• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh pendapatan asli daerah, belanja modal, dan

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "pengaruh pendapatan asli daerah, belanja modal, dan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL

Disusun oleh : SIROS 12090164

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDDIKAN (STKIP PGRI) SUMATERA BARAT

PADANG

2017

(2)
(3)

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Ukuran Legislatif terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Oleh

1 Siros, 2 Nora Susanti, M.Si, 3 Citra Ramayani, S.Pd, ME

1 Mahasiswa Prodi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat

23 Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah, belanja modal,dan ukuran legislatif terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat.

Hasil analisa data menunjukkan bahwa (1) Variabel pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat, dengan koefisien sebesar 0,681 dan thitung (6,717) > ttabel (1,986); (2) Variabel belanja modal berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat, dengan koefisien sebesar 0,239 dan thitung (3,702) > ttabel (1,986); (3) Variabel ukuran legislatif berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat, dengan koefisien sebesar 5, 279 dan thitung (4,806) > ttabel (1,986); (4) pendapatan asli daerah, belanja modal, dan ukuran legislatif berpengaruh secara simultan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat, dengan koefisien nilai R square sebesar 0,412 dan nilai Fhitung (21,258) > dari Ftabel (3,10).

Kata Kunci : Kinerja Keuangan, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, Ukuran Legislatif.

ABSTRACT

This research aims to know effect of revenue affluen, capital expenditure, and legislative measures toward financial performance of local government in West Sumatera Province. Based on result of analyze data got (1) Revenue affluen have significan influence toward financial performance of local government in West Sumatera Province with patch coefficient as big as 0,681and tcalculated (6,717) > ttabel (1,986); (2) Capital expenditure have significan influence toward financial performance of local government in West Sumatera Province with patch coefficient as big as 0,239 and tcalculated (3,702) > ttabel (1,986); (3) Legislative measures have significan influence toward financial performance of local government in West Sumatera Province with patch coefficient as big as 5, 279 and tcalculated (4,806) > ttabel (1,986); (4) Revenue affluen, capital expenditure, and legislative measures have significan influence toward financial performance of local government in West Sumatera Province with patch coefficient R square big as 0,412 and simultaneous, with Fcalculated (21,258) > Ftabel (3,10).

Keywords : financial performance, locally generated revanue, capital expenditure, the size of legislature.

(4)

PENDAHULUAN

Diberlakukanya Undang-Undang No.

33 Tahun 2014 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Undang-undang No.

32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, telah memberikan kewenangan penyelenggaraan daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab bagi Pemerintah Daerah (Pemda) atau Pemerintah Kota (Pemko). Adanya perimbangan tugas, fungsi dan peranan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyebabkan masing- masing daerah harus memiliki penghasilan yang cukup. Daerah harus memiliki sumber pembiayaan yang memadai untuk memikul tanggung jawab penyelenggaraan pemerintah daerah, sehingga diharapkan masing-masing daerah akan lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetitif.

Upaya peningkatan daya saing Pemda dan Pemko membutuhkan menajemen keuangan daerah yang profesional.

Manajemen keuangan daerah adalah pengorganisasian dan pengelolaan sumber- sumber daya atau kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk menjalankan roda pemerintahan daerah tersebut. Kemampuan daerah menjalankan roda pemerintahan merupakan gambaran dari kinerja pemerintah daerah. Dapat dikatakan bahwa komponen penting yang diperlukan pemerintah daerah dalam menjalankan roda pemerintahan adalah kemampuan pemerintahan menggali kekayaan asli daerah.

Kinerja keuangan pemerintah daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah.

Manajemen keuangan daerah adalah pengorganisasian dan pengelolaan sumber- sumber daya atau kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut. Kemampuan daerah untuk mencapai tujuan tersebut disebut kinerja pemerintahan daerah. Sehubungan dengan efektifitasnya otonomi daerah maka kinerja pemerintah daerah dalam membiayai aktivitas daerah melalui penggalian kekayaan asli daerah.

Kenyatannya sebagian pemerintah daerah di Provinsi Sumatera Barat belum menunjukkan kinerja keuangan yang baik.

Hal ini dikarenakan sebagian dari daerah di Sumatera Barat masih merupakan daerah pemekaran dan masih tergolong baru.Tidak

samanya kondisi kinerja keuangan di beberapa daerah di Sumatera Barat juga dikarenakan tidak samanya kualitas sumber daya manusia di masing-masing pemerintahan daerah.

Salah satu indikator dari kinerja keuangan pada pemerintahan adalah tingkat desentralisasi fiscal. Nugroho dan Roman (2012:4) meyatakan bahwa dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan ada beberapa ukuran kinerja, yaitu derajat desentralisasi fiscal, ketergantungan keuangan, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas, rasio efesiensi, rasio keserasian, dan pertumbuhan.

Berikut disajikan data kinerja keuangan pemerintahan kabupaten kota di Sumatera Barat dari segi rasio efesiensi.

