KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN BAWAH PADA TEGAKAN MERANTI (Shorea sp) DI CAGAR ALAM MARTELU PURBA,
KABUPATEN SIMALUNGUN
SKRIPSI
Raja Surya Pangestu Aritonang 131201078
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN BAWAH PADA TEGAKAN MERANTI (Shorea sp) DI CAGAR ALAM MARTELU PURBA,
KABUPATEN SIMALUNGUN
SKRIPSI
OLEH :
Raja Surya Pangestu Aritonang 131201078
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN BAWAH PADA TEGAKAN MERANTI (Shorea sp) DI CAGAR ALAM MARTELU PURBA,
KABUPATEN SIMALUNGUN
SKRIPSI
Oleh :
Raja Surya Pangestu Aritonang 131201078
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Keanekaragaman Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Meranti (Shorea sp) di Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun.
Nama : Raja Surya Pangestu Aritonang
NIM : 131201078
Departemen : Manajemen Hutan
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
Tanggal Lulus : 18 Desember 2018
ABSCTRACT
RAJA S. P. ARITONANG. Diversity of Understorey Species in the Meranti
Stand in Martelu Purba Nature Reserve, Simalungun Regency, guided by SITI LATIFAH and MUHDI.
The very high diversity of understorey causes the possibility of many other undersea species not yet identified, so we do not know clearly how the diversity and structure of the true understorey community. For this reason, a study was conducted in the Purba Martelu Nature Reserve, Simalungun Regency to determine the composition and diversity of understorey species in meranti stands carried out in October 2018, using vegetation analysis using a purposive sampling method with 2m x 2m sample plots of 30 observation plots. The results of the study were found 32 species and 21 families of understorey and had a high important value index, namely Davallia denticulata of 35,947 % and Amydrium humile of 32,113 % and Homalomene griffthii of 17,462 %. The Shanon - Wiener (H ') Species Diversity Index of 2,643 shows moderate and Type Dominance Index of 0,0998 indicates low.
Keywords: Vegetation Analysis, Diversity of Species, Understorey.
ABSTRAK
RAJA S. P. ARITONANG. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Meranti di Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun, dibimbing oleh SITI LATIFAH dan MUHDI.
Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah yang sangat tinggi menyebabkan adanya kemungkinan masih banyak jenis – jenis tumbuhan bawah lainnya yang belum teridentifikasi, sehingga kita tidak mengetahui dengan jelas bagaimana keanekaragaman dan struktur komunitas tumbuhan bawah sebenarnya. Untuk itu dilakukan penelitian di Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun untuk mengetahui komposisi dan keanekaragaman jenis tumbuhan bawah pada tegakan meranti yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2018, menggunakan analisis vegetasi dengan metode petak purposive sampling dengan petak contoh 2m x 2m sebanyak 30 petak pengamatan. Hasil penelitian yang dilakukan ditemukan 32 jenis dan 21 famili tumbuhan bawah dan memiliki Indeks Nilai Penting yang tinggi yaitu Davallia denticulata sebesar 35,947 % dan Amydrium humile sebesar 32,113 % dan Homalomena griffthii sebesar 17,462 %. Indeks Keanekaragaman
Jenis Shanon – Wiener (H’) sebesar 2,643 menunjukkan sedang dan Indeks Dominansi Jenis sebesar 0,0998 menunjukkan rendah.
Kata Kunci : Analisis Vegetasi, Keanekaragaman Jenis, dan Tumbuhan Bawah.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Tanjung Balai, Provinsi Sumatera Utara pada 31 Agustus 1995 dan anak ketiga dari enam bersaudara. Anak dari pasangan Ayah D. Aritonang Ompusunggu dan Ibu R.E Hutauruk.
Tahun 2007 penulis lulus dari SD ROM KATHOLIK 1 Tanjung Balai, Lalu pada tahun 2010 lulus dari SMP Negeri 5 Tanjung Balai dan melanjutkan ke SMA NEGERI 6 Tanjung Balai lulus pada tahun 2013 selama SMA penulis mempersiapkan diri untuk bisa masuk ke Perguruan Tinggi Negeri sehingga tepatnya pada tahun 2013 penulis lulus di Universitas Sumatera Utara dari jalur undangan.
Selama masa perkuliahan penulis juga aktif organisasi kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Slyva (HIMAS), Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Unit Pelayanan Fakultas Pertanian (UKM KMK USU UP FP) dimana dalam organisasi ini penulis dibentuk karakter yang positif dalam jasmani dan rohani dan mengembangkan kemampuan dalam diri. Penulis juga pernah berkesempatan menjadi Panitia Natal Kehutanan Tahun 2015, Panitia PDPR Himas Fakultas Kehutanan tahun 2016, Panitia PKKMB Fakultas Kehutanan tahun 2016, Komisi Pemilhan Umum (KPU) Fakultas Kehutanan, dan Panitia Kebaktian Doa Syafaat tahun 2017. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan tahun 2014 di Hutan Pegunungan Aek Nauli dan Praktek Kerja Lapang tahun 2017 di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Provinsi Lampung.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan dan Kasih-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul : “Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Meranti (Shorea sp) di Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun”.
Penulis melakukan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi dan keanekragaman jenis tumbuhan bawah di Cagar Alam Martelu Purba sehingga dapat memberikan dorongan kepada pihak lain menjaga kelestarian vegetasi tumbuhan bawah yang berada di Cagar Alam Martelu Purba. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Pembimbing Ibu Siti Latifah., S.Hut., M.Si., Ph.D dan Bapak Dr. Muhdi, S.Hut., M.Si yang telah membimbing dalam skripsi ini.
Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih banyak kepada :
1. Papa, Mama, Abang, Kakak dan Adik terkasih selaku keluarga penulis yang telah memberikan semangat, doa dan materi dalam menyusun penelitian ini.
2. Adik Kelompok Kecilku Christianus Solideo terkasih (Benny Naiborhu, Maranatha Tambunan, Kelvin Sitompul dan Ventra Surbakti) yang memberikan semangat, doa dan penghiburan kepada penulis.
3. Teman Kelompok Tumbuh Bersama terkasih (Immanuel Sihaloho, Eva Sirait dan Mariana Hutasoit) yang telah mendoakan, memotivasi dan mengingatkan penulis dalam pembuatan skripsi.
4. Vanrio Tampubolon yang telah membantu penulis selama penelitian dan Partner Sie PDD (Abed, Diana, Kak Vero dan Bang Nicho) Panitia retret UKM KMK UP FP tahun 2018 yang telah mendoakan, memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
5. Kepada teman spesial Eva Yun Elisa Silalahi yang memberikan semangat dan doa selama penyusunan skripsi ini.
6. Kepada seluruh rekan – rekan stambuk 2013 Fakultas Kehutanan USU yang telah memberikan semangat dalam penyusunan skripsi.
7. Pihak BKSDA SUMUT yang telah memberikan izin untuk penelitian di Cagar Alam Martelu Purba.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, kiranya skripsi ini dapat berguna bagi pihak yang memerlukan.
