PENERAPAN FUZZY CRITICAL PATH METHOD (FCPM) PADA JARINGAN PROYEK PEMBANGUNAN
(Studi Kasus Bengkel Mobil Pelita Tangerang)
SKRIPSI
Oleh :
ARDIYA ADIWENA 145090407111007
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2019
i
PENERAPAN FUZZY CRITICAL PATH METHOD (FCPM) PADA JARINGAN PROYEK PEMBANGUNAN
(Studi Kasus Bengkel Mobil Pelita Tangerang) Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Matematika
SKRIPSI
Oleh :
ARDIYA ADIWENA 145090407111007
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2019
ii
iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PENERAPAN FUZZY CRITICAL PATH METHOD (FCPM) PADA JARINGAN PROYEK PEMBANGUNAN
(Studi Kasus Bengkel Mobil Pelita Tangerang) oleh:
ARDIYA ADIWENA 145090407111007
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji pada tanggal 6 Maret 2019 dan dinyatakan memenuhi syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Matematika
Pembimbing
Kwardiniya A., S.Si.,M.Si NIP. 197006221998022001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Ratno Bagus Edy Wibowo, S.Si.,M.Si, Ph.D.
NIP. 197509082000031003
iv
v
LEMBAR PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ardiya Adiwena
NIM : 145090407111007
Penulis Skripsi berjudul : Penerapan Fuzzy Critical Path Method (FCPM) Pada Jaringan Proyek Pembangunan (Studi Kasus Bengkel Mobil Pelita Tangerang)
dengan ini menyatakan bahwa:
1. isi Skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya sendiri dan tidak menjiplak karya orang lain, nama-nama yang termasuk di isi dan tertulis di Daftar Pustaka dalam Skripsi ini hanya sebagai refrensi.
2. Apabila di kemudian hari ternyata Skripsi yang saya tulis terbukti hasil jiplakan, maka saya bersedia menanggung segala risiko yang akan saya terima. Demikian pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran.
Malang, 26 Maret 2019 yang menyatakan,
Ardiya Adiwena NIM. 145090407111007
vi
vii
PENERAPAN FUZZY CRITICAL PATH METHOD (FCPM) PADA JARINGAN PROYEK PEMBANGUNAN
(Studi Kasus Bengkel Mobil Pelita Tangerang)
ABSTRAK
Fuzzy Critical Path Method (FCPM) merupakan metode untuk mengidentifikasi lintasan kritis pada jaringan proyek dengan durasi aktivitas menggunakan bilangan fuzzy atau interval fuzzy. Dalam skripsi ini akan dibahas tentang penerapkan FCPM untuk menemukan lintasan kritis pada jaringan proyek pembangunan bengkel mobil Pelita Tangerang yang menggunakan durasi aktivitas bilangan fuzzy segitiga. Lintasan kritis melewati aktivitas-aktivitas 1- 3-4-7-9-11-12, dengan total durasi penyelesaian proyek fuzzy adalah (132, 160, 207). Waktu penyelesaian proyek pembangunan proyek pembangunan bengkel mobil Pelita Tangerang dapat diselesaikan paling cepat 132 hari dan paling lama proyek diselesaikan 207 hari dengan waktu optimal penyelesaian proyek adalah 160 hari.
Kata Kunci: Lintasan Kritis, Fuzzy Critical Path Method (FCPM).
viii
ix
APPLICATION OF FUZZY CRITICAL PATH METHOD (FCPM) ON THE DEVELOPMENT PROJECT NETWORK (Case Study of Pelita Tangerang Car Repair Shop)
ABSTRACT
Fuzzy Critical Path Method (FCPM) is a method for identifying critical trajectories on project networks with duration of activity using fuzzy numbers or fuzzy intervals. In this thesis we will discuss about implementing FCPM to find the critical trajectory in the network of Pelita Tangerang car workshop construction projects that use the activity duration of triangular fuzzy numbers. Critical trajectory passes activities 1-3-4-7-9-11-12, with the total duration of completion of fuzzy projects (132, 160, 207). When the completion of the construction project for the Pelita Tangerang car workshop project can be completed at the latest 132 days and the longest project will be completed 207 days with the optimal time of project completion is 160 days.
Keywords: Critical Path, Fuzzy Critical Path Method (FCPM).
x
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENERAPAN FUZZY CRITICAL PATH METHOD (FCPM) PADA JARINGAN PROYEK PEMBANGUNAN dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan bagi penulis.
Skripsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Kwardiniya Andawaningtyas, S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, motivasi, bantuan, saran, dan kesabaran yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini.
2. Dra. Endang Wahyu Handamari., M.Si. dan Drs. Imam Nurhadi Purwanto, MT. selaku dosen penguji atas segala kritik dan saran yang diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Indah Yanti, S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan selama penulis menempuh kuliah.
4. Dr. Isnani Darti, S.Si., M.Si selaku Ketua Program Studi Matematika yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
5. Ratno Bagus Edy Wibowo, S.Si., M.Si., Ph. D. selaku Ketua Jurusan Matematika atas segala bantuan yang diberikan.
6. Segenap dosen dan staf Jurusan Matematika atas ilmu dan pengalaman yang sangat bermanfaat bagi penulis.
7. Ayah (Wibowo), Ibu (Yuni), Adik (Lingga Nusantara), serta seluruh keluarga besar atas segala doa, bantuan, dukungan, dan semangat yang tiada henti diberikan selama ini kepada penulis.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
xii
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan anugerah dan barokah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Kritik dan saran yang diberikan dapat disampaikan melalui email ke alamat [email protected]. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, serta menjadi inspirasi bagi penulis skripsi selanjutnya.
