Keanekaragaman Tumbuhan Bawah dan Semai Tabel x Hasil pengamatan tumbuhan bawah dan semai
No Nama
Lokal
Nama Ilmiah Diameter (DBH)
(cm)
Tinggi (cm) Lebar Tajuk Deskripsi Total Bebas
Caban g
Ka Ki De Be
Plot 1 1 Semak Clerodendrum
indicum 5 21 2 40 43 44 55 Berkayu,
bercabang banyak, sering tumbuh liar 2 Paku -
pakuan
Nephrolepis exaltata
3 25 3 15 10 10 9 Tumbuhan
berpagar dengan helai kecil dan runcing.
3 Rotan Calamus sp. 9 40 4 2 5 10 8 Menjalar,
berduri, hidup di bawah tegakan lebat.
4 Congkok Cyperus rotundus
3 20 1 5 15 9 12 Tumbuhan
berdaun runcing dengan batang silindris kecil.
5 Bunga Bangkai
Amorphophallus titanum
10 30 5 10 8 5 10 Tumbuhan
khas dengan bau busuk, daun menyirip, tinggi.
6 Bunga Lidas
Eleutherine palmifolia
20 25 1 11 9 7 11 Tumbuhan
dengan daun panjang, tipis, dan tumbuh merumpun.
Plot 2 1 Talas Colocasia
esculenta 25 30 1 10 8 5 10 Daun lebar
berbentuk hati, batang lunak dan berair 2 Paku-
pakuan
Nephrolepis exaltata
4 30 4 10 15 10 9 Daun
majemuk, rimbun, tumbuh berumpun 3 Tepus Zingiber
aromaticum 8 35 2 20 23 25 24 Rimpang
beraroma khas, batang tegak, daun memanjang 4 Semak Clerodendrum
indicum
7 22 3 41 42 43 26 Berkayu,
bercabang banyak, sering tumbuh liar
5 Rotan Calamus sp. 10 50 2 30 40 20 30 Menjalar,
berduri, hidup di bawah tegakan lebat Plot 3
1 Paku- pakuan
Nephrolepis exaltata
5 15 3 20 15 30 20 Daun
majemuk, habitat lembap 2 Talas Colocasia
esculenta 1 35 2 30 20 25 30 Daun besar,
bentuk hati, tanaman air 3 Tepus Zingiber
aromaticum
2,3 70 3 25 10 20 25 Rimpang
beraroma khas, batang tegak, daun memanjang 4 Semak Clerodendrum
indicum 2 60 2 35 20 15 25 Berkayu,
bercabang banyak, sering tumbuh liar.
5 Rotan Calamus sp. 3,8 120 3 30 40 20 30 Tanaman
merambat berduri, batang panjang lentur, sering digunakan sebagai bahan anyaman dan mebel Keterangan : Ka = Kanan, Ki – Kiri, De = Depam, Be = Belakang
Berdasarkan hasil prngamtan yang dilakukan di lokasi pondok halimun resor PTN Selabintana didapatkan total 16 individu tumbuhan dari 8 jenis tumbuhan yang disajikan pada tabel x. Hasil tersebut mendapati semak, paku-pakuan, talas, tepus, congkok, rotan, bunga bangkai, dan bunnga lidas.
1. Clerodendrum indicum
Semak Clerodendrum indicum adalah tumbuhan berkayu yang umum ditemukan tumbuh liar di hutan tropis Asia, termasuk Indonesia. Tumbuhan ini dapat tumbuh secara alami di berbagai tipe habitat, termasuk di hutan sekunder dan semak belukar, terutama pada lahan dengan paparan sinar matahari cukup. Berdasarkan hasil observasi langsung pada studi vegetasi, tumbuhan Clerodendrum indicum ditemukan di Plot 1, 2, dan 3 dengan ukuran dan bentuk yang beragam. Di Plot 1, tanaman ini memiliki diameter batang 5 cm, tinggi total 21 cm, tinggi bebas cabang 2 cm, dan tajuk dengan lebar sisi kanan 40 cm, kiri 43 cm, depan 44 cm, serta belakang 55 cm. Di Plot 2, spesimen ini memiliki diameter batang hanya 2 cm, tinggi mencapai 60 cm, dengan tinggi bebas cabang 2 cm dan lebar tajuk 35 cm (kanan), 20 cm (kiri), 15 cm (depan), dan 25 cm (belakang). Sementara di Plot 3, tumbuhan yang sama ditemukan dengan diameter batang 7 cm, tinggi total 22 cm, tinggi bebas cabang 1 cm, serta lebar tajuk masing-masing sisi adalah 41 cm (kanan), 42 cm (kiri), 43 cm (depan), dan 26 cm (belakang). Tanaman ini umumnya bercabang banyak dan tumbuh secara liar, serta dalam kondisi sehat pada saat ditemukan di lapangan.
