• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup orang dengan HIV/AIDS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup orang dengan HIV/AIDS"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SELF ESTEEM DAN DUKUNGAN SOSIAL

TERHADAP OPTIMISME HIDUP PENDERITA HIV/AIDS

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi salah satu persayaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

(2)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1433 H/2011 M

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Idham Khalid NIM : 105070002284

(3)

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 5 Desember 2011

Idham Khalid 105070002284

(4)

(Jhon Lennon)

Persembahan

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk ayah dan ibu tercinta

(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Alhamdullilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., karena berkat segala kekuasaan dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masi jauh dari kesempurnaan. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. serta pengikutnya sampai akhir zaman.

(6)

1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya. Pudek bagian akademik Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si, Pudek bagian keuangan Bapak Bambang Suryadi, Ph.D, dan Pudek bagian kemahasiswaan Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si.

2. Bapak Ikhwan Lutfi M.Psi. dan Ibu Rena Latifah, M.Psi yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran serta ide dalam penyusunan skripsi ini. Penulis banyak mendapatkan masukan, ide, pengetahuan, serta wawasan yang telah diberikan selama penulis berjuang di kampus tercinta ini, terimakasi atas waktu dan kesabaranya yang telah diberikannya.

3. Bapak Ikhwan Lutfi M.Psi. Pembimbing Akademik yang hari-harinya cukup dipadati oleh kami yang selalu membutuhkan bimbingan dan motivasi.

4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, semoga Allah SWT, memberikan berlipat-lipat pahala atas amal yang telah diberikan.

5. Untuk kedua orang tua penulis, M Ya’kub Siregar dan Khadijah Nasution. Karena cinta mereka berdua penulis masih bisa berdiri tegak.

(7)

7. Untuk teman-teman ODHA khususnya yang tergabung dalam yayasan Stigma, terima kasih sudah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini untuk dijadikan responden semoga Tuhan selalu melimpahkan kebaikan. Amin.

8. Teman-teman psikologi angkatan 2005 khususnya kelas B, Ikbal, Rizki, Vany, Dewi, Nola Dll. Terkhusus untuk wak Fei, Adi, Budi, Wahyu, Rojak, Agung, Ruhyat serta teman-teman mahachala Ari, Mahar, Ajeng, Bilqis, Niwah.

9. Untuk kawan-kawan KOMPAK,bete, Ainul, Hafiz,Sidik,Rini,bohal, Adnan,bejo dll berkat doa dan dukungan kalian akhirnya skripsi ini bisa selesai, semoga kalian sukses, Amin.

10. Para staf pegawai bagian Akademik, Umum, Keuangan, dan Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dalam proses birokrasi dan kemudahan bagi penulis dalam pembelajaran di kampus tercinta ini.

11. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu persatu, karena dukungan moral, doa, dan pengertian mereka, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini..

(8)

Akhir kata, sangat besar harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat yang besar, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasinya lebih lanjut.

Jakarta, 5 desember 2011

Penulis

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Desember 2011

(C) Idham Khalid

(D) Pengaruh Self Esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

(E) Xiii + 98 Halaman

HIV/AIDS menimbulkan masalah yang sulit, misalnya seputar kesehatan, hubungan dengan orang lain, keuangan, kematian dan perasaan mengenai seksualitas. Prasangka dan diskriminasi (perlakuan tidak adil) dari orang lain serta masalah sosial dan ekonomis yang lebih luas juga menyebabkan banyak persoalan bagi ODHA

(9)

Individu yang optimis mampu menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari yang telah lalu, tidak takut kegagalan, dan berusaha untuk tetap bangkit mencoba kembali bila gagal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Optimisme, diantaranyaself esteemdan dukungan sosial.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) apakah terdapat pengaruhself esteemdan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kausalitas dengan teknik analisis data menggunakan teknik multi-regresi. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 30 penderita HIV/AIDS. Adapun teknik pemilihan sampel menggunakanincidental. Sementara itu, instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan tiga skala yaitu skala self esteem, dukungan sosial dan optimisme hidup.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan: 1)self esteem dan dukungan sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS. 2) proporsi varian self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS sebesar 76.5%.

Untuk penelitian selanjutnya, peneliti memberikan saran agar mencari dan menghubungkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi optmimisme hidup ODHA, diantaranya, religiusitas, self konsep dan self efficacy. Secara praktis Perlu pengambilan kebijakan oleh pemerintah atau pihak-pihak terkait untuk mencari penanggulangan yang lebih tepat dalam mengatasi masalah HIV/AIDS.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar persetujuan skripsi... i

lembar Pengesahan... ii

lembar pernyataan... iii

Motto... iv

Kata Pengantar………... v

Abstrak ………... viii

Daftar Isi ………... ix

Daftar Tabel ………... xiii

Daftar bagan ………... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Batasan Masalah dan Rumusan Masalah ... 9

1.2.1 Batasan Masalah ... 9

1.2.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 10

(11)

BAB II LANDASAN TEORI... 12

2.1 Optimisme hidup... 32

2.1.1 Pengertian optimisme... 32

2.1.2 Aspek-aspek optimisme... 34

2.1.3 Ciri-ciri optimisme... 37

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme... 38

2.1.5 Fungsi dan Manfaat Optimis dalam Kesehatan... 39

2.2 Self esteem... 14

2.2.1 PengertianSelf esteem... 14

2.2.2 PembentukanSelf esteem... ... 17

2.2.3 Aspek-aspekSelf esteem... . 19

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhiSelf esteem... 22

2.3 Dukungan sosial... 2

2.3.1 Definisi Dukungan sosial ... 24

2.3.2 Bentuk-bentuk Dukungan sosial ... 25

2.3.3 Sumber-sumber Dukungan sosial ... 28

2.3.4 Efek Dukungan sosial terhadap kesehatan... 30

2.4 HIV/AIDS ... .. 41

2.4.1 Pengertian HIV/AIDS……… 41

2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan HIV/AIDS……….. 43

2.4.3 Cara Pencegahan HIV/AIDS………. 45

2.4.4 Dampak psikososial HIV/AIDS terhadap ODHA 46 2.5 Kerangka Berfikir ... 48

(12)

BAB III METODE PENELITIAN……….. 52

3.1. Jenis Penelitian……… 52

3.1.1. Pendekatan Penelitian……… 52

3. 1. 2. Metode Penelitian……… 52

3. 2. Variabel Penelitian……… 53

3.2.1. Definisi Variabel Penelitian………... 53

3.2.2. Definisi Konseptual Variabel………. 53

3.2.3. Definisi Operasional Variabel……….. 54

3. 3. Pengambilan Sampel……….. 55

3.3.1. Populasi…………... 55

3.3.2. Sampel……….. 55

3. 4. Teknik Pengambilan Sampel……….. 55

3. 5. Teknik Pengumpulan Data………. 56

3.5.1 Instrumen Penelitian .………... 56

3. 6. Uji Instrumen Penelitian ………. 60

3.6. 1. Teknik Uji Instrumen Penelitian………... 60

3.6.2. Hasil Uji Instrumen Penelitian………... 62

3. 7. Teknik Analisa Data……….. ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA... 68

4.1 Gambaran Umum Responden... 68

4.2. Deskripsi Skor Variabel optimism hidup, Self Esteem dan dukungan social ………..……….... 69

(13)

4.4 Uji beda berdasarkan lama terinfeksi……… 79

4.7Uji Hipotesis Koefisien Analisa Regresi dariself esteem dan dukungan sosial terhadap optmimisme hidup... 89

4.8 Uji Hipotesis Koefisien Analisa Multiple Regresi dan Proporsi Varian………. 92

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN... ... 99

5.1 Kesimpulan ... 99

5.2 Diskusi ... 100

5.3 Saran... ... 102

5.3.1 Saran Teoritis... 102

5.3.2 Saran Praktis... 103

(14)

DAFTAR TABEL

3.1. Bobot nilai tiap item ... 57

3.2. Blue print (try out) skalaself esteem….………... 57

3.3. Blue print (field test) skalaself esteem... 60

3.4. Blue print (try out) skala dukungan sosial ... 58

3.5. Blue print (field test) skala dukungan sosial ... 61

3.6 Blue print (try out) skala optimisme hidup... 60

3.7 Blue print (field test) skala optimisme hidup... 62

4.1. Gambaran umum responden……….. 68

4.2. Skor Variabel optimism hidup...………. ……… 62

4.3.Skor Variabelself esteem……….. 63

4.4.Skor Variabel dukungan sosial………... 64

4.5 Uji Hipotesis Koefisien Analisa Regresi dariself esteemdan dukungan Sosial terhadap optimisme hidup……… 65

4.6 Uji Hipotesis Koefisien Analisa Multiple Regresi……… 66

4. Proporsi varian………. 72

4.8.Uji Beda Untuk optimism hidup Berdasarkan Jenis Kelamin……… 74

4.9.Uji Beda UntukSelf EsteemBerdasarkan Jenis Kelamin…….……… 75

4.10.Uji Beda Untuk Dukungan Sosial Berdasarkan Jenis Kelamin……… 76

(15)

4.12 Uji Beda Untuk dukungan sosial berdasarkan Jenis Kelamin……… 79

4.13 Uji beda untuk optimism hidup berdasarkan lama terinfeksi……….. 81

4.14 Uji beda untukself esteemberdasarkan lama terinfeksi……….. 82

4.15 Uji beda untuk dukungan sosial berdasarkan lama terinfeksi……….. 83

4.16 Uji Perasaan Tentang Diri Sendiri, Perasaan Terhadap Orang lain dan Hubungan dengan Orang LainSelf Esteemberdasarkan lama terinfeksi ……….. 84

(16)

DAFTAR BAGAN

2.1. Kerangka berpikir ……… 38

4.1 Koefisiensi Regresi terhadap optimisme hidup……… 70

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Saat ini berita mengenai kasus infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome(AIDS) bukan lagi hal yang aneh.

