ii
PENGARUH KONSENTRASI CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC) TERHADAP KARAKTERISTIK
BIOPLASTIK KOLANG-KALING (Arenga pinnata)
MENTARI TISYADANA 1511121025
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi penelitian berjudul “Pengaruh Konsentrasi Carboxy Methyl Cellulose (CMC) Terhadap Karakteristik Bioplastik Kolang-Kaling (Arenga pinnata)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Ibu Neswati, S.TP, M.Si sebagai Pembimbing I dan Ibu Wenny Surya Murtius, S.Pt, MP sebagai Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua dan Sekretaris Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Dosen, dan Karyawan yang telah memberi bantuan dan masukan kepada penulis. Penghargaan, penghormatan, dan ucapan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda dan seluruh keluarga penulis serta sahabat dan rekan seperjuangan yang telah memberikan do’a, dorongan, motivasi, dan semangat kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang.
Padang, Februari 2021
M. T.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
ABSTRAK ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 3
1.3 Manfaat Penelitian ... 3
1.4 Hipotesis Penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Kolang-Kaling... 4
2.1.1 Deskripsi Kolang-Kaling ... 4
2.1.2 Komposisi Kimia dan Karakteristik Gel Kolang-Kaling ... 5
2.1.3 Pemanfaatan Kolang-Kaling sebagai Bioplastik ... 6
2.2 Plasticizer ... 6
2.3 Carboxy Methyl Cellulose (CMC) ... 7
2.4 Bioplastik ... 8
2.5 Metode Pembuatan Bioplastik ... 9
2.5.1 Molding ... 9
2.5.2 Ekstrusi ... 9
2.5.3 Casting ... 10
2.6 Karakteristik Bioplastik ... 10
2.6.1 Kadar Air ... 10
2.6.2 Ketebalan ... 10
2.6.3 Kuat Tarik (Tensile Strength)... 11
2.6.4 Perpanjangan Putus (Elongation at Break) ... 11
2.6.5 Daya Serap Air ... 11
2.6.6 Uji Biodegradasi ... 12
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 13
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 13
3.2 Bahan dan Alat ... 13
3.3 Rancangan Penelitian ... 13
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 14
3.4.1 Persiapan Bahan Baku ... 14
iv
3.4.2 Proses Pembuatan Tepung Kolang-Kaling ... 14
3.4.3 Proses Pembuatan Bioplastik ... 15
3.4.4 Pengamatan ... 15
3.5 Prosedur Analisis ... 16
3.5.1 Kadar Air ... 16
3.5.2 Kadar Abu ... 16
3.5.3 Kadar Pati dengan Metode Luff Schoorl ... 16
3.5.4 Pengujian Ketebalan ... 17
3.5.5 Kuat Tarik (Tensile Strength)... 17
3.5.6 Perpanjangan Putus (Elongation at Break) ... 18
3.5.7 Daya Serap Air ... 18
3.5.8 Uji Biodegradasi ... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 20
4.1 Karakteristik Bahan Baku ... 20
4.2 Karakteristik Bioplastik ... 21
4.2.1 Kadar Air ... 21
4.2.2 Ketebalan ... 22
4.2.3 Kuat Tarik ... 25
4.2.4 Perpanjangan Putus... 27
4.2.5 Daya Serap Air ... 29
4.2.6 Uji Biodegradasi ... 30
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
5.1 Kesimpulan ... 33
5.2 Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
LAMPIRAN ... 39
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi Kimia Kolang-Kaling Tiap 100 gram... 5 2. Formulasi Bioplastik dengan Perbedaan Konsentrasi CMC ... 15 3. Hasil Analisis Bahan Baku ... 20 4. Nilai Rata-Rata Kadar Air Bioplastik Kolang-Kaling dari Perlakuan
yang Berbeda ... 21 5. Nilai Rata-Rata Ketebalan Bioplastik Kolang-Kaling dari Perlakuan
yang Berbeda ... 23 6. Nilai Rata-Rata Kuat Tarik Bioplastik Kolang-Kaling dari Perlakuan
yang Berbeda ... 25 7. Nilai Rata-Rata Perpanjangan Putus Bioplastik Kolang-Kaling dari
Perlakuan yang Berbeda ... 27 8. Nilai Rata-Rata Daya Serap Air Bioplastik Kolang-Kaling dari
Perlakuan yang Berbeda ... 29
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kolang-Kaling ... 4
2. Struktur Kimia Galaktomanan ... 6
3. Rumus Struktur Gliserol... 7
4. Struktur CMC ... 8
5. Grafik Kadar Air Bioplastik ... 22
6. Grafik Ketebalan Bioplastik ... 23
7. Grafik Kuat Tarik Bioplastik ... 26
8. Grafik Perpanjangan Putus Bioplastik ... 28
9. Grafik Daya Serap Air Bioplastik ... 30
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kolang-Kaling ... 39
2. Diagram Alir Pembuatan Bioplastik ... 40
3. Tabel Sidik Ragam ... 41
4. Dokumentasi Penelitian... 42
viii
PENGARUH KONSENTRASI CARBOXY METHYL
CELLULOSE (CMC) TERHADAP KARAKTERISTIK BIOPLASTIK KOLANG-KALING (Arenga pinnata)
Mentari Tisyadana, Neswati, Wenny Surya Murtius
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi CMC terhadap karakteristik bioplastik kolang-kaling dan mengetahui konsentrasi CMC terbaik berdasarkan karakteristik bioplastik kolang-kaling. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. Data dianalisis menggunakan Analysis of Varian (ANOVA) dan jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut dengan Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%. Perlakuan pada penelitian ini adalah perbedaan konsentrasi CMC (0,47%, 0,63%, 0,79%, 0,94%, dan 1,1%).
Pengamatan terhadap karakteristik bioplastik yang dilakukan adalah kadar air, pengukuran ketebalan, kuat tarik, perpanjangan putus, daya serap air, dan uji biodegradasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi CMC terhadap karakteristik bioplastik kolang-kaling berpengaruh terhadap ketebalan, perpanjangan putus, dan daya serap air tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar air dan kuat tarik. Perlakuan terbaik yang diperoleh yaitu pada penambahan konsentrasi CMC sebesar 0,94% dengan kadar air 24,07%, ketebalan 0,145 mm, kuat tarik 8,97 MPa, perpanjangan putus 127,01%, daya serap air 478,17%dan terurai sempurna dalam waktu 6 hari.
Kata kunci: Bioplastik, CMC, Kolang-Kaling
ix THE EFFECT OF CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC)
CONCENTRATIONS ON THE CHARACTERISTICS OF KOLANG- KALING (Arenga pinnata) BIOPLASTIC
Mentari Tisyadana, Neswati, Wenny Surya Murtius
ABSTRACT
This research aims to determine the effect of CMC concentrations on the characteristics of kolang-kaling bioplastic and to know the best CMC concentration based on the characteristics of kolang-kaling bioplastic. This research used a completely randomized design with 5 treatments and 3 replications. Data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and if it significantly different continued with Duncan's New Multiple Range Test (DNMRT) at 5% level. The treatments in this research were the differences in CMC concentrations (0,47%, 0,63%, 0,79%, 0,94%, and 1,1%). The observations on the characteristics of bioplastic were water content, thickness measurements, tensile strength, elongation at break, water absorption, and biodegradation tests. The results showed that the differences in CMC concentrations on the characteristics of kolang-kaling bioplastic had a significant effect on thickness, elongation at break, and water absorption but not significantly effect on moisture content and tensile strength. The best treatment obtained was the addition of CMC concentration of 0,94% with moisture content 24,7%, thickness 0,145 mm, tensile strength 8,97 MPa, elongation at break 127,01%, water absorption 478,17% and completely decomposes within 6 days.
Keywords: Bioplastics, CMC, Kolang-Kaling
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan yang sering ditemui khususnya di Indonesia adalah sampah plastik. Pada setiap kebutuhan manusia plastik memiliki kontribusi yang besar, baik untuk membungkus perabotan rumah tangga, peralatan perkantoran, serta pembungkus makanan menggunakan plastik. Plastik konvensional terbuat dari minyak bumi dimana keberadaannya sudah menipis dan tidak dapat diperbaharui, selain itu plastik konvensional sulit didaur ulang dan diuraikan oleh pengurai.
