PENGARUH MEDIA SOSIAL, BAHASA DALAM PERMAINAN, DAN INTERAKSI KELUARGA TERHADAP KEMAMPUAN BERBAHASA DAN IDENTITAS DIRI
PADA ANAK USIA SEKOLAH: PENDEKATAN PSIKOLINGUISTIK PROPOSAL PSIKOLINGUISTIK
DI SUSUN OLEH : Firda Rahmi Yani NPM: 2202080060
DOSEN PENGAMPU:
Wahyudi Rahmat M. Hum.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS PGRI SUMATERA BARAT PADANG
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapakan atas kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmatdan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas proposal dengan judul “Pengaruh Media Sosial, Bahasa dalam Permainan, dan Interaksi Keluarga terhadap Kemampuan Berbahasa dan Identitas Diri pada Anak Usia Sekolah: Pendekatan Psikolinguistik”. Adapun tujuan penulisan dari propasal ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Psikolinguistik. Selain itu, propasal ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapakan terima kasih kepada Bapak Wahyu Rahmat M. Hum. Selaku dosen mata kuliah Psikolinguistik yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi yang penulis tekuni. Penulis tentu terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamanya. Untuk itu penulis mengharapakan kritik dan saran dari pembaca untuk proposal ini, supaya proposal ini nantinya dapat menjadi proposal yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada proposal ini penulis mohon maaf yang sebesar besarnya.
Padang, Desember 2024
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...
DAFTAR ISI...
BAB I PENDAHULUAN...
A. Latar Belakangan Masalah...
B. Rumusan Masalah...
C. Tujuan Penelitian...
D. Manfaat Penelitian...
BAB II KAJIAN PUATAKA...
A. Landasan Teori...
B. Penelitian yang relevan...
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...
A. Jenis Penelitian...
B. Metode Penelitian...
C. Subjek Penelitian...
D. Lokasi Penelitian...
E. Teknik Pengumpulan Data...
F. Teknik Penganalisisan Data...
BAB VI ANALISIS DATA...
BAB V PENUTUP...
A. Kesimpulan...
B. Saran...
DAFTAR PUSTAKA...
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangan Masalah
Dalam era digital, anak-anak usia sekolah tumbuh dalam lingkungan yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya. Media sosial, permainan digital, dan pola komunikasi dalam keluarga telah menjadi faktor utama yang memengaruhi perkembangan bahasa dan identitas diri anak-anak. Sebagai bagian dari generasi yang terpapar teknologi sejak dini, anak-anak zaman sekarang memiliki akses tidak terbatas pada konten dari berbagai sumber yang tidak selalu sejalan dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam keluarga dan sekolah.
Perkembangan teknologi komunikasi, khususnya melalui media sosial, telah mengubah cara manusia berinteraksi, termasuk di kalangan anak-anak usia sekolah.
Hal ini disebabkan oleh tingginya paparan mereka terhadap beragam informasi dan gaya komunikasi yang berbeda. Dalam konteks perkembangan bahasa, media sosial dapat menjadi sumber tambahan kosakata dan bentuk komunikasi baru, tetapi juga menghadirkan tantangan bagi penggunaan bahasa yang lebih formal, seperti yang diajarkan di sekolah. Keadaan ini menimbulkan keprihatinan di kalangan orang tua, pendidik, dan psikolog mengenai dampak pengaruh eksternal terhadap perkembangan bahasa dan pembentukan identitas diri anak.
Media sosial terdiri dari tiga komponen utama: infrastruktur informasi dan alat yang digunakan untuk memproduksi serta mendistribusikan konten, isi media yang meliputi pesan pribadi, berita, ide, serta produk budaya dalam bentuk digital, dan terakhir, aktor yang terlibat dalam produksi dan konsumsi konten digital, yaitu individu, organisasi, dan industri.
Kemajuan teknologi dan perkembangan zaman saat ini memang telah membawa kehidupan manusia menuju era yang lebih baik, memudahkan kita dalam mengakses informasi yang ada. Namun, jika informasi tersebut tidak dipilih dan diserap dengan bijak, dapat berpotensi berbahaya bagi masa depan kita serta memberikan dampak negatif bagi penggunanya.
Salah satu contohnya adalah pada generasi muda saat ini, di mana media sosial seringkali menjadi sumber kecanduan bagi anak-anak. Kondisi ini bisa mengakibatkan mereka enggan berinteraksi secara langsung dengan orang-orang di sekitar dan lebih memilih menghabiskan waktu bermain media sosial lewat gadget mereka.
Dalam perspektif psikolinguistik, perkembangan bahasa pada anak tidak hanya mencerminkan kemampuan komunikasi mereka, tetapi juga berperan sebagai bagian dari proses pembentukan identitas diri. Media sosial, misalnya, tidak hanya memperkenalkan anak pada beragam kosakata baru, tetapi juga pada gaya bahasa dan ekspresi diri yang dipengaruhi oleh tren. Anak-anak sering mengamb gaya komunikasi dari konten yang mereka pakai, yang pada gilirannya memengaruhi cara mereka memandang diri sendiri dan posisi mereka dalam kelompok sosial. Fenomena serupa juga terjadi dalam konteks bahasa yang digunakan dalam permainan, baik yang bersifat digital maupun tradisional. Permainan memberikan anak kesempatan untuk berekspresi secara spontan dan interaktif, sehingga bahasa yang muncul dalam konteks bermain menjadi sarana penting untuk memahami bagaimana anak mengekspresikan identitas diri mereka.
Selain pengaruh eksternal seperti media sosial dan permainan, keluarga sebagai lingkungan pertamanya memegang peranan penting dalam membentuk kemampuan bahasa dan identitas diri anak. Interaksi di dalam keluarga, terutama dalam bentuk komunikasi yang penuh kasih sayang, dukungan, dan bimbingan, menjadi pondasi bagi pengembangan identitas yang kuat pada anak.
Selain pengaruh media sosial dan permainan, interaksi dalam keluarga memiliki peran yang sangat penting. Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama dalam pembentukan identitas diri serta kemampuan berbahasa anak. Kualitas interaksi ini, termasuk pola komunikasi antara orang tua dan anak, perhatian yang diberikan, serta kebiasaan membaca atau berdiskusi, dapat secara signifikan memengaruhi perkembangan kemampuan berbahasa anak.
Menurut Vygotsky (1978), permainan adalah kegiatan sosial di mana anak-anak tidak hanya terlibat dalam aktivitas bermain, tetapi juga melatih keterampilan berbahasa melalui percakapan, diskusi, dan berperan dalam berbagai situasi permainan. Dalam konteks bermain, anak-anak berinteraksi dengan teman sebaya, yang selanjutnya mengembangkan pengalaman linguistik yang beragam. Permainan yang memerlukan kerja sama, misalnya, mendorong anak untuk menggunakan bahasa kolaboratif, sedangkan permainan yang bersifat kompetitif dapat memicu penggunaan bahasa instruktif atau bahkan bahasa yang lebih agresif.
Kemudian Interaksi keluarga adalah lingkaran terdekat yang berperan krusial dalam perkembangan anak, terutama dalam pembentukan identitas dan keterampilan berbahasa mereka. Komunikasi yang positif dan mendukung dalam lingkungan
keluarga menciptakan rasa aman bagi anak untuk mengekspresikan diri, sekaligus memperkaya kosakata dan membangun identitas diri yang kuat. Sebaliknya, keluarga yang kurang berinteraksi atau tidak memberikan dukungan dapat membuat anak lebih rentan untuk mencari pengaruh dari lingkungan eksternal, seperti teman sebaya atau media sosial.
Namun, tantangan mulai muncul ketika media sosial dan permainan, yang seringkali menggunakan bahasa informal atau campuran, mengambil alih peran keluarga sebagai pembimbing utama dalam pengembangan bahasa anak. Hal ini berpotensi menyebabkan ketidakseimbangan dalam kemampuan berbahasa mereka dan dapat memengaruhi identitas diri, terutama pada usia sekolah, di mana anak-anak berada dalam fase krusial membangun karakter dan memahami siapa diri mereka.