Medan, November 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Keanekaragaman Hayati ... 4
Ekosistem Hutan ... 4
Tanaman Meranti (Shorea sp)... 5
Tumbuhan Bawah (understorey) ... 6
Analisis Vegetasi... 8
Indeks Nilai Penting ... 9
Indeks Dominansi ... 9
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 10
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 13
Alat dan Bahan Penelitian ... 13
Prosedur Penelitian ... 13
Desain Petak Penelitian ... 14
Teknik Pengambilan Data ... 15
Analisis Data... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Meranti (Shorea sp) . 18 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah ... 23
Indeks Dominansi Jenis Tumbuhan Bawah ... 26
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31
Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32
LAMPIRAN ... 35
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tally Sheet Jenis Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Meranti
di Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun ... 15 Tabel 2. Jenis – jenis tumbuhan bawah di Cagar Alam
Martelu Purba, Kabupaten Simalungun. ... 20 Tabel 3. Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Bawah pada
Tegakan Meranti (Shorea sp) di Cagar Alam Martelu Purba,
Kabupaten Simalungun. ... 22 Tabel 4. Indeks Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah pada
Tegakan Meranti (Shorea sp) di Cagar Alam Martelu Purba,
Kabupaten Simalungun. ... 24 Tabel 5. Indeks Dominansi Jenis Tumbuhan Bawah pada
Tegakan Meranti (Shorea sp) di Cagar Alam Martelu Purba,
Kabupaten Simalungun. ... 27 Tabel 6. Keanekaragaman dan Dominansi Jenis Tumbuhan Bawah
pada Beberapa Lokasi Penelitian ... 29
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Desain Petak Penelitian ... 14 Gambar 2. Lokasi Penelitian Cagar Alam Martelu Purba ... 15 Gambar 3. Diagram Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah ... 18 Gambar 4. Jenis – jenis Tumbuhan Bawah Memiliki
Indeks Nilai Penting yang Tinggi ... 21
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Jenis Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Meranti (Shorea sp) di Cagar Alam Martelu Purba,
Kabupaten Simalungun ... 35 Lampiran 2. Contoh Perhitungan Nilai K, F, KR, FR, INP, Indeks
Keanekaragaman Jenis dan Indeks Dominansi ... 39 Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian ... 41
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Syukur dan Hernani (1999) dalam Masyrafina (2015) menjelaskan hutan di Indonesia merupakan hutan tropika yang memiliki tingkat biodiversitas yang sangat tinggi. Hutan tropika Indonesia diakui sebagai komunitas yang paling kaya akan keanekaragaman jenis tumbuhan di dunia. Dari 40.000 jenis yang tumbuh di dunia, 30.000 jenis di antaranya tumbuh di Indonesia. Kurang lebih dari 26%
telah dibudidayakan dan sisanya 74% masih tumbuh liar di hutan-hutan. Hutan adalah masyarakat tumbuh – tumbuhan yang dikuasai oleh
pohon – pohon yang menempati suatu tempat dan memiliki keadaan lingkungan yang berbeda dengan lingkungan diluar hutan. Di dalam hutan hubungan antara tumbuh – tumbuhan satwa dan alam lingkungannya sedemikian eratnya sehingga hutan dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem (Utomo, 2006).
Hutan juga memiliki vegetasi tumbuhan bawah, dimana tumbuhan bawah memiliki fungsi pokok dalam mengkonservasi tanah dan air. Hal ini dikarenakan tumbuhan bawah memiliki sistem perakaran yang banyak sehingga menghasilkan rumpun yang rapat dan mampu mencegah erosi tanah, sebagai pelindung tanah dari butiran hujan dan aliran permukaan, juga berperan dalam meningkatkan bahan organik dalam tanah (sebagai pupuk hijau maupun mulsa) (Erna, 2017).
Ewusie (1990) dalam Abrori (2016) menjelaskan tumbuhan bawah adalah tumbuhan bawah yang terdiri dari tumbuhan bawah selain permudaan pohon, misalnya rumput, herba, dan semak belukar atau perdu serta paku – pakuan.
Pananjung (2013) menyatakan selain fungsi ekologi, beberapa jenis tumbuhan
bawah telah diidentifikasi sebagai tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tumbuhan obat, dan sebagai sumber energi alternatif. Namun tidak jarang juga tumbuhan bawah dapat berperan sebagai gulma yang menghambat pertumbuhan permudaan pohon khususnya pada tanaman monokultur yang dibudidayakan. Santoso (1994) dalam Abrori (2016) menyatakan keanekaragaman jenis tumbuhan bawah yang sangat tinggi menyebabkan adanya kemungkinan masih banyak jenis – jenis tumbuhan bawah lainnya yang belum teridentifikasi, sehingga kita tidak mengetahui dengan jelas bagaimana keanekaragaman dan struktur komunitas tumbuhan bawah sebenarnya.
Cagar Alam Martelu Purba yang terletak di Desa Purba Tongah, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun merupakan cagar alam termuda di Propinsi Sumatera Utara. Status kawasan ini sebelumnya adalah kawasan hutan lindung Martelu Purba, yang kemudian statusnya dialih fungsikan menjadi kawasan cagar alam Martelu Purba dengan luas sekitar 195 Ha. Dengan berubahnya fungsi kawasan ini, maka kawasan ini mengalami perubahan salah satunya yaitu dalam hal keanekaragaman jenis yang terdapat di kawasan Martelu Purba karena dipengaruhi oleh proses suksesi. Terjadinya proses suksesi di kawasan Cagar Alam Martelu Purba menyebabkan perubahan penyusun vegetasi yang ada di kawasan ini (Viandhy, 2007). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui komposisi dan keanekaragaman jenis tumbuhan bawah pada tegakan meranti di kawasan Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui komposisi tumbuhan bawah (understorey) pada tegakan meranti (Shorea sp) di Cagar Alam Martelu Purba, Kabipaten Simalungun.
2. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan bawah (understorey) pada tegakan meranti (Shorea sp) di Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai data keanekaragaman tumbuhan bawah pada tegakan meranti (Shorea sp) di Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun.
TINJAUAN PUSTAKA
Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati atau biodeversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses – proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya (Abrori, 2016).
Brockerhoff, et al (2009) menyatakan keanekaragaman hayati merupakan konsep penting dan mendasar karena menyangkut kelangsungan seluruh kehidupan di muka bumi, baik masa kini, masa depan, maupun evaluasi terhadap masa lalu. Konsep ini memang masih banyak yang bersifat teori dan berhadapan dengan hal-hal yang sulit diukur secara tepat, terutama pada tingkat keanekaragaman genetik serta nilai keanekaragaman belum ada pembakuan (standarisasi). Pengukuran/pemantauan biodiversity dapat dilakukan dengan mengukur langsung terhadap objek/organisme yang bersangkutan atau mengevaluasi berbagai indikator yang terkait.
