Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Berpikir Kritis
1. Definisi dan Indikator Berpikir Kritis
Definisi berpikir kritis mengalami perkembangan seiring pengetahuan yang bertambah mengenai unsur – unsur penyusun kemampuan berpikir kritis.
Perkembangan definisi berpikir kritis ini dapat diketahui dari sejumlah definisi yang dirumuskan berikut:
John Dewey (dalam Fisher, 2008:2) menggunakan istilah „berpikir reflektif‟ dan mendefinisikannya sebagai:
Pertimbangan yang aktif , persistent (terus menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan – alasan yang mendukungnya dan kesimpulan – kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya.
Edward Glaser salah seorang penulis Watson-Glaser Critical Thinking Appraisal mengembangkan gagasan Dewey dengan menambahkan komponen pengetahuan tentang metode – metode pemeriksaan dan penalaran yang logis dan keterampilan untuk menerapkan metode – metode tersebut dalam upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan – kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.
Glaser (dalam Fisher, 2008:3), mendefinisikan berpikir kritis sebagai:
(1)suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis, dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut.
Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan- kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.
Robert Ennis (1992) menambahkan komponen tujuan berpikir kritis dalam definisinya yang dipakai secara luas yaitu: “reasonable reflective thinking focused
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
on deciding what to believe or do”. Menurut pendapat Ennis bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan.
Definisi berpikir kritis yang dikembangkan oleh Ennis ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang membuat keputusan atau pertimbangan-pertimbangan.
Selanjutnya Ennis (dalam Sapriya, 2012:144) telah melakukan identifikasi lima kunci unsur berpikir kritis, yaitu praktis, reflektif, rasional, terpercaya, dan berupa tindakan. Dengan didasari pemikiran inilah, Ennis merumuskan definisi berpikir kritis sebagai aktivitas berpikir secara reflektif dan rasional yang difokuskan pada penentuan apa yang harus diyakini atau dilakukan.
Beberapa ahli mendefinisikan berpikir kritis sebagai bentuk pemikiran tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills). Berpikir tingkat tinggi terjadi ketika seseorang mengambil informasi yang tersimpan dalam memori dan saling terhubungkan atau menata kembali dan memperluas informasi ini untuk mencapai tujuan atau menemukan jawaban yang mungkin dalam situasi membingungkan (Al Muchtar, 2013).
Terdapat enam unsur dasar dalam berpikir kritis menurut Ennis (1995: 4-8), yaitu focus (focus), alasan (reasons), kesimpulan (inference), situasi (situation), kejelasan (clarity), dan pemeriksaan secara menyeluruh (overview). Penjelasan mengenai enam unsur dasar tersebut adalah sebagai berikut:
a. Fokus ( focus), merupakan hal pertama yang harus dilakukan untuk mengetahui informasi. Untuk fokus terhadap permasalahan,diperlukan pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan dimiliki oleh seseorang akan semakin mudah mengenali informasi.
b. Alasan (reason), yaitu mencari kebenaran dari pernyataan yang akan dikemukakan. Dalam mengemukakan suatu pernyataan harus disertai dengan alasan-alasan yang mendukung pernyataan tersebut.
c. Kesimpulan (Inference), yaitu membuat pernyataan yang disertai dengan alasan yang tepat.
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
d. Situasi (situation), yaitu kebenaran dari pernyataan tergantung pada situasi yang terjadi. Oleh karena itu perlu mengetahui situasi atau keadaan permasalahan.
e. Kejelasan (clarity), yaitu memastikan kebenaran suatu pernyataan dari situasi yang terjadi.
f. Pemeriksaan secara menyeluruh (overview), yaitu melihat kembali sebuah proses dalam memastikan kebenaran pernyataan dalam situasi yang ada sehingga bisa menentukan keterkaitan dengan situasi lainnya.
Menurut Ennis (dalam Rante, 2008) ada 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang dikelompokkan dalam 5 kelompok keterampilan berpikir seperti pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Indikator Berpikir Kritis
Berpikir Kritis Sub Berpikir Kritis
1. Memberikan
penjelasan sederhana (elementary
clarification)
1. Memfokuskan pertanyaan 2. Menganalisis argumen
3. Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan dan tantangan
1. Membangun keterampilan dasar (basic support)
4. Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber 5. Mengobservasi dan mempertimbangka hasil
observasi
2. Kesimpulan (inference)
6. Membuat deduksi dan
mempertimbangkan hasil deduksi
7. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi
8. Membuat dan mempertimbang-kan nilai keputusan
4. Membuat penjelasan lebih lanjut
(advance clarification)
9. Mendefinisikan istilah 10. Mengidentifikasi asumsi
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu 5. Strategi dan taktik
(strategi and tactic)
11. Memutuskan suatu tindakan 12. Berinteraksi dengan orang lain
Beyer (Sapriya, 2009:146) menegaskan bahwa ada seperangkat keterampilan berpikir kritis yang dapat digunakan dalam studi sosial atau untuk pembelajaran disiplin ilmu-ilmu sosial. Keterampilan-keterampilan tersebut adalah:
(1)Membedakan antara fakta dan nilai dari suatu pendapat; (2) menentukan reliabilitas sumber; (3) menentukan akurasi fakta dari suatu pernyataan; (4) membedakan informasi yang relevan dari yang tidak relevan; (5) mendeteksi penyimpangan; (6) mengidentifikasi asumsi yang tidak dinyatakan; (7) mengidentifikasi tuntutan dan argumen yang tidak jelas atau samar-samar; (8) mengakui perbuatan yang keliru dan tidak konsisten; (9) membedakan antara pendapat yang tidak dan dapat dipertanggungjawabkan; dan (10) menentukan kekuatan argumen.
Menurut Beyer, sepuluh kunci keterampilan yang ditampilkan di atas merupakan hasil konsensus dari sejumlah pakar studi sosial, hasil penelitian dalam proses belajar mengajar, dan pengalaman di ruang kelas. Semua keterampilan ini telah digunakan di dalam penelitian sebagai indikator dalam observasi dan penelitian kemampuan berpikir kritis yang diterapkan oleh para guru studi sosial.
Indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan oleh Ennis. Dari duabelas indikator dipilih sebanyak tujuh indikator, yaitu (1) memfokuskan pertanyaan; (2) bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan dan menantang; (3) mendefinisikan istilah; (4) membuat induksi dan mempertimbangkan hasil deduksi; (5) membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan; (6) mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi; dan (7) menentukan suatu tindakan.
2. Berpikir Kritis Penting Dipelajari
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
Pembelajaran adalah proses berpikir. Sanjaya (2008: 219) menyatakan bahwa ”belajar berpikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan”. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa pembelajaran berpikir dalam proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, akan tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (self regulated).