Nisa (2007) menjelaskan, kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981 pada sekelompok kaum homoseksual di California dan New York. Dalam kasus tersebut ditemukan adanya Sarcoma Kaposi, Pneumonia, Pneumocystis Carini dan beberapa gejala klinis yang tidak biasa. Kemudian gejala penyakit tersebut semakin jelas diketahui sebagai akibat adanya kegagalan system imun. Karena itu disebut AIDS.

(18)

kelompok umur 20-39 tahun sebanyak 54,07%, dan kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 25,86%.

Hingga tahun 2007 terdapat antara 90.000-130.000 orang Indonesia yang hidup dengan HIV. Dengan menggunakan perhitungan angka kelahiran sebesar 2,5%, diperkirakan terdapat 2.250-3.250 bayi yang mempunyai resiko terlahir dengan HIV. Pola penyebaran infeksi yang umum terjadi adalah melalui hubungan seksual, kemudian diikuti dengan penularan melalui penggunaan narkotika dan penyalahgunaan zat adiktif (napza) suntik. Pengguna napza suntik, berdasarkan kasus yang terlaporkan, jumlah kasus AIDS di Indonesia sejak 1987-2002 terus meningkat, menyerang semua kelompok umur, khususnya remaja serta kelompok usia produktif. Data pengawasan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta menunjukan adanya kenaikan infeksi HIV pada pengguna napza suntik dari 15% pada 1999 menjadi 17,9% pada 2002 (Nisa, 2007).

(19)

Sugiarto (2004) menjelaskan bahwa pengetahuan masyarakat yang terbatas mengenai penyakit AIDS menimbulkan kesan bahwa ODHA ini telah dihukum Tuhan. Mereka dianggap telah melakukan dosa besar dan menimbulkan rasa malu bagi masyarakat, karenanya ODHA harus dijauhi dan dikucilkan. Soraya (2006), menambahkan masyarakat umum di sekitar ODHA akan merasa takut tertular, merasa lingkungannya tercemar dan dapat merusak nama baik masyarakat sekitar tempat tinggalnya, sehingga membuat mereka mengucilkan ODHA.

Masdrop (2004) menjelaskan bahwa HIV/AIDS menimbulkan masalah yang sulit, misalnya seputar kesehatan, hubungan dengan orang lain, keuangan, kematian dan perasaan mengenai seksualitas. Prasangka dan diskriminasi (perlakuan tidak adil) dari orang lain serta masalah sosial dan ekonomis yang lebih luas juga menyebabkan banyak persoalan bagi ODHA. Ronald (2003) menjelaskan bahwa seseorang yang menderita AIDS sering mengalami masalah-masalah psikologis, terutama kecemasan, depresi, rasa bersalah (akibat perilaku seks dan penyalahgunaan obat), marah dan timbulnya dorongan untuk bunuh diri.

(20)

dari itu, juga menurut Soraya, optimisme sangat dibutuhkan oleh penderita HIV/AIDS.

Menurut Sagerestrom (dalam Ghufron Nur dkk, 2010) optimisme merupakan cara berpikir yang yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah. Berpikir positif adalah berusaha mencapai hal terbaik dari keadaan terburuk. Optimis dapat membantu meningkatkan kesehatan secara psikologis, memiliki perasaan yang baik, melakukan penyelesaian masalah dengan cara yang logis sehingga hal ini dapat meningkatkan kekebalan tubuh.

Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Seligman (2008), diperoleh hasil, bahwa optimisme sangat berpengaruh pada kesejahteraan psikis dan kesehatan mental seseorang, meningkatkan sistem imun dan menurunkan stress. Studi mengenai kesehatan mental menunjukan bahwa orang yang optimis jauh dari berbagai penyakit stres, depresi, dan lainnya. Tingkat perlawanan seseorang terhadap masalah atau hambatan yang dihadapi terkait dengan tingkat optimismenya. Orang dengan optimisme kuat biasanya punya perlawanan yang kuat untuk menyelesaikan masalah. Sebaliknya, orang dengan optimisme rendah (pesimis), biasanya punya tingkat perlawanan yang lebih lemah, cenderung lebih mudah menyerah pada realitas ketimbang memperjuangkannya (Ubaedy, 2007).

(21)

orang gagal memilki harapan optimistik adalah sikapnya yang kurang sehat, yakni ketika seseorang tidak bisa menerima kenyataan dengan warna-warni kehidupan, yang kerap terjadi malah membuat seseorang mudah stres.

Masdrop (2004) menjelaskan, ketika seseorang divonis positif menderita HIV/AIDS maka mereka merasa harga dirinya telah jatuh atau rendah dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain. sementara Branden (2007), menjelaskan bahwa tanpa dibekali self esteem yang sehat, individu akan mengalami kesulitan untuk mengatasi tantangan hidup maupun untuk merasakan berbagai kebahagiaan dalam hidupnya. Branden juga mengatakan bahwa self esteem mengandung nilai keberlangsungan hidup (survival value) yang merupakan kebutuhan dasar manusia. Hal ini memungkinkan self esteem mampu memberikan sumbangan bermakna bagi proses kehidupan individu selanjutnya, maupun bagi perkembangan pribadi yang sehat.

(22)

pribadi yang khas serta kepribadian yang berharga dalam hubungannya dengan orang lain. Sebaliknya, orang yang merasa rendah diri, memiliki gambaran negatif pada diri, sedikit mengenal dirinya sehingga menghalangi kemampuan untuk menjalin hubungan, merasa tidak terancam dan berhasil.

Di samping itu, Seligman (2005) menjelaskan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang menyebabkan orang untuk bersikap optimis. Dalam beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan dukungan sosial terhadap Odha, dapat diperoleh hasil sebagai berikut: Zich dan Temoshok (dalam Chatib, 2005) memimpin sebuah studi longitudinal pada 103 Odha tahap ARC dan AIDS untuk menilai hubungan antara dukungan sosial dan daya tahan (hardiness) terhadap efek negatif dari stress (distress) baik secara fisik maupun psikologis. Hasilnya subyek menunjukan keinginan, ketersediaan, kegunaan dan frekuensi dari penggunaan 4 bentuk dukungan sosial. Empat bentuk tersebut meliputi tingkah laku dukungan emosional (ada orang yang dapat diajak bicara), tingkah laku memecahkan problem (memberikan saran-saran), pengaruh personal tidak langsung (keinginan orang lain untuk menolong), respon-respon dari lingkungan (intervensi dari orang lain untuk menurunkan stress).

(23)

mempunyai efek yang paling nyata dalam korelasi dengan daya tahan. Hasil ini juga bisa dihubungkan dengan fakta bahwa dukungan emosional dapat berasal dari berbagai sumber, sedangkan bentuk lain dari dukungan sosial, misalnya pemecahan masalah, dapat datang hanya dari seseorang yang sedikit banyaknya tergolong ahli.

Pada subyek tahap AIDS, meningkatnya distress fisik berkorelasi dengan merendahnya persepsi mengenai ketersediaan dukungan sosial. Baik subyek yang ARC (Anti Retro Viral) maupun AIDS, persepsi dari ketersediaan dukungan sosial yang kuat dihubungkan dengan penurunan perasaan ketidakberdayaan dan depresi (Chatib, 2005).

(24)

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin mengetahui sejauh mana self esteem dan dukungan sosial mampu mempengaruhi optimis hidup penderita HIV/AIDS karena banyaknya ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) self esteemnya rendah, merasa dikucilkan oleh masyarakat sehingga kebanyakan ODHA tidak optimis dalam menjalankan hidupnya. Maka dari itu peneliti memberikan judul penelitian ini pengaruh self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

1.2. Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas, maka perlu suatu pembatasan masalah, adapun pokok permasalahan yang menjadi batasan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Optimisme adalah harapan kuat terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan akan mampu teratasi dengan baik, walaupun ditimpa banyak masalah dan frustrasi. Optimisme sebagai kecenderungan untuk memandang segala sesuatu dari segi dan kondisi baiknya dan mengharapkan hasil yang paling memuaskan.

