• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KOMUNITAS VIRTUAL @BEHOME.ID TERHADAP SELF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KOMUNITAS VIRTUAL @BEHOME.ID TERHADAP SELF "

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KOMUNITAS VIRTUAL @BEHOME.ID TERHADAP SELF

ESTEEM REMAJA DENGAN KELUARGA BROKEN HOME DI DKI JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)

Oleh

HIKMAHTUL VERIANA 11180520000020

PROGRAM STUDI BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1444 H/ 2022 M

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KOMUNITAS VIRTUAL

@BEHOME.ID TERHADAP SELF ESTEEM REMAJA DENGAN KELUARGA BROKEN HOME

DI DKI JAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)

Oleh

Hikmahtul Veriana 11180520000020

Pembimbing

Dra Rochimah Imawati, M.Psi.

NIP. 19661203 201411 2 001

PROGRAM STUDI BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1444 H/ 2022 M

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Pengaruh Dukungan Sosial Komunitas Virtual @Behome.Id terhadap Self Esteem Remaja dengan Keluarga Broken Home di DKI Jakarta” telah diajukan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 November 2022. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 12 Desember 2022 Sidang Munaqosyah

Ketua Sekretaris

Ir. Noor Bekti Negoro, SE., M.Si. Artiarini Puspita Arwan, M.Psi.

NIP. 19650301 199903 1 001 NIP. 19861109 201101 2 016

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

I am approving this document 2022-12-12 08:07+07:00

Tasman, S.Ag., M.Si. Muhtar Mochamad Solihin, M.Si.

NIP. 19730201 201411 1 003 NIP. 19890303 202012 1 012 Dosen Pembimbing

Rochimah Imawati, M.Psi.

NIP. 19661203 201411 2 001

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Hikmahtul Veriana NIM : 11180520000020

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Dukungan Sosial Komunitas Virtual @Behome.id terhadap Self Esteem Remaja dengan Keluarga Broken home di DKI Jakarta adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 12 November 2022

Hikmahtul Veriana NIM. 11180520000020

(5)

i ABSTRAK

Hikmahtul Veriana, 11180520000020, Pengaruh Dukungan Sosial Komunitas Virtual @Behome.id Terhadap Self Esteem Remaja Dengan Keluarga Broken Home di DKI Jakarta, Di Bawah Bimbingan Dra Rochimah Imawati, M.Psi.

Kelompok remaja saat ini ada yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga broken home. Pada waktu yang sama kelompok remaja tumbuh terbiasa aktif di media sosial termasuk mengikuti komunitas virtual @Behome.id yang kerap aktif membagikan informasi dan edukasi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh dukungan sosial komunitas virtual

@Behome.id terhadap self esteem remaja dengan keluarga broken home di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 120 responden dengan teknik purposive sampling.

Analisis data yang digunakan adalah Uji Asumsi Klasik, Uji Koefisien Korelasi, Uji Regresi Linier Berganda, Uji Koefisien Parsial (T-test), Uji Koefisien Determinasi, dan Uji Simultan (F- test). Alat ukur variabel terikat menggunakan Rosenberg Self Esteem Scale (RSES), sedangkan alat ukur variabel bebas menggunakan Indikator Sarafino dan Smith tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara dukungan sosial komunitas @Behome.id terhadap self esteem dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 dan memberikan pengaruh sebesar 27,9% terhadap self esteem.

Kata Kunci: Dukungan Sosial, Komunitas Virtual

@Behome.id, Self Esteem, Remaja dengan Keluarga Broken Home.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, taufiq serta inayah-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan para sahabatnya, yang telah menuntun manusia menuju kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Setelah melalui proses yang panjang akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul “Pengaruh Dukungan Sosial Komunitas Virtual @Behome.id terhadap Self Esteem Remaja dengan Keluarga Broken home di DKI Jakarta” sebagai tugas akhir dalam menempuh jenjang pendidikan S-1.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, yaitu kepada :

1. Suparto, M.Ed., Ph.D. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta wakil dekan dan jajarannya yang telah membimbing dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti. Sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

(7)

iii

2. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si. dan Artiarini Puspita Arwan, M.Psi. Ketua dan Sekretaris Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam.

3. Rochimah Imawati, M.Si. Dosen pembimbing skripsi.

Terima kasih atas waktu, bimbingan, serta dialektika yang telah Ibu berikan selama peneliti menyusun skripsi ini.

4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta. Terima kasih atas segala ilmu yang diberikan selama menempuh perkuliahan.

5. Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Pusat Perpustakaan UIN Jakarta yang telah menyediakan buku sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini.

6. Jajaran karyawan Tata Usaha (TU) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Terima kasih atas bantuan dan waktunya.

7. Ibu dan adik-adik peneliti yang tidak pernah berhenti memberikan bantuan, dukungan serta doa.

8. Bu Iffah. Terima kasih sudah menjadi teman berbincang yang baik dan memberikan banyak bantuan, motivasi, meluangkan waktu, dan sharing selama peneliti menyelesaikan skripsi.

9. Pemprov DKI Jakarta, Dinas P4OP, dan seluruh pengurus forum KJMU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti mengucapkan terima kasih atas bantuan dana pendidikan, dukungan, doa dan kesempatannya untuk berkontribusi selama perkuliahan.

(8)

iv

10. Seluruh sahabat, saudara, dan keluarga mahasiswa Prodi Bimbingan Penyuluhan Islam angkatan 2018 untuk dukungan dan doanya.

11. Terima kasih untuk sahabat terdekat peneliti, khususnya Horololo dan Ntjiti atas segala semangat, bantuan, perhatian, dan waktunya sampai saat ini telah menemani hari-hari peneliti baik suka maupun duka selama menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kepada seluruh pihak yang disebutkan maupun yang tidak disebutkan. Semoga semua bantuan dan perhatian yang tercurah mendapat balasan pahala berlipat dari Allah SWT dan mendapat limpahan rahmat yang berlipat dari-Nya, Aamiin. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, November 2022 Peneliti,

Hikmahtul Veriana

(9)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 10

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Tujuan Penelitian... 11

E. Manfaat Penelitian... 11

F. Tinjauan Kajian Terdahulu... 12

G. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II ... 21

TINJAUAN PUSTAKA ... 21

A. Self Esteem ... 21

1. Definisi Self Esteem ... 21

2. Pembentukan Self Esteem ... 21

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Esteem ... 23

4. Karakteristik Tingkatan Self Esteem ... 26

5. Intervensi untuk Meningkatkan Self Esteem ... 27

B. Dukungan Sosial ... 29

1. Definisi Dukungan Sosial ... 29

2. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial ... 30

3. Aspek-Aspek Dukungan Sosial ... 31

(10)

vi

C. Keluarga Broken Home ... 32

1. Definisi Keluarga Broken Home ... 32

2. Kriteria Keluarga Broken Home ... 33

3. Dampak Keluarga Broken Home Terhadap Perilaku Sosial Anak ... 34

D. Masa Remaja ... 34

1. Definisi Masa Remaja ... 34

2. Periode Perkembangan Masa Remaja... 36

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja ... 38

4. Bahaya Tidak Maksimal dalam Menjalankan Tugas Perkembangan di Masa Remaja ... 39

E. Kerangka Berpikir ... 40

F. Hipotesis ... 43

BAB III ... 44

METODOLOGI PENELITIAN ... 44

A. Pendekatan dan Metode ... 44

B. Populasi dan Sampel ... 45

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 48

D. Sumber Data ... 48

E. Variabel Penelitian ... 49

F. Instrumen Penelitian ... 53

G. Teknik Pengumpulan Data ... 71

H. Teknik Pengolahan Data ... 73

1. Uji Asumsi Klasik ... 73

2. Uji Koefisien Korelasi ... 76

3. Uji Regresi Linier Berganda ... 77

4. Uji Koefisien Determinasi ... 78

(11)