Asumsi yang mendasari pembelajaran berpikir adalah bahwa pengetahuan itu tidak datang dari luar, tetapi dibentuk oleh individu itu sendiri dalam struktur kognitif yang dimilikinya. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan suatu aktivitas yang memungkinkan siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya. Menurut Battencourt (dalam Sanjaya, 2008: 219), proses pembelajaran dalam pembelajaran berpikir adalah ”berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi”.
Pengembangan kemampuan berpikir, berkait dengan anggapan bahwa berpikir merupakan potensi manusia yang perlu secara sengaja dikembangkan untuk mencapai kapasitas optimal. Menurut Suwarma Al Muchtar (2007:277) konsep pendidikan berpikir sebagai pendekatan dalam pengembangan pendidikan lahir atas perlunya pendidikan diperankan untuk mengembangkan kemampuan berpikir.
Perlunya mengembangkan kemampuan berpikir kritis di sekolah diakui oleh sejumlah ahli pendidikan. Preston dan Herman (dalam Sapriya, 2012: 145) menyatakan bahwa “inquiri dan keterampilan berpikir kritis tumbuh subur di kelas ketika guru menilai pemikiran-pemikiran yang berbeda dan mendorong siswa untuk berpikir secara bebas”.
National Council for The Social Studies (1994:160) menyatakan bahwa:
”...Teacher should not only expose their students to curriculum content but should
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
also provide them with opportunities to think and cummunicate in ways that will help students construct a working knowledge of such content”.
Pernyataan yang dikemukakan oleh NCSS tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, yang akan membantu siswa membangun pengetahuan itu sendiri.
Terdapat beberapa alasan yang menjadi pertimbangan mengapa berpikir kritis merupakan suatu yang penting dalam pendidikan modern. Tilaar (2011:17) menemukan sedikitnya ada empat alasan pentingnya berpikir kritis, yaitu:
(1)Mengembangkan berpikir kritis di dalam pendidikan, berarti kita memberikan penghargaan kepada peserta didik sebagai pribadi (respect as person); (2) Berpikir kritis merupakan tujuan yang ideal dalam pendidikan karena mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan kedewasaannya; (3) Pengembangan berpikir kritis dalam proses pendidikan merupakan suatu cita- cita tradisional; dan (4) Berpikir kritis merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan di dalam kehidupan demokratis.
Dari alasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mengembangkan berpikir kritis di dalam pendidikan akan memberikan kesempatan kepada perkembangan pribadi siswa sepenuhnya, karena mereka merasa diberikan kesempatan dan dihormati akan hak-haknya dalam perkembangan pribadinya. Mempersiapkan siswa untuk kehidupan kedewasaan bukan berarti memberikan pada mereka sesuatu yang telah siap, tetapi mengikutsertakan siswa di dalam pemenuhan perkembangan dirinya sendiri dan arah dari perkembangannya sendiri. Pada akhirnya, mengembangkan berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam kehidupan demokratis karena demokrasi hanya dapat berkembang apabila warganegaranya dapat berpikir kritis di dalam berbagai masalah politik, sosial, dan ekonomi.
Bisma Murti (2010) menyatakan beberapa pandangan bahwa berpikir kritis perlu dipelajari dengan alasan sebagai berikut :
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
a. Berpikir kritis memungkinkan seseorang memanfaatkan potensinya sendiri dalam melihat masalah, memecahkan masalah, menciptakan, dan menyadari diri
b. Berpikir kritis merupakan keterampilan universal.
Kemampuan berpikir jernih dan rasional diperlukan pada pekerjaan apapun, ketika mempelajari bidang ilmu apapun, untuk memecahkan masalah apapun, jadi merupakan aset berharga bagi karir seorang
c. Berpikir kritis sangat penting di abad ke 21.
Abad ke 21 merupakan era informasi dan teknologi. Seorang harus merespons perubahan dengan cepat dan efektif, sehingga memerlukan keterampilan intelektual yang fleksibel, kemampuan menganalisis informasi, dan mengintegrasikan berbagai sumber pengetahuan untuk memecahkan masalah.
d. Berpikir kritis meningkatkan keterampilan verbal dan analitik.
Berpikir jernih dan sistematis dapat meningkatkan cara mengekspresikan gagasan, berguna dalam mempelajari cara menganalisis struktur teks dengan logis, meningkatkan kemampuan untuk memahami
e. Berpikir kritis meningkatkan kreativitas.
Untuk menghasilkan solusi kreatif terhadap suatu masalah tidak hanya perlu gagasan baru, tetapi gagasan baru itu harus berguna dan relevan dengan tugas yang harus diselesaikan. Berpikir kritis berguna untuk mengevaluasi ide baru, memilih yang terbaik, dan memodifikasi bila perlu.
f. Berpikir kritis penting untuk refleksi diri.
Untuk memberi struktur kehidupan sehingga hidup menjadi lebih berarti (meaningful life), maka diperlukan kemampuan untuk mencari kebenaran dan merefleksikan nilai dan keputusan diri sendiri. Berpikir kritis merupakan meta-thinking skill, ketrampilan untuk melakukan refleksi dan evaluasi diri terhadap nilai dan keputusan yang diambil, lalu dalam konteks membuat hidup lebih berarti melakukan upaya sadar untuk menginternalisasi hasil refleksi itu ke dalam kehidupan sehari-hari.
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan pendapat para ahli mengenai berpikir kritis dapat disimpulkan bahwa mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam proses pembelajaran sangat penting dalam upaya mengembangkan potensi siswa, sebagai bekal dalam menghadapi kehidupan sekarang dan di masa yang akan datang.
B. Pembelajaran Bermakna.
Ausubel, Novak, dan Hanesian (dalam Suparno, 1997: 54) menyatakan bahwa terdapat dua jenis belajar: (1) belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna merupakan suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep, dan perubahan struktur konsep yang telah ada, yang akan mengakibatkan pertumbuhan dan perubahan struktur yang telah dipunyai si pelajar.
Menurut Ausubel, belajar bermakna akan terjadi bila si pembelajar dapat mengaitkan informasi yang baru diperolehnya dengan konsep-konsep (dikenal sebagai subsumer-subsumer) relevan yang terdapat dalam struktur kognitif si pembelajar tersebut. Akan tetapi, bila si pembelajar hanya mencoba menghafalkan informasi baru tadi tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya tersebut, kondisi ini dikatakan sebagai belajar hafalan.
Suatu proses pembelajaran akan lebih mudah dipelajari dan dipahami siswa jika para guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya sedemikian rupa sehingga para siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Itulah inti dari belajar bermakna (meaningful learning) yang telah digagas David P. Ausubel.
Ausubel menyatakan bahwa bahan pelajaran yang akan dipelajari harus bermakna (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif adalah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.