Malang, 26 Maret 2019
Penulis
xiii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Asumsi dan Batasan Masalah ... 3
1.4 Tujuan ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Himpunan Fuzzy ... 5
2.2 Definisi – definisi Himpunan Fuzzy ... 6
2.3 Bilangan Fuzzy ... 7
2.3.1 Bilangan Fuzzy Segitiga ... 8
2.3.2 Operasi pada Bilangan Fuzzy Segitiga ... 8
2.3.3 Defuzzifikasi Metode Centroid ... 9
2.4 Critical Path Method (CPM) ... 10
2.4.1 Kerangka Kerja CPM ... 11
2.4.2 Model Aktivitas ... 12
2.4.3 Asumsi dan Cara Perhitungan ... 15
xiv
2.5 Fuzzy Critical Path Method (FCPM) ... 18
2.6 Lintasan Kritis ... 20
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
3.1 Deskripsi Tempat Penelitian ... 23
3.2 Waktu Penelitian ... 23
3.3 Metode Pengambilan Data ... 23
3.4 Jenis dan Sumber Data ... 24
3.5 Analisis Data ... 24
3.6 Diagram Alir Penelitian ... 25
BAB IV PEMBAHASAN ... 27
4.1 Analisa Penjadwalan Proyek Menggunakan FCPM .... 28
4.1.1 Pembuatan Jaringan Kerja ... 28
4.1.2 Perhitungan Nilai Earliest Time untuk Setiap Aktivitas Fuzzy ... 29
4.1.3 Perhitungan Nilai Latest Time untuk Setiap Aktivitas Fuzzy ... 37
4.1.4 Perhitungan Nilai Slack Time (TF𝑖, 𝑗) untuk setiap Aktivitas Fuzzy ... 44
4.1.5 Proses Defuzzifikasi pada Slack Time ... 48
4.1.6 Lintasan Kritis ... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
5.1 Kesimpulan ... 51
5.2 Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 53
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bilangan Fuzzy Segitiga ...8
Gambar 2.2 Activity On Arrow ………...12
Gambar 2.3 Activity On Node...13
Gambar 2.4 Contoh Jaringan Kerja ...13
Gambar 2.5 Hubungan Antar Aktivitas I ...13
Gambar 2.6 Hubungan Antar Aktivitas II …...13
Gambar 2.7 Hubungan Antar Aktivitas III ...14
Gambar 2.8 Hubungan Antar Aktivitas IV ...14
Gambar 2.9 Hubungan Antar Aktivitas yang Menggunakan Aktivitas Dummy ... 14
Gambar 2.10 Lingkaran Kejadian ...15
Gambar 2.11 Event Beberapa Aktivitas Maju …………..………16
Gambar 2.12 Event Beberapa Aktivitas Mundur...17
Gambar 3.1 Alur Penelitian ...25
Gambar 4.1 Jaringan Penjadwalan Proyek Pembangunan Bengkel Mobil Pelita Tangerang ... 29
Gambar 4.1 Lintasa Kritis pada Jaringan Proyek Pembangunan Bengkel Mobil Pelita Tangerang ... 49
xvi
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Penjadwalan Proyek Pembangunan Bengkel
Mobil Tangerang ... 27 Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Earliest Time, Latest Time, dan
Slack Time ………... 47 Tabel 4.3 Aktivitas Kritis pada Jaringan Proyek Pembangunan
Bengkel Mobil Pelita Tangerang ………... 48
xviii
1
1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Riset operasi merupakan salah satu cabang dari ilmu matematika. Riset operasi merupakan peralatan manajemen yang menyatukan ilmu pengetahuan, matematika dan pembangunan sebuah proyek, khususnya proyek skala besar seperti membangun gedung, riset dan pengembangan, pemeliharaan sistem komputer, manajemen bisnis, dan produksi pabrik. (Zulfikarijah, 2004).
Dua teknik perencanaan jaringan kerja yang populer adalah metode lintasan kritis Critical Path Method (CPM) diperkenalkan pada tahun 1957 oleh J.E. Kelly dari Remington Rand. M.R.Walker dari duPont dan Program Evaluation and Review Technique (PERT) yang dikembangkan pada tahun 1958 oleh US Navy bekerjasama dengan Booz, Allen dan Hamilton (Herjanto, 2008).
Critical Path Method (CPM) adalah suatu metode perencanaan dan penjadwalan proyek yang paling banyak digunakan di antara semua sistem yang menggunakan prinsip pembentukan jaringan (Hutchings, 2004). CPM digunakan untuk menentukan lintasan kritis suatu proyek. Lintasan kritis merupakan suatu lintasan yang memiliki kegiatan dengan total waktu paling lama dibandingkan dengan lintasan lain yang mungkin. Jumlah waktu pada lintasan kritis sama dengan umur proyek. Lintasan kritis terdiri dari aktivitas-aktivitas kritis yang selalu menjadi perhatian dalam proyek, karena terlambat atau tidaknya proyek tergantung pada lintasan kritis tersebut (Kumar, 2010).
Sebuah metode alternatif untuk mengatasi masalah perubahan durasi aktivitas pada jaringan proyek, metode lintasan kritis fuzzy Critical Path Method (FCPM) dikenalkan pada akhir 1970an. FCPM merupakan metode untuk mengidentifikasi lintasan kritis pada jaringan proyek dengan durasi aktivitas menggunakan bilangan fuzzy atau interval fuzzy (Nasution, 1996). FCPM telah memberikan suatu
2
cara menemukan lintasan-lintasan kritis yang sesungguhnya dalam suatu jaringan proyek fuzzy.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam penyelesaian analisa jaringan diantaranya metode Critical Path Method, PERT, Just In Time, Fuzzy Critical Path Method, Fuzzy PERT. Arif (2016) membahas tentang penjadwalan proyek menggunakan Critical Path Method (CPM) dengan kendala ketersediaan sumber daya manusia dan alat. Hapsari (2010) membahas tentang penerapan Critical Path Method (CPM) dalam perencanaan proyek guna meningkatkan efisiensi waktu dan biaya proyek Sementara itu, Astuti (2015) membahas tentang menentukan jadwal produksi dan mengatur jaringan dengan metode Critical Path Method (CPM). Skripsi ini mengacu pada artikel Mete & Fuat (2015) dengan judul “CPM, PERT and Project Management With Fuzzy Logic Technique and Implementation On A Buseness”. Fuzzy Critical Path Method (FCPM) akan diterapkan pada jaringan proyek pembangunan bengkel mobil Pelita Tangerang yang menggunakan durasi aktivitas bilangan fuzzy segitiga. Lintasan kritis pada penelitian ini didapat dengan mengaplikasikan proses defuzzifikasi menggunakan metode centroid pada kelonggaran waktu (slack time) di masing-masing aktivitasnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan Fuzzy Critical Path Method (FCPM) untuk menemukan lintasan kritis pada jaringan proyek pembangunan bengkel mobil Pelita Tangerang yang menggunakan durasi aktivitas bilangan fuzzy segitiga.
1.3 Asumsi dan Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah Durasi waktu aktivitas fuzzy menggunakan bilangan fuzzy segitiga.
3 Asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Tidak terdapat aktivitas dummy (aktivitas semu).
2. Proses defuzzifikasi menggunakan metode centroid pada slack time di masing-masing aktivitasnya.
1.4 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menerapkan Fuzzy Critical Path Method (FCPM) untuk menemukan lintasan kritis pada jaringan proyek pembangunan bengkel mobil Pelita Tangerang yang menggunakan durasi aktivitas bilangan fuzzy segitiga.
4
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Himpunan Fuzzy
Menurut Susilo (2006), pada himpunan klasik, keberadaan suatu elemen x dalam suatu himpunan A hanya memiliki dua kemungkinan, yaitu x menjadi anggota A atau x tidak menjadi anggota A. Suatu nilai yang menunjukkan seberapa besar tingkat keanggotaan suatu elemen x dalam suatu himpunan A biasa disebut dengan nilai keanggotaan, biasa ditulis dengan µ𝐴(𝑥). Pada himpunan klasik, nilai keanggotaan hanya memasangkan nilai 0 atau 1 untuk unsur-unsur pada semesta pembicaraan, yang menyatakan anggota atau bukan anggota.
Nilai keanggotaan untuk himpunan A adalah fungsi µ𝐴: (𝑥) → {0,1} dengan
µ𝐴(𝑥) = {1, 𝑥 ∈ 𝐴 0, 𝑥 ∉ 𝐴
Fungsi tersebut pada himpunan fuzzy diperluas sehingga nilai yang dipasangkan pada unsur-unsur dalam semesta pembicaraan tidak hanya 0 dan 1 saja, tetapi keseluruhan nilai dalam interval [0,1] yang menyatakan derajat keanggotaan suatu unsur pada himpunan yang dibicarakan. Fungsi ini disebut fungsi keanggotaan, dan himpunan yang didefinisikan dengan fungsi keanggotaan ini disebut himpunan fuzzy.
Andaikan X adalah himpunan semesta yang mana elemennya dinotasikan sebagai x, maka himpunan fuzzy A dinotasikan 𝐴̃ yang dinyatakan sebagai himpunan pasangan terurut.