Apabila hal ini dibiarkan dapat mengakibatkan menumpuknya sampah plastik sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian Jambeck, Roland, Chris, Theodore, Miriam, Anthony, Ramani, dan Kara (2015) diketahui bahwa Indonesia menempati posisi kedua sebagai negara penghasil limbah plastik terbesar setelah China dengan jumlah limbah plastik sekitar 850 ribu ton atau persentase 10,1 persen dari total dunia.
Melihat dari kondisi saat ini, sulit untuk menghentikan ataupun mengurangi penggunaan plastik. Salah satu solusi dari masalah ini adalah dengan mengganti bahan dasar dari plastik tersebut menjadi bahan yang mudah terurai dan ramah lingkungan, yang disebut dengan bioplastik.
Bioplastik merupakan plastik yang berasal dari sumber hayati dan bersifat biodegradable. Bioplastik dapat digunakan layaknya seperti menggunakan plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan (Sprajcar, Horvat, dan Krzan, 2013). Selain itu bahan baku yang digunakan dapat diperbaharui dan jumlahnya melimpah. Bahan alam yang mengandung polisakarida ataupun pati dapat digunakan sebagai bahan baku dari pembuatan bioplastik. Salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioplastik adalah kolang-kaling.
Kolang-kaling merupakan biji buah aren (Arenga pinnata) yang dipanen pada saat umur buah tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda (Widyawati, 2011).
Pada kolang-kaling kandungan karbohidrat yang terkandung didalamnya cukup tinggi dimana kandungannya berupa pati dan galaktomanan, sehingga berpotensi
2
sebagai bahan baku dalam pembuatan bioplastik (Sitompul dan Elok, 2017).
Kolang-kaling dapat membentuk larutan yang sangat kental, kecenderungan dalam membentuk gel memungkinkan pemanfaatannya sebagai bahan baku pembuatan bioplastik. Keunggulan kolang-kaling jika digunakan sebagai bahan baku bioplastik adalah ketersediaannya sepanjang tahun, harga relatif murah, dan mudah didapatkan.
Menurut Hidayat, Latifah, dan Sri (2013), bioplastik yang terbuat dari bahan yang berasal dari alam seperti pati memiliki kelemahan diantaranya memiliki kekuatan tarik dan elastisitas yang rendah, sehingga perlu dilakukan pencampuran pati dengan bahan lain untuk mengatasi permasalahan tersebut. Beberapa bahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan tarik bioplastik adalah Carboxy Methyl Cellulose (CMC), kitosan, dan CaCO3 (Kalsium Karbonat) sedangkan untuk mengatasi sifat kaku dari bioplastik digunakan plasticizer seperti gliserol, sorbitol, dan PEG (Polietilen Glikol).
CMC merupakan rantai polimer yang terdiri dari unit molekul selulosa.
Penambahan CMC akan meningkatkan kuat tarik dan memperbaiki struktur permukaan film bioplastik. Berdasarkan penelitian Hidayat et al. (2013), penambahan CMC pada pembuatan bioplastik pati gembili dapat meningkatkan kuat tarik dari bioplastik yang dihasilkan, penambahan CMC pada pati gembili dengan perbandingan rasio sebagai berikut pati:CMC 10:0, 9:1, 8:2, 7:3 dan 6:4 dengan nilai kuat tarik berkisar antara 4,67-12,37 MPa. Formulasi yang menghasilkan kuat tarik terbaik adalah rasio pati:CMC (7:3) sebesar 12,37 MPa.
Plasticizer adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang ditambahkan pada suatu produk dengan tujuan untuk menurunkan kekakuan polimer sekaligus meningkatkan fleksibilitas (Julianti dan Nurminah, 2006). Pada penelitian ini plasticizer yang digunakan yaitu gliserol. Gliserol (C3H8O3) merupakan bahan pemlastis yang mempunyai gugus hidroksil bersifat hidrofilik.
Gliserol tidak dapat larut dalam minyak tetapi larut sempurna dalam air dan alkohol. Kelebihan gliserol sebagai plasticizer akan memberikan fleksibilitas pada struktur pati sehingga bisa dibentuk (Kumoro dan Purbasari, 2014). Penambahan gliserol diharapkan mampu mengatasi sifat kaku dari bioplastik agar bioplastik yang dihasilkan lebih elastis (Hidayat et al., 2013). Gliserol memberikan fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan sorbitol dan PEG (Bourtoom, 2008).
3
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, pada pembuatan bioplastik kolang-kaling dengan menggunakan tepung kolang-kaling sebanyak 3 gram dan penambahan CMC sebanyak 1,25 gram diketahui dapat meningkatkan kuat tarik bioplastik kolang-kaling yang dihasilkan. Namun, konsentrasi CMC terbaik untuk bioplastik kolang-kaling belum diketahui. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Carboxy Methyl Cellulose (CMC) Terhadap Karakteristik Bioplastik Kolang-Kaling (Arenga pinnata)”
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengaruh konsentrasi CMC terhadap karakteristik bioplastik kolang-kaling yang dihasilkan.
2. Konsentrasi CMC yang terbaik berdasarkan karakteristik bioplastik kolang- kaling yang dihasilkan.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan pengetahuan tentang pemanfaatan kolang-kaling sebagai bahan dasar pembuatan bioplastik.
2. Menjadi alternatif dalam menangani permasalahan limbah plastik.
3. Sebagai diversifikasi produk kolang-kaling.
1.4 Hipotesis Penelitian
H0: Perbedaan konsentrasi CMC tidak berpengaruh terhadap karakteristik bioplastik kolang-kaling yang dihasilkan.
H1: Perbedaan konsentrasi CMC berpengaruh terhadap karakteristik bioplastik kolang-kaling yang dihasilkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kolang-Kaling 2.1.1 Deskripsi Kolang-Kaling
Kolang-kaling merupakan biji buah aren (Arenga pinnata) yang dipanen pada saat umur buah tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Kolang-kaling dapat diperoleh dengan cara buah aren dibakar atau direbus terlebih dahulu, kemudian buah dibelah dan dikeluarkan bagian endospermnya kemudian bagian ini direndam dalam air kapur selama semalam agar endosperm menjadi kenyal selanjutnya dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan air kapurnya.
Pemanenan buah aren untuk kolang-kaling dilakukan ketika buah belum terlalu tua, tetapi tidak juga terlalu muda. Pada umumnya buah aren yang dipanen berumur sekitar satu tahun. Apabila buah yang dipanen terlalu tua maka kolang- kaling yang dihasilkan terlalu keras sebaliknya apabila buah yang dipanen terlalu muda maka kolang-kaling yang dihasilkan akan terlalu lembek (Widyawati, 2011). Taksonomi tanaman aren adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Subkelas : Arecidae
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae/ Palmae Genus : Arenga Labill.
Spesies : Arenga pinnata (Wurmb) Merr.
Kolang-kaling memiliki warna putih bening, mengkilat, bertekstur kenyal, dan lunak. Gambar kolang-kaling dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kolang-Kaling (Agoes, 2010)
2.1.2 Komposisi Kimia dan Karakteristik Gel Kolang-Kaling
Kolang-kaling memiliki kandungan karbohidrat, serat, dan kandungan air yang tinggi. Komposisi kimia kolang-kaling berdasarkan berat per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Kolang-Kaling Tiap 100 gram
Komposisi Jumlah
Energi (kkal) 27
Karbohidrat (g) 6
Serat (g) 1,6
Protein (g) 0,4
Lemak (g) 0,2
Fosfor (mg) 243
Kalsium (mg) 91
Zat Besi (mg) 0,5
Kadar Air (%) 94
Sumber: Ratima (2014)
Kolang-kaling memiliki cadangan polisakarida dalam bentuk galaktomanan.