Tabel 1. Data Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera

Barat Periode Tahun 2010-2014

N

o Kab./ Kota Rasio Efisiensi

2010 2011 2012 2013 2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kab.Mantawai 0.044 0.012 0.055 0.077 0.084 Kab. P. Selatan 0.069 0.036 0.084 0.098 0.091 Kab. Solok 0.031 0.148 0.070 0.197 0.106 Kab.Sijunjung 0.134 0.041 0.092 0.187 0.178 Kab.T. Datar 0.044 0.135 0.242 0.198 0.157 Kab. Pdg Pariaman 0.008 0.039 0.062 0.198 0.110 Kab. Agam 0.209 0.036 0.096 0.096 0.077 Kab. 50 Kota 0.378 0.151 0.048 0.050 0.037 Kab.Pasaman 0.072 0.118 0.089 0.077 0.143 Kab.Sosel 0.070 0.103 0.304 0.297 0.426 Kab. Dharmasraya 0.091 0.234 0.201 0.541 0.638 Kab. Psm Barat 0.1000 0.040 0.014 0.064 0.035 Kota Padang 0.153 0.071 0.090 0.188 0.083 Kota Solok 0.031 0.091 0.084 0.219 0.268 Kota Sawahlunto 0.317 0.116 0.316 0.191 0.143 Kota Pdg Panjang 0.044 0.049 0.163 0.052 0.050 Kota Bkt Tinggi 0.016 0.022 0.040 0.055 0.393 Kota Payakumbuh 0.020 0.135 0.154 0.222 0.160 Kota Pariaman 0.058 0.018 0.042 0.046 0.055 Rata-rata 0.147 0.079 0.118 0.161 0.170

Sumber: BPS Provinsi Sumbar Tahun 2015(Hasil Olahan)

Rasio efesiensi merupakan kemampuan daerah dalam menyerap penerimaan dan memanfaatkanya untuk pembangunan daerah. Sesuai Tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa dari periode tahun 2010-2014 rata-rata rasio efesien pembayaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat masih rendah. Dimana pada tahun 2010 rata-rata rasio efesien pembayaran hanya sebesar 0,147 atau 14,7% dari seluruh penerimaan. Pada tahun 2011, rata-rata rasio efesien pembayaran mengalami penurunan menjadi sebesar 0,079 atau 7,9% dari seluruh penerimaan. Sedangkan, untuk tahun 2012 rasio efesien pembayaran hanya bernilai

(5)

sebesar 11,8%, tahun 2013 sebesar 0,161 atau 16,1% dan tahun 2014 sebesar 0,170 atau 17%. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan penyerapan penerimaan atau rasio efesiensi pembayaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat masih rendah. Selain itu peningkatan kemampuan penyerapan penerimaan atau rasio efesiensi pembayaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat juga dari tahun 2010-2014 masih berfluktuatif. Hal ini akan menyebabkan pembangunan di pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat tidak akan berjalan dengan baik, yang juga akan berimbas pada kurangnya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Seluruh daerah kabupaten dan kota di Sumatera Barat memiliki beberapa sumber keuangan daerah yang dipergunakan untuk menjalankan aktivitas daerah yang terdiri dari; pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lainya penerimaan yang sah. PAD merupakan sumber pendapatan utama daerah untuk menjalankan roda pemerintahan. PAD terdiri dari; Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah (BUMD), dan penerimaan lainya yang sah. Menurut UU No.

33 Tahun 2004 Bab V Pasal 6 Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah yaitu hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan komisi , potongan ataupun bentuk lainya sebagai akibat dari penjualan dan pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah.

Pajak dan retribusi daerah merupakan komponen utama dari PAD memiliki hubungan yang erat dengan kondisi perekonomian suatu daerah. Jika aktivitas perekenomian masyarakat suatu daerah terganggu sehingga menyebabkan kurangya pendapatan masyarakat, maka secara langsung akan juga akan menyebabkan pendapatan daerah menjadi rendah dan mendatangkan tekanan keuangan. Keadaan pemerintah yang mengalami tekanan keuangan bisa mengakibatkan penyusunan APBD menjadi tidak pasti karena kemungkinan adanya pergeseran komponen- komponen pendapatan dan belanja daerah.

Tekanan keuangan juga berakibat pada tidak stabilnya kinerja keuangan pada Pemda dan Pemko. Kinerja keuangan merupakan salah

satu tolak ukur dari kesiapan suatu daerah dalam menghadapi otonomi daerah.

Otonomi daerah bertujuan untuk menuntun kemandirian daerah. Salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk mencapai tujuan otonomi daerah adalah dengan mengoptimalkan PAD sebagai sumber pendapatan. PAD dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pendapatan dari pajak dan retribusi daerah. Melaksanakan amanat UU No. 32 dan 33 tahun 2004 tahun merupakan tantangan bagi Pemda dan Pemko, yang harus dilaksanakan dengan kerja keras guna mewujudkan kesejateraan masyarakat lokal, khususnya dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan perumahan. Pada pemerintahan provinsi Sumatera Barat wujud kerja keras dalam mengelola keuangan daerah adalah melaksanakan pengembangan model keuangan daerah baik secara intensifikasi maupun ekstenfikasi pada setiap Pemda dan Pemko di Sumatera Barat.

PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemda untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai wujud desentralisasi.

Pada pemerintahan provinsi Sumatera Barat menentukan pendapatan asli daerah dari setiap Pemda dan Pemko bisa bersumber dari;

pajak daerah, retribusi, dan bagian laga badan usaha milik daerah (BUMD).

Tabel 2. berikut menyajikan tentang data PAD kabupaten/kota di Sumatera Barat dalam periode 2010-2014.

