• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Zakat Produktif di BAZNAS Ditinjau dari Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Pengelolaan Zakat Produktif di BAZNAS Ditinjau dari Hukum Islam"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Pengelolaan Zakat Produktif di BAZNAS Ditinjau dari Hukum Islam

Productive Zakat Management in Baznas Review From Islamic Law

Nur Sholikin

Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, UIN Raden Mas Said Surakarta nur.sholikin@staff.uinsaid.ac.id

Abstract : Zakat is one of the pillars of Islam that must be fulfilled by every Muslim who already has assets according to the nishab. Distribution of zakat by muzakki can be given directly to mustahik or through amil. The distribution of zakat in Baznas can be categorized into two forms, namely the distribution of zakat consumptively and productively. The purpose of this research is to find out how the management of productive zakat in Baznas will be reviewed from Islamic law/ownership theory. This research is a field research and to achieve this goal the author uses a descriptive qualitative approach. In this study, primary data was obtained from interviews with Baznas managers and the assistant team from Baznas. Secondary data is obtained from books, journals and related laws and regulations. The results of the study indicate that the management of zakat in Baznas is in accordance with Islamic law/ownership theory in which the management of zakat funds in Baznas has been distributed to those who are entitled to receive it, namely mustahik who are included in the 8 (eight) ashnaf category.

Keywords: Baznas, Productive Zakat, Ownership Theory.

Abstrak: Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang telah memiliki harta sesuai nishab. Penyaluran zakat oleh muzakki dapat diberikan secara langsung kepada mustahik atau melalui amil. Penyaluran zakat di Baznas dapat dikategorikan menjadi dua bentuk yaitu penyaluran zakat secara konsumtif dan secara produktif. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui bagaimana pengelolaan zakat produktif di Baznas yang akan ditinjau dari hukum Islam/teori kepemilikan. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dan untuk mencapai tujuan tersebut penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dari wawancara kepada pengelola Baznas dan tim pendamping dari Baznas. Data sekunder diperoleh dari buku-buku, jurnal dan peraturan perundang-undangan yang terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan zakat di Baznas telah sesuai dengan hukum Islam/

teori kepemilikan yang mana pengelolaan dana zakat di Baznas telah disalurkan kepada yang berhak menerima yaitu mustahik yang termasuk dalam kategori 8 (delapan) ashnaf.

Kata Kunci: Baznas, Zakat Produktif, Teori Kepemilikan.

Manuscript received 05 Februari 2022, processed 05 April 2022, published 30 Juni 2022

(2)

32 Pengelolaan Zakat Produktif di BAZNAS….

PENDAHULUAN

Baznas merupakan badan resmi satu- satunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional.

Baznas merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Agama (BAZNAS, 2019).

Dana yang dikelola oleh Baznas dapat disalurkan dalam bentuk pendistribusian (konsumtif) dan pendayagunaan (produktif).

Baznas memiliki bidang-bidang penyaluran dana ZIS dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya tersendiri dan sesuai fungsinya masing-masing, yaitu bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, kemanusiaan serta bidang dakwah dan advokasi.

Adapun pola implementasi zakat di Baznas dalam bidang ekonomi meliputi 1) Sekolah Kewirausahaan (program pendidikan kewirausahaan yang diberikan kepada calon pengusaha dari kalangan masyarakat miskin), 2) Program Pemberdayaan Dhuafa Pengusaha (program untuk membina dan mempercepat keberhasilan pengembangan dari usaha mikro milik dhuafa melalui rangkaian pembinaan pada elemen usaha agar menjadi profitable, memiliki pengelolaan organisasi, modal, produksi, keuangan yang benar, dan menjadi tempat usaha yang sustainable, hingga akhirnya mandiri dan memiliki dampak positif bagi masyarakat pada umumnya), 3) Program Pengembangan Pertanian dan Peternakan (pusat pemberdayaan dan pengembangan yang tepat untuk petani dan peternak untuk dhuafa).

Adapun proses penyaluran harta ZIS tersebut dapat dilakukan secara konsumtif dan secara produktif.

Penyaluran ZIS secara konsumtif yaitu zakat dibagikan kepada mustahik secara langsung untuk kebutuhan konsumsi sehari-

hari. Pola ini merupakan program jangka pendek dalam mengatasi permasalahan umat, misalnya seperti pembagian zakat fitrah berupa beras atau uang kepada fakir miskin setiap Idul Fitri atau pembagian zakat maal secara langsung oleh para muzakki kepada mustahik yang sangat membutuhkan karena ketiadaan pangan atau mengalami musibah (Hamka, 2012: 66).

Adapun penyaluran ZIS secara produktif adalah penyaluran zakat yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok masyarakat untuk digunakan sebagai modal kerja (Raharjo, 1999:

45). Kata produktif dalam hal ini merupakan kata sifat dari kata produksi. Kata ini akan jelas maknanya apabila digabung dengan kata yang disifatinya. Dalam hal ini kata yang disifati adalah kata zakat sehingga zakat produktif berarti pemberian zakat yang dapat membuat para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus dengan harta zakat yang telah diterimanya, untuk dikembangkan guna memenuhi kebutuhan hidup mereka di masa yang akan datang (Asnaini, 2008: 64).

Jika dikaji dalam hukum Islam, unsur harta (benda dan manfaat), kepemilikan harta dapat dibagi menjadi dua yaitu milk al-Tam (pemilikan sempurna) yaitu pemilikan terhadap benda sekaligus manfaatnya. Kedua, milk al- Naqish (pemilikan tidak sempurna), yakni pemilikan atas salah satu unsur harta saja. Milk al-Naqish ini ada dua bentuk yaitu pemilikan atas manfaat tanpa memiliki bendanya dan pemilikan atas benda tanpa disertai pemilikan atas manfaatnya (Ghufron A. Mas’adi, 2002:

53).

Dalam konsep harta zakat, milik sempurna harta zakat ada pada mustahik.

Harta yang telah diserahkan oleh muzakki secara langsung berubah kepemilikannya menjadi milik mustahik. Jadi peran Baznas disini adalah sebagai Amil (orang/lembaga) yang berperan dalam pengumpulan dan penyaluran zakat.