Galaktomanan selain sebagai cadangan makanan juga memiliki fungsi untuk menyimpan air untuk mencegah terjadinya kekeringan pada tumbuhan.
Galaktomanan merupakan polisakarida heterogen yang terdiri dari rantai utama β- (1-4)-D-manopiranosa dengan satu unit cabang α-D-galaktopiranosa yang terikat pada posisi α-(1-6). Struktur dasar yang membangun galaktomanan adalah manosa dan galaktosa (Srivastava dan Kapoor, 2005). Menurut Tarigan (2012), rasio perbandingan manosa dan galaktosa juga mempengaruhi kelarutan galaktomanan sifat mengembangnya. Kadar galaktosa yang tinggi umumnya larut di dalam air namun cendrung untuk membentuk gel yang sangat rendah jika dibandingkan dengan kadar galaktosa yang rendah.
Menurut Prajapati, Girish, Naresh, Narayan, Bhanu, Nikhil, dan Bhavesh (2013), menyatakan bahwa galaktomanan memiliki sifat sebagai pengikat air yang kuat dan stabil sehingga mampu membentuk gel pada suhu tinggi dan banyak digunakan diberbagai industri, seperti industri pangan, tekstil, minyak bumi, kertas, pertambangan, bahan peledak, dan farmasi sebagai pembentuk viskositas, pengikat air, dan stabilisator.
Kelebihan utama galaktomanan dibandingkan dengan polisakarida yang lain adalah kemampuannya untuk membentuk larutan yang sangat kental dalam konsentrasi yang rendah dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pH, pemanasan, dan kekuatan ionik. Viskositas galaktomanan sangat konstan pada kisaran pH 1-10,5
yang kemungkinan disebabkan oleh karakter molekulnya yang bersifat netral (Tarigan, 2012). Struktur kimia galaktomanan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Kimia Galaktomanan
2.1.3 Pemanfaatan Kolang-Kaling sebagai Bioplastik
Mahmud dan Amrizal (1991) menyatakan bahwa kolang-kaling mengandung pati sekitar 3,39% dari berat buah. Dengan demikian kolang-kaling dapat digunakan sebagai bahan baku bioplastik. Keunggulan kolang-kaling jika digunakan sebagai bahan baku bioplastik adalah ketersediaannya sepanjang tahun, harga relatif murah, dan mudah didapatkan.
Pemanfaatan kolang-kaling sebagai bahan baku pembuatan bioplastik ataupun edible film telah dilakukan diantaranya pembuatan bioplastik dari kolang- kaling yang dilakukan oleh Sutanti dan Dewi (2018) dengan perlakuan penambahan monogliserida dengan konsentrasi 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%
diperoleh kesimpulan bahwa penambahan monogliserida menyebabkan penambahan tebal, densitas, dan elongation bioplastik, tetapi menurunkan ketahanan (kekakuan) bioplastik. Penelitian Sitompul dan Elok (2017) mengenai pengaruh jenis dan konsentrasi plasticizer terhadap sifat fisik edible film kolang- kaling (Arenga pinnata) dengan perlakuan terbaik yaitu penggunaan sorbitol konsentrasi 3% dengan nilai parameter yang dihasilkan yaitu kadar air 11,86%, tebal 0,12 mm, derajat kecerahan 83,47, kelarutan film 62,35%, laju transmisi uap air 4,34g/m2.jam, kuat tarik 2,83 N/cm2, dan persen perpanjangan 44,65%.
2.2 Plasticizer
Pembuatan bioplastik dari bahan baku pati memerlukan campuran bahan aditif agar diperoleh sifat mekanis yang lunak, kuat, dan ulet. Maka dari itu, perlu ditambahkan zat cair atau padat untuk meningkatkan sifat plastisitasnya.
Plastisitas adalah kemampuan suatu material untuk membentuk sifat plastis, hal ini dapat diperoleh dengan penambahan senyawa organik dengan berat molekul rendah seperti plasticizer. Plasticizer adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang ditambahkan pada suatu produk dengan tujuan untuk menurunkan kekakuan polimer sekaligus meningkatkan fleksibilitas (Julianti dan Nurminah, 2006). Plasticizer yang umum digunakan dalam film polisakarida antara alin gliserol, sorbitol, xylitol, mannitol, polietilen glikol (dengan bobot molekul 400- 8000), etilen glikol, dan propilen glikol (Suprioto, 2010). Plasticizer yang digunakan pada penelitian ini adalah gliserol.
Gliserol (C3H8O3) merupakan bahan pemlastis yang mempunyai gugus hidroksil bersifat hidrofilik. Gliserol merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki kemampuan untuk mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan molekuler. Gliserol mempunyai berat molekul rendah sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penggunaannya sebagai plasticizer. Rumus struktur gliserol dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Rumus Struktur Gliserol (Yurida, Evi, dan Susila, 2013)
Gliserol tidak dapat larut dalam minyak tetapi larut sempurna dalam air dan alkohol. Kelebihan gliserol sebagai plasticizer akan memberikan fleksibilitas pada struktur pati sehingga bisa dibentuk. Penambahan gliserol akan meningkatkan elastisitas polimer yang dihasilkan (Kumoro dan Purbasari, 2014).
2.3 Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
Salah satu bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan bioplastik adalah Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan rantai polimer yang terdiri dari unit molekul selulosa dan berupa senyawa yang memiliki sifat biodegradable, tidak berbau, tidak beracun, tidak berwarna, butiran atau bubuk yang larut dalam air, dan memiliki rentang pH sebesar 6,5-8,0. Struktur CMC dapat dilihat pada Gambar 4.
H2C OH
HC OH
H2C OH
Gambar 4. Struktur CMC (Kamal, 2010)
Sifat CMC antara lain mudah larut dalam air dingin maupun air panas, bersifat stabil terhadap lemak, dapat membentuk lapisan baik, sebagai zat inert, dan bersifat sebagai pengikat (Kamal, 2010). CMC juga berperan sebagai pengikat air, pengental, stabilisator emulsi, dan tekstur gum. Sebagai pengental, CMC mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC. CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas (Fennema, Karen, dan Lund, 1996).
Berdasarkan sifat hidrofilik CMC, penambahan CMC akan meningkatkan kuat tarik dan memperbaiki struktur permukaan film bioplastik.
2.4 Bioplastik
Bioplastik merupakan salah satu bentuk plastik yang berasal dari sumber daya hayati dan memiliki sifat biodagradable. Bioplastik dapat digunakan layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan (Sprajcar, Horvat, dan Krzan, 2013). Sifat bioplastik yang dapat kembali ke alam dapat dikategorikan sebagai plastik yang ramah lingkungan (Anita, Akbar, dan Harahap, 2013).
Averous (2004), mengelompokkan polimer yang biodagradable ke dalam empat kelompok, yaitu:
1. Produk biomassa dari sumber agropolimer, seperti: polisakarida (pati, selulosa), protein, dan lemak (whey, kasein, gluten, kedelai)
2. Produk biomassa dari mikroorganisme, seperti: Polihidroksi alkanoat (PHA), Polihidroksi butirat (PHB)
3. Produk biomassa dari bioteknologi (sintesis konvensional dari bio- monomer), seperti: Polilaktida atau Poli asam laktat (PLA)
4. Produk biomasa dari produk petrokimia (sintesis konvensional dari sintesis monomer), seperti: Polikaprolakton (PCL), Poliesteramida, dan lain-lain.
Studi mengenai bioplastik telah banyak dikembangkan dan diteliti.
Penelitian dengan menggunakan pati sebagai bahan dasar dalam pembuatan bioplastik juga banyak dilakukan, hal tersebut dikarenakan pati mudah diperoleh, jumlahnya melimpah, memiliki harga yang murah, dan dapat diperbaharui.
2.5 Metode Pembuatan Bioplastik
Adapun metode pemprosesan plastik dapat dilakukan dengan cara injection molding, ekstrusi, casting, dan sebagainya (Billmeyer, 1984).