Menurut Ausubel (dalam Yani, 2010: 39-40), pembelajaran bermakna terdiri dari empat tahapan, yaitu:
(a) Derivative subsumption, yaitu proses yang berusaha menguraikan konsep umum menjadi bagian-bagian lebih kecil.
(b) Correlative subsumption, yaitu proses akomodasi terhadap konsep baru yang dipelajari siswa
(c) Superordinate learning, yaitu merupakan belajar tahap tinggi. Dalam tahap ini, siswa menemukan sendiri konsep/materi baru melalui identifikasi dan proses inquiri.
(d) Combinatorial learning, yaitu suatu proses belajar dengan cara analogi.
Suparno (1997) mengatakan pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran bermakna (Meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Belajar bermakna merujuk pada konsep bahwa belajar pengetahuan (sebuah fakta) sepenuhnya dipahami oleh individu dan bahwa individu mengetahui bagaimana fakta yang spesifik berkaitan dengan fakta-fakta yang tersimpan lain atau tersimpan dalam otak.
Jonassen (2011) Menyebutkan ciri pembelajaran bermakna, yaitu (1) active (manipulant/observant); (2) constructive (articulative/reflective); (3) intentional (goal-directed/regulatory); (4) authentic (complex/contextual); dan (5) cooperative (collaborative/conversational.
Ciri yang pertama pembelajaran bermakna adalah aktif melakukan manipulasi. Dalam pembelajaran bermakna berlangsung aktivitas untuk mengamati lingkungan dan mengamati pengaruh dari perilaku manusia terhadap lingkungan. Konstruktif mengandung pengertian bahwa siswa harus mampu membangun pengetahuannya sendiri, melakukan refleksi terhadap aktivitas yang dilakukannya sebagai pengalaman belajar yang bermakna. Intensional merujuk
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
pada pengertian bahawa pembelajaran harus disengaja dan atau dirancang dengan baik sehingga siswa mampu mengartikulasikan mereka sendiri terhadap tujuan yang akan mereka capai. Autentik artinya konsep yang sedang dipelajari benar- benar memiliki arti dan ada faktanya. Pembelajaran akan bermakna bila dihubungkan dengan kehidupan nyata. Koperatif dimaksudkan bahwa pembelajaran bermakna memerlukan suatu komunikasi dan tukar pengalaman bersama kelompok belajarnya.
Dahar (2011: 99) mengemukakan dua prasyarat terjadinya belajar bermakna, yaitu (1) materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial, dan (2) anak yang akan belajar harus bertujuan belajar bermakna. Kebermaknaan potensial materi pelajaran bergantung kepada dua faktor, yaitu (1) materi itu harus memiliki kebermaknaan logis, dan (2) gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. Materi yang memiliki kebermaknaan logis merupakan materi yang serupa dengan apa yang telah diketahui siswa dan materi yang dapat dinyatakan dalam berbagai cara tanpa mengubah artinya.
Langkah-langkah kegiatan yang mengarah pada timbulnya pembelajaran bermakna menurut Koswara (2011) adalah sebagai berikut: (1) orientasi mengajar tidak hanya pada segi pencapaian prestasi akademik, melainkan juga diarahkan untuk mengembangkan sikap dan minat belajar serta potensi dasar siswa; (2) topik-topik yang dipilih dan dipelajari didasarkan pada pengalaman anak yang relevan; (3) metode mengajar yang digunakan harus membuat anak terlibat dalam suatu aktivitas langsung dan bersifat bermain yang menyenangkan; (4) dalam proses belajar perlu diprioritaskan kesempatan anak untuk bermain dan bekerjasama dengan orang lain; (5) bahan pelajaran yang digunakan hendaknya bahan yang konkret; dan (6) dalam menilai hasil belajar siswa, para guru tidak hanya menekankan aspek kognitif dengan menggunakan tes tulis, tetapi harus mencakup semua domain perilaku anak yang relevan dengan melibatkan sejumlah alat penilaian.
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
Pembelajaran bermakna sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran yang ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk mendapatkan atau menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi pembelajaran bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki oleh peserta didik dan membantu memadukannya secara harmonis dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan National Council for the Social Studies (1994: 169) yang menyatakan bahwa:
Students develop new understanding through a process of active construction.
They do not passively receive or copy curriculum content; rather, they actively process it by relating it to what they already know (or think they know) about the topic.
Pernyataan NCSS tersebut membawa implikasi kepada guru bahwa dalam proses pembelajaran guru dituntut memiliki kemampuan membuat perencanaan pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar secara aktif bukan hanya sekedar hafalan, tetapi mendorong siswa agar memahami apa yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya.
C. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 1. Pengertian dan Tujuan Pendidikan IPS
Merumuskan dasar konseptual pendidikan IPS yang seragam sampai saat ini masih sulit. Suwarma Al Muchtar (2008:3) menyatakan bahwa IPS itu sendiri diangkat dari berbagai disiplin ilmu dan disajikan di berbagai jenjang pendidikan yang disesuaikan dengan tujuan dari setiap jenjang dan jenis pendidikan tersebut,
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
sehingga untuk merumuskan gagasan konseptual tersebut, masih menggunakan referensi asing.
IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies”. Social Scence Education Council (SSEC) menyebut IPS sebagai “Social Science Education”, sedangkan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS dengan istilah “Social Studies”.
NCSS (1994: 3) telah mendefinisikan IPS sebagai berikut :
Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.
Pengertian tersebut di atas menunjukkan bahwa IPS merupakan kajian terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk mengembangkan nilai kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan mengandung arti bahwa siswa harus dipersiapkan untuk berpartisipasi secara efektif dalam dinamika kehidupan masyarakat. Siswa memiliki kesadaran untuk meningkatkan prestasinya sebagai bentuk tanggung jawab warganegara yang setia pada negara. Pendidikan nilai dalam tujuan ini lebih ditekankan pada kewarganegaraan. Materi yang disajikan, misalnya ketika berbicara tentang lingkungan sekolah, maka anak diminta untuk belajar dengan baik. Mereka adalah generasi penerus yang akan menggantikan generasi sekarang.
Hal lain yang dapat disimpulkan dari pengertian dia atas adalah bahwa pendidikan IPS yang diberikan di persekolahan pada jenjang dasar sampai pendidikan menengah, ditandai dengan keterpaduan. Pada tingkat SMP, keterpaduan ini bersifat interdisipliner.