(3)

Online Access: http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/zawa 33 Sebelum mengkaji lebih dalam pada

bagian pendahuluan ini peneliti mengemukakan literatur yang mendukung penelitian ini, diantaranya Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Yoghi Citra Pratama judul Peran Zakat Dalam Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus : Program Zakat Produktif Pada Badan Amil Zakat Nasional).

Penelitian ini termuat dalam The Jurnal of Tauhidinomics Vol. 1 No. 1 (2015) halaman 93-104. Penelitian ini membahas tentang karakteristik mustahik yang mengikuti program zakat produktif yang dilakukan oleh Baznas dan efektivitas zakat dalam pemberdayaan kewirausahaan masyarakat miskin.

Pada analisis dan pembahasan, peneliti menganalisis karakteristik responden dengan memilah pada latar belakang demografi yang berbeda seperti gender, usia, tingkat pendidikan, terakhir, pengalaman berusaha, dan lainnya. Hasil yang ditemukan berupa keanekaragaman tersebut, ternyata juga mempengaruhi jenis usaha yang dijalankan oleh mustahik Baznas. Setelah menganalisa dan membahas Yoghi Citra Pratama penulis menyimpulkan penelitiannya bahwa karakteristik mustahik yang memperoleh zakat produktif dari Baznas didominasi dari gender perempuan yang mencapai 92,5%. Untuk karakteristik latarbelakang pendidikan mustahik didominasi SMA. Secara keseluruhan mustahik menilai bahwa program zakat produktif sudah berjalan dengan baik, hal ini dinyatakan oleh oleh 45% responden yang terlibat dalam penelitian dan cukup baik dinilai 55% dari total responden.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah penulis mengkaji bagaimana pengelolaan zakat produktif di Baznas, bagaimana pengelolaan zakat produktif di Baznas ditinjau dari hukum Islam.

Kedua, Penelitian oleh Misbah MRD dengan judul Pengelolaan Zakat Produktif Ditinjau dari Hukum Islam (Studi Kasus

Kantor Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Mandailing Natal (Madina)). Dalam penelitian ini diketahui bahwa pengeloaan zakat produktif di Baznas Mandailing Natal, bila dilihat dari perspektif Yusuf Qardawi, Putusan fatwa MUI, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, Baznas tidak melanggar pengelolaan zakat produktif. Hanya saja, Baznas terlalu sempit dalam menentukan mustahik zakat produktif, mereka hanya memilih miskin saja, seharusnya fakir dan mahasiswa juga dikategorikan dalam penerimaan zakat produktif tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah penulis mengkaji bagaimana pengelolaan zakat produktif di Baznas ditinjau dari hukum Islam.

Ketiga, penelitian oleh Abirotun Najla dengan judul Pengaruh Pemberian Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Umat (Studi Kasus di Baitul Maal Muamalat Yogyakarta). Inti penelitian adalah untuk mengetahui apakah pendapatan yang diperoleh mustahik setelah diberi bantuan tambahan modal dari harta zakat oleh baitul maal Muamalat Yoyakarta, apakah pendapatannya bertambah sehingga bisa mencukupi kebutuhannya atau tidak. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah berbeda dalam hal metode, objek dan sasaran penelitian. Penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini penulis mengkaji bagaimana pengelolaan zakat produktif di Baznas ditinjau dari hukum Islam

Keempat, penelitian Mila Sartika dengan judul Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahik pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta.

Penelitian ini termuat dalam La Riba Jurnal Ekonomi Islam Vol. II, No. 1, Juli 2008. Inti penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara jumlah dana yang disalurkan terhadap pendapatan mustahik. Hal ini berarti bahwa jumlah dana (zakat) yang disalurkan benar-benar mempengaruhi pendapatan mustahik, dengan kata lain semakin tinggi dana

(4)

34 Pengelolaan Zakat Produktif di BAZNAS….

yang disalurkan maka akan semakin tinggi pula pendapatan mustahik. Berdasarkan hasil analisis data dengan bantuan program Windows SPSS 11,5 dari variable jumlah dana (zakat) yang disalurkan dan variabel pendapatan mustahik ditemukan besarnya pengaruh variable jumlah dana (zakat) yang disalurkan terhadap pendapatan mustahik sebesar 10,2% yang berarti sebesar 89,8% dari pendapatan mustahik dipengaruhi oleh faktor lain. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah perbedaan dalam mengolah data, perbedaan tempat dan obek penelitian. Penulis melakukan penelitian dengan pendekaan kualitatif.

Walaupun terdapat kesamaan terkait pengaruh pemberian jumlah modal terhadap keberhasilan usaha mustahik namun esensi dari penelitian adalah berbeda. Dalam penelitian ini penulis mengkaji bagaimana pengelolaan zakat produktif di Baznas ditinjau dari hukum Islam.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dan untuk mencapai tujuan tersebut penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dari wawancara kepada pengelola Baznas dan tim pendamping dari Baznas. Data sekunder diperoleh dari buku- buku, jurnal dan peraturan perundang- undangan yang terkait.

H A S I L P E N E L I T I A N D A N P E M B A H A S A N

Pengelolaan Zakat di Baznas

Pelaksanaan pendistribusian dan pendayagunaan zakat telah diatur secara umum dalam Peraturan Baznas Nomor 3 Tahun 2018 tentang pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Pendistribusian merupakan penyaluran zakat kepada mustahik dalam bentuk

konsumtif, bersifat jangka pendek, dan untuk memenuhi kebutuhan mendesak mustahik.

Sedangkan pendayagunaan merupakan bentuk pemanfaatan zakat secara optimal tanpa mengurangi nilai dan kegunaannya dalam bentuk usaha produktif, sehingga berdayaguna untuk mencapai kemaslahatan umum.

Dalam penyaluran zakat, Baznas membuat tahapan-tahapan agar penyaluran zakat tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 j.o Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Yang dimulai dengan tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pelaporan dan peranggungjawaban serta tahap monitoring dan evaluasi.

Tahap Perencanaan

Perencanaan adalah proses memutuskan tujuan-tujuan apa yang akan dikejar selama suatu jangka waktu yang akan datang dan apa yang dilakukan agar tujuan-tujuan itu tercapai.