vii

5. Uji Koef isien Korelasi Parsial (Uji t) ... 79

6. Uji F-test (Simultan) ... 80

BAB IV ... 81

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 81

A. Gambaran Umum Komunitas Virtual @Behome.id . 81 B. Sejarah Komunitas Virtual @Behome.id ... 82

C. Visi dan Misi Komunitas Virtual @Behome.id ... 84

D. Struktur Komunitas Virtual @Behome.id ... 84

E. Makna Logo Komunitas Virtual @Behome.id ... 85

F. Program Komunitas Virtual @Behome.id ... 86

G. Temuan dan Hasil Analisis Data ... 93

1. Klasifikasi Responden ... 93

2. Hasil Analisis Data ... 95

H. Pembahasan ... 108

BAB V ... 119

PENUTUP ... 119

A. Kesimpulan... 119

B. Saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 121

LAMPIRAN ... 128

(12)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Skor Skala Likert ... 54

Tabel 3. 2 Blue Print Skala Self Esteem ... 55

Tabel 3. 3 Blue Print Dukungan Sosial ... 56

Tabel 3. 4 Uji Validitas Variabel Dukungan sosial (X) ... 60

Tabel 3. 5 Blue Print Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Validitas ... 64

Tabel 3. 6 Blue Print Skala Dukungan Sosial Untuk Penelitian . 65 Tabel 3. 7 Uji Validitas Variabel Self Esteem (Y)... 65

Tabel 3. 8 Blue Print Skala Self Esteem Setelah Uji Validitas ... 68

Tabel 3. 9 Blue Print Skala Self Esteem Untuk Penelitian ... 69

Tabel 3. 10 Uji Reliabilitas Variabel Dukungan Sosial (X)... 70

Tabel 3. 11 Uji Reliabilitas Variabel Self Esteem (Y) ... 70

Tabel 3. 12 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi (r) ... 76

Tabel 4. 1 Tim Komunitas Virtual @Behome.id ... 85

Tabel 4. 2 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ... 95

Tabel 4. 3 Hasil Uji Multikolinearitas... 96

Tabel 4. 4 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 98

Tabel 4. 5 Hasil Uji Koefisien Korelasi ... 99

Tabel 4. 6 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 102

Tabel 4. 7 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 104

Tabel 4. 8 Hasil Uji Koefisien Parsial (T-test) ... 105

Tabel 4. 9 Hasil Uji Simultan (F-test) ... 107

(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4. 1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 42

Gambar 4. 2 Logo Komunitas Virtual @Behome.id ... 85

Gambar 4. 3 Program Jum'at Sambat ... 86

Gambar 4. 4 Program @Behome.id Kirim Karya ... 87

Gambar 4. 5 Program Instagram #BeraniBercerita ... 87

Gambar 4. 6 Program Behome Berbagi ... 88

Gambar 4. 7 Program ManCur (teMan Curhat) ... 89

Gambar 4. 8 Program Selasa Share (Selashare) ... 89

Gambar 4. 9 Program Webinar @Behome.id ... 90

Gambar 4. 10 Program Dialog (Diskusi Sama Psikolog) ... 90

Gambar 4. 11 Program Be Home Touring ... 91

Gambar 4. 12 Program Camp to Healing ... 92

Gambar 4. 13 Klasifikasi Responden Berdasarkan Usia ... 93

Gambar 4. 14 Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 94

Gambar 4. 15 Klasifikasi Responden Berdasarkan Wilayah ... 94

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Periode antara usia 12 dan 23 adalah masa perkembangan remaja, seiring perkembangan tersebut remaja akan mengalami (storm dan stres) baik dalam dirinya sendiri maupun di lingkungan (Stanley Hall, 1904). Sedangkan menurut Erickson (dalam Santrock, 1995) individu yang memasuki masa remaja akan mengalami krisis identitas. Pada masa krisis identitas, remaja mulai mencari perhatian orang lain, dengan melakukan tindakan yang merugikan diri dan orang lain. Agar mereka mendapatkan pengakuan sebagai laki-laki/perempuan yang sudah dewasa.1

Saat ini remaja dihadapkan oleh kondisi lingkungan yang kurang stabil. Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya untuk saat ini remaja mengalami proses perubahan fisik, emosional dan kognitif. Hal tersebut berimplikasi pada psikososial remaja.2 Melalui media, remaja juga dihadapkan dengan pilihan gaya hidup yang kompleks. Remaja sering kali menghadapi berbagai situasi dan mengalami pengaruh lingkungan yang mengarahkan ataupun mengganggu mereka.

Remaja saat ini mudah terguncang, tidak tahu berada di mana, tidak bisa melepaskan diri, dan harus melakukan tugas

1John W. Santrock, Adolescence, Terje. Shinto B Adelar, Sherly Saragih, Jakarta : Erlangga, 2003, h.10-11.

2Kayyis Fithri A, Psikologi Perkembangan : Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Bantul : Media Pustaka, 2019, h.126-127.

(15)

2

perkembangan yang lebih banyak.3 Remaja juga melakukan kenakalan didasarkan karena pengaruh lingkungan, terutama keluarga. Dampak sosial dan emosional yang didapatkan remaja ketika keluarga atau orang tua mengalami perselisihan cukup signifikan dibandingkan dengan remaja yang berasal dari keluarga yang harmonis (Magner, 2016).4

Sejalan dengan yang dilansir dalam jakarta.bps.go.id mengenai angka perceraian selama pandemi semakin meningkat sepanjang 2021 terdapat 14.411 perceraian di DKI Jakarta. Perselisihan yang terus menerus menjadi faktor tertinggi memicu perceraian dengan jumlah kasus 8.564.5 KPAI juga memaparkan bahwa jumlah anak korban pengasuhan bermasalah/konflik orang tua di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Hal tersebut terlihat dari tahun 2016 angka kasus sebesar 133, sedangkan pada tahun 2020 data kasus meningkat hingga 519.6 Implikasinya, ribuan anak harus merasakan keluarga yang broken home.

Menurut Usman (2013 : 176) keluarga broken home merupakan kondisi keluarga yang mengalami

3Singgih D Gunarsah, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia, 2008, h.210.

4Diani Fathonah, Heris Hendriana, Tita Rosita, Gambaran Self esteem dari Keluarga Broken home di SMAN 1 Ciwidey, Jurnal FOKUS Bimbingan dan Konseling Vol. 3 No. 4, Juli 2020, h.131.

5Badan Pusat Statistika Provinsi DKI Jakarta, Jumlah Perceraian Menurut Faktor dan Kabupaten/Kota di Provinsi DKI Jakarta 2021, Retrieved From https://jakarta.bps.go.id/indicator/27/603/1/%20jumlah-perceraian-menurut- faktor-dan-kabupaten-kota-di-provinsi-dki-jakarta.html, Januari 2022.

6KPAI R.N, Data Kasus Pengaduan Anak 2016 – 2020, Retrieved From https://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-pengaduan-anak-2016- 2020, Mei 2021.

(16)

3

perpecahan/kesenjangan dalam rumah tangga, yang disebabkan oleh perselisihan kedua orang tua, perselingkuhan bahkan perkelahian yang berakibat putusnya hubungan suami istri/perceraian.7 Hal ini tidak sejalan dengan Firman Allah SWT melalui ajaran Rasulullah yang memerintahkan umat Islam untuk senantiasa menjaga keluarga. Allah Subhanahu Wa Ta‘ala berfirman dalam QS. At-Tahrim [66] : 6.