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
Forum Komunikasi II HISPIPSI di Yogyakarta (1991) merumuskan pendidikan IPS sebagai penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan (Somantri, 2001:92). Menurut Somantri, istilah penyederhanaan digunakan pada Pendidikan IPS pada pendidikan dasar dan menengah dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa tingkat kesukaran bahan harus sesuai dengan tingkat kecerdasan dan minat siswa. Pengertian tersebut, mirip dengan rumusan yang dikembangkan oleh Edgar Bruce Wesley yang mengemukakan bahwa pendidikan IPS dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, sebagai “…the social sciences simplified for pedagogical purposes”(dalam Zevin, 2007: 5). Menurut Wesley, Pendidikan IPS merupakan penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan/tujuan pendidikan.
Pendidikan IPS untuk tingkat sekolah sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi dengan humaniora dan ilmu pengetahuan alam yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran di sekolah.
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah “…to help students depelop the ability to make rational decisions so that they can resolve personal problems, and through social action, influence public policy” (Banks, 1977: 31). Tujuan IPS yang dikemukakan oleh Banks tersebut pada dasarnya adalah mengembangkan potensi siswa agar peka terhadap masalah sosial, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
Fraenkel (1980 : 8-11) membagi tujuan IPS dalam empat kategori yaitu (1) Pengetahuan; (2) Keterampilan; (3) Sikap; dan (4) Nilai. Pengetahuan adalah kemahiran dan pemahaman terhadap sejumlah informasi dan ide-ide. Tujuan pengetahuan ini membantu siswa untuk belajar lebih banyak tentang dirinya,
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
fisiknya dan dunia sosial. Misalnya, siswa dikenalkan dengan konsep apa yang disebut dengan lingkungan alam, lingkungan buatan, keluarga, tetangga, dan lain- lain.
Keterampilan adalah pengembangan kemampuan-kemampuan tertentu sehingga digunakan pengetahuan yang diperolehnya. Beberapa keterampilan yang ada dalam IPS menurut Fraenkel (1980:9) adalah:
a. Keterampilan berpikir yaitu kemampuan mendeskripsikan, mendefinisikan, mengklasifikasi, membuat hipotesis, membuat generalisasi, memprediksi, membandingkan dan mengkontraskan, dan melahirkan ide-ide baru.
b. Keterampilan akademik yaitu kemampuan membaca, menelaah, menulis, berbicara, mendengarkan, membaca dan meninterpretasi peta, membuat garis besar, membuat grafik dan membuat catatan.
c. Keterampilan penelitian yaitu mendefinisikan masalah, merumuskan suatu hipotesis, menemukan dan mengambil data yang berhubungan dengan masalah, menganalisis data, mengevaluasi hipotesis dan menarik kesimpulan, menerima, menolak atau memodifikasi hipotesis dengan tepat.
d. Keterampilan sosial yaitu kemampuan bekerjasama, memberikan kontribusi dalam tugas dan diskusi kelompok, mengerti tanda-tanda non- verbal yang disampaikan oleh orang lain, merespon dalam cara-cara menolong masalah yang lain, memberikan penguatan terhadap kelebihan orang lain, dan mempertunjukkan kepemimpinan yang tepat.
Sikap adalah kemahiran mengembangkan dan menerima keyakinan- keyakinan, interes, pandangan-pandangan, dan kecenderungan tertentu.
Sedangkan nilai adalah kemahiran memegang sejumlah komitmen yang mendalam, mendukung ketika sesuatu dianggap penting dengan tindakan yang tepat.
Sependapat dengan Fraenkel, Sapriya (2009:12) menyatakan bahwa IPS di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan(skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau sosial serta
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.
2. Karakteristik dan Ruang Lingkup Materi Pendidikan IPS
Karateristik mata pelajaran IPS SMP/MTs (Depdiknas, 2006: 5) antara lain sebagai berikut;
a. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama.
b. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.
c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.
d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan.
e. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS menggunakan tiga dimensi (ruang, waktu, dan nilai/moral) dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan manusia secara keseluruhan.
Ruang lingkup materi mata pelajaran IPS SMP berdasarkan kurikulum tahun 2006 meliputi aspek-aspek: (1) manusia, tempat, dan lingkungan; (2) waktu, keberlanjutan, dan perubahan; (3) sistem sosial dan budaya; dan (4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Secara lengkap ruang lingkup materi IPS berdasarkan kurikulum 2006 terlihat dari Standar Kompetensi mata pelajaran IPS SMP pada tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Ruang Lingkup dan Standar Kompetensi IPS SMP Kelas/
Semester
Ruang Lingkup
Materi Standar Kompetensi (SK)
VII 1
(1)memahami lingkungan kehidupan manusia; (2) memahami kehidupan sosial manusia; (3)
memahami usaha manusia memenuhi kebutuhan 2 (1) memahami usaha manusia untuk mengenali
perkembangan lingkungannya; (2) memahami
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
Manusia, tempat, dan lingkungan;
Waktu, keberlanjutan, dan perubahan;
Sistem sosial dan budaya;
Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
perkembangan masyarakat sejak masa Hindu- Budha sampai masa Kolonial Eropa;(3) memahami kegiatan ekonomi masyarakat
VIII 1
(1) memahami permasalahan sosial berkaitan dengan pertumbuhan jumlah penduduk; (2) memahami proses kebangkitan nasional; (3) memahami masalah penyimpangan sosial; (4) mendeskripsikan hubungan antara kelangkaan sumber daya dengan kebutuhan manusia yang tidak terbatas
2
(1)memahami usaha persiapan kemerdekaan; (2) memahami pranata dan penyimpangan sosial; (3) memahami kegiatan perekonomian
IX 1
(1)memahami kondisi perkembangan negara di dunia; (2) memehami usaha mempertahankan kemerdekaan; (3) memahami perubahan sosial budaya; (4) memahami lembaga keuangan dan perdagangan internasional
2
(1)memahami hubungan manusia dengan bumi; (2) memahami usaha mempertahankan Republik Indonesia; (3) memahami perubahan pemerintahan dan kerja sama internasional
Deskripsi yang ditunjukkan pada tabel di atas memperlihatkan bahawa ruang lingkup materi IPS SMP terdiri dari empat kajian utama yang berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi dan sosiologi. Keempat ruang lingkup ini diberikan kepada siswa sejak kelas VII sampai kelas IX.
Pada kelas VII, materi IPS lebih menekankan pada pemahaman dasar mengenai konsep-konsep yang diperlukan untuk memahami materi pada jenjang berikutnya. Oleh karena itu, penelitian difokuskan pada kelas VII agar sejak awal siswa memiliki pemahaman mengenai pembelajaran IPS Terpadu.
3. Pembelajaran IPS SMP
Pembelajaran IPS pada jenjang SMP pada prinsipnya berorientasi pada pengertian dan tujuan pendidikan IPS itu sendiri. Tujuan IPS yang dikemukakan oleh Banks (1977: 31) pada dasarnya adalah mengembangkan potensi siswa agar peka terhadap masalah sosial, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Pendidikan kewarganegaraan yang menjadi tujuan pembelajaran IPS ini secara lebih tegas lagi dirumuskan oleh NCSS (1994:3) yaitu”… The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world”.