Tabel 2. Data PAD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Periode Tahun

2010-2014 (Jutaan)

N

o Kab./ Kota Laju Pertumbuhan (%)

2010- 2011

2011 - 2012

2012- 2013

2013- 2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kab.Mantawai 25.23 25.23 -0.70 21.42 Kab. P. Selatan -0.63 107.39 28.51 7.14 Kab. Solok -22.09 -27.35 26.48 15.28 Kab.Sijunjung 54.44 24.43 4.38 29.94 Kab.T. Datar 14.99 15.12 31.05 -2.70 Kab. Pdg Pariaman 19.68 39.72 -0.05 -3.57 Kab. Agam 20.58 5.43 24.37 30.71 Kab. 50 Kota 40.38 12.35 27.51 58.90 Kab.Pasaman -14.62 16.09 25.82 25.40 Kab.Sosel 24.35 40.36 20.54 43.99 Kab. Dharmasraya 3.99 0.00 -11.41 42.08 Kab. Psm Barat -17.32 14.63 26.24 20.00 Kota Padang 4.75 32.55 10.63 40.32 Kota Solok 26.63 22.54 14.93 -15.96 Kota Sawahlunto 26.74 18.77 12.23 11.77 Kota Pdg Panjang 4.71 25.77 12.90 6.55 Kota Bkt Tinggi 16.71 17.51 12.52 4.53 Kota Payakumbuh 44.05 24.48 12.52 18.57 Kota Pariaman 16.41 16.84 2.79 24.89 Rata-rata 15.40 22.73 14.14 19.96

Sumber: BPS Provinsi Sumbar Tahun 2015 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa bahwa dalam kurun waktu tahun 2010-

(6)

2014 rata-rata laju pertumbuhan PAD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat masih berfluktuatif. Dilihat dari masing- masing daerah, dalam periode tahun 2010- 2014 masih banyak terdapat daerah-daerah yang memiliki laju pertumbuhan PAD di bawah rata-rata laju pertumbuhan keseluruhan daerah. Secara rata-rata peningkatan laju pertumbuhan PAD Kabupaten/Kota di Sumatera Barat masih kecil dan berfluktuatif.

Rata-rata laju pertumbuhan antar tahun 2010- 2011 sebesar 15,21%, pada tahun 2011-2012 dengan rata rata laju pertumbuhan sebesar 22,37% pada tahun 2012-2013 dengan rata rata laju pertumbuhan sebesar 14,14%, dan pada tahun 2013-2014 rata rata laju pertumbuhan PAD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat sebesar 19,96%.

PAD idealnya harus menjadi sumber keuangan terbesar untuk pengeluaran pemerintahan Kabupaten/Kota, sehingga daerah benar-benar dapat otonom. Rendahnya laju pertumbuhan PAD pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Barat mengindikasikan bahwa PAD yang dimiliki pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Barat masih rendah dan belum bisa menutupi seluruh kebutuhan belanja. Kondisi ini membuat pemerintah Kabupaten/Kota masih tergantung terhadap anggaran dari pemerintah pusat untuk membiayai daerah.

Perbedaan PAD daerah ini bisa disebabkan karena kekayaan daerah, kondisi alam dan letak geografis yang berbeda dari masing-masing daerah di Sumatera Barat membuat tingkat PAD yang dimiliki oleh satu daerah dengan daerah lain berbeda. Secara langsung kondisi ini membuat besaranya PAD yang diperoleh oleh sebagian daerah di Sumatera Barat masih kecil. Perbedaan PAD yang dimiliki terjadi di daerah-daerah Sumatera Barat terlihat dari perkembangan daerah yang tidak merata.

Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-harinya secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat, dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak pada periode yang akan datang

yaitu produktivitas masyarakat meningkat.

(Abimanyu, 2005).

Tabel 3 berikut menyajikan tentang data belanja modal oleh pemerintahan kabupaten/kota di Sumatera Barat dalam periode 2010-2014.

Tabel 3. Data Belanja Modal Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Periode Tahun 2010-2014 (Jutaan)

N

o Kab./ Kota Laju Pertumbuhan (%)

2010- 2011

2011 - 2012

2012- 2013

2013- 2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kab.Mantawai 18.68 -14.55 -20.85 47.87 Kab. P. Selatan 28.49 -11.36 11.84 -71.27 Kab. Solok -16.70 22.56 26.53 -69.31 Kab.Sijunjung -7.40 -5.42 -29.79 -27.36 Kab.T. Datar -10.66 -30.53 25.73 14.47 Kab. Pdg Pariaman -29.44 -43.00 11.00 58.05 Kab. Agam -13.54 17.68 -4.08 -42.99 Kab. 50 Kota -7.36 -17.44 06.47 50.63 Kab.Pasaman 25.15 3.11 -16.57 16.25 Kab.Sosel -28.50 .84.54 457.59 -16.03 Kab. Dharmasraya -6.56 11.75 12.95 -20.77 Kab. Psm Barat -11.83 -16.55 58.32 -24.32 Kota Padang -22.43 -19.88 17.76 5.99 Kota Solok 16.63 -20.35 15.48 8.71 Kota Sawahlunto 3.10 -26.38 -5.83 44.25 Kota Pdg Panjang 4.03 -23.59 2.68 44.52 Kota Bkt Tinggi 9.02 -12.58 5.68 8.24 Kota Payakumbuh -1.98 -18.30 51.31 -44.13 Kota Pariaman -8.45 1.92 -88.49 -12.77 Rata-rata -1.19 -10.72 33.04 0.11

Sumber: BPS Provinsi Sumbar Tahun 2015 Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu tahun 2010-2014 rata-rata laju pertumbuhan belanja modal pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat masih belum merata. Dilihat dari masing-masing daerah, dalam periode tahun 2010-2014 masih banyak terdapat daerah-daerah yang memiliki laju pertumbuhan belanja modal di bawah rata- rata laju pertumbuhan keseluruhan daerah.