𝐴̃ = {(𝑥, µ𝐴̃(𝑥))|𝑥 ∈ 𝑋}
µ𝐴̃ adalah sebuah nilai yang berada di antara 0 dan 1 yang menggambarkan nilai keanggotaan x dalam himpunan 𝐴̃. Jadi
6
µ𝐴̃: 𝑋 → [0,1]
Nilai fungsi µ𝐴̃(𝑥) menyatakan derajat keanggotaan unsur x ∈ X dalam himpunan fuzzy 𝐴̃. Nilai fungsi µ𝐴̃(𝑥) sama dengan 1 menyatakan keanggotaan penuh, dan nilai fungsi sama dengan 0 menyatakan sama sekali bukan anggota himpunan fuzzy tersebut.
Secara simbolik dapat ditulis
µ𝐴̃(𝑥) = {1, 𝑥 ∈ 𝐴 0, 𝑥 ∉ 𝐴 2.2 Definisi – definisi Himpunan Fuzzy
1. α-cut adalah himpunan tegas dari himpunan fuzzy 𝐴̃ yang mempunyai derajat keanggotaan lebih dari atau sama dengan derajat keanggotaan yang ditentukan, dapat didefinisikan dengan 𝐴𝛼 = {𝑥 ∈ 𝐴, µ𝐴̃(𝑥) ≥ 𝛼}. Selain itu juga terdapat strong α-cut, yakni himpunan tegas dari himpunan fuzzy 𝐴̃ yang mempunyai derajat keanggotaan lebih dari derajat keanggotaan yang ditentukan atau dengan kata lain
𝐴′𝛼 = {𝑥 ∈ 𝐴, µ𝐴̃(𝑥) > 𝛼} (Dubbois dan Prade,1980).
2. Misalkan 𝐴̃ adalah himpunan fuzzy pada X. 𝑆(𝐴̃) adalah himpunan tegas yang memuat semua anggota 𝐴̃ yang mempunyai derajat keanggotaan titik nol (Klir dan Yuan, 1995).
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
𝑆(𝐴) = {𝑥 ∈ 𝐴|µ𝐴̃(𝑥) > 0}
Dalam konteks X=R, maka 𝑆(𝐴̃), dikatakan terbatas di atas (bounded above) jika terdapat r ∈ R sehingga x ≤ r, untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑆(𝐴̃). 𝑆(𝐴̃), dikatakan terbatas di bawah (bounded below) jika terdapat r ∈ R sehingga r ≤ x, untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑆(𝐴̃).
Selanjutnya, 𝑆(𝐴̃) dikatakan terbatas (bounded) jika terbatas di atas dan terbatas di bawah.
7 3. Misalkan 𝐴̃ adalah himpunan fuzzy pada X. Tinggi dari 𝐴̃
dinotasikan dengan ℎ(𝐴̃) adalah derajat keanggotaan terbesar yang dicapai oleh sebarang unsur di 𝐴̃ (Klir dan Yuan, 1995).
Secara simbolik dapat ditulis
ℎ(𝐴̃) = max {µ𝐴̃(𝑥)}
4. Misalkan 𝐴̃ adalah himpunan fuzzy pada X. 𝐴̃ disebut sebagai himpunan fuzzy normal jika ℎ(𝐴̃) = 1 dan subnormal jika ℎ(𝐴̃) < 1 (Klir dan Yuan, 1995).
5. Misalkan 𝐴̃ adalah himpunan fuzzy pada X. 𝐴̃ disebut konvek jika fungsi keanggotaannya monoton naik, atau monoton turun, atau monoton naik dan monoton turun pada saat nilai unsur pada himpunan semesta semakin naik (Sivandam dkk, 2007).
2.3 Bilangan Fuzzy
Menurut Susilo (2006), secara formal suatu bilangan fuzzy didefinisikan sebagai himpunan fuzzy dalam semesta himpunan semua bilangan riil R yang memenuhi empat sifat sebagai berikut:
1. Himpunan 𝐴̃ haruslah himpunan fuzzy yang normal.
2. 𝑆(𝐴̃) merupakan himpunan terbatas.
3. Semua α-cut nya adalah selang tertutup dalam ℝ.
4. Himpunan 𝐴̃ adalah konvek.
Suatu bilangan fuzzy bersifat normal, sebab bilangan fuzzy
“kurang lebih ɑ” seyogyanya mempunyai fungsi keanggotaan yang nilainya sama dengan 1 untuk x = ɑ. Ketiga sifat lainnya diperlukan untuk dapat mendefinisikan operasi-operasi aritmatik (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian) pada bilangan fuzzy.
Bilangan fuzzy yang paling banyak dipakai dalam aplikasi adalah bilangan fuzzy dengan fungsi keanggotaan segitiga dan bilangan fuzzy dengan fungsi keanggotaan trapezium
8
2.3.1 Bilangan Fuzzy Segitiga
Menurut Susilo (2006), durasi aktivitas dinyatakan dalam bilangan fuzzy seigtiga. Bilangan fuzzy segitiga 𝐴̃ dinyatakan dengan 𝐴̃ = (𝑎, 𝑏, 𝑐) adalah himpunan fuzzy 𝐴̃ di µ𝐴̃(𝑥) yang fungsi keanggotaannya adalah:
µ𝐴̃(𝑥) = {
0 ; 𝑥 ≤ 𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 𝑐 (𝑥 − 𝑎)
(𝑏 − 𝑎) ; 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏 (𝑐 − 𝑥)
(𝑐 − 𝑏) ; 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐 Bilangan fuzzy segitiga ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Bilangan Fuzzy Segitiga
Nilai 𝑎 merupakan nilai terkecil yang mungkin, nilai b adalah nilai yang paling mungkin dan nilai c nilai terbesar yang mungkin dalam suatu aktivitas.
2.3.2 Operasi pada Bilangan Fuzzy Segitiga
Menurut Shankar dan Saradhi (2011), operasi pada bilangan fuzzy segitiga terbagi menjadi dua operasi yaitu sebagai berikut.
a. Operasi penjumlahan
Misal 𝐴̃ dan 𝐵̃ adalah dua bilangan fuzzy dengan 𝐴̃ = (𝑎1, 𝑎2, 𝑎3) dan 𝐵̃ = (𝑏1, 𝑏2, 𝑏3), maka:
9 𝐴̃ ⊕𝐵̃ = (𝑎1, 𝑎2, 𝑎3) ⊕ (𝑏1, 𝑏2, 𝑏3)
= (𝑎1+ 𝑏1, 𝑎2+ 𝑏2, 𝑎3+ 𝑏3)
Contoh, diberikan bilangan fuzzy 𝐴̃ = (3,2,4) dan 𝐵̃ = (1,0,6) Maka 𝐴̃ ⊕𝐵̃ = (3,2,4) ⊕ (1,0,6)
= (3 + 1,2 + 4,4 + 6)
= (4,2,10) b. Operasi Pengurangan
Misal 𝐴̃ dan 𝐵̃ adalah dua bilangan fuzzy dengan 𝐴̃ = (𝑎1, 𝑎2, 𝑎3) dan 𝐵̃ = (𝑏1, 𝑏2, 𝑏3), maka:
𝐴̃ ⊖𝐵̃ = (𝑎1, 𝑎2, 𝑎3) ⊖ (𝑏1, 𝑏2, 𝑏3) = (𝑎1− 𝑏1, 𝑎2− 𝑏2, 𝑎3− 𝑏3)
Contoh, diberikan bilangan fuzzy 𝐴̃ = (3,2,4) dan 𝐵̃ = (1,0,6) Maka 𝐴̃ ⊖𝐵̃ = (3,2,4) ⊖ (1,0,6)
= (3 − 6,2 − 0,4 − 1)
= (−3,2,4)
2.3.3 Defuzzifikasi Metode Centroid
Menurut Shankar, dkk (2010), andaikan 𝐴̃ = (𝑎, 𝑏, 𝑐) merupakan bilangan fuzzy segitiga, maka defuzzifikasi dengan menggunakan centroid dapat dihitung dengan rumus:
𝐶𝑒𝑛𝑡𝑟𝑜𝑖𝑑 (𝐴̃) =𝑎 + 𝑏 + 𝑐
3 … … … … (2.1)
10
2.4 Critical Path Method (CPM)
Teknik evaluasi dari review proyek atau bisa dikenal Program Evaluation and Review Technique (PERT) dan metode lintasan kritis yang biasa dikenal Critical Path Method (CPM) dikembangkan sekitar tahun 1950-an untuk membantu para manajer melakukan penjadwalan, pemantauan, serta pengendalian proyek-proyek besar dan kompleks. Pada tahun 1957. CPM muncul sebagai perangkat yang dikembangkan oleh J.E. Kelly dari Remington Rand dan M.R. Walker dari duPont untuk membantu pembangunan dan pemeliharaan pabrik kimia di duPont (Heizer dan Render, 2009).
