Pengaruh Fee Based Income dan Giro Wajib Minimum terhadap Return On Assets Bank Umum Syariah di Indonesia
Tahun 2018-2022
Yenny Kornitasari
a,1,*, Qonitah Rifda Zahirah
b,2, Nailil Muna
b,3a,b,c Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Kota Malang, Indonesia
1 [email protected]*; 2[email protected]; 3[email protected]
* corresponding author
Abstract:
This study aims to analyze the effect between Fee Based Income and Statutory Reserves on Return on Assets of Islamic Commercial Banks in Indonesia in 2018-2022. The research method uses a quantitative approach.
The data source of this research uses secondary data obtained from the financial statements of Islamic Commercial Banks in Indonesia. The analysis technique uses panel data regression with cross-section on 9 Islamic commercial banks for the period 2018-2022. The results showed that Fee Based Income had a significant positive effect on ROA. While the Minimum Reserve Requirement has a negative and insignificant effect on ROA. This research is expected to make Fee Based Income and Statutory Reserves one of the alternative solutions to increase Return on Assets at Islamic Commercial Banks in Indonesia..
Keywords: Fee Based Income; Giro Wajib Minimum; Return on Assets; Perbankan Syariah Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara Fee Based Income dan Giro Wajib Minimum terhadap Return on Assets Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2018-2022. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif. Sumber data penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan Bank Umum Syariah di Indonesia. Teknik analisis menggunakan regresi data panel dengan cross-section pada 9 bank umum syariah periode tahun 2018-2022. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Fee Based Income berpengaruh positif signifikan terhadap ROA. Sedangkan Giro Wajib Minimum berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROA. Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan Fee Based Income dan Giro Wajib Minimum menjadi salah satu alternatif solusi untuk meningkatkan Return on Assets pada Bank Umum Syariah di Indonesia.
Kata Kunci: Fee Based Income; Giro Wajib Minimum; Return on Assets; Perbankan Syariah 1.Introduction
Peran bank dalam perekonomian negara-negara berkembang seperti Indonesia sangat penting dan strategis. Fungsinya yang meliputi menopang kekuatan dan kelancaran sistem pembayaran serta efektivitas kebijakan moneter menjadikan bank sebagai pusat perekonomian. Selain sebagai sumber dana, bank juga menjadi pelaksana transaksi pembayaran, penggerak kemajuan perdagangan nasional dan internasional, serta tempat untuk menabung. Tanpa peran bank sebagai perantara, globalisasi ekonomi tidak akan terjadi (Fahrial, 2018). Bank memainkan beberapa peran penting dalam pembangunan ekonomi. Akan tetapi, kemampuan bank untuk menghasilkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi bergantung pada kesehatan dan stabilitas sistem perbankan itu sendiri (Wijaya, 2018). Kondisi perbankan yang sehat, efisien, dan bermanfaat bagi perekonomian merupakan kunci keberhasilan dalam menopang pembangunan ekonomi. Oleh karena itu Bank perlu meningkatkan performa mereka agar menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Dengan keberhasilan bank dalam mencapai stabilitas keuangan, perekonomian suatu negara juga akan terbantu. Salah satu cara untuk mengevaluasi kinerja perbankan adalah dengan menganalisis tingkat profitabilitas yang mereka capai (Sari dan Setiawan, 2019).
Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba atau keuntungan dalam jangka waktu tertentu. Dalam konteks perbankan, profitabilitas merupakan indikator yang sangat penting dalam menilai kinerja bank. Profitabilitas bank dapat diukur dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menghitung return on assets (ROA) yang menunjukkan rasio antara laba bersih bank dan total aset bank. Profitabilitas yang baik sangat penting bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan bank, serta memberikan manfaat kepada para pemangku kepentingan seperti nasabah, pemegang saham, dan
Naskah diterima : 19-07-2023, di-review :24-09-2023, disetujui : 27-09-2023
pemerintah (Kasmir, 2016). Pentingnya Return on Assets (ROA) dapat diamati melalui keuntungan yang ditawarkan dalam mencerminkan efisiensi operasional sebuah bank. Semakin tinggi ROA, semakin besar tingkat profitabilitas yang diperoleh oleh bank tersebut, serta semakin baik kemampuan bank dalam memanfaatkan aset yang dimilikinya. ROA diukur berdasarkan total aset produktif yang mencakup penempatan investasi seperti Sertifikat Bank Indonesia, surat berharga pasar uang, saham perusahaan lain, call money atau money pasar, dan kredit yang diberikan. (Mufidah, et al., 2019).