Secara rata-rata peningkatan laju pertumbuhan belanja modal pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat masih kecil. Hal ini terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan belanja modal antara tahun 2010-2011 menurun sebesar -1,89%, rata-rata laju pertumbuhan tahun 2011-2012 menurun sebesar -10,72%, rata-rata laju pertumbuhan belanja modal pada tahun 2012-2013 sebesar 33,04%, dan rata-rata laju pertumbuhan belanja modal pada tahun 2013-2014 sebesar 0,11%.

Perbedaan belanja modal antara daerah ini bisa disebabkan karena kebutuhan pembangunan masing-masing daerah yang berbeda. Daerah dengan belanja modal yang banyak kecenderungan merupakan daerah hasil pemekaran. Daerah hasil pemekaran secara fisik tentu membutuhkan pembangunan yang banyak untuk meningkatkan kualitas

(7)

pemerintahan. Selain pada daerah pemekaran, belanja modal yang besar juga terjadi pada daerah yang rawan terkena atau berada di daerah rawan bencana. Kondisi alam tersebut membuat pemerintah daerah/kota memerlukan pembangunan yang fisik dengan kualitas yang baik dan bisa digunakan untuk kepentinggan masyarakat umum sewaktu- waktu.

Perubahan alokasi belanja ditujukan untuk pembangunan berbagai fasilitas modal.

Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai aktivitas peningkatan perekonomian, salah satunya dengan membuka kesempatan berinvestasi. Belanja modal pada umumnya dialokasikan untuk perolehan asset tetap yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan daerah. Dengan berkembang pesatnya pembangunan diharapkan terjadi peningkatan kemandirian daerah dalam membiayai kegiatannya terutama dalam hal keuangan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga yang memiliki posisi dan peran strategis terkait dengan pengawasan keuangan daerah (Winarna dan Murni, 2007). Pasal 69 ayat 1 menyatakan bahwa anggota DPRD Kabupaten/Kota berjumlah sekurang-kurangnya dua puluh orang dan sebanyak-banyaknya empat puluh lima orang. Besarnya jumlah anggota DPRD diharapkan juga dapat meningkatkan pengawasan terhadap kinerja pemerintah daerah, sehingga berdampak baik dengan adanya peningkatan kinerja pemerintah daerah.

Permasalahan yang terjadi dari segi legislatif adalah tidak meratanya jumlah anggota legislatif tiap-tiap daerah di Sumatera Barat. Hal ini membuat daerah dengan anggota legislatif yang kurang akan mengalami kinerja yang kurang baik, dikarenakan lemahnya pengawasan keuangan pemerintahan. Lebih lanjut jumlah ukuran legislatif di pemerintah kabupaten kota di Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel beriku

Tabel 4. Data Ukuran Legislatif Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera

Barat Tahun 2015 No Kab./

Kota

Jumlah Anggota Legislatif

Persentase (%)

Luas Wilayah

Persentase Wilayah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kab.Mantawai 20 3.60 6.011,53 14.31 Kab. P. Selatan 40 7.21 5.749,89 13.69 Kab. Solok 35 6.31 3.738,00 8.90 Kab.Sijunjung 25 4.50 3.130,40 7.45 Kab.T. Datar 35 6.31 1.336,10 3.18 Kab. Pdg Pariaman 35 6.31 1.332,51 3.17 Kab. Agam 40 7.21 1.804,30 4.29 Kab. 50 Kota 35 6.31 3.571,14 8.50 Kab.Pasaman 30 5.41 3.947,63 9.40 Kab.Sosel 25 4.50 3.346,20 7.96 Kab. Dharmasraya 25 4.50 2.961,13 7.05 Kab. Psm Barat 25 6.31 3.887.77 9.25 Kota Padang 45 8.11 693,66 1.65 Kota Solok 20 3.60 71,29 0.17 Kota Sawahlunto 20 3.60 231,93 0.05 Kota Pdg Panjang 20 3.60 23,00 0.05 Kota Bkt Tinggi 25 4.50 25,24 0.06 Kota Payakumbuh 25 4.50 85,22 0.20 Kota Pariaman 20 3.60 66,13 0.16 Total 555 100 100

Sumber: BPS Provinsi Sumbar Tahun 2015 Tabel di atas menunjukkan bahwa penyebaran jumlah anggota legislatif antara pemerintah kabupaten dengan pemerintah kota berbeda signifikan. Dimana jumlah anggota legislatif untuk pemerintah kabupaten cenderung lebih besar daripada pemerintah kota. Satu-satunya pemerintah kota yang memiliki jumlah anngota legislatif yang banyak yaitu Kota Padang dengan ukuran legislatif sebesar 45 orang. Namun, ukuran legislatif yang besar untuk pemerintah kabupaten belum memberi dampak yang besar terhadap peningkatan kinerja keuangan pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan kecenderungan pemerintah kota memiliki kinerja keuangan yang lebih baik dari pemerintah kabupaten-kabupaten di Sumatera Barat. Dapat dikatakan bahwa kinerja anggota legislatif belum optimal.