Tujuan pembelajaran IPS di atas mengandung pengertian bahwa proses pembelajaran IPS harus ditujukan agar siswa menjadi warganegara yang baik, sehingga dalam pelaksanaannya, pembelajaran IPS mengutamakan rasionalitas, pengembangan aspek intelektual, nilai-nilai dan keterampilan yang dibutuhkan agar siswa dapat eksis dalam hidupnya, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai bagian dari warga negara.
Alexon (2009:63) menyatakan bahwa proses pembelajaran IPS yang mengembangkan karakter warganegara yang baik dilakukan melalui cara berpikir disiplin-disiplin ilmu sosial, kemampuan menggeneralisasi, dan kemampuan mempelajarinya, sehingga siswa dapat memahami dengan tepat, menghargai secara mendalam, dan memiliki kemampuan untuk membuat generalisasi.
Pembelajaran IPS seperti ini menekankan pengembangan kemampuan siswa untuk berpikir kritis sehingga keputusan yang diambil merupakan hasil berpikir.
Proses pembelajaran IPS juga harus berlangsung dengan melibatkan siswa dalam proses menemukan masalah yang dihubungkan dengan kehidupan nyata yang dialami siswa sehari-hari, sehingga siswa mampu menemukan solusi yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Kurikulum IPS SMP tahun 2006 menggambarkan bahwa proses pembelajaran IPS seharusnya dilakukan melalui pengalaman-pengalaman belajar bermakna yang terintegrasi dengan kehidupan masyarakat. Apa yang dipelajari siswa mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dalam kehidupannya.
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
Proses pembelajaran IPS yang relevan dengan tuntutan yang diharapkan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan bermakna seperti yang dinyatakan di atas adalah pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu memungkinkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif.
Terjadinya pembelajaran terpadu dalam pembelajaran IPS banyak tergantung pada guru yang merupakan pusat dalam proses pendidikan. Terdapat sejumlah prinsip-prinsip pembelajaran yang harus dipegang guru seperti yang dikemukakan NCSS (1994:11-12):
(a) Social studies teaching and learning are powerfull when they are meaningfull; (b) Social studies teaching and learning are powerfull when they are integrative; (c) Social studies teaching and learning are powerfull when they are value-based; (d) Social studies teaching and learning are powerfull when they are challenging; and (e) Social studies teaching and learning are powerfull when they are active.
Apa yang dikemukakan NCSS tersebut di atas memperkuat pendapat bahwa pembelajaran IPS yang efektif adalah pembelajaran IPS yang bermakna, terpadu, berbasiskan nilai-nilai, mengandung tantangan-tantangan, dan keterlibatan siswa secara aktif.
D. Pembelajaran IPS Terpadu
1. Konsep Pembelajaran IPS Terpadu
Pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut dengan pendekatan interdisipliner. Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik (Kemdikbud, 2013:126).
Aktif berarti bahwa pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa baik fisik, mental, intelektual maupun emosional dalam pembelajaran sehingga mencapai hasil optimal. Holistik berarti bahwa suatu gejala atau fenomena dalam
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
pembelajaran IPS Terpadu diamati dan dikaji dari beberapa bidang kajian sekaligus, bukan dari sudut pandang yang terkotak/terpisah. Otentik mengandung pengertian bahwa pembelajaran terpadu memfasilitasi siswa memahami secara langsung konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara langsung.
Mata pelajaran IPS di tingkat SMP, sebagaimana tertuang dalam Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Ilmu Pengetahuan Sosial SMP (Kemdikbud, 2013) mencakup bahan kajian ”geografi, ekonomi, sejarah dan sosiologi”, yang dibelajarkan, seperti disebutkan oleh Sapriya (2009), secara
”terpadu (integrated)”.
Kurniawan (2011:74) menyatakan bahwa pembelajaran terpadu memiliki karakteristik (1) Berpusat pada anak; (2) Memberi pengalaman langsung; (3) Pemisahan mata pelajaran tidak jelas; (4) Penyajian berbagai konsep mata pelajaran dalam satu proses pembelajaran; (5) Fleksibel; dan (6) Hasil belajar sesuai minat dan kebutuhan anak dapat berkembang.
Berdasarkan karakteristik di atas, dalam proses pembelajaran terpadu siswa menjadi pertimbangan utama dalam proses pembelajaran dan sejauh mungkin diupayakan memberikan pengalaman langsung atas materi belajar. Terdapat integrasi sejumlah disiplin ilmu dalam arti satu permasalahan dikaji dari berbagai sudut pandang. Hal ini mengandung pengertian bahwa proses pembelajaran tidak mengikuti pola bahasan yang ada pada struktur disiplin ilmu. Dengan sendirinya, hasil belajar berkembang sesuai minat dan kebutuhan anak karena proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik siswa.
NCSS (1994:165) secara lebih lengkap menyatakan bahwa keterpaduan dalam pembelajaran IPS meliputi: (1) integrative in its treatment of topics; (2) integrative across time and space; (3) integrates knowledge, skills, beliefs, values, and attitudes to action; (4) include effective use of technology; dan (5) integrates across the curriculum.
1. Integrative in its treatment of topics.
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
Terpadu dalam memberlakukan topik dimaksudkan bahwa dalam pembelajaran IPS, topik dapat diambil dari disiplin ilmu tertentu, dilengkapi dengan ide-ide yang diambil dari seni, ilmu pengetahuan, dan humaniora, dari peristiwa terkini, dan dari pengalaman siswa itu sendiri. Topik yang dibahas melintasi batas-batas disiplin ilmu sosial.
2. Integrative across time and space
Pembelajaran IPS dapat dikembangkan secara terpadu melintasi ruang dan waktu, menghubungkan pengalaman masa lalu untuk masa depan. Proses pembelajaran seperti ini akan membantu siswa menghargai tidak hanya di komunitas lokal mereka pada saat sekarang, tetapi juga di masa lalu dan dalam budaya lain.
3. Integrates knowledge, skills, beliefs, values, and attitudes to action.
Pembelajaran IPS mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, keyakinan, nilai-nilai, dan sikap untuk bertindak. Selama pembelajaran berlangsung, kelima aspek tersebut di atas terintegrasi dalam satu proses.
4. Include effective use of technology
Pembelajaran IPS Terpadu termasuk dalam penggunaan teknologi yang efektif yang dapat menambah dimensi penting untuk pembelajaran siswa. Guru dapat memberikan informasi kepada siswa melalui film, video, dan media elektronik lainnya. Guru dapat membimbing siswa menggunakan komputer untuk menulis, mengedit, atau melaporkan hasil penelitian. Pembelajaran berbasis komputer, memungkinkan siswa dapat mencari sumber informasi secara lebih luas.