Grafik 1. Persentase ROA Bank Umum Syariah
Tahun 2018-2022. Sumber: Laporan Keuangan Bank Umum Syariah
Berdasarkan Grafik 1, dapat terlihat pencapaian ROA bank umum syariah pada periode 2018 sampai dengan 2022. Secara keseluruhan tingkat ROA pada bank umum syariah fluktuatif dan cenderung kurang dari standar minimal ROA. ROA yang fluktuatif dan di bawah standar minimal dapat menunjukkan adanya masalah dalam kinerja keuangan bank tersebut. Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya pendapatan atau tingginya biaya operasional, yang mengakibatkan kinerja yang tidak memadai dalam menghasilkan keuntungan dari aset yang dimiliki. Bank merupakan sebuah organisasi yang berorientasi pada keuntungan. Untuk mendapatkan keuntungan bank harus meningkatkan pendapatan. Pendapatan yang diperoleh bank akan berpeluang untuk mendapatkan keuntungan dan secara otomatis akan mempengaruhi besarnya profitabilitas. Salah satu jenis pendapatan bank adalah Fee Based Income.
(Bintari, 2019)
Pendapatan berbasis biaya, atau pendapatan berbasis biaya, didefinisikan dalam PSAK No. 31 BAB I huruf A No. 03 sebagai pendapatan yang berasal dari pemasaran berbagai produk dan transaksi perbankan yang dikenakan biaya kepada nasabah sehubungan dengan penggunaan produk dan jasa bank yang mereka nikmati. Bank dapat menggunakan metode ini dalam praktiknya dengan melakukan investasi dalam aset produktif seperti pembiayaan dan surat-surat berharga, serta memberikan komitmen dan layanan lain yang termasuk dalam kategori "fee based operation" atau "off balance sheet activities". Selain itu, bank diharuskan untuk mengelola dana dan menjaga likuiditas dengan memenuhi kewajiban terhadap Bank Indonesia melalui Giro Wajib Minimum (GWM). GWM adalah kewajiban bagi setiap bank untuk menahan sebagian dari dana pihak ketiga yang mereka peroleh melalui rekening bank yang terhubung dengan Bank Indonesia. Giro Wajib Minimum ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai jumlah minimum dana yang harus dipertahankan oleh setiap bank, dan jumlah ini ditetapkan sebagai persentase dari total dana.
Persentase dana pihak ketiga yang harus dipelihara oleh bank dalam bentuk giro pada Bank Indonesia disebut Giro Wajib Minimum (GWM). Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa bank selalu memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan klien dan menjaga stabilitas sistem perbankan. Regulasi ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/15/PBI/2018 tentang Giro Wajib Minimum. Dengan mempertahankan likuiditas yang cukup, bank dapat meningkatkan kinerja keuangannya dan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan (Bank Indonesia).
Adapun penelitian terdahulu menurut Elvira (2020), dalam penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa GWM mempengaruhi ROA secara signifikan pada bank umum konvensional yang terdaftar di BEI dari tahun 2015 hingga 2018. Menurut Ross (2021) menyimpulkan bahwa GWM tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ROA. Menurut Rafiqi (2022) dan Dennis (2021) menyatakan bahwa Fee Based Income mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ROA. Menurut Fiqri (2020) dengan hasil penelitian Fee Based Income tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terdapat inkonsistensi hasil penelitian. Penelitian Elvira (2020) menemukan bahwa GWM mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap ROA, sementara penelitian Ross (2021) menemukan bahwa GWM tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ROA. Penelitian Rafiqi dan Dennis menemukan bahwa pendapatan
berdasarkan biaya berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA, sementara penelitian Fiqri (2020) menemukan bahwa pendapatan berdasarkan biaya berpengaruh tidak signifikan terhadap ROA. Dalam konteks persaingan yang ketat di industri perbankan saat ini, manajemen bank perlu menunjukkan tingkat inovasi dan kreativitas yang lebih tinggi dalam upaya menarik nasabah. Selain menjalankan kegiatan inti penghimpunan dan penyaluran dana, perbankan juga melibatkan berbagai layanan pendukung lainnya yang bertujuan untuk memperkuat dan mendukung proses tersebut. Dengan menyediakan beragam jenis layanan di dalam kegiatan operasionalnya, bank dapat memberikan keuntungan kepada nasabah dengan memungkinkan mereka untuk melakukan berbagai aktivitas perbankan di satu tempat. Hal ini merupakan strategi untuk meningkatkan tingkat profitabilitas dari perspektif Return on Assets (ROA) sebuah bank.
