PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN CABAI PADA SISTEM BUDIDAYA YANG
MENGGUNAKAN MULSA ALANG-ALANG DENGAN PENGAIRAN SEPARUH DAERAH AKAR
Effect of various types of organic materials on growth of chilli in cultivation systems using mulch of imperata with partial root zone irrigation
DANIEL NATANAEL MANULLANG1), ANDI BAHRUN1*), ABDUL MADIKI1), LA ODE SAFUAN1), WAODE SITI ANIMA HISEIN2) dan TRESJIA CORINA RAKIAN1)
1)Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo
2)Jurusan Proteksi Tanaman Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo
*Penulis Korespondensi, E-mail: [email protected]
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of various types of organic matter on the growth of chili plants in a cultivation system using alang-alang mulch with half the root area irrigating. This research was conducted from August to November 2020 in Kambu, Kendari City. The study was arranged based on a Randomized Block Design (RAK) consisting of 4 treatments, namely without organic matter (B0), 10 t ha-1 cow dung + alang-alang mulch (B1), 10 t ha-1 rice husk biochar + alang-alang mulch (B2) and 10 t ha-1 biochar of cocoa pods + reed mulch (B3). The treatment was repeated 4 times. The results showed that the effect of organic matter significantly affected plant height, base weight, dry weight, number of leaves, leaf area, soil moisture and soil temperature. The best treatment was obtained in cow manure treatment with a percentage increase in the percentage increase. plant height 28 DAP and 42 DAP were 89.6% and 100.4%, respectively.
Keywords: biochar; Capsicum annum L;. organic materials.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai jenis bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman cabai pada sistem budidaya menggunakan mulsa alang-alang dengan pengairan separuh daerah akar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga November 2020 di Kambu, Kota Kendari. Penelitian disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri dari 4 perlakuan yaitu tanpa bahan organik (B0), 10 t ha-1 kotoran sapi + mulsa alang-alang (B1), 10 t ha-1 biochar sekam padi + mulsa alang-alang (B2) dan 10 t ha-1 biochar kulit buah kakao + mulsa alang-alang (B3). Perlakuan tersebut diulang sebanyak 4 kali.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh bahan organik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, berat basa, berat kering jumlah daun, luas daun, kelembaban tanah dan suhu tanah.Perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan pupuk kandang sapi dengan presentase peningkatan presentase peningkatan tinggi tanaman 28 HST dan 42 HST sebesar 89,6 % dan 100,4 %..
Kata Kunci: bahan organic; biochar; Capsicum annum L.
Sitasi: Manullang, D.N., Bahrun, A., Madiki, A., Safuan, L.O., Hisein, W.S.A., & Rakian, T.C. (2023). Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Organik Terhadap Pertumbuhan Cabai pada Sistem Budidaya yang Menggunakan Mulsa Alang-alang dengan Pengairan Separuh Daerah Akar. Berkala Ilmu-Ilmu Pertanian - Journal of Agricultural Sciences, 3(2), 94-102.
PENDAHULUAN
Tanaman cabai (Capsicium annuum L.) adalah tanaman yang sering di budidayakan di Indonesia karena tanaman cabai memiliki kandungan gizi dan nilai ekonomis yang tinggi, memiliki kandungan gizi yang tinggi dan pada umumnya masyarakat di Indonesia menggemari buah cabai untuk dikonsumsi.
Produktivitas cabai di Sulawesi Tenggara pada tahun 2018 yaitu mencapai 3,20 ton/ha (BPS Sultra, 2018) dan pada tahun 2019 produktivitasnya menurun hingga mencapai 2,77 ton/ha (BPS Sultra, 2019), hal ini selain disebabkan oleh kondisi iklim kering lahan kering juga karena pengaruh kondisi kesuburan tanah yang rendah.
Rendahnya produktivitas tanaman cabai di Sulawesi Tenggara disebabkan karena tanaman cabai pada umumnya ditanam pada lahan kering yang beriklim rendah sehingga tanaman mengalami kekurangan air akibat evaporasi atau penguapan yang tinggi. Kendala lain budidaya cabai di Sulawesi Tenggara adalah tingkat kesuburan tanah rendah karena tanahnya tergolong jenis tanah ultisol seperti pH rendah, kelarutan unsur hara mikro yang tinggi seperti AL, Fe dan Mn yang dapat meracuni tanaman, sedangkan kandungan unsur hara makro seperti N, P, K rendah, kapasitas tukar kation (KTK) rendah, kandungan hara dan bahan organik rendah dan tanah peka terhadap erosi (Erawan et all., 2013).