CPM adalah metode penjadwalan proyek yang diaplikasikan dalam bentuk diagram panah yang dalam diagram ini status aktivitas ditentukan dan digambarkan dalam jaringan kerja (network). Urutan aktivitas ditentukan dan digambarkan dalam diagram jaringan tersebut menggambarkan ketergantungan suatu aktivitas terhadap aktivitas yang lain, yang mana setiap aktivitas memiliki kurun waktu pelaksaan yang sudah ditentukan (deterministic) (Laksito, 2005).
CPM metupakan metode yang menggunakan satu angka estimasi durasi aktivitas tertentu atau perkiraan waktu (durasi) tunggal untuk setiap aktivitasnya. CPM banyak digunakan kalangan industri atau proyek engineering konstruksi. Cara ini digunakan apabila durasi aktivitas dapat diketahu dengan akurat dan tidak terlalu berfluktasi.
Pada metode CPM terdapat dua buah perkiraan waktu dan biaya untuk setiap aktivitas yang terdapat dalam jaringan. Kedua perkiraan tersebut yaitu perkiraan waktu penyelesaian dan biaya yang sifatnya normal (normal estimate) dan perkiraan waktu penyelesaian dan biaya yang sifatnya dipercepat (crash estimate) (Hong, dkk, 2011).
Pada penentuan perkiraan waktu penyelesaian akan dikenal istilah lintasi kritis, yaitu lintasan yaitu memiliki rangkaian-rangkaian aktivitas dengan total jumlah waktu terlama dan waktu penyelesaian proyek yang tercepat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa lintasan kritis berisikan aktivitas-aktivitas kritis dari awal sampai akhir lintas.
11 Menurut Hutchings (2004), teknik CPM menggambarkan suatu proyek dalam bentuk jaringan dengan komponen aktivitas-aktivitas yang ada di dalamnya. Agar teknik ini dapat diterapkan, suatu proyek harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Aktivitas-aktivitas dalam proyek harus memiliki waktu mulai dan waktu selesai.
2. Aktivitas-aktivitas dapat diatur menurut suatu rangkaian tertentu.
3. Aktivitas-aktivitas dapat dimulai, diakhiri dan dilaksanakan secara terhubung dalam suatu rangkaian tertentu.
Selain ciri-ciri yang harus dimiliki oleh proyek tersebut, untuk membuat suatu jaringan dengan benar diperlukan sejumlah aturan antara lain:
1. Setiap aktivitas ditunjukkan dengan suatu cabang tertentu (hubungan antara dua kejadian).
2. Antara suatu cabang dengan cabang yang lainnya menunjukkan hubungan antara aktivitas atau aktivitas yang berbeda.
3. Jika sejumlah aktivitas berakhir pada suatu kejadian yang sama maka kejadian tersebut tidak dapat dimulai sebelum sejumlah aktivitas lainnya yang berakhir pada kejadian ini selesai.
4. Aktivitas dummy digunakan untuk menggabungkan dua buah kejadian, bila antara kejadian dan kejadian yang mendahuluinya tidak dihubungkan dengan suatu aktivitas tertentu. Aktivitas dummy ini tidak mempunyai biaya dan waktu.
5. Suatu kejadian diberikan angka dan pada setiap aktivitas diberikan durasi masing-masing.
2.4.1 Kerangka Kerja CPM
CPM sering disebut juga dengan Activity On Arrow (AOA) yang terdiri dari anak panah dari lingkaran. Anak panah menggambarkan aktivitas, sedangkan lingkaran menggambarkan kejadian (node). Kejadian di awal anak panah disebut node “i”, sedangkan kejadian di akhir anak panah disebut node “j”. Bagan yang
12
terdiri dari simbol-simbol anak dan lingkaran tersebut melambangkan ilustrasi dari sebuah proyek seperti ditunjukkan sebagai berikut :
Lingkaran mewakili sebuah kejadian yang menunjukkan titik waktu mulai atau selesainya suatu aktivitas
Anak panah mewakili sebuah aktivitas yang memerlukan jangka waktu
Anak panah putus-putus mewakili sebuah aktivitas semu (dammy) yang tidak memerlukan jangka waktu
Anak panah tebal menunjukkan aktivitas lintasan kritis
2.4.2 Model Aktivitas
Menurut Dimyati dan Dimyati (1999), aktivitas-aktivitas yang merupakan komponen proyek dan hubungan antara satu dengan yang lainnya disajikan dengan menggunakan tanda-tanda sebagai berikut:
1. Aktivitas pada anak panah atau AOA. Aktivitas digambarkan dengan anak panah yang menghubungkan dua lingkaran yang mewakili dua kejadian. Setiap aktivitas memiliki durasi masing-masing.
Kejadian 𝑖 Kejadian 𝑗
Gambar 2.2 Activity on Arrow
2. Aktivitas ditulis dalam kotak atau lingkaran, yang disebut Activity on Node (AON). Anak panah menjelaskan hubungan ketergantungan di antara aktivitas-aktivitas
i j
13 Gambar 2.3 Activity on Node
Seluruh kejadian yang telah terhubung menjadi aktivitas-aktivitas akan membentuk jaringan kerja.