Tahapan perencanaan penyaluran zakat di Baznas meliputi rencana kerja yang dilakukan dengan cara melakukan analisis sosial permasalahan dan kebutuhan mustahik, menyusun perencanaan program, rencana kerja tahunan penyaluran zakat, menyusun rencana pencapaian indikator kinerja kunci penyaluran zakat, menyusun rencana kerja penyaluran zakat. Perencanaan pendistribusian dituangkan dalam dokumen perencanaan penditribusian zakat pada pengelola zakat. Perencanaan kerja pendayagunaan dilakukan dengan cara melakukan analisis sosial, melakukan analisis tujuan, melakukan analisis pemangku kepentingan, melakukan analisis strategi, menyusun matriks perencanaan program, menyusun matriks perencanaan kerja, menyusun rencana penyampaian indikator kinerja kunci pendayagunaan zakat, dan menyusun rencana kegiatan penyaluran zakat.

Badan pelaksana mempunyai tugas menyelenggarakan pengumpulan,

(5)

Online Access: http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/zawa 35 pendistribusian dan pendayagunaan zakat

sesuai dengan ketentuan agama dan tugas lain berkenaan dengan pengelolaan zakat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Pendistribusian dana zakat dilaksanakan berdasarkan program kerja pengurus Baznas dengan tanpa menyalahi ketentuan yang telah ditetapkan agama. Adapun peruntukannya untuk Fakir, Miskin, Amil Zakat, Mualaf, Riqab, Gharimin, Sabilillah, Ibnu Sabil.

Setelah diketahui kriteria mustahik yang berhak menerima zakat, Baznas akan menyalurkan zakat kepada mustahik yang telah lolos verifikasi. Adapun penyaluran zakat kepada mustahik dilaksanakan setelah Baznas melakukan penilaian terhadap kondisi mustahik, kemudian Baznas akan menentukan jenis pemberian bantuan kepada mustahik yang dituangkan dalam dokumen Persetujuan Penyaluran. Dalam penilaian terhadap kondisi mustahik, Baznas membagi menjadi dua kategori, yaitu penilaian kondisi dalam pendistribusian zakat dan penilaian kondisi dalam pendayagunaan zakat

Penilaian kondisi dalam pendistribusian zakat meliputi kegiatan: pertama, verifikasi mustahik dan identifikasi kebutuhan mustahik (verifikasi mustahik paling sedikit memuat:

verifikasi terhadap kelengkapan berkas administrasi dan verifikasi terhadap kondisi faktual), kedua, identifikasi kebutuhan mustahik paling sedikit memuat identifikasi terhadap kemampuan penghasilan, identifikasi terhadap tanggungan beban dan identifikasi terhadap permasalahan spesifik yang dihadapi.

Penilaian kondisi dalam pendayagunaan zakat meliputi kegiatan verifikasi mustahik (paling sedikit memuat verifikasi terhadap kelengkapan berkas administrasi dan verifikasi terhadap kondisi faktual) serta identifikasi kebutuhan mustahik (paling sedikit memuat identifikasi terhadap kemampuan penghasilan, identifikasi terhadap tanggungan dan beban dan identifikasi terhadap permasalahan spesifik yang dihadapi). Adapun penilaian kondisi

sosial dan ekonomi masyarakat paling sedikit memuat analisis potensi sumber daya lokal dan analisis ketersediaan institusi kelembagaan ekonomi lokal dan struktur pasar.

Kegiatan penilaian kondisi dan pendistribusian zakat dilaporkan dalam 1 (satu) dokumen yang memuat paling sedikit: Analisis, Penetapan mustahik, Rekomendasi kegiatan pengembangan kapasitas, Rekomendasi pemberian asset, Rekomendasi kegiatan pendampingan. Rekomendasi jenis bantuan sebagaimana dimaksud diatas dapat berupa kegiatan pengembangan kapasitas, Pemberian asset dan/atau kegiatan pendampingan.

Seluruh kegiatan penilaian kondisi dalam pendayagunaan zakat dicatat dan diakui sebagai bentuk penyaluran tidak langsung.

Setelah Baznas mengetahui kondisi mustahik, maka Baznas akan menetapkan jenis pemberian bantuan. Dalam pemberian bantuan ini Baznas membagi menjadi dua kategori, yaitu penetapan jenis bantuan dalam pendistribusian zakat dan penetapan jenis bantuan dalam pendayagunaan zakat. Jenis bantuan kepada mustahik dalam pendistribusian zakat diberikan dalam bentuk pemberian bantuan uang (pemberian bantuan dalam bentuk uang dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan mustahik). Jenis pemberian bantuan barang dilakukan dengan cara diberikan atau dialihkan secara langsung kepada mustahik sebagai bantuan penyaluran langsung dan dikelola oleh Baznas untuk kepentingan mustahik sebagai bantuan tidak langsung.

Jenis bantuan kepada mustahik dalam pendayagunaan zakat, Baznas memberikan bantuan dalam bentuk kegiatan pengembangan kapasitas, pemberian bantuan asset, dan/atau kegiatan pendampingan mustahik.

Pengembangan kapasitas mustahik ini dapat dilaksanakan dalam berbagai kegiatan pendidikan pemahaman Islam, pendidikan dan pelatihan kewirausahaan, pendidikan dan pelatihan keterampilan kerja/usaha, pelatihan

(6)

36 Pengelolaan Zakat Produktif di BAZNAS….

kepemimpinan serta pelatihan perilaku hidup sehat dan aman. Seluruh kegiatan pengembangan kapasitas diakui dan dicatat sebagai bentuk penyaluran tidak langsung.

Adapun Pemberian bantuan berupa uang/asset (barang) konsepnya langsung diterima oleh mustahik yang peruntukannya meliputi asset barang bersama yang manfatnya untuk mustahik dan pelayanan jasa yang manfaatnya untuk mustahik.

Tahap Pelaporan dan pertanggung- jawaban.

Pada tahap ini, Baznas melakukan pelaporan dan pertanggungjawaban terhadap realisasi kegiatan serta penggunaan dana pendistribusian dan pendayagunaan zakat.

Pelaporan dan pertanggungjawaban penyaluran zakat dilakukan secara periodik paling sedikit satu kali dalam 6 (enam) bulan atau sesuai dengan kebutuhan. Pelaporan dan pendayagunaan zakat diatur lebih rinci dalam petunjuk teknis yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Direktur yang membidangi fungsi Pendistribusian dan Pendayagunaan.