ل َم ا َهْيَ لَع ُة َرا َج ِحْ

لا َو ُساَّنلا ا َه ُد ْو ُق َّو ا ًراَن ْمُ

ك ْي ِلْهَاَو ْمُك َسُفْنَا آْْوُق اْوُنَمٰا َنْي ِذَّ

لا اَهُّيَ آٰي ٌ

ظاَ

ل ِغ ٌةَكِٕى

ْم ُه َر َمَ

ا ْٓا َم َللّٰا َن ْو ُص ْعَي اه َّ

ل ٌدا َد ِش َن ْو ُر َم ْؤُي ا َم َن ْوُ

ل َع ْفَي َو

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan

Diriwayatkan saat QS.At-Tahrim [66] : 6 turun, Umar berkata “Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasalam menjawab, “Larang mereka mengerjakan apa yang dilarang-Nya dan perintahkanlah mereka untuk melakukan apa yang Allah perintahkan kepadamu. Begitulah caranya menyelamatkan mereka dari api neraka, neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan mereka

7Bunga Nieta Putri Vidanska, Pengalaman Komunikasi Dewasa Muda dengan Keluarga Broken home keluarga dalam Menjalin Hubungan Romantis, Jurnal Politikom Indonesiana, Vol.9, No. 2, 2019, h.105.

(17)

4

adalah para malaikat yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya.8

Remaja dengan latar belakang keluarga broken home bisa berdampak pada perkembangan self esteem. Dinyatakan pula bahwa perpecahan keluarga mungkin akibat dari masalah orang tua, tetapi hal tersebut juga menimbulkan masalah pada anak. Sudah menjadi pengamatan umum bahwa kenakalan remaja dan gangguan emosi sering kali muncul di antara anak- anak dari keluarga broken home seperti itu. Menurut penelitian yang dilakukan Rosenberg, menunjukkan bahwa remaja yang berasal dari keluarga broken home memiliki self esteem rendah daripada mereka yang memiliki keluarga yang masih utuh.9 Self esteem merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif maupun negatif, sehingga dapat dipengaruhi oleh interaksi sosialnya di lingkungannya yang meliputi sikap, penerimaan, penghargaan, dan perlakuan orang lain terhadap dirinya.10

Coopersmith juga mengungkapkan bahwa self esteem yang tinggi dapat membantu remaja untuk meningkatkan kepercayaan diri dan akan memudahkan remaja dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan. Jika, self esteem remaja itu rendah maka mereka akan kesulitan untuk

8Redaksi, Tafsir Halili : Tafsir Surah At-Tahrim ayat 6-8, Retrieved From Tafsir Surah at-Tahrim ayat 6-8, Anjuran Menjauhi Larangan Allah (tafsiralquran.id), September 2021.

9Morris Rosenberg, Society, and The Adolescent Self Image: Chapter 5 The Broken Family, USA: Princeton University Press, 1965, h. 85.

10Muhammad Suhron, Asuhan Keperawatan Jiwa Konsep Self esteem, Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media, 2017, h. 29.

(18)

5

menghadapi tantangan hidup dan tidak bisa memenuhi tugas perkembangannya. Menurut Rosenberg dalam Fery & Carlock (1987) menjelaskan bahwa terdapat tiga alasan utama pentingnya perkembangan self esteem pada masa remaja.11

a. Masa remaja merupakan masa pengambilan keputusan penting dalam hidup seseorang.

b. Masa dengan perubahan yang cepat, baik perubahan secara fisik maupun perubahan karakteristik seksual.

c. Masa dengan status ambigu, yang artinya mereka sering diperlakukan sebagai anak-anak terkadang juga dituntut menjadi orang dewasa.

Masa remaja ini memang tidak mudah bagi kebanyakan orang, terlebih lagi bagi mereka yang memiliki latar belakang keluarga broken home. Remaja yang mengalami broken home memberikan informasi dan menunjukkan bahwa sebagian besar self esteem yang ada dalam diri mereka memiliki tingkat rendah, seperti kurang percaya diri bergaul dengan teman sebaya, selalu merasa khawatir terhadap impression orang lain, sulit mengambil keputusan, malu berbicara di depan orang banyak, dan motivasi belajar rendah. Di masa depan, remaja yang berasal dari keluarga broken home pasti akan kesulitan dalam mencari pasangan untuk menikah dan kurang dalam mempercayai pasangan mereka khususnya remaja perempuan, berbeda dengan remaja yang memiliki keluarga yang utuh.12

11Muhammad Suhron, Asuhan Keperawatan Jiwa Konsep Self esteem, Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media, 2017, h. 29.

12Hasil wawancara dengan responden via Whatsapp pukul 14.00 WIB, 15 Mei 2022.

(19)

6

Tidak jarang, remaja yang berasal dari keluarga broken home mereka lebih aktif mengakses media sosial. Dilansir melalui laman We Are Social menurut dataindonesia.id, Indonesia tahun 2020 merupakan negara dengan urutan ke-4 di dunia dalam penggunaan media sosial yang terbesar menghabiskan waktu rata-rata 3 jam 26 menit per hari. Media sosial yang banyak digunakan adalah Youtube dengan akses mencapai 88%,WhatsApp sebesar 84%, Facebook sebesar 82%, dan Instagram sebesar 79%.13 Untuk saat ini, remaja kerap aktif di Instagram, dan beberapa dari remaja yang mengalami keluarga broken home banyak mengikuti komunitas dengan visi misi yang sesuai dengan permasalahan mereka, contohnya seperti akun Instagram komunitas virtual

@Behome.id yang hadir sejak tahun 2012.

Akun tersebut merupakan sebuah platform yang bertujuan menjadi wadah bercerita teman-teman broken home dan sebagai sarana untuk mengedukasi masyarakat secara umum terkait anak-anak dengan latar belakang broken home.

Westheimer dan Kahne (1993) mengemukakan kalau sense of community merupakan bagian dari hasil interaksi individu dengan individu lain yang memiliki kesamaan dalam minat dan tujuan. Komunitas virtual yang di ikuti oleh 196.000 pengikut dipelopori oleh Katrin Sovia Ivana Sari Moko (dengan nama sapa Chatreen Moko/Kak Moko), perempuan yang berusia 27 tahun juga berasal dari keluarga broken home.

13Andre Putra Y, Sosial media Sebagai Pelarian Anak Broken home, Retrieved From https://www.ganto.co/artikel/813/media-sosial-sebagai- pelarian-anak-broken-home.html,Juli 2021.

(20)

7

Ditinjau dari aktivitas yang dilakukan oleh @Behome.id merupakan suatu kegiatan positif untuk followersnya, selain fleksibel dengan cara virtual. Mereka juga memiliki kegiatan seperti, webinar, konseling, behome touring, dan lainnya.

Tanpa disadari remaja yang memiliki permasalahan seperti broken home ini memiliki kesempatan untuk memperoleh informasi, bimbingan, dan konseling baik secara langsung ataupun tidak langsung. Hal ini bertujuan untuk memberikan bantuan dalam memecahkan masalah yang dialami dan membuat remaja mengalami perubahan dari segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.14

Berdasarkan penelitian terdahulu, interaksi pada komunitas virtual juga menjadi sumber informasi ketika sedang memerlukan informasi yang spesifik dan informasi yang diterima luas kalangan masyarakat. (Oktaviana Purnamasari, 2019 : 124).