Oleh karena itulah penulis melakukan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Media Sosial, Bahasa dalam Permainan, dan Interaksi Keluarga terhadap Kemampuan Berbahasa dan Identitas Diri pada Anak Usia Sekolah: Pendekatan Psikolinguistik”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan Malasahnya, yaitu:
1. Bagaimana bentuk bahasa anak yang dipengaruhi oleh identitas dengan media sosial, permainan, dan keluarga?
2. Bagaimana bentuk makna yang dipengaruhi oleh identitas dengan media sosial, permainan, dan keluarga?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memahami hubungan antara media sosial, bahasa dalam permainan, dan interaksi keluarga terhadap kemampuan berbahasa serta pembentukan identitas diri pada anak usia sekolah. Dengan menggunakan pendekatan psikoliguis, penelitian ini bertujuan untuk memberi tahu menganalisis bentuk bahasa anak yang dipengaruhi oleh identitas melalui media sosial, permainan, dan keluarga, serta mengidentifikasi dan menjelaskan bentuk makna yang dipengaruhi oleh identitas melalui media sosial, permainan, dan keuarga.
D. Manfaat Penelitian
1. Menambah wawasan dalam kajian psikolinguistik, khususnya tentang pengaruh lingkungan sosial dan digital terhadap perkembangan bahasa dan
identitas diri
2. Bagi orang tua yaitu memberikan pemahaman tentang pentingnya peran keluarga dalam mendukung kemampuan berbahasa dan pembentukan identitas diri anak.
3. Bagi anak yaitu memberikan wawasan bagi anak-anak tentang pentingnya keseimbangan antara penggunaan media sosial, aktivitas bermain, dan interaksi dengan keluarga untuk perkembangan bahasa dan identitas diri mereka.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori
Berdasarkan masalah peneliti, teori yang akan diuraikan adalah teori yang berkaitan dan berhubungan dengan masalah penelitian tersebut. Teori-teori yang berkaitan dengan masalah prnelitian tersebut, yaitu (1) Media Sosial dan Kemampuan Berbahasa, (2) Bahasa dalam Media Sosial, (3) Bahasa dalam Permainan dan Perkembangan Bahasa, (4) Interaksi Keluarga dan Kemampuan Berbahasa, (5) Identitas Diri Anak, (6) Hubungan Media Sosial, Bahasa dalam Permainan, dan Interaksi Keluarga dalam Identitas Diri.
1. Media Sosial dan kemampuan Berbahasa
Media digital yang memungkinkan pengguna untuk membuat dan berbagi konten atau berkomunikasi secara langsung (Kaplan & Haenlein, 2010). Sosial media, itu berarti untuk memungkinkan percakapan (Machado, 2020). Dan situs web dibangun untuk memungkinkan interaksi sosial dan berbagi informasi dalam berbagai format seperti foto, pesan, video, dan lainnya. Untuk menemukan, mengatur dan mengklasifikasikan konseptual hasil media sosial.
Seringkali media sosial disebut dengan karakteristik saluran, mengidentifikasi arah pesan atau menggunakan alat khusus seperti Facebook atau Twitter untuk mencontohkan mode interaksi (Howard & Parks, 2012). Kemudian definisi media sosial yang masih ada sangat bervariasi di dalamnya kompleksitas, fokus, dan penerapan di luar disiplin.
Beberapa definisi yang masih ada relatif sederhana, berfokus pada sifat pesan konstruksi di media sosial. Pendapat Russo et al., (2008) mendefinisikan media sosial sebagai fasilitas komunikasi online, jaringan, atau kolaborasi. Kaplan dan Haenlein (2010) menawarkan definisi media sosial sebagai kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun di atas fondasi ideologis dan teknologi web 2.0, dan yang memungkinkan pembuatan dan pertukaran konten buatan pengguna.
Selanjutnya Lewis (2015) mencatat media sosial hanya berfungsi sebagai, label untuk teknologi digital yang memungkinkan orang terhubung, berinteraksi, memproduksi, dan berbagi konten. Kemudian Howard dan Parks (2012) berpendapat bahwa media sosial yang lebih kompleks terdiri dari tiga bagian yaitu (1) infrastruktur informasi dan alat yang digunakan untuk memproduksi dan mendistribusikan konten; (2) konten yang mengambil bentuk digital dari pesan pribadi, berita, ide, dan produk budaya; (3) orang, organisasi, dan industri yang memproduksi dan mengkonsumsi konten digital. Definisi tambahan
media sosial telah ditawarkan dari luar ilmu komunikasi. Dalam hubungan masyarakat, Kent (2010) secara luas mendefinisikan media sosial sebagai saluran komunikasi yang memungkinkan interaksi dan umpan balik dua arah. Dan media sosial modern dicirikan oleh potensi interaksi waktu nyata, rasa kedekatan, waktu respons yang singkat, dan kemampuan untuk mengubah waktu. Di dalam dunia medis, media sosial telah secara longgar didefinisikan sebagai konten buatan pengguna yang memanfaatkan teknologi berbasis internet, berbeda dari media cetak dan penyiaran tradisional dan dibedakan dari media tradisional dengan pembuatan konten buatan pengguna (Terry, 2009).
Dapat disimpulkan bahwa media sosial memiliki berbagai definisi yang bergantung pada perspektif yang digunakan. Secara umum, media sosial merujuk pada platform dan teknologi digital yang memfasilitasi interaksi sosial, pembagian konten, dan komunikasi antara individu, organisasi, atau komunitas. Ciri khas media sosial mencakup kemampuan untuk menciptakan, mendistribusikan, dan mengonsumsi konten digital dalam berbagai format, seperti pesan teks, foto, video, dan lainnya. Selain itu, media sosial mendorong interaksi dua arah, yang mempercepat proses komunikasi dan memperkuat hubungan antara pengguna. Media sosial juga ada dampak positif dan negatifnya terhadap anak usia sekolah.
2. Bahasa dalam Media Sosial
Seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi, bahasa Indonesia juga mengalami berbagai perubahan (Rahayu, 2019; Wirawan & Andriany, 2018). Muncul banyak kosakata baru yang sebelumnya tidak dikenal, seperti sabi, gemoy, santuy, kane, mager, curcol, dan spill (Susanti, 2016). Kosakata tersebut belum tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetapi mulai populer digunakan di berbagai platform media sosial, seperti TikTok, Instagram, Twitter, dan WhatsApp. Sebagai sarana penyampai pesan, bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam komunikasi (Nurjanah,
Millatuddiiniyyah, & Nofianty, 2018). Pesan yang sulit dipahami dapat menghambat kelancaran komunikasi. Bagi sebagian masyarakat, kosakata baru dari media sosial tersebut terasa asing (Maghfur, Masruhan, & Indah, 2018). Tidak hanya kesulitan
memahami maknanya, mereka bahkan tidak mengenali bentuk kosakata tersebut. Kondisi ini tentu dapat mengganggu proses komunikasi.
Komunikasi dapat diklasifikasikan berdasarkan media dan tujuannya. Di media sosial, komunikasi cenderung bersifat nonformal, yang memungkinkan pengguna berinteraksi secara bebas tanpa memperhatikan status sosial atau faktor lainnya (Prishandani,
Nurainun, & Gustianingsih, 2022). Hal ini disebabkan oleh sifat media sosial yang berbasis internet. Media ini dirancang untuk menyebarkan pesan dengan teknik publikasi yang mudah diakses dan mencakup jangkauan luas. Berkat basis internet, media sosial memiliki fleksibilitas tinggi dan kemudahan dalam penggunaannya (Hamzah, 2015;
Susanto, 2017). Selain itu, komunikasi di media sosial berlangsung dengan cepat, sehingga pengguna cenderung memilih kosakata yang praktis dan efisien. Fleksibilitas inilah yang berkontribusi pada munculnya kosakata baru dalam komunikasi di media sosial (Khodimatovna, 2021).
