• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DI BAZNAS KABUPATEN TANGERANG S K R I P S I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DI BAZNAS KABUPATEN TANGERANG S K R I P S I"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DI BAZNAS

KABUPATEN TANGERANG

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E.)

Oleh:

LUTHFI HIDAYAT NIM. 1110046300009

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

1438 H / 2017 M

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Luthfi Hidayat, NIM. 1110046300009. “Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang”, Program Studi Ekonomi Syari’ah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438 H./2017 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui: (a) sistem pengelolaan zakat menurut UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat; (b) sistem pengelolaan zakat menurut UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, dan (c) pengaruh UU No. 23 Tahun 2011 terhadap Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Kualitatif yaitu penelitian yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya, tetapi menggunakan prosedur analisis data kualitatif.

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Sebelum diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2011, pengelolaan zakat diatur berdasarkan UU No. 38 Tahun 1999. Meskipun harus diakui bahwa dalam peraturan-peraturan tersebut masih banyak kekurangan yang sangat mendasar, misalnya tidak dijatuhkannya sanksi bagi muzakki yang melalaikan kewajibannya, tetapi undang- undang tersebut mendorong upaya pembentukan lembaga pengelola zakat yang amanah, kuat dan dipercaya oleh masyarakat.

Dalam UU No. 23 Tahun 2011 terdapat penambahan pasal-pasal yang belum diatur dalam UU sebelumnya, perbedaan tersebut adalah : (1) Penambahan ayat dan penjabaran definisi tentang pengelolaan zakat; (2) Pasal 5 ayat (1), tentang pembentukan BAZNAS oleh Pemerintah; dan (3) Pasal 7 ayat (1). Salah satu hal terpenting dalam UU No. 23 Tahun 2011 diantaranya adalah terkait dengan penguatan kelembagaan, dimana BAZNAS disebutkan sebagai lembaga pemerintah non struktural yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah.

Diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2011 memberikan pencerahan baru bagi BAZNAS pada semua tingkatan. Kehadiran UU No. 23 Tahun 2011 ini berasaskan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas. Kehadiran UU tersebut telah memperkuat posisi BAZNAS Kabupaten dalam sistem pengelolaan zakat yang lebih professional.

Bagi BAZNAS Kabupaten Tangerang, kehadiran UU ini memberikan dampak positif dan telah menempatkan BAZNAS Kabupaten Tangerang sebagai lembaga non struktural yang mendapatkan perhatian penuh dari Pemerintah Kabupaten Tangerang, sehingga kinerjanya lebih efektif dan efesien.

Kata kunci : Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang

Pembimbing : Dr. H. Muhammad Maksum, M.A.

(6)

i

sekalian alam, atas limpahkan rahmat dan karunia-Nya yang telah ditebarkan kepada makhluk-makhluk-Nya. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW., yang telah membimbing umat manusia menuju jalan yang penuh dengan ridho-Nya.

Skripsi ini berjudul “Implementasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang”, ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.).

Penulisan skripsi ini terselesaikan berkat bantuan semua pihak, Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. AM. Hasan Ali, M.A. Selaku Ketua Program Studi Ekonomi Syariah dan Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. Selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu penulis secara tidak langsung dalam menulis skripsi ini.

4. Arip Purkon, SHI, MA. Selaku Pembimbing Akademik yang juga senantiasa mengingatkan dan mengarahkan penulis semasa melakukan perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

(7)

ii

Hidayatullah Jakarta yang mengajarkan ilmu yang tak ternilai harganya, dan tak pernah lelah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Staf Perpustakaan utama yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi.

8. Kepada Pihak BAZNAS Kota Tangerang yang telah bersedia memberikan data dan informasi, semoga kedepannya menjadi lembaga yang berkembang secara pesat dan dapat memajukan Kota Tagerang menjadi kota yang lebih baik.

9. Ayahanda dan Ibunda tercinta (Bpk. Saduni Efendi dan Ibu Siti Hamidah) serta saudara-saudariku tersayang yang telah memberikan dukungan baik mpril maupum materil kepada saya.

10. Teman-teman seperjuangan , khususnya jurusan Manajemen Zakat Angkatan 2010, dan kepada kawan–kawanku sekalian yang tidak bisa saya ucapkan satu persatu yang selalu menghadirkan kehangatan kebersamaan, serta perhatian dan kebaikan kalian semua tidak akan pernah terlupakan.

Akhir kata hanya kepada Allah penulis memanjatkan doa. Semoga Allah memberikan balasan berupa amal, pahala, dan keberkahan kepada mereka atas dorongan, dukungan dak kontribusi mereka, saya hanyalah hamba yang dhoif.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat dan kontribusi bagi banyak orang. Amiin

Jakarta, 20 Juli 2017

Luthfi Hidayat

(8)

iii LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI .………... iii

DAFTAR TABEL……….. vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……… 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 11

D. Metode Penelitian ……….. 12

E. Study Review Terdahulu ……… 16

F. Sistematika Penulisan ……… 19

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG ZAKAT DAN PROBLEMATIKANYA A. Zakat dan Permasalahannya ……….. 21

1. Pengertian Zakat ……… 21

2. Sejarah Disyari’atkannya Zakat ……… 25

(9)

iv

B. Pengelolaan Zakat Menurut Undang-undang Nomor 38

Tahun 1999 ……….……… 44 C. Pengelolaan Zakat Menurut Undang-undang Nomor 23

Tahun 2011 ……….……… 47

BAB III GAMBARAN UMUM BAZNAS KABUPATEN TANGERANG

A. Sejarah Berdirinya BAZNAS Kabupaten Tangerang .………... 51 B. Dasar Hukum Pendirian BAZNAS Kabupaten Tangerang ... 52 C. Maksud dan Tujuan BAZNAS Kabupaten Tangerang ……….. 53 D. Visi, Misi dan Motto BAZNAS Kabupaten Tangerang ……... 54 E. Struktur Organisasi BAZNAS Kabupaten Tangerang ... 55 F. Fungsi Dan Tugas Pokok Organisasi ………..………..…. 58

BAB IV PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DI BAZNAS KABUPATEN TANGERANG

A. Pengumpulan Zakat ………..… 60 B. Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat ………. 63

(10)

v BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………..… 85 B. Saran ……… 86

DAFTAR PUSTAKA ………..……… 89 LAMPIRAN

(11)

vi

Tabel 4.1 Rekapitulasi Pengumpulan Zakat Oleh BAZNAS

Kabupaten Tangerang Tahun 2012-2016 ……… 69

(12)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Struktur Organisasi BAZNAS Kabupaten Tangerang

Masa Khidmat 2015-2020 ……….……….. 57

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Jumlah penduduk muslim yang sangat besar merupakan salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan yang saat ini sedang melanda bangsa Indonesia, karena dengan jumlah penduduk muslim yang sangat besar 88 % sehingga melalui salah satu instrumen keagamaan yaitu zakat dapat mengentaskan kemiskinan dan memperkecil kesenjangan sosial yang ada di masyarakat.

Zakat merupakan kewajiban agama yang harus dikeluarkan bagi umat muslim yang mampu sesuai dengan syariat agama Islam. Zakat merupakan ibadah amaliyah yang menjurus ke aspek sosial, untuk mengatur kehidupan manusia

dalam hubungannya dengan Allah, dan dalam hubungan dengan sesama manusia, sehingga zakat memiliki fungsi secara vertikal dan horizontal karena sebagai wujud ketaatan agama kepada Allah namun juga sebagai wujud kepedulian sosial kepada sesamanya.

Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis, dan menentukan,1 baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang lima,

1 Yusuf al-Qardhawi, Al-Ibadah fil-Islam, (Beirut: Muassasah Risalah, 1993), h 235

1

(14)

sebagaimana yang diungkapkan dalam berbagai hadist Nabi, sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma’luum minad-diin bidhdharuurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang.2 Di dalam Al-Qur’an terdapat dua puluh tujuh ayat yang mensejajarkan kewajiban shalat dengan kewajiban zakat dalam berbagai bentuk kata.3 Hal ini menegaskan adanya kaitan komplementer antara ibadah shalat dan zakat. Jika shalat berdimensi vertikal-ketuhanan, maka zakat merupakan ibadah yang berdimensi horizontal-kemanusiaan.4 Di dalam Al-Qur’an terdapat pula berbagai ayat yang memuji orang-orang yang secara sungguh-sungguh menunaikannya, dan sebaliknya memberikan ancaman bagi orang yang sengaja meninggalkannya.

Zakat bukan sekadar kebaikan hati orang-orang kaya terhadap orang miskin, tetapi zakat adalah hak Tuhan dan hak orang miskin yang terdapat dalam harta orang kaya, sehingga zakat wajib dikeluarkan. Demikian kuatnya pengaruh zakat, sampai Khalifah Abu Bakar Ashiddiq bertekad memerangi orang-orang yang shalat, tetapi tidak mau mengeluarkan zakat dimasa pemerintahannya.

Ketegasan sikap ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat adalah suatu kedurhakaan dan jika hal ini dibiarkan, maka akan memunculkan berbagai kedurhakaan dan kemaksiatan lainnya.

Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat muslim Indonesia, sebenarnya memiliki potensi strategis yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrument pemerataan pendapatan, yakni

2 Ali Yafie. Menggagas Fith Sosial, (Bandung, 1994), h. 231.

3 Yusuf al-Qardhawi, Fiqhu Zakat, (Beirut: Muassasah Risalah, 1991), h. 42

4 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta : UI Press, 2008), h.

90

(15)

institusi zakat, infaq, dan sedekah (ZIS). Karena secara demografik, mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam, dan secara cultural, kewajiban zakat, dorongan berinfaq, dan bersedekah di jalan Allah telah mengakar kuat dalam tradisi kehidupan masyarakat muslim. Dengan demikian, mayoritas penduduk Indonesia, secara ideal, bisa terlibat dalam mekanisme pengelolaan zakat. Apabila hal itu bisa terlaksana dalam aktivitas sehari-hari umat Islam, maka secara hipotetik, zakat berpotensi mempengaruhi aktivitas ekonomi nasional, termasuk di dalamnya adalah penguatan pemberdayaan ekonomi nasional.

Secara substantif, zakat, infaq, dan sedekah adalah bagian dari mekanisme keagamaan yang berintikan semangat pemerataan pendapatan. Dana zakat diambil dari harta orang berkelebihan dan disalurkan kepada orang yang kekurangan.

Zakat tidak dimaksudkan untuk memiskinkan orang kaya, juga tidakuntuk melecehkan jerih payah orang kaya.5 Hal ini disebabkan karena zakat diambil dari sebagian kecil hartanya dengan beberapa kriteria tertentu yang wajib dizakati.

Oleh karena itu, alokasi dana zakat tidak bisa diberikan secara sembarangan dan hanya dapat disalurkan kepada kelompok masyarakat tertentu.

Seperti halnya dengan zakat, walaupun infaq dan sedekah tidak wajib, diinstitusi ini merupakan media pemerataan pendapatan bagi umat Islam sangatdianjurkan. Dengan kata lain, infaq dan sedekah merupakan media untuk memperbaiki taraf kehidupan, disamping adanya zakat yang diwajibkan kepada orang Islam yang mampu. Dengan demikian dana zakat, infaq, dan sedekah bisa diupayakan secara maksimal untuk memberdayakan ekonomi masyarakat.

5 Muhammad Nejatullah Siddiqi, Pemikiran Ekonomi Islam: Suatu Penelitian Kepustakaan Masa Kini, (Jakarta: LPPW, 2001), h.134

(16)

Relevansi zakat di masa sekarang menjadi semakin penting, terlepas dari pajak yang telah ada, karena tempat penyalurannya berbeda. Zakat merupakan faktor utama dalam pemerataan harta benda di kalangan umat Islam, dan juga merupakan sarana utama dalam menyebar luaskan perasaan senasib sepenanggungan dan persaudaraan di kalangan umat Islam. Karena itu dapat dikatakan bahwa zakat, kalau akan dinamakan pajak, maka ia adalah pajak dalam bentuk yang sangat khusus.6

Pengembangan pemaknaan zakat semacam itu perlu dilakukan karena pemaknaan zakat oleh seseorang atau lembaga dapat mempengaruhi orientasi dan model pengelolaan dan zakat dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Secara teologis, zakat akan mendorong seseorang untuk mengeluarkan sebagian kekayaannya untuk orang lain atas dasar kepatuhannya kepada Allah SWT.

Sedangkan secara sosio ekonomi, zakat diharapkan dapat membantu dan memperbaiki taraf sosial ekonomi penerimaannya serta mempererat hubungan si kaya dan si miskin. Disamping itu, apabila zakat dimaknai secara politis strategis, maka zakat diharapkan mampu memberikan implikasi yang besar pada penguatan daya tahan bangsa dalam melangsungkan kehidupannya.

Dalam perspektif nasional, badan amil zakat atau lembaga amil zakatdiharapkan tidak hanya terpaku pada memikirkan kebutuhan sendiri, melainkan juga mau terlibat dan melibatkan diri untuk memberi kepedulian terhadap warga masyarakat guna mengatasi kemiskinan dan kemelaratan. Dengan

6 A.Rahman Zainuddin “Zakat Implikasinya pada Pemerataan” dalam Budhy Munawar- Rachman

(Ed), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994), Cet.ke-

1, h. 437

(17)

demikian, kehadiran badan amil zakat di samping bersifat keagamaan, juga ditempatkan dalam konteks cita-cita bangsa, yaitu membangun masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur. Oleh karena itu peningkatan daya guna badan amil zakat, khususnya dalam melakukan pembangunan ekonomi masyarakat mesti dilakukan.

Pengelolaan zakat awalnya pada masa penjajahan dan kemerdekaan memilki gambaran buram tentang fungsi zakat karena tidak ada pembayaran dan penyaluran zakat secara baik sehingga pada masa orde baru pemerintah mengeluarkan UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dalam rangka melembagakan pengelolaan zakat agar mempermudah dalam pengelolaan zakat sehingga menunjang kebutuhan sosial untuk konsumtif maupun produktif serta merupakan awal dari terbukanya keterlibatan publik secara aktif melalui BAZ (Badan Amil Zakat). Namun Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dianggap belum mampu menjawab permasalahan pengelolaan tersebut sehingga pemerintah merevisi UU Nomor 38 Tahun 1999 menjadi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat agar dapat memperbaiki undang-undang sebelumnya karena UU Nomor 38 Tahun 1999 sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 dibuat dalam rangka meningkatkan dayaguna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat agama Islam yang bertujuan melakukan pengelolaan zakat.

Pengelolaan yang dimaksud meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

(18)

Namun dalam implementasinya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 mengalami banyak kontroversi karena dianggap mempersulit masyarakat dalam mengumpulkan zakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat. Pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 terdapat pasal krusial yang menyalahi norma dalam masyarakat, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 dapat mengerdilkan peran mandiri masyarakat dalam memberdayakan dana zakat.

