MAKALAH
PENGAWET PADA PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN PENGAWETAN BAHAN PANGAN
Dosen Pengampu:
Ir. Thelma Dortje Jane Tuju, M.Si
Disusun Oleh:
Annrifa Veia Naluriza Gusasi 220311050008 Clandya Fracia Hutabarat 220311050009 Innayah Nuraini 220311050011 Kasih Trixie Lie Waas 220311050012 Cliford Rafael Kevin Kindangen 220311050013
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
2024/2025
ii DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR GAMBAR ...iii
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan ... 2
BAB II ... 3
PEMBAHASAN ... 3
2.1. Kajian Teoritis ... 3
2.2 Mekanisme Kerja ... 5
2.3. Dosis Pengawet ... 6
2.4. Pengaruh Bahan Pengawet Terhadap Daya Tahan Produk Makanan & Minuman ... 8
BAB III ... 9
PENUTUP ... 9
3.1 Kesimpulan ... 9
3.2 Saran ... 9
DAFTAR PUSTAKA ... 10
iii DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Grafik Mekanisme Kerja Sulfit ... 5
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam industri pangan, kualitas dan keamanan produk merupakan aspek fundamental yang harus diperhatikan. Salah satu cara yang umum digunakan untuk mempertahankan kualitas produk adalah dengan menambahkan bahan pengawet.
Bahan pengawet berperan penting dalam memperpanjang masa simpan produk dengan mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan makanan serta menghindarkan terjadinya oksidasi yang dapat merusak nutrisi dan tampilan produk (Davidson & Taylor, 2007). Tanpa pengawet, produk pangan, terutama makanan olahan, sangat rentan terhadap pembusukan dan kerusakan mikrobiologis, sehingga masa simpannya menjadi sangat pendek (Sofos, 1989).
Bahan pengawet yang digunakan dalam industri pangan dapat berasal dari senyawa alami ataupun sintetik. Beberapa bahan pengawet alami, seperti garam dan gula, telah digunakan sejak lama sebagai metode tradisional untuk mengawetkan pangan. Namun, seiring perkembangan teknologi pangan, penggunaan bahan pengawet sintetik menjadi lebih populer karena lebih efektif dan efisien dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme, bahkan pada konsentrasi yang rendah (Brown & Booth, 2000).
Meskipun penggunaan bahan pengawet telah terbukti mampu memperpanjang umur simpan produk, penggunaannya harus diatur secara ketat karena beberapa bahan pengawet berpotensi memberikan dampak negatif bagi kesehatan jika digunakan dalam jumlah berlebihan. Pengawet seperti sulfit dan kalsium propionat, meskipun efektif dalam mencegah pertumbuhan mikroorganisme, memiliki potensi toksisitas jika melebihi ambang batas yang diizinkan. BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) sebagai lembaga pengawas telah menetapkan batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan, termasuk pengawet, untuk menjaga keamanan pangan dan melindungi konsumen dari risiko kesehatan (BPOM, 2019).
Selain itu, penting juga untuk memperhatikan preferensi konsumen yang semakin cenderung memilih produk dengan bahan pengawet alami atau tanpa pengawet. Kesadaran akan gaya hidup sehat telah meningkatkan permintaan terhadap produk-produk yang bebas dari bahan kimia tambahan. Oleh karena itu, industri pangan dituntut untuk terus mengembangkan inovasi dalam hal penggunaan pengawet
2 yang aman, efektif, dan sesuai dengan regulasi yang berlaku, sekaligus mempertahankan kualitas dan daya saing produk di pasar.
Dengan demikian, pemahaman yang mendalam tentang jenis, dosis, dan mekanisme kerja bahan pengawet dalam produk pangan sangat penting bagi industri pangan agar dapat menghasilkan produk yang aman dikonsumsi, berkualitas tinggi, dan tahan lama di pasar. Peraturan mengenai batas maksimum penggunaan bahan pengawet juga harus terus diperbaharui seiring dengan kemajuan teknologi dan hasil penelitian ilmiah di bidang keamanan pangan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis bahan pengawet yang sering digunakan dalam produk makanan dan minuman?
