada kalanya, untuk menyampaikan maksud memerintah, orang akan menggunakan kalimat berita, atau bahkan mungkin menggunakan kalimat tanya. Ada kalanya pula, sebuah petanyaan harus dinyatakan secara tidak konvensional dengan sebuah kalimat berita. Akan tetapi, perlu diketahui juga bahwa kalimat perintah mustahil dapat digunakan secara tidak langsung untuk menyatakan maksud yang bukan perintah.
Jadi, hanya kalimat yang bermodus berita dan bermodus tanya sajalah yang bisa digunakan untuk menyatakan tindak tutur yang tidak langsung itu.
Tindak tutur tidak langsung itu harus dimaknai dengan sesuatu yang tersirat atau terimplikasi di dalamnya. Makna yang demikian itu dapat diperoleh hanya melibatkan konteks situasinya. Sebagai contoh, tuturan yang berbunyi “ Ruangnya gelap sekali”. Dari sisi modusnya adalah semata-mata kalimat berita, maka tindakan menyampaikan informasi bahwa ruangan itu gelap sekali merupakan tindak tutur yang sifatnya langsung dan modusnya adalah deklaratif.
Akan tetapi, jika yang dimaksud adalah memerintah seseorang untuk menyalakan lampu karena situasi ruangan yang sangat gelap itu, maka tindak tutur yang demikian itu disebut sebagai tindak tutur yang tidak langsung.
Selanjutnya, tindak tutur literal dapat dimaknai sebagai tindak tutur yang maksudnya sama persis dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Tindak tutur nonliteral adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama, atau bahkan berlawanan, dengan makna kata-kata yang menyusunnya itu. Sebagai contoh
orang bisa mengatakan”wah suaramu bagus sekali”. Jika maksud dari tuturan itu adalah untuk menyatakan pujian kepada sang mitra tutur, maka jelas sekali bahwa tuturan itu merupakan tuturan yang sifatnya literal. Maka, sebuah tindakan yang sesuai dengan wujud tuturannya itulah yang disebut dengan tindak tutur literal. Akan tetapi, jika yang dimaksud oleh penutur ketika menyampaikan tuturan tadi adalah untuk menyindir atau mengejek sang mitra tutur maka dengan demikian hal itu disebut sebagai tindak tutur nonliteral atau tindak tutur tidak literal.
c. Aspek-Aspek Tindak Tutur 1) Konteks tuturan
Konteks tuturan linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau latar sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. konteks adalah situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami.
2) Penutur dan Mitra Tutur
Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan mitra tutur ini adalah usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya. Terkait dengan aspek tutur penutur dan mitra tutur, Leech (Dalam Putrayasa,B.I, 2014:94) menegaskan bahwa mitra tutur atau penutur adalah orang yang menjadi sasaran tuturan dari penutur.
3) Tujuan tuturan
Tujuan penuturan tidak lain adalah maksud penutur mengucapkan sesuatu atau makna yang dimaksud penutur dengan mengucapkan sesuatu.
4) Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas
Dalam hubungan ini pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret di banding tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang konkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaaannya.
5) Tuturan sebagai produk tindak verbal
Dalam hubungan ini dapat ditegaskan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara kalimat dengan tuturan. Kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil kebahasaan yang diidentifikasi lewat penggunaanya dalam situasi tertentu.
4. Psikolinguistik a. Psikologi
Secara etimologi kata psikologiberasal dari Yunani Kuno psyche dan logos. Kata psyche berarti “ jiwa, roh, atau sukma”, sedangkan kata logos berarti “ilmu”. Jadi psikologi, secara harfiah berarti “ilmu jiwa”, atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa. Dulu ketika psikologi masih berada atau merupakan bagian dari ilmu filsafat, definisi bahwa psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan. Dalam kepustakaan kita pada
tahun lima puluhan pun nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa atau roh atau sukma, sehingga istilah itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut, psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi-sisi manusia dari segi yang bisa diamati. Mengapa? Karena jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara indrawi.
Dalam hal ini “jiwa” atau “keadaan jiwa” hanya bisa diamati melalui gejala- gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang gembira tampak dari gerak geriknya yang riang atau dari wajahnya yang berbinar-binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tapi tetap tersenyum. Atau seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah tertawa.