Selain itu, hasil revisi Undang-undang zakat tersebut, telah menghambat kinerja dan menghambat peran lembaga-lembaga zakat yang telah ada. Disyahkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dinilai belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan dan belum menjawab permasalahan perzakatan yang ada karena, di dalam Undang-undang tersebut terdapat pasal yang multitafsir yang bisa menimbulkan pro dan kontra di kalangan pegiat zakat.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 dimaksudkan untuk memastikan keteraturan dan akuntabilitas dalam perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. Akan tetapi adanya krisis kepercayaan masyarakat pada kinerja pemerintah merupakan salah satu alasan mengapa banyak kontroversi mengenai pengelolaan zakat yang langsung ditangani pemerintah, karena dikhawatirkan akan muncul peluang timbulnya korupsi dan ketidakmerataan pendistribusian zakat.

Sikap tradisional masyarakat juga mempengaruhi terhambatnya pengaplikasian Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, karena para pemberi

(19)

zakat lebih mempercayakan penyaluran kepada masjid terdekat atau lembaga lembaga penyalur lainnya yang ada di daerahnya, yang setiap tahun melakukan pengumpulan dan penyaluran zakat. Penyaluran zakat melalui masjid didasari kepraktisan dan kedekatan lokasi. Alasan lain mengapa masyarakat tidak mempercayai lembaga yang dibentuk pemerintah diakibatkan sistem birokasi dan good governance yang masih lemah didukung pula dengan tingkat korupsi yang

sangat tinggi di Indonesia, sehingga dikhawatirkan zakat yang merupakan salah satu wujud ketaatan agama akan disalahgunakan oleh pemerintah untuk kepentingan politis dan tidak sesuai dengan tujuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011.

Selain itu dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 terdapat pasal- pasal yang tidak berkesinambungan dengan kondisi masyarakat dan menghambat kinerja pendistribusian zakat dari lembaga penyaluran zakat yang selama bertahun-tahun melaksanakan penyaluran zakat karena kurang mendapat jaminan dan pelindungan hukum yang memadai dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011.

Bila dibandingkan dengan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999, maka UU zakat yang baru ini memiliki banyak perbedaan. Perbedaan ini tidak hanya bersifat asesoris, akan tetapi juga mencakup substansinya. Beberapa perbedaan mendasar antara Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 yang baru disahkan antara lain, dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 yang disahkan pada tanggal 27 Oktober 2011 terdapat 11 Bab dan 47 Pasal. Muatan yang terkandung dalam Undang-undang Zakat baru

(20)

tersebut adalah: 1). Pengelolaan zakat menjadi kewenangan Negara, masyarakat diperkenankan ikut mengelola apabila ada izin dari pemerintah. 2). Pengelolaan zakat dilakukan oleh BAZNAS yang beroperasi dari tingkat pusat sampai dengan Kota/Kabupaten secara hirarkis (untuk selanjutnya BAZNAS dapat membentuk UPZ (Unit Pengumpul Zakat). 3). Anggota BAZNAS terdiri dari delapan orang perwakilan masyakat dan tiga orang perwakilan pemerintah. Perwakilan masyarakat terdiri dari Ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat, sedangkan perwakilan pemerintah dan unsur kementerian terkait. 4). LAZ berperan membantu BAZNAS dalam pengelolaan zakat (untuk selanjutnya LAZ dapat membentuk perwakilan). Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 secara tersirat mengakomodasi keberadaan LAZ daerah.7

Jika melihat dari beberapa isi Undang-undang terbaru Nomor 23 Tahun 2011, ada beberapa poin penting yang mesti kita telaah lebih lanjut. Salah satunya seperti persoalan mengenai pengelolaan zakat yang kini dipusatkan pada Pemerintah atau sentralisasi zakat pada BAZNAS. Jika dilihat dari kenyataan yang ada, lalu bagaimana dengan peran LAZNAS dalam mengelola zakat yang sudah terlebih dahulu mengelola zakat itu sendiri sebelum terbentuknya BAZNAS. Seharusnya dengan terbitnya undang-undang ini diharapkan dapat menjadi acuan penting untuk pengelolaan zakat di Indonesia kedepannya. Tetapi nyatanya dengan lahirnya Amandemen undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat ini, masih banyak menuai protes dan kecaman dari berbagai elemen dan para praktisi zakat di Indonesia. Apalagi banyak munculnya

7 Undang-undang Republika Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

(21)

penafsiran atas isi Undang-undang Pengelolaan Zakat yang baru ini, sehingga mengakibatkan banyaknya pro-kontra mengenai isi dari Undang-undang Pengelolaan Zakat itu sendiri. Adanya Undang-Undang baru ini diharapkan dapat menjawab masalah-masalah pengelolaan zakat di Indonesia, bukan malah menambah permasalahan dalam pengelolaan zakat. Banyak harapan dari pihak LAZ terhadap Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, sehingga dapat memberikan solusi atas pengelolaan zakat yang sebelumnya diatur dalam Undang- undang Nomor 38 Tahun 1999.

BAZNAS Kabupaten Tangerang merupakan salah satu lembaga pengelola zakat di wilayah provinsi Banten yang dibentuk berdasarakan Surat Keputusan Bupati Tangerang Nomor 451/Kep.459-Huk/2015. Keberadaan BAZNAS Kabupaten Tangerang memiliki posisi yang cukup strategis terkait pengelolaan zakat di wilayah Kabupaten Tangerang. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, BAZNAS Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Indonesia, termasuk didalamnya BAZNAS Kabupaten Tangerang, dituntut untuk lebih optimal dalam melakukan tugas dan fungsinya. .

Sehubungan dengan hal itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai implementasi pengelolaan zakat setelah berlakunya Undang- undang Nomor 23 Tahun 2011. Hasil penelitian tersebut selanjutnya akan penulis tuangkan dalam sebuah skripsi dengan judul: “Implementasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang”.

(22)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan di atas, banyak masalah yang dapat dikaji dan diteliti. Namun agar penelitian ini lebih terfokus dan sekaligus menghindari terjadinya kesimpang siuran dalam pembahasan, maka masalah-masalah yang akan dikaji dan dianalisis dibatasi seputar implementasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang. Pembatasan tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran lebih konkrit tentang upaya yang dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Tangerang dalam mengimpelemtasikan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

2. Perumusan Masalah

Zakat memiliki potensi yang cukup besar dalam upaya memecahkan persoalan kemiskinan, jika mampu dikelola dan dimanage secara baik dan benar oleh badan yang diberikan tugas dan kewenangan untuk itu.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana pengelolaan zakat menurut Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat ?

b. Bagaimana pengelolaan zakat menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat ?

(23)

c. Bagaimana penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. Pengelolaan zakat menurut Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat ?

b. Pengelolaan zakat menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat ?

c. Penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang ?

2. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan pencerahan dan daya guna bagi pihak-pihak terkait, yakni sebagai berikut:

a. Bagi akademisi, dapat menambah khazanah pengetahuan serta ilmu yang luas demi meningkatkan kompetensi diri, kecerdasan intelektual dan emosional dalam bidang ekonomi syariah, khususnya mengenai pengelolaan dana zakat sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011.

b. Bagi praktisi, dapat menambah sumbangan wacana pemikiran serta motivasi kepada praktisi dalam menerapkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

(24)

c. Bagi masyarakat, dapat meningkatkan kesadaran dan keinginan masyarakat untuk berzakat dan menambah pengetahuan tentang seputar zakat di Indonesia.