Definisi komunitas virtual menurut Rheingold (1993), A Slice of Life in My Virtual Community adalah.15

“Komunitas virtual adalah agresi sosial yang muncul dari teknologi internet yang di dalamnya banyak orang yang melakukan diskusi publik dengan perasaan untuk membentuk web dari hubungan pribadi di dunia maya”

Dalam penelitian Gage-Bouchard, et.all (2016) menyimpulkan dengan meningkatnya intensitas penggunaan media sosial sebagai ruang komunitas virtual yang positif

14Broken home Indonesia, Perjalanan Tujuh Tahun Behome, Retrieved From https://www.youtube.com/c/BrokenhomeIndonesia, 2020.

15Shiefti Dyah Alyusi, Sosial Media : Interaksi, Identitas, dan Modal Sosial Edisi Pertama, Jakarta : KENCANA, 2016, h.29.

(21)

8

dapat memberikan dukungan. Sedangkan, menurut Dar Meshi (2021) menyimpulkan adanya problematika penggunaan media sosial secara signifikan berkaitan dengan berkurangnya dukungan sosial kehidupan nyata, sehingga dukungan sosial yang di media sosial meningkat secara signifikan. Hal tersebut justru memiliki dampak negatif yaitu meningkatnya social isolation seseorang, perbedaan persepsi dalam menerima informasi, dan lainnya.16

Berdasarkan penjelasan tersebutlah datang anggapan bahwa dukungan akan mempengaruhi self esteem (Hikmah, 2022). Pemberian dukungan melalui komunitas virtual diharapkan dapat meningkatkan self esteem. Dukungan ini sering kali disebut sebagai dukungan sosial yang dapat dilakukan oleh keluarga, teman sebaya, rekan kerja, komunitas, dan masyarakat.17

Dalam penelitian sebelumnya ditemukan bahwa antara dukungan sosial dan self esteem memiliki hubungan yang kuat. Menurut Peterson, dkk. (2010) dalam penelitiannya mengenai penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh 610 remaja. Self esteem menjadi faktor yang berhubungan langsung dengan penyalahgunaan narkoba hingga berakibat pada perubahan perilaku remaja yang berisiko, sedangkan

16Dar Meshi, Morgan E. Ellithorpe, Problematic social media use and social support received in real-life versus on social media: Associations with depression, anxiety and social isolation, Elsevier : Journal Addictive Behavior, 2021.

17Oktaviana Purnamasari, Komunitas Virtual Sebagai Bentuk Dukungan Sosial Bagi Orang Tua yang Memiliki Anak dengan gangguan Spektrum Autisme, Jurnal PIKOM Vol. 20 No. 2, Desember 2019.

(22)

9

untuk dukungan sosial sendiri memiliki faktor pengendali remaja dalam meningkatkan self esteem.18

Definisi dukungan sosial menurut Cooper & Watson (1991) adalah bantuan yang diperoleh individu secara kontinu dari individu lain, kelompok dan masyarakat luas. Bantuan tersebut dapat berupa materi atau bentuk dukungan seperti perhatian, penghargaan, rasa nyaman, dan bantuan lainnya hingga saling merasa dihargai dan dicintai atas dukungan yang telah diberikan (Sarafino & Smith, 2011). Dukungan sosial sangat diperlukan ketika seseorang menghadapi masalah. Ada tiga bentuk dukungan sosial yang mengarah pada problem- focused coping, meliputi encouragement, informational, dan tangible.19 Berdasarkan penelitian Rena Kinnara A. (2019) menunjukkan bahwa dampak positif dukungan sosial secara langsung ini terkandung dalam QS. Al-Insyirah [94] : 1-8, antara lain meningkatnya psychological well being, perasaan hati yang tenang dan lapang, serta berkurangnya emosi negatif.20 Akan tetapi, di masa Covid-19 ini masyarakat juga dibatasi dengan adanya pertemuan di satu ruangan. Hal tersebut menjadi salah satu kekurangan dari dukungan sosial secara langsung yang di mana pemberian dukungan terbatas.

(Hikmah, 2022)

18Nuni Nurhidayati, Duta Nurdibyanandaru, Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Dengan Self esteem pada Penyalahguna Narkoba yang di Rehabilitasi, Jurnal Psikologi dan Sosial Vol. 3 No. 2, 2014, h.53.

19Istiqomah Wibowo, Dicky C. Pelupessy, Erita Narhetali, Psikologi Komunitas, Depok : LP3P3 UI, 2011 cet. 1, h. 40.

20Rena Kinnara Arlotas, Dukungan Sosial dalam QS. Ad-Dhuha dan QS.

Al-Insyirah, Jurnal Psikologi Jambi Vol. 4 No. 2, 2019 .

(23)

10

Tentu perlu diingat bahwasanya di tengah masyarakat peran penyuluh sangat penting sebagai agent of change.

Penyuluh juga dapat berkontribusi dengan pihak ahli atau komunitas tertentu. Sehingga bisa membantu menangani permasalahan di masyarakat. Dalam hal ini adalah permasalahan yang kerap terjadi di lingkup perkawinan dan keluarga sakinah. Selain mengedukasi calon pengantin, sepertinya penyuluh perlu memberikan perhatiannya kepada anak-anak korban dari keluarga broken home. Inilah pentingnya pembaharuan di era digital terkait peran penyuluh dalam pengembangan dan intervensi komunitas.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, mendorong penulis untuk mengkaji serta meneliti lebih dalam Pengaruh Dukungan Sosial Komunitas Virtual

@Behome.id terhadap Self Esteem Remaja dengan Keluarga Broken Home di DKI Jakarta.

B. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini, penulis memfokuskan permasalahan pada pengaruh dukungan sosial komunitas virtual @Behome.id terhadap tingkat self esteem remaja dengan keluarga broken home di DKI Jakarta.

Dengan batasan, meliputi aspek-aspek menurut Sarafino (2011) digunakan dalam dukungan sosial, sedangkan untuk self esteem dalam penelitian ini di batasi pada teori self esteem menurut Rosenberg (1965) merupakan evaluasi individu secara menyeluruh terhadap diri sendiri baik positif maupun negatif. Self esteem juga bagian dari konsekuensi hasil

(24)

11

perbandingan individu dengan orang lain (perbandingan sosial). Subjek pada penelitian ini adalah followers dengan keluarga broken home, rentang usia 18 tahun-21 tahun, perempuan dan laki-laki, mengikuti akun komunitas

@Behome.id dan domisili DKI Jakarta.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari dukungan sosial komunitas virtual @Behome.id terhadap self esteem remaja dengan keluarga broken home di DKI Jakarta?

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah

1. Menganalisis pengaruh dukungan sosial komunitas virtual

@Behome.id terhadap self esteem remaja dengan keluarga broken home di DKI Jakarta.

E. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

Penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada penelitian Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang bertemakan pernikahan dan keluarga Sakinah. Serta, menambah wawasan akademisi mengenai kajian tentang dukungan sosial komunitas dan self esteem remaja dengan keluarga broken home.

(25)

12 b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan menambah wawasan pembaca terkait pengaruh dukungan sosial komunitas virtual dan self esteem. Untuk komunitas dapat dijadikan bahan evaluasi dalam berbagai pola kegiatan atau bentuk dukungan sosial yang dilakukan komunitas @Behome.id terhadap remaja dengan keluarga broken home di DKI Jakarta.