Morfologi Clerodendrum indicum mencirikan batang berkayu ramping dengan percabangan yang rapat. Daunnya besar, berwarna hijau, berbentuk lonjong dengan ujung runcing dan tepi rata atau sedikit bergerigi. Daun tersusun berhadapan, permukaannya licin, dan memiliki tulang daun menyirip yang tampak jelas. Tanaman ini biasanya berbunga pada musim tertentu dan menghasilkan bunga berwarna putih atau ungu pucat yang tumbuh dalam malai. Dalam hal habitat tumbuh, semak ini mampu beradaptasi di tanah yang gembur dan lembap, serta toleran terhadap kondisi cahaya penuh maupun setengah teduh. Akar serabutnya membantu menjaga struktur tanah dan dapat mengurangi risiko erosi.
Tumbuhan ini juga dikenal memiliki nilai etnobotani karena beberapa bagian seperti akar dan daun sering dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional, khususnya untuk mengobati gangguan pencernaan dan demam (Indriyani et al, 2017). Dari segi ekologis, Clerodendrum indicum berperan penting dalam menyediakan tempat bertengger dan pakan bagi serangga penyerbuk seperti kupu-kupu dan lebah.
Keberadaannya di hutan semak atau pinggiran hutan turut mendukung keanekaragaman hayati dan fungsi ekologis ekosistem.
2. Nephrolepis exaltata
Gambar 2 Nephrolepis exaltata
Paku-pakuan (Nephrolepis exaltata) merupakan tumbuhan bawah yang banyak ditemukan di lantai hutan tropis, lahan basah, dan semak terbuka. Tumbuhan ini sering berfungsi sebagai tanaman pagar alami karena bentuk daunnya yang rimbun dan pertumbuhannya yang merambat padat. Berdasarkan hasil observasi langsung, spesies ini ditemukan di Plot 1, 2, dan 3 dengan ukuran morfologis yang bervariasi. Di Plot 1, tumbuhan ini memiliki diameter batang 3 cm, tinggi total 25 cm, dan tinggi bebas cabang 3 cm. Lebar tajuk pada masing-masing sisi yaitu 15 cm (kanan), 10 cm (kiri), 10 cm (depan), dan 9 cm (belakang). Pada Plot 2, Nephrolepis exaltata tercatat memiliki diameter batang 4 cm, tinggi 30 cm, dan tinggi bebas cabang 4 cm. Tajuknya menyebar 10 cm (kanan), 15 cm (kiri), 10 cm (depan), dan 9 cm (belakang). Sedangkan di Plot 3, tumbuhan ini memiliki diameter batang 5 cm, tinggi total 15 cm, tinggi bebas cabang 3 cm, dan tajuk lebih simetris dengan lebar 20 cm (kanan), 15 cm (kiri), 30 cm (depan), dan 20 cm (belakang). Seluruh individu yang diamati berada dalam kondisi sehat dengan bentuk daun yang khas dan rimbun.
Morfologi Nephrolepis exaltata ditandai dengan pelepah daun berbentuk melengkung, helai daun majemuk yang kecil, runcing, serta tersusun berpasangan secara berseling di sepanjang tangkai utama. Daunnya berwarna hijau cerah dengan permukaan yang halus dan pinggiran yang sedikit bergerigi. Tumbuhan ini tidak memiliki batang berkayu, melainkan batang semu yang tersusun dari pelepah daun yang menumpuk. Akar tumbuh dari rimpang yang menjalar secara horizontal dan memudahkan tanaman ini berkembang biak melalui stolon.
Secara ekologis, Nephrolepis exaltata memiliki peran penting dalam menjaga kelembapan tanah dan memperkaya tutupan vegetasi bawah. Daunnya menyediakan
mikrohabitat bagi serangga kecil serta menjaga struktur tanah dari proses erosi. Di beberapa lokasi, tumbuhan ini juga dimanfaatkan sebagai tanaman obat tradisional karena mengandung senyawa flavonoid dan antioksidan yang bermanfaat (Canyanto et al. 2022) Selain itu, tumbuhan ini juga populer sebagai tanaman hias karena keindahan daunnya dan kemampuannya menyerap polutan udara dalam ruangan (Iskandar et al. 2 021)
3. Calamus sp.
Gambar 3 Calamus sp.