Biochar adalah bahan padat yang didapatkan dari hasil karbonasi yang diikuti dengan pemberiketan maka kebutuhan ruang yang semakin kecil akan mengakibatkan pembakaran menghasilkan asap yang sedikit, nilai kalornya tinggi dan pada kondisi yang lembab menjadi stabil (Surono, 2010). Biochar kulit kakao merupakan bahan organik yang bermanfaat untuk meningkatkan kadar air dan hara dalam tanah, juga dapat memperbaiki kondisi tanah yang dapat meningkatkan produksi tanaman terutama pada tanah-tanah yang kurang subur (Shalsabila et al., 2017).
Menurut Nurida et all. (2008), dalam Shalsabila et al. (2017), menyatakan bahwa pada biochar kulit kakao memiliki kandungan C-Organik total
> 35% - 55,1 %, sehingga dapat memperbaiki kualitas tanahnya. Pengaplikasian biochar sekam padi dapat meningkatkan kandungan C- Organik serta diikuti dengan meningkatnya presentase ruang pori total pada tanah (Widyantika & Sugeng, 2019).
Pupuk kandang merupakan pupuk organik
dan kalium 2,09%. Seperti halnya pupuk kandang sapi yang memiliki serat sangat tinggi seperti selulosa, bermanfaat untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, menjamin kondisi tanah tetap sehat dan aktivifitas tanah meningkat. Kondisi ini secara tidak langsung menggambarkan bahwa ketika suatu organisme menekan perkembangan organisme lain, maka organisme tersebut tidak bisa menggangu pertumbuhan tanaman (Prasetya, 2014). Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai jenis bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman cabai (Capsicium annuum L.) pada sistem budidaya yang menggunakan mulsa alang-alang dengan pengairan separuh daerah akar.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai November 2020 di Kelurahan Kambu Kecamatan Kambu Kota Kendari Sulawesi Tenggara pada ketinggian 25 m dpl 4o 0’ 56’’ LS dan 122o 3’ 37’’ BT. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi benih cabai keriting varietas Lado F1, limbah kulit buah kakao, sekam padi, pupuk kandang sapi, urea, SP-36, NPK 15:15:15, mulsa alang- alang kering dan batang bambu. Alat yang digunakan meliputi sabit, parang, pacul, palu, gembor, gunting, soil survey instrument, timbangan, penakar curah hujan (rain gauge dan termometer lingkungan), timbangan analitik, ayakan, kamera dan alat tulis menulis.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal yang terdiri atas 4 perlakuan. Perlakuan yang dicobakan yaitu Tanpa Bahan Organik sebagai kontrol (B0), Pupuk Kandang Sapi + Mulsa alang-alang (B1), Biochar Sekam Padi + Mulsa alang-alang (B2), Biochar Kulit Kakao + Mulsa alang-alang (B3).
Perlakuan masing-masing diulang sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 16 unit percobaan.
Persiapan biochar diawali dengan mengumpulkan kulit kakao dan sekam padi terlebih dahulu kemudian dikeringkan dibawah terik matahari sampai kulit kakao mengering.
Pembuatan biochar akan dilakukan dengan menggunakan pirolisator sederhana berbentuk vertikal, terbuat dari drum yang memiliki penutup berbentuk kerucut dan memiliki corong tempat keluar uap/asap hasil pembakaran pirolisis. Apabila kulit kakao dan sekam padi sudah terbakar menjadi arang/biochar, selanjutnya biochar langsung dipercikkan air
pembakaran sempurna.Selanjutnya biochar dikeluarkan, dikering anginkan, kemudian ditumbuk dan diayak menggunakan ayakan 2 mm. Biochar hasil ayakan siap untuk diaplikasikan ke petakan percobaan sesuai perlakuan yang dicobakan (Bahrun et al. 2018).
Bahan pupuk kandang menggunakan kotoran sapi yang telah kering di dalam kandang peternakan dan diayak dengan menggunakan ayakan 2 mm. Bahan mulsa diambil alang-alang pada areal sekitar penelitian dan dikeringkan selama 14 hari serta alang-alang dipotong-potong dengan ukuran 20 cm.