(25)

3. Dukungan sosial adalah persepsi individu tentang keberadaan individu lain yang dapat diandalkan kemampuan dan kehadirannya jika individu dalam keadaan yang memerlukan bantuan dan orang tersebut menunjukan bahwa ia peduli, menyayangi dan menghargai individu

4. Penderita HIV/AIDS adalah individu yang terinfeksi HIV. Baik yang masih pada tahap HIV positif maupun yang sudah masuk pada tahap AIDS.

1.3. Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah: Mayor :

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup pendirita HIV/AIDS?

2. Seberapa besar sumbangan varianself esteemdan dukungan sosial terhadap optimisme hidup pendirita HIV/AIDS?

Minor :

1. apakah perasaan mengenai diri sendiri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS?

(26)

3. Apakah hubungan dengan orang lain memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS?

4. Apakah dukungan emosional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS?

5. Apakah dukungan penghargaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS?

6. Apakah dukungan instrumental memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS?

7. Apakah dukungan informasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS?

8. Apakah dukungan persahabatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah

1. untuk melihat pengaruh self esteem dan dukungan sosial terhadap optimis hidup pendirita HIV/AIDS.

2. Untuk melihat seberapa besar sumbangan varian self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup pendirita HIV/AIDS

(27)

Penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

1. Secara Akademis

Sebagai aset pustaka yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh seluruh kalangan akademisi, baik dosen maupun mahasiswa, dalam upaya memberikan pengetahuan, informasi, mengenai pengaruh self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS 2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini dapat diimplementasikan atau diterapkan di Yayasan Stigma atau di instansi-instansi lain yang relevan.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman penyusunan dan penulisan skripsi fakultas Psikologi UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah Jakarta (2004). Penulisan penelitian ini dibagi menjadi beberapa bab yang terdiri atas:

BAB I : Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

(28)

ciri-ciri, faktor-faktor serta fungsi dan manfaat dari optimis itu sendiri). Sub-bab kedua membahas tentang self esteem (di dalamnya terdapat: pengertian, pembentukan, aspek-aspek dinamika, faktor-faktor yang mempengaruhi, karakteristik).. Sub-bab ketiga membahas tentang dukungan sosial (di dalamnya terdapatpengertian,bentuk-bentuk dukungan sosial, sumber dukungan sosial, serta efek dukungan sosial terhadap kesehatan). Sub-bab keempat, membahas HIV/AIDS (di dalamnya terdapat: pengertian, faktor-faktor penularan, cara pencegahan, serta dampak psikososial terhadap ODHA). Sub bab kelima membahas kerangka berfikir dan sub bab keenam membahas hipotesa penelitian.

BAB III : berisi Jenis penelitian, yang meliputi: Pendekatan dan metode penelitian, definisi variable dan operasional variable. Populasi dan sample, yang meliputi: populasi penelitian, sampel penelitian, dan teknik pengambilan sampel. Pengumpulan data, yang meliputi: instrument penelitian, alat penelitian yang digunakan. Prosedur penelitian, yang meliputi: tahap perencanaan,

BAB IV : berisi tentang penguraian hasil uji coba instrumen, pelaksanaan penelitian, deskripsi data penelitian dan uji hipotesis.

(29)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini terdiri dari 4 sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai optimism, sub bab kedua self esteem, sub bab ketiga dukungan sosial dan sub bab keempat HIV/AIDS. Terakhir diuraikan mengenai kerangka berpikir serta hipotesis penelitian.

2.1. OPTIMISME

(30)

2.1.1. Pengertian Optimisme

Dalam Kamus besar bahasa Indonesia (2002), optimisme berarti paham (keyakinan) atas segala sesuatu dari segi yang baik dan menyenangkan; sikap selalu mempunyai harapan baik dari segala hal .

Seligman (dalam Goleman, 2000) mendefiniskan optimis dalam kerangka bagaimana orang memandang keberhasilan dan kegagalan mereka. Orang yang optimis menganggap kegagalan disebabkan oleh sesuatu hal yang dapat diubah sehingga mereka dapat berhasil pada masa-masa mendatang; sementara orang yang pesimis menerima kegagalan sebagai kesalahannya sendiri, menganggapnya berasal dari pembawaan yang telah mendarah daging yang tak dapat mereka ubah. Selain itu, Seligman (dalam Ubaedy, 2007) juga menambahkan bahwa esensi menjadi orang optimis adalah menghindarkan diri dari kondisi batin yang terpuruk, hanyut, dan larut ke dalam realitas buruk. Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia, optimis adalah selalu berpengharapan baik, semangat meraih keberhasialan. Sedangkan optimisme adalah berpandangan baik dalam menghadapi suatu pekerjaan atau suatu masalah (Amran, 2002).

Dietrich Bonhoeffer (dalam Ubaedy, 2007) mengungkapkan bahwa esensi optimis bukan untuk mengubah kenyataan yang sudah terjadi, tetapi mengubah yang belum terjadi. Sedangkan menurut Ubaedy (2007), optimis memiliki dua pengertian. Pertama, optimisme adalah doktrin hidup yang mengajarkan kita untuk meyakini

(31)

Sedangkan menurut Sudirman (2009) optimisme dalam kehidupan dunia berarti berharap untuk mendapatkan kesejahteraan yang baik, seperti rejeki yang banyak, kedudukan yang tinggi, dan menjadi orang yang berkuasa. Untuk mencapai hal itu orang harus bekerja keras dengan cara yang halal.

Menurut Sagerestrom (1998) optimisme merupakan cara berpikir yang yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah. Berpikir positif adalah berusaha mencapai hal terbaik dari keadaan terburuk. Optimisme dapat membantu meningkatkan kesehatan secara psikologis, memiliki perasaan yang baik, melakukan penyelesaian masalah dengan cara yang logis sehingga hal ini dapat meningkatkan kekebalan tubuh (Ghufron Nur et al. 2010).

Lopez dan Snyder (2003) berpendapat optimisme sebagai suatu harapan yang ada pada diri individu bahwa segala sesuatu akan berjalan menuju arah kebaikan. Perasaan optimisme membawa individu pada tujuan yang diinginkan, yakni percaya pada diri dan kemampuan yang dimiliki. Sikap optimis menjadikan seseorang keluar dengan cepat dari permasalahan yang dihadapi karena adanya pemikiran dan perasaan memiliki kemampuan. Juga didukung anggapan bahwa setiap orang memiliki keberuntungan sendiri-sendiri (Ghufron Nur et al. 2010).

(32)

dan walaupun masalah itu harus terjadi, ia tetap berpikir untuk mencari solusi, bukan larut dalam kondisi terpuruk.

2.1.2. Aspek-aspek Optimisme

Menurut Saligman (2005), terdapat beberapa cara individu memandang suatu peristiwa/masalah berhubungan erat dengan gaya penjelasan (explanatory style), yaitu:

a. Permanence

Gaya penjelasan peristiwa ini menggambarkan bagaimana individu melihat peristiwa berdasarkan waktu, yaitu bersifat sementara (temporary) dan menetap (parmanence). Orang-orang yang mudah menyerah (pesimis) percaya bahwa penyebab kejadian-kejadian buruk yang menimpa mereka bersifat permanen (kejadian itu akan terus berlangsung) selalu hadir mempengaruhi hidup mereka. Orang-orang yang melawan ketidakberdayaan (optimis) percaya bahwa penyebab kejadian buruk itu bersifat sementara. Jika seseorang memikirkan hal-hal buruk dengan kata ”selalu” dan ’tidak pernah”disertai ciri-ciri yang menyertainya, maka ia memilki gaya pesimistis yang permanen. Sedangkan orang optimis akan mengatakan ”kadang-kadang”dan”akhir-akhir”, menggunakan kata sifat dan menyalahkan hal-hal yang sementara sifatnya.

(33)

berikutnya. Orang-orang yang menganggap peristiwa baik disebabkan oleh alasan temporer mungkin menyerah, bahkan ketika berhasil, mereka percaya itu hanya suatu kebetulan. Orang yang paling bisa memanfaatkan keberhasilan dan terus bergerak maju begitu segala sesuatu mulai berjalan dengan baik adalah orang yang optimistis.

b. Pervasif (spesifik versus universal).

Gaya penjelasan peristiwa ini berkaitan dengan ruang lingkup peristiwa tersebut, yang meliputi universal (menyeluruh) dan spesifik (khusus). Sebagian orang bisa melupakan persoalan dan melanjutkan kehidupan mereka bahkan ketika salah satu aspek penting dari kehidupan mereka (misal: pekerjaan, perkawinan) berantakan. Ada sebagian lain yang membiarkan satu persoalan melebar mempengaruhi segala segi kehidupan mereka. Mereka menganggapnya sebagai bencana. Seperti pepatah ”seutas benang kehidupan terputus, seluruh tenunan terbuai”

c. Personalization.