Rotan (Calamus sp.) merupakan jenis tumbuhan palma yang tumbuh secara merambat dan memiliki batang panjang serta fleksibel. Berdasarkan hasil observasi vegetasi di lapangan, tumbuhan ini ditemukan pada Plot 1, 2, dan 3 dengan karakter morfologi yang bervariasi. Individu pertama memiliki diameter batang 9 cm dengan tinggi total 40 cm dan tinggi bebas cabang 4 cm. Lebar tajuknya mencapai 2 cm (kanan), 5 cm (kiri), 10 cm (depan), dan 8 cm (belakang). Pada individu kedua, diameter batangnya hanya 3,8 cm namun memiliki tinggi total yang cukup signifikan yaitu 120 cm, dengan tinggi bebas cabang 3 cm dan lebar tajuk lebih merata: 30 cm (kanan), 40 cm (kiri), 20 cm (depan), dan 30 cm (belakang). Sementara itu, individu ketiga tercatat memiliki diameter 10 cm dan tinggi total 50 cm, dengan tinggi bebas cabang 2 cm serta lebar tajuk: 40 cm (kanan), 20 cm (kiri), 30 cm (depan), dan 20 cm (belakang).
Calamus sp. merupakan tanaman memanjat berduri yang tersebar luas di hutan tropis Asia Tenggara dan terkenal karena batangnya yang panjang, lentur, serta beruas- ruas. Ciri khas utamanya adalah adanya duri pada pelepah dan batang yang berfungsi sebagai alat kait ketika memanjat. Rotan tumbuh dengan cara merambat di antara pohon-pohon besar dan seringkali memanfaatkan vegetasi sekitarnya sebagai penyangga (Iskandar et al. 2021) Tumbuhan ini memiliki nilai ekonomi tinggi karena batangnya dimanfaatkan secara luas dalam industri kerajinan dan mebel, terutama untuk pembuatan kursi, keranjang, dan bahan anyaman lainnya. Di beberapa daerah, rotan juga memiliki peran ekologis sebagai tempat hidup bagi berbagai jenis serangga dan satwa kecil yang memanfaatkan celah di batang dan pelepahnya.
Selain nilai ekonomis dan ekologisnya, rotan juga berkontribusi dalam pelestarian hutan karena dapat dibudidayakan secara lestari di bawah naungan tegakan pohon.
Sistem budidaya rotan yang dipadukan dengan agroforestri telah terbukti membantu
meningkatkan pendapatan masyarakat lokal sekaligus menjaga tutupan lahan hutan (Cahyanto et al. 2022).
4. Colocasia esculenta
Gambar 4 Colocasia esculenta
Talas (Colocasia esculenta) merupakan tumbuhan herba dari famili Araceae yang memiliki ciri khas daun lebar berbentuk hati serta batang lunak dan berair. Berdasarkan hasil inventarisasi, spesies ini ditemukan di Plot 2 dan 3 dengan dua individu yang menunjukkan variasi dalam ukuran morfologis. Individu pertama memiliki diameter batang 1 cm, tinggi total 35 cm, dan tinggi bebas cabang 2 cm. Lebar tajuk mencapai 30 cm (kanan), 20 cm (kiri), 25 cm (depan), dan 30 cm (belakang). Individu kedua memiliki diameter yang jauh lebih besar yaitu 25 cm, tinggi total 30 cm, dan tinggi bebas cabang 1 cm. Lebar tajuk individu ini cenderung lebih kecil dibanding individu pertama, yaitu 10 cm (kanan), 8 cm (kiri), 5 cm (depan), dan 10 cm (belakang).
Talas dikenal sebagai tanaman umbi yang kaya akan karbohidrat dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan setelah pengolahan yang tepat untuk menghilangkan senyawa oksalat. Tidak hanya umbinya, bagian daun juga sering dimanfaatkan sebagai sayuran di berbagai wilayah tropis. Dalam ekosistem, C.
esculenta memiliki peran ekologis sebagai penutup tanah yang efektif karena daunnya yang lebar mampu menghambat pertumbuhan gulma dan mempertahankan kelembapan tanah (Indriyani et al, 2017). Selain itu, kemampuan talas untuk tumbuh cepat pada area lembap menjadikannya indikator vegetasi pada habitat yang cenderung basah atau tergenang.