2. Literatur Review Kinerja Perbankan
Pengukuran kinerja keuangan bank disebut kinerja perbankan. Sistem kinerja perbankan dapat diukur dengan beberapa indikator, termasuk profitabilitas, likuiditas, kualitas aset, pertumbuhan kredit, dan rasio modal. Kemampuan bank untuk menghasilkan keuntungan dari operasinya ditunjukkan oleh likuiditas, yang menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban keuangan yang jatuh tempo.
Kualitas aset ditentukan oleh portofolio kredit bank dan kemampuan bank untuk mengelola risiko kredit.
Rasio modal mengukur kemampuan bank untuk mengambil risiko dan memenuhi kebutuhan modal minimum yang ditetapkan oleh regulator. Pertumbuhan kredit menunjukkan kemampuan bank untuk memberikan kredit kepada nasabah. Bank harus mengelola semua indikator ini dengan baik karena saling terkait dan memastikan kinerja keuangan yang baik (OJK, 2021).
Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kinerja perbankan Indonesia menunjukkan peningkatan yang positif meskipun di tengah pandemi Covid-19. Pada akhir tahun 2020, total aset perbankan mencapai Rp 8.907 triliun, naik 4,4% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kualitas aset perbankan juga terjaga dengan rasio NPL sebesar 3,0% atau turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 3,1%. Selain itu, pertumbuhan kredit perbankan juga mengalami peningkatan sebesar 3,04%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Rasio CAR perbankan juga mencapai 23,1% yang melebihi minimum yang ditetapkan OJK sebesar 18%. Meskipun demikian, OJK juga mengingatkan bahwa perbankan masih dihadapkan pada berbagai risiko seperti risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar.
Oleh karena itu, OJK tetap memantau dan mengambil langkah-langkah untuk memastikan stabilitas perbankan di Indonesia.
Return on Assets (ROA)
Salah satu rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur seberapa efektif suatu perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dari semua aset yang dimilikinya adalah return on assets (ROA). ROA menunjukkan seberapa besar laba bersih yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam mengelola asetnya, tanpa mempertimbangkan sumber pendanaan. Dalam penghitungannya, ROA dibagi antara laba bersih dengan total aset. Kinerja keuangan suatu perusahaan lebih baik dengan nilai ROA yang lebih tinggi (Pandey, I. M. 2020). Menurut Hery (2019: 106), Return On Assets (ROA) adalah sebuah rasio yang menggambarkan kontribusi aset dalam menghasilkan laba bersih. Sementara itu, menurut Kasmir (2016:
202), ROA adalah rasio yang mengindikasikan hasil yang diperoleh dari jumlah aset yang digunakan dalam perusahaan. ROA adalah perbandingan antara laba yang diperoleh dengan semua aset yang dimiliki. ROA adalah indikator atau alat untuk mengukur seberapa efektif dan efisien suatu bisnis dalam menghasilkan laba. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ROA adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur dan menunjukkan perbandingan antara laba sebelum pajak dan total aset bank. Rasio ini mencerminkan seberapa efektif bisnis mengelola asetnya.
Fee Based Income
Fee based income adalah pendapatan yang diperoleh oleh bank dari kegiatan selain kegiatan tradisional seperti pemberian pinjaman atau pengumpulan deposito, misalnya biaya administrasi, biaya penjaminan, biaya pengelolaan aset, biaya jasa konsultasi, dan lain-lain. Pendapatan dari fee based income memberikan kontribusi yang signifikan bagi pendapatan bank dan dapat membantu bank untuk mengurangi risiko yang terkait dengan kegiatan pemberian pinjaman dan pengumpulan deposito.