2. Bagaimana mekanisme kerja bahan pengawet dalam memperpanjang daya simpan produk?
3. Berapa batas dosis penggunaan bahan pengawet yang sesuai dengan regulasi BPOM?
4. Bagaimana pengaruh bahan pengawet terhadap kualitas dan keamanan produk pangan?
1.3. Tujuan
1. Mengidentifikasi jenis bahan pengawet yang digunakan dalam produk pangan.
2. Menganalisis mekanisme kerja bahan pengawet dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan oksidasi.
3. Mengetahui dosis yang diizinkan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
4. Mengkaji pengaruh bahan pengawet terhadap keamanan dan masa simpan produk.
3 BAB II
PEMBAHASAN 2.1. Kajian Teoritis
Bahan Pengawet yang Digunakan
1. Produk Makanan, MANON Brownies Chocolate Cake
Komposisi: Coklat Compound Hitam (34%), Kakao Bubuk (17%), Mentega Tawar (Mengandung Susu), Tepung Terigu, Gula Halus, Telur, Kacang (Macadamia, Pecan, dan Hazel) (6%), Garam, Pengawet Kalsium Propionat, Perisa Sintetik Vanila.
− Gula halus berasal dari gula pasir yang dihaluskan dan mencampurkannya dengan pati jagung atau maizena. Gula terlibat dalam pengawetan. Gula mampu memberi stabilitas mikroorganisme pada suatu produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup (di atas 70% padatan yang biasanya dibutuhkan).
Kadar gula yang tinggi dengan kadar asam yang tinggi (Ph rendah), perlakuan dengan pasteurisasi secara pemanasan, penyimpanan pada suhu rendah, dehidrasi dan bahan-bahan pengawet kimia (seperti belerang dioksida, asam benzoat) merupakan teknik-teknik pengawetan pangan yang penting (Eddy, 2022).
− Garam digunakan sebagai salah satu metode pengawetan pangan yang pertama dan masih digunakan sampai sekarang. Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (Aw) sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme (Eddy, 2022).
− Kalsium propionat termasuk pengawet sintetik yang efektif dalam menghambat pertumbuhan kapang pada roti dan hasil olahan tepung lainnya serta mempunyai efektivitas optimum sampai pH 6, dan mampu memperpanjang masa simpan roti tawar selama 3 hari (Pada roti tawar, jika ditambahkan 0,2%) (Istiarini, dkk, 2021).
2. Produk Makanan, Youvit Multivitamin Gummy
Komposisi: Sirup Glukosa dan Gula (mengandung pengawet Sulfit), Air, Pengemulsi Gelatin Sapi (mengandung pengawet Sulfit). Pemanis Alami Sorbitol Premiks Multivitamin dan Mineral, Campuran Sayur dan Buah Bubuk (mengandung Apel Pir, Kiwi (0.027%) Nanas (0.019%), Markısa, Lemon. Timun Kembang Kol, Bayam (0.0024%), Seledri). Pengatur Keasamar Pektin, Stroberi Bubuk (0.25%), Konsentrat Buah Jeruk (0.25%) Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthoriza 0.25%), Pelapis. Perisa Alami Stroberi (mengandung antioksidan asam askorbat). Jeruk (mengandung
4 antioksidan BHA), Nanas. Konsentrat Wortel dan Paprika, Pembawa Propilen Glikol, Konsentrat Wortel dan Blackcurrant, Konsentrat Kunyit, Pemanis Alami Glikosida Steviol
− Pengawet Sulfit dapat ditemui dalam berbagai bentuk garam, seperti belerang dioksida, natrium sulfit, kalium sulfit, dan kalium bisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH dibawah pH 3. Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba, bereaksi dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan (Ni Luh, dkk, 2021). Sulfit termasuk zat pengawet anorganik.
− Antioksidan Asam Askorbat/Vitamin C digunakan untuk bahan penggunaan garam nitrat dan nitrit. Selain itu dapat memberikan warna merah (Eddy, 2022).
Fungsi asam askorbat dalam bahan pangan yaitu sebagai penangkap oksigen sehingga mencegah proses oksidasi, meregenerasi fenolik atau antioksidan larut minyak, menjaga kelompok sulfhidril dalam bentuk -SH, bersinergis dengan pengkelat, dan atau untuk mengurangi produk oksidasi yang tidak diinginkan (Normalia, 2014).
− Antioksidan BHA merupakan antioksidan primer yang berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru karena antioksidan tersebut dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul stabil. Juga bekerja untuk mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru dengan cara mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal ini sempat bereaksi (E. R. Purba, dkk,2009). Antioksidan ini termasuk antioksidan sintetik.