Ekosistem Hutan
Ekosistem mempunyai 3 (tiga) karakteristik dasar, yaitu (1) komponen, (2) struktur, dan (3) fungsi ekosistem. Komponen adalah unsur pembentuk ekosistem, struktur adalah organisasi dari komponen-komponen tersebut, sedangkan fungsi adalah peranan atau proses-proses yang terjadi didalam ekosistem. Proses terpenting dalam ekosistem adalah aliran energi dan perputaran tetap terjamin. Hutan dapat dipandang sebagai suatu ekosistem, berdasarkan kelengkapan komponennya. Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan
yang dikuasai pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan dengan keadaan di luar hutan. Di dalam hutan, pohon merupakan penopang utama pada ekosistem hutan. Hutan mengandung komunitas flora dan fauna, baik tingkat tinggi maupun tingkat rendah, serta lingkungan abiotik yang khas. Ketiganya berinteraksi sangat erat sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem (Onrizal, 2008).
Arief (1994) dalam Nirwani (2010) menyatakan hutan merupakan salah satu bentuk tata guna lahan yang lazimnya dijumpai di daerah tropis, sub tropis, di dataran rendah maupun maupun pegunungan bahkan di daerah kering sekalipun.
Hutan memberikan pengaruh pada alam melalui tiga faktor yang berhubungan yaitu iklim, tanah, dan pengadaan air. Adanya sampah-sampah pohon (serasah) dalam hutan hasil rontokan bagian-bagian pohon yang menutupi lantai hutan akan mencegah rintikan-rintikan air hujan untuk langsung jatuh ke permukaan tanah dengan tekanan yang keras.
Backer (1973) dalam Yani (2017) menyatakan bahwa di dalam hutan terdapat berbagai keanekaragaman hayati, baik satwa liar maupun tumbuhan.
Dari keanekaragaman sumber daya hayati di hutan tersebut tidak hanya terbatas pada jenis tumbuhan berkayu, namun juga ditumbuhi oleh beranekaragam tumbuhan bawah (ground cover/undergrowth) yang memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi.
Tanaman Meranti (Shorea sp)
Pohon meranti (Shorea sp) merupakan jenis kayu pertukangan dan penghasil getah dari suku Dipterocarpaceae yang cukup potensial untuk dikembangkan. Di Indonesia, sebaran alami jenis tumbuhan ini adalah di
Kalimantan. Jenis pohon meranti ini sudah ditanam di Haurbentes, Jawa Barat dan telah menunjukkan pertumbuhan yang jenis Dipterocarpaceae termasuk jenis penting dalam perdagangan kayu Indonesia (75%) dan merupakan salah satu jenis unggulan dalam program hutan tanaman (Amintarti, 2011).
Irwanto (2009) dalam Purba (2011) menyatakan pohon meranti dapat mencapai tinggi 60 m, bebas cabang 35 m, diameter 1 m. Banir menonjol tetapi tidak terlalu besar, tajuk lebar, berbentuk payung dengan ciri berwarna coklat kekuning-kuningan. Kulit coklat keabu-abuan, alur dangkal, kayu gubal pucat, dan kayu teras merah tua. Daun lonjong sampai bulat telur, panjang 8 -14 cm, lebar 3,5 – 4,5 cm. Permukaan daun bagian bawah bersisik seperti krim, tangkai utama urat daun dikelilingi domatia terutama pada daun muda, sedang urat daun tersier rapat seperti tangga. Bunga kecil dengan mahkota kuning pucat, helai mahkota sempit dan melengkung ke dalam seperti tangan menggenggam.
Tumbuhan Bawah
Aththorick (2005) menyatakan tumbuhan bawah adalah komunitas tumbuhan yang menyusun stratifikasi bawah dekat permukaan tanah. Tumbuhan ini umumnya berupa rumput, herba, semak atau perdu rendah. Jenis – jenis vegetasi ini ada yang bersifat annual, biannual atau perennial dengan bentuk hidup soliter, berumpun, tegak, menjalar atau memanjat. Secara taksonomi vegetasi bawah umumnya anggota dari suku – suku Poaceae, Cyperaceae, Araceae, Asteraceae, Paku – pakuan dan lain-lain. Vegetasi ini banyak terdapat di tempat – tempat terbuka, tepi jalan, tebing sungai, lantai hutan, lahan pertanian dan perkebunan.
Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan dengan lingkar batang (dbh)
< 6,3 cm yang berperan penting dalam ekosistem hutan dan menentukan iklim mikro. Adapun serasah berfungsi sebagai penyimpan air sementara, memperbaiki struktur tanah, dan menaikkan kapasitas penyerapan (Windusari, et al. 2012).
Abdiyani (2008) juga menyatakan tumbuhan bawah memiliki peran sangat penting dalam ekosistem, antara lain dalam siklus hara, pengurangan erosi, peningkatan infiltrasi, sebagai sumber plasma nutfah, sumber obat-obatan, pakan ternak satwa hutan, serta manfaat lainnya yang belum diketahui.
Fathonah et al. (2013) dalam Ariani (2004) menyatakan sebaran tumbuhan bawah sangat dipengaruhi oleh jenis tanah dan juga kriteria serasah yang ada di lokasi tersebut. Tanah yang subur dan ketersediaan airnya cukup akan membuat tumbuhan bawah dapat hidup dengan subur sehingga jumlahnya menjadi banyak. Kesuburan tanah dan ketersediaan air ini pun berkaitan pula dengan kondisi iklim, di musim penghujan ketersediaan air sangat mencukupi kebutuhan tanah dalam menyuplai air untuk tumbuhan yang hidup diatasnya sehingga tumbuhan pun dapat hidup dengan subur. Namun jika musim kemarau, ketersediaan air cenderung terbatas sehingga tanah pun menjadi kering dan gersang. Hal ini pun berakibat pada terbatasnya ketersediaan air untuk menunjang kebutuhan tumbuhan.
Karina (2004) dalam Wahyuono, et al (2016). juga menyatakan bahwa tumbuhan bawah memiliki potensi sebagai bahan obat tradisional, pemanfaatannya dilakukan secara turun temurun. Di Indonesia terdapat ± 300 kelompok etnis yang memanfaatkan tumbuhan dalam kehidupan mereka, seperti untuk obat-obatan, peralatan rumah tangga, kerajinan, dan upacara adat.
Pemanfaatan tumbuhan bawah sebagai obat telah banyak dilakukan oleh masyarakat terutama masyarakat tradisional yang tinggal jauh dari layanan kesehatan
Djarwaningsih, (2010) dalam Azwar (2013) menyatakan dalam konteks pembangunan hutan tanaman skala luas, komunitas tumbuhan bawah pada hutan tanaman selalu identik dengan gulma yang sejak dahulu dipandang sebagai tanaman pengganggu dan merugikan. Namun demikian apabila dilihat dari perspektif yang lain, keberadaan komunitas tumbuhan bawah pada hutan tanaman merupakan komponen keanekaragaman hayati yang sangat penting untuk dilestarikan, karena mempunyai beberapa nilai yaitu: nilai eksistensi, etika, estetika dan manfaat psikologis, nilai jasa lingkungan, nilai warisan, nilai pilihan, nilai konsumtif dan nilai produktif.