2.5.1 Molding
Plastic molding merupakan metode proses produksi masal yang cenderung menjadi pilihan untuk digunakan dalam memproses komponen-komponen yang kecil dan berbentuk rumit. Molding didefinisikan sebagai proses pembentukan dimana tekanan dan temperatur meningkat secara bersamaan dalam ruangan tertutup. Kemudian dicetak (Billmeyer, 1984).
2.5.2 Ekstrusi
Ekstrusi merupakan suatu proses yang mengombinasikan beberapa proses meliputi pencampuran (mixing), pengadukan (shearing), pemasakan (cooking), dan pencetakan (shaping). Kelebihan metode ekstrusi yaitu dapat menghasilkan beragam bentuk material, proses yang otomatis, dan produktivitas tinggi karena menggunakan sistem HTST (High Temperature Short Time) (Muchtadi, Purwiyatmo, dan Basuki, 1988).
Dalam proses ekstrusi, polimer didorong terus menerus sepanjang screw melalui proses dengan suhu tinggi dan tekanan di mana polimer mencair dan dipadatkan, dan akhirnya dipaksa melalui die untuk memberikan bentuk plastik.
Berbagai macam bentuk dapat dibuat dengan metode ekstrusi, misalnya bentuk batang, tabung, selang, dan lain-lain (Billmeyer, 1984).
2.5.3 Casting
Allcock dan Lampe (1981) cit Juari (2006) menyatakan bahwa istilah casting digunakan untuk menggambarkan proses pengisian cetakan. Oleh karena itu, bahan harus memiliki viskositas yang cukup rendah agar dapat mengalir dengan bebas. Pada metode casting ini larutan yang dihasilkan dituang pada suatu permukaan yang rata (cetakan) yang bersifat non-adesif dan pelarut dibiarkan menguap sampai habis. Film plastik yang sudah kering kemudian diangkat dari cetakannya.
Dalam penelitian ini digunakan metode casting. Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dan murah. Namun metode ini membutuhkan waktu yang lama bila dibandingkan dengan metode molding dan ekstrusi. Oleh karena itu metode casting merupakan pilihan yang tepat untuk membuat film plastik pada skala laboratorium.
2.6 Karakteristik Bioplastik
2.6.1 Kadar Air
Penetapan kadar air merupakan cara untuk mengukur banyaknya air yang terdapat di dalam suatu bahan. Metode pengeringan dengan oven ini berprinsip pada pengukuran kehilangan berat akibat menguapnya air dari bahan yang dikeringkan pada suhu sekitar 100oC (Sudarmadji, 1984 cit Yenrina, 2015).
Pengujian kadar air pada bioplastik dilakukan untuk memberikan informasi seberapa besar air yang terkandung dalam bioplastik.
2.6.2 Ketebalan
Ketebalan bioplastik sangat mempengaruhi sifat fisik dan mekanik, seperti kuat tarik, persen pemanjangan, dan daya serap air. Faktor yang dapat mempengaruhi ketebalan bioplastik adalah konsentrasi padatan terlarut pada pembentukan bioplastik dan ukuran plat pencetak. Semakin tinggi konsentrasi padatan terlarut, maka ketebalan film akan semakin meningkat. Sebagai kemasan, semakin tebal bioplastik maka kemampuan penahanannya semakin besar, sehingga umur simpan produk akan semakin panjang (Krisna, 2011).
2.6.3 Kuat Tarik (Tensile Strength)
Kuat tarik adalah gaya tarik maksimum yang dapat diterima oleh sebuah film. Hasil pengukuran ini berhubungan erat dengan jumlah plasticizer yang ditambahkan pada proses pembuatan bioplastik. Penambahan plasticizer yang berlebihan akan menghasilkan film bioplastik dengan kuat tarik yang rendah (Julianti dan Nurminah, 2006). Uji kuat tarik merupakan ukuran kekuatan suatu bahan yang melibatkan deformasi material di bawah tekanan tertentu. Suatu bahan dengan uji tarik yang tinggi memiliki sifat mekanik lebih kuat dibandingkan bahan dengan uji tarik rendah. Nilai kuat tarik diperoleh ketika tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film tetap dapat bertahan sebelum putus (Katili, 2013).
2.6.4 Perpanjangan Saat Putus (Elongation at Break)
Perpanjangan saat putus atau persentase pemanjangan menentukan keelastisan suatu bioplastik. Semakin tinggi nilai persentase pemanjangan maka bioplastik tersebut semakin elastis. Hasil pengukuran ini berhubungan erat dengan jumlah plasticizer yang ditambahkan pada proses pembuatan bioplastik.
Plasticizer dapat mengurangi ikatan hidrogen internal molekul dan menyebabkan melemahnya gaya tarik intermolekul rantai polimer yang berdekatan sehingga mengurangi daya regang putus (Katili, 2013).
2.6.5 Daya Serap Air
Uji daya serap air pada bioplastik digunakan untuk menetukan jumlah air yang diserap dalam kondisi tertentu. Menurut Wafiroh, Adiarto, dan Agustin (2010), uji penyerapan air pada bioplastik bertujuan untuk mengetahui ketahanan bioplastik terhadap air sehingga dapat digunakan untuk menentukan produk atau bahan yang sesuai dengan kemasan tersebut. Produk bioplastik yang dihasilkan diharapkan memiliki nilai daya serap air yang rendah dan memiliki ketahanan air yang tinggi, karena salah satu penentu baik tidaknya kualitas dari bioplastik adalah daya serap air. Semakin rendah kemampuan bioplastik menyerap air maka semakin baik kualitas bioplastik tersebut dan apabila semakin tinggi kemampuan bioplastik menyerap air maka kualitas bioplastik yang dihasilkan semakin rendah.
2.6.6 Uji Biodegradasi
Uji biodegradasi dilakukan dengan metode pemendaman di dalam tanah.
Metode paling sederhana untuk mengkarakterisasi terjadinya biodegradasi suatu polimer adalah dengan menentukan kehilangan massa dan degradabilitas material polimer. Kehilangan massa diketahui dengan cara menimbang massa polimer sebelum dan setelah proses biodegradasi dalam selang waktu tertentu. Parameter pengujian yang diamati adalah pengurangan berat dari plastik yang diuji setelah dikubur (Soil Burial Test) di dalam tanah (Sawada, 1994 cit Djamaan, Azizan, dan Majid, 2003)
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia, Biokimia Hasil Pertanian, dan Gizi Pangan, Laboratorium Teknologi dan Rekayasa Proses Hasil Pertanian, dan Laboratorium Metalurgi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai September 2020.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolang-kaling yang diperoleh dari Nagari Labuah Gunuang Kec. Lareh Sago Halaban Kab. Lima Puluh Kota, CMC, gliserol, akuades, HCl 25%, NaOH 45%, larutan luff schoorl, KI 20%, H2SO4 4N, Na2S2O3 0,1 N, dan larutan kanji.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, pisau, talenan, aluminium foil, oven, ayakan 100 mesh, wadah plastik, gelas ukur 100 ml dan 10 ml, gelas piala 250 ml, magnetic stirrer, hot plate, batang pengaduk, termometer, timbangan analitik, cetakan kaca ukuran 20 x 20 x 0,5 cm, cawan aluminium, cawan porselen, tanur, desikator, erlenmeyer 500 ml, batu didih, labu takar 250 ml, pipet gondok 5 ml, 10 ml, dan 25 ml, mikrometer skrup, dan Universal Testing Machine (UTM).
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA (Analysis of Variance). Kemudian jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncan’s New Multiple Range (DNMRT) pada taraf 5%.