Kehadirannya di Plot 2 dan 3 mencerminkan bahwa lokasi tersebut memiliki kondisi tanah yang cukup lembap dengan pencahayaan sedang hingga terbuka. Habitat
alami talas meliputi tepi sungai, lahan basah, serta hutan sekunder terbuka. Oleh karena itu, keberadaan Colocasia esculenta dapat mencerminkan potensi pemanfaatan lahan untuk sistem agroekologi sederhana atau sebagai vegetasi pendukung pada kawasan rehabilitasi lahan basah.
5. Zingiber aromaticum
Gambar 5 Zingiber aromaticum
Tepus (Zingiber aromaticum) merupakan tumbuhan herba dari famili Zingiberaceae yang dikenal dengan rimpangnya yang beraroma khas. Tumbuhan ini memiliki batang tegak dan daun memanjang yang tersusun secara spiral. Berdasarkan hasil inventarisasi, Zingiber aromaticum ditemukan di Plot 2 dan 3, dengan dua individu yang memperlihatkan perbedaan ukuran morfometrik. Individu pertama memiliki diameter batang sebesar 8 cm, tinggi total 35 cm, dan tinggi bebas cabang 2 cm. Lebar tajuknya terdistribusi merata, dengan ukuran 20 cm (kanan), 23 cm (kiri), 25 cm (depan), dan 24 cm (belakang). Sementara individu kedua memiliki ukuran diameter lebih kecil yaitu 2,3 cm, tetapi memiliki tinggi total yang lebih besar yaitu 70 cm, dengan tinggi bebas cabang 3 cm. Lebar tajuk individu ini adalah 25 cm (kanan), 10 cm (kiri), 20 cm (depan), dan 25 cm (belakang).
Secara ekologis, Zingiber aromaticum tumbuh baik di habitat lembap dan teduh, seperti di bawah kanopi hutan sekunder atau di tepi sungai. Keberadaan tanaman ini di Plot 2 dan 3 menunjukkan adanya kondisi lingkungan yang cukup lembap dan terlindungi dari cahaya matahari langsung, sehingga mendukung pertumbuhan tanaman bawah seperti Tepus. Dari segi pemanfaatan, tanaman ini memiliki potensi sebagai bahan obat tradisional berkat kandungan minyak atsiri dalam rimpangnya yang bersifat antimikroba dan antiinflamasi (Cahyanto et al. 2022). Di beberapa daerah, rimpang tepuh digunakan dalam ramuan jamu atau sebagai bumbu masakan.
Kehadiran Zingiber aromaticum di kawasan penelitian tidak hanya penting dalam konteks keanekaragaman tumbuhan bawah, namun juga dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari sistem agroforestri atau penghijauan lahan pekarangan dengan nilai ekonomi dan etnobotani yang tinggi.
6. Cyperus rotundus
Gambar 6 Cyperus rotundus
Congkok (Cyperus rotundus) merupakan tumbuhan herba dari famili Cyperaceae yang sering dijumpai tumbuh liar di daerah tropis. Tanaman ini memiliki daun sempit berbentuk runcing serta batang yang silindris dan kecil, menjadikannya mudah dikenali sebagai jenis tumbuhan bawah atau gulma di berbagai tipe habitat, termasuk area hutan sekunder. Berdasarkan hasil inventarisasi di Plot 1, individu C. rotundus yang ditemukan memiliki diameter batang sebesar 3 cm, tinggi total 20 cm, dan tinggi bebas cabang 1 cm. Lebar tajuknya bervariasi pada setiap arah, yaitu 5 cm (kanan), 15 cm (kiri), 9 cm (depan), dan 12 cm (belakang).
Keberadaan Cyperus rotundus sebagai salah satu spesies tumbuhan bawah menunjukkan tingkat pencahayaan dan kondisi tanah yang mendukung pertumbuhan spesies pionir atau adaptif. Jenis ini dikenal memiliki daya regenerasi tinggi melalui umbi atau stolon, sehingga cepat mendominasi area terbuka atau terganggu. Selain itu, meskipun sering dianggap sebagai gulma, C. rotundus juga memiliki nilai etnobotani.
Umbi dari tanaman ini dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional sebagai antidiabetik, antiradang, dan diuretik (Indriyani et al, 2017).
Keberadaan Congkok dalam plot ini perlu diperhatikan dalam konteks ekologi lahan, sebab spesies ini dapat menjadi indikator awal keterbukaan kanopi atau gangguan habitat yang memungkinkan tumbuhan cepat tumbuh seperti ini mendominasi.