Analisis Vegetasi
Ewuise (1990) dalam Abrori (2016) menyatakan bahwa analisis vegetasi atau komunitas dapat secara kualitatif atau kuantitatif. Ciri kualitatif yang terpenting pada komunitas adalah susunan flora dan fauna, kemampuan hidup bersama sebagai ungkapan gambaran yang luas mengenai pola ruangan unsur penyusunnya, pelapisan berbagai unsur dalam komunitas, daya hidup, bentuk kehidupan (sosok tumbuhan/bentuk pertumbuhan), dan keberkalaan termasuk fenologi. Selanjutnya dikatakan bahwa ciri kuantitatif meliputi beberapa parameter yang langsung dapat diukur seperti frekuensi, kepadatan dan tutupan.
Analisis vegetasi berfungsi untuk mengetahui struktur vegetasi dan komposisi jenis tumbuhan. Menurut Fachrul (2007), analisis vegetasi dapat juga digunakan untuk mengetahui pengaruh dampak lingkungan merupakan suatu cara
pendekatakan yang khas, karena pengamatan terhadap berbagai aspek vegetasi yang dilakukan harus secara mendetail dan terdiri atas vegetasi yang belum terganggu (alamiah). Analisis vegetasi yang dilakukan pada area luas tertentu umumnya berbentuk segi empat, bujur sangkar, lingkaran serta titik-titik. Untuk tingkat semai serta tumbuhan bawah yang rapat digunakan petak contoh titik atau bentuk kuadrat untuk tumbuhan yang tidak rapat (Harahap, 2016).
Indeks Nilai Penting
Indeks nilai penting adalah adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan. Spesies-spesies yang dominan (yang berkuasa) dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling besar (Indriyanto, 2017).
Indeks Dominansi
Indeks dominansi (index of dominance) adalah parameter yang menyatakan tingkat terpusatnya dominansi (penguasaan) spesies dalam suatu komunitas. Penguasaan atau dominansi spesies dalam komunitas bias terpusat pada satu spesies, beberapa spesies, atau pada banyak spesies yang dapat diprakirakan dari tinggi rendahnya indeks dominansi (ID) (Indriyanto, 2017).
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Luas Kawasan
Cagar alam Martelu Purba secara administratif terletak di Desa Purba Tongah dan Kelurahan Tiga Runggu, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan letak geografis, Cagar Alam Martelu Purba terletak pada koordinat 2o53' - 2o54' LU dan 98o42' - 98o
Topografi, Tanah dan Iklim
43' BT. Kawasan Cagar Alam Martelu Purba terletak pada ketinggian s/d 1.320 mdpl. Berdasarkan Letak DAS (Daerah Aliran Sungai) maka Cagar Alam Martelu Purba terletak di dalam kawasan DAS Ular. Berdasarkan SK Menhut No.471/Kpts-II/1993, tentang perubahan fungsi kawasan Hutan Lindung Martelu Purba menjadi Cagar Alam Martelu Purba, Cagar Alam Martelu Purba ditetapkan seluas 195 ha.
Hampir sebagian besar Cagar Alam Martelu Purba memiliki topografi datar hingga berombak dengan kemiringan s/d 8 %. Hanya sebagian saja yang tergolong dalam kelas sangat curam jika ditinjau berdasarkan kelas kelerengan lahan (datar < 8%, landai 8-15 %, agak curam 16-25 %, curam 26-40 %, sangat curam > 40 % ) yaitu di bagian utara yang terdapat jurang dengan kemiringan s/d 80 %.
Berdasarkan peta tanah eksplorasi Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara yang bersumber dari peta tanah Dati I Sumatera Utara yang diterbitkan oleh Direktur Bina Program Bogor, maka jenis tanah yang terdapat di Cagar Alam Martelu Purba termasuk dalam satuan tanah podsolik coklat dan kelabu dengan bahan induk batuan beku dan fisiografi vulkanik. Keasaman tanah (pH) rata-rata yang terdapat di Kawasan Cagar Alam Martelu Purba yaitu 6,38.
Iklim yang terdapat di Cagar Alam Martelu Purba dan daerah sekitarnya termasuk kedalam iklim B (menurut Schmidt & Ferguson) dengan curah hujan rata-rata setahun sebesar 2.194 mm dan rata-rata hari hujan setahun sebanyak 125 hari. Musim kemarau berlangsung pada bulan Desember sampai dengan September, sedangkan musim hujan berlangsung pada bulan Maret s/d Nopember.
Rata-rata suhu maksimum di Cagar Alam Martelu Purba yaitu 21,7 oC dan rata- rata suhu minimum yaitu 14,7 o
Sosial Ekonomi Masyarakat C.
Masyarakat sekitar kawasan Cagar Alam Martelu Purba pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu, ada juga yang berdagang, berusaha dalam bidang kerajinan tangan (Seperti bertenun, atau membuat ulos, mengukir kayu) dan PNS (Pegawai Negeri Sipil). Selain itu, pendapatan masyarakat tambahan diperoleh dari pemanfaatan hasil hutan seperti air nira, tanaman obat, daun sungkit, buah aren, daun aren (sapu lidi), dan kayu bakar (soban).
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang digunakan di kawasan Cagar Alam Martelu Purba yaitu kantor Konservasi Sumber Daya Hutan Simalungun yang digunakan oleh petugas sub seksi KSDA Simalungun maupun dari cabang dinas.
Potensi Kawasan
Potensi wisata kawasan hutan Cagar Alam Martelu Purba ini berada di tepi jalan raya, bahkan dibelah jalan, sehingga pengunjung dapat mengamati pepohonan yang tumbuh. Kawasan ini juga merupakan home range bagi satwa-satwa liar seperti harimau (meskipun populasinya sangat jarang),
kambing hutan, babi hutan, beruang, burung-burung seperti burung murai, perkutut dan pergam (Purba, 2011).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2018 di Cagar Alam Martelu Purba yang berada di Desa Purba Tongah, Kecamatan Purba, Kabupaten
Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan USU.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System) untuk mengambil titik koordinat di lapangan, tali
rafia untuk membatasi petak ukur, camera digital untuk mengambil gambar sampel, alat tulis dan tali pita berwarna. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, tally sheet pengamatan, buku flora, artikel atau jurnal penelitian tentang tumbuhan bawah untuk membantu mengenali jenis tumbuhan bawah.
Prosedur Penelitian Desain Petak Penelitian
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan analisis vegetasi dengan metode petak secara purposive sampling. Jumlah petak pengamatan tumbuhan bawah merujuk pada Yani, et. al (2017) berukuran 2m x 2m sebanyak 30 petak dan pada masing-masing tegakan meranti (Shorea sp) dibuat 2 petak di wilayah pengamatan dan diambil titik koordinatnya.
Sumber Peta : BBKSDA Provinsi Sumatera Utara.
Gambar 1. Lokasi Penelitian Cagar Alam Martelu Purba.
Gambar 2. Desain Petak Penelitian
2m x 2m 2m x 2m
Teknik Pengambilan Data
Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data tumbuhan bawah yaitu data komposisi tumbuhan bawah dalam 2 bagian yaitu jumlah dan jenis tumbuhan bawah dan tingkat keanekaragaman tumbuhan bawah, meliputi kerapatan, frekuensi, indeks nilai penting, tingkat indeks keanekaragaman Shanon – Wiener dan tingkat indeks dominansi. Data tumbuhan bawah dicatat pada tally sheet dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tally Sheet Jenis Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Meranti di Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun.