Semakin banyaknya ukuran legislative maka akan semakin baik pengawasan legislative terhadap kinerja pemerintah.

Jumlah anggota legislative yang sedikit pada suatu pemerintah kabupaten/kota di daerah akan membuat kekuatan pengawasan legislative manjadi lemah. Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) atau anggota legislatif bertugas mengawasi pemerintah daerah agar pemerintah daerah dapat mengalokasikan anggaran yang ada untuk dapat didayagunakan dengan baik. Banyaknya jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap pemerintah daerah sehingga berdampak dengan adanya peningkatan kinerja pemerintah daerah

(8)

(Sumarjo, 2010). Penguatan posisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) setelah program otonomi daerah memang sesuatu yang didambakan sebagai pengontrol kinerja eksekutif (Bastian, 2006). Ikhsan dan Ishak (2005) menyatakan bahwa kontrolabilitas (pengendalian) dianggap diinginkan karena mengeluarkan aspek-aspek kinerja.

Secara logika semakin tinggi tingkat pengawasan maka semakin tinggi pula tingkat tanggung jawab dan tingkat kemauan dalam bekerja. Sedangkan semakin tinggi tanggung jawab dalam bekerja akan mempengaruhi perolehan hasil yang menunjukan kinerja. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sumarjo (2010) yang menyatakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertugas melakukan peningkatan pengawasan terhadap pemerintah daerah sehingga berdampak dengan adanya peningkatnya kinerja pemerintah daerah, yang akhirnya terbentuknya titik temu bahwa semakin besar anggota legislative maka semakin besar pula kinerja pemerintah daerah atau sebaliknya.

Dalam era otonomi daerah, daerah diharapkan daerah mampu meningkatkan pelayanan diberbagai sector terutama sektor publik. Peningkatan layanan publik ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk membuka usaha di daerah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud apabila ada upaya pemerintah dengan memberikan berbagai fasilitas untuk investasi.

Konsekuensinya, pemerintah perlu memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini.

Berdasarkan penjelasan di atas diketahi bahwa PAD dari suatu Pemda atau Pemko akan sangat mempengaruhi kinerja keuangan Pemda atau Pemko tersebut. Oleh karena itu penelitian ini berjudul “Pengaruh PAD, Belanja Modal dan Ukuran Legislatif terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat”.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah pengaruh PAD terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat ?

2. Bagaimanakah pengaruh belanja modal terhadap kinerja keuangan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat ?

3. Bagaimanakah pengaruh ukuran legislatif terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat ?

4. Bagaimanakah pengaruh PAD, belanja modal, dan ukuran legislatif secara bersama-sama terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat ?

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini tergolong kepada penelitian kuantitatif. Analisis data yang digunkan adalah analisis deskriptif dan asosiatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang betujuan memberi gambaran dari data yang telah terkumpul untuk disajikan dalam bentu tabel, grafik, sentral tedensi, dan persentase. (Sugiyono, 2006:164).

Selanjutnya, Arikunto (2002:239) menyatakan penelitian asosiatif adalah penelitian yang menguji ada tidaknya hubungan atau pengaruh antara satu variabel dengan variabel lainnya.

Penelitian ini dilakukan di Sumatera Barat, dengan menggunakan data PAD, belanja modal, ukuran legislatif, dan kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat dalam kurun waktu 5 tahun, mulai dari 2010-2014. Objek penelitian adalah data tentang PAD, belanja modal, ukuran legislatif, dan kinerja keuangan kabupaten/kota yang berada di bawah naungan pemerintah Provinsi Sumatera Barat, mulai dari tahun 2010-2014 dalam waktu 5 tahun, dengan n sebanyak 95. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan data sekunder dan data panel yang diambil dalam periode 2010- 2014. Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat. Data pendukung lainnya penulis peroleh dari berbagai publikasi dan bacaan yang terkait dengan topik penelitian

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis induktif.

Analisis deskriptif bertujuan untuk melihat laju pertumbuhan data setiap variabel penelitian. Tujuan umum dari analisis induktif adalah untuk mengetahui signifikansi pengaruh PAD, belanja modal dan ukuran legislatif terhadap kinerja keuangan

(9)

pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, diperoleh keterangan tingkat capaian responden terhadap kuesioner penelitian untuk masing-masing variabel.

1. Hasil Analisa Deskriptif

Setelah dilakukan analisa deskriptif kemudian dilakukan analisa induktif, untuk mengetahui signifikansi pengaruh PAD, belanja modal dan ukuran legislatif terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat, baik secara parsial atau simultan. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji t. Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan aumsi klasik. Setelah semua persyaratan analisis terpenuhi, maka dilanjutkan dengan uji hipotesis.