Perlakuan pada penelitian ini adalah penambahan CMC dengan berbagai konsentrasi pada bioplastik. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut:
14
A = Penambahan konsentrasi CMC sebanyak 0,47%
B = Penambahan konsentrasi CMC sebanyak 0,63%
C = Penambahan konsentrasi CMC sebanyak 0,79%
D = Penambahan konsentrasi CMC sebanyak 0,94%
E = Penambahan konsentrasi CMC sebanyak 1,1%
Model matematis dari rancangan yang digunakan adalah:
Yij = µ + Pi + Eij
Keterangan:
Yij = Pengaruh perlakuan ke (A,B,C,D,E) yang terletak pada ulangan ke (1,2,3) µ = Nilai rata-rata pengamatan
Pi = Pengaruh perbedaan perlakuan konsentrasi CMC
Eij = Galat percobaan pada taraf perbedaan perlakuan konsentrasi CMC terhadap bioplastik yang dihasilkan pada ulangan 1 , 2, 3
i = Jumlah perlakuan (A,B,C,D,E) j = Jumlah ulangan (1,2,3)
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan Bahan Baku
Kolang-kaling yang digunakan diperoleh dari Nagari Labuah Gunuang Kec.
Lareh Sago Halaban Kab. Lima Puluh Kota berupa kolang-kaling yang masih segar, tidak terlalu keras dan tidak terlalu lunak, CMC yang digunakan diperoleh dari salah satu swalayan di Kota Padang, sedangkan gliserol yang digunakan memiliki bobot jenis 1,255 – 1,260 g/ml dengan pH 5,5 – 7,5.
3.4.2 Proses Pembuatan Tepung Kolang-Kaling
Proses pembuatan tepung kolang-kaling mengacu pada penelitian Pratama (2016) yang dimodifikasi. Tahapan proses pembuatan tepung kolang-kaling yaitu kolang-kaling dicuci bersih kemudian dipotong kecil-kecil untuk memudahkan proses penghancuran. Kolang-kaling yang telah diperkecil ukurannya kemudian dimasukkan ke dalam blender untuk dihancurkan tanpa penambahan air. Bubur kolang-kaling yang dihasilkan kemudian dikeringkan pada suhu 60oC selama 10
15
jam. Kolang-kaling kering kemudian dihancurkan dengan blender dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh sehingga didapatkan tepung kolang-kaling.
3.4.3 Proses Pembuatan Bioplastik
Proses pembuatan bioplastik mengacu pada penelitian Sutanti dan Dewi (2018) yang dimodifikasi. Bahan ditimbang dengan berat tepung kolang-kaling 6 gram, CMC sesuai perlakuan, dan gliserol sebanyak 7 ml. Tepung kolang-kaling dan CMC dimasukkan ke dalam beaker glass kemudian ditambahkan akuades sebanyak 300 ml, diaduk dengan magnetic stirrer dan dipanaskan di hot plate dengan suhu 70oC hingga terjadi gelatinisasi. Kemudian ditambahkan gliserol dan diaduk selama 30 menit. Larutan yang telah terbentuk, selanjutnya didiamkan ± 10 menit tanpa pemanasan tetapi tetap diaduk untuk menghilangkan udara yang terperangkap dalam adonan (degassing process). Larutan dituangkan ke dalam cetakan, diratakan, dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama ± 22 jam dan dilanjutkan dengan pengeringan dengan suhu ruang selama 2 jam. Setelah kering bioplastik dilepaskan dari cetakan. Formulasi bioplastik dengan perbedaan konsentrasi gliserol dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Formulasi Bioplastik dengan Perbedaan Konsentrasi CMC
Bahan Perlakuan
A B C D E
Tepung Kolang-Kaling (g) 6 6 6 6 6
CMC (g) 1,5 2 2,5 3 3,5
Gliserol (ml) 7 7 7 7 7
Akuades (ml) 300 300 300 300 300
Keterangan: gram CMC yang digunakan berdasarkan jumlah total bahan (tepung kolang-kaling, gliserol, akuades adalah 314,785 gram) dan formulasi di atas digunakan untuk 2 cetakan kaca bioplastik.
3.4.4 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan bahan baku tepung kolang-kaling dan bioplastik. Adapun pengamatan tepung kolang-kaling adalah kadar air, kadar abu, dan kadar pati. Sedangkan pengamatan yang dilakukan terhadap bioplastik meliputi uji kadar air, ketebalan, uji kuat tarik, uji perpanjangan putus, daya serap air, dan uji biodegradasi.
16
3.5 Prosedur Analisis
3.5.1 Kadar Air (Sudarmadji, 1984 cit Yenrina, 2015)
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selam 15 menit, kemudian didinginkan lalu ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 5 gram (B). Setelah itu cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 6 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap (C). Kadar air dihitung dengan rumus:
Kadar Air (%) =B − (C − A)
B x 100%
3.5.2 Kadar Abu (AOAC, 1995)
Pengukuran kadar abu menggunakan alat tanur. Cawan porselen dipanaskan terlebih dahulu dengan oven, kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sebanyak 3 – 5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen lalu dibakar dengan hot plate sampai asap hilang. Cawan berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 500oC selama 2 jam. Kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang.
Kadar Abu (%) =(berat abu + cawan) − berat cawan
(berat sampel) x 100%
3.5.3 Kadar Pati dengan Metode Luff Schoorl (Sudarmadji, 1994 cit Ridlo, 2017)
Sampel yang telah dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 2-5 gram dan dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 ml, ditambahkan 50 ml akuades dan diaduk lalu biarkan selama 1 jam. Suspensi disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan akuades sampai volume 250 ml. filtrat ini mengandung karbohidrat yang larut dan dibuang. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer dengan pencucian menggunakan 200 ml akuades dan ditambahkan 20 ml HCl 25%, tutup dengan pendingin balik dan dipanaskan selama 2,5 jam. Setelah dingin, dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan encerkan sampai volume 500 ml, kemudian disaring. Tentukan kadar gulanya yaitu dengan dipipet filtrat sampel 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
17
Ditambahkan 25 ml larutan luff schoorl dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
Kemudian didihkan selama 10 menit. Selanjutnya didinginkan, setelah dingin ditambahkan 15 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 4 N. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1N sampai warna kuning pucat, kemudian ditambahkan indikator amilum 1%
sebanyak 2 ml dan titrasi kembali sampai warna biru tepat hilang. Lakukan prosedur blanko seperti di atas tetapi dengan mengubah pemipetan 25 ml filtrat menjadi 25 ml akuades. (Berat glukosa dikalikan 0,9 merupakan berat pati).
Larutan Na2S2O3 yang digunakan = (ml blanko − ml sampel)x N tio
0,1 = Z
Z lihat pada tabel Luff Schoorl untuk melihat kandungan gulanya (mg glukosa) Kadar Gula (%) = mg glukosa x FP x 100%
berat sampel (mg) Kadar Pati (%) = Kadar Gula x 0,9 Keterangan: FP = Faktor Pengenceran
3.5.4 Pengukuran Ketebalan (ASTM 2005)
Biplastik yang dihasilkan diukur ketebalannya dengan menggunakan pengukur ketebalan mikrometer dengan ketelitian 0.01 mm menggunakan mikrometer skrup. Nilai ketebalan diukur dari rata-rata lima pengukuran bioplastik.
3.5.5 Kuat Tarik (Tensile Strength) (Syamsu, Hartoto, Fauzi, Suryani, dan Rais, 2007)
Kuat tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum saat film pecah.
Sampel yang berbentuk lembaran dipotong dengan panjang 100 mm dan lebar 15 mm. Pengujian dilakukan dengan alat Universal Testing Machine (UTM). Nilai kuat tarik diukur dengan menggunkan persamaan:
σ =Fmaks A Keterangan: σ = Kuat tarik (MPa)
Fmaks = Tegangan maksimum (N) A = Luas penampang (mm2)
18
3.5.6 Persen Perpanjangan Putus (Elongation at Break) (Syamsu, Hartoto, Fauzi, Suryani, dan Rais, 2007)
Persen perpanjangan putus didasarkan atas pemanjangan film saat film pecah. Sampel yang berbentuk lembaran dipotong dengan panjang 100 mm dan lebar 15 mm. Pengujian dilakukan dengan alat Universal Testing Machine (UTM). Persen perpanjangan putus diukur dengan persamaan:
%𝜀 = 𝛥𝐿
L0𝑥100%
Keterangan: %ε = Elongasi (%)
ΔL = Pertambahan panjang (mm) L0 = Panjang awal sampel (mm)
3.5.7 Daya Serap Air (Nurfauzi, Sandra, Bambang, dan Gunomo, 2018) Prosedur pengujian daya serap air adalah sebagai berikut: berat awal sampel yang akan diuji ditimbang (W0), kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi akuades selama 10 detik. Bioplastik dingkat kemudian air yang terdapat pada permukaan bioplastik dihilangkan dengan tisu, timbang berat sampel (W).