Menurut sebuah studi oleh Bank for International Settlements (BIS) pada tahun 2018, fee based income merupakan sumber pendapatan yang semakin penting bagi bank-bank di seluruh dunia, terutama dalam hal memperkuat keberlangsungan bisnis bank dan mengurangi ketergantungan pada pendapatan tradisional (Bank for International Settlements (BIS), 2018).
Meskipun fee based income memberikan kontribusi yang signifikan bagi pendapatan bank, namun terdapat beberapa risiko yang terkait dengan kegiatan fee based income. Risiko utama dari kegiatan fee based income adalah risiko reputasi yang terkait dengan perlakuan yang tidak tepat terhadap nasabah atau klien. Selain itu, risiko hukum dan risiko operasional juga dapat terjadi dalam kegiatan fee based income. Oleh karena itu, bank perlu memastikan bahwa kegiatan fee based income dijalankan dengan transparan, etis, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebuah studi oleh Ernst and Young pada tahun 2021 menekankan bahwa bank perlu memperhatikan tiga hal utama dalam mengelola kegiatan fee based income, yaitu manajemen risiko, pengaturan biaya, dan penerapan teknologi yang tepat (Ernst and Young, 2021).
Giro Wajib Minimum
Giro wajib minimum merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter yang digunakan oleh bank sentral untuk mengendalikan jumlah uang beredar di masyarakat. Dalam penerapannya, bank-bank diharuskan untuk menyimpan sejumlah dana dalam bentuk giro pada bank sentral, yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari jumlah dana nasabah yang disimpan pada bank tersebut. Penerapan giro wajib minimum ini bertujuan untuk mengendalikan inflasi, meningkatkan likuiditas sistem keuangan, dan menjaga stabilitas sistem keuangan. Namun, penerapan giro wajib minimum juga memiliki risiko, seperti penurunan profitabilitas bank dan peningkatan biaya operasional bank (Bank Indonesia, 2020). Sebuah studi oleh Bank Indonesia pada tahun 2020 menunjukkan bahwa penerapan giro wajib minimum telah memberikan efek yang positif terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia. Dalam studi tersebut, terlihat bahwa penerapan giro wajib minimum yang tepat dapat mengurangi risiko kredit dan meningkatkan likuiditas bank. Namun, terdapat beberapa risiko yang terkait dengan penerapan giro wajib minimum, seperti peningkatan biaya operasional bagi bank dan potensi terjadinya pembengkakan dana pihak ketiga yang tidak termonitor dengan baik. Oleh karena itu, perlu ada pengawasan dan regulasi yang ketat dalam penerapan giro wajib minimum.
Kerangka Penelitian
Kerangka pemikiran dibuat dengan skema agar seluruh penelitian ini dapat diketahui dengan jelas, dalam rangka mencari solusi terhadap masalah yang sedang diteliti. Adapun kerangka teoritis dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis 2023
Berdasarkan skema di atas, jelas bahwa produk perbankan syariah yang berbasis pajak memiliki pendapatan dari bagi hasil layanan perbankan. Pendapatan berdasarkan fee memiliki pengaruh terhadap return on assets (ROA). Jika pendapatan berdasarkan fee tinggi, maka ROA juga akan tinggi. Sebaliknya, jika pendapatan berdasarkan fee turun, maka ROA juga akan turun. Di sisi lain, kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) yang harus dipertahankan di Bank Indonesia berkorelasi positif dengan jumlah dana yang dikumpulkan dari pihak ketiga. Ini menunjukkan bahwa semakin banyak dana yang terkunci karena harus disimpan di Bank Indonesia, yang dapat berdampak negatif pada tingkat profitabilitas bank.
Dengan kata lain, semakin banyak dana yang menganggur, semakin rendah profitabilitas bank. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa GWM mempengaruhi Return on Assets (ROA) dengan negatif.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kinerja bank untuk mengukur profitabilitas yang telah dijelaskan sebelumnya, akan dijelaskan kedalam penelitian dimana peneliti membuat variabel independen. Terdapat dua variabel independen yang digunakan yaitu Fee Based Income sebagai X1, dan Giro Wajib Minimum sebagai X2.