5. Integrates across the curriculum
Pada akhirnya, kekuatan pembelajaran IPS terintagrasi dalam kurikulum.
Hal ini akan memberikan kesempatan pada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran, menghargai seni dan sastra, berkomunikasi secara lisan dan tertulis, melakukan penyelidikan, dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan dalam semua mata pelajaran di sekolah.
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
Pada pembelajaran terpadu, program pembelajaran disusun dari berbagai cabang ilmu dalam rumpun ilmu sosial. Pengembangan pembelajaran terpadu, dalam hal ini, dapat mengambil suatu topik dari suatu cabang ilmu tertentu, kemudian dilengkapi, dibahas, diperluas, dan diperdalam dengan cabang-cabang ilmu yang lain. Topik/tema dapat dikembangkan dari isu, peristiwa, dan permasalahan yang berkembang. Bisa membentuk permasalahan yang dapat dilihat dan dipecahkan dari berbagai disiplin atau sudut pandang, contohnya banjir, pemukiman kumuh, potensi pariwisata, IPTEK, mobilitas sosial, modernisasi, revolusi yang dibahas dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial.
Cara menentukan tema yang terintegrasi dapat dilakukan dengan bebagai model. Beberapa model tema terintegrasi dalam pembelajaran IPS (Depdiknas, 2006) adalah sebagai berikut:
a. Model Integrasi Berdasarkan Topik
Dalam pembelajaran IPS keterpaduan dapat dilakukan berdasarkan topik yang terkait, misalnya „Kegiatan ekonomi penduduk‟. Kegiatan ekonomi penduduk dalam contoh yang dikembangkan ditinjau dari berbagai disiplin ilmu yang tercakup dalam IPS. Kegiatan ekonomi penduduk dalam hal ini ditinjau dari persebaran dan kondisi fisisgeografis yang tercakup dalam disiplin Geografi.
Secara sosiologis, Kegiatan ekonomi penduduk dapat mempengaruhi interaksi sosial di masyarakat atau sebaliknya. Secara historis dari waktu ke waktu kegiatan ekonomi penduduk selalu mengalami perubahan. Selanjutnya penguasaan konsep tentang jenis-jenis kegiatan ekonomi sampai pada taraf mampu menumbuhkan krteatifitas dan kemandirian dalam melakukan tindakan ekonomi dapat dikembangkan melalui kompetensi yang berkaitan dengan ekonomi.
b. Model Integrasi Berdasarkan Potensi Utama
Keterpaduan IPS dapat dikembangkan melalui topik yang didasarkan pada potensi utama yang ada di wilayah setempat; sebagai contoh, “Potensi Cianjur sebagai Daerah Tujuan Wisata”. Dalam pembelajaran yang dikembangkan dalam Kebudayaan Cianjur dikaji dan ditinjau dari faktor alam, historis kronologis dan
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
kausalitas, serta perilaku masyarakat terhadap aturan. Melalui kajian potensi utama yang terdapat di daerahnya, maka siswa selain dapat memahami kondisi daerahnya juga sekaligus memahami Kompetensi Dasar yang terdapat pada beberapa disiplin yang tergabung dalam IPS .
c. Model Integrasi Berdasarkan Permasalahan
Model pembelajaran terpadu pada IPS yang lainnya adalah berdasarkan permasalahan yang ada, contohnya adalah “Tenaga Kerja Indonesia”. Pada pembelajaran terpadu, Tenaga Kerja Indonesia ditinjau dari beberapa faktor sosial yang mempengaruhinya. Di antaranya adalah faktor geografi, ekonomi, sosiologi, dan historis.
2. Model-Model Pembelajaran Terpadu
Secara konsepsional, pembelajaran IPS Terpadu yang berkembang di Indonesia pada dasarnya merupakan pengembangan dari model pembelajaran terpadu yang dikembangkan oleh Fogarty (1991). Fogarty berpendapat bahwa penerapan pendekatan integratif berawal dari bentuk kurikulum tradisional dimana mata pelajaran dipelajari secara terpisah. Studi komparasi terus dilakukan, yang pada akhirnya ditemukan model kurikulum yang berorientasi pada mata pelajaran yang terpadu.
Fogarty (1991: xv) mengemukakan sepuluh model pembelajaran terpadu, yaitu fragmented, connected, nested, sequenced, shared, webbed, threaded, integrated, immersed, dan networked.
Fragmented model merupakan model kurikulum dimana suatu mata pelajaran disajikan secara terpisah-pisah dan tidak mengaitkannya dengan mata pelajaran lain seperti yang sering ditemukan di SMP atau SMA dewasa ini.
Model kedua adalah connected model, yang sering disebut model terkait atau berhubungan. Pembelajaran masih terpusat pada masing-masing mata pelajaran, tetapi guru dapat mengaitkan antara topic atau konsep yang satu dengan yang lainnya.
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
Model ketiga adalah nested model. Model ini sering disebut model sarang.
Guru memberikan mata pelajaran secara terpisah, tetapi sudah ada target multi keterampilan yang ditetapkan dalam tujuan pembelajaran yang ingin dicapai siswa.
Model keempat adalah sequenced model, yang sering disebut dengan model urutan. Beberapa topic dari suatu mata pelajaran diurutkan dengan tujuan agar serupa pada saat guru mata pelajaran lain membahas topic yang hampir sama.
Model kelima adalah shared model, sering disebut model berbagi.
Perencanaan dan pembelajaran terfokus pada dua mata pelajaran yang secara bersama-sama dilaksanakan dengan menggunakan konsep yang tumpang tindih.
Pembelajaran dilakukan dalam tim.
Model keenam adalah webbed model, atau model jaring laba-laba. Sering disebut dengan pendekatan tematik dan sering digunakan untuk pembelajaran di SD. Model ini dimulai dari sebuah tema yang dibangun sendiri oleh guru atau secara bersama-sama dengan siswa, disesuaikan dengan minat, kebutuhan siswa, dan lingkungan sekitar.
Model ketujuh adalah threaded model, atau model untaian. Model ini menggunakan pendekatan metakurikuler untuk mencapai beberapa keterampilan seperti keterampilan berpikir, keterampilan sosial, teknologi, dan pembelajaran melalui berbagai mata pelajaran.
Model kedelapan adalah integrated model, sering disebut sebagai model terpadu. Pendekatan interdisiplin digunakan dalam model ini. Topik yang tumpang tindih dalam setiap mata pelajaran dipadukan untuk membangun konsep dan keterampilan pada siswa.
Model kesembilan adalah immersed model. Pada model ini siswa menyaring sendiri seluruh konsep yang dipelajarinya melalui sudut pandang keahlian masing- masing dan melebur dalam pengalaman mereka masing-masing.