Walaupun besar kemungkinan gerak gerik lahir seseorang belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebenarnya. Namun, secara tradisional psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses-proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli
psikologi belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu yang mencoba mengkaji proses “akal manusia” dan segala manifestasinya yang mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk menjelaskan, memprediksikan, atau mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah berbagi menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang behavioristik,dan yang kognifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi kesadaran adalah mencoba mengkaji proses-proses akal manusia dengan cara mengintropeksi atau mengkaji diri.
Oleh karena, psikologi kesadaran lazim juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu proses akal dengan cara melihat ke dalam diri sendiri setelah suatu rangsangan terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku itu.
Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses-proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses-proses akal ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide-ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, harapan dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji adalah peristiwa-peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret yaitu kelakuan atau tingkah laku mansia.
Psikologi yang kognifistik dan lazim disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses-proses kognitif manusia secara ilmiah. Yang dimaksud proses kognitif adalah proses-proses akal pikiran manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan, mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan penggunaan pengetahuan bahasa.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia dalam segala kaitannya yang sangat luas. Oleh karena itu, muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan penerapannya. Di antara cabang-cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi perkembangan (kanak- kanak), psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
b. Linguistik
Secara umum linguistik lazim diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Pakar linguistik di sebut linguis. Namun, perlu dicatat kata linguis dalam bahasa Inggris juga berarti
“orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa”, selain bermakna”pakar
linguistik”. Seorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai kaidah-kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik. Sebaliknya seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa, belum tentu dia seorang linguis jika dia tidak memahami tentang bahasa.
c. Psikolinguistik
Secara etimologi sudah disinggung bahwa kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda. Meskipun cara dan tjuannya berbeda, tetapi banyak juga bagian-bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama dan dengan tujuan yang sama. Robert Lado, seorang ahli dalam pengajaran bahasa, berpendapat bahwa psikolinguistik adalah pendekatan gabungan melalui psikologi dan linguistic bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa, bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang ada kaitannya dengan itu, yang begitu mdah dicapai atau didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisah Lado (Dalam Abdul Chaer 2009).
Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses sikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya
pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia.
5. Pasar
Pasar adalah salah satu dari berbagai sistem, institusi, hubungan sosial dan infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa dan tenaga kerja untuk orang-orang dengan imbalan uang. Barang dan jasa yang dijual menggunakan alat pembayaran yang sah seperti uang. Kegiatan ini merupakan bagian dari perekonomian. Dalam ilmu ekonomi mainstream, konsep pasar adalah setiap struktur yang memungkinkan pembeli dan penjual untuk menukar jenis barang, jasa dan informasi. Pertukaran barang dan jasa untuk uang disebut transaksi.
Pasar terdiri atas penjual dan pembeli yang memengaruhi harganya.
Pasar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Pasar Tradisional
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual dan pembeli nsecara langsung dan biasanya ada proses tawar menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibangun oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Pasar tradisional ini kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan makanan berupa ikan, sayur, bumbu dapur, daging, telur, ayam dan lain sebagainya.
b) Pasar Modern
Pasar modern tidak banyak berbeda dengan pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak melakukan transasksi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum pada barang. Pasar jenis ini berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri atau dilayani oleh pramuniaga. Contoh dari pasar modern adalah hypermart, supermarket dan minimarket.
B. Kerangka Pikir
Bahasa tumbuh dan berkembang dalam konteks sosial. Interaksi antar bahasa dan kontes sosial menciptakan warna tertentu pada bahasa. Sedangkan bahasa menegaskan dan mengekspresikan konteks sosial.
Dunia sosial terdiri atas invidu dengan karakteristik yang berbeda-beda kemudian dalam interaksinya mereka membentuk masyarakat. Karakteristik individu memberi corak atau ciri tertentu pada tampilan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Ciri tertentu dalam bahasa, ada yang bersifat individu (idiolek) dan ada pula yang bersifat sosial (sosiolek). Ciri tersebut bersifat internal pada dua kategori subjek bahasa tersebut.
Salah satu lingkungan sosial yang memiliki sudut idiolek sosiolek dapat dijumpai dalam lingkup masyarakat, seperti yang terjadi pada proses jual beli antara penjual dan pembeli pakaian di pasar sentral Pangkep Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengetahui tindak
tutur yang terjadi antara penjual dan pembeli pakaian di pasar sentral Pangkep Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Untuk lebih jelasnya, kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut:
Bagan Kerangka Pikir:
Penjual dan Pembeli
Lokusi
Pragmatik Bahasa
Ilokusi
Temuan
Perlokusi
Analisis Data