Berdasarkan hasil analisis uji hiptesisi dieroleh hasil sebagai berikut;

1) PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai koefisiennya sebesar 0,681. Nilai koefisien signifikan secara statistik karena thitung sebesar 6,717 lebih besar dari ttabel sebesar 0,0000. Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Artinya apabila pendapatan asli daerah meningkat 1%, maka kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Baratakan meningkat sebesar 0,681 satuan.

2) Belanja modal berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai koefisiennya sebesar 0,239. Nilai koefisien signifikan secara statistik karena thitung sebesar 3,702 lebih besar dari ttabel sebesar 1,986. Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Artinya apabila belanja modal meningkat 1%, maka kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera BaratBaratakan meningkat sebesar 0,239 satuan.

3) ukuran legislatif berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai koefisiennya sebesar

5,279. Nilai koefisien signifikan secara statistik karena thitung sebesar 4,806 lebih besar dari ttabel sebesar 1,986. Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Artinya apabila ukuran legislatif meningkat1%, maka kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat Baratakan meningkat sebesar 5,279 satuan.

4) PAD, belanja modal dan ukuran legislatif secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini dikarenakan Fhitung (21,258) > dari Ftabel

(3,10) dan Sig (0,000) < Alpha (0,05) artinya hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. 41,2% kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Baratdipengaruhi variabel PAD, belanja modal, ukuran legislatifsedangkan sisanya 59,8% dijelas oleh sebab-sebab lain yang ada di luar penelitian.

PEMBAHASAN

1. Pengaruh PAD terhadap Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan pengujian hipotesis diketahui bahwa secara parsial PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai koefisiennya sebesar 0,681. Nilai koefisien signifikan secara statistik karena thitung sebesar 6,717 lebih besar dari ttabel sebesar 1,986.

Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Artinya apabila pendapatan asli daerah meningkat 1%, maka kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat akan meningkat sebesar 0,681 satuan.

Hasil analisa menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tahun 2010-2014 rata-rata laju pertumbuhan PAD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat masih berfluktuatif.

Rata-rata laju pertumbuhan antar tahun 2010- 2011 sebesar 15,21%, pada tahun 2011-2012 dengan rata rata laju pertumbuhan sebesar 22,37% pada tahun 2012-2013 dengan rata rata laju pertumbuhan sebesar 14,14%, dan pada tahun 2013-2014 rata rata laju pertumbuhan PAD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat sebesar 19,96%.

(10)

PAD idealnya harus menjadi sumber keuangan terbesar untuk pengeluaran pemerintahan Kabupaten/Kota, sehingga daerah benar-benar dapat otonom. Rendahnya laju pertumbuhan PAD pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Barat mengindikasikan bahwa PAD yang dimiliki pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Barat masih rendah dan belum bisa menutupi seluruh kebutuhan belanja. Kondisi ini membuat pemerintah Kabupaten/Kota masih tergantung terhadap anggaran dari pemerintah pusat untuk membiayai daerah.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, “Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan keuangan daerah melalui penggalian sumber-sumber kekayaan asli daerah atau PAD harus terus dipacu pertumbuhannya (Wenny, 2012). Pajak Daerah yang merupakan salah satu sumber penting PAD ini akan sangat berpengaruh pada kinerja keuangan pemerintah daerah.

Kinerja ini dapat dilihat melalui sasaran yang telah tercapai dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat

Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Fajar dan Abdul (2012) yang menemukan bahwa PADberpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan kinerja keuangan secara langsung.Florida (2007) berdasarkan hasil penelitiannya juga menemukan bahwa pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.

PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan PeraturanDaerah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, PAD

bertujuanmemberikan kewenangan kepada

Pemerintah Daerah untuk

mendanaipelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah masing-masing.

Sedangkan, Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi

kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan didalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam batas- batas yang ditentukan peraturan perundang- undangan’

Berdasarkan uraian di atas maka PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangaan daerah, karena keduanya saling terkait satu sama lain dan tidak dapat berdiri sendiri.

2. Pengaruh Belanja Modal terhadap Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan pengujian hipotesis diketahui bahwa secara parsial belanja modal berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai koefisiennya sebesar 0,239. Nilai koefisien signifikan secara statistik karena thitung sebesar 3,702 lebih besar dari ttabel sebesar 1,986.

Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Artinya apabila belanja modal meningkat 1%, maka kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat akan meningkat sebesar 0,239 satuan.

Hasil analismenunjukkan bahwa dalam kurun waktu tahun 2010-2014 rata-rata laju pertumbuhan belanja modal pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat masih belum merata.Secara rata-rata peningkatan laju pertumbuhan belanja modal pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat masih kecil. Hal ini terlihat dari rata- rata laju pertumbuhan belanja modal antara tahun 2010-2011 menurun sebesar -1,89%, rata-rata laju pertumbuhan tahun 2011-2012 menurun sebesar -10,72%, rata-rata laju pertumbuhan belanja modal pada tahun 2012- 2013 sebesar 33,04%, dan rata-rata laju pertumbuhan belanja modal pada tahun 2013- 2014 sebesar 0,11%.

Berdasarkan data pertumbuhan diatas dalam kurun waktu 5 tahun, dari tahun 2010- 2014 maka pertumbuhan tidak signifikan, karena perbedaan belanja modal antara daerah ini disebabkan karena kebutuhan pembangunan daerah masing-masing daerah yang berbeda. Daerah dengan belanja yang banyak kecenderung merupakan daerah hasil

(11)

pemekaran. Selain daerah pemekaran, belanja modal yang besar juga terjadi pada yang rawan atau berada didaerah rawan bencana.

Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004).

Peningkatan pelayanan sektor publik secara berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan prasarana publik, investasi pemerintah juga meliputi perbaikan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sarana penunjang lainnya.

Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup semua pengeluaran yang sifatnya menaikan produktivitas.

Dengan ditambahnya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh pemerintah daerah, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah (Adi &

Harianto, 2007). Perubahan alokasi belanja ditujukan untuk pembangunan berbagai fasilitas modal. Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai aktivitas peningkatan perekonomian, salah satunya dengan membuka kesempatan berinvestasi.

Pembangunan infrastruktur dan pemberian berbagai fasilitas kemudahan dilakukan untuk meningkatkan daya tarik investasiMenurut Nugroho (2012) belanja modal berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan

Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Fajar dan Abdul (2012) yang menemukan bahwa belanja modal berpengaruh negative terhadap pertumbuhan kinerja keuangan secara langsung. Puspita (2007) berdasarkan hapenelitianny juga menemukan bahwa belanja modal berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan kinerja keuangan.

Belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebih satu tahun anggaran dan akan menambah asetatau kekayaan daerah dan menambah belanja yang bersifat rutinseperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum.Sedangkan, Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan,

pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan didalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan’

Berdasarkan uraian di atas maka belanja modal berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangaan daerah, karena keduanya saling terkait satu sama lain dan tidak dapat berdiri sendiri.

3. Pengaruh Ukuran Legislatif terhadap Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan pengujian hipotesis diketahui bahwa secara parsial ukuran legislatif berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai koefisiennya sebesar 5,279. Nilai koefisien signifikan secara statistik karena thitung sebesar 4,806 lebih besar dari ttabel sebesar 1,986.

Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Artinya apabila ukuran legislatif meningkat 1%, maka kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat akan meningkat sebesar 5,279 satuan.

Hasil analisa menunjukkan bahwa penyebaran jumlah anggota legislatif antara pemerintah kabupaten dengan pemerintah kota berbeda signifikan. Dimana jumlah anggota legislatif untuk pemerintah kabupaten cenderung lebih besar daripada pemerintah kota.Hal ini dikarenakan kecenderungan pemerintah kota memiliki kinerja keuangan yang lebih baik dari pemerintah kabupaten- kabupaten di Sumatera Barat.

DPRD memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Lembaga legislatif harus memperhatikan mengenai seberapa besar pengeluaran pemerintah daerah yang akan dilakukan dan berapa pemasukan yang akan diterima. Banyaknya jumlah anggota DPRD diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap pemerintah daerah sehingga berdampak dengan adanya peningkatan kinerja pemerintah daerah. Dengan demikian, semakin besar jumlah anggota legislatif diharapkan dapat meningkatkan kinerja pemerintah daerah melalui adanya pengawasan.

(12)

Hasil penelitian Mirna (2012), menunjukkan variabel ukuran legislatif memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah berdasarkan rasio efisiensi

Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Kusumawarda (2010) yang menemukan bahwa ukuran legislatif secara parsial berpangaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia.

Ukuran legislatif adalah jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) yang bertugas mengawasi pemerintah daerah agar pemerintah daerah dapat mengalokasikan anggaran yang ada untuk dapat didayagunakan dengan baik.Sedangkan, Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan didalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam batas-batas yang ditentukan peraturan perundangundangan’

Berdasarkan uraian di atas maka ukuran legislatif berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangaan daerah, karena keduanya saling terkait satu sama lain dan tidak dapat berdiri sendiri ,karena ukuran legislaif terdiri dari anggota dewa yg bertugas mengawasi kinerja keuangan daerah.

4 Pengaruh PAD, Belanja Modal, dan Ukuran Legislatif Secara Simultan terhadap Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan pengujian hipotesis diketahui bahwa PAD, belanja modal dukuran legislatif secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat.

Dimana Fhitung (21,258)> dari Ftabel (3,10) dan Sig (0,000) < Alpha (0,05) artinya hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima.

Persentase pengaruh PAD, belanja modaldan ukuran legislatif secara simultan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar 41,2%, sedangkan sisanya 59,8% dijelas oleh sebab- sebab lain yang ada di luar penelitian.

Hasil analisa menunjukkan bahwa efesien pembayaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat masih rendah. Selain itu peningkatan kemampuan penyerapan penerimaan atau rasio efesiensi pembayaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat juga dari tahun 2010-2014 masih berfluktuatif. Hal ini akan menyebabkan pembangunan di pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat tidak akan berjalan dengan baik, yang juga akan berimbas pada kurangnya peningkatan kesejahteraan masyarakat

Menurut Mahmudi (2010:14) terdapat tiga pilar utama yang menopang keberhasilan menajemen atau kinerja keuangan publik atau pemerintah daerah, yaitu manajemen pendapatan, manajemen belanja, dan manajemen pembiayaan. Pada sektor publik besar kecilnya pendapatan akan menentukan tingkat kualitas pelaksanaan pemerintahan, tingkat kemampuan pemerintah dalam penyedian pelayanan publik, dan keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan.