Harapan utama penulis dengan adanya penulisan ini, dapat memperkaya wawasan dalam ekonomi Islam pada umumnya dan khususnya memperoleh bukti yang sangat signifikan terhadap masalah yang diteliti serta memperoleh pengetahuan mengenai pengelolaan zakat di Indonesia

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis. Pendekatan yuridis diartikan sebagai penelitian hukum dimana hukum tidak dikonsepsikan suatu gejala normatif yang mandiri (otonom), tetapi sebagai suatu institusi sosial yang dikaitkan secara riil dengan informan sosial yang lain. Menurut pandangan penelitian ini, hukum dipelajari sebagai suatu peraturan yang menimbulkan akibat-akibat pada berbagai segi kehidupan sosial.8 Sisi yuridis dalam penelitian ini akan meninjau dua peraturan undang-undang yaitu, Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat yang akan menjadi dasar yuridis dalam penegelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Tangerang.

8 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2001), h. 6.

(25)

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya.9

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data sebagai berikut :

a. Sumber primer, adalah data yang diperoleh langsung dari sumber yang otentik dalam bentuk perundang-undangan tentang zakat, dan subyek penelitian sebagai sumber informasi yang dicari. Data primer adalah

“kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai”. 10 Sumber data primer penelitian ini, penulis peroleh baik melalui kegiatan observasi dengan ikut terlibat langsung dalam mengamati proses pengelolaan zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang, maupun dari hasil wawancara dengan informan yang berkaitan. Adapun sumber data sekunder diantaranya adalah:

1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat;

2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat;

dan

3) Hasil wawancara dengan informan yang berkaitan.

b. Sumber sekunder, adalah data-data yang berasal dari orang kedua atau bukan data yang datang langsung, namun data-data ini mendukung pembahasan dari penelitian ini.

9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ..., h. 6.

10 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ..., h. 157.

(26)

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam skripsi ini yaitu dengan menggunakan metode dokumentasi dan metode interview/

wawancara.

a. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai variabel yang berupa catatan, buku-buku, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, majalah, catatan harian, agenda, dan sebagainya. Metode dokumentasi ini digunakan untuk mendapatkan data berupa tulisan yang sehubungan dengan obyek penelitian yang akan di bahas dalam penelitian, serta digunakan sebagai metode penguat dari hasil metode interview atau wawancara. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang menyangkut pembahasan yang penulis kaji atau teliti. Dalam hal ini, dokumentasi yang dijadikan acuan berupa arsip atau dokumen dari BAZNAS Kabupaten Tangerang.

b. Metode Interview

Yaitu usaha mengumpulkan informasi dengan menggunakan sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula.

Metode wawancara digunakan untuk memperoleh informasi tentang hal- hal yang tidak dapat diperoleh lewat pengamatan.11 Dengan menggunakan metode ini diharapkan dapat memperoleh jawaban secara langsung, jujur, dan benar serta keterangan lengkap dari informan

11 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 1996), cetakan-I, h. 59

(27)

sehubungan dengan obyek penelitian. Sehingga dapat diperoleh informasi yang valid dengan bertanya langsung kepada informan. Dalam hal ini informan adalah pengurus BAZNAS Kabupaten Tangerang.

Adapun informan yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah Bapak K.H. Afif Afify, Ketua BAZNAS Kabupaten Tangerang, Bapak Drs. H.

Yahya Erfan Ma’sum, Sekretaris BAZNAS Kabupaten Tangerang, dan Bapak Drs. Nano Sumarno, Bendahara BAZNAS Kabupaten Tangerang.

4. Analisis Data

Menurut Moleong, analisa data merupakan tahap terpenting dari sebuah penulisan. Sebab pada tahap ini data dapat dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah pemahaman yang benar-benar dapat digunakan untuk menjawab persoalan-persoalan yang telah dirumuskan. Secara definitif, analisa data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data ke dalam pola kategori dan suatu uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang dirumuskan oleh data.12

Metode analisis data yang digunakan adalah content analysis atau analisis isi, yakni pengolahan data dengan cara pemilahan tersendiri berkaitan dengan pembahasan dari beberapa gagasan atau pemikiran para tokoh yang kemudian dideskripsikan, dibahas dan dikritik. Selanjutnya dikategorisasikan (dikelompokkan) dengan data yang sejenis, dan dianalisa isinya secara kritis guna mendapatkan formulasi yang kongkrit dan

12 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2001), h. 103.

(28)

memadai, sehingga pada akhirnya dijadikan sebagai langkah dalam mengambil kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah yang ada.13 5. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan, penulis menggunakan standar acuan Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012 M.

E. Study Review Terdahulu

Sudah cukup banyak studi yang dilakukan seputar lembaga zakat, baik tentang mekanisme pengumpulan, penyaluran maupun pendistribusiannya.

Namun, sepanjang yang penulis ketahui, belum ada seorangpun yang menulis tentang manajemen pengelolaan zakat sebelum dan sesudah berlakunya Undang- undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, khususnya pada BAZNAS Kabupaten Tangerang. Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan, ada beberapa karya ilmiah yang secara spesifik serumpun dengan judul yang diangkat penulis. Walaupun obyek kajiannya sama, namun masih terdapat perbedaan yang mendasar, seperti:

Skripsi yang berjudul “Pendistribusian Dana Zakat Untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pada Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kabupaten Karawang, yang disusun oleh Mukhlisin, Program Studi Muamalat (Ekonomi

13 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 163.

(29)

Islam) Tahun 2009. Skripsi ini membahas tentang mekanisme pendistribusian zakat di Kabupaten Karawang.

Selain itu, skripsi yang berjudul: “Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Zakat Produktif (Studi Kasus Pada Badan Amil Zakat Daerah/BAZDA Kota Tangerang), yang disusun oleh M. Syahril Syamsuddin, Konsentrasi Perbankan Syari’ah Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), tahun 2010. Skripsi ini lebih menitik beratkan pada pengelolaan zakat produktif.

Selain itu juga skripsi yang berjudul: “Efektivitas Pengelolaan Dana Zakat BAZDA Kota Tangerang Selatan Terhadap Pemberdayaan Pengusaha Kecil dan Mikro”, yang disusun oleh Lisa Hafizah, tahun 2005. Skripsi ini membahas tentang penghelolaan zakat pada BAZDA Kota Tangerang Selatan khususnya dalam hal pemberdayaan pengusaha kecil dan mikro.

Penelitian yang dilakukan oleh Dzulfadli Nashby, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Perbankan Syari’ah dengan judul “Kajian Perubahan Undang-Undang No.38 tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat dan Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Zakat di Indonesia”.

Perbedaan mendasar dalam penulisan ini terdapat pada objek dan subjek penelitian. Pada penelitian ini sodara Dzulfadli meneliti Undang-Undang No.38 tahun 1999 sedangkan Penulis mengkaji tentang pengelolaan zakat berdasarkan UU No.23 Tahun 2011.