Peronalization merupakan gaya penjelasan masalah yang berkaitan dengan sumber dari penyebab kejadian tersebut, meliputi dari internal (dari dalam dirinya) daneksternal(dari luar dirinya).

(34)

(berdasarkan ruang) yang terbagi kepada spesifik dan universal, dan ketiga, personalization (dari sumber masalah itu sendiri) yang terbagi kepada internal dan eksternal.

2.1.3. Ciri-cici Optimisme

Menurut McGinnis (1995) terdapat 12 ciri-ciri orang yang optimis, diantaranya sebagai berikut:

1. tidak terkejut oleh kesulitan seperti berani menerima kenyataan dan mempunyai penghargaan yang besar pada hari esok.

2. mampu mencari pemecahan masalah seperti memandang permasalahan besar ataupun permasalahn kecil dapat terselesaikan.

3. merasa yakin mengendalikan masa depan mereka seperti yakin bahwa dirinya mampu menguasai keadaan.

4. memungkinkan terjadinya pembaharuan secara teratur seperti berhubungan dengan orang-orang yang mempunyai harapan dan mengambil tindakan secara sadar dan tidak sadar untuk melawan keinginannya.

5. menghentikan pemikiran negative seperti ,terlihat banyak hal dari segi positif dan berfikir logis.

(35)

7. menggunakan imajinasi untuk melatih sukses seperti mengubah kekhawatiran menjadi bayangan positif dan menbayangkan hal-hal positif untuk masa depan.

8. selalu gembira bahkan ketika merasa tidak bahagia sepeti berprilaku ceria baik dalam keadaan senang ataupun sedih.

9. merasa yakin bahwa punya kemampuan yang tidak terbatas untuk diukur seperti mempunyai keyakinan yang sangat kuat.

10. suka bertukar berita baik seperti memandang apa yang dibicarakan dengan orang lain mempunyai pengaruh yangn penting terhadap suasana hati.

11. membina cinta dalam kehidupan seperti mempunyai hubungan yang sangat erat, memperhatikan orang yang sedang dalam kesulitan dan mempunyai kemauan untuk mengagumi dan menikmati banyak hal pada diri orang lain. 12. menerima apa yang tidak bisa diubah seperti dapat menyesuaikandiri dengan

dengan system baru dan mempunyai keinginan untuk mempunyai cara baru.

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Optimisme

Faktor-faktor yang mempengaruhi optimis menurut para ahli, yaitu :

(36)

2. Pengalaman bergaul dengan orang lain, kemampuan untuk mengagumi dan menikmati hal pada diri orang lain merupakan daya yang sangat kuat, sehingga dapat membantu mereka memperoleh optimism (Clark dalam McGinnis, 1995)

3. Prasangka, prasangkaan hanyalah prasangkaan, bisa merupakan fakta, bisa pula tidak (Seligman, 2005)

Sedangkan menurut Larsen dan Buss (2002), cara lain dimana optimisme dapat meningkatkan kesehatan melalui sebuah mekanisme yang meningkatkan hubungan sosial. Misalnya saja, teman dan keluarga yang berinteraksi secara langsung, dapat menjadi obat manjur jika sesuatu mulai menunjukkan ke arah yang buruk.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa factor-faktor yang dapat mempengaruhi optimisme seseorang adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, lingkungan pergaulan yang tidak baik, selalu memiliki prasangka yang tidak baik untuk dirinya maupun dengan orang lain.

2.1.5. Fungsi dan Manfaat Optimis dalam Kesehatan

Menurut Ubaedy (2007), adapun fungsi optimis dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya sebagai berikut:

(37)

Seligman (dalam Ubaedy, 2007) mengatakan bahwa esensi menjadi orang optimis adalah menghindarkan diri dari kondisi batin yang terpuruk, hanyut, dan larut ke dalam realitas buruk. Studi sejumlah pakar kesehatan mental menunjukan bahwa orang yang optimis jauh dari berbagai penyakit distres, depresi, dan lain-lain.

b. Sebagai perlawanan.

Tingkat perlawanan seseorang terhadap masalah atau hambatan yang dihadapi terkait dengan tingkat keoptimisannya. Orang dengan optimisme kuat biasanya punya perlawanan yang kuat untuk menyelesaikan masalah. Sebaliknya, orang dengan optimisme rendah (pesimis), biasanya punya tingkat perlawanan yang lebih lemah, cenderung lebih mudah menyerah pada realitas ketimbang memperjuangkannya.

c. Sebagai sistem pendukung.

Optimisme juga berfungsi sebagai sistem pendukung. Kalau seseorang menginginkan keberhasilan, maka ia berpikir akan berhasil, memiliki kemauan untuk berhasil, mempunyai sikap yang dibutuhkan untuk berhasil, dan melakukan hal-hal yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan.

(38)

Dalam pembahasanself esteempeneliti menguraikan mengenai pengertianself esteem, pembentukan self esteem, aspek-aspek self esteem, faktor-faktor yang

mempengaruhiself esteem.

2.2.1. PengertianSelf Esteem

Menurut Minchinton (1996), self esteem adalah penilaian terhadap diri sendiri, tolak ukur harga diri kita sebagai manusia, berdasarkan pada kemampuan penerimaan diri dan perilaku sendiri. Self esteem juga dapat dideskripsikan sebagai penghormatan terhadap diri sendiri atau perasaan mengenai diri yang berdasarkan pada keyakinan mengenai apa dan siapa diri kita sebenarnya.

(39)

Menurut Gecas 1982; Rosenberg 1990; et al 1995, dalam (Cast & Burke, 2002) self esteem secara keseluruhan menunjuk pada evaluasi diri yang positif. Terdiri atas dua dimensi yaitu kemampuan dan keberhargaan (Gecas 1982; Gecas & Schwalbe, 1983). Dimensi kemampuan (bermakna berdasar pada self esteem) menunjuk pada tingkat dimana seseorang melihat dirinya sendiri sebagai seseorang yang memiliki kemampaun dan bermakna. Dimensi keberhargaan diri (berharga berdasarself esteem) menunjuk pada tingkat dimana seseorang melihat dirinya sendiri sebagai seseorang yang bernilai.

Menurut Ghufron (2010) harga diri merupakan hasil penilaian yang dilakukannya dan perlakuan orang lain terhadap dirinya dan menunjukkan sejauh mana individu memiliki rasa percaya diri serta mampu berhasil dan berguna.

Self esteem adalah suatu konsep penting dan popular, baik dalam ilmu social maupun kehidupan sehari-hari. Branden (2007), menjelaskan bahwa tanpa dibekali self esteemyang sehat, individu akan mengalami kesulitan untuk mengatasi tantangan hidup maupun untuk merasakan berbagai kebahagian dalam hidupnya. Branden juga mengatakan bahwa self esteem mengandung nilai keberlangsungan hidup (Survival Value) yang merupakan kebutuhan dasar manusia. Hal ini memungkinkan self esteem

mampu memberikan sumbangan bermakna bagi proses kehidupan individu selanjutnya, maupun bagi perkembangan pribadi yang normal dan sehat.

(40)

Menurut Bradshaw (dalam Ghufron 2010) proses pembentukan self esteem telah dimulai sejak bayi merasakan tepukan pertama kali yang diterima orang mengenai kelahirannya. Darajat (1980) menyebutkan bahwa self esteem sudah terbentuk pada masa kanak-kanak sehingga seorang anak sangat perlu mendapatkan rasa penghargaan dari orang tuanya.

Sedangkan Coopersmith (1967) mengatakan bahwa pola asuh otoriter dan permisif akan mengakibatkan anak mempunyai harga diri yang rendah. Sementara itu, pola asuh authoritarian akan membuat anak mempunyai harga diri yang tinggi.

Menurut Coopersmith seperti yang dikutip dalam Ghufron (2010) menyatakan bahwa pembentukanself esteemdipengaruhi beberapa factor yaitu:

1. Keberartian individu

Keberartian diri menyangkut seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, dan berharga menurut standar nilai pribadi. Penghargaan inilah yang dimaksud dengan keberartian diri.

2. Keberhasilan seseorang

Keberhasilan yang berpengaruh terhadap pembentukan harga diri adalah keberhasilan yang berhubungan dengan kekuatan atau kemampuan individu dalam mempengaruhi dan mengandalikan diri sendiri maupun orang lain. 3. Kekuatan individu.

(41)

penerimaan masyarakat terhadap individu bersangkutan. Hal ini mendorong harga diri tinggi.

2.2.3 Aspek – AspekSelf Esteem

Menurut Minchinton (1993) self esteem bukanlah sifat atau aspek tunggal saja, melainkan sebuah kombinasi dari beragam sifat dan prilaku. Minchinton menjabarkan tiga aspekself esteem,yaitu perasaan menganai diri sendiri, perasaan terhadap hidup, serta hubungan dengan orang lain.