Saat ini, TikTok menjadi salah satu media sosial yang paling populer digunakan.
Aplikasi ini sangat diminati oleh kalangan remaja (Damayanti & Suryandari, 2017).
TikTok menyediakan fitur yang memungkinkan penggunanya untuk membuat video musik pendek sesuai dengan kreativitas masing-masing. Namun, banyak orang belum menyadari bahwa pilihan kata atau diksi yang digunakan dalam platform ini dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari, khususnya dalam membentuk karakter.
3. Bahasa dalam Permainan dan Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi bagi setiap orang, termasuk anak-anak, anak dapat mengembangkan kemapuan sosialnya ( sosial skil ) melalui berbahasa dengan lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa, melalui berbahasa anak dapat mengekspresikan pikiran nya sehingga orang lain dapat mengerti dan menangkap apa yang dipikirkan oleh anak dan dapat menciptakan suatu hubungan sosial, dengan kemampuan berbahasa anak juga dapat mengembangkan kemampuan lain yang beehubungan dengan kemampuan bahasa yaitu, menulis, membaca, berhitung.
Menurut Desiani Natalina (2019:30), perkembangan bahasa adalah proses alami yang dialami oleh individu dalam memanfaatkan bahasa saat beraktivitas. Agar perkembangan bahasa anak dapat optimal, anak perlu diberikan fasilitas yang mendukung pengembangan bahasa.
Orang tua dan guru memegang peran penting dalam perkembangan bahasa anak.
Interaksi dan komunikasi dengan anak sangat mempengaruhi perkembangan bahasa, terutama melalui contoh penggunaan bahasa yang baik dan benar. Sejalan dengan Palupi (2015:32), orang dewasa dapat memfasilitasi perkembangan bahasa anak dengan menjadi model yang mengajarkan anak cara mendengarkan, memperluas, dan memahami bahasa selama interaksi berlangsung.
Bahasa adalah bentuk komunikasi yang dihasilkan oleh pikiran dan perasaan untuk menyampaikan maksud atau arti kepada orang lain. Dalam bahasa, simbol atau tanda digunakan dalam sebuah struktur tata bahasa dengan aturan tertentu. Jika anak memiliki perbendaharaan kata yang cukup, mereka akan dapat memahami ungkapan yang disampaikan oleh orang lain. Sebaliknya, jika anak memiliki kosakata terbatas, mereka akan kesulitan berkomunikasi dan memahami ungkapan yang disampaikan. Oleh karena itu, bahasa adalah kunci utama bagi seseorang untuk dapat berhubungan dengan orang lain.
Menurut Jahja (2011:56), salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak adalah hubungan keluarga. Proses interaksi dan komunikasi dalam lingkungan keluarga sangat penting, terutama ketika orang tua membimbing anak dan memberikan contoh penggunaan bahasa yang tepat.
4. Interaksi Keluarga dan Kemampuan Berbahasa
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh anak-anak dan berperan penting dalam membentuk identitas sosial mereka. Sejak kecil, anak-anak cenderung meniru perilaku, nilai, dan norma yang diajarkan oleh orang tua maupun anggota keluarga lainnya. Pola perilaku yang ditunjukkan oleh keluarga, seperti cara berkomunikasi, berinteraksi dengan orang lain, serta menyelesaikan konflik, menjadi dasar bagi anak-anak untuk memahami dan menyesuaikan perilaku mereka dalam konteks sosial yang lebih luas.
Menurut Bourdieu, keluarga adalah lembaga yang sangat penting dalam membentuk habitus, karena habitus merupakan struktur subjektif yang terbentuk melalui pengalaman individu dalam berinteraksi dengan orang lain dalam jaringan struktur sosial yang ada.
Habitus berasal dari proses pembelajaran melalui pengasuhan, kegiatan sehari-hari, dan pendidikan dalam keluarga, yang pada dasarnya mencerminkan kultur keluarga. Proses ini berlangsung secara tidak sadar, sehingga individu tidak menyadari bahwa mereka sedang mengalaminya.
Bourdieu juga menjelaskan bahwa hubungan antara bahasa dan praktik sosial sangat erat, karena bahasa yang diterima individu bergantung pada tempat di mana mereka tumbuh. Keluarga adalah lingkungan pertama yang mengenalkan seseorang pada bahasa.
Dalam keluarga, anak belajar kata-kata, kalimat, dan paragraf yang kemudian akan mereka pahami saat menerima pendidikan. Keluarga berperan sebagai struktur yang memengaruhi kemampuan bahasa individu, yang disebut habitus linguistik.
Pola interaksi dalam keluarga adalah faktor penting yang memengaruhi perkembangan bahasa anak. Interaksi keluarga adalah hubungan timbal balik yang terjadi antara anggota keluarga dalam lingkungan rumah tangga. Sahrip (2017) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Interaksi dalam Keluarga dan Percaya Diri Anak Terhadap Kemandirian Anak” menyatakan bahwa interaksi keluarga adalah bagian dari keharmonisan dalam keluarga. Pola interaksi keluarga mencakup hubungan antara anak dan orang tua yang meliputi perawatan, pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis, serta kasih sayang (Lathifah & Yusniar, 2017).
Pola interaksi keluarga yang buruk dapat berdampak negatif pada perkembangan fisik, kognitif, psikologis, dan bahasa anak. Hubungan emosional antara anak dan orang tua akan membentuk harapan dan respons anak dalam hubungan sosial lainnya (Sahrip, 2017). Apabila hubungan dalam keluarga harmonis, disertai waktu luang yang cukup, suasana rumah yang bahagia, dan saling melindungi, maka kasih sayang yang tulus dari orang tua akan sepenuhnya mendukung anak. Anak pun akan merasa aman dan didukung sepenuhnya dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya (Yigibalom &
Kandowangko, 2013).
Dapat disimpulkan bahwa keluarga memegang peranan penting dalam membentuk habitus, khususnya dalam perkembangan bahasa anak. Habitus yang terbentuk melalui interaksi keluarga, pengasuhan, dan pendidikan di rumah sangat memengaruhi kemampuan bahasa anak. Pola interaksi yang baik dan harmonis dalam keluarga, yang mencakup perhatian terhadap kebutuhan fisik, psikologis, dan kasih sayang, akan mendukung perkembangan bahasa anak secara optimal. Sebaliknya, pola interaksi yang buruk dapat berdampak negatif pada perkembangan fisik, kognitif, psikologis, dan bahasa anak. Oleh karena itu, keluarga merupakan lingkungan pertama yang mendukung anak dalam memahami dan menguasai bahasa, yang selanjutnya mempengaruhi kemampuan sosial dan komunikasi mereka.
5. Identitas Diri Anak
Anak-anak dan remaja merupakan kelompok pengguna internet terbesar (Felita, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa batas antara ruang privasi dan ruang publik mereka semakin memudar. Media sosial menjadi platform untuk mengungkapkan diri, yang diwujudkan melalui berbagi informasi pribadi, seperti status, foto, video, pesan, komentar, dan lainnya (Febriani & Desrani, 2021). Aktivitas ini dilakukan dengan tujuan
agar dapat dilihat atau diketahui oleh pengguna media sosial lainnya (Fitri, 2017).
Bagi remaja, media sosial menjadi tempat yang membantu dalam proses pencarian identitas diri (Widiantari & Herdiyanto, 2018). Cara komunikasi dan interaksi di media sosial yang dianggap lebih ringan dan tidak menakutkan membuat remaja merasa bebas untuk menyesuaikan atau mengganti karakter mereka (W. S. R. Putri, 2016). Dengan demikian, media sosial dianggap sebagai wadah yang ideal bagi remaja untuk bereksperimen dan mengeksplorasi identitas mereka. Namun, kemudahan akses dan eksplorasi ini juga dapat menyebabkan kecanduan di kalangan pengguna (Felita, 2016).