Gambar 2.4 Contoh Jaringan Kerja
Pada CPM terdapat logika ketergantungan antar aktivitas- aktivitas yang ditunjukkan pada gambar-gambar berikut:
1. Aktivitas A harus selesai sebelum aktivitas B dimulai, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5
Gambar 2.5 Hubungan Antar Aktivitas 1
2. Aktivitas A, B, dan C harus selesai sebelum aktivitas D dapat dimulai seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6
Gambar 2.6 Hubungan Antar Aktivitas II
Kegiatan A Kegiatan B
1 3 5
2
4 A
F
B E
C
D
B A
A
B D
C
14
3. Aktivitas A dan B harus selesai sebelum C dan D dapat dimulai seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7
Gambar 2.7 Hubungan Antar Aktivitas III
4. Aktivitas A dan B harus selesai sebelum aktivitas C dpat dimulai, tetapi D sudah dapat dimulai jika aktivitas B telah selesai seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8
Gambar 2.8 Hubungan Antar Aktivitas IV
5. Aktivitas A, B, dan C dimulai dan selesai pada kejadian yang sama seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9
Gambar 2.9 Aktivitas yang Menggunakan Aktivitas Dummy
A
B
C
D
A C
B
D
A
B C
15 2.4.3 Asumsi dan Cara Perhitungan
Pada perhitungan penentuan waktu ini digunakan tiga buah asumsi dasar yaitu sebagai berikut:
1. Proyek hanya memiliki satu initial event dan satu terminal event 2. Saat tercepat terjadinya initial event adalah hari ke-nol
3. Saat paling lambat terjadinya terminal event adalah TL = TE untuk event ini.
Adapun perhitungan yang harus dilakukan terdiri atas dua cara yaitu cara perhitungan maju dan perhitungan mundur. Pada perhitungan maju, perhitungan bergerak mulai dari initial event menuju terminal event maksudnya saat tercepat terjadinya event dan saat paling cepat dimulainya serta diselesaikannya akivitas TE (earliest time), ES ( waktu tercepat), dan EF (Hasil kegiatan waktu tercepat).
Pada perhitungan mundur, perhitungan bergerak dari terminal event menuju ke initial event. Tujuannya adalah untuk menghitung saat pling lambat terjadinya event dan saat paling lambat dimulainya serta diselesaikannya aktivitas TL (latest time), LF (hasil kegiatan waktu terlama), dan LS (waktu terlama). Dengan selesainya kedua perhitungan diatas, barulat float dapat dihitung. Untuk melakukan perhitungan maju dan mundur, lingkaran kejadian dibagi menjadi tiga.
Dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Lingkaran kejadian Dengan:
a : ruang untuk nomor event
b : ruang untuk menunjukkan saat paling cepat terjadinya event (TE), yang merupakan hasil perhitungan maju
a b c
16
c : ruang untuk menunjukkan saat paling lambat terjadinya event (TL), yang merupakan hasil perhitungan mundur
2.4.3.1 Perhitungan Maju
Ada tiga langkah yang dilakukan pada perhitungan maju, yaitu sebagai berikut:
i. Saat tercepat terjadinya initial event ditentukan pada hari ke-nol sehingga untuk initial event berlaku TE = 0 (asumsi ini tidak benar untuk proyek yang berhubungan dengan proyek-proyek lain.
ii. Kalau intial event terjadi pada hari yang ke-nol, maka:
ES(i,j) = TE(i,j) = 0 EF(i,j) = ES(i,j) + t(i,j)
EF(i,j) = TE(i,j) + t(i,j)
iii. Event yang menggabungkan beberapa aktivitas, dapat dilihat pada Gambar 2.11.
𝐸𝐹(𝑖1,𝑗) 𝐸𝐹(𝑖2,𝑗)
𝐸𝐹(𝑖3,𝑗)
Gambar 2.11 Event Beberapa Aktivitas Menggunakan Alur Maju Sebuah event hanya dapat terjadi bila aktivitas-aktivitas yang mendahuluinya telah diselesaikan. Maka saat paling cepat terjadinya sebuah event sama dengan nilai terbesar dari saat tercepat untuk menyelesaikan aktivitas yang berakhir pada event tersebut (Dimyati dan Dimyati, 1999)
TE(j)= max (EF(i1,j), EF(i2,j), … , EF(in,j)) 2.4.3.2 Pehitungan Mundur
Seperti pada perhitungan maju, perhitungan mundur juga terdapat tiga langkah yaitu sebagai berikut:
1. Pada terminal event berlaku TL = TE
a b c
17 2. Saat paling lambat untuk memulai suatu aktivitas sama dengan saat paling lambat untuk menyelesaikan aktivitas itu dikurangi dengan durasi aktivitas tersebut.
LS = LF – t
LF(i,j) = TL dan TL = TE: maka
LS(i,j) = TL(j) – t(i,j)
3. Event yang mengeluarkan beberapa aktivitas dapat dilihat pada
Gambar 2.12 EF(i1,j)
EF(i2,j) EF(i3,j)
Gambar 2.12 Event Beberapa Aktivitas menggunakan Alur Maju
Setiap aktivitas hanya dimulai apabila event yang mendahuluinya telah terjadi. Oleh karena itu, saat paling lambat terjadinya sebuah event sama dengan nilai terkecil dari saat paling lambat untuk memulai aktivitas yang berpangkal pada event tersebut (Dimyati dan Dimyati. 1999).
TL(i)= min (LS(i,j1), LS(i,j2), … , LS(i,j3)) 2.4.3.3 Perhitungan Kelonggaran waktu (Float/Slack)
Setelah perhitungan maju dan mundur selesai dilakukan, maka akan dilakukan perhitungan kelonggaran waktu dari aktivitas (i,j) yang terdiri atas total float dan free float.
Total float adalah dihitung dengan cara mencari selisih antara saat paling lambat dimulainya aktivitas dengan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (LS – ES), atau bisa juga dengan mecari selisih antara paling lambat diselesaikannya aktivitas dengan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (LF – EF).
Jika menggunakan persamaan TF = LS – ES, maka total float aktivitas (i,j) adalah:
TF(i) = LS(i,j) - ES(i,j)
18
Dari perhitungan mundur diketahui bahwa LS(i,j) = TL(j) - t(i,j), sedangkan dari perhitungan maju ES(i) = TE(i), maka:
TF(i,j) = TL(j) - t(i,j) - TE(i)
(Dimyati dan Dimyati, 1999) 2.5 Fuzzy Critical Path Method (FCPM)
Menurut Nasution (1996), FCPM merupakan metode untuk mengidentifikasi lintasan kritis pada jaringan proyek dengan durasi aktivitas menggunakan bilangan fuzzy atau interval fuzzy. FCPM telah memberikan suatu cara menemukan lintasan-lintasan kritis yang sesungguhnya dalam suatu jaringan proyek fuzzy. Sama halnya dengan perhitungan CPM biasa, untuk menentukan lintasan kritis pada sebuah jaringan proyek fuzzy dengan melakukan perhitungan waktu mulai tercepat dan perhitungan selesai terlama pada masing-masing aktivitas. Perhitungan earlist time menggunakan perhitungan maju sedangkan perhitungan latest time menggunakan perhitungan mundur.
1. Perhitungan Maju FCPM
Perhitungan maju FCPM adalah perhitungan yang dimulai dari node start dan bergerak ke node end. Pada perhitungan maju FCPM, akan dihitung waktu fuzzy paling awal (TẼj) dari kejadian j, waktu fuzzy awal mulai (Ẽi,js) dari aktivitas (i,j), waktu fuzzy awal selesai (Ẽi,jf ) dari aktivitas (i,j), dan waktu penyelesaian fuzzy (TF̃) dari proyek.
Dengan merupakan metodologi perhitungan maju CPM dalam lingkup fuzzy, dapat dihitung (TẼj) dan (Ẽi,jf ) sebagai berikut:
Ẽi,jf = Ẽi,js ⊕ t̃i,j … … … … (2.2) Dengan Ẽi,jf = TẼi,j , maka diperoleh Ẽi,jf = TẼi,j⊕ t̃i,j
Sebuah kejadian 𝑗 hanya dapat dilakukan jika aktivitas-aktivitas yang mendahuluinya telah diselesaikan, maka TẼj sama dengan nilai
19 terbesar dari waktu fuzzy awal selesainya aktivitas yang berakhir pada kejadian tersebut.