F. Tinjauan Kajian Terdahulu

1. Rahmi Fitri. 2021. Pengaruh Bimbingan Agama Terhadap Self Esteem Residen Penyalahguna Narkoba di Pusat Layanan Rehabilitas Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Padang. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, analisis data yang digunakan adalah uji normalitas, regresi linier berganda, uji koefisien korelasi, uji determinasi, uji koefisien korelasi parsial (T) dan uji F tes simultan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif antara bimbingan agama dengan self esteem dan tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bimbingan agama indikator materi (X1), namun terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bimbingan agama indikator metode (X2) terhadap self esteem. Untuk penelitian selanjutnya adapun kajian serupa dengan menggunakan faktor lain yang mempengaruhi self esteem.

(26)

13

Kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel terikat, pendekatan penelitian dan analisis data dengan regresi linier berganda. Perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan adalah variabel bebas yang akan digunakan.

2. Anischa Dwi Rahmawati, dan Suhana. 2020. Hubungan Dukungan Sosial dengan Self Esteem pada Ibu yang Memiliki Anak Down Syndrom di Komunitas POTADS Bandung. Jurnal Prosiding Psikologi Vol. 6 No. 1. Down syndrome merupakan kelainan yang terjadi triomu 21, sehingga terganggunya informasi genetika.

Salah satu dalam menangani stres adalah dengan adanya dukungan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan self esteem, metode penelitian yang digunakan adalah korelasional dan melibatkan 32 responden. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner yang dikemukakan oleh Sarafino & Smitth (2011) dan Coopersmith (1967). Hasil yang diperoleh adanya keeratan hubungan sebesar 0,796 dengan aspek hubungan paling erat yaitu emotional support sebesar 0,745.

Kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel bebas dan variabel terikat yang akan digunakan. Akan tetapi, perbedaannya adalah alat ukur self esteem yang akan digunakan dalam penelitian ini akan menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh

(27)

14

Rosenberg (1965) dan konsep statistik dalam penelitian yang akan dilakukan adalah analisis pengaruh.

3. Edwin Fathur Deriyanto, dan Suryani. Oktober 2020.

Dukungan Sosial dengan Organization Based Self Esteem pada Generasi Y. Jurnal Penelitian Psikologi Vol. 11 No. 2. Organization Based Self Esteem (OBSE) adalah kepercayaan individu terhadap kemampuan dan keyakinan dalam berpartisipasi dan melakukan pekerjaan di dalam organisasi. Subjek penelitian ini berjumlah 100 orang yang memiliki kriteria sebagai generasi Y yang aktif bekerja di Kabupaten Sidoarjo. Analisis data penelitian ini menggunakan korelasi product moment. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diberikan maka semakin tinggi organization based self esteem yang dimiliki. Dinamika terbentuknya organization based self esteem pada responden pun bervariatif dan karakteristik responden yang lebih bervariasi dapat menjadi pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

Kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel bebas dan sampel penelitian yaitu remaja.

Sedangkan, untuk perbedaannya adalah pemilihan variabel terikat yang di mana pada penelitian sebelumnya memiliki fokus pada self esteem responden dalam berorganisasi untuk penelitian yang dilakukan variabel terikat memiliki fokus pada perubahan self esteem responden sebagai penerima manfaat.

(28)

15

4. Nuraini dan Yufi Adriani. 2020. Pengaruh Self esteem, Perceived Social Support, dan Sense Of Community Terhadap Subjective Well Being Penggemar Anime Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi (JIIP) Vol. 7 No. 2.

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penelitian ini, peneliti mengadaptasi dan memodifikasi alat ukur Flourishing Scale dan Scale of Positive and Negative Experience (SPANE) oleh Diener dkk (2009), The Rosenberg Self-esteem Scale oleh Rosenberg (1965), Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) oleh Zimet, Dahlem, Zimet &

Farley (1988), serta Sense of Community Index-2 (SCI-2) oleh Chavis, Lee dan Acosta (2008). Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif dengan sampel yang digunakan berjumlah 300 orang penggemar anime yang bergabung dalam komunitas penggemar dengan rentang usia 18 – 25 tahun. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non probability sampling yaitu accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa self-esteem, perceived social support, dan sense of community memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan subjektif sebesar 30.7%.

Variabel self-esteem menjadi prediktor yang paling besar kontribusinya terhadap kesejahteraan subjektif, kemudian family (dimensi dari perceived social support) dan integration and fulfilment of needs (dimensi dari sense of community) juga memiliki pengaruh yang signifikan.

(29)

16

Persamaan dengan penelitian selanjutnya adalah alat ukur self esteem yang digunakan, dan pendekatan penelitian kuantitatif. Sedangkan untuk perbedaannya adalah objek penelitian, teknik penarikan sampling, dan variabel penelitian.

5. Santi Susanti. 2019. Pengaruh Self esteem, Self Uncertainty, Dukungan Sosial, dan Intensitas Penggunaan Instagram Terhadap Perbandingan Sosial Pada Pengguna Instagram. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini menggunakan analisis faktor konfirmatorik untuk menguji validitas konstruksi alat ukur dan penelitian ini menggunakan Teknik analisis regresi berganda. Dengan sampel sebanyak 417 remaja dan dewasa awal pengguna Instagram yang berusia 16-25 tahun. Adapun instrumen penelitian yang digunakan adalah Iowa Netherlands Comparison Orientation Measure (INCOM) yang dikembangkan oleh Gibbon &

Buunk (1999) untuk mengukur perbandingan sosial.

Berdasarkan hasil uji hipotesis masing-masing variabel yang telah dilakukan terdapat dua variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap perbandingan sosial pengguna Instagram yaitu, self liking yang merupakan aspek dari self esteem dan dukungan teman yang merupakan aspek dari dukungan sosial.

Persamaan dengan penelitian selanjutnya adalah penggunaan variabel dukungan sosial sebagai variabel bebas dengan menggunakan teknik analisis regresi

(30)

17

berganda. Sedangkan untuk perbedaan dengan penelitian selanjutnya pemilihan alat ukur instrumen dan self esteem sebagai variabel terikat.

6. Oktaviana Purnamasari, dkk. Desember 2019. Komunitas Virtual Sebagai Bentuk Dukungan Sosial Bagi Orang Tua yang Memiliki Anak dengan gangguan Spektrum Autisme. Jurnal PIKOM Vol. 20 No. 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pertukaran informasi yang berlangsung di komunitas virtual orang tua anak autism spectrum disorder dan mengetahui bentuk dukungan sosial di dalamnya. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode etnografi virtual. Teknik pengumpulan data melalui observasi partisipan di akun Facebook LRD Member Suar Autisme, dengan meneliti 178 unggahan, 3.569 komentar dan wawasan mendalam dengan admin akun tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunitas virtual berfungsi sebagai sarana anggota untuk mendapatkan dukungan sosial, baik berupa informasi maupun emosi. Dukungan informasi mencakup dua tema besar yakni Penanganan Medis dan Psikososial, sedangkan dukungan emosi meliputi Sharing Experience, Reinforcement, Empathy, dan Building Optimism and Hope.

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah dukungan sosial yang diberikan komunitas virtual atau bisa dibilang objek penelitian.

Perbedaannya adalah pendekatan penelitian yang akan

(31)

18

digunakan peneliti menggunakan kuantitatif, karena hasil analisis yang akan diperoleh dapat objektif jika dilakukan sesuai aturan.