Pengelola zakat wajib membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat setiap 6 (enam) bulan dan akhir tahun. Laporan pelaksanaan pengelolaan zakat sebagaimana dimaksud terdiri atas: a).

laporan keuangan, b). laporan kinerja, c).

laporan pelaksanaan pengelolaan zakat nasional. Laporan keuangan disusun sesuai dengan format standar akuntansi keuangan (Pasal 2 Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pelaporan Pelaksanaan Pengelolaan Zakat.).

Laporan 6 (enam) bulan pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Baznas terdiri atas laporan keuangan, laporan kinerja, laporan pengelolaan zakat nasional. Baznas menyampaikan laporan 6 (enam) bulan pengelolaan zakat kepada Menteri Agama dan waktu paling lambat 15 Agustus tahun berjalan

(Pasal 5 Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pelaporan Pelaksanaan Pengelolaan Zakat.). Laporan akhir tahun pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Baznas terdiri atas laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik, laporan kinerja dan laporan pengelolaan zakat nasional.

Dalam hal pengelola zakat tidak dapat menyampaikan laporan keuangan akhir tahun yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik, pengelola zakat dapat menyampaikan laporan keuangan yang belum diaudit dengan melampirkan surat keterangan ketidakmampuan untuk dilakukan audit.

Pengelola zakat yang tidak menyampaikan laporan keuangan akhir tahun sebagaimana dimaksud diatas, dikenakan sanksi administratif (Pasal 7 Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pelaporan Pelaksanaan Pengelolaan Zakat).

Baznas menyampaikan laporan akhir tahun pelaksanaan pengelolaan zakat sebagaimana dimaksud diatas kepada Menteri Agama dalam waktu paling lambat 15 Maret tahun berikutnya (Pasal 8 Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pelaporan Pelaksanaan Pengelolaan Zakat)).

Tahap Monitoring dan Evaluasi

Pada tahap ini, Baznas melakukan monitoring dan evaluasi terhadap realisasi kegiatan serta penggunaan dana Pendistribusian dan Pendayagunaan.

Monitoring dan evaluasi dilakukan secara periodik oleh direktorat yang membidangi fungsi pendistribusian dan pendayagunaan.

Kegiatan monitoring dan evaluasi program pendistribusian dan pendayagunaan memuat informasi tentang latar belakang dan landasan kegiatan monitoring dan evaluasi, calon penerima manfaat dan kategori asnaf mustahik, kerangka waktu dan desain kegiatan monitoring dan evaluasi dan besaran nilai dan

(7)

Online Access: http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/zawa 37 rencana anggaran kegiatan monitoring dan

evaluasi. Laporan kegiatan monitoring dan evaluasi memuat informasi terkait deskripsi penyelesaian kegiatan penyaluran, deskripsi pencapaian output penyaluran, deskripsi pencapaian outcome penyaluran.

Pelaksanaan Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat dapat dilakukan oleh lembaga program. Lembaga program adalah lembaga yang ditetapkan oleh Ketua Baznas dan berada dibawah koordinasi Direktorat Pendistribusian dan Pendayagunaan Baznas, serta bertugas untuk melakukan pendistribusian dan pendayagunaan ZIS dan DSKL kepada masyarakat yang tergolong mustahik sesuai dengan mandat pendirinya.

Lembaga Program dipimpin oleh Kepala Lembaga Program. Kepala Lembaga Program diangkat dan diberhentikan atas dasar Surat Keputusan Ketua Baznas. Kepala Lembaga Program merupakan seseorang yang memiliki keahlian atau kepakaran khusus sesuai dengan mandat pembentukan lembaga program.

Kepala Lembaga Program bertanggungjawab kepada Ketua Baznas melalui direktur yang membidangi pendistribusian dan pendayagunaan. Pengelolaan lembaga program diatur dalam Keputusan Direktur yang menjalankan fungsi pendistribusian dan pendayagunaan.

Pengelolaan Zakat Produktif di BAZNAS Ditinjau dari Hukum Islam

Zakat merupakan kewajiban agama Islam yang pelaksanaannya terkait dengan fenomena sosial, ekonomi dan politik umat Islam. Ijtihad Utsman bin Affan menyatakan bahwa harta yang dizakatkan adalah harta yang terlihat dan harta yang tidak terlihat. Hanya harta terlihat yang zakatnya wajib diserahkan kepada Negara (Faisal, 2011: 249).

Ulama dan ahli hukum pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah menyatakan membolehkan pengumpulan zakat oleh

penguasa dengan syarat penguasa tersebut bersifat adil. Praktek pengumpulan dan pengelolaan zakat dianggap kurang baik karena adanya penggabungan administrasi keuangan negara dan perpajakan serta pendapatan negara lainnya (Faisal, 2011: 249). Mundurnya kekuasaan politik penguasa Islam (Abad 11-12) membuat pengumpulan zakat menurun dan terjadi pergeseran pengelolaan (distribusi) zakat dari penguasa beralih ke masyarakat (Faisal, 2011: 250).

Pasca kolonialisme banyak negara muslim yang telah merdeka mewajibkan warga negaranya untuk mengeluarkan zakat dalam rangka mengentaskan kemiskinan. Ada beberapa negara Islam yang menerapkan pengaturan pembayaran zakat yang sudah mempunyai regulasi dan tata kelola zakat yaitu diantaranya Sudan, Pakistan, Saudi Arabia, Yordania. Adapun regulasi dan tata kelola zakat di negara yang tidak mewajibkan zakat meliputi negara Bangladesh, Kuwait, Mesir, dan Malaysia (Indonesia, 2016: 214).

Adapun sejarah pergerakan zakat di Indonesia dimulai sejak masuknya Islam di Indonesia. Pada masa-masa kerajaan Islam, zakat telah dilaksanakan, baik secara sukarela ataupun diwajibkan. Di beberapa kerajaan, seperti kerajaan Islam Aceh dan Kerajaan Banjar, zakat telah dikelola oleh kerajaan layaknya pajak (Indonesia, 2016: 215).

Pada masa penjajahan, pemerintah Hindia Belanda melemahkan sumber keuangan dan dana perjuangan rakyat dengan cara melarang semua pegawai pemerintah dan priyayi pribumi mengeluarkan harta zakat mereka. Namun pada awal abad 20, diterbitkan peraturan yang tercantum dalam Ordonantie Pemerintah Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal 28 Februari 1905. Dalam peraturan ini, Pemerintah Hindia Belanda tidak lagi mencampuri urusan pengelolaan zakat, dan sepenuhnya pengelolaan zakat diserahkan kepada umat Islam (Indonesia, 2016: 215).