Model kesepuluh adalah networked model. Siswa menyaring topik yang akan dipelajari melalui kacamata pengalaman mereka masing-masing dan
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
membangun hubungan internal yang akan menciptakan kerjasama di antara ahli yang sesuai dengan bidangnya.
Dari kesepuluh model tersebut di atas, yang sering dikembangkan di sekolah maupun Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) di Indonesia adalah connected model (model terkait), webbed model (model jaring laba-laba), dan integrated model (model terpadu).
Model pembelajaran terpadu pada penelitian ini akan mengacu pada model terpadu (integrated model). Model terpadu ini dipilih dengan alasan bahwa pelaksanaan pembelajaran disesuaikan dengan tema yang dipilih yaitu Taman Cibodas, Wisata Alam di Cianjur. Sejumlah Kompetensi Dasar yang dipilih, ada yang mengandung konsep saling beririsan atau tumpang tindih. Konsep-konsep seperti ini memerlukan model integrated (kemdikbud, 2013:4). Beberapa Kompetensi Dasar tersebut disatukan dengan menggunakan satu tema. Tema/topik tersebut berperan sebagai pemersatu/ perekat antar KD yang terdapat dalam satu rumpun mata pelajaran IPS.
3. Implementasi Pembelajaran Terpadu
Tahap-tahap yang harus dilalui dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
a. Perencanaan
Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran terpadu bergantung pada kesesuaian rencana yang dibuat dengan kondisi dan potensi peserta didik (minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan). Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun perencanaan pembelajaran adalah: (1) pemetaan Kompetensi Dasar; (2) penentuan Topik/tema; (3) penjabaran (perumusan) Kompetensi Dasar ke dalam indikator sesuai topik/tema; (4) pengembangan Silabus; dan (5) penyusunan Desain/Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Langkah pertama dalam pengembangan model pembelajaran terpadu adalah melakukan pemetaan pada semua Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar bidang kajian IPS per kelas yang dapat dipadukan. Kegiatan pemetaan ini
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh. Kegiatan yang dapat dilakukan pada pemetaan ini antara lain dengan:
Mengidentifikasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada mata pelajaran IPS yang dapat dipadukan dalam satu tingkat kelas yang sama; dan
Menentukan tema/topik pengikat antar-Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
Beberapa ketentuan dalam pemetaan Kompetensi Dasar dalam pengembangan pembelajaran IPS Terpadu adalah (1) mengidentifikasikan beberapa Kompetensi Dasar dalam berbagai Standar Kompetensi yang memiliki potensi untuk dipadukan; (2) beberapa Kompetensi Dasar yang tidak berpotensi dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan dalam pembelajaran. Kompetensi Dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan/disajikan secara tersendiri; (3) Kompetensi Dasar dipetakan tidak harus berasal dari semua Standar Kompetensi yang ada pada mata pelajaran IPS pada kelas yang sama; dan (4) Kompetensi Dasar yang sudah dipetakan dalam satu topik/tema masih bisa dipetakan dengan topik/tema lainnya. Contoh pemetaan Kompetensi Dasar pada mata pelajaran IPS yang dapat diintegrasikan/dipadukan terlampir.
Langkah kedua adalah penentuan topik/tema. Topik/tema yang ditentukan harus relevan dengan Kompetensi Dasar yang telah dipetakan. Dengan demikian, dalam satu mata pelajaran IPS pada satu tingkatan kelas terdapat beberapa topik yang akan dibahas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan topik/tema pada pembelajaran IPS Terpadu antara lain meliputi:
Topik, dalam pembelajaran IPS Terpadu, merupakan perekat antar Kompetensi Dasar yang terdapat dalam satu rumpun mata pelajaran IPS
Topik yang ditentukan selain relevan dengan Kompetensi-kompetensi Dasar yang terdapat dalam satu tingkatan kelas, juga sebaiknya relevan dengan pengalaman pribadi peserta didik, dalam arti sesuai dengan keadaan lingkungan setempat. Hal ini agar pembelajaran yang dilakukan dapat lebih
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
bermakna bagi siswa; misalnya, untuk kelas VII semester ganjil disajikan empat topik/tema yaitu Indonesiaku, Longsor Cibinong (Cianjur Selatan),Taman Cibodas Wisata Alam di Cianjur, dan Nenek Moyangku.
Dalam menentukan topik, isu sentral yang sedang berkembang saat ini, dapat menjadi prioritas yang dipilih dengan tidak mengabaikan keterkaitan antar- Kompetensi Dasar pada satu rumpun yang telah dipetakan. Contohnya, Pemberlakuan Otonomi Daerah, Pertumbuhan Industri, Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, Pasca Gempa Bumi dan Tsunami, Penyakit Folio, Penyakit Busung Lapar, Gempa Bumi di Yogyakarta, Masalah semburan lumpur di Sidoarjo.
Langkah ketiga adalah Kompetensi Dasar tersebut dijabarkan ke dalam indikator pencapaian hasil belajar yang nantinya digunakan untuk penyusunan silabus (terlampir).
Langkah keempat adalah penyusunan silabus. Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada langkah-langkah sebelumnya dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan silabus pembelajaran terpadu. Komponen penyusunan silabus terdiri dari Standar Kompetensi IPS (Sosiologi, Sejarah, Geografi, dan Ekonomi), Kompetensi Dasar, Indikator, Pengalaman belajar, alokasi waktu, dan penilaian.
Langkah kelima adalah penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang merupakan realisasi dari pengalaman belajar siswa yang telah ditentukan pada silabus pembelajaran terpadu. Komponennya terdiri atas: identitas mata pelajaran, Kompetensi Dasar yang hendak dicapai, materi pokok beserta uraiannya, langkah pembelajaran, alat media yang digunakan, penilaian dan tindak lanjut, serta sumber bahan yang digunakan (terlampir).
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran IPS terpadu pada dasarnya sama dengan pentahapan kegiatan pembelajaran laiinya. Ahmadi (2011: 30) mengungkapkan
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
bahwa ada tiga komponen urutan kegiatan pembelajaran, yaitu pendahuluan, kegiatan inti, penutup dan tindak lanjut.
Pertama, kegiatan pendahuluan. Kegiatan ini merupakan kegiatan awal yang harus ditempuh guru dan siswa setiap kali pelaksanaan pembelajaran IPS terpadu. Berfungsi untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif, yang memungkinkan siswa mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Kegiatan utama yang dilaksanakan adalah menciptakan kondisi awal pembelajaran yang kondusif melalui kegiatan apersepsi.