Titik Koordinat
Sub Petak 2m x 2m
Nama Lokal Jenis Jumlah
Individu 1
2 3 dst 30
Analisis Data
1. Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah
Hasil pengamatan dilapangan akan dianalisa untuk mengetahui gambaran tentang komposisi jenis tumbuhan bawah yang menjadi objek penelitian dengan rumus menurut Indriyanto (2017), sebagai berikut :
a. Kerapatan
b. Frekuensi
c. Indeks Nilai Penting INP = KR + FR
2. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah
Hasil pengamatan dilapangan dianalisis menggunakan indeks keanekaragaman jenis Shanon – Wiener (H’). Odum (1998) mengatakan
bahwa keanekaragaman jenis tumbuhan dapat dihitung menggunakan indeks keanekaragaman Shanon – Wiener (H’), yaitu :
keterangan : s : jumlah jenis
ni : jumlah individu jenis ke-i N : jumlah individu semua jenis
Semakin besar nilai H′ menunjukkan semakin tinggi keanekaragaman jenis.
Besarnya nilai keanekaragaman jenis Shannon didefinisikan sebagai berikut : a. H′ > 3 menunjukkan keanekaragaman jenis yang tinggi pada suatu kawasan.
b. 1 ≤ H ′ ≤ 3 menunjukkan keanekara-gaman jenis yang sedang pada suatu kawasan.
c. H′ < 1 menunjukkan keanekaragaman jenis yang rendah pada suatu kawasan.
(Abdiyani, 2008).
3. Indeks Dominansi
Indeks dominansi adalah parameter yang menyatakan tingkat terpusatnya dominansi (penguasaan) spesies dalam suatu komunitas. Penguasaan atau
dominansi spesies dalam komunitas bisa terpusat pada satu spesies, beberapa spesies, atau pada banyak spesies yang dapat diperkirakan dari tinggi rendahnya indeks dominansi (ID) (Indriyanto, 2017).
ID = Σ (ni/N)²
yakni :
ID = Indeks dominasi,
ni = Indeks nilai penting spesies ke-i, N = total nilai penting.
Apabila nilai ID tinggi, maka dominansi (penguasaan) terpusat pada satu spesies. Tetapi apabila nilai ID rendah, maka dominansi terpusat pada beberapa spesies. Apabila kriteria nilai indeks dominansi berkisar 0 – 1 dengan kriteria nilai ID adalah sebagai berikut :
ID < 0,50 = Dominansi rendah ID 0,50 < ID < 0,7 5 = Dominansi sedang ID > 1,00 = Dominansi tinggi (Indriyanto, 2017).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Meranti (Shorea sp)
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun diperoleh jenis tumbuhan bawah pada tegakan meranti sebanyak 32 jenis tumbuhan bawah dan famili tumbuhan bawah sebanyak 21 famili yang terdiri dari Famili Poaceae, Malvaceae, Asteraceae, Orchidaceae, Aspleniaceae, Araceae, Euphorbiaceae, Polypodiaceae, Athyriaceae, Arecaceae, Dryopteridaceae, Aspidiaceae, Melastomataceae, Chloranthaceae, Thelypterida –
ceae, Apiaceae, Pandanaceae, Ericaceae, Primulaceae, Davalliaceae dan Zingiberaceae. Jenis – jenis tumbuhan bawah disajikan pada Tabel 2, diagram kompisisi jenis tumbuhan bawah disajikan pada gambar 2 dan gambar jenis tumbuhan bawah disajikan pada Lampiran 1.
6% 3%
3%
6%
3%
3%
3%
3%
3%
6%
9% 9% 3%
3%
3%
9%
3%
6%
3%
6% 3%
Poaceae Malvaceae Asteraceae Orchidaceae Aspleniaceae Araceae Euphorbiaceae Polypodiaceae Athyriaceae Arecaceae Dryopteridaceae Aspidiaceae Melastomataceae Chloranthaceae Thelypteridaceae Apiaceae
Pandanaceae Ericaceae Primulaceae Davalliaceae Zingiberaceae Gambar 3. Diagram Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah
Nama Famili :
(6 %) (3 %) (3 %) (6 %)
(3 %) (9 %)
(3 %)
(9 %) (3 %) (3 %) (9 %) (6 %)
(3 %) (3 %)
(3 %) (3 %)
(3 %) (6 %)
(3 %) (6 %)
(3 %)
Pananjung (2013) menyatakan selain fungsi ekologi, beberapa jenis tumbuhan bawah telah diidentifikasi sebagai tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tumbuhan obat, dan sebagai sumber energi alternatif.
Karina (2004) dalam Wahyuono, et al (2016) juga menyatakan bahwa tumbuhan bawah memiliki potensi sebagai bahan obat tradisional, pemanfaatannya dilakukan secara turun temurun. Di Indonesia terdapat ± 300 kelompok etnis yang memanfaatkan tumbuhan dalam kehidupan mereka, seperti untuk obat-obatan, peralatan rumah tangga, kerajinan, dan upacara adat. Pemanfaatan tumbuhan bawah sebagai obat telah banyak dilakukan oleh masyarakat terutama masyarakat tradisional yang tinggal jauh dari layanan kesehatan. Jenis tumbuhan bawah pada tegakan meranti (Shorea sp) di Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun telah dianalisis dapat digunakan sebagai pakan ternak, pupuk kompos, obat – obatan, tanaman hias, pembungkus makanan lappet, buahnya diolah menjadi makanan, sayur – sayuran, pewangi makanan. Kegunaan tumbuhan bawah disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis – jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Meranti (Shorea sp) di Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun.