Menurut Erikson, perkembangan identitas diri pada remaja dipengaruhi oleh eksperimen terhadap kepribadian dan peran yang beragam sebelum akhirnya mencapai pemahaman yang stabil mengenai diri sendiri (D.E. Putri & Mursalim, 2016; Averina &
Cahyono, 2023). Identitas diri dapat dinilai melalui berbagai dimensi, termasuk genetik, adaptif, struktural, dinamis, timbal balik, dan status eksistensial (Santrock, 2003).
Identitas diri didefinisikan sebagai kesadaran individu untuk memahami dan memberi makna pada dirinya sebagai pribadi yang unik, dengan keyakinan yang relatif stabil, serta peran yang penting dalam masyarakat (Kartono, 2003; Mulyono, 2007; Papalia, 2009).
Dalam proses pembentukannya, remaja menggabungkan pengalaman masa lalu dan membangun struktur psikologis baru dengan ciri-ciri khusus yang mereka anggap benar tentang diri mereka (Fatimah, 2018).
Individu yang memiliki identitas diri yang kuat menunjukkan beberapa karakteristik, seperti konsep diri, evaluasi diri, harga diri, efikasi diri, kepercayaan diri, tanggung jawab, komitmen, ketekunan, dan kemandirian (Dariyo, 2004). Karakteristik ini saling berkaitan dan mendukung, menciptakan sinergi yang mendorong seseorang menjadi pribadi yang matang (Felita, 2016; Sakti & Yulianto, 2018).
Erikson (dalam Desmita, 2006) berpendapat bahwa keberhasilan individu dalam membentuk identitas diri terlihat dari kemampuannya untuk memahami kelebihan, kekurangan, serta perbedaan dan persamaan dirinya dengan orang lain secara realistis.
Identitas diri juga dipengaruhi oleh faktor genetik, adaptif, struktural, dinamis, timbal balik psikososial, status eksistensial, rasa percaya diri, kondisi keluarga, budaya, etnis, dan jenis kelamin (Erikson dalam Santrock, 2007; Panuju & Umami, 2005).
Media sosial memberikan dampak positif bagi remaja, seperti memotivasi mereka untuk mengembangkan diri melalui interaksi online, mengurangi stres melalui hubungan timbal balik, serta mempermudah ekspresi diri tanpa batasan jarak dan waktu. Namun, dampak negatifnya meliputi berkurangnya minat untuk berkomunikasi di dunia nyata,
munculnya sikap individualis, kecanduan internet, dan ancaman terhadap privasi (Cahyono, 2016; Yusuf, 2004).
Dapat disimpulkan bahwa, pemben identitas diri remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk lingkungan sosial, budaya, keluarga, serta faktor genetik dan psikososial.
Identitas yang kuat ditandai oleh kemampuan individu untuk memahami kelebihan dan kekurangan dirinya, serta membangun karakteristik positif seperti kepercayaan diri, tanggung jawab, dan kemandirian. Oleh karena itu, penting bagi remaja untuk menggunakan media sosial secara bijak, dengan dukungan keluarga dan lingkungan, agar dampak positif dapat dimaksimalkan dan dampak negatif dapat diminimalkan.
6. Hubungan Media Sosial , Bahasa dalam Permainan, dan Interaksi Keluarga dalam Identitas Diri Anak
Hubungan antara media sosial, bahasa dalam permainan, dan interaksi keluarga dalam pembentukan identitas diri anak sangat kompleks dan saling terkait. Media sosial memberikan platform bagi anak untuk mengekspresikan diri mereka, berbagi pengalaman, dan berinteraksi dengan teman sebaya. Penggunaan media sosial dapat membentuk identitas anak dalam berbagai cara, seperti gaya hidup, nilai, dan pandangan dunia. Anak-anak yang aktif di media sosial mungkin merasa tekanan untuk menyesuaikan diri dengan norma sosial yang ada, baik dari teman sebaya maupun pengaruh media. Hal ini bisa mempengaruhi kepercayaan diri dan cara mereka melihat diri mereka sendiri.
Sedangkan bahasa yang digunakan dalam permainan, baik dalam konteks permainan digital maupun permainan tradisional, membantu anak-anak untuk mengembangkan keterampilan sosial dan kognitif. Bahasa dalam permainan bisa menciptakan ruang bagi anak untuk bereksperimen dengan peran dan ekspresi diri mereka. Dalam permainan, anak dapat memilih berbagai peran, yang dapat membantu mereka mengeksplorasi dan memahami siapa mereka. Bahasa yang digunakan dalam permainan juga memperkenalkan mereka pada berbagai konsep dan ide yang membentuk cara mereka memahami dunia.
Kemudian interaksi dengan keluarga, terutama dalam komunikasi verbal dan non- verbal, memiliki peran besar dalam pembentukan identitas awal anak. Keluarga mengajarkan nilai, norma, dan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Keluarga memberikan dukungan yang sangat penting dalam membentuk rasa aman dan identitas diri anak. Interaksi yang positif dan mendukung di rumah membantu anak
membangun kepercayaan diri dan self-concept yang lebih kuat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, media sosial dapat berfungsi sebagai ruang di mana anak-anak menguji identitas yang mereka bangun melalui permainan dan interaksi keluarga. Misalnya, jika seorang anak sering bermain peran sebagai pahlawan atau pemimpin dalam permainan, mereka mungkin akan mengekspresikan citra diri ini di media sosial. Di sisi lain, keluarga yang memberikan nilai-nilai positif tentang komunikasi dan hubungan sosial dapat membimbing anak dalam membentuk identitas diri yang lebih sehat, baik dalam dunia maya maupun nyata. Oleh karena itu, ketiga elemen ini saling berinteraksi dalam membentuk cara anak melihat diri mereka sendiri dan berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka.
B. Penelitian yang Relevan
Penulis menemukan penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh media sosial, bahasa dalam permainan, dan interaksi keluarga terhapat kemampuan bahasa anak. yang dimana telah dilaksankan oleh tiga penelitian sebelumnya. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Rima Eka Puspitasa, dkk (2024) dengan judul penelitian “Pengaruh Media Sosial Terhadap Pemerolehan Bahasa Anak Usia SD”. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa Anak-anak usia sekolah dasar (6- 12 tahun) berada dalam fase perkembangan optimal untuk menguasai bahasa. Mereka dapat menguasai antara 50.000 hingga 80.000 kata, tergantung pada lingkungan dan interaksi yang mereka alami, termasuk penggunaan media social. Media sosial dapat berfungsi sebagai alat yang mendukung pemerolehan bahasa. Dengan interaksi yang terjadi di platform tersebut, anak-anak dapat belajar kosakata baru dan cara berkomunikasi yang lebih efektif. Media sosial juga dapat mempromosikan kesinambungan bahasa dan mendukung pembelajaran yang interaktif. Meskipun ada manfaat, media sosial juga dapat membentuk karakter yang kurang baik. Anak-anak sering kali mengadopsi kosakata yang tidak sesuai dari media sosial, yang dapat mempengaruhi cara mereka berkomunikasi dalam situasi formal. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan guru untuk melakukan sosialisasi dan pengawasan terhadap penggunaan media sosial oleh anak-anak. Penelitian ini merekomendasikan agar orang tua dan wali murid lebih aktif dalam mengawasi penggunaan media sosial oleh anak- anak. Dengan sosialisasi yang tepat, diharapkan orang tua dapat membantu anak-anak menghindari penggunaan kosakata yang tidak pantas dan mendukung perkembangan bahasa yang lebih baik. Secara keseluruhan, penelitian ini menekankan pentingnya peran
media sosial dalam pemerolehan bahasa anak, sambil juga mengingatkan akan perlunya pengawasan dan bimbingan dari orang dewasa.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Iswan dan Ati Kusmawati (2014) dengan judul penelitian “Pengaruh Games Online terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia 9-10 Tahun di Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang Selatan”. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa games online sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak usia 9-12 tahun. Banyak kata-kata yang terucap dan terlontar adalah kata-kata yang kotor dan kurang pantas didengar. Anak-anak yang hampir bermain game online menjadi kecanduan yang sangat berat sehingga mengganggu perkembangan mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh Games Online (X) terhadap perkembangan bahasa anak (Y) usia 9-12 tahun adalah signifikan dengan nilai Fhitung = 179,64, sedangkan Ftabel = 4,41 dan berpola linier karena Fh=0,401<Ft=3,23. Selain itu, faktor eksternal yang sangat mempengaruhi adalah fasilitas di rumah yang kurang, perhatian dan bimbingan dari keluarga sangat lemah sehingga mereka lebih senang bermain di warnet dan bermain Games Online daripada dirumah. Termasuk motivasi untuk belajar karena kebanyakan dari responden malas belajar bahkan diabaikan. Semua ini tentunya menjadi perhatian bagi pendidik, orangtua, lingkungan, dan masyarakat terhadap anakanak yang sudah keranjingan bermain Games Online yang dapat merusak perilaku berbahasa. Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh game online di warnet terhadap perkembangan bahasa anak usia 9-12 tahun di Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif untuk menganalisis efek dari berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa. Observasi dilakukan saat anak berkomunikasi di rumah dan lingkungan sekitar, serta melalui pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam.