Rendam kembali sampel ke dalam wadah tersebut, angkat sampel tiap 10 detik, timbang berat sampel. Lakukan hal yang sama hingga diperoleh berat akhir sampel yang konstan dan hitung persentase air yang diserap dengan menggunakan rumus:
Daya serap air (%) =W − W0
W0 𝑥 100%
Keterangan: W0 = Berat awal W = Berat akhir
3.5.8 Uji Biodegradasi (Martucci, 2014)
Uji biodegradasi dilakukan dengan metode pemendaman dalam tanah.
Metode paling sederhana untuk mengkarakterisasi terjadinya biodegradasi suatu polimer adalah dengan menentukan kehilangan massa dan degradabilitas material polimer. Kehilangan massa diketahui dengan cara menimbang massa polimer sebelum dan setelah proses biodegradasi dalam selang waktu tertentu. Parameter
19
pengujian yang diamati adalah pengurangan berat dari plastik yang diuji setelah dikubur (Soil Burial Test) di dalam tanah.
Masing-masing sampel dengan ukuran 2 cm x 3 cm dimasukkan ke dalam nampan plastik yang berisi tanah sampai terbenam (±3 cm). Setelah periode waktu tertentu sampel diangkat dari tempat perlakuan, dibersihkan dengan air suling dan dikeringkan sampai berat konstan, kemudian ditimbang berat bioplastik yang tersisa. Periode waktu pengambilan bioplastik adalah setiap 2 hari selama 10 hari.
Kehilangan berat massa dihitung dengan rumus:
Kehilangan massa (%) =w1 − w2
w1 x 100%
Keterangan: w1 = Massa bioplastik sebelum degradasi w2 = Massa bioplastik setelah degradasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung kolang- kaling. Sebelum digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bioplastik, tepung kolang-kaling terlebih dahulu dianalisis. Analisis bahan baku tepung kolang-kaling yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, dan kadar pati. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Bahan Baku Tepung Kolang-Kaling
Komponen Uji Jumlah (%)
(Rata-Rata ± Standar Deviasi)
Kadar Air 9,17 ± 0,1300
Kadar Abu 1,03 ± 0,0361
Kadar Pati 50,46 ± 0,0318
Kadar air merupakan komponen penting dalam bahan yang dapat mempengaruhi kualitas dari bahan atau produk yang dihasilkan. Pengujian kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan.
Berdasarkan data hasil analisis bahan baku pada Tabel 3, kadar air tepung kolang- kaling yang didapatkan sebesar 9,17 %. Nilai kadar air yang didapatkan tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan penelitian Pratama (2016) yang menggunakan pengeringan oven sebesar 9,65 %.
Pengujian kadar abu dilakukan untuk mengetahui total mineral pada suatu bahan. Semakin rendah kadar abu maka kadar mineral bahan juga semakin rendah. Pada penelitian ini pengujian kadar abu dilakukan hanya untuk memberikan informasi mengenai kadar abu tepung kolang-kaling. Hasil analisis kadar abu yang didapatkan sebesar 1,03%. Kadar abu yang didapatkan lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Pratama (2016) yang menggunakan pengeringan oven sebesar 1,94 %.
Pati tersusun atas dua satuan polimer utama yaitu amilosa dan amilopektin.
Berdasarkan dari sumber tanamannya, pati mengandung 20-25% amilosa dan 75- 80% amilopektin (Karmakar, Ban, dan Gosh, 2014). Pengujian kadar pati dilakukan untuk mengetahui jumlah kadar pati yang terkandung pada tepung kolang-kaling yang dijadikan bahan baku dalam pembuatan bioplastik. Menurut
Standar Industri Indonesia mengenai standar mutu pati, kadar pati minimal adalah 75% (Widowati, Waha, dan Santosa, 1997). Pengujian kadar pati pada penelitian ini menggunakan metode luff schoorl. Kadar pati yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 50,46 %. Dibandingkan dengan hasil penelitian Pratama (2016) yang menggunakan pengeringan oven didapakan kadar pati sebesar 85,10 %, hasil analisis yang didapatkan jauh lebih rendah dari yang didapatkan Pratama dikarenakan adanya perbedaan waktu perendaman kolang-kaling antara penelitian Pratama dengan penelitian ini. Pratama melakukan perendaman selama 3 hari selanjutnya dikeringkan. Sedangkan pada penelitian ini perendaman kolang-kaling sampai dengan 10 hari, dikarenakan pengeringan kolang-kaling yang tidak dilakukan langsung seluruhnya tetapi dilakukan bertahap karena kolang-kaling yang akan dikeringkan cukup banyak sedangkan alat yang digunakan terbatas.
4.2 Karakteristik Bioplastik
4.2.1 Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan untuk memberikan informasi seberapa besar air yang terdapat pada bioplastik. Menurut Rukmana (2018), proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan proses pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Hasil rata-rata kadar air bioplastik dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Rata-Rata Kadar Air Bioplastik Kolang-Kaling dari Perlakuan yang Berbeda
Perlakuan Kadar Air (%)
(Rata-Rata ± Standar Deviasi) A (penambahan CMC 0,47%)
B (penambahan CMC 0,63%) C (penambahan CMC 0,79%) D (penambahan CMC 0,94%) E (penambahan CMC 1,1%)
21,80 ± 1,9679 21,90 ± 1,2730 23,77 ± 0,9611 24,07 ± 0,1997 24,22 ± 0,2902 KK = 4,94 %
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi CMC berbeda tidak nyata pada taraf α=5% terhadap kadar air bioplastik. Hasil pengujian kadar air yang didapatkan berkisar antara 21,80-24,22%. Kadar air tertinggi yaitu pada perlakuan E dengan penambahan CMC 1,1% sebesar 24,22%
dan yang paling rendah yaitu perlakuan A dengan penambahan CMC 0,47%
sebesar 21,80%. Berdasarkan hasil pengujian kadar air yang diperoleh semakin tinggi konsentrasi CMC yang ditambahkan maka semakin tinggi kadar air bioplastik yang dihasilkan. Gugus-gugus hidroksil pada CMC mampu mengikat air bebas dari larutan, emulsi atau suspensi sebagai air hidrat sehingga bila ditambahkan pada larutan emulsi atau suspensi akan menjadi kental. Peningkatan konsentrasi CMC meningkatkan kadar air dari film yang dihasilkan, karena sifat CMC yang mampu mengikat air bebas larutan dan penambahan gliserol sebagai plasticizer juga dapat meningkatkan kadar air karena mempunyai kemampuan untuk mengikat kadar air sama halnya dengan CMC (Hufail, 2012). Pengaruh konsentrasi CMC terhadap kadar air bioplastik disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Kadar Air Bioplastik
Nilai kadar air bioplastik yang didapatkan mendekati hasil penelitian edible film kolang-kaling oleh Sitompul dan Elok (2017) yang berkisar antara 14,681- 23,291%. Peningkatan kadar air bioplastik diduga berkaitan dengan hasil pengukuran ketebalan bioplastik (dilihat pada Gambar 6), semakin tinggi penambahan konsentrasi CMC maka ketebalan bioplastik semakin meningkat dan kadar air yang terkandung dalam bioplastik yang dihasilkan juga meningkat.