Persiapan lahan diawali dengan membersihkan lahan dari gulma, serasah atau sisa-sisa tanaman. Selanjutnya, pengolahan tanah dilakukan sebanyak 2 kali yaitu untuk pengolahan tanah pertama dilakukan untuk membalikan tanah dengan menggunakan pacul. Setelah itu, dilakukan pengolahan tanah kedua yaitu penggemburan yang dilakukan sampai tidak ada lagi gumpalan tanah kemudian membuat bedengan dan dirapikan dengan ukuran 4 m x 1,2 m sebanyak 4 petak untuk setiap kelompok atau 16 petak untuk 4 kelompok. Tinggi bedengan adalah 20 cm dan jarak antar petakan dalam kelompok adalah 30 cm dan jarak antar kelompok adalah 50 cm.
Sebelum tanaman cabai keriting ditanam terlebih dahulu dibuat persemaian. Media persemaian terdiri dari tanah dan pupuk kandang kotoran sapi dengan perbandingan 1:1 yang telah diayak menggunakan saringan dengan diameter 2 mm sehingga membentuk butiran halus. Sebelum disemai, benih terlebih dahulu direndam pada air hangat dengan suhu 300 C selama 24 jam. Selama masa pembibitan dilakukan penyiraman pada pagi dan sore hari.
Setelah bibit mempunyai empat helai daun atau berumur 3 minggu setelah tanaman (MST), bibit dipindahkan ke lahan percobaan.
Biochar sekam padi dan biochar kulit kakao serta pupuk kandang sapi diaplikasikan 1 minggu sebelum tanam dengan cara disebar diatas permukaan petakan percobaan sesuai dosis yang dicobakan dan kemudian diaduk agar bercampur dengan tanah.
Pemupukan dilakukan sebanyak 3 kali.
Aplikasi pupuk SP-36 dilakukan pada saat 1 minggu sebelum tanam dengan dosis pupuk 250 kg/ha. Pupuk urea dan NPK diberikan dengan cara tugal yaitu 10 cm jaraknya dari tanaman. Pupuk urea 100 kg/ha dan dosis NPK 250 kg/ha diaplikasikan 2 kali yaitu masing- masing menggunakan separuh dosis pada saat
2 MST sedangkan separuh dosisnya lagi diaplikasikan pada saat 4 MST. Penanaman diawali dengan pembuatan lubang tanam dengan kedalaman 2 cm. Jarak tanam yang di gunakan adalah 60 cm x 40 cm. Setiap lubang tanam ditanami 1 bibit cabai sehingga pada setiap petakan diperoleh 18 tanaman per petak percobaan.
Aplikasi mulsa alang-alang 5 t/ha untuk semua perlakuan kecuali kontrol dan dilakukan pada saat 7 HST. Mulsa diletakkan di atas permukaan petakan percobaan secara merata dengan arah yang seragam. Pemeliharaan meliputi penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang tidak tumbuh (mati) dan tanaman yang tumbuhnya kurang baik.
Penyulaman dilakukan satu minggu setelah penanaman. Perempelan dilakukan dengan cara memotong/menghilangkan tunas (tunas air) yang muncul pada batang.
Perempelan dilakukan pada saat tanaman cabai sudah muncul tunas (tunas air), dilakukan setiap 2 minggu sekali sebanyak 3 kali kecuali petakan percobaan sebagai kontrol tidak diberi pupuk urea dan NPK. Pemasangan ajir dilakukan pada saat 14 HST dengan cara menancapkan bambu yang sudah disediakan dengan ukuran 50 cm x 2 cm.
Pengairan pada 3 minggu pertama dilakukan dengan penyiraman pada seluruh daerah akar dengan volume 20 liter per petak percobaan dan setelah 3 MST dilakukan penyiraman separuh daerah akar ketika tidak turun hujan (Bahrun et al., 2012). Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma secara langsung yang tumbuh pada sekitar tanaman.
Variabel pengamatan meliputi suhu tanah, kadar air tanah, tinggi tanaman, luas daun total, jumlah daun dan biomassa tajuk. Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan Anova. Apabila F hitung perlakuan lebih besar dari F tabel, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Suhu tanah. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT suhu tanah pada Tabel 1. suhu tanah tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa bahan organik (B0) yaitu 32,140 C, berbeda nyata dengan perlakuan pupuk kandang sapi (B1), biochar sekam padi (B2) dan biochar kulit kakao (B3) yaitu masing-masing sebesar 30,25 0C, 30,04
0C dan 30,23 0C.