Ketiga, penelktian yang dilakukan oleh Arini Prishandani, dkk (2022) dengan judul penelitian “Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku Berbahasa Pada Anak PraRemaja Selama Pandemi: Kajian Psikolinguistik”. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa pengaruh media sosial terhadap perilaku berbahasa anak pra-remaja memiliki nilai positif, seperti peningkatan pengetahuan tentang informasi dan kosa kata baru. Namun, ada juga dampak negatif, seperti kecenderungan anak untuk lebih memilih berkomunikasi melalui media sosial daripada interaksi langsung. Penelitian ini menekankan pentingnya memahami pengaruh media sosial selama masa pandemi terhadap perkembangan bahasa anak. Fokus penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh media sosial terhadap perilaku berbahasa
anak pada usia pra-remaja, terutama selama masa pandemi. Penelitian ini bertujuan untuk menggali baik dampak positif maupun negatif dari penggunaan media sosial dalam konteks perkembangan bahasa anak. Penulis ingin memahami sejauh mana media sosial mempengaruhi interaksi dan komunikasi anak-anak di lingkungan sosial mereka.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian ini memakai jenis penelitian kuantitatif ini menggunakan desain deskriptif karena data yang di kumpulkan berupa bahasa atau kata-kata, yang dimana menggunakan pendekatan psikolinguistik. Penelitian kuantitatif bertujuan untuk mengukur efek media sosial, bahasa pada permainan, dan hubungan keluarga terhadap kemampuan berbahasa serta identitas diri anak usia sekolah
B. Metode Penelitian
Metode yg dipakai pada penelitian ini merupakan metode dengan cara pengumpulan data simak, linat dan cakap. Kemudian analisi data dengn cara padan dan agih.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini merupakan anak usia sekolah (7-12 tahun) yang sedang berada pada taraf sekolah dasar (SD) yg terdapat pada lingkungan rumah.
D. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di Peranap, yang dimana dilakukan di sekitar lingkungan rumah, buat mewakili populasi anak usia sekolah yg aktif memakai media umum serta terlibat dalam bahas permainan. Lokasi ini dipilih karena dekat dengan kehidupan sehari-hari penulis.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi dan Teknik simak libat cakap. Teknik observasi adalah suatu teknik dengan tujuan mengadakan bentuk pengamatan terhadap kegiatan, peristiwa, atau fenomena yang sedang berlangsung dengan tujuan untuk mendapatkan dan mengumpulkan data-data penelitian (Sukmadinata, 2016: 220).
Sedangkan teknik simak libat cakap merupakan kegiatan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang dapat dilakukan dengan ikut terlibat atau berpartisipasi (sambil menyimak), baik itu secara aktif maupun secara reserptif dalam pembicaraan, kegiatan penyadapan data dengan cara demikian disebut teknik simak libat cakap. Metode simak dilakukan untuk menyimak penggunaan bahasa, istilah menyimak disini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan(Mahsun, 2005:92). Metode ini memiliki teknik dasar yang berupa teknik sadap.
Maksud dari teknik sadap adalah menyadap penggunaan bahasa secara lisan. Teknik sadap ini diikuti dengan teknik lanjutan yaitu teknik simak libat cakap, teknik simak bebas cakap, teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat (Mahsun, 2005 93).
Teknik simak libat cakap dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk penyadapan
komunikasi antara peneliti dan anak-anak juga anak dengan anak, guna mengetahui komunikasi secara alamiah yang didapatkan anak.
F. Teknik Penganalisisan Data
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan metode agih dan metode padan. Menurut Sudaryanto (2015: h. 19) alat penentu pada metode agih adalah bagian atau unsur dari bahasa yang menjadi objek penelitian. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data yaitu teknik bagi unsur langsung (BUL). Peneliti akan membagi satuan lingual pada data yang diperoleh menjadi beberapa unsur, unsur tersebut dipandang sebagai bagian yang membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 2015: h. 37). Metode dan teknik ini akan digunakan untuk menemukan jenis campur kode.
Metode yang kedua yaitu metode padan untuk menemukan faktor penyebab campur kode. Faktor penyebab terjadinya campur kode berhubungan dengan aspek yang berada di luar bahasa. Oleh karena itu peneliti menggunakan metode padan.
Teknik analisis yang digunakan yaitu teknik pilah unsur penentu (PUP) dengan teknik lanjutan teknik hubung banding menyamakan (HBS) (Sudaryanto, 2015: h. 25-31).
Analisis menggunakan teknik ini yaitu membandingkan dan menyamakan dengan teori faktor penyebab campur kode menurut Suandi.
BAB IV ANALISIS DATA
A. Pengaruh Media Sosial Terhadap Kemampuan Berbahasa dan Identitas Diri
Media sosial memiliki dampak yang besar terhadap kemampuan berbahasa penggunanya, baik secara positif maupun negatif. Penggunaan bahasa yang lebih kasual, informal, dan penuh singkatan di platform seperti Twitter, Instagram, dan TikTok sering menggantikan bahasa formal, yang dapat mempengaruhi kemampuan berbicara dan menulis secara lebih baku. Namun, media sosial juga memperkaya ekspresi verbal melalui emoji, meme, dan hashtag, yang menambah dimensi baru dalam komunikasi. Ini memberi kesempatan bagi individu untuk lebih kreatif dalam berbahasa, meskipun dapat mengurangi keterampilan berbahasa yang lebih kompleks dan mendalam, terutama pada generasi muda yang lebih sering terpapar platform tersebut.
Selain itu, media sosial memainkan peran dalam pembentukan identitas diri pengguna, memungkinkan mereka untuk menciptakan citra yang berbeda dari kehidupan nyata. Pembentukan identitas online yang terkurasi sering kali bergantung pada umpan balik sosial, seperti jumlah "likes" atau komentar, yang dapat memengaruhi rasa percaya diri dan persepsi diri. Hal ini mendorong pencarian validasi dari orang lain dan dapat menimbulkan perasaan tidak cukup baik atau cemas jika identitas yang dipresentasikan tidak mendapatkan respons yang diinginkan. Namun, media sosial juga memberikan ruang bagi individu untuk menemukan komunitas yang mendukung identitas mereka, menawarkan rasa inklusivitas dan keberagaman yang lebih luas, meskipun ada potensi dampak negatif pada kesehatan mental dan citra diri.