3. Produk Minuman, Vegemil Black Bean Soy Milk
Komposisi: Sari Kacang Kedelai (84.624%) (mengandung kedelai 7%), Ekstrak Kedelai Hitam (6%), Gula halus (mengandung pengawet sulfit), Isomalto oligosakarida, Air, Pengatur Keasaman Kalsium Karbonat, Minyak Jagung, Beras panggang Bubuk, Wijen Hitam Penstabil Trinatrium Sitrat, Garam halus, Beras Hitam, Pengemulsi Ester asam lemak dan asetat dari gliserol Pensa Sintetik beras panggang dan maple (mengandung pewarna alami karamel IV amonia sulfit proses), Vitamin C.
Vitamin B3 (Niacinamide), Vitamin B2, Vitamin B6, Vitamin 03, Zink oksida.
5 4. Produk Minuman, AriZona Fruit Juice Cocktail
Komposisi: Air Sirup Jagung Tinggi Fruktosa (Mengandung Pengawet Sulfit), Konsentral Sari Buah Pir, Konsentral Sari Buah Kiwi (10%), Konsentral Sari Buah Stroberi (10%), Pengatur Keasaman Asam Sitrat, Perisa Alami, Sari Sayuran, Vitamin C, Penstabil Gom Arab, Pewarna Alami Beta-karoten (Sintetik) CI.
2.2 Mekanisme Kerja
Gambar 1. Grafik Mekanisme Kerja Sulfit
Menurut Andriyani (2019), menjaga kualitas makanan adalah penting untuk menjamin makanan yang kita konsumsi memiliki nilai gizi tinggi untuk kesehatan kita.
Salah satu cara untuk mempertahankan kualitas makanan dan mencegah kerusakan makanan adalah dengan metode pengawetan. Saat ini, ada berbagai jenis metode pengawetan yang dapat diterapkan untuk mempertahankan kondisi produk makanan untuk jangka waktu yang lama, baik dengan menggunakan teknologi pengawetan konvensional atau modern. Tujuan pengawetan makanan di antaranya adalah, pertama, menjaga rasa makanan, tekstur, rasa, kualitas dan nilai gizi; kedua, untuk mengurangi pemborosan kelebihan makanan; ketiga, untuk menjaga aksesibilitas produk untuk waktu yang lebih lama, bahkan di tempat-tempat produk tersebut tidak diproduksi;
keempat, untuk mempertahankan kualitas bahan makanan selama transportasi, dan akhirnya, untuk memudahkan penanganan (Kusnadi, 2018).
Sebagian besar bahan pengawet makanan yang sekarang beredar dan digunakan di masyarakat adalah bersifat sintetik (Adriani, 2019). Dengan banyak kelebihan yang dimiliki oleh bahan pengawet sintetik seperti: harga yang lebih terjangkau, efektivitas yang lebih baik dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme, kemudahan untuk diperoleh dan beberapa kelebihan lainnya membuat penggunaan bahan pengawet sintetik menjadi sangat meluas. Pengawet makanan sintetik telah merevolusi industri makanan dan dapat menjamin umur simpan produk makanan yang lebih lama. Juga
6 telah memfasilitasi distribusi luas dan produksi massal makanan serta membuka pasar baru (Dzajuli, dkk, 2024).
Sulfit bekerja sebagai pengawet dengan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat proses oksidasi pada makanan (Tahir, 2019).
Ketika sulfit, terutama dalam bentuk sulfur dioksida (SO₂) atau garam sulfit seperti natrium bisulfit dan kalium metabisulfit, ditambahkan ke makanan, ia dapat menyerang struktur sel mikroba seperti bakteri, jamur, dan ragi. Sulfit merusak dinding sel mikroorganisme, menyebabkan kebocoran isi sel dan akhirnya mengakibatkan kematian mikroorganisme tersebut (Fifendy, 2017).