4.2.2 Ketebalan
Ketebalan merupakan salah satu parameter penting untuk mengetahui karakteristik bioplastik yang telah dibuat. Ketebalan bioplastik diukur menggunakan mikrometer sekrup, dimana nilai didapatkan dari rata-rata hasil
21.8 21.9
23.77
24.07 24.22
20.5 21 21.5 22 22.5 23 23.5 24 24.5
A B C D E
Kadar Air (%)
Perlakuan
Kadar Air
pengukuran pada lima titik yang berbeda yaitu pada bagian sudut dan tengah bioplastik. Ketebalan bioplastik dapat mempengaruhi karakteristik lainnya, seperti kadar air, kuat tarik, perpanjangan putus, dan daya serap air. Hasil pengukuran ketebalan bioplastik dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai Rata-Rata Ketebalan Bioplastik Kolang-Kaling dari Perlakuan yang Berbeda
Perlakuan Ketebalan (mm)
(Rata-Rata ± Standar Deviasi) A (penambahan CMC 0,47%)
B (penambahan CMC 0,63%) C (penambahan CMC 0,79%) D (penambahan CMC 0,94%) E (penambahan CMC 1,1%)
0,122 ± 0,0069 a 0,131 ± 0,0042 ab 0,137 ± 0,0070 bc 0,145 ± 0,0023 c 0,157± 0,0031 d KK = 3,68%
Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi CMC berbeda nyata pada taraf α=5% terhadap ketebalan bioplastik.
Tabel 5 menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi CMC yang ditambahkan memberi pengaruh terhadap ketebalan bioplastik, dimana semakin tinggi konsentrasi CMC maka semakin tebal bioplastik yang dihasilkan. Hasil pengukuran ketebalan bioplastik yang didapatkan berkisar antara 0,122-0,157 mm. Ketebalan bioplastik tertinggi yaitu pada perlakuan E dengan penambahan CMC 1,1% dengan ketebalan rata-rata 0,157 mm dan ketebalan terendah yaitu pada perlakuan A dengan penambahan CMC 0,47% dengan ketebalan rata-rata 0,122 mm. Pengaruh konsentrasi CMC terhadap ketebalan bioplastik disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Ketebalan Bioplastik
0.122 0.131 0.137 0.145 0.157
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18
A B C D E
Ketebalan (mm)
Perlakuan
Ketebalan
Ketebalan bioplastik semakin meningkat seiring dengan penambahan CMC.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsih, Dahlena, dan Sunardi (2019), yang memperoleh nilai ketebalan bioplastik dari pati ubi nagara yang semakin meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi CMC hingga 12%. Peningkatan ketebalan bioplastik pada penelitian ini disebabkan karena semakin banyak total padatan yang terdapat pada larutan maka makin tebal film yang dihasilkan. Berdasarkan Japanesse Industrial Standard (JIS), film plastik yang dikategorikan kemasan makanan memiliki ketebalan maksimum 0,25 mm (Saputra, Kismiyati, Heru, Annur, dan Mochammad, 2015). Ketebalan bioplastik pada penelitian ini berkisar antara 0,122-0,157 mm, artinya ketebalan bioplastik pada penelitian ini sudah memenuhi standar.
Nilai pengukuran ketebalan bioplastik yang didapatkan lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian edible film kolang-kaling oleh Sitompul dan Elok (2017) yang berkisar antara 14,681-23,291%. Ketebalan bioplastik dipengaruhi oleh volume larutan bioplastik dan luas cetakan yang digunakan dalam pembuatan bioplastik, semakin besar volume larutan bioplastik yang dimasukkan ke dalam cetakan dengan ukuran tertentu maka akan semakin tebal bioplastik yang dihasilkan. Ketebalan bioplastik juga dipengaruhi oleh kekentalan atau viskositas larutan bioplastik yang digunakan, semakin besar persentase padatan bahan baku dan plasticizer yang digunakan maka semakin meningkat ketebalan film yang dihasilkan (Nofrida, 2013).
Bioplastik kolang-kaling yang dihasilkan berbentuk lembaran dengan ketebalan berkisar antara 0,122-0,157 mm dan berwarna transparan. Ketebalan bioplastik akan mempengaruhi permeabilitas gas. Semakin tebal bioplastik maka permeabilitas gas akan semakin kecil dan melindungi produk yang dikemas dengan lebih baik, namun dalam penggunaannya ketebalan bioplastik harus disesuaikan dengan produk yang akan dikemas (Putra, 2017). Pengaplikasian bioplastik ini dapat digunakan pada produk hortikultura karena dapat memperpanjang umur simpan dari produk. Hal ini sesuai dengan penelitian Purbasari, Ekky, Raizka (2014) mengenai bioplastik dari tepung dan pati biji nangka yang diaplikasikan pada pengemasan buah stroberi selama 7 hari, didapatkan hasil bahwa bioplastik dapat digunakan sebagai pengemas makanan pada buah stroberi dan menghambat proses pembusukan, dimana berat stroberi
tanpa pengemasan mengalami penurunan dari hari ke-0 sampai hari ke-7 dengan berat masing-masing 10,15 g dan 0,52 g, sedangkan stroberi yang dikemas dengan bioplastik pati biji nangka berat pada hari ke-0 dan hari ke-7 adalah 10,02 g dan 3,76 g dan stroberi yang dikemas dengan bioplastik tepung biji nangka berat pada hari ke-0 dan hari ke-7 adalah 10,1 g dan 2,42 g. Berdasarkan penelitian Iflah, Sutrisno, dan Titi (2012) mengenai pengaruh kemasan starch-based plastics (bioplastik) terhadap mutu tomat dan paprika selama penyimpanan dingin dengan menggunakan suhu penyimpanan 5oC, 10oC, dan 15oC diperoleh hasil bahwa bioplastik dapat menunda fase klimakterik tomat hingga hari penyimpanan ke-21 dan paprika hingga hari penyimpanan ke-12 dan penyimpanan pada suhu 10oC lebih sesuai untuk menyimpan tomat dan paprika yang dikemas dengan bioplastik, dimana perubahan nilai kekerasan tidak berbeda nyata dengan suhu penyimpanan lainnya dan degradasi warna berlangsung lebih lama.
4.2.3 Kuat Tarik
Kuat tarik menunjukkan tegangan maksimum yang dapat ditahan oleh suatu bahan sebelum bahan tersebut putus atau patah. Pengujian kuat tarik dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM). Hasil pengujian kuat tarik bioplastik dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai Rata-Rata Kuat Tarik Bioplastik Kolang-Kaling dari Perlakuan yang Berbeda
Perlakuan Kuat Tarik (MPa)
(Rata-Rata ± Standar Deviasi) A (penambahan CMC 0,47%)
B (penambahan CMC 0,63%) C (penambahan CMC 0,79%) D (penambahan CMC 0,94%) E (penambahan CMC 1,1%)
5,92 ± 0,1250 6,19 ± 3,0750 7,32 ± 1,6550 8,53 ± 0,6850 8,97 ± 0,5750 KK = 21,83%
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi CMC berbeda tidak nyata pada taraf α=5% terhadap kuat tarik bioplastik. Hasil pengujian kuat tarik yang didapatkan berkisar antara 5,92-8,97 MPa. Nilai kuat tarik tertinggi yaitu pada perlakuan D dengan penambahan CMC 0,94% sebesar 8,97 MPa dan yang paling rendah yaitu perlakuan A dengan penambahan CMC 0,47% sebesar 5,92 MPa. Kuat tarik berkaitan dengan ketebalan, semakin tebal bioplastik nilai kuat tarik yang didapatkan cenderung
meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen yang terjadi antara gugus hidroksil (OH) dari pati dengan gugus hidroksil (OH) dan karboksil (COOH) dari CMC. Ikatan hidrogen tersebut mengakibatkan kekuatan material menjadi semakin meningkat sehingga penambahan CMC terbukti meningkatkan kuat tarik (Hidayat et al, 2013). Pengaruh konsentrasi CMC terhadap kuat tarik bioplastik disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 8.
Gambar 7. Grafik Kuat Tarik Bioplastik
Berdasarkan gambar 7 dapat dilihat bahwa pada perlakuan E dengan penambahan CMC 1,1% mengalami penurunan nilai kuat tarik bila dibandingkan perlakuan D dengan penambahan CMC 0,94%. Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan CMC yang sudah lebih dari setengah berat bahan baku tepung kolang-kaling sehingga proses pencampuran kurang sempurna (kurang homogen).