1. Data yang Diperoleh
Anak-anak menggunakan bahasa gaul atau istilah asing ketika berkomunikasi di media sosial, seperti penggunaan singkatan atau emoji dalam percakapan. Banyak anak menggunakan bahasa yang lebih santai dan informal ketika berbicara di platform sosial seperti Instagram, TikTok, atau WhatsApp, misalnya “LOL,” “BRB,” atau menggunakan ekspresi seperti "OMG."
2. Makna
Dalam kehidupan sehari-hari, media sosial berfungsi sebagai ruang bagi anak-anak untuk mengekspresikan diri secara bebas tanpa terlalu memperhatikan kaidah bahasa
formal. Penggunaan bahasa gaul atau slang menggambarkan kecenderungan anak-anak untuk mengikuti tren dan menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebayanya. Hal ini berhubungan dengan pembentukan identitas sosial mereka yang ingin terlihat sesuai dengan norma-norma dalam kelompok sebaya. Meskipun hal ini menunjukkan kemampuan adaptasi anak terhadap media dan konteks sosial, penggunaan bahasa yang tidak terstruktur juga bisa berisiko dalam kemampuan berbahasa formal di sekolah atau lingkungan yang membutuhkan bahasa yang lebih baku.
B. Pengaruh Bahasa dalam Permainan terhadap Kemampuan Berbahasa dan Identitas Diri
Bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam permainan, baik itu dalam konteks permainan digital maupun permainan tradisional. Dalam permainan, penggunaan bahasa memungkinkan pemain untuk berinteraksi, memahami peraturan, serta mengembangkan kemampuan komunikasi mereka. Selain itu, bahasa dalam permainan dapat meningkatkan keterampilan berbahasa, seperti kemampuan berbicara, mendengarkan, dan memahami teks, terutama dalam permainan yang melibatkan dialog atau narasi. Pemain yang terlibat dalam permainan berbasis bahasa dapat mempelajari kosakata baru, memperbaiki struktur kalimat, serta meningkatkan kemampuan menulis atau berbicara sesuai dengan konteks permainan.
Bahasa dalam permainan juga dapat memengaruhi pembentukan identitas diri. Ketika seseorang berinteraksi dengan karakter atau dunia dalam permainan, bahasa yang digunakan mencerminkan nilai, budaya, dan kepribadian yang ingin ditampilkan. Bahasa dalam permainan memungkinkan pemain untuk mengidentifikasi diri dengan karakter tertentu, atau bahkan membentuk identitas baru yang berbeda dari kehidupan nyata.
Melalui pilihan kata, aksen, dan gaya berbicara, pemain dapat mengekspresikan siapa mereka atau siapa mereka ingin menjadi, yang berkontribusi pada pembentukan identitas diri yang lebih kompleks.
1. Data yang Diperoleh
Anak-anak menunjukkan variasi bahasa yang digunakan saat bermain permainan fisik (misalnya, permainan petak umpet) dengan teman-teman mereka dibandingkan saat mereka bermain game digital seperti PUBG atau Minecraft, yang lebih teknikal dan menggunakan bahasa yang lebih khusus.
Saat bermain bersama teman, anak-anak lebih banyak menggunakan bahasa yang
bersifat kolaboratif dan penuh instruksi, seperti “Ayo, sini cepat,” atau “Jaga posisi, ya!”
dalam permainan berbasis tim.
2. Makna
Permainan dalam kehidupan sehari-hari menjadi tempat di mana anak-anak belajar berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. Dalam permainan fisik, mereka menggunakan bahasa yang lebih langsung dan mendalam terkait instruksi atau kolaborasi, yang mengembangkan keterampilan sosial mereka. Sementara itu, dalam permainan digital, mereka belajar menggunakan istilah teknikal dan bahasa tim. Ini menunjukkan bahwa permainan membantu anak-anak memahami bahwa bahasa yang digunakan bisa berbeda-beda sesuai dengan konteks, memperkaya kosakata dan kemampuan berbahasa mereka. Permainan juga memfasilitasi pembentukan identitas diri anak, terutama dalam kelompok teman sebaya, di mana mereka belajar bagaimana berkomunikasi secara efektif dan dengan gaya bahasa yang lebih bebas.
C. Pengaruh Interaksi Keluarga terhadap Kemampuan Berbahasa dan Identitas Diri Interaksi keluarga memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan kemampuan berbahasa seorang individu. Dalam konteks keluarga, komunikasi verbal dan non-verbal yang terjadi antara anggota keluarga memberikan kesempatan untuk anak- anak belajar bahasa sejak dini. Melalui percakapan sehari-hari, anak-anak mengembangkan kosakata, memahami struktur kalimat, serta belajar cara mengungkapkan perasaan dan pikiran mereka. Keluarga juga berperan dalam memperkenalkan berbagai bentuk bahasa, seperti bahasa ibu atau bahasa kedua, yang turut memperkaya keterampilan berbahasa anak. Selain itu, pola komunikasi yang dilakukan dalam keluarga turut membentuk cara seseorang berinteraksi dengan orang lain di luar keluarga, yang berdampak pada kematangan sosial dan emosional.
Selain memengaruhi kemampuan berbahasa, interaksi keluarga juga sangat berpengaruh terhadap pembentukan identitas diri. Keluarga adalah tempat pertama bagi individu untuk mengenal nilai-nilai, norma, dan budaya yang membentuk pandangan hidup mereka. Bahasa yang digunakan dalam keluarga, baik itu dalam komunikasi formal maupun informal, membantu individu mengidentifikasi diri mereka dalam kaitannya dengan keluarga dan masyarakat. Identitas diri seseorang sering kali terbentuk melalui hubungan emosional yang erat dengan anggota keluarga, yang memberikan rasa aman, dukungan, dan pengakuan. Oleh karena itu, pola interaksi dalam keluarga turut
membentuk bagaimana individu melihat diri mereka sendiri, serta bagaimana mereka beradaptasi dan berinteraksi dengan dunia luar.
1. Data yang Diperoleh
Anak-anak yang sering diajak orang tua berdiskusi atau membaca bersama menunjukkan penguasaan bahasa yang lebih baik dan lebih terstruktur. Dalam percakapan sehari-hari di rumah, bahasa yang digunakan lebih formal dan memperhatikan tata bahasa yang benar. Contohnya, saat makan malam, orang tua sering mengajak anak berdiskusi tentang pelajaran atau topik-topik yang memerlukan penggunaan bahasa yang lebih terorganisir.
2. Makna
Interaksi keluarga memiliki peran penting dalam membentuk dasar-dasar bahasa yang baik. Bahasa yang diajarkan oleh orang tua di rumah memberikan struktur yang kuat dalam kemampuan berbahasa anak. Diskusi yang dilakukan dengan orang tua memperkenalkan anak pada konsep-konsep yang lebih formal dan terorganisir, yang sangat berguna untuk konteks akademik dan sosial di luar rumah. Selain itu, lingkungan keluarga yang mendukung pembelajaran bahasa juga berperan dalam pembentukan identitas diri anak yang percaya diri dalam berbicara dan berinteraksi dengan orang lain.
D. Keterkaitan Antara Media Sosial, Permainan, dan Interaksi Keluarga
Media sosial, permainan, dan interaksi keluarga memiliki keterkaitan yang erat dalam membentuk pengalaman sosial dan perkembangan individu. Media sosial memungkinkan individu untuk terhubung dengan orang lain, berbagi informasi, dan membentuk identitas diri dalam ruang digital. Di sisi lain, permainan, terutama yang berbasis daring, menyediakan ruang bagi individu untuk berinteraksi dengan pemain lain, berkompetisi, atau berkolaborasi dalam dunia virtual. Keduanya—media sosial dan permainan—
seringkali melibatkan komunikasi dan penggunaan bahasa yang mempengaruhi keterampilan berbahasa seseorang. Ketika anak-anak atau remaja terlibat dalam media sosial dan permainan, mereka belajar cara berkomunikasi secara digital, yang dapat memperkaya kosakata mereka dan meningkatkan kemampuan beradaptasi dengan berbagai konteks sosial.
