Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter
Karakter merupakan aspek penting dalam pembagunan nasional suatu negara.
Rendahnya karakter masyarakat suatu bangsa akan mengakibatkan keterpurukan secara sosial dan ekonomi. Nilai luhur budaya bangsa sebagai dasar masyarakat berpikir dan bertindak dibentuk melalui pendidikan. Sekolah mampu mengembangkan kurikulum pendidikan karakter sebagai pembentuk perilaku siswa. Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemdiknas (2017) mendefinisikan karakter sebagai watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir,bersikap, dan bertindak. Beberapa karakter minimal yang perlu dikembangkan dalam kurikulum 2013 di antaranya seperti berikut.
a. Tangguh
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik baiknya.
b. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
c. Cerdas
Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan dan sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif.
d. Peduli
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi, selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
Ada beberapa strategi yang dilakukan oleh Lickona dalam pengembangan karakter adalah sebagai berikut (Pertama et al., 2018):
a. Strategi pengelolaan kelas (theteacher as caregiver, model, and mentor, a caring classroom community, character-based discipline, a democratic classroom
environment, teaching character through the curriculum, cooperative learning, conscience of craft, ethical reflection,teaching conflictresolution).
b. Menciptakan lingkungan moral postif di sekolah (creating a positivemoral culture in the school).
c. Membangun sinergi antara orang tua, sekolah, masyarakat dalam mengembangkan karakter (school, parents, and communities as parents).
Dalam membentuk karakter siswa melalui pola asuh orang tua, Lickona (1998) menyampaikan pendapatnya sebagai berikut:
a. Effective parents love their children and provide them with a stable andsecure environment (Orang tua yang efektif mencintai anak-anak mereka dan memberi anak-anak mereka lingkungan yang stabil dan aman).
b. Effective parents foster mutual respect (Orang tua yang efektif menumbuhkan rasa saling hormat).
c. Effective parents teach by example (Orang tua yang efektif mengajarkan dengan cara memberi contoh).
d. Effective parents teach directly, by exhortation and explanation (Orang tua yang efektif mengajarkan secara langsung dengan penjelasan dan nasehat).
e. Effective parents use questioning to promote moral thinking (Orang tua yang efektif bertanya untuk mempromosikan pemikiran moral).
f. Effective parents give children real responsibilities (Orang tua yang memberikan anak tanggungjawab yang nyata).
g. Effective parents are authoritative (Orang tua yang efektif adalah yang berwibawa).
h. Effective parents foster a child's spiritual development (Orang tua yang efektif membantu perkembangan spritual anak).
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas jelaslah bahwa lingkungan sosial, lingkungan belajar, pola asuh orang tua, dan konsep diri berpengaruh positif terhadap karakter siswa.
Metode Pendidikan Karakter
Thomas Lickona memberikan penjelasan ada tiga komponen penting dalam membangun pendidikan karakater (John, 2019) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral) dan moral action (perbuatan bermoral).
Ketiga komponen tersebut dapat dijadikan rujukan implementatif dalam proses dan tahapan pendidikan karakater. Selanjutnya, misi atau sasaran yang harus dibidik dalam mengajarinya dari tidak tahu menjadi tahu, dan pada tahap-tahap berikutnya dapat membudayakan akal pikiran, sehingga dia dapat memfungsikan akalnya menjadi kecerdasan intelegensia. Ini yang pertama, kognitif.
Kedua, afektif, yang berkenaan dengan perasaan, emosional, pembentukan sikap di dalam diri pribadi seseorang dengan terbentuknya sikap simpati, antipati, mencintai, membenci, dan lain sebagainya. Sikap ini semua dapat digolongkan sebagai kecerdasan emosional. Ketiga, psikomotorik, adalah berkenaan dengan tindakan, perbuatan, perilaku, dan lain sebagainya. Apabila dikombinasikan ketiga komponen tersebut dapat dinyatakan bahwa memiliki pengetahuan tentang sesuatu, kemudian memiliki sikap tentang hal tersebut, selanjutnya berperilaku sesuai dengan apa yang diketahuinya dan apa yang disikapinya.
Karena itu, pendidikan karakter meliputi ketiga aspek tersebut, seorang peserta didik mesti mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk. Persoalan yang muncul adalah bagaimana seseorang memiliki sikap terhadap baik dan buruk, dimana seseorang sampai ke tingkat mencintai kebaikan dan membenci keburukan. Pada tingkat berikutnya bertindak, berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kebaikan, sehingga menjadi akhlak dan karakter mulia.
DAFTAR PUSTAKA John, M. (2019). Bachelor of Arts. George Santayana, 48–72.
https://doi.org/10.4324/9780203790793-6
Pertama, S. M., Nasional, K. P., Islam, S. M. P., Nurul, T., & Depok, F. (2018). Analisis Faktor-Faktor Pembentuk Karakter Smart Siswa Di Sekolah Islam Terpadu. Jurnal Pendidikan Karakter, 8(1), 62–73. https://doi.org/10.21831/jpk.v8i1.21675