Tabel 1. Rata-rata suhu tanaman cabai yang diberi perlakuan berbagai jenis bahan organik Perlakuan Suhu tanah (0C) BNT (0.05)
Tanpa Bahan Organik (B0) 32,14a
0,48 Pupuk Kandang Sapi (B1) 30,25b
Biochar Sekam Padi (B2) 30,04b Biochar Kulit Kakao (B3) 30,23b
Keterangan : Angka yang diikuiti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%
Kadar air tanah. Hasil uji lanjut BNT rata-rata kadar air daerah tanah basah dan daerah tanah kering disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT pada Tabel 2, tertinggi
terdapat pada perlakuan biochar kulit kakao + mulsa (B3) berbeda nyata dengan perlakuan tanpa bahan organik (B0) yaitu Namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan biochar sekam padi + mulsa (B2) dan pupuk kandang sapi + mulsa (B1).
Tabel 2. Rata-rata kadar air tanah daerah akar kering dan daerah akar basah tanaman cabai yang diberi perlakuan berbagai jenis bahan organik
Perlakuan Kadar air tanah daerah akar kering
Kadar air tanah daerah akar basah
B0 (Kontrol) 6,02 b 8,06 b
B1 (Pupuk Kandang Sapi + Mulsa) 11,48 a 12,70 a
B2 (Biochar Sekam Padi + Mulsa) 12,27 a 13,39 a
B3 (Biochar Kulit Kakao + Mulsa) 12,56 a 13,56 a
Keterangan : Angka yang diikuiti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Tinggi tanaman. Hasil uji lanjut BNT tinggi tanaman cabai pada 28 HST dan 42 HST disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT tinggi tanaman pada Tabel 3, menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman pada umur 28 HST.Tinggi tanaman cabai tertinggi diperoleh pada perlakuan pupuk kandang sapi + mulsa (B1) yaitu 40,97 cm berbeda nyata dengan perlakuan biochar sekam padi + mulsa (B2) yaitu 29,34 cm,
biochar kulit kakao + mulsa (B3) yaitu 31,93 cm dan tanpa bahan organik (B0) yaitu 21,13 cm.
Kemudian, pada umur 42 HST, tanaman cabai tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk kandang sapi + mulsa (B1) yaitu 67,21 cm berbeda nyata dengan perlakuan biochar sekam padi+ mulsa (B2) yaitu 56,88 cm, biochar kulit kakao+ mulsa (B3) yaitu 59,73 cm dan tanpa bahan organik (B0) yaitu 33,53 cm.
Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman cabai yang diberi perlakuan berbagai jenis bahan organik
Perlakuan Tinggi tanaman (cm)
B0 (Kontrol) 33,53 c
B1 (Pupuk Kandang Sapi + Mulsa) 67,21 a
B2 (Biochar Sekam Padi + Mulsa) 56,88 b
B3 (Biochar Kulit Kakao + Mulsa ) 59,73 b
Keterangan : Angka yang diikuiti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Berat kering tanaman. Hasil uji BNT rata-rata berat kering tanaman cabai disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT biomassa tajuk tanaman pada Tabel 4, menunjukkan bahwa rata-rata berat kering
tanaman cabai tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk kandang sapi + mulsa (B1) yaitu 13,51. Berbeda nyata terhadap perlakuan tanpa bahan organik (B0), namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan biochar kulit kakao + mulsa (B3) dan biochar sekam padi + mulsa
Tabel 4. Rata-rata berat kering tanaman cabai yang diberi perlakuan berbagai jenis bahan organik
Perlakuan Berat kering (g)
B0 (Kontrol) 1,42 b
B1 (Pupuk Kandang Sapi + Mulsa) 13,51 a
B2 (Biochar Sekam Padi + Mulsa) 10,38 a
B3 (Biochar Kulit Kakao + Mulsa) 10,70 a
Keterangan : Angka yang diikuiti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Berat basah tanaman. Hasil uji BNT rata-rata berat basah tanaman cabai disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT biomassa tajuk tanaman pada Tabel 5, menunjukkan bahwa rata-rata berat basah
tanaman cabai tertinggi terdapat pada perlakuan kandang sapi + mulsa (B1) yaitu 97,90, berbeda nyata terhadap tanpa bahan organik (B0), namun berbeda tidak nyata terhadap biochar kulit kakao + mulsa (B3) dan biochar sekam padi + mulsa (B2)
Tabel 5. Rata-rata berat basah tanaman cabai yang diberi perlakuan berbagai jenis bahan organik
Perlakuan Berat basah (g)
B0 (Kontrol) 8,35 b
B1 (Pupuk Kandang Sapi + Mulsa) 97,90 a
B2 (Biochar Sekam Padi + Mulsa) 76,73 a
B3 (Biochar Kulit Kakao + Mulsa) 83,05 a
Keterangan: Angka yang diikuiti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Jumlah daun. Hasil uji BNT rata-rata jumlah daun tanaman cabai pada 28 HST dan 42 HST disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT jumlah daun tanaman pada Tabel 6, rata-rata tertinggi terdapat Jumlah daun tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk kandang sapi + mulsa (B1) yaitu 26,50 helai berbeda nyata dengan perlakuan biochar kulit kakao + mulsa (B3) dan tanpa bahan
organik (B0) Namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan biochar sekam padi + mulsa (B2). Kemudian pada umur 42HST jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk kandang sapi + mulsa (B1) yaitu 67,33 helai berbeda nyata dengan perlakuan biochar sekam padi + mulsa (B2) biochar kulit kakao (B3) yaitu helai dan tanpa bahan organik (B0).