(8)

38 Pengelolaan Zakat Produktif di BAZNAS….

Perhatian pemerintah terhadap organisasi pengelola zakat mulai meningkat sekitar tahun 1968. Saat itu diterbitkanlah Peraturan Menteri Agama Nomor 4 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan Nomor 5/1968 tentang pembentukan Baitul Maal (Balai Harta Kekayaan) di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kotamadya. Pada periode Orde Baru (1967-1998) pengembangan zakat dilaksanakan atas anjuran Presiden yang diutarakan dalam pidatonya saat memperingati Isra’ Mi’raj di Istana Negara, 22 Oktober 1968. Setelah itu, dibentuklah Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqoh (BAZIS) di berbagai provinsi.

Baru pada tahun 1999 diterbitkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Kemudian dikeluarkan pula keputusan Menteri Agama Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 (Indonesia, 2016: 216). Secara garis besar, Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 memuat aturan tentang pengelolaan dana zakat yang terorganisir dengan baik, transparan, profesional, serta dilakukan oleh amil resmi yang ditunjuk oleh pemerintah. Undang- undang ini juga mengatur beberapa hal pokok, yaitu tujuan utama pengelolaan, bentuk organisasi pengelolaan zakat, pengumpulan dan pendistribusian zakat, pengawasan dan kelalaian pengelolaan (UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat).

Untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan zakat ini, maka dikeluarkan UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang sempat diamandemen. UU ini memiliki beberapa perbaikan dan perubahan yaitu a).

Koreksi terhadap pengertian dan definisi, misalnya cakupan mustahik, b) Arah adanya sentralisasi pengelolaan zakat, dimana pemerintah berperan sebagai regulator dan pengelola (Baznas dan amil swasta) difungsikan sebagai kepanjangan tangan baznas, c) Adanya larangan dan sanksi

individual atau pihak yang tidak berizin untuk mengelola zakat, d). Tata kelola zakat yang lebih detail (UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat).

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang hukumnya wajib berdasarkan Al-Qur’an, ijma atau kesepakatan umat-umat Islam.

Menurut Ayub (Ayyub, 2000: 502) didalam al- Qur’an zakat disebut-sebut secara langsung setelah shalat dalam 82 (delapan puluh dua) ayat. Namun menurut Yusuf Qardhawi, kata zakat dalam Al-Qur’an dalam bentuk ma’rifah disebut 30 (tiga puluh) kali, diantara dua puluh tujuh kali disebutkan dalam satu ayat bersama shalat, dan hanya satu kali disebutkan dalam konteks yang sama dengan shalat tetapi tidak di dalam satu ayat, yaitu Al-Qur’an surat Al- Mu’minun ayat 2 yang mempunyai arti orang- orang yang khusyu’dalam bershalat (Qardhawi, 1986: 39).

Di dalam rukun Islam, zakat menempati peringkat ketiga yaitu setelah membaca dua kalimat syahadat dan shalat, seperti pada surat Al-Muzamil ayat 20 :

ۚ◌

ْاﻮُﻤﻴِﻗَأَو ٰﻮَﻠﱠﺼﻟ ٱ َة ْاﻮُﺗاَءَو ٰﻮَﻛﱠﺰﻟ ٱ َة ۡﻗَأَو ْاﻮُﺿ ِﺮ َﱠ ٱ ۡﺮَـﻗ ﺎًﺿ

ﻦَﺴَﺣ ۚا ٗ◌

ﺎَﻣَو ْاﻮُﻣِّﺪَﻘُـﺗ ﻢُﻜِﺴُﻔﻧَِﻷ ۡﻦِّﻣ

ۡﲑَﺧ ٖ◌

ُﻩوُﺪَِﲡ َﺪﻨِﻋ

ِﱠ ٱ َﻮُﻫ ۡﲑَﺧ ا ٗ◌

ۡﻋَأَو َﻢَﻈ ۡﺟَأ ﺮ ۚا ٗ◌

َوٱ ۡﻐَـﺘ ۡﺳ ْاوُﺮِﻔ َۖﱠ ٱ ﱠنِإ َﱠ ٱ

رﻮُﻔَﻏ ٞ◌

ُۢﻢﻴِﺣﱠر

Artinya: “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat, dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjamanyang baik. Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah maha pengampun, maha penyayang”

Selanjutnya dalam surat Al-Bayyinah ayat 5:

ٓﺎَﻣَو ٓوُﺮِﻣُأ ْا ﱠﻻِإ ۡﻌَـﻴِﻟ ْاوُﺪُﺒ َﱠ ٱ َﲔِﺼِﻠ ُۡﳐ ُﻪَﻟ َﻦﻳِّﺪﻟ ٱ ٓﺎَﻔَـﻨُﺣ َء

ْاﻮُﻤﻴِﻘُﻳَو ٰﻮَﻠﱠﺼﻟ ٱ

ۡﺆُـﻳَو َة ْاﻮُﺗ ٰﻮَﻛﱠﺰﻟ ٱ

ۚ َة َٰذَو َﻚِﻟ ُﻦﻳِد

ۡ ٱ

ِﺔَﻤِّﻴَﻘ ﻟ

(9)

Online Access: http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/zawa 39 Artinya: “Padahal mereka hanya diperintah

menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata kerena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan demikian itulah agama yang lurus (benar)”.

Serta dalam hadis Nabi yang bersumber dari Abdullah bin Umar ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:

ِﻦَﻋ ِﻦْﺑا َﺮَﻤُﻋ َﻲِﺿَر ُﷲ ﺎَﻤُﻬْـﻨَﻋ َلﺎَﻗ َلﺎَﻗ : ُلﻮُﺳَر ﷲ

ﷺ: ُﷲ ﱠﻻِإ َﻪَﻟِإ ﻻ ْنَأ ِةَدﺎَﻬَﺷ : ٍﺲَْﲬ ﻰَﻠَﻋ ُم َﻼْﺳِﻹا َِﲏُﺑ ﱠنَأَو اًﺪﱠﻤَُﳏ ُلﻮُﺳَر ِﷲ ، ِمﺎَﻗِإَو َﻼﱠﺼﻟا ِة ِءﺎَﺘﻳِإَو ، ِةﺎَﻛﱠﺰﻟا ،

ِّﺞَْﳊاَو ، ِمْﻮَﺻَو َنﺎَﻀَﻣَر

Artinya: “Dari Abdullah bin Umar ia berkata:

Rasulullah bersabda: Islam didirikan atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba sekaligus rasul utusannya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, pergi haji ke baitullah, dan puasa ramadhan” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Syaikh Hasan Al-Ayyub menyebutkan bahwa seluruh umat Islam sepakat bahwa zakat itu hukumnya wajib, dan kewajiban zakat sudah diketahui dari agama secara pasti bagi orang-orang yang hidup ditengah-tengah kaum muslimin dan dimasyarakat yang Islami (Ayyub, 2000: 503).