7. Amorphophallus titanum
Gambar 7 Amorphophallus titanum
Bunga Bangkai (Amorphophallus titanum) merupakan tumbuhan endemik Indonesia yang terkenal karena ukuran bunganya yang sangat besar serta baunya yang menyengat menyerupai bangkai. Tumbuhan ini berasal dari famili Araceae dan tergolong sebagai tumbuhan langka dengan status konservasi yang penting. Dalam pengamatan di Plot 1, individu yang ditemukan memiliki diameter batang sebesar 10 cm, tinggi total 30 cm, dan tinggi bebas cabang 5 cm. Tajuknya tercatat dengan lebar sebagai berikut: 10 cm (kanan), 8 cm (kiri), 5 cm (depan), dan 10 cm (belakang).
Daunnya menyirip dan menjulang tinggi, serta memiliki bau khas yang kuat ketika sedang berbunga, yang berfungsi untuk menarik penyerbuk seperti lalat dan kumbang bangkai.
Amorphophallus titanum dikenal memiliki siklus hidup unik berupa dormansi panjang dan hanya berbunga setelah mencapai ukuran umbi tertentu (Iskandar et al.
2021). Proses pembungaan jarang terjadi dan berlangsung dalam waktu singkat, sehingga pengamatannya di habitat alami sangat jarang. Keberadaan spesies ini di plot inventarisasi menunjukkan nilai penting kawasan tersebut sebagai habitat potensial bagi spesies endemik dan terancam punah.
Dari segi ekologi, tumbuhan ini menyukai habitat hutan tropis dengan kelembaban tinggi dan pencahayaan rendah hingga sedang. Peranannya dalam ekosistem juga penting sebagai salah satu indikator keberadaan biodiversitas tinggi dan stabilitas lingkungan yang masih terjaga.
8. Eleutherine palmifolia
Gambar 8 Eleutherine palmifolia
Bunga Lidas (Eleutherine palmifolia) adalah tumbuhan herba dari famili Iridaceae yang dikenal karena bentuk daunnya yang panjang, tipis, serta
pertumbuhannya yang merumpun. Tumbuhan ini sering ditemukan di daerah tropis dan memiliki nilai etnobotani yang cukup penting, terutama dalam pengobatan tradisional.
Data di lapangan menunjukkan bahwa individu ini memiliki diameter batang 20 cm, tinggi total 25 cm, dan tinggi bebas cabang 1 cm. Lebar tajuk masing-masing tercatat:
11 cm (kanan), 9 cm (kiri), 7 cm (depan), dan 11 cm (belakang). Daunnya yang panjang dan tipis membentuk rumpun padat, memberikan ciri khas visual yang mudah dikenali di lapangan.
Keberadaan Eleutherine palmifolia di Plot 1 mencerminkan karakteristik habitat yang sesuai, seperti tanah yang cukup lembap dan area dengan pencahayaan sebagian. Tumbuhan ini juga dikenal memiliki kandungan senyawa aktif seperti flavonoid dan alkaloid yang bermanfaat secara farmakologis (Kumalasari et al. 2020).
Dari segi ekologi, Eleutherine palmifolia berperan dalam menjaga kelembapan tanah melalui sistem perakarannya yang rapat dan memiliki potensi untuk digunakan dalam penghijauan maupun konservasi lahan secara alami. Selain itu, karena tumbuh secara berumpun, spesies ini juga dapat membantu mengurangi erosi pada daerah miring atau area terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyanto T, Ramdan DM, Salsabil S, Efendi M, Hizqiyah IYN. 2022. Struktur dan komposisi tumbuhan bawah di zona pegunungan bawah Blok Malagembol, Cagar Alam Gunung Tilu, Jawa Barat. Jurnal Biologi dan Pendidikan Biologi. 7(2).
Indriyani L, Flamin A, Erna E. 2017. Analisis keanekaragaman jenis tumbuhan bawah di hutan lindung Jompi. Jurnal Ecogreen. 3(1): 49-58.
Iskandar SDH, Bramasta D, Kamala N, Basrowi M. 2021. Komposisi jenis dan struktur vegetasi tepi hutan DU Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat. Jurnal Sumberdaya Hayati. 7(1): 17-24.
Kumalasari E, Agustina D, Ariani N. 2020. Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun bawang dayak (Eleutherine palmifolia) terhadap Escherichia coli. Jurnal Insan Farmasi Indonesia. 3(1): 75-84.