Skripsi dari Saudara M. Yusuf (2009), “Implementasi Undang-undang No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat oleh Badan Amil Zakat di Kota Depok”. Pada penelitian ini membahas tentang implementasi dari Undang-

(30)

Undang No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, yang dilakukan Badan Amil Zakat Kota Depok. Dari hasil penelitian ini didapat bahwa hambatan yang paling utama adalah adanya sifat keengganan atau menolak untuk membayar kewajiban dari sebagian muzzaki dikarenakan kurangnya kepercayaan dari sebagian masyarakat terhadap proses birokrasi. Untuk meningkatkan jumlah pendapatan zakat yang diterima, BAZDA Kota Depok mengaggap perlu adanya rgulasi laen selain Undang-Undang No.38 tahun 1999 yang lebih mengikat umumnya kepada masyarakat Kota Depok dan khususnya kepada para Pegawai Negri Sipil yang ada dilingkungan kota Depok. Regulasi tambahan tersebut dimaksudkan agar kepada setiap PNS yang ada di Kota Depok dapat langsung dipotong gajinya untuk disisihkan membayar zakat, sebagai bentuk dari zakat profesi. Persamaan penelitian ini dengan yang penulis angkat ialah sama-sama membahas penerapan UU mengenai zakat. Namun terdapat pula perbedaannya yaitu dalam hal substansinya yang dibahas. Selain itu terdapat pula perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang penulis angkat, yaitu dari metode penelitian yang digunakan.

Jurnal dari saudari Trie Anis Rasidah dan Asfi Manzilati, Mahasiswi Universitas Brawijaya, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (2014), “Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat Lembaga Amil Zakat (studi pada beberapa LAZ Di kota Malang)”. Perbedaan dari penelitian ini ialah dari segi objek dan subjek penelitian. Pada penelitian ini membahas implementasi undang-undang no.23 tahun 2011 terhadap legalitas pengelolaan zakat suatu lembaga, studi kasus pada beberapa LAZ di Kota Malang.

(31)

Dengan menggunakan analisis kualitatif dan pendekatan content analysis sehingga dapat menjawab rumusan masalah pada penelitian. Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa dalam implementasi undang-undang nomor 23 tahun 2011 terhadap legalitas pengelolaan zakat oleh lembaga amil zakat (studi pada beberapa LAZ di Kota Malang) belim tersosialisasi kepada masyarakat sehingga pihak pengelola zakat dan masyarakat ragu bahwa undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelola zakat benar-benar diterapkan hal ini dikarenakan masih banyaknya pasal yang tidak sesuai dengan kodisi masyarakat sehingga mengambat legalitas LAZ dalam mengelola zakat. Maka, diperlukan peninjauan ulang dan sosialitas mengenai undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap dan konkrit tentang penelitian ini, maka sistematika penulisannya disusun sebagai berikut:

Bab I, Pendahuluan, meliputi pembahsan tentang: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penulisan, Study Review Terdahulu, dan Sistematika Penulisan.

Bab II, Kajian Teoritis Tentang Zakat dan Problematikanya, yang memuat pembahasan tentang: Zakat dan Permasalahannya, Pengelolaan Zakat menurut Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999, dan Pengelolaan Zakat menurut Undang- undang Nomor 23 Tahun 2011.

(32)

Bab III, Gambaran Umum BAZNAS Kabupaten Tangerang, yang pembahasannya terdiri atas: Sejarah Berdirinya BAZNAS Kabupaten Tangerang, Dasar Hukum Pendirian BAZNAS Kabupaten Tangerang, Maksud dan Tujuan BAZNAS Kabupaten Tangerang, Visi, Missi, dan Motto BAZNAS Kabupaten Tangerang, Struktur Organisasi BAZNAS Kabupaten Tangerang, dan Fungsi dan Tugas Pokok Organisasi

Bab IV, Penerapan Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang, yang memuat pembahasan tentang: Pengumpulan Zakat, Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat, dan Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang

Bab V, Penutup, memuat Kesimpulan dan Saran-saran.

(33)

BAB II

KAJIAN TEORITIS TENTANG ZAKAT DAN PROBLEMATIKANYA

A. Zakat dan Permasalahannya 1. Pengertian Zakat

Zakat berasal dari bentukan kata “zakaa”, yang secara etimologi berarti “suci”. “baik”, “berkah”, “tumbuh”, “berkembang”, “bertambah”, dan “subur”.

Secara terminologi, zakat berarti nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.1

Selain itu zakat juga mempunyai beberapa nama di dalam Al- Qur‟an, tetapi tetap mempunyai arti yang sama. Nama-nama tersebut antara lain :

a. Zakat

Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 43:

َ حبَ كَّ ضنا إُ راَ ءَٔ َ ح َ لََّصنا إًُِٛلَأََ و

َ ٍِٛ عِ كاَّشنا َعَ ي إُعَكْسأَ

1 Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak, Sedekah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 13.

(34)

Artinya: “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah kamu bersama orang-orang yang rukuk” (QS. al-Baqarah : 43).2 b. Shodaqoh

ْىُ ُْشِّ َٓ طُ ر ً خَ لَ ذَص ْىِِٓ نإَْ يَ أ ْ ٍِ ي ْ زُخ َكَ ر َ لََص َّ ٌِإ ْىَِْٓٛ هَع ِّمَصَٔ بَ ِٓ ث ْىِِّٓٛكَضُ رَٔ

ُ َّ

اللَّٔ ْىُ ٓ َ ن ٌ ٍَ كَس

ٌ ىِٛ هَع ٌعًَِٛس

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo‟alah untuk mereka.(QS. at-Taubah : 103)3

ُ مَجْ مَ ٚ َُٕ ْ اللّ َّ َّ َ ٌَ أ إًَُ هْعَ ٚ ْى َ نَ أ ِ ِِ دبَجِع ٍَْع َ خَ ثَّْٕزنا ِدبَ لَ ذَّصنا ُ زُخْ ؤَ َٚٔ

ُ ىِٛحَّشنا ُةإََّّزنا َُٕ ْ اللّ َّ َّ َ ٌَ أَٔ

Artinya: “Tidaklah mereka mengetahui bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hambanya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah maha penerima taubat lagi Maha penyayang” (QS. at-Taubah 104)4

c. Haq

ٍدبَشُٔشْعَ ي ٍدبَّ َُج َؤَشْ ََ أ ِ٘ ز َّ نا َُٕ َْٔ

َعْسَّضنأَ َمْخَُّنأَ ٍدبَشُٔشْعَ ي َشَْٛغَٔ

َ ٌبَّ يُّشنأَ َ ٌُٕزْ َّٚ ضنأَ ُ ُّ هُ كُ أ بً فِ هَ زْخُ ي

َ شَْٛغَٔ بً ِٓ ثبَشَ زُ ي

Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kebun berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanaman-tanaman yang bermacam- macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya) makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih- lebihan” (QS. al-An‟am : 141).5

2 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: PT Bumi Restu, 1976), h. 16

3 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 298

4 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 297

5 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 212

21

(35)

d. Nafaqah

اًشِٛثَك َّ ٌِإ إَُُ ياَ ء َ ٍِٚ ز َّ نا بَ ُّٓ َٚ أبَ ٚ َ ٌُٕ هُ كْ ؤَٛ َ ن ٌِبَجْ ُّْشنأَ ِسبَجْحَْ لْا َ ٍِ ي ْ ٍَع َ ٌُّٔ ذُصَ َٚٔ ِمِطبَج ْ نبِ ث ِطبَُّنا َ لإَْ يَ أ َتَ َّْ زنا َ ٌُٔ ضِ ُْ كَ ٚ َ ٍِٚ ز َّ نأَ اللّ ِمِٛجَس َّ ِ

ِ

اللّ ِ َّ مِٛجَس ِٙف بَ َٓ َُٕ مِ فْ ُُ ٚ َ لََٔ َ خَّعِف ْ نأَ

ْ شِّشَجَف

ٍ ىِٛ نَ أ ٍةاَ زَعِث ْىُ ْ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang Yahudi dan Rahib-rahib Nasrani benarbenar memakan harta orang dengan jalan yang bathil, dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang- orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih). (QS.

at-Taubah : 34)6

Dalam istilah fikih, zakat adalah sejumlah harta yang di keluarkan dari jenis harta tertentu yang di serahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan syarat yang telah di tentukan.7

Beberapa ahli fikih mendefinisikan zakat sebagai berikut:

a. Menurut Abi Syuja‟.8 Zakat adalah suatu nama tertentu yang di ambil dari harta tertentu dan di berikan kepada golongan tertentu.

b. Menurut Sayyid Sabiq,9 zakat adalah nama suatu hak Allah yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin, dan dinamakan zakat karena ada harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa dan tambahnya beberapa kebaikan.