Profitabilitas (ROA)
Giro Wajib
Minimum Fee Based
Income
Kedua variabel tersebut akan dilakukan uji signifikansi pengaruhnya terhadap variabel dependen yaitu Return On Asset (ROA).
Hubungan Fee Based Income dengan ROA
Dalam industri perbankan, pendapatan dapat berasal dari dua sumber: pendapatan dari hasil yang diterima oleh bank dan pendapatan berdasarkan biaya. Tingkat biaya berdasarkan pendapatan akan mempengaruhi Return on Assets (ROA) pada tingkat aset yang sama; semakin tinggi biaya berdasarkan pendapatan, semakin tinggi ROA. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa jika hubungan keduanya berjalan dengan baik dan keduanya memiliki tujuan untuk menghasilkan pendapatan bagi bank, ada pengaruh fee-based income terhadap ROA. Pendapatan yang didasarkan pada biaya terdiri dari provisi, komisi, biaya, pendapatan asing, dan pendapatan operasional lainnya. Bank akan mendapatkan imbalan atas layanan keuangan yang diberikan kepada klien jika pendapatan berdasarkan biaya dapat dipenuhi dengan baik. Hal ini juga didukung oleh penelitian Rafiqi (2022) yang menemukan bahwa Fee Based Income memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROA pada Bank Syariah Mandiri. Namun, hasilnya berbeda dari penelitian Dennis (2021), yang menemukan bahwa pembiayaan sewa dan pendapatan berdasarkan biaya tidak mempengaruhi ROA PT. Bank BNI Syariah dari 2013 hingga 2019.
Selain itu, penelitian Fiqri (2020) juga menemukan bahwa pendapatan berdasarkan biaya tidak mempengaruhi ROA.
H1: Fee Based Income (X1) berpengaruh positif signifikan terhadap Return on Assets (Y) Hubungan Giro Wajib Minimum dengan ROA
GWM memang diatur oleh Bank Indonesia untuk memastikan bahwa setiap bank memiliki likuiditas yang cukup untuk menyelesaikan kebutuhan nasabah dan menjaga stabilitas sistem perbankan.
Namun, GWM juga dapat mempengaruhi ROA karena bank harus menahan sebagian dari dana yang diterima dari pihak ketiga dalam bentuk GWM, sehingga dapat mempengaruhi ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk investasi dan menghasilkan laba. Jika bank tidak memiliki likuiditas yang cukup, maka bank mungkin akan terpaksa meminjam dana dengan biaya yang lebih tinggi atau menjual aset untuk memenuhi kebutuhan nasabah, yang dapat mengurangi ROA. Oleh karena itu, peningkatan GWM dapat menyebabkan penurunan ROA, dan sebaliknya, penurunan GWM dapat meningkatkan ROA. Hasil penelitian Elvira (2020) memperkuat kesimpulan tersebut yaitu antara tahun 2015 dan 2018, DPK dan GWM berpengaruh secara signifikan terhadap ROA pada bank umum konvensional yang terdaftar di BEI.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ross (2021) meneliti dengan hasil penelitian tersebut adalah GWM tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ROA.
H2: Giro Wajib Minimum (X2) berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap Return on Asset (Y) 3. Method
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif akan digunakan untuk mendeskripsikan, meneliti, dan menjelaskan fenomena yang diamati tanpa melakukan manipulasi variabel. Data yang terkumpul akan dianalisis secara deskriptif menggunakan angka-angka, dan dari analisis tersebut akan diambil kesimpulan mengenai fenomena yang diamati. Data sekunder digunakan dari laporan keuangan bank umum syariah di Indonesia. Dalam penelitian ini, data yang digunakan berasal dari laporan keuangan triwulan 9 bank umum syariah yang telah diaudit selama lima tahun, dari tahun 2018 hingga 2022. Penelitian ini menggunakan seluruh laporan keuangan triwulan yang dimiliki oleh 9 Bank Umum Syariah di Indonesia, yang telah diaudit oleh auditor independen, sebagai populasi penelitian. Dalam penelitian ini, sampel dipilih sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh peneliti. Penelitian ini memilih Bank Umum Syariah yang menerbitkan laporan keuangan dan rasio keuangan secara konsisten selama periode tahun 2018–2022.