TẼj= max(Ẽi
1,j f , Ẽi
2,j f , … , Ẽi
n,j
f ) … … … … (2.3) Jika tidak ada kejadian sebelumnya yang mendahului dari kejadian 𝑗, maka waktu fuzzy dimulainya suatu proyek (TẼ ) adalah (0,0,0)
2. Perhitungan Mundur FCPM
Perhitungan mundur FCPM adalah perhitungan yang dimulai dari node end dan bergerak ke node start. Pada perhitungan mundur, akan dihitung waktu fuzzy paling akhir TL̃i dari kejadian 𝑖, waktu fuzzy akhir mulai L̃si,j dari aktivitas (i,j), dan waktu fuzzy akhir selesai L̃fi,j dari aktivitas (i,j). pada akhir aktivitas suatu proyek TL̃ = TẼ.
Dengan menerapkan metodologi perhitungan maju CPM dalam lingkup fuzzy, dapat dihitung TL̃i dan L̃si,j sebagai berikut:
L̃si,j= L̃fi,j⊖ t̃i,j … … … … (2.4) Dengan L̃fi,j= TL̃, maka diperoleh L̃si,j= L̃fi,j⊖ t̃i,j.
Setiap aktivitas hanya dimulai apabila event yang mendahuluinya telah terjadi. Oleh karena itu, waktu paling akhir terjadinya sebuah event sama dengan nilai terkecil dari waktu fuzzy akhir untuk memulai aktivitas yang berpangkal pada event tersebut.
TL̃i= min(L̃si,j1, L̃si,j2, … , L̃si,jn) … … … … (2.5) 3. Perhitungan Kelonggaran waktu (Float/Slack)
Setelah perhitungan maju dan mundur telah selesai dilakukan dan diperoleh TẼ dan TL̃ untuk semua node, maka akan dilakukan perhitungan kelonggaran waktu (slack time) masing-masing aktivitas (i,j).
20
Pada perhitungan mundur diketahui bahwa L̃si = TL̃ ⊖ ti,j dan dari perhitungan maju diketahui bahwa Ẽis= TẼ, maka:
TF̃ = TL̃ ⊖ ti,j⊖ TẼ … … … … (2.6)
2.6 Lintasan Kritis
Menurut Dimyati (1999), dengan menganalisis dan mengestimasi waktu akan didapatkan satu atau beberapa lintasan tertentu dari aktivitas-aktivitas pada jaringan tersebut yang menentukan jangka waktu penyelesaian seluruh proyek. Lintasan ini disebut lintasan kritis. Lintasan kritis adalah lintasan dalam jaringan kerja yang memiliki rangkaian komponen-komponen aktivitas dengan total waktu terlama dan menunjukkan waktu penyelesaian proyek tercepat.
Lintasan kritis paling menentukan waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan, Digambar dengan anak panah tebal. Lintasan kritis terdiri dari rangkaian aktivitas pertama sampai pada aktivitas terakhir proyek. Disebut aktivitas kritis bila penundaan waktu aktivitas akan mempengaruhi waktu penyelesaian keseluruhan proyek. Jadi lintasan kritis merupakan suatu lintasan yang didalamnya terdapat aktivitas-aktivitas yang saling berurutan pelaksanaannya dari waktu dimulainya aktivitas sampai berakhirnya aktivitas, akibat pelaksanaan aktivitas-aktivitas yang ada pada lintasan ini tidak boleh mengalami penundaan, karena akan menyebabkan terlambatnya proyek yang dijalankan. Manfaat yang didapat jika mengetahui lintasan kritis adalah sebagai berikut:
1. Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya, jika pekerjaan- pekerjaan yang ada pada lintasan kritis dapat dipercepat.
2. Pengawasan atau control dapat dikontrol melalui penyelesaian lintasan kritis yang tepat dalam penyelesaiannya dan kemungkinan di trade off (pertukaran waktu dengan biaya yang efisien) dan crash program (diselesaikan dengan waktu yang
21 optimum dipercepat dengan biaya yang bertambah pula) atau dipersingkat waktunya dengan tambahan biaya lembur.
3. Time slack atau kelonggaran waktu terdapat pada pekerjaan yang tidak melalui lintasan kritis. Ini memungkinkan bagi manajer untuk memindahkan tenaga kerja, alat, dan biaya ke pekerjaan-pekerjaan di lintasan kritis agar efektif dan efisien.
Lintasan kritis mempunyai arti penting dalam suatu proyek, karena aktivitas-aktivitas yang melewati lintasan kritis diusahakan tidak mengalami keterlambatan penyelesaian. Jika pelaksaan aktivitas-aktivitas dalam lintasan kritis tertunda, maka proyek secara keseluruhan akan mengalami keterlambatan. Maka akan terdapat penambahan biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan. Ciri-ciri lintasan kritis di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Lintasan yang memiliki rangkaian aktivitas terpanjang dalam sebuah jaringan proyek.
2. Lintasan yang biasanya memakan waktu terpanjang dalam sebuah jaringan proyek.
3. Lintasan yang tidak memiliki tenggang waktu antara selesainya suatu tahap aktivitas dengan mulainya suatu tahap aktivitas berikutnya.
22
23 BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Tempat Penelitian
Tempat penelitian di bengkel mobil Pelita Tangerang. Proses pembangunan sudah dimulai pada tanggal 27 Maret 2018 dan diperkirakan selesai pada tanggal 30 Oktober 2018. Pada saat pembangunan ini telah selesai untuk pekerjaan pendahulu, pekerjaan pondasi urukan, pekerjaan beton, dan pekerjaan konstruksi baja.
3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2018-Oktober 2018.
3.3 Metode Pengambilan Data
Menurut Sumarsono (2004), teknik pengumpulan data terbagi menjadi empat sebagai berikut.
1. Pengamatan Langsung
Pengamatan langsung merupakan pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap objek riset.
2. Wawancara
Wawancara merupakan komunikasi dan interaksi dua arah antara peneliti dan objek riset untuk mendapatkan data.
3. Pengisian daftar pertanyaan
Pengisian daftar pertanyaan merupakan bentuk wawancara tidak langsung. Umumnya digunakan untuk responden yang berjumlah sangat banyak.
4. Studi pustaka
Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data dengan cara membaca buku untuk digunakan dalam kerangka riset yang berbeda.
Dalam penelitian ini menggunakan metode pengambilan data, yaitu dengan metode wawancara.
24
3.4 Jenis dan Sumber Data
Menurut Misbahuddin dan Hasan (2013), jenis dan sumber data dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dilapangan oleh seorang yang melakukan penelitian atau bersangkutan yang memerlukannya. Data primer ini disebut juga data asli atau data baru.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan - laporan penelitian terdahulu.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan cara memperoleh data proyek pembangunan bengkel mobil pelita Tangerang. Tujuannya adalah untuk mengetahui berapa lama proyek pembangunan bengkel mobil tersebut selesai. Selain itu, menggunakan data sekunder untuk mengetahui kapan pekerjaan dimulai, diliburkan dan kapan pekerjaan telah selesai.
3.5 Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah data terkumpul, kemudian data tersebut diolah sebagai berikut:
1. Penentuan waktu fuzzy tiap aktivitas pekerjaan.
2. Pembuatan jaringan kerja.
3. Penghitungan nilai earliest time untuk setiap aktivitas fuzzy.
4. Penghitungan nilai latest time untuk setiap aktivitas fuzzy.
5. Penghitungan nilai slack time.
6. Defuzzifikasi dengan menggunakan metode centroid pada nilai slack time.
7. Penentuan lintasan kritis dan waktu optimal dari aktivitas- aktivitas kritis yang terhubung
25 3.6 Diagram Alir Penelitian
Dalam penelitian ini alur pengerjaan mengikuti bagan berikut.