7. Nur Syifa Nadia. 2019. Pengaruh Self-Esteem, Self- Regulation, Attachment Style Terhadap Adiksi Smarthphone Pada Siswa SMA. Skripsi Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sampel penelitian berjumlah 213 siswa/i SMA yang diambil dengan teknik non- probability sampling. Peneliti mengadaptasi alat ukur yang terdiri dari Rosenberg Self Esteem Scale (RSES), Self Regulation Questionnaitre (SRQ), Attachment Style Questionnaire (ASQ) dan Smartphone Addiction Scale (SAS). Analisis menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel self esteem, self regulation dan attachment style dengan signifikansi sebesar 0.000 atau p < 0.05 terhadap adiksi smartphone pada siswa SMA. Maka, hipotesis nihil (H0) yang ada pada hipotesis mayor ditolak. Hasil uji hipotesis minor yang menguji pengaruh dari ke dua belas dimensi pada independent variable, hanya terdapat dua dimensi yang signifikan, yaitu evaluation dan tringgering. Sedangkan dimensi self acceptance, self respect, formulating, implementing, searching, dismissing, assessing, secure, tidak berpengaruh secara signifikan.

Kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pemilihan alat ukur Rosenberg Self Esteem Scale,

(32)

19

dan teknik analisis data yang digunakan regresi berganda.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan self esteem akan diberlakukan sebagai variabel terikat, dan objek penelitian yang dipilih peneliti berbeda dengan penelitian terdahulu.

G. Sistematika Penulisan

Peneliti membagi sistematika penulisan ke dalam lima bab.

Masing-masing bab dibagi ke dalam sub-sub bab dengan penulisan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini peneliti akan memberikan penjelasan mengenai teori-teori yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini, meliputi teori self esteem, dukungan sosial, remaja, dan keluarga broken home. Kerangka berpikir serta hipotesis yang akan digunakan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Peneliti pada bab ini menjelaskan mengenai pendekatan dan metode penelitian, populasi dan sampel penelitian, tempat dan waktu penelitian, sumber data penelitian, variabel penelitian,

(33)

20

instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan gambaran umum komunitas virtual @Behome.id, temuan penelitian, pembahasan dan hasil analisis data.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini memaparkan kesimpulan penelitian yang berisi tentang deskripsi singkat hasil penelitian yang menjawab rumusan masalah dan saran dari pembahasan skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(34)

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Self Esteem

1. Definisi Self Esteem

Menurut Rosenberg (1965) mendefinisikan self esteem adalah sebagai evaluasi positif atau negatif yang menyeluruh terhadap dirinya sendiri. Serta hasil dari konsekuensi individu dalam melakukan penilaian individu dengan orang lain.1

Dapat disimpulkan definisi dari self esteem merupakan bagian dari perkembangan konsep diri seseorang. Self esteem adalah penilaian subyektif individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif maupun negatif yang kemudian diekspresikan dalam sikap individu tersebut. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh sikap, interaksi, perlakuan, karakteristik orang lain dan lainnya.

2. Pembentukan Self Esteem

Bradshaw (1981) menjelaskan proses pembentukan self esteem sudah dimulai sejak individu masih bayi, mereka akan merasakan tepukan pertama kali yang diterima dari orang lain. Sedangkan, menurut Mukhlis (2000) pembentukan self esteem pada individu dimulai sejak individu tersebut mempunyai pengalaman dan interaksi sosial, yang sebelumnya didahului dengan kemampuan persepsi, olok-olok, hukuman, larangan, dan perintah yang

1Wilis Srisayekti, David A. Setiady, Harga Diri (Self esteem) Terancam dan Perilaku Menghindar, Jurnal Psikologi Vol. 42 No. 2, 2015, h. 143.

(35)

22

berlebihan dapat membuat individu merasa tidak berharga.2

Dalam proses pembentukannya terdapat tiga batasan self esteem dari segi usia, antara lain.3

a. Anak-anak (3-11 tahun), self esteem yang ada cenderung bersifat menyeluruh atau tidak sama sekali;

anggapan seperti ‘saya pintar’ atau ‘saya bodoh’.

Ketika memasuki masa anak-anak tengah baru mulai mengevaluasi personal mengenai kompetensi dan kemampuan berdasarkan internalisasi standar orang tua atau standar sosial anak menjadi penting dalam mempertahankan dan meningkatkan self esteem.

b. Remaja (11-20 tahun), self esteem remaja perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Remaja masih mengalami masa yang dinamis dan kurang tepat dalam menyelesaikan masalah.

c. Dewasa (20-65 tahun), self esteem mulai mengikuti pemikiran kognitif. Pertimbangan moral menjadi lebih kompleks, karena sudah melewati masa pendidikan dan pekerjaan. Perubahan self esteem dapat dipengaruhi oleh kejadian hidup yang lebih kompleks, meningkatnya problem solving, dan bertambahnya tanggung jawab.

2Muhammad Suhron, Asuhan Keperawatan Jiwa Konsep Self esteem, Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media, 2017, h.30.

3Diane E. Papalia, Ryuth Duskin Feldman, Menyelami Perkembangan Manusia, Jakarta Selatan : Salemba Humanita, Edisi 12 Buku 1, 2014, h. 8-9.

(36)

23

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dibatasi dengan rentang usia responden 18-21 tahun karena pada masa remaja mengalami perubahan yang dinamis, tidak jarang membuat mereka tenggelam dalam emosi negatif.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Esteem

Pada hakikatnya eksistensi self esteem seseorang bersifat dinamis karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yang ada di sekitar individu saat berinteraksi. Faktor yang mempengaruhi self esteem dapat terbagi atas dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti jenis kelamin, inteligensi, dan kondisi fisik, sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, dan lingkungan sosial. Berikut ini adalah penjelasannya.4 a. Jenis Kelamin

Perempuan memliki self esteem lebih rendah daripada laki-laki. Karena mayoritas perempuan memiliki perasaan kurang mampu atau merasa harus dilindungi. Jadi, self esteem berdasarkan jenis kelamin sangat ditentukan oleh budaya, harapan, dan peran yang berlaku pada komunitas atau masyarakat.

b. Inteligensi

Gambaran lengkap kapasitas fungsional individu sangat erat berkaitan dengan prestasi, karena pengukuran inteligensi selalu berdasarkan kemampuan akademis. Seseorang dengan self esteem yang tinggi

4M. Nur Ghufron, Rini Risnawita, Teori-Teori Psikologi, Sleman : Ar-Ruzz Media cet. II, 2017, h. 45-46.

(37)

24

akan mencapai prestasi akademik yang tinggi daripada individu dengan self esteem yang rendah. Selanjutnya, individu dengan self esteem yang tinggi memiliki tingkat inteligensi yang lebih baik, harapan dan tujuan yang lebih baik, dan selalu berusaha keras.

c. Kondisi Fisik

Kondisi fisik juga menjadi daya tarik dimana jika seseorang memiliki daya tarik fisik dan tinggi badan yang menarik cenderung memiliki self esteem yang lebih baik, karena bisa meningkatkan rasa percaya diri seseorang, begitu pun sebaliknya.

d. Lingkungan Keluarga

Pemilihan pola asuh orang tua juga mempengaruhi self esteem sesseorang Dalam penelitiannya Coopersmith (1967) berpendapat pemberian kesempatan untuk aktif, perlakuan adil, dan tipe pola asuh demokratis akan membentuk self esteem yang tinggi. Keluarga harus menemukan suatu kondisi dasar untuk mencapai perkembangan individu yang lebih baik. Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam menerapkan dukungan sosial pertama bagi perkembangan self esteem.

e. Lingkungan Sosial

Klass dan Hodge (1978) berpendapat bahwa terbentuknya self esteem dimulai sejak adanya perasaan berharga yang tertanam dalam diri setiap individu. Hal

(38)

25

ini merupakan implikasi dari proses lingkungan, penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain kepada individu. Sementara menurut Coopersmith (1967) ada beberapa aspek yang melengkapi self esteem dijelaskan melalui konsep-konsep kesuksesan, nilai, aspirasi, dan mekanisme pertahanan diri.