Mekanisme kerja sulfit sebagai pengawet berfokus pada dua aspek utama:
penghambatan pertumbuhan mikroorganisme dan pencegahan oksidasi dalam makanan. Pertama, sulfit bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Ketika sulfit masuk ke dalam lingkungan yang mengandung mikroba, ia bisa merusak dinding sel mikroorganisme, sehingga mengganggu integritas sel dan menyebabkan kebocoran isi sel. Selain itu, sulfit juga mengganggu fungsi enzim yang penting bagi metabolisme mikroba. Enzim-enzim yang terlibat dalam proses pernapasan mikroba, seperti enzim dehidrogenase, menjadi tidak aktif karena terikat oleh sulfit, yang membuat mikroorganisme tidak bisa memanfaatkan oksigen atau sumber energi lain untuk bertahan hidup (Fifendy, 2017)
Selain perannya terhadap mikroorganisme, sulfit juga berfungsi sebagai agen pengurang yang kuat, yang artinya sulfit dapat mencegah reaksi oksidasi. Oksidasi adalah salah satu penyebab utama kerusakan makanan, karena dapat mengakibatkan perubahan warna, rasa, dan nutrisi. Sulfit dapat menginaktivasi enzim seperti polifenol oksidase, yang bertanggung jawab atas proses pencoklatan enzimatik pada buah dan sayuran. Dengan demikian, sulfit mencegah perubahan warna yang tidak diinginkan pada produk pangan seperti buah-buahan yang dipotong atau jus. Mekanisme kerja sulfit melibatkan perusakan struktur mikroorganisme serta penghambatan proses oksidasi, yang membantu memperpanjang umur simpan makanan dan mempertahankan kualitasnya.
2.3. Dosis Pengawet
Bahan pengawet pada makanan dan minuman berfungsi menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan sekaligus menjaga nutrisi makanan. Berikut ini Dosis pengawet yang digunakan dalam makanan dan minuman.
7
• PENGAWET SULFIT
Sebagai salah satu pengawet bahan tambahan pangan, sulfit dapat ditemukan dalam berbagai bentuk garam, seperti belerang dioksida, natrium sulfit, kalium sulfit, dan kalium bisulfit. Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ini telah diatur dalam Peraturan Kepala BPOM No. 36 tahun 2013 mengenai batas maksimum penggunaan BTP pengawet. Batasan Penggunaan Sulfit Acceptable Daily Intake (ADI)
− Sulfit memiliki ADI yang ditetapkan antara 0-0,7 mg/kg berat badan.
− Maksimum Penggunaan dalam Produk Pangan Bervariasi antara 15-500 mg/kg, dihitung sebagai residu SO2.
− Penggunaan sulfit sebagai bahan pengawet harus dibawah batas maksimum sebesar <40 mg/kg (PerKa BPOM, 2019). Penetapan batas maksimum dalam penggunaaan sulfit dikarenakan senyawa tersebut cenderung bersifat toksik dan karsinogenik yang merupakan stimulant kanker
• ASAM PROPIONAT (NATRIUM PROPIONAT ATAU KALSIUM PROPIONAT)
Sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang digunakan adalah 0,32 % atau 3,2 gram/kg bahan sedangkan untuk bahan dari keju, dosis maksimum sebesar 0,3% atau 3 gram/kg bahan.
• ASAM ASKORBAT
Asam askorbat (C6H8O6) adalah senyawa organik yang termasuk dalam keluarga Dosis yang umum digunakan berkisar antara 0,1% hingga 0,5%dari total berat produk. Ini sering diterapkan pada daging olahan, minuman, dan makanan kemasan sedangkan Minuman Dalam minuman, dosis asam askorbat dapat mencapai 0,05% hingga 0,2%. Asam askorbat merupakan suatu antioksidan yang juga termasuk bahan pengawet, karena mampu mencegah bau tengik.
• ANTIOKSIDAN BHA
Dosis yang umum digunakan dalam makanan berkisar antara 0,01% hingga 0,1% dari total berat produk penggunaan BHA. Hanya saja, batas yang dianjurkan hingga 0,002 persen dari keseluruhan kadar lemak yang ada dalam makanan tersebut.
8 2.4. Pengaruh Bahan Pengawet Terhadap Daya Tahan Produk Makanan &
Minuman
Pengawet sulfitt, bekerja dengan melepaskan gas sulfur dioksida yang berfungsi sebagai antimikroba dan antioksidan. Pengawet sulfit memperpanjang umur simpan makanan dan minuman dengan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan mencegah oksidasi, dengan masa efektivitas yang dapat berlangsung dari beberapa bulan hingga satu tahun, tergantung produk serta kondisi penyimpanannya. Biasanya, pengawet ini digunakan pada buah kering, minuman dari buah - buahan, dan makanan kemasan.