Tabel 6. Rata-rata jumlah buah tanaman cabai yang diberi perlakuan berbagai jenis bahan organik
Perlakuan Jumlah Buah
B0 (Kontrol ) 18,33 c
B1 (Pupuk Kandang Sapi+ Mulsa ) 67,33 a
B2 (Biochar Sekam Padi + Mulsa ) 51,00 b
B3 (Biochar Kulit Kakao + Mulsa) 48,32 b
Keterangan: Angka yang diikuiti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%
Luas daun. Hasil uji BNT rata-rata luas daun tanaman cabai pada 28 HST dan 42 HST disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT luas daun tanaman pada Tabel 7, rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk kandang sapi+mulsa (B1) yaitu 13,70
cm2 berbeda nyata dengan perlakuan biochar sekam padi+ mulsa (B2) yaitu 11,07 cm2 dan tanpa bahan organik (B0) yaitu 5,84 cm2. Namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan perlakuan biochar kulit kakao+ mulsa (B3) yaitiu 11,98 cm2.
Tabel 7. Rata-rata luas daun tanaman cabai yang diberi perlakuan berbagai jenis bahan organik
Perlakuan Berat Buah (g)
B0 (Kontrol) 5,84 c
B1 (Pupuk Kandang Sapi + Mulsa) 13,70 a
B2 (Biochar Sekam Padi + Mulsa) 11,07 b
B3 (Biochar Kulit Kakao + Mulsa) 11,98 ab
Keterangan: Angka yang diikuiti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%
Kadar air tanah daerah akar basah. Hasil uji BNT rata-rata berat basah tanaman cabai disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT biomassa tajuk tanaman pada Tabel 8, rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan
biochar kulit kakao+ mulsa (B3) yaitiu 13,56 cm2 berbeda nyata terhadap tanpa bahan organik (B0) Namun berbeda tidak nyata terhadap pupuk kandang sapi + mulsa (B1) dan biochar sekam padi + mulsa (B2)
Tabel 8. Rata-rata kadar air tanah daerah akar basah tanaman cabai yang diberi perlakuan berbagai jenis bahan organik
Perlakuan Jumlah Buah
B0 (Kontrol ) 8,06 b
B1 (Pupuk Kandang Sapi+ Mulsa ) 12,70 a
B2 (Biochar Sekam Padi + Mulsa ) 13,39 a
B3 (Biochar Kulit Kakao + Mulsa) 13,56 a
Keterangan: Angka yang diikuiti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Kadar air tanah daerah akar kering. Hasil uji BNT rata-rata berat basah tanaman cabai disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT, biomassa tajuk tanaman pada Tabel 9, rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan
biochar kulit kakao + mulsa (B3) yaitu 12,56 cm2 berbeda nyata terhadap tanpa bahan organik (B0), namun berbeda tidak nyata terhadap pupuk kandang sapi + mulsa (B1) dan biochar sekam padi + mulsa (B2).