Keberhasilan tersebut dapat timbul melalui pengalaman dalam berinteraksi di lingkungan, kesuksesan dalam bidang tertentu, kompetisi, dan nilai kebaikan. Faktor lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap tingkat self esteem individu.

Berdasarkan penelitian Syafrizaldi dan Shafira Pratiwi (2020) yang dilakukan pada remaja panti asuhan yang kesulitan dalam bersosialisasi di lingkungan sekitar, karena kurangnya perhatian dan bimbingan dari Pengasuh Panti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor dari lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap self esteem. Jika, lingkungan sosial tergolong baik maka self esteem individu tersebut tergolong tinggi.5

Contoh fungsi dukungan meliputi perhatian, penghargaan, menghibur atau menenangkan, penanganan gejala sakit, bimbingan, dan konsultasi.6

5Syafrizaldi, Shafira Pratiwi, Hubungan Antara Lingkungan Sosial Dengan Harga Diri Remaja Panti Asuhan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai, Universitas Medan : Journal JEHSS, Vol. 3 No. 1, 2020, h.198.

6Irwin G. Sarason, Barbara R. Sarason, Social Support: Theory, Research and Application Series D, Boston : Martinus Nijhoff Publishers With NATO Scientific Affairs Division, 1985, h.25.

(39)

26

Dukungan ini sering kali disebut sebagai dukungan sosial yang dapat dilakukan oleh keluarga, teman sebaya, komunitas, dan masyarakat.

4. Karakteristik Tingkatan Self Esteem

Menurut Rosenberg (dalam Murk, 2006) menggolongkan bahwa self esteem dapat terbagi atas dua tingkatan, yaitu.

a. Individu dengan self esteem yang tinggi :

1) Merasa dirinya berharga, menghormati dirinya tapi tidak mengagumi dirinya sendiri ataupun mengharapkan orang lain untuk mengaguminya.

2) Tidak menganggap dirinya lebih superior dibandingkan orang lain.

3) Cenderung akan mengembangkan diri dan memperbaiki diri.

b. Individu dengan self esteem yang rendah :

1) Fokus untuk melindungi diri dan tidak melakukan kesalahan.

2) Kecewa berlebihan saat mengalami kegagalan ataupun mengalami kecemasan sosial.

3) Melebih-lebihkan peristiwa negatif yang pernah dialaminya.

4) Merasa canggung, malu, tidak mampu mengekspresikan diri saat berinteraksi dengan orang lain, cenderung pesimis, sinis, dan memiliki pikiran yang tidak fleksibel.

(40)

27

5. Intervensi untuk Meningkatkan Self Esteem

Menurut Guindon menyatakan intervensi-intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan self esteem dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori sebagai berikut.7

a. Pemberian dukungan sosial (social support)

Dukungan sosial dapat mempengaruhi self esteem, orang yang memiliki interaksi sosial kuat cenderung memiliki self esteem lebih tinggi. Sense of belongingness (rasa keterlibatan/ rasa memiliki) juga dapat mempengaruhi self esteem seseorang.

Grolnick dan Beiswenger (dalam Muhammad Suhron, 2017) mengemukakan tiga cara agar orang tua, guru, dan masyarakat dapat memfasilitasi peningkatan self esteem dengan menyediakan lingkungan yang mana mereka dapat terlibat secara positif, menyediakan kesempatan untuk berinisiatif dan mencari solusi dengan menyediakan informasi, serta menyediakan struktur dalam hidup dengan memberi informasi dan arahan agar memiliki harapan yang realistis sesuai dengan kemampuan.

b. Strategis/ konseling keluarga atau kelompok

Strategi ini dapat dipilih untuk menangani masalah self esteem dengan kasus klinis seperti ADHD dan masalah dinamika keluarga. Sementara itu, metode

7Muhammad Suhron, Asuhan Keperawatan Jiwa Konsep Self esteem, Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media, 2017, h.41.

(41)

28

konseling kelompok memungkinkan subjek/klien berinteraksi dengan orang-orang di luar rumahnya dengan suasana yang tepat.

Remaja yang kurang diterima oleh teman sebayanya dapat meningkatkan keterampilannya dengan mengembangkan keterampilan interpersonal dengan program supportive peer group.

c. Strategi kebugaran fisik

Intervensi ini didasari pikiran bahwa dengan memiliki kondisi tubuh yang sehat akan meningkatkan self esteemnya. Pada remaja awal, partisipasinya pada olahraga memiliki dampak kuat pada penilaian fisik pada laki-laki maupun perempuan, namun demikian laki- laki menunjukkan level self esteem yang lebih tinggi.

d. Strategi spesifik yang digunakan pada populasi tertentu

Dalam penelitian Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR) ditujukan khusus untuk meningkatkan self esteem anak dengan masalah perilaku. Selain itu ada strategi lain misalnya reality theraphy, creative arts, narrative theraphy, play theraphy, solution focused theraphy.

e. Strategi/modifikasi kognitif perilaku

Guindon (2010) menyatakan bahwa strategi (selanjutnya disebut dengan istilah modifikasi) kognitif perilaku merupakan intervensi yang menangani individu dari berbagai usia. Modifikasi kognitif

(42)

29

perilaku dapat menggunakan variasi teknik yang disesuaikan dengan kebutuhan individu.

Intervensi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pemberian dukungan sosial yang dilakukan oleh komunitas virtual, dengan melihat program atau kegiatan yang dapat meningkatkan self esteem menjadi lebih baik.

B. Dukungan Sosial

1. Definisi Dukungan Sosial

Menurut Sarafino (2011) dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diberikan oleh orang lain atau kelompok untuk individu dalam aspek kenyamanan, perhatian, penghargaan atau pertolongan. Selain itu, dukungan sosial ini dinilai mampu secara positif dalam memulihkan kondisi fisik dan psikis seseorang.8

Definisi lain menurut House (1981) dukungan sosial adalah hubungan interpersonal yang melibatkan satu atau lebih dari satu individu. Meliputi konsep emosional (suka, cinta, empati), sarana penanganan (barang atau jasa), informasi (tentang lingkungan) dan penilaian (informasi yang relevan untuk evaluasi diri).9

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan bentuk dari usaha yang dilakukan seseorang untuk mencari bantuan, serta

8Andrey Fifo, Dewantara, Harijanto Tjahjono, Psikologi dan Keberagaman dalam Kehidupan Berbangsa, Yogyakarta : GRAHA ILMU, 2018, h.74.

9Irwin G. Sarason, Barbara R. Sarason, Social Support: Theory, Research and Application Series D, Boston : Martinus Nijhoff Publishers With NATO Scientific Affairs Division, 1985, h.4.

(43)

30

mendapatkan dukungan dari orang lain atau komunitas agar orang tersebut dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada dalam hidupnya. Seperti kenyamanan, perhatian, penghargaan, kepedulian, maupun bantuan lainnya yang diterima individu baik dari orang lain ataupun kelompok.

2. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial

Menurut Stanley (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah sebagai berikut:10 1. Kebutuhan fisik

Adapun kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan dan papan. Apabila seseorang tidak tercukupi kebutuhan fisiknya maka seseorang tersebut kurang mendapat dukungan sosial.

2. Kebutuhan sosial

Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih kenal oleh masyarakat daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang mempunyai aktualisasi diri yang baik cenderung selalu ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pengakuan masyarakat sangat diperlukan untuk memberikan penghargaan.

3. Kebutuhan psikis

Dalam kebutuhan psikis yang termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut

10Irwan, Etika dan Perilaku Kesehatan, Bantul : CV Absolute Media, 2018, h. 159.