Meskipun media sosial dan permainan memberikan manfaat dalam hal pengembangan keterampilan komunikasi, interaksi keluarga tetap menjadi faktor penting dalam
mengarahkan penggunaan media tersebut. Keluarga berfungsi sebagai penjaga nilai-nilai sosial dan budaya yang dapat membimbing anak-anak dalam menggunakan media sosial dan permainan secara positif. Melalui komunikasi yang baik dalam keluarga, orang tua dapat memberikan arahan tentang etika berinteraksi di dunia maya, mengajarkan cara menjaga keseimbangan antara aktivitas daring dan kehidupan nyata, serta memastikan bahwa permainan dan media sosial tidak menggantikan kualitas waktu bersama keluarga.
Oleh karena itu, interaksi keluarga berperan penting dalam membantu individu memahami batasan dan dampak dari penggunaan media sosial dan permainan dalam kehidupan mereka.
1. Data yang Diperoleh
Anak-anak yang terpapar pada ketiga faktor—media sosial, permainan, dan interaksi keluarga—menunjukkan kemampuan berbahasa yang lebih dinamis. Mereka mampu menyesuaikan bahasa yang digunakan berdasarkan konteks, misalnya menggunakan bahasa yang lebih santai di media sosial, bahasa kolaboratif dalam permainan, dan bahasa yang lebih formal dalam percakapan dengan keluarga atau di sekolah.
2. Makna
Ketiga faktor ini bekerja secara sinergis untuk membentuk kemampuan berbahasa yang lebih holistik dan fleksibel. Dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak belajar untuk beradaptasi dengan berbagai situasi sosial yang menuntut mereka menggunakan gaya bahasa yang berbeda-beda. Ketika mereka berinteraksi dengan teman-teman di media sosial, mereka belajar menggunakan bahasa yang sesuai dengan tren atau norma kelompok teman. Di sisi lain, saat bermain, mereka mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi dalam situasi tim atau kolaboratif.
Interaksi dengan keluarga menyediakan fondasi bahasa yang lebih formal dan terstruktur. Ketiga faktor ini memberikan anak kemampuan untuk menyesuaikan diri dan menggunakan bahasa secara efisien dalam berbagai konteks sosial yang mereka hadapi.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa media sosial, permainan, dan interaksi keluarga memiliki pengaruh besar terhadap kemampuan berbahasa dan pembentukan identitas diri anak usia sekolah. Media sosial memungkinka anak-anak belajar kosakata baru dan menggunakan bahasa yang lebih santai, namun bisa mengurangi kemampuan mereka menggunakan bahasa formal yang diperlukan dalam lingkungan akademik dan sosial lainnya. Anak-anak yang sering menggunakan media sosial cenderung terbiasa dengan bahasa gaul dan singkatan, yang dapat memengaruhi kemampuan mereka dalam berkomunikasi secara formal.
Selain itu, permainan, baik digital maupun tradisional, berperan dalam perkembangan bahasa dan keterampilan sosial anak. Permainan digital memperkenalkan istilah teknis, sedangkan permainan fisik lebih mendorong interaksi langsung. Keduanya membantu anak memperkaya kosakata dan keterampilan sosial dalam konteks yang berbeda. Kemudian Interaksi keluarga memberikan dasar kuat dalam penguasaan bahasa formal yang lebih terstruktur, penting untuk keberhasilan akademik dan pembentukan karakter. Media sosial, permainan, dan interaksi keluarga bersama-sama membentuk kemampuan bahasa anak dan membantu mereka menyesuaikan gaya berbahasa sesuai dengan situasi sosial yang dihadapi.
B. Saran
Orang tua dan keluarga secara aktif terlibat dalam memantau dan membimbing penggunaan media sosial serta permainan oleh anak-anak, dengan menekankan pentingnya keseimbangan antara dunia digital dan kehidupan nyata.
Orang tua diharapkan dapat memberikan arahan yang tepat tentang cara berkomunikasi secara efektif dan bertanggung jawab di dunia maya, sehingga anak- anak dapat mengembangkan keterampilan berbahasa yang baik dan sehat. Selain itu, penting bagi keluarga untuk menciptakan lingkungan komunikasi yang terbuka dan mendukung, di mana anak-anak merasa dihargai dan didengar, untuk memperkuat identitas diri mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Averina, E., & Cahyono, R. (2023). Hubungan Kekerasan Emosional Yang Dilakukan Orang Tua Dengan Social Anxiety Pada Remaja Akhir. JURNAL FUSION: JURNAL NASIONAL INDONESIA, 3(7). https://fusion.rifainstitute.com/inde x.php/fusion/article/view/316
Bangun, M. A., Nasution, M. F. A., Sinaga, N. R., Sastra, S. F. D., & Khairani, W. (2024).
Analisis Pengaruh Media Sosial Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi. Jurnal Bahasa Daerah Indonesia, 1(3), 9.
https://doi.org/10.47134/jbdi.v1i3.2646
Cahyono, A. S. (2016). Pengaruh Media sosial terhadap perubahan sosial Masyarakat di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 9(1), 140– 157.
Damayanti, R., & Suryandari, S. (2017). Psikolinguistik: Tinjauan Bahasa Alay dan Cyberbullying. Surabaya: Kresna Bina Insan Prima
Dariyo, A. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Ghalia Indonesia.
Desiani Natalina, G. G. (2019). Komunikasi Dalam Paud. Ksatria Siliwangi, Tasikmalaya.
Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan. PT. Remaja Rosdakarya.
Egi Regita, Nabilah Luthfiyyah, & Nur Riswandy Marsuki. (2024). Pengaruh Media Sosial Terhadap Persepsi Diri dan Pembentukan Identitas Remaja di Indonesia. Jurnal Kajian Dan Penelitian Umum, 2(1), 46–52. https://doi.org/10.47861/jkpu- nalanda.v2i1.830
Erland Hamzah, R. (2015). Penggunaan Media Sosial di Kampus Dalam Mendukung Pembelajaran Pendidikan. Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 14(1), 45–70.
https://journal.moestopo.ac.id/index.php/wacana/article/download/89/43
Fatimah, S. (2018). Pendampingan Perencanaan Karir dalam Meningkatkan Self Efficacy Siswa SMK. Jurnal Psikodidaktika, 3(1). https://journals.unihaz.ac.id/index.p hp/psikodidaktika/article/view/300
Felita, P., Siahaja, C., Wijaya, V., Melisa, G., Chandra, M., & Dahesihsari, R. (2016).
Pemakaian Media Sosial Dan Self Concept Pada Remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi MANASA, 5(1), 30– 41.
Febriani, S. ., & Desrani, A. (2021). Pemetaan Tren Belajar Agama Melalui Media Sosial.
Jurnal Perspektif, 14(2), 312–326.
Firdaus, N., Utami, S., & Huda, N. (2020). Pemerolehan Bahasa Anak Usia 03-05 Tahun Di Rt 02 Desa Tambak Oso Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Widyabastra : Jurnal
Ilmiah Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia, 8(2), 110.
https://doi.org/10.25273/widyabastra.v8i2.8113
Fitri, S. (2017). Dampak Positif dan Negatif Sosial Media Terhadap Perubahan Sosial Anak.
Jurnal Kajian Penelitian Pendidikan Dan Pembelajaran, 1(2), 118–123.