Tabel 9. Rata-rata kadar air tanah daerah akar kering tanaman cabai yang diberi perlakuan berbagai jenis bahan organik
Perlakuan Jumlah Buah
B0 (Kontrol ) 6,02 b
B1 (Pupuk Kandang Sapi+ Mulsa ) 11,48 a
B2 (Biochar Sekam Padi + Mulsa ) 12,27 a
B3 (Biochar Kulit Kakao + Mulsa) 12,56 a
Keterangan: Angka yang diikuiti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Pembahasan
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada variabel suhu tanah menunjukkan rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol (B0) tanpa bahan organik dan mulsa yakni sebesar 31,14 di bandingkan dengan perlakuan pupuk kandang sapi (B1), biochar sekam padi (B2) dan biochar kulit kakao (B3) memiliki suhu tanah yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pada pemberian bahan organik menggunakan mulsa alang-alang memiliki suhu tanah yang rendah. Adanya mulsa sebagai penutup tanah dapat menahan
permukaan tanah sehingga pengikisan tanah bagian atas dapat ditekan, disamping itu itu juga dapat menekan pertumbuhan gulma serta mempertahankan kelembababn tanah. Selain itu, lahan yang diberi mulsa memiliki tanah yang cenderung menurun dan kelembaban tanah yang cenderung meningkat, sehingga membantu dalam proses pengoptimalan pertumbuhan (Mulyatri, 2003; Hamdani, 2009).
Hasil analisis sidik pada perlakuan berbagai jenis bahan organik menggunakan sistem budidaya menggunakan mulsa alang-alang memberikan pengaruh nyata terhadap variabel
terdapat pada perlakuan biochar kulit kakao (B3) yakni 12,56% dibandingkan dengan perlakuan kontrol lebih rendah yaitu 6,02%.
Bahan organik yang ditambahkan kedalam tanah mampu meningkatkan berbagai fungsi tanah tak terkecuali berbagai retensi unsur hara esensial bagi pertumbuhan tanaman Mawardiana (2013). Biochar dilaporkan mampu menahan unsur hara untuk ketersediaan bagi tanaman di bandingkan dengan bahan organik lain seperti kompos dan pupuk kandang (Gani, 2009). Selain pemberian bahan organik dan mulsa, pengairan daerah separuh juga akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Cekaman kekeringan dapat mempengaruhi proses metabolisme, pertumbuhan dan produksi tanaman (Bahrun et al., 2002).
Menurut Wahbi et al. (2005) pengeringan daerah separuh akar merupakan teknik pengairan yang efektif dimana akan memberikan peluang bagi tanaman khususnya akar atau separuhnya pada kurun waktu tertentu akan mengalami kekeringan.
Pengeringan daerah separuh akar ini akan menghemat air 20-50% tanpa kehilangan hasil yang signifikan bahkan kualitas hasil dapat meningkat. Hasil penelitian Bahrun et al. (2014).
Pengamatan tinggi tanaman cabai pada hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian bahan organik berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang sapi + mulsa alang-alang mampu mendukung pertumbuhan tinggi tanaman cabai.
Hal ini dipengaruhi oleh pemberian unsur hara pada tanaman, semakin banyak unsur hara yang diserap oleh tanaman maka akan meningkatkan pemanjanjangan akar serta meningkatkan sel-sel dalam tanaman. Menurut Lisa (2018), Pertumbuhan tanaman cabai sangat bergantung.pada ketersediaan unsur- unsur hara yang cukup dan berimbang dalam tanah yang berasal dari biomassa daun, ranting dan vegetasi yang mengalami pelapukan, karena itu diperlukan pemupukan untuk menambah suplai unsur hara pada lahan yang akan ditanami.Menurut Wulandari et al. (2019) bahwa meningkatnya ketersediaan absorbsi unsur hara oleh tanaman cabai akan mendukung proses fotosintesis semakin meningkat sehingga karbohidrat yang dihasilkan dan yang ditranslokasikan ke bagian batang juga akan meningkat, sehingga berpengaruh terhadap tinggi tanaman sehingga dapat meningkatkan tinggi tanaman.
Pengamatan rata-rata berat kering tanaman atau biomassa tajuk tanaman pada hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian bahan
organik berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering tanaman atau biomassa tajuk tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bahan organik seperti pupuk kandang dan biochar pada tanaman cabai selain berperan sebagai bahan yang mampu memperbaiki daya simpan air tanah juga berperan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman.
meningkatnya penyerapan unsur hara pada tanaman maka akan diikuti oleh meningkatnya suatu organ tanaman khususnya daun dalam menyerap intensitas cahaya matahari. Semakin tinggi hasil fotosintat pada tanaman maka akumulasi bahan kering akan semakin tinggi.