Pendapatan daerah terdiri dari;

pendapatan asli daerah (PAD), transfer pemerintah pusat, transfer pemerintah provinsi, dan lain-lainya pendapatan daerah yang sah (Mahmudi, 2010: 16). Pendapatan asli daerah (PAD), yang terdiri dari; pajak daerah, retribusi daerah, dan bagi laba pengelolaan aset daerah yang dipisah.Transfer pemerintah pusat, yang terdiri dari; bagi hasil pajak, bagi hasil sumber daya alam, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana otonomi khusus, dan dana penyesuaian.

Lebih lanjut, Mahmudi (2010:86) menyatakan bahwa perencanaan dan pengendalian belanja merupakan aktivitas penting yang harus dilakukan oleh pemerintah. Pengelolaan belanja yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif akan memberi dampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Belanja dapat berbentuk belanja operasi maupun belanja modal.

Sedangkan menurut Abdullah (2011:105) Legislative atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah disamping pemerintah daerah. DPRD memiliki fungsi utama, yaitu sebagai legislatif, anggaran, dan pengawasan.

(13)

Fungsi legislatif diantaranya adalah membentuk peraturan daerah, yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama. Fungsi anggaran diantaranya adalah membahas dan menyetujui rancangan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bersama dengan kepala daerah. Fungsi pengawasan, yaitu melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.

Fungsi pengawasan diantaranya adalah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan perundang- undangan lainnya, peraturan kepala daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional daerah.

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Variabel PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai koefisiennya sebesar 0,681. Nilai koefisien signifikan secara statistik karena thitung sebesar 6,717 lebih besar dari ttabel sebesar 1,986. Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Artinya apabila pendapatan asli daerah meningkat 1%, maka kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat akan meningkat sebesar 0,681 satuan.

2. Variabel belanja modal berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai koefisiennya sebesar 0,239. Nilai koefisien signifikan secara statistik karena thitung sebesar 3,702 lebih besar dari ttabel sebesar 1,986. Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Artinya apabila belanja modal meningkat 1%, maka kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat akan meningkat sebesar 0,239 satuan.

3. Variabel ukuran legislatif berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai koefisiennya sebesar 5,279. Nilai koefisien signifikan secara statistik karena thitung sebesar 4,806 lebih besar dari ttabel sebesar 1,986. Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Artinya apabila ukuran legislatif meningkat 1%, maka kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat akan meningkat sebesar 5,279 satuan.

4. Variabel PAD, belanja modal dan ukuran legislatif secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Dimana Fhitung (21,258) > dari Ftabel (3,10) dan Sig (0,000) < Alpha (0,05) artinya hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Persentase pengaruh PAD, belanja modal dan ukuran legislatif secara simultan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar 41,2%, sedangkan sisanya 59,8%

dijelas oleh sebab-sebab lain yang ada di luar penelitian.

SARAN

Berkenaan dengan temuan penelitian, maka penulis mengemukakan beberapa saran yaitu:

1. Disarankan kepada pihak Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Barat untuk selalu berupaya meningkatkan penyerapan anggaran yang telah dibuat untuk peningkatan kesejahterahan daerah/kota. Kepala daerah/kota dihapkan berusaha meningkatan pengelolaan PAD agar pendapatan daerah bisa lebih ditingkatkan demi kemajuan daerah.

Dalam memberlanjakan anggaran

diharapkan pemerintah

Kabupaten/Kota di Sumatera Barat lebih mengutamakan belanja yang sifatnya memberi manfaat untuk kelancaran pemerintahan.

2. Disarankan anggota DPRD di kabupaten/kota pada Provinsi Sumatera Barat berusaha menunjukkan kinerja yang lebih baik, mengingat pentingya peranan anggota DPRD sebagai legislatif, anggaran,

(14)

dan pengawasan terhadap kinerja pemerintahan daerah.

3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan membahas hal yang sama pada tempat lain.

Selanjutnya, bagi peneliti yang ingin meneliti tentang kinerja keuangan pada tempat yang sama disarankan mengaitkannya dengan variabel selain PAD, belanja modal, dan ukuran legislatif.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rozali. 2011. Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung.

Jakarta: Raja Wali Pres.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur metodologi penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Florida, Asha . 2006. Pengaruh Pendapatan Asli Derah (PAD) Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota Di Provinsi Sumatera Utara.Tesis.Program Studi Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara Medan.

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS 20. Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro.

Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Yogyakarta: Salemba Empat Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Daerah

dan Pembangunan Daerah

(Revormasi,Perencanaan, Strategi dan Peluang). Jakarta: Erlangga.

Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Erlangga.

Nugroho, Fajar dan Roman, Abdul. 2012.

Pengaruh Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan Daerah dengan Pendapatan Asli Daerah Sebagai Variabel Intervening ( Studi Kasus di Provinsi Jawa Tengah.

Jurnal Akuntansi.Volume 1, Nomor 2, halaman 1-14. Semarang: Universit Sugiyono. 2006. Metode Penelitian

Kuantitatif ,Kualitatif dan R & D . Jakarta: Alfa Beta.

Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan Teori dan Aplikasi SPPSS . Yogyakarta:

Andi .

Wenny, CD. 2012. Analisis Pengruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Selatan. Forum Bisnis dan Kewirausaan Jurnal Ilmiah STIE MDP VOL. 2 ,Pp 39-51.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

4.1.1 Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah, Fiscal Stress dan Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2020