1. Perasaan mengenai diri sendiri

Seseorang haruslah menerima dirinya secara penuh, apa adanya. Mampu menilai diri kita sendiri sebagai manusia. Dengan begitu, perasaannya tentang dirinya sendiri tidak tergantung pada kondisi eksternal. Apapun yang terjadi kita dapat merasa nyaman dengan diri kita sendir dan dapat menilai keunikan yang ada dalam diri kita tanpa menghiraukan karakter atau kemampuan yang kita punya atau tidak punya.

(42)

pendapat orang lain. Mereka tidak akan merasa lebih baik ketika mereka dipuji atau merasa buruk ketika mereka dikritisi. Perasaan baik kita mengenai diri kita sendiri bergantung pada kondisi luar.

2. Perasaan terhadap Hidup

Perasaan terhadap hidup berarti menerima tanggung jawab atas sebagian hidup yang dijalaninya. Maksudnya, seseorang denganself esteemtinggi akan menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan keadaan hidup ini (atau orang lain) atas segala masalah yang dihadapinya. Ia sadar bahwa semuanya itu terjadi dengan pilihan dan keputusannya sendiri, bukan karena factor eksternal. Karena itu, ia pun akan membangun harapan atau cita-cita secara realistis ; sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Perasaan seseorang terhadap hidup juga menentukan apakah ia akan menganggap sebuah masalah adalah rintangan hebat atau kesempatan bagus untuk mengembangkan diri. Selain itu, seseorang dengan self esteem tinggi juga tidak berusaha mengendalikan orang lain atau situasi yang ada. Sebaliknya, ia akan dengan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan.

3. Hubungan dengan Orang Lain

(43)

seseorang denganself esteemtinggi mampu memandang hubungannya dengan orang lain secara lebih bijaksana.

Saat seseorang merasa nyaman dengan dirinya sendiri, ia pun akan menghormati orang lain sebagaimana adanya mereka. Ia tidak akan memaksakan kehendak atau nilai-nilai kepada orang lain karena ia tidak membutuhkan penerimaan dari orang tersebut agar ia merasa berharga. Mereka memiliki pemikiran yang masuk akal, dapat menerima kekurangan orang lain, berwatak tenang, fleksibel, dan bertanggung jawab dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Memandang setiap orang secara sama dan dapat menghormati orang lain tanpa pandang bulu.

2.2.4 Faktor – faktor yang mempengaruhiSelf Esteem 1. Faktor jenis kelamin

Menurut Ancok dkk, (1988) wanita selalu merasa harga dirinya lebih rendah dari pada pria seperti perasaan kurang mampu, kepercayaan diri yang kurang mampu, atau merasa harus dilindungi. Hal ini mungkin terjadi karena peran orang tua dan harapan-harapan masyarakat yang berbeda-beda baik pada pria maupun wanita. Pendapat tersebut sama dengan penelitian dari Coopersmith (1967) yang membuktikan bahwa harga diri wanita lebih rendah dari pada harga diri pria.

(44)

Menurut Coopersmith (1967) individu dengan harga diri tinggi akan mencapai prestasi akademik yang tinggi dari pada individu dengan harga tinggi rendah. Selanjutnya, dikatakan individu dengan harga diri tinggi memiliki skor inteligensi yang lebih baik, taraf aspirasi lebih baik, dan selalu berusaha keras. 3. Kondisi Fisik

Coopersmith (1967) menemukan adanya hubungan yang konsisten antara daya tarik fisik dan tinggi badan dengan harga diri. Individu dengan kondisi fisik yang menarik cenderung memiliki harga diri yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang menarik.

4. Lingkungan Keluarga

Coopersmith (1967) berpendapat bahwa perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif, dan mendidik yang demokratis akan membuat anak mendapat harga diri yang tinggi. Berkenaan dengan hal tersebut Savary (1994) sependapat bahwa keluarga berperan dalam menentukan perkembangan harga diri anak. Orang tua yang sering memberikan hukuman dan larangan tanpa alasan dapat menyebabkan anak merasa tidak berharga. 5. Lingkungan Sosial

(45)

2.3.1 Dukungan Sosial

2.3.1. Pengertian Dukungan Sosial

Banyak ahli yang mendefinisikan dukungan sosial, di antaranya adalah Sarafino (1998) yang menyatakan bahwa adanya dukungan sosial berarti adanya penerimaan dari orang tua atau sekelompok orang terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa ia disayangi, diperhatikan, dihargai dan ditolong (Smet, 1994). Definisi serupa yang diutarakan oleh Sarason (dalam Gottlieb, 1983), Ia menekankan adanya orang lain yang dapat diandalkan kemampuan dan kehadirannya jika individu dalam keadaan yang memerlukan bantuan dan orang tersebut menunjukan bahwa ia peduli, menyayangi dan menghargai individu.

Gottlieb (Smet, 1994) mendefinisikan dukungan sosial secara operasional yaitu bahwa dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan non verbal yang diberikan oleh suatu jaringan sosial yang akrab. Dukungan ini didapat karena kehadiran jaringan sosial tersebut dan mempunyai manfaat perilaku bagi pihak pertama.

(46)

2.3.2. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial

Para ahli selain memberikan definisi, mereka juga menguraikan bentuk-bentuk dukungan sosial di antaranya adalah Gottlieb, 1983 (dalam Smet,1994). Pembagian bentuk dukungan sosial dari para ahli ini mirip satu sama lain dan saling melengkapi. Berdasarkan pembagian bentuk-bentuk dukungan sosial yang telah mereka uraikan , ada lima bentuk umum, yaitu:

a. Dukungan Emosi (emotional support)

Dukungan emosi mengacu pada bantuan yang berbentuk dorongan yang membesarkan hati, kehangatan, dan kasih sayang. Dukungan ini dikatakan melibatkan perhatian, rasa percaya dan empati. Beberapa ahli melihatnya sebagai suatu bentuk tingkah laku yang menumbuhkan perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa ia dihormati, dicintai, dan merasa aman. (Smet, 1994) menyatakan bahwa dukungan emosi mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu. Dapat disimpulkan bahwa dukungan emosi lebih menitikberatkan pada dukungan yang berupa ungkapan perasaan seorang individu terhadap orang lain.

b. Dukungan penghargaan(esteem support)

(47)

individu dan penerimaaan individu apa adanya. Bentuk dukungan ini membentuk perasaan dalam diri individu bahwa ia berharga, mampu dan berarti.

c. Dukungan Instrumental/Material(instumental/material support)

Dukungan meterial ini mengacu kepada penyediaan barang dan jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah secara praktis. Contoh dukungan ini seperti pinjaman atau sumbangan uang dari orang lain, penyediaan layanan penitipan anak, penjagaan dan pengawasan rumah yang ditinggal pergi pemiliknya dan lain sebagainya yang merupakan bantuan nyata berupa materi atau jasa.

d. Dukungan Informasi (informational support)

Menurut House (dalam Smet, 1994) dukungan informasi memiliki dua bentuk, yaitu dukungan informasi yang berarti memberikan informasi atau mengajarkan suatu keterampilan yang dapat memberikan solusi atas suatu masalah, misalnya berupa petunjuk, nasehat atau penghargaan. Bentuk lainya yaitu dukungan informasi yang berupa dukungan penilaian (appraisal support) yang melibatkan informasi sehingga dapat membantu seseorang dalam menilai kemampuan dirinya seperti dengan memberikan umpan balik atas keterampilan yang dimiliki individu. Jadi dukungan informasi adalah dukungan yang diberikan dengan cara memberikan informasi baik berupa nasehat, saran, umpan balik, atau cara-cara yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.

(48)

Dukungan persahabatan merupakan suatu interksi sosial yang positif dengan orang lain dimana individu dapat menghabiskan waktu dengan individu lain dalam suatu aktivitas sosial dan hiburan. Menurut Olford (1992) hal ini dapat menimbulkan stres karena dapat memenuhi kebutuhan individu akan afiliasi dan kontak dengan orang lain sehingga tidak membuatnya terlarut dalam kekhawatiran atas masalah yang dihadapi serta dapat membantu menciptakan suasana hati yang positif.

2.3.4. Sumber Dukungan Sosial

Sumber-sumber dukungan sosial dikelompokan oleh Gottlieb (1983) berdasarkan penelitian para ahli mengenai dukungan sosial, yaitu dukungan sosial dapat berasal dari:

a. Orang-orang sekitar individu yang termasuk kalangan non-profesional (significant others), seperti keluarga, teman dekat atau rekan kerja.

b. Profesional, seperti psikolog atau dokter.

c. Kelompok-kelompok dukungan sosial (social support groups).

(49)

Gottlieb (1983) kontribusi yang mereka berikan terhadap kesejahtreaan individu berbeda dengan kontribusi yang diberikan dari kalangan profesional. Hal ini dikarenakan hubungan antara individu dengan kalangan non-profesional lebih mudah diperoleh, bebas dari biaya pinansial, dan berakar pada keakraban yang cukup lama.