Menurut Fisher & Goldsworthy (1985) bahwa penambahan luas areal daun merupakan efisiensi tiap satuan luas daun dalam melakukan proses fotosintesis untuk menambah bobot kering suatu tanaman.
Pengamatan rata-rata jumlah daun tanaman pada hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian bahan organik berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun tanaman.
Pertambahan jumlah daun dikarenakan daun yang tumbuh di setiap ruas batang tanaman, dimana semakin tinggi tanaman maka jumlah daunnya pun semakin banyak hal ini sejalan dengan Setiono & Azwarta, (2020), bahwa kandungan klorofil yang tinggi dan permukaan daun yang lebih luas mengandung klorofil yang lebih banyak diakibatkan peningkatan produksi auksin yang terkandung didalam pupuk kandang sapi. Kalium yang terdapat pada pupuk kandang sapi termasuk unsur hara esensial setelah N. Kalium pada tanaman terlibat dalam aktivitas fotosintesis melalui perannya dalam memacu proses membuka dan menutupnya stomataPada Tabel 6 nampak bahwa perlakuan pupuk kandang sapi + mulsa alang- alang meningkatkan jumlah daun tanaman sebesar 67,33% dibandingkan dengan tanpa bahan organik (kontrol).
Sidik ragam pengamatan luas daun tanaman berpengaruh sangat nyata, pada hasil uji BNT rata- rata luas daun tanaman cabai menunjukkan bahwa, tingginya luas daun pemberian bahan organik pada tanaman cabai mampu meningkatkan luas daun di bandingkan pada tanaman yang tidak diberikan bahan organik. Penyerapan unsur hara pada tanaman akan mempengaruhi proses fotodintesis pada tanaman, semakin besar fotosintesis yang dihasilkan oleh tanaman maka luas daun akan semakin lebar. Menurut Verdiana (2016) ketersediaan unsur hara yang cukup mampu membantu bagian vegetatif tanaman. Semakin besar luas daun yang terbentuk maka semakin besar klorofil yang dihasilkan oleh tanaman
sehingga proses fotosintesis yang baik dapat meningkatkan biomassa tanaman yang mampu memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman cabai.
Pengamatan rata-rata kadar air tanah daerah akar kering tanaman menunjukkan bahwa pemberian bahan organik berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air tanah daerah akar kering tanaman. Bahan organik yang ditambahkan kedalam tanah mampu meningkatkan berbagai fungsi tanah tak terkecuali berbagai retensi unsur hara esensial bagi pertumbuhan tanaman Mawardiana (2013). Biochar dilaporkan mampu menahan unsur hara untuk ketersediaan bagi tanaman di bandingkan dengan bahan organik lain seperti kompos dan pupuk kandang (Gani, 2009).
Selain pemberian bahan organik dan mulsa, pengairan daerah separuh juga akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Pengamatan rata-rata kadar air tanah daerah akar basah menunjukkan bahwa pemberian bahan organik berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air tanah daerah akar basah tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa pada pemberian berbagai jenis bahan organik menggunakan mulsa alang-alang mampu menekan terjadinya evavorasi pada suatu tanaman dibandingkan pada tanaman yang tidak memiliki mulsa atau penutup tanah.
Menurut Sunghening et al. (2012) menyatakan bahwa mulsa memiliki kemampuan untuk menyerap air lebih banyak, serta mampu menyimpan air lebih lama.
SIMPULAN
Bahan oragan organik berpengaruh baik terhadap pertumbuhan tanaman cabai. Pupuk kandang sapi, biochar sekam padi dan biochar kulit kakao pada sistem budidaya yang mengunakan mulsa alang-alang dengan pengairan separuh daerah akar meningkatkan tinggi tanaman masing masing 100%, 69% dan 78% dibandingkan dengan tanpa bahan organik.
DAFTAR PUSTAKA
BPS Sultra. (2018). Statistik Sulawesi Tenggara 2018. Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara.
BPS Sultra. (2019). Statistik Sulawesi Tenggara 2019. Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara.
Bahrun, A. (2002). Deteksi Dini Tanaman yang Mengalami Kekurangan Air untuk Menentukan Waktu Pengairan. Buletin Agronomi, 30(3), 75-
Bahrun, A., Fahimuddin, M.Y., Safuan, L.O., Kilowasid, L.M.H., & Singh, R. (2018).
Research article effects of cocoa pod husk biochar on growth of cocoa seedlings in Southeast Sulawesi-Indonesia. Asian Journal of Crop Science, 10(1), 22-30.