No Nama Lokal Jenis Famili Jumlah
Individu
Kegunaan 1 Simarlembu -
lembu Ischaemum Poaceae 2 Pakan ternak dan pupuk
kompos 2 Rumput pagar Hibiscus rosa sinensis Malvaceae 1 Menjadi obat 3 - Pseudelephantopus spicatus Asteraceae 37 Menjadi obat 4 Sitara huak Calanthe sylvatica Orchidaceae 5 Menjadi tanaman hias 5 Rumput
palem Setaria megaphylla Poaceae 20 Pembungkus makanan
lappet 6 Paku sarang
burung Asplenium nidus. L Aspleniaceae 2 Obat bengkak dan luka memar
7 Hae hae Aglaonema modestum Araceae 7 Menjadi tanaman hias 8 Arsam hutan Homalomena griffithi Araceae 63 Menjadi tanaman hias 9 - Pimelodendron griffithianum Euphorbiaceae 1 Buahnya diolah
menjadi makanan 10 Akkirsak Rhododendron maximum Ericaceae 2 Menjadi obat 11 - Cybianthus sp Primulaceae 5 Menjadi obat 12 - Gaultheria shallon sp Ericaceae 1 Dapat diolah menjadi
minyak 13 Paku tertutup Davallia denticulata Davalliaceae 151 Sebagai sayuran
14 Paku Davallia sp Davalliaceae 36 Sebagai sayuran
15 - Cyclopeltis crenata Athyriaceae 15 Sebagai sayuran
16 - Amydrium humile Araceae 136 Menjadi tanaman hias
17 Pahu Nephrolephis biserrata Dryopteridaceae 24 Sebagai sayuran, tanaman hias 18 Pahu Nephrolephis hirsutula Dryopteridaceae 28 Sebagai sayuran,
tanaman hias 19 Pahu Nephrolepis sp Dryopteridaceae 37 Sebagai sayuran,
tanaman hias
20 - Tectaria angulata Aspidiaceae 3 Sebagai tanaman hias
21 - Caryota sp Arecaceae 2
Sebagai tanaman hias, buah dapat menjadi obat
22 Sanduduk Clidemia hirta Melastomataceae 26 Menjadi obat 23 - Chloranthus erectus Chloranthaceae 7 Daunnya sebagai obat
demam
24 - Pronephrium triphyllum Thelypteridaceae 37 Sebagai tanaman hias
25 Aren Arenga pinnata Arecaceae 7 Buahnya diolah sebagai
makanan kolang kaling
26 - Sanicula europaea Apiaceae 9 Menjadi obat
27 Rotan Calamus sp Arecaceae 11 Dianyam menjadi tikar
28 - Phymatosorus scolopendria Polypodiaceae 3 Sebagai tanaman hias, obat
29 Pandan samak Pandanus tectorius Pandanaceae 1 Pewangi makanan
30 - Amomum lappaceum Zingiberaceae 4 Menjadi obat
antioksidan
31 - Tectaria incisa, Cav Aspidiaceae 17 Sebagai tanaman hias
32 - Calanthe sp Orchidaceae 1 Sebagai tanaman hias
Total 701
Hasil penelitian menunjukkan ada 3 jenis tumbuhan bawah pada tegakan
meranti yang memiliki indeks nilai penting (INP) yang tinggi, yaitu Davallia denticulata sebesar 35,947 % dan Amydrium humile sebesar 32,113 %
dan Homalomena griffthii sebesar 17,462 % di kawasan Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun. Hal ini menunjukkan jenis tumbuhan bawah ini yang memiliki individu paling banyak pada kerapatan relatif dan frekuensi relatif sehingga kehadiran suatu jenis tumbuhan bawah ini menunjukkan kemampuan beradaptasi dengan habitat dan toleransi yang tinggi dengan kondisi lingkungan.
Tingginya kemampuan jenis tersebut dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada dan dapat bersaing terhadap jenis lainnya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Soegianto (1994) dalam Ismaini (2015) menyatakan semakin besar nilai INP suatu spesies semakin besar tingkat penguasaan terhadap komunitas dan sebaliknya. Gambar jenis tumbuhan bawah yang memiliki Indeks Nilai Penting yang tinggi disajikan pada gambar 4. Hasil analisis Indeks Nilai Penting jenis tumbuhan bawah pada tegakan meranti disajikan pada Tabel 3.
.
a. Davallia denticulata b. Amydrium humile c. Homalomena griffthi Gambar 4. Jenis – jenis Tumbuhan Bawah Memiliki Indeks Nilai Penting Yang Tinggi
Tabel 3. Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Meranti (Shorea sp) di Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun.
No Nama Lokal Jenis Famili Jumlah
Individu K (ind/m2
KR (%) )
F FR (%)
INP (%)
1 Simarlembu- lembu Ischaemum Poaceae 2 0,50 0,29 0,07 1,69 1,980
2 Rumput Pagar Hibiscus rosa sinensis Malvaceae 1 0,25 0,14 0,03 0,85 0,990
3 - Pseudelephantopus spicatus Asteraceae 37 9,25 5,28 0,03 0,85 6,126
4 Sitara Huak Calanthe sylvatica Orchidaceae 5 1,25 0,71 0,03 0,85 1,561
5 Rumput palem Setaria megaphylla Poaceae 20 5,00 2,85 0,23 5,93 8,785 6 Paku Sarang Burung Asplenium nidus. L Aspleniaceae 2 0,50 0,29 0,07 1,69 1,980
7 Hae Hae Aglaonema modestum Araceae 7 1,75 1,00 0,07 1,69 2,693
8 Arsam Hutan Homalomena griffithi Araceae 63 15,75 8,99 0,33 8,47 17,462
9 - Pimelodendron griffithianum Euphorbiaceae 1 0,25 0,14 0,03 0,85 0,990
10 Akkirsak Rhododendron maximum Ericaceae 2 0,50 0,29 0,03 0,85 1,133
11 - Cybianthus sp Primulaceae 5 1,25 0,71 0,03 0,85 1,561
12 - Gaultheria shallon sp Ericaceae 1 0,25 0,14 0,03 0,85 0,990
13 Paku Tertutup Davallia denticulata Davalliaceae 151 37,75 21,54 0,57 14,41 35,947
14 Paku Davallia sp Davalliaceae 36 9,00 5,14 0,07 1,69 6,830
15 - Cyclopeltis crenata Athyriaceae 15 3,75 2,14 0,17 4,24 6,377
16 - Amydrium humile Araceae 136 34,00 19,40 0,50 12,71 32,113
17 Pahu Nephrolephis biserrata Dryopteridaceae 24 6,00 3,42 0,13 3,39 6,814
18 Pahu Nephrolephis hirsutula Dryopteridaceae 28 7,00 3,99 0,23 5,93 9,926
19 Pahu Nephrolepis sp Dryopteridaceae 37 9,25 5,28 0,17 4,24 9,515
20 - Tectaria angulata Aspidiaceae 3 0,75 0,43 0,03 0,85 1,275
21 - Caryota sp Arecaceae 2 0,50 0,29 0,03 0,85 1,133
22 Sanduduk Clidemia hirta Melastomataceae 26 6,50 3,71 0,20 5,08 8,794
23 - Chloranthus erectus Chloranthaceae 7 1,75 1,00 0,07 1,69 2,693
24 - Pronephrium triphyllum Thelypteridaceae 37 9,25 5,28 0,10 2,54 7,821
25 Aren Arenga pinnata Arecaceae 7 1,75 1,00 0,23 5,93 6,931
26 - Sanicula europaea Apiaceae 9 2,25 1,28 0,03 0,85 2,131
27 Rotan Calamus sp Arecaceae 11 2,75 1,38 0,17 4,24 5,612
28 - Phymatosorus scolopendria Polypodiaceae 3 0,75 0,43 0,07 1,69 2,123
29 Pandan Samak Pandanus tectorius Pandanaceae 1 0,25 0,14 0,03 0,85 0,990
30 - Amomum lappaceum Zingiberaceae 4 1,00 0,57 0,03 0,85 1,418
31 - Tectaria incisa, Cav Aspidiaceae 17 4,25 2,43 0,07 1,69 4,120
32 - Calanthe sp Orchidaceae 1 0,25 0,14 0,03 0,85 0,990
Total 701 175,25 100,00 3,93 100,00 200,00
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah
Hasil penelitian keanekaragaman jenis tumbuhan bawah dinyatakan dalam indeks keanekaragaman jenis Shanon-Wiener. Indeks keanekaragaman jenis Shanon – Wiener (H’) menunjukkan bahwa jenis tumbuhan bawah pada tegakan meranti (Shorea sp) sebesar 2,643. Nilai indeks keanekaragaman jenis < 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis tumbuhan bawah di kawasan Cagar Alam Martelu Purba adalah sedang, dapat dilihat pada Tabel 4.