2.4. HIV/AIDS

Dalam pembahasan HIV/AIDS peneliti menguraikan mengenai defenisi HIV/AIDS, faktor-faktor yang mempengaruhi penularan HIV/AIDS, cara pencegahan HIV/AIDS, dampak psikososial.

2.4.1. Pengertian HIV/AIDS

AIDS adalah suatu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus, Human Immunodeficiency Virus (HIV), yang menghancurkan sistem pertahanan tubuh (Santrock, 2002). Menurut Djoerban (2009) AIDS (Acquired Immunodefiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan

oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh viarus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk family retroviridae, AIDS merupakan tahap

akhir dari infeksi HIV..

(50)

Nisa, (2007) menjelaskan sedangkan HIV dalam Pusat Pendidikan Nasional Kesehatan Republik Indonesia (PUSDIKNAKES RI, 1997) dijelaskan bahwa HIV adalah sekumpulan mikro organisme yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Menurut Green (2006) HIV (Human Immunodificienci Virus) adalah virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh kita untuk melawan segala penyakit yang datang. Pada saat kekebalan tubuh kita mulai lemah, maka timbullah masalah kesehatan. Gejala yang umumnya timbul antara lain, demam, batuk atau diare yang terus menerus. Kumpulan gejala penyakit akibat melemahnya sistem kekebalan tubuh inilah yang disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndromemerupakan sekumpulan gejala yang timbul akaibat menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia yang didapat (bukan keturunan) dan disebabkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Sedangkan orang yang terinfeksi HIV atau telah memasuki tahapan AIDS dapat juga disebut Orang dengan HIV/AIDS(ODHA).

2.4.2. Penularan HIV/AIDS

(51)

jarum suntik pada pengguna narkotika, transfuse komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIVAIDS misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersil dan pelanggannya serta narapidana

Nisa (2007), mengungkapkan beberapa cara penularan HIV antara lain:

1. Hubungan seksual, baik secara vaginal, oral ataupun anal dengan seorang pengidap. Ini adalah cara cara yang paling umum terjadi, meliputi 80-90% dari total kasus sedunia. Lebih mudah terjadi penularan bila terdapat lesi penyakit kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genetalis, sifilis, gonorea, klamidia, kankroid dan trikomoniasis. Resiko pada seks anal lebih besar dibanding seks vaginal.

2. Kontak langsung dengan darah/produk darah/ jarum suntik:

a. Transfuse darah/produk darah yang tercemar HIV, resikonya sangat tinggi, sampai lebih dari 90%.

b. Pemakaian jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan sempritnya pada pecandu narkotik suntik.

c. Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan. 3. Secara vertikel dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selama

hamil, saat melahirkan ataupun setelah melahirkan.

(52)

Nisa, (2007) menjelaskan, Pada prinsipnya, pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus AIDS. Karena penularan AIDS terbanyak adalah melalui hubungan seksual, maka penularan AIDS bisa dicegah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual. Pencegahan lain melalui pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan penggunaan jarum suntik yang diulang, pengidap virus tidak boleh menjadi pendonor darah. Secara ringkas, pencegahan dapat dilakukan dengan formula A-B-C:

a. A adalah abstinensia, artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah.

b. B adalah be faithful, artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja/tidak berganti-ganati pasangan.

c. C adalahcondom, artinya jika memang cara A dan B tidak bias dipatuhi maka harus digunakan alat pencegahan dengan menggunakan kondom.

2.5. Kerangka Berpikir

(53)

memilikiself esteemyang tinggi yang dapat mempengaruhi optimisme dan dukungan sosial yang membuat ODHA bisasurvive.

Soraya (2006) menjelaskan Apabila seseorang telah didiagnosis terinfeksi HIV biasanya mereka akan menghadapi berbagai masalah diantaranya perasaan malu, tidak diterima dalam keluarga atau masyarakat, merasa dikucilkan, tidak memilki masa depan, akan menjadi beban orang lain, sulit mendapatkan pekerjaan, tidak punya teman, khawatir tidak adaanya obat yang dapat menyembuhkannya dari virus itu, merasa tidak berguna hilang semangat dan takut akan segera meninggal.

Menurut Minchinton (1996), self esteem adalah penilaian terhadap diri sendiri, tolak ukur harga diri kita sebagai manusia, berdasarkan pada kemampuan penerimaan diri dan perilaku sendiri. Self esteem juga dapat dideskripsikan sebagai penghormatan terhadap diri sendiri atau perasaan mengenai diri yang berdasarkan pada keyakinan mengenai apa dan siapa diri kita sebenarnya.Self esteembukan hanya sekedar aspek atau kualitas diri tetapi dengan pengertian yang lebih luas yang merupakan kombinasi yang berhubungan dengan karakter dan perilaku. Dalam hal ini pentingnya self esteem merupakan inti diri kita –dasar dalam diri yang kita bangun dalam hidup. Selama kita tidak hidup sendirian di bumi ini, perasaan mengenai diri sendiri dapat mempengaruhi bagaimana cara berhubungan dengan orang lain di sekitar kita dan pada setiap aspek dalam hidup kita.

(54)

ditolong (Smet, 1994). Definisi serupa yang diutarakan oleh Sarason (dalam Gottlieb, 1983), Ia menekankan adanya orang lain yang dapat diandalkan kemampuan dan kehadirannya jika individu dalam keadaan yang memerlukan bantuan dan orang tersebut menunjukan bahwa ia peduli, menyayangi dan menghargai individu.

Kemampuan dalam menilai diri ini adalah bagaimana seseorang memberi penghargaan atas dirinya sendiri, apakah evaluasi terhadap diri dinilai sebagai sesuatu yang positif atau negatif yang nantinya dapat membuatnya menjadi optimis atau malah sebaliknya pesimis. Sedangkan seseorang yang dapat menilai dirinya secara positif diasumsikan memiliki pemikiran yang lebih optimis dibandingkan seseorang yang menilai dirinya secara negatif. Asumsi penulis tersebut dapat digambarkan melalui bagan di bawah ini :

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

Self Esteem

1. Perasaan mengenai diri sendiri

2. Perasaan terhadap hidup 3. Hubungan dengan orang

lain

Dukungan Sosial

(55)

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti membuat hipotesis penelitian, sebagai berikut:

H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan self esteem dan dukungan sosial

terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

Ha : Adanya pengaruh yang signifikan self esteem dan dukungan sosial

terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

Adapun hipotesis minor yang terdapat dalam penelitian ini dari variabel self esteemterdapat, diantaranya:

Ha-1 : Ada pengaruh yang signifikan perasaan mengenai diri sendiri terhadap

optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

Ha-2 : Ada pengaruh yang signifikan perasaan terhadap hidup terhadap

(56)

Ha-3 : Ada pengaruh yang signifikan hubungan dengan orang lain terhadap

optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

Ha-4 : Ada pengaruh yang signifikan dukungan emosional terhadap optimisme

hidup penderita HIV/AIDS.

Ha-5 : Ada pengaruh yang signifikan dukungan penghargaan terhadap

optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

Ha-6 : Ada pengaruh yang signifikan dukungan instrumental terhadap

optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

Ha-7 : Ada pengaruh yang signifikan dukungan informasi terhadap optimisme

hidup penderita HIV/AIDS.

Ha-8 : Ada pengaruh yang signifikan dukungan instrumental terhadap

optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

BAB III

(57)

Pada bab ini akan dipaparkan metodologi penelitian, diantaranya jenis penelitian (pendekatan penelitian, metode penelitian), dan variabel penelitian (definisi konseptual variabel, definisi operasional variabel), populasi dan sampel, pengambilan sampel, teknik dan instrument pengumpulan data (kuisioner dan analisa data), teknik penyusunan angket, uji instrument penelitian, teknik analisa data, serta prosedur penelitian.

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1 Pendekatan penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, dimana penelitian yang bekerja dengan angka, yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai, peringkat, atau frekuensi), yang dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik, dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel yang lain (Sevilla dkk, 2006).

3.1.2. Metode penelitian

Metode yang dipakai dalam penelitian adalah metode kausalitas karena tujuan dalam penelitian ini adalah melihat pengaruh self esteem terhadap optimis hidup penderita HIV/AIDS kemudian memprediksikan berapa kontribusi dari masing-masing independent variabledandependent variable.

(58)

3.2.1. Definisi variabel

Menurut Kerlinger (2000), variabel merupakan suatu sifat, simbol atau lambang yang dapat memiliki bermacam nilai dan sesuatu yang bervariasi. Dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Kerlinger (2000) mendefinisikan variabel bebas adalah sebab yang dipandang sebagai sebab kemunculan (anteseden), sedangkan variabel terikat adalah dipandang sebagai akibatnya (konsekuensi).

Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini, diantaranya: Variabel bebas :Self esteemdan dukungan sosial.