Mulai
Pengambilan data di proyek pembangunan bengkel mobil
A
Proses Defuzzikasi Pengolahan data
Membuat Jaringan
Menghitung Earliest Time
Menghitung Latest Time
Menghitung Slack Time
26
Gambar 3.1 Alur Penelitian A
Lintasan Kritis dan waktu optimal
Kesimpulan dan saran
Selesai
27 BAB IV
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, digunakan Fuzzy Critical Path Method (FCPM) untuk menganalisis penjadwalan proyek Pembangunan Bengkel Mobil yang beralamat di Tangerang. Pekerjaan yang dilakukan pada proyek pembangunan bengkel mobil terdiri dari pekerjaan pendahulu, pekerjaan pondasi urukan, pekerjaan beton, pekerjaan konstruksi baja, pekerjaan tangga, pekerjaan pasangan, pekerjaan plafon, pekerjaan kusen, pekerjaan instalasi air, pekerjaan instalasi listrik, pekerjaan pengecatan, pekerjaan akhir. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli – Oktober 2018. Pada saat pengambilan data pembangunan telah sampai pada pekerjaan kostruksi baja.
Berikut rincian aktivitas dan durasi yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Penjadwalan Proyek Pembangunan Bengkel Mobil Pelita Tangerang
No Aktivitas Nama Pekerjaan
Aktivitas Sebelumnya
Durasi (Hari)
Bilangan Fuzzy Segitiga
(Hari)
1 1 Pekerjaan
Pendahulu
- 14 (10,14,17)
2 2 Pekerjaan
Pondasi Urukan
1 35 (28,35,40)
3 3 Pekerjaan
Beton
1 70 (62,70,82)
4 4 Pekerjaan
Konstruksi Baja
3 21 (19,21,30)
5 5 Pekerjaan
Tangga
2 21 (19,21,28)
6 6 Pekerjaan
Pasangan
4 21 (19,21,28)
28
7 7 Pekerjaan
Plafon
4 14 (10,14,17)
8 8 Pekerjaan
Kusen
5 21 (19,21,30)
9 9 Pekerjaan
Instalasi Air
7 21 (17,21,30)
10 10 Pekerjaan Instalasi Listrik
7 14 (12,14,21)
11 11 Pekerjaan Pengecatan
3, 6, 8, 9, 10 14 (10,14,21) 12 12 Pekerjaan
Akhir
11 6 (3,6,10)
Nilai bilangan fuzzy segitiga (10,14,17) pada pekerjaan pendahulu hal ini diperoleh dari hasil wawancara dengan mewawancarai pengelola dan menyatakan bahwa perkiraan durasi optimum terselesainya pekerjaan adalah 14 hari, dengan durasi tercepat membutuhkan waktu 10 hari dan terlama membutuhkan waktu 17 hari.
1.1 Analisa Penjadwalan Proyek Menggunakan FCPM
Pada dasarnya FCPM sama dengan CPM, yang membedakan adalah karakteristik durasi aktivitasnya. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menemukan lintasan kritis adalah sebagai berikut:
4.1.1 Pembuatan Jaringan Kerja
Jaringan kerja G(V,E) , dengan V adalah himpunan titik dan E adalah himpunan garis. G adalah digraf asiklik dan bobot sisi menggunakan bilangan fuzzy segitiga. Titik merepresentasikan kejadian dan garis merepresentasikan aktivitas dari 2 kejadian yang terhubung. Dari Tabel 4.1 akan digambarkan dalam bentuk jaringan asiklik dengan mengikuti aturan hubungan antar aktivitas seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1.
29 Gambar 4.1 Jaringan Penjadwalan Proyek Pembangunan
Bengkel Mobil Pelita Tangerang
4.1.2 Perhitungan Nilai Earliest Time untuk Setiap Aktivitas Fuzzy
Perhitungan earliest time digunakan pada alur maju. Waktu fuzzy paling awal terjadinya aktivitas 1 (TẼ1) adalah (10,14,17), maka saat paling cepat diumulainya aktivitas 1-2 (Ẽ1−2s ) adalah (10,14,17), sehingga (Ẽ1−2f ) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2, yaitu
Ẽ1−2s = TẼ1
Ẽ1−2f = Ẽ1−2s ⊕ t̃1−2
= TẼ1⊕ t̃1−2
= (10,14,17) ⊕ (28,35,40)
= (38,49,57)
Oleh karena node 1 merupakan satu-satunya aktivitas yang memasuki node 2, maka
TẼ2 = Ẽ1−2f
30
= (38,49,57)
Aktivitas 1-3 Ẽ1−3s = TẼ1
Ẽ1−3f = Ẽ1−3s ⊕ t̃1−3 = TẼ1⊕ t̃1−3
= (10,14,17) ⊕ (62,70,82) = (72,84,99)
Oleh karena node 1 merupakan satu-satunya aktivitas yang memasuki node 3, maka
TẼ3 = Ẽ1−3f = (72,84,99)
Aktivitas 3-4 Ẽ3−4s = TẼ3
Ẽ3−4f = Ẽ3−4s ⊕ t̃3−4 = TẼ3⊕ t̃3−4
= (72,84,99)⊕ (19,21,30) = (91,105,129)
1
(72,84,99)
3
31 Oleh karena node 3 merupakan satu-satunya aktivitas yang
memasuki node 4, maka TẼ4 = Ẽ3−4f
= (91,105,129)
Aktivitas 2-5 Ẽ2−5s = TẼ2
Ẽ2−5f = Ẽ2−5s ⊕ t̃2−5 = TẼ2⊕ t̃2−5
= (38,49,57)⊕ (19,21,30) = (57,70,85)
Oleh karena node 2 merupakan satu-satunya aktivitas yang memasuki node 5, maka
TẼ5 = Ẽ2−5f = (57,70,85)
Aktivitas 4-6 Ẽ4−6s = TẼ4
Ẽ4−6f = Ẽ4−6s ⊕ t̃4−6 = TẼ4⊕ t̃4−6
= (91,105,129)⊕ (19,21,28) = (110,126,157)
3
(91,105,129)
4
2
(57,70,85)
5
32
Oleh karena node 4 merupakan satu-satunya aktivitas yang memasuki node 6, maka
TẼ6 = Ẽ4−6f
= (110,126,157)
Aktivitas 4-7 Ẽ4−7s = TẼ4
Ẽ4−7f = Ẽ4−7s ⊕ t̃4−7 = TẼ4⊕ t̃4−7
= (91,105,129)⊕ (10,14,17) = (101,119,146)
Oleh karena node 4 merupakan satu-satunya aktivitas yang memasuki node 7, maka
TẼ7 = Ẽ4−7f
= (101,119,146)
Aktivitas 5-8 Ẽ5−8s = TẼ5
Ẽ5−8f = Ẽ5−8s ⊕ t̃5−8 = TẼ5⊕ t̃5−8