Proses pencampuran yang tidak homogen dapat menyebabkan distribusi molekul komponen penyusun plastik tidak merata, sehingga material yang dihasilkan tidak memiliki ketahanan yang bagus terhadap pemberian beban. Nilai kuat tarik bioplastik yang didapatkan lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian edible film kolang-kaling oleh Sitompul dan Elok (2017) yang berkisar antara 1,85-2,94 Mpa dan tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan hasil penelitian Nurfauzi, et al. (2018) mengenai pengaruh konsentrasi CMC dan suhu pengeringan terhadap plastik biodegradable berbasis tepung jagung yang berkisar antara 5,73-8,37 MPa.
Berdasarkan Japanesse Industrial Standard (JIS), film plastik yang dikategorikan kemasan makanan memiliki nilai kuat tarik minimal 0,392 MPa atau 4 kgf/cm2 (Saputra et al., 2015). Nilai kuat tarik bioplastik pada penelitian ini berkisar antara 5,92-8,97 MPa, artinya nilai kuat tarik bioplastik pada penelitian
5.92 6.19
8.53 8.97
7.32
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A B C D E
Kuat Tarik (MPa)
Perlakuan Kuat Tarik
ini sudah memenuhi standar. Nilai kuat tarik yang tinggi menunjukkan tingginya kemampuan plastik menahan gaya yang diberikan. Semakin tinggi nilai kuat tarik maka kemampuan plastik melindungi produk dari faktor-faktor mekanis seperti tekanan fisik (jatuh dan gesekan), adanya getaran, serta benturan antar bahan akan lebih baik (Yuliasih dan Biantri, 2014).
4.2.4 Perpanjangan Putus
Perpanjangan putus (Elongation at Break) merupakan persentase perpanjangan bioplastik setelah plastik itu putus oleh pengaruh gaya yang diberikan. Nilai perpanjangan putus menggambarkan bagaimana fleksibilitas dan daya regang dari bioplastik tersebut. Pengujian perpanjangan putus ini sejalan dengan pengujian kuat tarik. Hasil pengujian perpanjangan putus bioplastik dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Rata-Rata Perpanjangan Putus Bioplastik Kolang-Kaling dari Perlakuan yang Berbeda
Perlakuan Perpanjangan Putus (%)
(Rata-Rata ± Standar Deviasi) A (penambahan CMC 0,47%)
B (penambahan CMC 0,63%) C (penambahan CMC 0,79%) D (penambahan CMC 0,94%) E (penambahan CMC 1,1%)
86,81 ± 5,1188 a 89,71 ± 32,4618 a 102,70 ± 12,4472 ab 123,22 ± 4,4294 b 127,01 ± 7,0408 b KK = 15,92%
Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi CMC berbeda nyata pada taraf α=5% terhadap perpanjangan putus bioplastik. Hasil pengujian perpanjangan putus bioplastik didapatkan berkisar antara 86,81-127,01%. Nilai perpanjangan putus tertinggi yaitu pada perlakuan D dengan penambahan CMC 0,94% sebesar 127,01% dan nilai persen perpanjangan putus terendah yaitu pada perlakuan A dengan penambahan CMC 0,47% sebesar 86,81%. Nilai perpanjangan putus berkaitan dengan ketebalan, semakin tebal bioplastik nilai perpanjangan putus yang didapatkan cenderung meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian Nurindra, Amin, dan Sudarno (2015) yang memperoleh nilai perpanjangan putus dari pati lindur yang mengalami peningkatan seiring dengan penambahan konsentrasi CMC, dimana nilai perpanjangan putus yang didapatkan berkisar antara 1,0209-12,9614%. Nilai perpanjangan putus pada
penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Nurfauzi, et al. (2018) mengenai pengaruh konsentrasi CMC dan suhu pengeringan terhadap plastik biodegradable berbasis tepung jagung yang berkisar antara 23,33-50,00%.
Pada hasil penelitian nilai perpanjangan putus terbaik yaitu pada perlakuan D dengan penambahan 0,94% CMC, penggunaan CMC dapat menyebabkan kemampuan mengikat air lebih baik sehingga memberikan matriks gel yang dapat meningkatkan persen pemanjangan dari bioplastik. Semakin besar nilai persen pemanjangannya, maka semakin baik bioplastik yang yang dihasilkan.
Berdasarkan Japanesse Industrial Standard (JIS), film plastik yang dikategorikan kemasan makanan memiliki perpanjangan putus minimal 70%
(Saputra et al., 2015). Perpanjangan putus bioplastik pada penelitian ini berkisar antara 86,81-127,01%, artinya nilai perpanjangan putus pada penelitian ini sudah memenuhi standar. Pengaruh konsentrasi CMC terhadap perpanjangan putus bioplastik disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 8.
Gambar 8. Grafik Perpanjangan Putus Bioplastik
Berdasarkan gambar 8 dapat dilihat bahwa perlakuan E dengan penambahan CMC 1,1% mengalami penurunan nilai perpanjangan putus bila dibandingkan perlakuan D dengan penambahan CMC 0,94%. Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan CMC yang sudah lebih dari setengah berat bahan baku tepung kolang-kaling sehingga proses pencampuran kurang sempurna (kurang homogen).
Proses pencampuran yang tidak homogen dapat menyebabkan distribusi molekul komponen penyusun plastik tidak merata, sehingga material yang dihasilkan tidak memiliki ketahanan yang bagus terhadap pemberian beban.
86.81 89.71
123.22 127.01
102.7
0 20 40 60 80 100 120 140
A B C D E
Perpanjangan Putus (%)
Perlakuan Perpanjangan Putus
4.2.5 Daya Serap Air
Uji daya serap air dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan bahan menarik air disekelilingnya untuk berikatan dengan partikel bahan. Uji daya serap air dilakukan dengan cara meletakkan sampel bioplastik ke dalam wadah berisi akuades kemudian sampel diangkat dan ditimbang hingga diperoleh bobot konstan dari bioplastik. Hasil rata-rata daya serap air bioplastik dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai Rata-Rata Daya Serap Air Bioplastik Kolang-Kaling dari Perlakuan yang Berbeda
Perlakuan Daya Serap Air (%)
(Rata-Rata ± Standar Deviasi) A (penambahan CMC 0,47%)
B (penambahan CMC 0,63%) C (penambahan CMC 0,79%) D (penambahan CMC 0,94%) E (penambahan CMC 1,1%)
402,29 ± 21,9260 a 445,00 ± 32,7872 b 464,02 ± 20,4640 b 478,17 ± 12,0940 b 486,67 ± 23,0940 b KK = 5,06 %
Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi CMC berbeda nyata pada taraf α=5% terhadap daya serap air bioplastik. Hasil pengujian daya serap air bioplastik didapatkan berkisar antara 402,29-486,67%. Nilai daya serap air tertinggi yaitu pada perlakuan E dengan penambahan CMC 1,1% sebesar 486,67% dan daya serap air terendah yaitu pada perlakuan A dengan penambahan CMC 0,47% sebesar 402,29%. Tabel 6 menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi CMC yang ditambahkan memberi pengaruh terhadap daya serap air bioplastik, dimana semakin tinggi konsentrasi CMC maka semakin tinggi daya serap air bioplastik yang dihasilkan.
Peningkatan nilai daya serap air bioplastik diduga berkaitan dengan hasil pengukuran ketebalan bioplastik (dilihat pada Gambar 6), semakin tinggi penambahan konsentrasi CMC maka ketebalan bioplastik semakin meningkat dan daya serap air bioplastik juga meningkat. Peningkatan ini diperoleh akibat adanya air yang berdifusi ke dalam bioplastik. Di dalam matriks bioplastik molekul CMC terutama gugus OH pada sisi karboksil berikatan dengan gugus OH pada pati, semakin tinggi konsentrasi CMC berarti semakin banyak gugus OH molekul CMC yang terperangkap dalam matriks bioplastik. Gugus OH bersifat hidrofilik dan mempunyai afinitas yang sangat tinggi terhadap air (Santoso, Filli, Basuni,