(44)

31

sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan cenderung mencari dukungan sosial dari orang-orang sekitar sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai.

Faktor internal yang mempengaruhi dukungan sosial (dalam Rokhmatika & Darminto, 2013).11

1. Persepsi adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang bertindak sebagai penerima dukungan sosial dari orang lain.

2. Pengalaman pribadi, pengalaman adalah segala sesuatu yang terjadi dalam kesadaran organisme individu pada suatu peristiwa tertentu.

Sedangkan, faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri seseorang yang mempengaruhi kehidupan sosialnya, kesejahteraan sosial dan kesehatan mental.

Dukungan sosial bisa didapatkan dari faktor lingkungan terdekat, yakni dari keluarga, teman sebaya, teman kerja, dan pasangan.

3. Aspek-Aspek Dukungan Sosial

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan aspek dukungan sosial menurut Sarafino (2011), sebagai berikut.12

1) Dukungan emosional (emotional or esteem support)

11Rokhmatika, L., & Darminto, E, Hubungan antara Persepsi terhadap Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Konsep Diri dengan Penyesuaian Diri di Sekolah pada Siswa Kelas Unggulan. Jurnal Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, 2013, h. 149-157.

12Sarafino, Timothy W. Smith, Health Psychology : Biopsychosocial Interaction Seventh Edition, New York : John Willey, Sons. inc, 2011, h. 81-82.

(45)

32

Ungkapan empati, kepedulian, perhatian, penghargaan/penilaian positif, dukungan terhadap individu yang mengalami masalah. Misalnya komunitas memberikan ungkapan positif terhadap individu yang mengalami masalah.

2) Dukungan instrumental (tangible or instrumental support)

Bantuan secara langsung komunitas memberikan bantuan finansial atau bimbingan kepada individu saat mengalami masalah.

3) Dukungan informatif (informational support) Dukungan informarif adalah komunitas memberikan informasi penting, nasihat, saran dan umpan balik tentang bagaimana individu akan menangani masalahnya.

4) Dukungan kelompok (companionship support) Dukungan kelompok merujuk pada ketersediaan komunitas untuk meluangkan waktu untuk menghabiskan waktu bersama sehingga memberikan perasaan diterima dan kebersamaan dalam suatu komunitas untuk berbagi minat dan kegiatan sosial.

C. Keluarga Broken Home

1. Definisi Keluarga Broken Home

Broken home dapat didefinisikan sebagai keluarga yang hancur atau retak, karena pasangan suami istri yang berselisih atau bercerai (Sam, M.S : 2013). Komunikasi yang buruk dalam keluarga, menciptakan suasana rumah

(46)

33

tidak nyaman, hubungan yang semakin renggang, dan dapat berujung pada kehancuran keluarga.13

Definisi lain diungkapkan oleh Dorrian A.S (1985) bahwa keluarga broken home adalah keluarga yang salah satu orang tua ada yang meninggal, kondisi pendidikan dan ekonomi yang kurang stabil, pernikahan kembali salah satu orang tua, dan pertengkaran yang berujung perceraian.14

Dapat disimpulkan bahwa keluarga broken home merupakan ke tidak berfungsinya sebuah unit terkecil dalam masyarakat.

2. Kriteria Keluarga Broken Home

Menurut Yusuf (2012), keluarga broken home pasti memenuhi salah satu atau beberapa kriteria berikut.15 a) kematian salah satu atau kedua orang tua, b) perceraian orang tua (divorce),

c) poor marriage (hubungan suami istri tidak baik), d) poor parent-child relationship (hubungan orang e) tua dengan anak tidak baik),

f) high tenses and low warmth (suasana rumah yang g) tegang dan minim kehangatan), dan

h) personality psychological disorder (salah satu atau kedua orang tua mempunyai kelainan kepribadian atau gangguan jiwa).

13Jacob Daan Engel, Konseling Masalah Masyarakat, Sleman : PT.

Kanisius, 2020, h.61-63.

14Dorrian A.S, Broken homes : Stable Risk, Changing Reasons, Changing Forms, Journal Of Marriage and Family Vol. 47 No.3 (Aug. 1985), 2016, h. 711.

15Miftakhuddin, Rony Harianto, Pola Asuh yang Tepat untuk Membentuk Psikis Anak, Sukabumi : CV. Jejak, 2020, h. 159.

(47)

34

Enam kriteria yang dirumuskan Yusuf di atas bisa terjadi karena beberapa sebab, seperti kurang atau putusnya komunikasi antar anggota keluarga, sikap egosentris, masalah ekonomi (kemiskinan dan kesibukan kerja), masalah tingkat pendidikan (kematangan dan kedewasaan), dan masalah moralitas (perselingkuhan). Menurut penelitian Miftakhuddin (2016), masalah-masalah di atas umumnya terjadi pada masyarakat yang masih melakukan praktik pernikahan dini.

3. Dampak Keluarga Broken Home Terhadap Perilaku Sosial Anak16

1. Cenderung memiliki sifat yang pendiam, keras kepala, menarik diri, bahkan menentang orang tuanya,

2. Perasaan tidak nyaman ketika ada orang tua tiri atau orang tua sambung,

3. Rentan mengalam permasalahan moral dan psikis, 4. Membenci kedua orang tuanya, mudah mendapat

pengaruh buruk dari lingkungannya,

5. Memandang jika hidup adalah sebuah kesia-siaan 6. Tidak mudah bergaul atau bersosialisasi.

D. Masa Remaja

1. Definisi Masa Remaja

Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak- kanak menuju masa dewasa hingga tercapainya kematangan fisik dan emosi. Masa ini sering kali disebut

16 Nurtia Massa, Misran Rahman, Yakob Napu, Dampak Keluarga Broken home Terhadap Perilaku Sosial Anak, JAMBURA : Journal of Community Empowerment Vol. 1 No.1, 2020, h.8.

Gambar

Gambar 4. 1 Kerangka Berpikir Penelitian
Tabel 3. 1 Skor Skala Likert
Tabel 3. 2 Blue Print Skala Self Esteem
Tabel 3. 3 Blue Print Dukungan Sosial
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

sosial, dukungan persahabatan memiliki pengaruh signifikan terhadap optmisme hidup, sedangkan berdasarkan self esteem, perasaan tentang diri sendiri, hubungan dengan orang lain,

Tidak sama semua self disclosure setiap orang termasuk pada anak remaja yang berasal dari keluarga broken home, bisa jadi anak tersebut sangat terbuka atau bahkan

Saran yang dapat diberikan terkait dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Dari hasil penelitian didapatkan bahwa remaja perempuan yang memiliki self-esteem

Dikatakan oleh Rosenberg dan Owens (dalam Mruk 2006), individu yang memiliki Self-esteem rendah teridentifikasi memiliki karakterisrik rendah diri, terutama apabila

Tingkat Dukungan Keluarga dan Hubunganya dengan Self Esteem Remaja yang Mengalami Gejala Kecemasan The Level Of Family Support and Its Relationship With Self Esteem Adolescents Who

5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai studi komparatif tentang self esteem remaja broken home yang tidak bergabung dengan yang bergabung Komunitas Forum Anak Broken

“Konsep Diri Seorang Remaja yang berasal dari Keluarga Broken Home: Suatu Studi Kasus.” Skripsi, Universitas Sanata Dharma, 2008.. “Broken Home pada Remaja dan Peran Konselor.” Jurnal

Perubahan emosi dan perubahan hubungan keluarga, serta pencarian identitas diri Dampak positif yang dialami remaja broken Orang Tua Bercerai Faktor Self-Esteem : Pengalaman, pola