Antioksidan BHA (Butylated Hydroxyanisole) merupakan antioksidan yang mencegah oksidasi pada lemak dan minyak, menjaga rasa, warna, dan kesegaran produk seperti makanan panggang, sereal, dan camilan. Efektivitasnya berkisar dari beberapa bulan hingga satu tahun.
Asam askorbat digunakan untuk mencegah oksidasi dan mempertahankan warna, rasa, serta nilai gizi makanan. Penggunaannya membantu memperlambat pembusukan dan pertumbuhan mikroba, efektif selama beberapa minggu hingga beberapa bulan, dan sering dijumpai pada jus buah, makanan kaleng, serta daging olahan.
Asam propionat digunakan sebagai antijamur pada roti dan produk sejenis untuk mencegah pertumbuhan jamur dan ragi, serta bersifat antibakteri, dengan masa efektivitas yang biasanya berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan. Semua pengawet ini memiliki durasi efektivitas yang bervariasi tergantung pada formulasi produk dan cara penyimpanannya.
9 BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penggunaan bahan pengawet dalam industri pangan, baik alami maupun sintetik, sangat penting untuk memperpanjang masa simpan produk serta mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan oksidasi. Beberapa bahan pengawet seperti kalsium propionat dan sulfit efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba, namun penggunaannya harus sesuai dosis yang diatur oleh BPOM untuk menghindari dampak kesehatan. Mekanisme kerja pengawet ini termasuk penghambatan aktivitas enzim mikroba dan perlindungan produk dari oksidasi.
3.2 Saran
1. Industri pangan perlu terus mematuhi batas dosis bahan pengawet yang ditetapkan BPOM untuk menjaga keamanan konsumen.
2. Inovasi bahan pengawet alami harus ditingkatkan untuk memenuhi preferensi konsumen yang lebih memilih produk tanpa bahan kimia tambahan.
3. Edukasi tentang risiko penggunaan pengawet sintetik secara berlebihan penting bagi masyarakat, agar konsumen dapat lebih selektif dalam memilih produk.
10 DAFTAR PUSTAKA
Andriyani, A. (2019). Kajian Literatur pada Makanan dalam Perspektif Islam dan Kesehatan. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 15(2), 178-198.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2019). Peraturan Kepala BPOM No. 36 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet. Jakarta: BPOM.
Brown, M. H., & Booth, I. R. (2000). Preservation of Food by Low pH. Microbial Responses to pH, 175-207.
Davidson, P. M., & Taylor, T. M. (2007). Chemical Preservatives and Natural Antimicrobial Compounds. Food Microbiology: Fundamentals and Frontiers, 713-734.
Kusnadi, J. (2018). Pengawet Alami untuk Makanan. Universitas Brawijaya Press.
Adriani, A., & Zarwinda, I. (2019). Pendidikan untuk masyarakat tentang bahaya pewarna melalui publikasi hasil analisis kualitatif pewarna sintetis dalam saus.
Jurnal Serambi Ilmu, 20(2), 217-237.
Djazuli, R. A., Jumadi, R., & Febrianto, B. (2024). PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN.
Fifendy, M. (2017). Mikrobiologi. Kencana.
Soekarto, Soewarno T. (2021). Ilmu Pengawetan Pangan. Bogor. IPB Press.
Istiarini, Baiq. R. H., Rini. N., dan Sri. I. R. 2022. Kajian Kalsium Propionat Terhadap Mutu dan Daya Simpan Roti Manis SMK Negeri 1 Kuripan. LPPM Universitas Mataram, 4: 218-231.
Ni Luh. P. E. M., Syuhriatin, dan Dian. M. 2021. Uji Sulfit (Pengawet) pada Berbagai Merk Gula Pasir yang Beredar di Kota Mataram. Lombok Journal of Science (LJS), 3(1): 17-22.
Suprayitno, Eddy. 2022. Dasar Pengawetan. Malang: UB Press.
Sofos, J. N. (1989). Sorbates as Food Preservatives. CRC Press.
Normalia, A. 2014. Kombinasi Antioksidan Alami a-Tokoferol dengan Asam Askorbat dan Antioksidan Sintetis BHA dengan BHT dalam Menghambat Ketengikan Kelapa Gongseng Giling (U Neulheu) Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, 6(2): 33-38.
11 E. R. Purba, dan Martono. M. 2009. Kurkumin Sebagai Senyawa Antioksidan.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains, 4(3): 607-621.