Kedua, kegiatan inti. Kegiatan inti merupakan kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang menekankan pada proses pembentukan pengalaman belajar siswa melalui eksplorasi, diskusi, penjelasan konsep dan pengembangan dan aplikasi. Tahap ini dijalani siswa melalui kegiatan belajar bermakna, interaksi aktif, serta pengembangan materi yang didukung sumber, alat dan media yang relevan dan kontekstual.
Ketiga, penutup dan tindak lanjut. Kegiatan ini diartikan sebagai penutup pelajaran dan kegiatan penilaian proses dan hasil belajar, serta kegiatan tindak lanjut. Analisis proses dan hasil belajar akan memberikan acuan bagi guru dan siswa. Bagi guru dapat dimaknai sebagai persiapan pelaksanaan pembelajaran berikutnya sedangkan bagi siswa menekankan pada kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran selanjutnya.
c. Evaluasi Pembelajaran
Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu upaya untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan dan menyeluruh mengenai proses dan hasil belajar siswa. Dalam konteks pembelajaran terpadu maka evaluasi adalah proses sistematis dalam pengumpulan, pengolahan, dan penyimpulan informasi tentang proses dan hasil pembelajaran terpadu (Kurniawan, 2011: 149-150). Jadi, yang menjadi objek evaluasi dalam pembelajaran terpadu secara umum adalah proses dan hasil belajar. Bentuk penilaian dalam pembelajaran terpadu tidak hanya ditujukan untuk mengetahui
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
hasil belajar yang dicapai siswa, tetapi juga penilaian proses dan menekankan pada dampak pengiring yang muncul sebagai akibat pengalaman belajar.
Evaluasi pembelajaran IPS terpadu dapat dilakukan melalui tes untuk mengukur hasil belajar siswa, yaitu untuk mengukur kemampuan intelektual.
Teknik non tes digunakan untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan potensi dan perkembangan afeksi an kualitas proses. Teknik yang bisa digunakan diantaranya adalah pengamatan, potrofolio, dan penilaian kinerja. Teknik non tes tersebut lebih beroientasi untuk menilai proses yang melibatkan siswa sebagai bentuk evaluasi alternatif yang dapat dilakukan dengan menekankan pencapaian efek pengiring yang muncul pada siswa seperti kemampuan berpikir kritis dan kebermaknaan dalam belajar.
4. Kelebihan Pembelajaran Terpadu
Pelaksanaan pembelajaran IPS Terpadu memiliki beberapa kelebihan.
Melalui pembelajaran terpadu siswa dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, siswa terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari.
Alexon (2009:67) mengutip pendapat Tim Pengembang PGSD yang mengemukakan keuntungan penggunaan pembelajaran IPS Terpadu sebagai berikut:
(1)pengalaman dan kegiatan belajar anak akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak; (2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat dan kebutuhan anak; (3) seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak; (4) menumbuhkembangkan keterampilan berpikir anak; (5) menyajikan kegiatan bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui dalam lingkungan anak; dan (6) menumbuhkembangkan keterampilan sosial anak, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan respek terhadap gagasan orang lain.
Peran guru dalam pembelajaran terpadu berfungsi sebagai mediator, fasilitator dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri siswa (Poedjiadi, 2001:63). Hal ini mengubah model
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
pembelajaran yang “teacher centered” menjadi “student centered” yang memposisikan siswa sebagai subjek dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini proses belajar tidak didominasi oleh guru.
Kondisi tersebut membawa implikasi bagi guru. Guru dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang bagaimana mengelola pembelajaran yang berorientasi pada pengalaman, lebih professional, memiliki pemahaman tentang penggunaan teknik penilaian, di samping tuntutan memiliki pengetahuan secara keseluruhan dari mata plajaran terkait. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi kondisi tersebut adalah melakukan kerjasama, sharing atau berkolaborasi dengan teman seprofesi dalam upaya meningkatkan kemampuan profesionalnya.
Bagi siswa adalah bahwa pada pembelajaran terpadu, siswa lebih memiliki kesempatan mengembangkan kreatifitas akademiknya karena pengembangan kemampuan analitis menjadi fokus pembelajaran terpadu. Pengembangan kemampuan berpikir ini semakin efektif karena permasalahan yang dikaji adalah permasalahan yang ada di lingkungan siswa itu sendiri.
Pembelajaran IPS terpadu pada dasarnya memiliki peluang dalam optimalisasi kemampuan berpikir karena salah satu keterampilan yang ada dalam IPS menurut Fraenkel (1980:9) adalah keterampilan berpikir yaitu kemampuan mendeskripsikan, mendefinisikan, mengklasifikasi, membuat hipotesis, membuat generalisasi, memprediksi, membandingkan dan mengkontraskan, dan melahirkan ide-ide baru.
Pengembangan kemampuan berpikir siswa menjadi lebih kuat melalui pembelajaran IPS Terpadu karena salah satu tujuan pendidikan IPS adalah siswa terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat, sehingga proses pembelajaran lebih diarahkan pada upaya pencapaian tujuan tersebut.
Selama proses pembelajaran, siswa lebih aktif belajar. Kemdikbud (2013) menyatakan bahwa pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu
Yuyun Kurniasari, 2014
Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu
pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik. Proses pembelajaran IPS Terpadu seperti yang dinyatakan di atas, memungkinkan siswa terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara holistik, otentik, aktif, dan bermakna.
Pembelajaran terpadu juga berpotensi membangun terciptanya belajar bermakna, seperti yang dinyatakan NCSS (1994: 163) bahwa : ”...Social Studies teaching and learning are powerful when they are meaningful”, maka kekuatan proses pembelajaran IPS adalah bermakna baik guru maupun siswa.
Hal yang sama dinyatakan oleh Sapriya (2009: 12) bahwa pembelajaran IPS di sekolah (SMP) yang bersifat terpadu (integrated) pada hakekatnya bertujuan
”agar mata pelajaran ini lebih bermakna bagi peserta didik sehingga pengorganisasian materi/bahan pelajaran disesuaikan dengan lingkungan, karakteristik, dan kebutuhan peserta didik” . Sehingga peserta didik dapat menguasai dimensi-dimensi pembelajaran IPS di sekolah, yaitu : ”menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values), dan bertindak (action)”
Kegiatan pembelajaran bermakna memusatkan perhatian pada ide paling penting pada apa yang dipelajari siswa. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan ide-ide dengan pengetahuan dan pengalaman siswa sebelumnya.
Pengalaman belajar lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian yang relevan akan membentuk skema (konsep), sehingga peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan yang pada akhirnya dapat mendorong siswa bahwa apa yang mereka pelajari pada akhirnya harus dapat diterapkan dalam kehidupan siswa itu sendiri di luar sekolah seperti yang dinyatakan NCSS bahwa ”... the concepts and principles that their students must know and be able to apply in their lives outside of school”