Hal ini diduga bahwa intensitas cahaya masuk sampai ke lantai hutan kurang karena struktur penutupan tajuk yang lebar sehingga kelembaban yang tercipta juga tinggi. Jika dilihat dari kondisi tanah, tanah pada areal ini cukup subur dengan adanya unsur hara yang berasal dari serasah tegakan tersebut maupun bahan organik lain dan serasah dari vegetasi tumbuhan bawah tersebut.
Sehingga komunitas tumbuhan bawah di kawasan Cagar Alam Martelu Purba masih tetap stabil disebabkan adanya unsur hara yang berasal dari serasah tegakan, dan bahan organik lain.
Agus (1994) dalam Yusra (2017) menyatakan bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman tinggi jika komunitas tersebut tersusun oleh banyak jenis dan kelimpahan jenis yang sama. Sebaliknya jika komunitas tersebut disusun oleh spesies dengan kelimpahan yang tidak merata atau ada spesies tertentu dari tumbuhan yang mendominansi, maka keanekaragaman spesies rendah. Berdasarkan teori tersebut, sesuai dengan penelitian yang dilakukan dimana diperoleh indeks keanekaragaman sedang hal ini disebabkan
oleh kelimpahan spesies yang berbeda namun hampir sama.
Tabel 4. Indeks Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Meranti (Shorea sp) di Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun.
No Nama Lokal Jenis Famili Jumlah
Individu Pi (ni/N)
LnPi pi ln pi
1 Simarlembu – lembu Ischaemum Poaceae 2 0,003 -5,859 -0,017
2 Rumput Pagar Hibiscus rosa sinensis Malvaceae 1 0,001 -6,553 -0,009
3 - Pseudelephantopus spicatus Asteraceae 37 0,053 -2,942 -0,155
4 Sitara Huak Calanthe sylvatica Orchidaceae 5 0,007 -4,943 -0,035
5 Rumput palem Setaria megaphylla Poaceae 20 0,029 -3,557 -0,101
6 Paku Sarang Burung Asplenium nidus. L Aspleniaceae 2 0,003 -5,859 -0,017
7 Hae Hae Aglaonema modestum Araceae 7 0,010 -4,607 -0,046
8 Arsam Hutan Homalomena griffithi Araceae 63 0,090 -2,409 -0,217 9 - Pimelodendron griffithianum Euphorbiaceae 1 0,001 -6,553 -0,009
10 Akkirsak Rhododendron maximum Ericaceae 2 0,003 -5,859 -0,017
11 - Cybianthus sp Primulaceae 5 0,007 -4,943 -0,035
12 - Gaultheria shallon sp Ericaceae 1 0,001 -6,553 -0,009
13 Paku Tertutup Davallia denticulata Davalliaceae 151 0,215 -1,535 -0,331
14 Paku Davallia sp Davalliaceae 36 0,051 -2,969 -0,152
15 - Cyclopeltis crenata Athyriaceae 15 0,021 -3,844 -0,082
16 - Amydrium humile Araceae 136 0,194 -1,640 -0,318
17 Pahu Nephrolephis biserrata Dryopteridaceae 24 0,034 -3,374 -0,116 18 Pahu Nephrolephis hirsutula Dryopteridaceae 28 0,040 -3,220 -0,129
19 Pahu Nephrolepis sp Dryopteridaceae 37 0,053 -2,942 -0,155
20 - Tectaria angulata Aspidiaceae 3 0,004 -5,454 -0,023
21 - Caryota sp Arecaceae 2 0,003 -5,859 -0,017
22 Sanduduk Clidemia hirta Melastomataceae 26 0,037 -3,294 -0,122
23 - Chloranthus erectus Chloranthaceae 7 0,010 -4,607 -0,046
24 - Pronephrium triphyllum Thelypteridaceae 37 0,053 -2,942 -0,155
25 Aren Arenga pinnata Arecaceae 7 0,010 -4,607 -0,046
26 - Sanicula europaea Apiaceae 9 0,013 -4,355 -0,056
27 Rotan Calamus sp Arecaceae 11 0,016 -4,155 -0,065
28 - Phymatosorus scolopendria Polypodiaceae 3 0,004 -5,454 -0,023 29 Pandan Samak Pandanus tectorius Pandanaceae 1 0,001 -6,553 -0,009
30 - Amomum lappaceum Zingiberaceae 4 0,006 -5,166 -0,029
31 - Tectaria incisa, Cav Aspidiaceae 17 0,024 -3,719 -0,090
32 - Calanthe sp Orchidaceae 1 0,001 -6,553 -0,009
Total 701 1,000 42,878 -2,643
H' = 2,643
Nilai kriteria = Sedang
Nahdi (2014) menyatakan salah satu kondisi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan bawah antara lain cahaya matahari atau naungan. Keanekaragaman tumbuhan bawah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang terbentuk. Persebarannya secara tidak langsung dipengaruhi oleh interaksi antara vegetasi itu sendiri, suhu, kelembaban udara, fisik – kimia tanah.
Hal tersebut menimbulkan kondisi lingkungan yang menyebabkan hadir atau tidaknya suatu spesies dan tersebar dengan tingkat adaptasi yang beragam.
Mcllroy (1977) dalam Azwar (2013) juga menyatakan bahwa kelimpahan suatu jenis dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : persistensi (daya tahan), agresivitas (daya saing), kemampuan tumbuh kembali akibat manipulasi lahan, sifat tahan kering dan tahan dingin, penyebaran produksi musiman, kemampuan menghasilkan biji, kesuburan tanah, serta iklim terutama curah hujan dan distribusi hujan.
Soegianto (1994) dalam Maridi (2015) menjelaskan keanekaragaman spesies merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya.
Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas.
Keanekaragaman spesies juga dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen – komponennya.
Indeks Dominansi Jenis Tumbuhan Bawah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total indeks dominansi jenis
tumbuhan bawah yang diperoleh sebesar 0,0998. Nilai indeks dominansi ID < 0,50 menunjukkan bahwa dominansi jenis tumbuhan bawah di kawasan
Cagar Alam Martelu Purba adalah rendah, dapat dilihat pada Tabel 5.
Hal ini menunjukkan rendahnya indeks dominansi di kawasan Cagar Alam Martelu Purba disebabkan tidak adanya dominansi yang terpusat pada satu jenis tumbuhan bawah, namun dominansi dipusatkan pada beberapa jenis tumbuhan bawah dan menyebar merata di kawasan tersebut. Keadaan demikian menandakan bahwa ekosistem cukup stabil.