6 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 283

7 Lahmudin Nasution , Fiqh I, (Jakarta : Logos, 1995), h. 145.

8 Abi Syuja‟, Fath al-Qorib, (Bandung : Al-Maarif, t.th), h. 22

9 Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunah, juz lll, (Kuwait : Dar al-Bayan, 1968), h. 5

(36)

c. Menurut Yusuf Qardhawi,10 zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah dan diserahkan kepada orang-orang yang berhak.

d. Menurut Didin Hafidhuddin,11 zakat adalah harta yang telah memenuhi syarat tertentu yang dikeluarkan oleh pemiliknya kepada orang yang berhak menerimanya.

e. Menurut Undang-Undang No. 38 Tahun 1999, zakat adalah harta yang wajib di sisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Selain itu, zakat dapat pula diartikan sebagai pemberian sesuatu yang wajib diberikan dari sekumpulan harta tertentu, menurut sifat dan ukuran tertentu, kepada golongan tertentu yang berhak menerimanya.12 Sayyid Sabiq mendefinisikan zakat sebagai sebuah nama harta yang harus dikeluarkan manusia dari hak Allah untuk diberikan kepada fakir miskin.13

Mahmud Syalthout, dalam Bukunya “Fatawa”, menyatakan bahwa zakat secara terminologi adalah nama sebagian harta yang dikeluarkan oleh hartawan untuk diberikan kepada saudaranya yang fakir-miskin dan untuk kepentingan umum yang meliputi penertiban masyarakat dan peningkatan taraf hidup umat.14 Sedangkan Hasby Ash-Shiddieqy menyatakan bahwa

10 Yusuf Qordhawi, Fiqh Zakat, Terj. Salman Harun, et.al., (Jakarta: Litera Antar Nusa, Cet. 6, 2002), h. 37

11 Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta : Gema Insani, 2002), h. 7

12 Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Ilmu Fiqih Jilid I, (Jakarta: Dir.

PPTAI, 1983), h. 229.

13 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid I, h. 276.

14 Mahmud Syalthout, Fatawa, (Kairo: Darul Qolam, 1966), h. 114.

(37)

zakat secara terminologi adalah mengeluarkan sebagian dari harta guna diberikan kepada mereka yang telah diterangkan syara‟, menurut aturan yang telah ditentukan di dalam Kitabullah, Sunnah Rasul dan Undang- undang Fiqih.15

Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Bab I Pasal 1 ayat 2, bahwa zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.16

Berdasarkan beberapa definisi yang telah penulis sebutkan di atas, maka adapatlah disimpulkan bahwa zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seseorang atau badan karena telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang akan dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya berdasarkan ketentuan syari‟at agama Islam.

2. Sejarah Disyari’atkannya Zakat

Zakat bukanlah syari‟at baru yang hanya terdapat pada Syari‟at Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Akan tetapi zakat merupakan bagian dari syari‟at yang dibawa oleh para Rasul dahulu, sebagai rangkaian dari ibadah fardhu lainnya, seperti shalat, puasa dan haji.

Zakat merupakan suatu ibadah maliyah yang lebih menjurus kepada aspek sosial, untuk mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya

15 Hasby Ash-Shiddiey, Pedomna Zakat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 5.

16 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Undang- undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Zakat, (Jakarta: Dirjen Bimas Islam, 2003), h. 3

(38)

dengan Allah, dan dalam hubungannya dengan sesama manusia. Jika shalat lebih menjurus kepada pembinaan kepribadian yang mulia, maka zakat lebih menjurus kepada pembinaan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika ibadah zakat ini juga merupakan ibadah bagi umat-umat sebelum Islam, sebagaimana yang diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur‟an bahwa Nabi Ibrahim dan anak cucunya telah diperintahkan oleh Allah untuk menunaikan zakat, sebagaimana mereka diperintahkan mendirikan shalat.

Di antara ayat-ayat itu adalah sebagai berikut:

a. Firman Allah dalam Surat Al-Anbiya ayat 73 yang berbunyi:

بَ َِشْ يَ ؤِ ث َ ٌُٔ ذْ َٓ ٚ ً خَّ ًِ ئَ أ ْىُ ْبَ ُْ هَعَجَٔ

ِداَشَْٛخ ْ نا َ مْعِف ْىِْٓٛ َ نِإ بََُْٛحَْٔأَٔ

ِ حبَ كَّ ضنا َ ءبَ زِٚإَٔ ِحَ لََّصنا َوبَلِإَٔ

َ ٍِٚ ذِ ثبَع بَُ َ ن إُ َبَ كَٔ

Artinya: “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin, yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka selalu menyembah”17

b. Firman Allah dalam Surat Maryam ayat 54-55 sebagai berikut:

ِٛ عبَ ًْسِإ ِةبَزِك ْ نا ِٙ ف ْشُكْ رأَ

ُ َّّ َِإ َم

ً لَُٕسَس َ ٌبَ كَٔ ِ ذْعَٕ ْ نا َقِ دبَص َ ٌبَ ك بًِّٛجَ َ ِ ح َ لََّصنبِث ُ َّ هْ َْ أ ُشُ يْ ؤَ ٚ َ ٌبَ كَٔ .

ِّٙ ظْشَ ي ِ ِّّ ثَس َ ذْ ُِ ع َ ٌبَ كَٔ ِحبَكَّضنأَ

Artinya: “Dan ceritakanlah (hai Muhammad) kepada mereka kisah Ismail yang tersebut di dalam Al-Qur‟an, sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya dan ia adalah seorang Rasul dan Nabi. Dan ia menyuruh ahlinya (umatnya) untuk

17 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 504.