Gustina, H. (2018). Teori-teori psikolinguistik berdasarkan pandangan para ahli. 123Dok, 1–
10. https://repository.unja.ac.id/5950/1/02.%20Herti%20Gustina.pdf
Handayani, F., & Maharani, R. A. (2022). Pengaruh Penggunaan Media Sosial terhadap Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan …, 6, 11362–11369.
https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/4244%0Ahttps://jptam.org/index.php/
jptam/article/download/4244/3549
Howard, P. N., & Parks, M. R. (2012). Social media and political change: Capacity, constraint, and consequence. Journal of communication, 62(2), 359-362.
Hamzah, R. E. (2015). Penggunaan Media Sosial di Kampus dalam Mendukung Pembelajaran Pendidikan. Wacana, XIV (1), 45-70.
Ismail, M. H., Halimah, L., Hopiani, A., & AM, M. A. (2023). Penguatan Kompetensi Guru PAUD di Kabupaten Pangandaran dalam Implementasi Merdeka Bermain melalui Media Loose Parts. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Bina Darma, 3(3), 223–
232. https://doi.org/10.33557/pengabdian.v3i3.2658 Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan.. Kencana, Jakarta.
Jalilah, S. R. (2021). Analisis Dampak Penggunaan Gadget terhadap Perkembangan Fisik dan Perubahan Perilaku pada Anak Sekolah Dasar. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(1), 28–37. https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i1.1716
Kaplan, A. M., & Haenlein, M. (2010). Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social Media. Business borizons, 53(1), 59-68.
Kartono, G. (2003). Kamus Psikologi. CV. Pionir Jaya.
Kent, M. L. (2010). Directions in social media for professionals and scholars. Handbook of public relations, 2, 643-656.
Khodimatovna, A. M. (2021). Psycholinguistic Features Not Literary Words. Linguistics and Culture Review, 5(S2), 1115-1121. https://doi.org/10.21744/lingcure.v5nS2.1800 Kusmawati, I. A. (2014). Pengaruh Games Online terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia
9-10 Tahun di Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Jurnal Personifikasi, 5(2), 164–185.
Lathifah, Z. K., & Yusniar, E. (2017). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Motivasi Belajar Siswa Kelas IV SDN Tarikolot 06 Bogor. UNES Journal of Education
Scienties (JES)., 1(1), 107–115.
Lewis, S. C. (2015). Reciprocity as a key concept for social media and society. Social Media+ Society, 1(1), 2056305115580339.
Machado, A. D. B. (2020). Social media concepts-development of theoretical. International Journal of Cultural Heritage, 5.
Maghfur, A. A., Masruhan, M., & Indah, R. N. (2018). Language Used in Social Media and Its Impact Toward Teens Language Acquisition. ICONQUHAS 2018, October 02-04, Bandung, Indonesia, EAI. https://doi.org/10.4108/eai.2-10-2018.2295456
Mulawarman, M., & Nurfitri, A. D. (2017). Perilaku Pengguna Media Sosial beserta Implikasinya Ditinjau dari Perspektif Psikologi Sosial Terapan. Buletin Psikologi, 25(1), 36–44. https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.22759
Mulyaningsih, I. (2023). Kebiasaan Berbahasa di Media Sosial: Kajian Psikolinguistik.
Aksara, 35(1), 106. https://doi.org/10.29255/aksara.v35i1.1237.106--115
Mulyono, N. K. (2007). Proses Pencarian Identitas Diri Pada Remaja Mu’alaf. Universitas Diponegoro.
Nur Khasanah, D. Z., Puspitasari, R. E., Kumala Dewi, A. F., Nur Aisyah, K., & Fauziah, M.
(2024). Pengaruh Media Sosial Terhadap Pemerolehan Bahasa Anak Usia SD. Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI), 1(3), 1–9.
https://doi.org/10.62017/jppi.v1i3.892
Nurjanah, S., Millatuddiiniyyah, M. &, Nofianty, N. (2018). Pemerolehan Bahasa Anak Akibat Pengaruh Film Kartun (Suatu Tinjauan Psikolinguistik). Parole (Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), 1(3), 385-390.
Nurlela, O. A., Ras, A., & Usman, M. (2024). Dampak Media Sosial Terhadap Pembentukan Identitas Sosial Anak Di Era Digital. 6(2), 185–194.
Palupi, Y. (2015). Perkembangan Bahasa Pada Anak. Proseding Seminar Nasional PGSD UPY.
Panuju, P., & Umami. (2005). Psikologi Remaja. Tiara Wicana.
Papalia, D. E. (2009). Human Development. Salemba Humaika.
Pradnyani, I. G. A. P., Rasna, I. W., & Putrayasa, I. B. (2024). Peran Media Sosial dalam Kesantunan Berbahasa Siswa di Lingkungan SMA Negeri 1 Seririt. EDUKASIA:
Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 5(1), 939–954.
https://doi.org/10.62775/edukasia.v5i1.902
Prishandani, A. (2022). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku Berbahasa Pada Anak Pra- Remaja Selama Pandemi: Kajian Psikolinguistik. TALENTA conference Series:
Local Wisdom, Sosial, and Arts, 5(2), 22–26. https://doi.org/10.32734/lwsa.v5i1.1315 Prishandani, A., Nurainun, N., & Gustianingsih, G. (2022). Pengaruh Media Sosial terhadap Perilaku Berbahasa Pada Anak Praremaja Selama Pandemi: Kajian Psikolinguistik
“The Effect of Social Media on Language Behavior in Pre-Adolescents During a Pandemic: A Psycholinguistic Study”. Local Wisdom, Social and Arts LWSA Conference Series, 05, 23-26. https://doi.org/10.32734/Lwsa.V5i1.1315
Putri, W. S. R. (2016). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku Remaja. Joulrnal Ilmu Sosial Politik UNPAD, 3(47–51).
Putri, D. E., & Mursalim, M. (2016). ANALISIS PERILAKU MIMETIK DI KALANGAN SISWI SMA NEGERI 1 MAKASSAR TERHADAP TREN FASHIONISTA INSTAGRAM. KAREBA : Jurnal Ilmu Komunikasi, 5(2).
Rahayu, P. (2019). Pengaruh Era Digital Terhadap Perkembangan Bahasa Anak. Al-Fathin, 2 (Januari- Juni), 47–51. https://doi.org/10.32332/al-fathin.v2i2.1423
Russo, A., Watkins, J., Kelly, L., & Chan, S. (2008). Participatory communication with social media. Curator: Tbe Museum Journal, 51(1), 21-31.
Sahrip. (2017). Pengaruh Interaksi Dalam Keluarga Dan Percaya Diri Anak TerhadapKemandirian Anak. Jurnal Golden Age Hamzanwadi University, 1(1), 33–
47.
Sakti, B. C., & Yulianto, M. (2018). PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Jurnal Interaksi Online, 6(4). https://ejournal3.undip.ac.id/index. Php/interaksi- online/article/view/21950 Salsabila, U. H. (2018). Teori Ekologi Bronfenbrenner Sebagai Sebuah Pendekatan Dalam
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Al-Manar, 7(1).
https://doi.org/10.36668/jal.v7i1.72 Santrock. (2003). Adolescence. Erlangga.
Sudaryanto. (1993). Metode Linguistik: Ke Arah Memahami Metode Linguistik. Yogyakarta:
Gadjah Mada University. 22–27.
Susanto, E. H. (2017). Media Sosial Sebagai Pendukung Jaringan Komunikasi Politik. Jurnal ASPIKOM, 3(3), 379-398. https://doi.org/10.24329/aspikom.v3i3.123
Terry, M. (2009). Twittering healthcare: social media and medicine. Telemedicine and e- Healtb, 15(6), 507-510.
Widiantari, K. S., & Herdiyanto, Y. K. (2018). Perbedaan Intensitas Komunikasi Melalui Jejaring Sosial antara Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert pada Remaja. Jurnal Psikologi Udayana, 1(1), 106–115.
Yusuf, S. (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (4th ed.). PT. Remaja Rosdakarya.