Bahrun, A., Safuan, L.O., Erawan, D., & Fitri, S.
(2014). Pengaruh mulsa organik terhadap pertumbuhan, produksi dan efisiensi penggunaan air tanaman kedelai dengan pengairan separuh daerah akar. Jurnal Agriplus, 24(3), 205-212.
Bahrun, A., Hasid, R., & Muhidin. (2007).
Pengaruh pengairan sebagian daerah akar dengan volume air yang berbeda terhadap biomassa dan produksi tanaman kedelai.
Jurnal Agriplus, 17, 90-97.
Bahrun, A., Rahmawati, H., Muhidin, & Erawan, D.
(2012). Pengaruh pengairan separuh daerah akar terhadap efisiensi penggunaan air dan produksi tanaman kedelai (Glycine max L.) pada musim kemarau. Jurnal Agronomi Indonesia, 40(1), 36-41.
Erawan, D., Yani, W.O., & Bahrun, A. (2013).
Pertumbuhan dan hasil tanaman sawi (Brassica juncea L.) pada berbagai dosis pupuk urea. Jurnal Agroteknos, 3(1), 19-25.
Fisher, N.M., & Goldsworthy. (1985). Fisiologi Budidaya Tanaman Tropic. UGM Press.
Yogyakarta.
Gani, A. (2009). potensi arang hayati ìbiocharî sebagai komponen teknologi perbaikan produktivitas lahan pertanian. Iptek Tanaman Pangan, 4(1), 33-48.
Lisa, Widiati, Muhanniah. (2018). Serapam Unsur Hara Fosfor (P) Tanaman Cabai Rawit (Capsicum annum L.) pada aplikasi PGPR (Plant Growth Promotion Rhizotobacter) dan Trichokompos. Jurnal Agrotan, 4(1).
Mawardiana, Sufardi, & Husen, E. (2013).
Pengaruh residu biochar dan pemupukan npk terhadap dinamika nitrogen, sifat kimia tanah dan hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) musim tanam ketiga. Jurnal Manajemen Sumber Daya Lahan, 2(3), 255-260.
Mulyatri. (2003). Peranan pengolahan tanah dan bahan organik terhadap konservasi tanah dan air. Pros. Sem.Nas. Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi.
Prasetya, M.E. (2014). Pengaruh pupuk NPK mutiara dan pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah varietas arimbi (Capsicum annum L). Jurnal AGRIFOR 13(2).
Shalsabila, F., Prijono, S., & Kusuma, Z. (2017).
Pengaruh aplikasi biochar kulit kakao terhadap kemantapan agregat dan produksi tanaman jagung pada ultisol Lampung Timur. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 4 (1), 473-480.
Setiono, Azwarta. (2020). Pengaruh pemberian pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays L.). Jurnal Sains Agro, 5(2).
Sunghening, W. (2012). Pengaruh mulsa organik terhadap pertumbuhan dan hasil tiga kultivar kacang hijau (Vigna radiata L. Wilczek) di lahan pasir Pantai Bugel, Kulon Progo. Skripsi.
Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. UGM.Yogyakarta.
Surono, U.B. (2010). Peningkatan Kualitas Pembakaran Biomassa Limbah Tongkol Jagung sebagai Bahan Bakar Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Pembriketan.
Jurnal Rekayasa Proses, 4(1), 13-18.
Verdiana, M.A., Sebayang, H.T., Sumarni, T.
(2016). Pengaruh berbagai dosis biochar sekam padi dan pupuk npk terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung (Zea
mays L.). Jurnal Produksi Tanaman, 4(8), 611- 616.
Widyantika, S.D., & Prijono, S. (2019). Pengaruh biochar sekam padi dosis tinggi terhadap sifat fisik tanah dan pertumbuhan tanaman jagung pada typic kanhapludult. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 6(1), 1157-1163.
Wulandari, S.Y., Armaini, & Nurbaiti. (2019).
Pengaruh pemberian beberapa jenis mulsa organik terhadap pertumbuhan dan produksi semangka (Citrullus vulgaris L.). Jurnal Online Mahasiswa Faperta, 5(1), 1-10.
Wahbi, S., Wakrim, R., Aganchich, B., & Serraj, R.
(2005). Effects of partial root zone drying (PRD) on adult olive tree (Olea europaea) in field conditions under arid climate I, physiological and agronomic responses’.
Agriculture, Ecosistems and Environment, 106, 289-301.