Penelitian ini menggunakan tiga model data panel umum: Common Effect, Fixed Effect, dan Random Effect. Analisis regresi data panel dilakukan dengan aplikasi STATA (Rosadi, 2017).
Uji Chow.
Metode statistik yang digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara dua model regresi. Uji ini sering digunakan dalam analisis regresi untuk membandingkan keefektifan dua model yang mungkin memiliki variabel prediktor yang berbeda atau kombinasi variabel yang berbeda. Uji Chow membandingkan Common Effect dengan Fixed Effet, pada Uji Chow H0 adalah Common effect dan H1 adalah Fixed Effect, apabila hasil analisis signifikan maka H1 lah yang dipakai
Uji Hausman
Metode statistik yang digunakan untuk membandingkan estimasi parameter dari dua model regresi yang diestimasikan dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Squares). Uji ini bertujuan untuk menentukan apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara dua estimasi parameter tersebut. Uji Hausman membanding Fixed Effect dengan Random Effect, apabila di Uji Chow hasil yang digunakan adalah Fixed Effect maka perlu dilakukan Uji Hausman ini. Pada Uji Hausman H0 merupakan Random Effect dan H1 adalah Fixed Effect.
Uji Asumsi Klasik
Selanjutnya adalah uji asumsi dasar klasik untuk menguji kelayakan model regresi dan mengurangi bias data melalui uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, uji autokolerasi. Terakhir adalah pengujian statistik yang memuat Uji T statistik, Uji F statistik, Koefisien Determinasi (R^2).
Secara matematis, model regresi data panel dapat dituliskan sebagai : Yi = α + β1 X1i + β2 X2i + ei
Maka dari itu untuk menguji hipotesis penelitian, maka metode regresi penelitian pada model ini dinyatakan sebagai berikut :
ROAi = α + β1 FBI1i + β2 GWM2i + ei
Keterangan:
β1, β2 = Koefisien Regresi α = Konstanta
ROA = Return on Assets (%)
FBI = Fee Based Income (juta rupiah) GWM = Giro Wajib Minimum (%) 4. Results
Analisis Deskriptif
Tabel 2. Statistik Deskriptif
Sumber: Output STATA
BTPN Syariah mencapai nilai ROA tertinggi sebesar 15,19% pada kuartal II tahun 2020. Sementara itu, Bank Muamalat memiliki nilai ROA terendah sebesar 0,02% pada tahun 2019 dan 2021. Dalam hal Fee Based Income, Bank Muamalat mencatatkan nilai tertinggi sebesar Rp 880.096.000 pada kuartal III tahun 2022, sedangkan BPD NTB Syariah memiliki Fee Based Income terendah sebesar Rp 973.000 pada kuartal III dan IV tahun 2018. Bank BNI Syariah mencapai nilai GWM tertinggi sebesar 11,88% pada kuartal IV tahun 2022, sedangkan Bank BRI Syariah memiliki GWM terendah sebesar 12,13% pada kuartal IV tahun 2020.
Pemilihan Panel Data Regression
Ada beberapa model yang dapat menyimpulkan data penelitian dengan baik. Model Panel Data Regression yaitu CEM, FEM dan REM.
Uji Chow (Common Effect Model vs Fixed Effect Model)
Tabel 3. Uji Chow
Sumber: Output STATA
Hasil menunjukkan bahwa nilai probabilitasnya adalah 0,0000. Nilai probabilitas ini kurang dari 0,05 karena FEM adalah model yang dipilih.
Uji Hausman (Fixed Effect Model vs Random Effect Model) Tabel 4. Uji Hausman
Sumber: Output STATA
Hasil menunjukkan bahwa nilai probabilitasnya 0,4584, yang lebih tinggi dari 0,05, menunjukkan bahwa FEM tidak dapat digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikian, model yang tepat adalah REM.
Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas
Peneliti menggunakan Skewness/Kurtosis test untuk menguji apakah data berdistribusi normal.