QS At-Taubah 103 berbunyi,

ۡ ﺬُﺧ ۡﻦِﻣ ۡﻣَأ َٰﻮ ۡﻢِِﳍ ﺔَﻗَﺪَﺻ ٗ◌

ۡﻢُﻫُﺮِّﻬَﻄُﺗ ُـﺗَو

ﻢِﻬﻴِّﻛَﺰ ﺎَِe ِّﻞَﺻَو

ۡﻴَﻠَﻋ ۖۡﻢِﻬ ﱠنِإ ٰﻮَﻠَﺻ َﻚَﺗ ﻦَﻜَﺳ ٞ◌

ۗۡﻢُﱠﳍ َوٱ ُﱠ ٌﻊﻴَِﲰ ٌﻢﻴِﻠَﻋ

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka, sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”

Di dalam Al-Qur’an secara tegas telah dinyatakan bahwa Allah adalah pemilik mutlak segala sesuatu di dunia ini. Manusia diciptakan

sebagai khalifah di muka bumi. Allah menciptakan segala sesuatu itu untuk diserahgunakan kepada manusia sebagai sarana menjalankan perannya sebagai khalifah untuk memakmmurkan bumi. Melalui sebab-sebab tertentu yang ditetapkan Allah sebagaimana yang telah dijelaskan dimuka bumi, setiap manusia diizinkan untuk memiliki dan menikmati kekayaan yang berada dalam penguasaannya, mengembangkan atau memindahtangankan kepada orang lain baik jalan transaksi ekonomi maupun tidak (Fuad, 2017: 33).

Kepemilikan adalah hukum syara’ yang berlaku pada (fisik barang) atau hanya manfaat saja. Izin Allah SWT kepada seseorang untuk memiliki harta kekayaan juga berarti memberi hak kepada pemiliknya untuk memanfaatkan dan mengelolanya sesuai dengan keinginannya selama memenuhi ketentuan-ketentuan syariah. Meski status kepemilikan harta ada pada seseorang, ketentuan syariah tetap mengikuti orang tersebut dalam memanfaatkan harta itu serta memberikan implikasi hukum atas pelanggaran yang dilakukan. Untuk mencegah pelanggaran yang pasti akan menimbulkan dampak buruk terhadap yang bersangkutan dan mungkin juga orang lain, negara akan mengawasi pelaksanaan pemanfaatan harta oleh warga negara (Yunus, 2012: 147).

Adapun Hak milik terbagi menjadi dua bagian yaitu hak milik yang sempurna (Al-Milk At-Tam) dan hak milik yang tidak sempurna (Al-Milk An-Naqish). Hak milik yang sempurna (Al-Milk At-Tam) Menurut Wahbah Zuhaili adalah hak mutlak terhadap zat suatu (bendanya) dan manfaatnya bersama-sama, sehingga dengan demikian semua hak-hak yang diakui oleh syara’ tetap ada ditangan pemilik (Zuhaili, 1989: 58).

Menurut Muhammad Abu Zahrah definisi hak milik sempurna adalah suatu hak milik yang mengenai zat barang dan manfaatnya. Dari definisi tersebut dapat

(10)

40 Pengelolaan Zakat Produktif di BAZNAS….

dipahami bahwa hak milik yang sempurna merupakan hak penuh yang memberikan kesempatan dan kewenangan kepada si pemilik untuk melakukan berbagai jenis tasharuf yang dibenarkan syara’. Berikut ini beberapa keistimewaan dari hak milik yang sempurna:

1. Milik yang sempurna memberikan hak kepada si pemilik untuk melakukan tasharruf terhadap barang dan manfaatnya dengan berbagai macam cara yang dibenarkan oleh syara’, seperti jual beli, ijarah, hiddah dan sebagainya yang tidak dilarang oleh syara’.

2. Milik yang sempurna memberikan hak penuh atas manfaat dari zat (bendanya) tanpa dibatasi dengan aspek pemanfaatannya, masanya, kondisinya dan tempatnya.

3. Milik yang sempurna tidak dibatasi dengan masa, waktu dan tempatnya, tanpa ada syarat tertentu.

4. Orang yang menjadi pemilik dan hak milik yang sempurna apabila merusakkan atau menghilangkan barang miliknya ia tidak dibebani dengan ganti rugi (Zuhaili, 1989:

59).

Sedangkan Hak milik yang tidak sempurna (Al-Milk An-Naqish) Menurut Wahbah Zuhaili, adalah memiliki bendanya saja, atau manfaatnya saja (Zuhaili, 1989: 59).

Sedangkan Muhammad Yusuf Musa hak milik naqish (tidak sempurna) adalah memiliki manfaatnya saja, karena barangnya milik orang lain, atau memiliki barangnya tanpa manfaatnya (memiliki salah satunya saja).

Dalam konsep pendistribusian zakat, para ulama memiliki beberapa konsep terkait penyaluran dan pendistribusian zakat. Menurut Imam Ghazali, para ulama yang berpendapat bahwa orang miskin hendaknya diberi bagian zakat yang dapat dipakai untuk membeli tanah yang hasilnya cukup untuk seumur hidup adalah lebih dekat kepada kebenaran (al- Ghazali, t.th: 207).

Pengikut Imam Nawawi mengatakan bahwa kepada orang yang memiliki keterampilan, hendaknya diberi modal untuk menjalankan suatu pekerjaan, boleh seharga alat-alat yang dibutuhkan dan boleh pula lebih.

Besar bantuan yang diberikan disesuaikan dengan keperluan agar dari usahanya diperoleh keuntungan. Tentu bantuan yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan tempat, waktu dan jenis usaha dan sifat perorangan (Qardawi, 1991: 567).