(39)

bershalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya”.18

c. Firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 12 yang berbunyi:

َ مِٛ ئاَشْسِإ َُِٙ ث َقبَثِٛي اللّ َ َّ ُ زَخَ أ ْ ذَ م َ نَٔ

بًجِٛمَ َ َشَشَع َُْْٙ ثا ُىُ ْٓ ُِ ي بَ ُْ ثَعَ ثَٔ

ُىُزْ ًَ لَ أ ْ ٍِ ئ َ ن ْىُكَعَ ي ِّٙ َِإ اللّ َ َّ ُ لبَ لَٔ

ْىُزَُْ ياَ ءَٔ َ حبَ كَّ ضنا ُىُزَْٛ راَ ءَٔ َ ح َ لََّصنا

َ

اللّ ُىُزْظَشْلَأَٔ ْىُ َّ ًُُْٕ رْسَّضَعَٔ ِٙهُسُشِث بًظْشَل ْىُكِربَئَِّٛس ْىُكَُْع َّ ٌَشِّفَكَُ لْ بً َُسَح

بَ ِٓ زْحَ ر ْ ٍِ ي ِ٘شْجَ ر ٍدبَّ َُج ْىُكََُّ هِخْ دَُ لَْٔ

ْىُكُِْي َكِ نَ ر َ ذْعَ ث َشَفَك ٍَْ ًَ ف ُسبَ ْٓ ََْ لْا

ِ مِٛجَّسنا َ ءإََس َّمَظ ْ ذَ مَ ف

Artinya: “Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil, dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: „Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, serta beriman kepada rasul-rasul-Ku, dan kamu bantu mereka, dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, sesungguhnya Aku akan menutupi dosa- dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai. Maka barang siapa yang kafir di antaramu sesudah itu, ssungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus”.19

d. Firman Allah dalam Surat Mayam ayat 30-31 sebagai berikut:

َةبَزِك ْ نا ََِٙبَ راَ ء اللّ ُ َّ ِ ذْجَع ِّٙ َِإ َ لبَ ل بًِّٛجَ َ ِٙ َُ هَعَجَٔ

َ ٍْ َٚ أ بً كَسبَجُ ي ِٙ َُ هَعَجَٔ .

ُ ذْ ُُ ك بَ ي ِ حبَ كَّ ضنأَ ِحَ لََّصنبِث َِٙبَصَْٔأَٔ

ًّ َٛح ُذْ يُ د بَ ي ب

Artinya: “Berkata Isa, „Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberikau Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati dimana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup”.20

18 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 468

19 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 161

20 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 466

(40)

e. Firman Allah dalam Surat An-Nahl ayat 123 sebagai berikut:

َ خَّ هِ ي ْعِجَّ را ٌَِأ َكْٛ َ نِإ بََُْٛحَْٔأ َّىُ ث

َ ٍِٛ كِشْشًُ ْ نا َ ٍِ ي َ ٌبَ ك بَ ئَ بًفَُِٛح َىِْٛاَشْ ثِإ

Artinya: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) „Ikutilah agama Ibrahim, seorang yang hanif dan dia tidak termasuk orang-orang yang musyrik”.21

f. Firman Allah dalam Surat Al-An‟am ayat 161 sebagai berikut:

ٍ غاَشِص ٗ َ نِإ ِّٙ ثَس َِٙاَ ذَ ْ ِٙ َُّ َِإ ْمُل َىِْٛاَشْ ثِإ َ خَّ هِ ي بً ًَِٛل بًُِٚ د ٍىِٛمَزْسُ ي

ِ َُح

َ ٍِٛ كِشْشًُ ْ نا َ ٍِ ي َ ٌبَ ك بَ ئَ بًفٛ

Artinya: “Katakanlah: „Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu tidak termasuk orang-orang yang musyrik”.22

Demikianlah ayat-ayat Al-Qur‟an yang menjelaskan bahwa zakat telah diperintahkan oleh Allah Swt. kepada umat-umat sebelum Nabi Muhammad Saw.

3. Macam-macam Zakat

Zakat merupakan shodaqoh wajib yang telah ditentukan macam dan jenisnya. Dalam ilmu Fiqih zakat dibagi menjadi 2 macam, yaitu zakat fitrah dan zakat maal.

a. Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan oleh setiap orang Islam yang mempunyai kelebihan untuk keperluan keluarga yang wajar

21 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 420

22 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 216

(41)

pada malam hari raya Idul Fitri.23 Zakat ini dinamakan zakat fitrah karena di kaitkan dengan diri (al-Fitrah) seseorang. Zakat fitrah dibayarkan pada bulan Ramadhan hingga sholat Idul Fitri. Adapun jumlah dan jenis zakat ini adalah 1 sha‟ tamar atau satu sha‟ gandum,24 tergantung jenis makanan pokok yang terdapat di daerah tertentu.25

Zakat fitrah ini dimaksudkan untuk membersihkan dosa-dosa yang pernah dilakukan selama puasa Ramadhan, agar orang-orang itu benar-benar kembali kepada keadaan fitrah, dan juga untuk menggembirakan hati fakir miskin pada hari raya idul fitri. Hal ini sebagaimana tercantum dalam hadist Nabi SAW.26

بُثذح دًٕحي

ٍث ذنبخ

ٗمشيذنا

ذجعٔ لَبل ٖذُلشًسنا ًٍحشنا ذجع ٍث اللّ

بَشجخا

ٌأشي لبل

ذجع اللّ

بَشجخا

ٕثا ٌبكٔ قذص خٛش ٌبكٔ َٗلَٕخنا ذٚضٚ

ٍثا تْٔ

ٖشٚ

ُّع بَشجخا -

سبٛس

ٍث ٍع ٗفذصنا دًٕحي لبل ًٍحشنا ذجع كع خيش

ٍع

ٍثا طبجع

لبل ضشف :

لٕسس شطفنا حبكص ىهسٔ ّٛهع اللّ ٗهص اللّ

حشٓط ثفشنأ ٕغهنا ٍي ( ىئبصهن ) وبٛصهن خًعطٔ

ٍٛكبسًهن

ٍي بْادأ

مجل ٍئ خنٕجمي حبكص ٗٓف حلَصنا بْادأ

ذعث حلَصنا

ٗٓف خلذص

ٍي دبلذصنا .

Artinya: “Mahmud bin Kholid Adimaski dan Abdullah bin Abdurrahman berkata : kami diceritakan oleh Marwan. Abdullah berkata : kami diceritakan oleh abu zayid al Khouladani. Dia adalah guru yang jujur. ibn wahab juga meriwayatkan darinya.

Diceritakan oleh sayyar bin Abdurrahman dari Mahmud asy Shodafi dari Ikrimah dari ibn Addas berkata : Rasulullah SAW

23 Muhammad Daud Ali, Habibah Daud Ali, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 244

24 Satu Sha‟ sama dengan ukuran takaran 2,304 Kg

25 Abu Dawud Sulaiman ibn Al-Asy‟as As-Sijistani. Sunan Abi Daud, (Beirut: Dar al–

kutub al-ilmiyyah, 1996), h. 97

26 Abu Dawud Sulaiman ibn Al-Asy‟as as-Sijistani. Sunan abi Daud, h. 99

(42)

mewajibkan zakat fitrah sebagai upaya penyucian bagi puasa (orang yang berpuasa) dari main-main (tidak serius) dan dosa, serta upaya memberi makan kepada orang-orang miskin.