Pada Skewness/Kurtois, data dinyatakan berdistribusi normal apabila nilai P Value (Prob>chi2) > 0.05 Tabel 5. Uji Normalitas
Sumber: Output STATA
Nilai P Value (Prob>chi2) dari seluruh variabel tersebut lebih dari 0.05, maka dinyatakan seluruh data berdistribusi normal.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolineritas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan diantara dua atau lebih variabel independent dalam model regresi.
Tabel 6. Uji Multikolinearitas
Sumber: Output STATA
Nilai VIF diketahui kurang dari 10, yaitu 1.01 maka tidak mengindikasikan adanya multikolinearitas
Uji Heteroskedastisitas dan Autokorelasi
Karena metode GLS membantu menyembuhkan gejala heteroskedastisitas, uji heteroskedastisitas dan autokorelasi pada model efek acak tidak perlu dilakukan. Dengan demikian, model REM dianggap tidak memiliki gejala heteroskedastisitas. Penelitian Melati dan Suryowati (2018) mendukung gagasan ini dengan menyatakan bahwa metode estimasi Generalized Least Square (GLS) dapat mengalahkan autokorelasi dan heteroskedastisitas. Peneliti ingin menguji aplikasi Stata untuk mendukung teori tersebut.
Tabel 7. Uji Heteroskedastisitas dan Autokorelasi
Sumber: Output STATA
Diketahui dari tabel tersebut bahwa tidak terdapat autokorelasi pada model regresi, dan hubungan variabel tidak terjadi gejala atau masalah heteroskedastisitas, atau dapat juga disebut bahwa model refresi ini bersifat homoskedastisitas.
Model Regresi Data Panel
Berdasarkan hasil pengujian dalam dalam pemilihan model, maka model yang digunakan dalam regresi ini adalan Random Effect Model
Tabel 8. Random Effect Model
Sumber: Output STATA
Sesuai pendekatan REM, maka regresinya:
ROA = 1.476574 + 0.7586429FBI - 0.0505934GWM Dari persamaan tersebut, dapat dijelaskan mengenai variabel penelitian:
a. Konstanta dalam penelitian ini memiliki nilai 1.476574. Ini berarti jika Fee Based Income (FBI) dan Giro Wajib Minimum (GWM) dianggap sama atau konstan, maka nilai Return on Assets (ROA) akan menjadi 1.476574. Konstanta ini memiliki nilai positif.
b. Koefisien regresi untuk variabel Fee Based Income (FBI) adalah 0.7586429. Ini berarti jika nilai FBI mengalami peningkatan sebesar 1, dengan Giro Wajib Minimum (GWM) tetap, maka Return on Assets (ROA) akan meningkat sebesar 0.7586429. Temuan ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara FBI dan ROA, yang berarti bahwa semakin tinggi nilai FBI, maka ROA akan cenderung meningkat.
c. Koefisien regresi untuk variabel Giro Wajib Minimum (GWM) adalah -0.0505934. Ini berarti jika GWM mengalami peningkatan sebesar 1% dan Fee Based Income (FBI) tetap, maka Return on Assets (ROA) akan menurun sebesar 0.0505934. Temuan ini mengindikasikan bahwa terdapat hubungan negatif antara GWM dan ROA, yang berarti semakin tinggi nilai GWM, maka ROA cenderung menurun.
Uji Hipotesis Uji-t
Hipotesis pertama
Hipotesis kesatu (H1) menyatakan bahwa Fee Based Income berpengaruh positif signifikan terhadap Return on Assets. Dari hasil pengujian menunjukkan koefisien yang positif dan nilai sig. nya kurang dari 0,05 yaitu 0,004 artinya H1 diterima dan H0 ditolak.
Hipotesis kedua
Hipotesis kedua (H2) menyatakan bahwa Giro Wajib Minimum berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap Return on Assets. Dari hasil pengujian menunjukkan koefisien yang negatif dan nilai sig. nya lebih dari 0,05 yaitu 0,415 artinya H2 diterima dan H0 ditolak.