Yusuf al-Qardhawi menyatakan negara Islam boleh membangun pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan dan sebagainya, kemudian dijadikan milik orang miskin seluruhnya atau sebagiannya. Dengan demikian, usaha yang dimiliki dapat menghasilkan keuntungan dan dapat membiayai seluruh kebutuhan mereka. Akan tetapi jangan diberi hak menjual atau memindahkan hak miliknya kepada orang lain, sehingga menyerupai harta wakaf bagi mereka (Qardawi, 1991: 567).

Menurut M. Amin Azis, pendayagunaan harta zakat dan infak hendaknya diprogramkan untuk mengentaskan kemiskinan dan kefakiran, yaitu dengan menyediakan lapangan pekerjaan dan usaha bagi fakir miskin, santunan bagi yatim piatu, beasiswa bagi pelajar yang kurang mampu, membantu pengusaha lemah, membebaskan umat (pengusaha kecil dan petani) dari cengkraman ijon dan laba, juga bagi kesehatan masyarakat, kebersihan lingkungan untuk kegiatan dakwah Islam (Azis, 2000: 160).

Dalam pasal 28 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dinyatakan bahwa persyaratan pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan apabila kebutuhan dasar secara ekonomi terhadap para mustahik delapan kelompok sudah terpenuhi dan kelebihan zakat dari pemenuhan kebutuhan dasar para mustahik itulah kemudian dapat

(11)

Online Access: http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/zawa 41 digunakan untuk pendayagunaan untuk usaha

yang produktif.

Pemberian modal usaha adalah BAZNAS memberikan dana zakat kepada mustahik pelaku UMKM dalam bentuk uang ataupun barang secara langsung kepada masyarakat Pedan pelaku UMKM untuk membantu usaha mereka agar lebih meningkat.

Dalam hal ini pengelola Baznas harus mendampingi dan mengawasi kinerja mustahik yang telah diberikan dana zakat tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan dana yang telah diberikan kepada para mustahik. Tindakan tersebut dilakukan bukan berarti tidak mempercayai para mustahik dalam melakukan usahanya, namun mengingat mentalitas manusia pada umumnya yaitu kebiasaan yang suka menerima sehingga lupa untuk memberi.

Dalam pemberian modal usaha ini Baznas tidak mensyaratkan jaminan (fidusia atau hak tanggungan) bagi para mustahik yang ingin diberikan modal usaha, mengingat bahwa modal yang diberikan merupakan hak mereka sendiri sehingga tidak diberi kewajiban untuk mengembalikan dana zakat tersebut. Sehingga diperlukan pendampingan dan pengawasan yang profesional oleh orang-orang yang ahli dalam bidang tersebut.

Metode pendistribusian yang dilakukan oleh Baznas kepada para mustahik menurut pengamatan penulis selama penelitian dapat dikategorikan menjadi dua yaitu metode aktif dan pasif. Metode aktif maksudnya ialah pihak pengelola zakat sendiri yang terjun langsung dalam pendistribusian zakat, mulai dari penentuan kriteria para mustahik yang memenuhi syarat yang dibantu oleh masing- masing Lembaga/Instansi sampai kepada menyerahkan dana zakat tersebut sampai kepada para mustahik. Metode pasif maksudnya ialah pihak pengelola zakat menunggu para mustahik sendiri yang mengambil dana zakat tersebut dalam bentuk proposal. Artinya, zakat baru disalurkan ketika

mustahik mengajukan semacam proposal bantuan mengenai permasalahan yang dihadapi, baru kemudian pihak pengelola zakat menyalurkan kepada mustahik.

Dalam penyaluran dana kepada mustahik, Baznas menggunakan metode pasif artinya para mustahik mengajukan proposal bantuan modal usaha kepada Baznas. Adapun tahapan-tahapan yang telah dilakukan oleh para mustahik adalah sebagai berikut:

1. Tahap Pengajuan Proposal

Pada tahap ini para mustahik mengajukan proposal bantuan usaha kepada Baznas, dengan persyaratan sebagaimana yang tertera diatas. Setelah poposal disetujui oleh Baznas, maka Baznas akan menindaklanjuti yaitu mensurvei kegiatan usaha mustahik.

2. Tahap Survei Kondisi Calon Penerima Manfaat

Survei merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data primer. Survei dilakukan dengan wawancara dan observasi secara langsung kepada pihak UMKM untuk mengetahui siapa mereka, apa yang mereka rasakan, apa yang mereka lakukan dan bagaimana kecenderungan mereka. Pada tahap ini Baznas telah melakukan survei dengan dua tahap yaitu :

a. Survei ringan

Survei ringan dilakukan untuk melihat kondisi secara langsung UMKM calon penerima manfaat, mulai dari kondisi perekonomian, kondisi keluarga, dan kondisi tempat wirausaha. Hal tersebut dilakukan untuk mengklarifikasi apakah mustahik calon penerima manfaat benar- benar berhak untuk mendapatkan bantuan atau tidak.

b. Visitasi

Merupakan tahap lanjutan dari survei ringan yang kemudian telah diferivikasi sesuai dengan syarat dan regulasi yang telah ditetapkan.

(12)

42 Pengelolaan Zakat Produktif di BAZNAS….

1) Mustahik yang telah ditetapkan layak menerima bantuan dari Baznas kemudian melengkapi persyaratan yang telah ditentukan oleh Baznas, diantaranya adalah mengisi formulir permohonan modal usaha kepada Baznas dengan dilampiri keterangan jenis usaha, dan surat keterangan tidak mampu dari Desa/Kelurahan.

2) Setelah data tersebut lengkap, BAZNAS akan memverifikasi semua berkas yang telah diajukan. Dalam hal ini BAZNAS akan melihat jenis usaha masyarakat serta tingkat kebutuhan untuk pengembangan usaha.

3) Setelah diperoleh data yang valid maka BAZNAS akan menentukan daftar nama para mustahik yang berhak menerima bantuan zakat produktif tersebut.

4) Setelah data tersebut diperoleh, BAZNAS akan menghubungi para pelaku usaha atau mensurvei lokasi usaha, kemudian BAZNAS akan meminta masyarakat untuk membuka rekening di bank yang telah ditentukan.

Setelah masyarakat membuat rekening, maka BAZNAS akan mentransfer dana (uang) tersebut ke masing-masing rekening yang telah ditentukan tersebut.