= (57,70,85)⊕ (19,21,30) = (76,91,115)
4
(110,126,157)
6
4
(101,119,146)
7
33 Oleh karena node 5 merupakan satu-satunya aktivitas yang
memasuki node 8, maka TẼ8 = Ẽ5−8f
= (76,91,115)
Aktivitas 7-9 Ẽ7−9s = TẼ7
Ẽ7−9f = Ẽ7−9s ⊕ t̃7−9 = TẼ7⊕ t̃7−9
= (101,119,146)⊕ (17,21,30) = (118,141,176)
Oleh karena node 7 merupakan satu-satunya aktivitas yang memasuki node 9, maka
TẼ9 = Ẽ7−9f
= (118,141,176)
Aktivitas 7-10 Ẽ7−10s = TẼ7
Ẽ7−10f = Ẽ7−10s ⊕ t̃7−10
= TẼ7⊕ t̃7−10
= (101,119,146)⊕ (12,14,21)
= (113,133,167) 5
(76,91,115)
8
7
(118,141,176)
9
34
Oleh karena node 7 merupakan satu-satunya aktivitas yang memasuki node 10, maka
TẼ10 = Ẽ7−10f
= (113,133,167)
Aktivitas 3-11 Ẽ3−11s = TẼ3
Ẽ3−11f = Ẽ3−11s ⊕ t̃3−11
= TẼ3⊕ t̃3−11
= (72,84,99)⊕ (10,14,21)
= (101,119,150) Aktivitas 6-11
Ẽ6−11s = TẼ6
Ẽ6−11f = Ẽ6−11s ⊕ t̃6−11
= TẼ6⊕ t̃6−11
= (110,126,157)⊕ (10,14,21)
= (120,140,178) Aktivitas 8-11
Ẽ8−11s = TẼ8
Ẽ8−11f = Ẽ8−11s ⊕ t̃8−11
= TẼ8⊕ t̃8−11
= (76,91,115)⊕ (10,14,21) 7
(113,133,167)
10
35
= (86,105,136)
Aktivitas 9-11 Ẽ9−11s = TẼ9
Ẽ9−11f = Ẽ9−11s ⊕ t̃9−11
= TẼ9⊕ t̃9−11
= (118,140,176)⊕ (10,14,21)
= (128,154,197) Aktivitas 10-11 Ẽ10−11s = TẼ10
Ẽ10−11f = Ẽ10−11s ⊕ t̃10−11
= TẼ10⊕ t̃10−11
= (113,133,167)⊕ (10,14,21)
= (123,147,188)
Oleh karena node 11 merupakan suatu merge event, TẼ11 sama dengan nilai terbesar dari waktu fuzzy awal untuk menyelesaikan setiap aktivitas yang berakhir pada event 11, dihitung dengan menggunakan persamaan 2.3, yaitu
TẼ11= max(Ẽ3−11f , Ẽ6−11f , Ẽ8−11f , Ẽ9−11f , Ẽ10−11f
= max ((101,119,150), (120,140,178), (86,105,136), (128,154,197), (123,147,188) ) = (128,154,197)
36
Aktivitas 11-12 Ẽ11−12s = TẼ11
Ẽ11−12f = Ẽ11−12s ⊕ t̃11−12
= TẼ11⊕ t̃11−12
= (128,154,197)⊕ (4,6,10)
= (132,160.207)
Aktivitas 11 merupakan satu-satunya aktivitas yang memasuki node 12, maka
TẼ12 = Ẽ11−12f
= (132,160,207)
Dari perhitungan nilai earliest time dengan perhitungan alur maju dapat diketahui total waktu penyelesaian proyek, yaitu (132,160,207). Total waktu penyelesaian digunakan sebagai acuan
8
3
6
9
10
(120,140,178)
11 (101,119,150)
(86,105,136)
(128,154,197) (123,147,188)
(132,160,207)
12 11
37 untuk melakukan perhitungan nilai latest time dengan perhitungan alur mundur.
4.1.3 Perhitungan Nilai Latest Time untuk Setiap Aktivitas Fuzzy
Pada perhitungan latest time, digunakan perhitungan alur mundur yang berlaku di terminal event TẼ = TL̃ , dari perhitungan maju diperoleh TẼ12= (132,160,207), sehingga L̃s11−12 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.4, yaitu
Aktivitas 11-12
L̃s11−12= L̃f11−12⊖ t̃11−12 TL̃12 = L̃11−12f , sehingga L̃s11−12 = TL̃12⊖ t̃11−12
= (132,160,207)⊖ (4,6,10)
= (122,154,203)
Karena node 11 merupakan satu-satunya yang berpangkal pada node 12, maka
TL̃11= L̃s11−12
= (122,154,203)
Aktivitas 10-11
L̃s10−11= L̃f10−11⊖ t̃10−11 TL̃11 = L̃10−11f , sehingga L̃s10−11 = TL̃11⊖ t̃10−11
= (122,154,203)⊖ (10,14,21)
= (101,140,193)
(123,147,188)
11 12
38
Oleh karena node 10 merupakan satu-satunya yang berpangkal pada node 11, maka
TL̃10= L̃s10−11
= (101,140,193)
Aktivitas 9-11
L̃s9−11= L̃f9−11⊖ t̃9−11 TL̃11 = L̃f9−11 , sehingga L̃s9−11= TL̃11⊖ t̃9−11
= (122,154,203)⊖ (10,14,21) = (101,140,193)
Oleh karena node 9 merupakan satu-satunya yang berpangkal pada node 11, maka
TL̃9= L̃s9−11
= (101,140,193)
Aktivitas 8-11
L̃s8−11= L̃f8−11⊖ t̃8−11 TL̃11 = L̃f8−11 , sehingga L̃s8−11= TL̃11⊖ t̃8−11
= (122,154,203)⊖ (10,14,21)
= (101,140,193)
(101,140,193)
10 11
(101,140,193)
9 11
39 Oleh karena node 8 merupakan satu-satunya yang berpangkal pada node 11, maka
TL̃8= L̃s8−11
= (101,140,193)
Aktivitas 7-10
L̃s7−10= L̃f7−10⊖ t̃7−10 TL̃10 = L̃f7−10 , sehingga L̃s7−10= TL̃10⊖ t̃7−10
= (101,140,193)⊖ (12,14,21)
= (80,126,181) Aktivitas 7-9
L̃s7−9 = TL̃9⊖ t̃7−9
= (101,140,193)⊖ (17,21,30) = (71,119,176)
Untuk mengisi TL̃ node 7, maka digunakan nilai terkecil dari 𝐿̃𝑠 pada node-node yang berpangkal pada node 7,
TL̃7= min( L̃s7−10, L̃s7−9)
= min ((80,126,181), (71,119,176))
= (71,119,176)
(101,140,193)
8 11
7
(101,140,193)
(101,140,193) 10 9
40
Aktivitas 6-11
L̃s6−11 = L̃f6−11⊖ t̃6−11 L̃f6−11= TL̃11
L̃s6−11 = TL̃11⊖ t̃6−11
= (122,154,203)⊖ (10,14,21) = (101,140,193)
Oleh karena node 8 merupakan satu-satunya yang berpangkal pada node 11, maka
TL̃8= L̃s8−11
= (101,140,193)
Aktivitas 5-8
L̃s5−8= L̃f5−8⊖ t̃5−8 L̃f5−8= TL̃8
L̃s5−8= TL̃8⊖ t̃5−8
= (101,140,193)⊖ (19,21,30) = (71,119,174)
Oleh karena node 8 merupakan satu-satunya yang berpangkal pada node 11, maka
TL̃5= L̃s5−8
= (71,119,174)
(101,140,193)
6 11
(71,119,174)
5