Variabel terikat : Optimisme hidup

3.2.2. Definisi konseptual variabel

Adapun definisi konseptual dalam penelitian ini, diantaranya:

1. Optimisme yang dimaksud disini adalah Harapan kuat terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan akan mampu teratasi dengan baik, walaupun ditimpa banyak masalah dan frustasi. Optimisme sebagai kecenderungan untuk memandang segala sesuatu dari segi dan kondisi baiknya dan mengharapkan hasil yang paling memuaskan.

(59)

merupakan evaluasi terhadap dirinya sendiri secara positif dan juga sebaliknya dapat menghargai secara negatif.

3. Dukungan sosial yang dimaksud disini adalah persepsi individu tentang keberadaan individu lain yang dapat diandalkan kemampuan dan kehadirannya jika individu dalam keadaan yang memerlukan bantuan dan orang tersebut menunjukan bahwa ia peduli, menyayangi dan menghargai individu

4. Penderita HIV/AIDS merujuk pada individu yang terinfeksi HIV. Baik yang masih pada tahap HIV positif maupun yang sudah masuk pada tahap AIDS. 3.2.3. Definisi operasional variabel

Definisi operasional melekatkan arti pada suatu konstruk atau variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur konstruk atau variabel itu. Definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasinya (Kerlinger, 2000). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini, diantaranya:

1. Optimisme adalah skor yang diperoleh dari skala optimisme dari aspek-aspek optimism yaitu : permanen, pervasive dan personalization

2. Self esteem Adalah skor yang diperoleh dari skala self esteem dari aspek-aspek self esteem yaitu : perasaan tentang diri sendiri, perasaan tentang hidup dan hubungan dengan orang lain.

(60)

bentuk-bentuk dukungan social yaitu : dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan persahabatan

3.3. Pengambilan Sampel

3.3.1. Populasi

Gay dalam Sevilla dkk (2006) mendefinisikan populasi sebagai kelompok dimana peneliti akan menggeneralisasikan hasil penelitiannya. Sedangkan menurut Kerlinger (2000) dan Sevilla, dkk (2006) bahwa populasi adalah keseluruhan anggota, kejadian, atau objek-objek yang telah ditetapkan dengan baik. Adapun populasi dalam penelitian ini merupakan Orang dengan HIV/AIDS di Yayasan Stigma, adapun populasi ODHA yang peneliti peroleh melalui Yayasan Stigma dan menanyakan langsung dengan pengurus lembaga adalah sebanyak 61 orang.

3.3.2. Sampel

Dalam penelitian ini melibatkan sampel sebanyak 30 responden 3.3.3. Teknik pengambilan sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik incidental yaitu teknik pengambilan sampel secara kebetulan. Teknik ini termasuk jenis Non-probability sampling, dimana semua elemen dari setiap anggota populasi tidak

(61)

.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data menggunakan pernyataan tertutup. Dimana pernyataan tertutup merupakan pernyataan yang pilihan jawabanya tersedia, dengan cara memberikan tanda check list (√).

Pada penelitian ini peneliti menggunakan skala self esteem, dukungan sosial dan optimis hidup dengan menggunakan 4 pilihan jawaban yakni sebagai berikut:

 Sangat Setuju (SS)  Setuju (S)

 Tidak Setuju (TS)

 Sangat Tidak Setuju (STS)

Adapun perolehan skor dari tem-item berdasarkan dari jawaban yang dipilih sesuai dengan jenis pernyataan yakni favorable dan unfavorable. Untuk jawaban favorable skornya bergerak dari kanan ke kiri (SS→S→TS→STS) dengan nilai (1→2→3→4). Sedangkan untuk unfavorable cara skornya bergerak sebaliknya dari kiri ke kanan (STS→TS→S→SS) dengan nilai (4→3→2→1). Jika digambarkan

dalam bentuk tabel, maka hasilnya sebagai berikut: Table 3.1. Bobot nilai tiap item

Kode Favorable Unfavorable

STS (sangat setuju) 1 4

TS (tidak setuju) 2 3

(62)

SS (sangat setuju) 4 1 1. Skalaself esteem

Self esteem diukur dengan menggunakan kuesioner self esteem yang disusun oleh peneliti, diambil dari teori self esteemMinchinton. Alat ukur ini terdiri dari 44 item. Respon jawaban yang diberikan mulai dari sangat setuju – sangat tidak setuju.

Tabel 3.2 Skala Self Esteem (Try Out)

No Dimensi Indikator Favorabl

e

(63)

dengan orang

Dilihat dari tabel diatas dari 44 item skala self esteem setelah diuji validitasnya terdapat 30 item yang valid dan 14 item yang gugur. Item yang valid

yaitu :

1,2,3,4,5,6,7,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,28,30,31,32,33,34,35,36,37,44. Dan item yang gugur yaitu : 8,9,10,11,25,26,27,29,38,39,40,41,42,43

2. Skala dukungan sosial

Dukungan sosial diukur dengan menggunakan kuesioner Dukungan sosial yang disusun oleh peneliti, diambil dari teori Dukungan sosial Sarafino. Alat ukur ini terdiri dari 66 item. Respon jawaban yang diberikan mulai dari sangat setuju – sangat tidak setuju.

Tabel 3.3 Blue print skala dukungan sosial

No Aspek Indikator Favourable Unfavourab

(64)

Penghargaa

Dilihat dari tabel diatas dari 66 item skala dukungan sosial setelah diuji validitasnya terdapat 35 item yang valid dan 31 item yang gugur. Item yang valid

yaitu :

(65)

3,54,56,57,58,66. Dan item yang gugur yaitu : 2,3,4,9,10,11,13,17,18,19 ,24,25,26,29,30,31,32,37,40,46,47,48,50,55,59,60,61,62,63,64,65.

3. Skala optimism hidup

Optimism hidup diukur dengan menggunakan kuesioner Optimism hidup yang disusun oleh peneliti, diambil dari teori Optimism hidup Seligman. Alat ukur ini terdiri dari 41 item. Respon jawaban yang diberikan mulai dari sangat setuju – sangat tidak setuju.

Tabel 3.4Blue PrintSkala Optimisme(try out)

No Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah

1. Permanen Permanen 16,27*,31 4,13,21,32 7

Temporer 1,3,7*,33 9*,30*,34 7

2. Pervasif Spesifik 11*,24*,25*,26* 8*,12*,18,35 8

Universal 6,14,36 2,23,29*, 37 7

3. Personalization Internal 5,15,38* 10*,22*,39* 6

Eksternal 19,28, 40* 17,20, 41* 6

TOTAL 20 21 41

*item yang gugur

Dilihat dari tabel diatas dari 41 item skala optimism hidup setelah diuji validitasnya terdapat 24 item yang valid dan 17 item yang gugur. Item yang valid yaitu : 1,2,3,4,5,6,13,14,15,16,17,18,19,20,21,23,28,31,32,33,34,35,36,37. Dan item yang gugur yaitu : 7,8,9,10,11,12,22,24,25,26,27,29,30,38,39,40,41.

(66)

1. Sebelum peneliti menyebarkan skala yang digunakan untuk penelitian, peneliti terlebih dahulu menyarankan mengisi identitas penderita HIV/AIDS, kemudian penderita HIV/AIDS diminta untuk mengisi angket yang sudah diberikan.

2. didapat item valid dan tidak valid, item-item yang tidak valid yang dikoreksi atau dibuang oleh peneliti.

3. Kemudian dianalisis untuk melihat validitas konten dan pola respon terhadap masing-masing instrumen. Lalu dilihat juga sejauh mana kuesioner ini dapat dipahami. Dari hasil tersebut, diketahui ada beberapa item yang kurang dipahami dan memiliki pola respon yang tidak merata, item seperti ini direvisi oleh peneliti dan beberapa tidak digunakan.

4. Prosedur pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data ialah dengan menyebarkan kuesioner kepada penderita HIV/AIDS.

5. Hasil skala yang telah diisi kemudian dibawa pulang oleh peneliti kemudian dikoreksi. kemudian diolah menggunakan program SPSS untuk kemudian dianalisis lebih lanjut.

3.6. Uji Instrumen Penelitian

(67)

Dalam penelitian kuantitatif, sebelum melakukan penelitian field study seorang peneliti harus melakukan penelitian uji coba (try out). Try out dilakukan untuk mendapatkan nilai validitas dari setiap item dalam skala yang telah dibuat. Dengan demikian, peneliti dapat memilih dan menyusun kembali skala berdasarkanitemyang terpenuhi nilai validatasnya. Uji intrumen ini diuji pada penderita HIV/AIDS yang tergabung dalam yayasan Stigma yang melibatkan 30 responden.

Teknik yang peneliti gunakan untuk menguji instrumen penelitian padatry out adalah uji validitas dan uji reliabilitas.

a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur derajat ketepatan dan ketelitian atau akurasi yang ditunjukkan oleh instrumen pengukuran. Menurut Sevilla, dkk (2006) validitas merupakan derajat ketepatan suatu alat tentang pokok isi yang sebenarnya yang diukur. Dimana validitas berkenaan dengan keterkaitan data yang diperoleh dengan sifat variabel yang diteliti.