Jika dilihat dari proses penyaluran dana zakat kepada mustahik, Baznas telah menyalurkan dana zakat sesuai dengan Keputusan Ketua BAZNAS No. 64 Tahun 2019 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 j.o Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

Jika dilihat dari konsep harta, maka Baznas telah sesuai dengan konsep penyaluran secara langsung (milk al-Tam) artinya harta

zakat merupakan milik mustahik secara penuh, maka dalam hal ini Baznas telah memberikan dana zakat tersebut secara langsung kapada mustahik. Artinya zakat yang telah diberikan tidak boleh diminta kembali dalam bentuk apapun atau tidak ada persyaratan untuk mengembalikan modal usaha yang telah diberikan, entah itu dalam bentuk bagi hasil usaha ataupun dalam bentuk lainnya. Kecuali apabila mustahik telah survive dan sukses dalam bidang usahanya maka mustahik tersebut dianjurkan untuk membayar zakat.

Namun tetap tidak ada paksaan untuk membayar zakat melalui Baznas sebagaimana telah diterangkan diatas bahwa kewajiban zakat merupakan kesadaran spiritual seseorang akan kewajiban sebagai umat Islam. Hukuman bagi orang yang tidak mau membayar zakat adalah hukum agama dan bukan hukum negara. Hal ini telah sesuai dengan visi dan misi zakat produktif yaitu merubah mustahik menjadi muzakki.

KESIMPULAN

Manajemen Penyaluran zakat pada BAZNAS sudah sesuai dengan ketentuan hukum Islam dan undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 j.o Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat serta secara khusus dalam penyaluran zakat telah sesuai dengan Teori Kepemilikan dalam Islam. Faktor yang mendukung penerapan distribusi zakat dalam menunjang pemberdayaan ekonomi umat ialah dalil Al-Qur’an, pendapat cendekiawan, undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 j.o Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, Pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Adapun faktor yang menghambat adalah keterbatasan dana serta problema pendistribusian zakat.

(13)

Online Access: http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/zawa 43 DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Ghazali, A. H. (t.th). Ihya 'Ulum al-Din.

Beirut: Dar al-Fiqr.

Asnaini. (2008). Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Ayyub, S. H. (2000). Fiqh Ibadah. Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar.

Azis, M. A. (2000). Nilai-Nilai Pengembangan Ekonomi Islam dan Perbankan. Jakarta:

Pinbuk.

BAZNAS. (2019). Jakarta.

Edwin, M. (2007). Pengenalan Eksklusif Islam.

Jakarta: Kencana.

Faisal. (2011). Sejarah Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia. IAIN Raden Intan Lampung, 249.

Fuad, S. d. (2017). Konsep Pemilikan dalam Islam Studi Atas Pemikiran Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Jurnal Syariah Vol. V, No. 2, 2017. h 33, 33.

Ghufron A. Mas’adi. (2002). Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta,: Rajawali Press.

Hafihuddin, D. (2007). The Power of Zakat Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia Tenggara. Malang: UIN Malang Press.

Hamka. (2012). Standar Operasional Prosedur (SOP) Lembaga Pengelola Zakat. Jakarta:

Kementrian RI Dirjen Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat.

Indonesia, D. E.–B. (2016). Pengelolaan Zakat Yang Efektif : Konsep Dan Praktik Di Beberapa Negara. Jakarta: Departemen Ekonomi Dan Keuangan Syariah – Bank Indonesia.

(n.d.). Pasal 2 Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pelaporan Pelaksanaan Pengelolaan Zakat.

(n.d.). Pasal 5 Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pelaporan Pelaksanaan Pengelolaan Zakat.

(n.d.). Pasal 7 Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pelaporan Pelaksanaan Pengelolaan Zakat.

(n.d.). Pasal 8 Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pelaporan Pelaksanaan Pengelolaan Zakat).

Pratama, Y. C. (2015). Peran Zakat Dalam Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus: Program Zakat Produktif Pada Badan Amil Zakat Nasional). The Journal of Tauhidinomics, Vol. 1 No. 1 Uin Syarif Hidayatullah, 95.

Qardawi, Y. (1991). Fiqh al-Zakat. Beirut:

Muassasah ar-Risalah.

Qardhawi, Y. (2002). Hukum Zakat. Jakarta:

PT. Litera Antar Nusa.

Raharjo, M. D. (1999). Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi. Jakarta: Lembaga Studi Agama Islam dan Filsafat.

Statistik, B. P. (2019).

(n.d.). UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

(n.d.). UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.

Wawancara Abdul Wakhid, Tim Pendamping Baznas. (n.d.).

Yunus, M. I. (2012). Pengantar Ekonomi Islam, (Bogor: Al-Azhar Press, 2012) h. 147.

Bogor: Al-Azhar Press.

Zuhaili, W. (1989). Al-fiqh Al-Islamiyah wa Adillatuh, Juz 4. . Damaskus: Dar Al- Fikr.

Referensi

Dokumen terkait

Mereka bukan hanya memahami Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, yang kemudian disempurnakan dan dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011

Solusi yang dapat dilakukan adalah : mengusulkan amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat agar memuat pasal-pasal

Pengelolaan dan penyaluran dana zakat produktif kepada mustahik menurut etika bisnis Islam yaitu usaha- usaha yang di kelola dengan penyaluran atau perolehan

Eni Suryani yang berjudul “Zakat Produktif Dalam Perspektif Islam (Studi Di BAZ) DIY Tahun 2002-2008” dalam penelitian ini membahas tentang praktek zakat produktif

Di Indonesia pengelolaan zakat diatur berdasarkan UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengeloaan zakat dan keputusan menteri Agama No. 581 Tahun 1999 dan keputusan direktur

Regulasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak awalnya disebutkan dalam pasal 14 UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat bahwa Zakat yang telah

23 TAHUN 2011 TENTANG ZAKAT PRODUKTIF DI BAZNAS PROVINSI JAMBI, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2020 Yulia fitri ,dkk, Pengelolaan Zakat Produktif Menurut Undang-Undang Nomor 23

Ia menyimpulkan dalam tesisnya bahwa tinjauan hukum Islam terhadap pengelolaan zakat produktif di Badan Pelaksana Urusan Zakat Muhammadiyah Pimpinan Cabang Muhammadiyah Weleri Kendal