Menurut Sumitro (1985) dalam Baskara (2013) menyatakan bahwa makin stabil suatu ekosistem akan semakin banyak didapatkan keanekaragaman spesies, baik spesies yang umum maupun yang jarang dijumpai sebagai akibat penyesuaian terhadap keadaan lingkungannya. Sehingga pada lokasi penelitian ini dapat disimpulkan tidak terjadi perbedaan dominansi jenis tumbuhan bawah dan memiliki kemampuan adaptasi dan bertahan hidup yang relatif sama.
Tabel 5. Indeks Dominansi Jenis Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Meranti (Shorea sp) di Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun.
No Nama Lokal Jenis Famili Jumlah
Individu
Pi (ni/N) ID
1 Simarlembu - lembu Ischaemum Poaceae 2 0,003 0,0000090
2 Rumput Pagar Hibiscus rosa sinensis Malvaceae 1 0,001 0,0000020
3 - Pseudelephantopus spicatus Asteraceae 37
0,053 0,0027859
4 Sitara Huak Calanthe sylvatica Orchidaceae 5 0,007 0,0000490
5 Rumput palem Setaria megaphylla Poaceae 20 0,029 0,0007290
6 Paku Sarang Burung Asplenium nidus. L Aspleniaceae 2
0,003 0,0000090
7 Hae Hae Aglaonema modestum Araceae 7 0,010 0,0000810
8 Arsam Hutan Homalomena griffithi Araceae 63 0,090 0,0072250
9 - Pimelodendron griffithianum Euphorbiaceae 1
0,001 0,0000010
10 Akkirsak Rhododendron maximum Ericaceae 2
0,003 0,0000090
11 - Cybianthus sp Primulaceae 5 0,007 0,0000490
12 - Gaultheria shallon sp Ericaceae 1 0,001 0,0000020
13 Paku Tertutup Davallia denticulata Davalliaceae 151 0,215 0,0420250
14 Paku Davallia sp Davalliaceae 36 0,051 0,0024010
15 - Cyclopeltis crenata Athyriaceae 15 0,021 0,0004000
16 - Amydrium humile Araceae 136 0,194 0,0342250
17 Pahu Nephrolephis biserrata Dryopteridaceae 24 0,034 0,0010890 18 Pahu Nephrolephis hirsutula Dryopteridaceae 28 0,040 0,0014440
19 Pahu Nephrolepis sp Dryopteridaceae 37 0,053 0,0025000
20 - Tectaria angulata Aspidiaceae 3 0,004 0,0000160
21 - Caryota sp Arecaceae 2 0,003 0,0000090
22 Sanduduk Clidemia hirta Melastomataceae 26 0,037 0,0012250
23 - Chloranthus erectus Chloranthaceae 7 0,010 0,0000810
24 - Pronephrium triphyllum Thelypteridaceae 37 0,053 0,0025000
25 Aren Arenga pinnata Arecaceae 7 0,010 0,0000810
26 - Sanicula europaea Apiaceae 9 0,013 0,0001440
27 Rotan Calamus sp Arecaceae 11 0,016 0,0002250
28 - Phymatosorus scolopendria Polypodiaceae 3
0,004 0,0000160
29 Pandan Samak Pandanus tectorius Pandanaceae 1 0,001 0,0000010
30 - Amomum lappaceum Zingiberaceae 4 0,006 0,0000250
31 - Tectaria incisa, Cav Aspidiaceae 17
0,024 0,0005290
32 - Calanthe sp Orchidaceae 1 0,001 0,0000010
Total 701 1,000 0,0998880
Nilai Kriteria Rendah
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Cagar Alam Martelu Purba untuk mengetahui komposisi dan keanekaragaman jenis tumbuhan bawah pada tegakan meranti (Shorea sp) disimpulkan bahwa telah terjadi perubahan komposisi jenis tumbuhan bawah, keanekaragaman jenis tumbuhan bawah yang sedang dan dominansi yang rendah. Kondisi tersebut mengacu pada pernyataan Utomo (2006) menyatakan perubahan masyarakat tumbuhan tersebut dimulai dari tingkat pioneer sederhana sampai ke tingkat klimaks, dalam hal ini tumbuhan pioneer merubah habitatnya sendiri sehingga cocok bagi masuknya spesies baru, keadaan ini berlangsung terus hingga tingkat klimaks tercapai.
Hal ini menunjukkan bahwa sejalan dengan waktu terjadinya suksesi pada kawasan Cagar Alam Martelu Purba yang dimana dulunya kawasan ini awalnya merupakan hutan buatan hasil tanaman reboisasi. Keadaan habitat berubah secara perlahan – lahan yang menyebabkan perubahan komposisi dan struktur vegetasi yang tumbuh, termasuk vegetasi tumbuhan bawah pada tegakan meranti di kawasan tersebut. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tumbuhan bawah tumbuh menyebar, hampir menyeluruh baik dan ekosistem dalam keadaan cukup seimbang di kawasan Cagar Alam Martelu Purba. Jika dibandingkan dengan beberapa lokasi penelitian lain yang telah disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Keanekaragaman dan Dominansi Jenis Tumbuhan Bawah pada Beberapa Lokasi Penelitian.
Lokasi Jumlah Tumbuhan
Bawah
Keanekaragaman dan Dominansi
Sumber Pustaka
Cagar Alam Manggis Gadungan, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri
13 jenis dan 13
Famili Sedang Abrori, 2016
Hutan Lindung Jompi, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara
31 dan 18 Famili Tinggi Erna, 2017
Taman Nasional Gunung Leuser Sub Seksi Bukit Lawang
110 dan 47 Famili Tinggi Nirwani, 2010
Sistem Agroforestri Pekarangan dan Tegalan di
Perbukitan Menoreh, Kabupaten Kulon Progo
41 dan 8 Famili Pekarangan tinggi
dan tegalan rendah Wahyuono, 2016 RPH Kalirajut dan RPH
Baturraden 32 dan 19 Famili Sedang dan rendah Yani, 2017 Cagar Alam Martelu Purba,
Kabupaten Simalungun
33 Jenis dan 21 Famili
Sedang dan
Rendah Penelitian ini.
Penelitian Abrori (2016) menjelaskan bahwa keanekaragaman jenis tumbuhan bawah di kawasan Cagar Alam Manggis Gadungan sebanyak 13 jenis dan tergolong sedang. Faktor yang mempengaruhi seperti suhu, kelembaban, intensitas cahaya, keasaman tanah menyebabkan jenis tumbuhan bawah yang ada dibawahnya atau yang ternaungi menjadi sedikit.
Penelitian Erna (2017) menjelaskan bahwa keanekaragaman jenis tumbuhan bawah di hutan lindung Jompi sebanyak 31 jenis dan tergolong sangat tinggi, dikarenakan jenis-jenis tumbuhan bawah di Hutan Lindung Jompi ini memiliki kemampuan yang rendah dalam persaingannya dengan tumbuhan bawah jenis lain dalam hal kebutuhan cahaya, unsur hara dan faktor lainnya.
Penelitian Nirwani (2010) menjelaskan bahwa keanekaragaman jenis tumbuhan bawah di Taman Nasional Gunung Leuser Sub Seksi Bukit Lawang