(68)

Untuk menilai kevalidan masing-masing butir pernyataan dapat dilihat dari nilai corrected item-total correlation masing-masing butir pernyataan dan penghitungannya menggunakan program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 17.0for Windows.

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur derajat ketepatan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Menurut Sevilla, dkk (2006) reliabilitas merupakan derajat ketepatan dan ketelitian atau akurasi yang ditunjukkan oleh instrumen penelitian. Tes dikatakan sebagai reliabilitas tinggi apabila skor tampak tes itu dikatakan konsisten dan dapat diandalkan. Adapun uji reliabilitas alat tes atau skala dengan rumus Alpha Cronbachdan perhitungan menggunakan SPSS 17.0for windows.

3.7. Hasil Uji Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan try out selama lima hari yakni pada hari rabu-minggu, tanggal 24-28 Agustus 2011 try out dilakukan pada penderita HIV/AIDS yang tergabung dalam yayasan Stigma dengan mendatangi kediaman para penderita HIV/AIDS, sebanyak 30 responden. Kemudian data yang telah diperoleh, diolah dengan menggunakan program SPSS 17.0.

(69)

Setelah melakukan pengolahan data hasil try out, maka peneliti mendapatkan nilai validitas untuk setiap Item dengan nilai validitas dibawah 0,3 akan dibuang dan gugur. Sementara itu, item-item yang valid akan digunakan sebagi alat ukur dalamfield study.

SkalaSelf Esteem

Dari hasil perolehan data pada uji validitas skala self esteem, bahwa dari keseluruhan item yang terdiri dari 44 item, terdapat 30 item memiliki nilai validits di atas 0,3. Sementara itu 14 item yang memiliki nilai validitas di bawah 0,3, sehingga item tersebut dianggap gugur Dengan demikian, skala Self Esteem tersebut dapat dipergunakan sebagai alat ukur dalamfield study.

Skala Dukungan Sosial

Dari hasil perolehan data pada uji validitas skala dukungan sosial, bahwa dari keseluruhan item yang terdiri dari 66 item, terdapat 35 item yang memiliki nilai validitas di atas 0,3. Sementara itu 31 item yang memiliki nilai validitas di bawah 0,3, sehingga item tersebut dianggap gugur.

(70)

Dari hasil perolehan data pada uji validitas skala optimisme hidup, bahwa dari keseluruhan item yang terdiri dari 41 item, terdapat 24 item yang memiliki nilai validitas di atas 0,3. Sementara itu 17 item yang memiliki nilai validitas di bawah 0,3, sehingga item tersebut dianggap gugur.

b. Hasil Uji Reliabilitas

Berdasarkan penghitungan reliabilitas dengan menggunakan program SPSS 17.0, diperoleh berupa angka untuk kedua skala yang disebar pada try out. Penghitungan reliabilitas dilakukan setelah item yang tidak valid dibuang.

Untuk skala Self Esteem diperoleh angka reliabilitas sebesar 0,877. Sementara itu, skor dukungan sosial diperoleh angka reliabilitas sebesar 0,898, sedangkan skor optimisme Hidup diperoleh angka reliabilitas sebesar 0,851 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa baik skala self esteem, dukungan sosial dan optimisme hidup memiliki reliabilitas yang baik.

3.8. Field test 1.Self Esteem

Tabel 3.5

SkalaSelf Esteem (field test)

(71)

Menghormati

Blue printskala dukungan sosial(field test)

No Aspek Indikator Favourable Unfavourable Jumlah

(72)

Merasa diPedulikan 5, 6 12 2. Dukungan

Penghargaa n

Merasa dihargai 14, 15 22, 23

(73)

Dalam penelitian ini peneliti mengambil ciri-ciri aspek - aspek berdasarkan pada teori yang sudah dikemukakan pada bab sebelumnya, yaitu:

Tabel 3.7

Blue PrintSkala Optimisme(field test)

No Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah

1. Permanen Permanen 16,7 4,13,21,8 6

Temporer 1,3,9 10 4

2. Pervasif Spesifik 18,11 2

Universal 6,14,12 2,23,22 6

3. Personalization Internal 5,15 2

Eksternal 19,24 17,20, 4

TOTAL 12 12 24

3.9. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, Untuk menjawab hipotesis yang telah diajukan pada bab sebelumnya, penulis menggunakan teknik analisis regresi berganda. Adapun persamaan umum analisa regresi berganda ini adalah:

y = a + b1X1+ b2X2+ b3X3+ b4X4+ b5X5+ b6X6+ b7X7+ b8X8+ e

Keterangan:

Y =Dependent variable(DV) yang dalam hal ini Optimisme Hidup A =Intercept/ konstan

b = Koefisien regresi

X1 = perasaan tentang diri sendiri, X2 = perasaan terhadap hidup, X3 = hubungan

(74)

dukungan instrumental, X7 = dukungan informasi, X8= dukungan persahabatan. e =

residu (segala hal yang mempengaruhi rasa bersalah di luar dari IV yang ada di persamaan)

Dalam penelitian ini, penghitungan statistik dilakukan dengan menggunakan sistem komputerisasi program SPSS versi 17.00. Yang pertama dilakukan adalah menjelaskan gambaran umum dari responden. Yang kedua, melakukan kategorisasi skor pada masing-masing variabel dalam penelitian. Dimana, penentuan kategorisasi skor untuk melihat seberapa besar pada masing-masing variabel penelitian.

Kemudian melakukan pengujian hipotesis penelitian dengan melihat koefisien regresi pada keseluruhan variabel penelitian terhadap optmisme hidup. Jika hasil koefisien regresi pada masing-masing variabel penelitian lebih besar dari nilai signifikan (p>0,05), maka tidak signifikan. Akan tetapi, jika hasil perhitungannya lebih kecil nilai signifikan (P<0,05), maka signifikan.

Setelah diperoleh hasil dari pengujian hipotesis, peneliti ingin melihat seberapa besar kontribusi pada masing-masing variabel penelitian terhadap motivasi kerja. Hal ini dilakukan dengan memperoleh nilai R2 yang dapat dijelaskan atau diterangkan oleh seluruh IV yang dianalisis. Dengan kata lain, R2 menunjukkan presentase varian dari masing-masing variabel penelitian terhadap motivasi kerja DV yang bisa diterangkan oleh IV.

3.10. Prosedur Penelitian

(75)

1. Persiapan

Dimulai dengan perumusan masalah, menentukan variabel yang akan diteliti, melakukan kajian teori untuk mendapatkan gambaran, dan penjelasan yang tepat mengenai variable penelitian. Kemudian menentukan, menyusun, dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan, yaitu skala self esteem, dukungan sosial dan skala optimis hidup.

2. Pengujian alat ukur

Sebelum penelitian ini dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan uji instrumen kepada 30 penderita HIV/AIDS di Yayasan Stigma. Uji instrumen ini dilakukan pada tanggal 24-28 agustus 2011.

3. Pelaksanaan penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 19-22 september 2011, peneliti menyebarkan skala penelitian kepada 30 penderita HIV/AIDS di Yayasan Stigma sebanyak 30 lembar sesuai dengan jumlah sampel yang dibutuhkan.

4. Pengolahan data

Gambar

Table 3.1.Bobot nilai tiap item
Tabel 3.2 Skala Self Esteem (Try Out)
Tabel 3.3 Blue print skala dukungan sosial
Tabel 3.4 Blue Print Skala Optimisme (try out)
+7

Referensi

Dokumen terkait

100 Figure 4.44: Press molding process of a Si-HDPE hybrid lens: a-c hybrid substrate press molding, and d-f press molding of the Fresnel structure.. 101 Figure 4.45: Zone depth

Salah satu peran penting tenaga kesehatan dalam meningkatkan kontrol asma dan kualitas hidup pasien adalah dengan pemberian edukasi oleh farmasis mengenai tentang

Kegiatan LDBI ini diikuti oelh perwakilan peserta didik terbaik dari 34 provinsi yang ada Indonesia, dimana setiap tim akan terdiri dari 3 orang peserta didik SMA.. Sehubungan

Suatu informasi rahasia adalah suatu informasi yang tidak terbuka untuk umum, dalam arti kata orang luar, dan bersifat tidak rahasia bagi mereka yang terlibat

Dari hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis ketiga yang menyatakan “Diduga ada pengaruh yang signifikan antara Pengalaman Kerja terhadap Kinerja karyawan karyawan pada

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat peningkatan hasil pembelajaran dimensi tiga menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

sense peserta didik.Beliau mengatakan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan konteks/aktivitas yang berasal dari dunia nyata tetapi tidak harus selalu seperti

Profil metabolit sekunder dari ekstrak etanol rimpang lempuyang gajah dari tiga daerah yaitu Merapi Farma Yoyakarta, Pasar Gede Surakarta dan B2P2TOOT Tawangmangu yang