Barang siapa menyerahkan zakat sebelum salat ied, maka itu dihitung sebagai zakat yang akan diterima. Tetapi barang siapa menyerahlan sesudah salat ied maka itu dianggap sebagai sedekah”.

b. Zakat Mal

Zakat mal adalah zakat yang berupa harta kekayaan yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan hukum dengan ketentuan telah memenuhi satu nishab dan telah dimiliki selama satu tahun.27

Zakat maal disyariatkan berdasarkan firman Allah surat Al- Baqarah : 267

ْ ٍِ ي إُ مِ فْ ََ أ إَُُ ياَ ء َ ٍِٚ ز َّ نا بَ ُّٓ َٚ أبَ ٚ بَ ُْجَشْخَأ بًَِّئَ ْىُزْجَسَك بَ ي ِدبَجَِّٛط َ ثِٛجَخ ْ نا إًَُّ ًََٛ ر َ لََٔ ِ ضْسَْ لْا َ ٍِ ي ْىُك َ ن ْ ٌَ أ َّ لَِإ ِِّٚ زِخآِ ث ْىُزْس َ نَٔ َ ٌُٕ مِ فْ ُُ ر ُ ّْ ُِ ي ٌَُِّٙغ اللّ َّ َّ َ ٌَ أ إًَُ هْعأَ ِِّٛف إُعًِْغُ ر ذِٛ ٌ ًَح

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang kamu keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha kaya lagi Maha terpuji. (QS. Al- Baqarah : 267).28

Dalam kitab fiqih klasik, harta kekayaan yang wajib dizakati meliputi: binatang ternak, emas dan perak, barang perdagangan, hasil

27 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 1993), h. 224

28 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 67

(43)

bumi serta barang tambang dan rikaz. Pembahasan ini akan dibahas dalam uraian sebagai berikut:

1) Binatang ternak

Dalam kelompok ini para fukaha sepakat bahwa binatang ternak yang wajib dizakati meliputi unta, sapi, kambing dan semisalnya.29

Para fuqaha mensyaratkan beberapa hal dalam pengeluaran zakat untuk binatang ternak, meskipun masih ada perselisihan pendapat di dalamnya. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:30 a) Binatang ternak itu unta, sapi, dan kambing yang jinak.

b) Jumlah binatang ternak itu hendaknya mencapai nisab

c) Pemilik binatang itu telah memilikinya selama satu tahun penuh terhitung dari hari pertama ia memilikinya dan pemilikan itu tetap tertahan selama masa kepemilikan.

d) Binatang itu termasuk binatang yang mencari rumput sendiri dan bukan binatang yang diupayakan rumputnya dengan biaya pemiliknya.

2) Zakat Emas dan Perak

Dasar diwajibkan zakat terhadap emas dan perak adalah sesuai dengan firman Allah SWT Surat at-Taubah 34:

29 Abdurrahman al-Jaziri, Fiqh‟ Ala Madzhab al-Arba‟ah , Juz 1, (Beirut: Darul Fiqr, 1972), h. 542

30 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 283

(44)

ُٔ ضِ ُْ كَ ٚ َ ٍِٚ ز َّ نأَ

َ خَّعِف ْ نأَ َتَ َّْ زنا َ ٌ

ْىُ ْْشِّشَجَف اللّ ِمِٛجَس ِٙف بَ َّ ِ َٓ َُٕ مِ فْ ُُ ٚ َ لََٔ

ٍ ىِٛ نَ أ ٍةاَ زَعِث

Artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukan pada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”(QS. At-Taubah : 34).31

Diwajibkan zakat atas emas dan perak baik berupa mata uang kepingan atau bongkahan,32 dengan syarat emas dan perak tersebut sudah sampai satu nishab serta telah dimiliki selama satu tahun. Jika tidak sampai satu nishab, maka tidak wajib mengeluarkan zakat kecuali emas tersebut diperdagangkan. Adapun zakat yang dikeluarkan masuk dalam kategori zakat perniagaan.33

Ulama fiqih berpendapat bahwa emas dan perak wajib dizakati jika cukup nishabnya. Menurut pendapat mereka, nishab emas adalah 20 mitsqal, sedangkan perak adalah 200 dirham.34 Mereka juga memberi syarat yaitu berlakunya waktu satu tahun. Dan zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5% dari harta yang dimiliki.35

3) Zakat Barang Tambang (Ma‟din) dan Barang Temuan (Rikaz)

Barang tambang adalah segala sesuatu yang berharga yang ditemukan atau dikeluarkan dari dalam bumi, seperti : besi, timah dan

31 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 283

32 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, h. 34

33 Hasbi Ash-Shiddiqi, Pedoman Zakat, h. 57

34 Menurut Jumhur, 20 Mithqal adalah sebesar 91 gram emas, sedangkan 200 Dirham sama dengan 643 gram perak

35 . Jawad Mughniyah, al-Fiqih ala Madzabil al-Khamsah, Terj. Masykur AB, Fiqih Lima Madzhab, (Jakarta: Lentera, 1996), h. 185

(45)

sebagainya.36 Sedangkan yang dimaksud dengan rikaz adalah harta simpanan pada masa dahulu yang terpendam di dalam tanah dan tidak ada yang memilikinya.37

Hasil tambang apabila telah sampai satu nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga dan tidak disyaratkan sampai satu tahun. Adapun zakatnya sebanyak 2,5 %.38 Sedangkan untuk rikaz, zakat yang dikeluarkan adalah 1/5. Sama halnya hasil tanmbang, rikaz juga tidak disyaratkan sampai satu tahun melainkan dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga.39

4) Harta Perdagangan

Harta perdagangan adalah harta yang berupa benda, tempat tinggal, jenis-jenis binatang, pakaian, maupun barang-barang yang lainnya yang disediakan untuk diperdagangkan. Termasuk dalam kategori ini menurut Mazhab Maliki ialah perhiasan yang diperdagangkan.40 Zakat atas barang-barang perniagaan didasarkan pada firman Allah SWT:

ُ

مِ فْ ََ أ إَُُ ياَ ء َ ٍِٚ ز َّ نا بَ ُّٓ َٚ أبَ ٚ إ بَّ ًِ ئَ ْىُزْجَسَك بَ ي ِدبَجَِّٛط ٍِْي

ِ ضْسَْ لْا َ ٍِ ي ْىُك َ ن بَ ُْجَشْخَأ

Artinya: ”Hai orang-orang yang beiman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. (QS. al- Baqarah :267).41

36 Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, jilid II, (Beirut: Daar al-Fiqr, 1980), h. 65

37 Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, h. 66

38 Hasbi Ash-Shiddiqi, Pedoman Zakat, h. 106

39 Hasbi Ash-Shiddiqi, Pedoman Zakat, h. 107

40 Wahbah Az-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), h. 164

41 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 67

Gambar

Tabel 4.1 Rekapitulasi Pengumpulan Zakat Oleh BAZNAS
Gambar 3.1 Struktur Organisasi BAZNAS Kabupaten Tangerang

Referensi

Dokumen terkait

Merujuk kepada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat pasal 1 ayat (1) mengatakan bahwa Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan,

Berkaitan dengan hal itu, mangan ahai fallo dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang didapat, pelaksanaan upacara tersebut selalu

Jumlah pergerakan subjek akan ditentukan setelah percobaan yang berdurasi 110 menit dengan menggunakan metode perhitungan euclidean distance, Euclidean distance

Pengembangan kapasitas pengabdian masyarakat didasarkan pada kebijakan UNISSULA yang melekat pada seluruh dosen di lingkungan UNISSULA berdasarkan peraturan Rektor yang

Distribusi Proporsi Penderita Tifus abdominalis Dengan Pemeriksaan Test Widal Berdasarkan Hasil Laboratorium Uji Titer H Rawat Inap di RSU Dr. Distribusi Proporsi Umur

Orang pertama yang memasuki pelataran Kabah sejak saat itu, tidak peduli dari kabilah mana , harus memutuskan siapa yang akan mengangkat baru itu. Begitu keputusan

Terlepas dari apapun asal kata ngaji, kiai, santri tersebut merupakan kegiatan belajar yang dianggap suci atau aji oleh seorang santri yang menyerahkan dan menitipkan

Sama seperti pekerjaan, bila kita sudah mencintai dunia yang kita geluti, maka kita tak akan pernah mengeluh tentang pekerjaan yang sekarang ini kita jalani.. Kita menganggap