Uji Simultan (Uji-f)
Nilai probabilitas sebesar 0,0101 < 0,05 (signifikan), maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan yaitu Fee Based Income dan Giro Wajib Minimum berpengaruh signifikan secara simultan terhadap variabel dependen yaitu Return on Assets.
Nilai R-squared = 0.0103. Hal ini berarti variabel independen yang terdiri dari Fee Based Income dan Giro Wajib Minimum mampu menjelaskan model sebesar 1,03%. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 98,97%
dipengaruhi oleh variabel lain di luar model.
Pengaruh Fee Based Income terhadap ROA
Berdasarkan hasil uji-t pada penelitian ini, menunjukkan koefisien yang positif dan nilai signifikansi 0,004 < 0,05. Hal tersebut memiliki arti bahwa Fee Based Income mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan yang diperoleh dari layanan berbasis fee, seperti biaya transaksi atau biaya administrasi, berkontribusi secara signifikan terhadap profitabilitas Bank Syariah. Berdasarkan hasil penelitian Fee Based Income bisa mempengaruhi ROA pada arah yang positif yang berarti bahwa setiap peningkatan Fee Based Income akan terjadi juga pada ROA. Dari hasil regresi menunjukkan bahwa Fee Based Income berbanding lurus dengan ROA yang berarti bahwa jika Fee Based Income mengalami kenaikan, maka akan berpotensi meningkatkan kinerja Return On Asset. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Brilianti (2022) bahwa bank syariah perlu meningkatkan aktivitas penerimaan jasa-jasa perbankan untuk menjaga tingkat kesehatan bank dan meningkatkan profitabilitas. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian (Laely, 2020) bahwa Fee Based Income tidak berpengaruh terhadap Return On Asset. Hal ini dapat terjadi karena bank syariah lebih menekankan pendapatan yang dihasilkan dari bagi hasil dan margin keuntungan.
Pengaruh Giro Wajib Minimum terhadap ROA
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Giro Wajib Minimum berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap ROA dengan hasil pengujian yang menunjukkan koefisien negatif dan nilai signifikan 0,05 < 0,415. Jika GWM yang harus dipenuhi oleh bank relatif tinggi, hal ini dapat mengurangi likuiditas bank dan berpotensi menghambat kemampuan bank untuk menghasilkan profitabilitas yang tinggi.
Ketika likuiditas bank berubah maka pendapatan bank juga akan berubah, semakin tinggi GWM akan menyebabkan keterbatasan kegiatan perbankan dalam menyalurkan dananya, karena hal tersebut mengakibatkan penurunan terhadap profitabilitas bank, (Purnamasari 2021). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian (Hidayah, 2022) bahwa GWM yang tinggi mengakibatkan dana yang tidak bisa dipakai oleh bank untuk dimanfaatkan sebagai penyaluran pembiayaan juga banyak, sehingga bank kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan.
5. Conclusion
Berdasarakan penelitian dan pemaparan sebelumnya, telah diketahui bahwa pendapatan berbasis fee memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Return On Asset (ROA) bank Syariah.
Oleh karena itu, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh dari layanan berbasis fee, seperti biaya transaksi atau biaya administrasi, berkontribusi pada peningkatan profitabilitas bank yang diukur dengan Return On Asset (ROA). Karena bank tidak dapat menggunakan dana yang disimpan dalam bentuk Giro Wajib Minimum (GWM) sebagai persyaratan likuiditas, Giro Wajib Minimum (GWM) tidak mempengaruhi Return On Asset (ROA) untuk variabel kedua. Akibatnya, adanya GWM membatasi kemampuan bank untuk menyalurkan dana, dan pada akhirnya bank tidak dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal.
Adapun saran dari penelitian ini adalah bank dapat melakukan antisipasi apabila terjadi perubahan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan mempertahankan pendapatan yang menghasilkan profitabilitas. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menghimpun dana lebih banyak dan selanjutnya disalurkan sebagai kredit yang tepat, dan meminimalisir risiko kredit tersebut. Dengan demikian bank dapat mempertahankan tingkat profitabilitas saat terjadi perubahan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Oleh karena itu, peningkatan kedua komponen ini harus diiringi dengan peningkatan kinerja bank, terutama dalam hal meningkatkan kapasitas bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi.
References